keputihan dan terdapat retakan-retakan kecil pada semua specimen. Hasil uji
komposisi kimia menunjukkan bahwa ball mill import d= 30 mm mengandung
2,934% C, 11,231% Cr, dan 0,117% Mo sedangkan d= 40 mm mengandung
2,693% C, 12,313% Cr dan 1,103 Mo, termasuk dalam kelompok Martensitic
white cast iron ASTM A532 Class II Type A. Hasil uji distribusi kekerasan
menunjukkan bagian permukaan lebih keras dibandingkan bagian pusat dengan
nilai kekerasan tertinggi 720,82 kg/mm2 (d= 30 mm) dan 746,5 kg/mm2 (d= 40
mm) sedangkan nilai kekerasan terendah 631,1 kg/mm2 (d= 30 mm) dan 544,0
kg/mm2 (d= 40 mm). Hasil pengamatan foto struktur mikro menunjukkan bahwa
struktur terdiri dari Perlit, Cementit dan Martensit.
Menurut Yusuf (2016) dalam penelitian Skripsi, Jurusan Teknik
Pertambangan, Universitas Islam Bandung yang berjudul Analisis Perbandingan
Antara Kondisi Normal Dengan Kondisi Pemompaan Langsung Ke Sump
Discharge Ball mill Dari Underflow Fines Thickener Untuk Meningkatkan
Efisiensi Milling Di PT Antam Tbk UBPE Pongkor, Kabupaten Bogor, Privinsi
Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi
milling dengan cara mengatasi fraksi halus -200 mesh yang berada di underflow
fines thickener dengan cara pemompaan langsung ke sump discharge ball mill.
Hasil penelitian ini menunjukkan proses pemompaan langsung lebih efisien dan
efektif karena feed yang berasal dari underflow fines thickener tidak melakukan
penggerusan di ball mill kerena jumlah fraksi halusnya >40 % dimana hasil
menunjukkan persen solid mengalami penurunan di discharge ball mill sebesar
12,8 % sumber crushing dan st 12 sebesar 9,55 %. Sump discharge ball mill
sumber crushing mengalami penurunan 8,19 %, crushing dan st 12 sebesar 10,05
%. Overflow mill cyclone juga mengalami persen solid dengan sumber crushing
3,33 % serta crushing dan st 12 sebesar 0,19 % serta dari crushing dan st sebesar
3,41 %. Fraksi halus mengalami penurunan pada discharge ball mill yang
bersumber dari crushing 5,64 % dan dari campuran crushing dan st 12 yaitu 4,25
%, pada sump discharge ball mill mengalami peningkatan sebesar 5,72 % yang
bersumber crushing dan 8,80 % bersumber dari campuran crushing dan st 12,
pada overflow mill cyclone mengalami peningkatan fraksi halus yang bersumber
7
dari crusher sebesar 2,08 % dan campuran crushing dan st 12 sebesar 4,41 %,
serta pada underflow mill cyclone mengalami penurunan fraksi halus 0,02 %
untuk yang bersumber dari crushing dan 1,08 % dari campuran crushing dan st
12. Serta langsung untuk sumber crushing berukuran 56,61 % dan sumber
crushing dan st 12 berkurang sebesar 90,76 %.
Menurut Aisyah (2018) dalam Jurnal Fisika, Jurusan Teknik Mesin,
Universitas Muhammadiyah Malang yang berjudul Desain Dan Pengujian UMM
Vertical Ball Mill (UVBM) Untuk Memproduksi Bubuk Aluminium. UMM
Vertical Ball Mill (UVBM) dimaksudkan sebagai alat untuk memproduksi serbuk
logam dengan karakteristik unggul dalam tingkat produksi sambil
mempertahankan bubuk logam berkualitas baik. Konsep desain mengadopsi teori
desain Phal dan Beitz dengan penekanan pada peningkatan kemungkinan
keberhasilan dalam aspek teknik dan ekonomi. Karena itu dirancang sebagai
gilingan bola vertikal, cara baru untuk memproduksi bubuk, maka perlu diuji
untuk kinerja setelah diproduksi. Pengujian pada UVBM dilakukan dengan
milling chip aluminium selama 5 (lima) waktu penggilingan yang berbeda dari 0,5
jam, 1 jam, 3 jam, 5 jam dan 7 jam, dan produk bubuk kemudian dicirikan untuk
itu morfologi dan ukuran menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM)
dan Saringan.Hasil penelitian adalah semakin panjang waktu penggilingan,
semakin halus serbuk. Dari hasil pengujian SEM, morfologi serbuk dengan 5
variasi waktu penggilingan sebagian besar serbuk berupa flake (datar), bulat kecil
dan bersudut (tidak beraturan). Distribusi ukuran bubuk terbaik diperoleh pada
variasi waktu penggilingan 3 jam, 5 jam, dan 7 jam dengan persentase 200 mesh
dalam ukuran 22,14%, 64% dan 91,25% masing-masing.
