Anda di halaman 1dari 2

Halo guys!

Namaku Ahmad deh, dan kami masuk finalis, saat itu kami
Nasikhul Huda biasa dipanggil Nasikh. masih kelas satu dan pada waktu itu aku
Aku lahir di desa Badu Wanar tepatnya nervous banget karena saat itu UHT
pada tanggal 31 Desember 2003. Pundi- backgroundnya kelautan, jadi finalis di
pundi pendidikanku mulai dari TK sana kebanyakan dari SMA kelautan dan
Muslimat Shalafiya lalu melanjutkan ke masih di bawah naungan Hang Tuah.
MI Tarbiyatul Atfal Badu hingga aku Mungkin di sana kami dari sisi
memutuskan untuk melanjutkan ke Mts presentasinya yang paling menonjol
Putra Putri Simo dan aku mengikuti ditambah ide dalam karya tulis kami yang
bimbingan karya tulis ilmiah. Di sinilah cukup menarik juga mungkin dari sisi
awal mula aku bertemu salah seorang tanya jawabnya yang cukup puas.
partnerku, dia adalah Nida’an Khofiyah
Pada saat itu kami sudah sangat
biasa dipanggil Naya. Dia lahir di desa
pesimis dari awal, karena pada waktu
Sungelebak tepatnya pada tanggal 26
presentasi jurinya kuurang ada yang
Desember 2003. Uniknya, dari TK hingga
memperhatikan, bayangkan saja coba! dan
Mts, dia menimba ilmu di yayasan
dari sisi pribadi aku merasa kurang mood
Matholi’ul Anwar. Dari segi pengalaman,
pada tengah-tengah presentasi. Setelah itu,
memang kami satu sekolah dalam wadah
ada waktu break kami bertiga turun ke
yang sama, tapi kami hanya sekedar saling
bawah tanpa ada pembimbingnya jadi
mengenal.
merasa lebih mandiri, terus kami didatangi
Setelah lulus Mts, aku melanjutkan mas Ainul. Dia adalah salah satu alumni
sekolah di MA Matholi’ul Anwar, mawar yang kebetulan ngekost-nya tidak
ehh...ternyata Naya juga bersekolah di sini. jauh dari komplek Hang Tuah, terus kita
Kami juga tergabung dalam organisasi berbincang-bincang sampai lupa waktu
yang sama, yaitu HSU. Kebetulan kami berempat di taman kampus.
sama-sama ikut bimbingan KIR. pak Yusuf
“loh kita nggak balik ta soalnya semuanya
selaku pembina, mengetahui potensi kami
sudah balik ke aula..” (sahutku).
sehingga kami disatukan dalam tim yang
sama dalam event pertama kami di UPN Dan kami adalah peserta terakhir
Veteran Surabaya, yang kebetulan event yang belum kumpul di sana, bandel banget
tersebut mengharuskan 3 peserta dalam nggak sihh! Ya mungkin efek dari pesimis
satu tim. Di situ pak yusuf menambah satu kami saat itu eaak. Terus kita berjalan,
peserta ke tim kami yaitu Luluk Falihatul sesampainya di lantai bawah, dan luluk
Ulya, yang biasa dipanggil Luluk. Saat waktu itu berlari aku pun ikut semi-semi
kami mengerjakan abstrak event tersebut, lari seperti mau menang, dan naya terus
waktu itu aku justru aku menghilang dan bilang kayak gini, “ehh kalian kok terburu-
malah ikut bimbingan kimia hehe.., buru sih.., nggak usah lari kita kan nggak
sehingga yang mengerjakan abstrak menang..” nah jadi Naya dan mas Ainul itu
tersebut hanya Naya dan Luluk. Disitulah di belakang, saat aku dengar seperti itu aku
luluk & naya merasa tidak cocok dan pe kembali ikut jalan nyantai bareng, ya
simis akan dedikasiku atas lomba ini, dan namanya aja berharap hehe. Akhirnya pas
akhirnya abstrak kita kalah, yaa maap. waktu baru ke koridor lantai dua, ternyata
mereka sudah pengumuman dan sambil
Kemudian ada event lomba lagi,
jalan pelan banget dengan gaya ala
tepatnya di Universitas Hang tuah
pesimis, kami tuh semi-semi dengar,
Surabaya, dan karena lombanya bertiga,
“.....dua Ma Matholiul Anwar. Kebetulan
jadi Naya dan Luluk mengajak aku lagi
aku pada waktu itu jalan di depan sama
luluk, sedangkan Naya dan mas Ainul itu
masih di belakang, terus ibu-ibu pembina
dari sekolahan lain pada lihatin kami
sambil bilang gini “ehh kamu sini-sini
maju.., kalian menang” (ujarnnya).
Karena perasaan kami waktu itu
tidak percaya, aku bilang gini ndoh” kita
menang kita menang.., akhirnya kita
mendapat juara harapan dua, terus kita
maju bertiga, dan saat di atas panggung
kita tuh ditanya sama mas panitianya
bertanya gini emang kalian kelas berapa,
“satu kak” (ucapku). Eh.. mereka
tercengang sampai bilang “waow.”
Sepanjang perlombaan yang kami ikuti,
aku dan Naya sering berbeda pendapat
mengenai ide yang kami paparkan. Di
situlah Luluk sebagai penengahnya. Hal ini
terbukti saat aku dan Naya mengikuti
lomba di Udayana Bali, di situ aku dan
Naya sering berbeda pendapat karena tidak
ada luluk yang biasa menjadi
penengahnya, ya kurang lebih seperti air
dan minyak saat tidak ada sabun, jadinya
tidak bisa campur haha.

Pesan kami, jangan sia-siakan


kesempatanmu, nunc aut nunquam karena
kesempatan tidak bisa kembali, tidak
seperti dia yang susah move on haha, dan
kami berharap prestasi siswa-siswai
mawar bisa Go International. . (Redaktur
Majalah Mawar, A. Faizul Bady)

Anda mungkin juga menyukai