Menurut Azhari (2017) dalam penelitian Jurnal Isu Teknologi, Jurusan
Teknik Mesin, Sekolah Tinggi Teknologi Mandala Bandung yang berjudul
Pengaruh Putaran Mesin Terhadap Hasil Serbuk Lempung Pada Mesin
Penggililng Bahan Keramik. Sebanyak 72 % pengusaha industri kecil menengah
keramik tidak dapat menghasilkan serbuk lempung 80 % dari kapasitas mesin
dikarenakan pengaturan parameter mesin ball mill tidak sesuai. Parameter tersebut
antara lain putaran mesin, diameter bola alumina dan waktu pengoperasiannya.
8
Pengaruh besaran putaran mesin terhadap hasil serbuk lempung. Kapasitas mesin
yang digunakan pada penelitian ini adalah 5 kg menggunakan diameter bola
alumina 20 mm dengan waktu pengoperasian mesin selama 10 jam tanpa berhenti.
Bongkahan lempung yang digunakan seberat 5.000 gram dan syarat kehalusan
lempung yang dihasilkan harus lolos ayakan 100 mesh karena merupakan bahan
baku terbaik dalam pembuatan keramik jenis gerabah. Disimpulkan bahwa serbuk
lempung yang dihasilkan seberat 4.246,378 gram pada putaran optimum
mesinyaitu 79,796 rpm yang dihitung dari persamaanya = -21126,63636 +
635,9484848 -3,984848485 sedangkan hasil serbuk lempung terbanyak yang
lolos 100 mesh adalah 4.825 gram pada putaran mesin 80 rpm. disarankan untuk
mengunakan berat bola alumina dan bongkahan lempung yang bervariasi serta
waktu penggilingannya lebih besar dari 10 jam supaya pengaruh variabel bebas
tersebut dapat terlihat. Apabila menginginkan hasil lebih baik lagi disarankan
untuk menggunakan bahan selain lempung sebagai bahan yang akan digiling
sedangkan bola alumina sebagai media grinding dapat diganti dengan
menggunakan bola stainless steel.
Menurut Sukmana (2015) dalam Prosiding Teknik Pertambangan,
Universitas Islam Bandung yang berjudul Penentuan Energi Ball Mill Dengan
Menggunakan Metode Indeks Kerja Bond. Indeks- kerja giling adalah energi yang
dibutuhkan untuk menggiling satu ton bahan galian yang dinyatakan dalam satuan
kilowatt/jam dengan standar Bond Ball Mill. Tujuan penghancuran dan
penggerusasn bijih ini yaitu untuk memisahkan mineral berharga dari batuan
induknya. Melalui kerja indeks Bond, maka akan didapat berapa besarnya energi
yang dikeluarkan oleh alat penggerus tersebut dengan standard Bond. Hasil analis
mineragrafi XRF (X-Ray Flourescence) terhadap 3 jenis sampel batuan
menunjukkan unmsur-insur utamanya. Pertama bijih besi yaitu Fe 57,4 %, kedua
bijih emas oksida berkadar Si 26,2 % dan Fe 18 %, dan ketiga bijih galena
berkadar Pb 31,8 %, Fe 19,3 % dan Zn 16,6 %. Setelah digiling hasilnya diamati
berdasarkan 2 fraksi ukuran -150 +105 µm dan -105 µm. Indeks kerja Bond pada
kondisi -149 µm (P80=100 mesh) untuk bijih besi yaitu 16,945 kW ton/jam, untuk
bijih emas yaitu 10,579 kW ton/jam, dan bijih galena yaitu 11,607 kW ton/jam.
9
2.2 Timah
Menurut Sukandarrumidi (2007), timah putih komersial berasal dari
mineral casiterite, stannit, dan tealit. Proses pembentukan bijih timah (Sn) berasal
dari magma cair yang mengandung mineral kasiterit (Sn02). Pada saat intrusi
batuan granit naik ke permukaan bumi, maka akan terjadi fase pneumatolitik,
dimana terbentuk mineral-mineral bijih diantaranya bijih timah (Sn). Mineral ini
terakumulasi dan terasosiasi pada batuan granit maupun di dalam batuan yang
diterobosnya, yang akhirnya membentuk vein-vein (urat), yaitu pada batuan granit
dan pada batuan samping yang diterobosnya. Mineral kasiterit terhambur pada
10
batuan tersebut dan baru dapat terlepas dari batuan induknya apabila batuan
mengalami pelapukan. Pelapukan dan kosentrasi mekanik membentuk endapan
aluvial maupun eluvial yang ada di Indonesia terkenal dengan nama bijih kulit dan
disebut sebagai kaksa. Seperti diketahui kaseterit termasuk resisten terhadap
pengangkutan air, sehingga memungkinkan dapat terkumpul sebagai endapan
placer. Kasiterit berasiosisasi dengan kuarsa, mika, monazit dan sedikit turmalin.
Deskripsi mineral casiterite pada umumnya dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Deskripsi timah (Sukandarumidi, 2007)
Deskripsi Keterangan
Nama mineral dan rumus kima Kasiterit (SnO2)
Sistem kristal Tetragonal
Belahan Tidak sempurna –{100}
Kekerasan 6–7
Berat jenis 6,99 – 7 (7,3 g/m3)
Kilap Intan sampai sublogam
Warna Coklat kemerahan sampai hitam
Keterdapatan Di dalam urat-urat bersama kuarsa di
granit, pada umumnya banyak ditemukan
dalam hidrotermal temperatur tinggi
Sifat lainnya Tahan terhadap udara lembab, tahan
terhadap korosi dan tidak beracun
Gambar 2.1 Model endapan timah primer tipe porfiri (Taylor, 1979)
Pada sistem porfiri ini bijih timah dibawa oleh tubuh intrusi magma yang
besar dan melalui fluida magmatiklah unsur-unsur timah kemudian
termineralisasikan pada urat maupun stockwork. Bijih timah yang terendapkan
12
pada stockwork hanya berkisar 0,1 % sehingga dianggap kurang profit untuk
ditambang (Evans, 1993).
2.3.2 Skarn dan Penggantian Karbonat atau Sulfida
Skarn dikenal pula sebagai metamorfisme hidrotermal, igneous
metamorphic, dan metamorfisme kontak (Evans, 1993). Namun terminologi
mengenai skarn yang paling tepat yaitu pyrometasomatism (Lindgren, 1933).
Endapan pirometasomatisme merupakan endapan yang berbentuk iregular, seperti
menggerombol, atau tabular mengikuti bentuk kontaknya, terbentuk secara
metasomatik melalui proses penggantian atau replacement terhadap batuan
samping dengan penambahan unsur yang terjadi pada temperatur tinggi oleh
pancaran panas dari batuan intrusi. Sedangkan Kwak (1986) dalam Evans (1993)
mengartikan skarn sebagai batuan yang terbentuk oleh proses penggantian
kalsium dan magnesium oleh kalsium silikat dan magnesium silikat. Sehingga
dapat kita ketahui bahwa endapan skarn haruslah kontak antara batuan beku
intrusif dengan batuan sedimen karbonat. Contoh dari model endapan timah tipe
skarn dapat dilihat pada gambar 2.2 sebagai berikut :
Gambar 2.2 Model endapan timah primer tipe skarn (Taylor, 1979)
Bentuk endapan skarn atau pirometasomatisme ini umumnya disseminated
yaitu tersebar di dekat kontak kedua batuan. namun bisa juga berlapis apabila
batuan karbonat yang diterobos memiliki struktur berlapis. Fluida magmatik yang
13
membawa mineral logam akan melewati rekahan pada batuan karbonat dan
mengganti mineral karbnat tersebut (Ca dan Mg) serta mengendapkan mineral-
mineral logam. Endapan timah pada tipe ini umumnya berasosiasi dengan mineral
wolfram (W).
2.3.3 Urat (Vein)
Urat atau sering dikenal dengan kata vein merupakan suatu rekahan yang
terdapat dalam batuan, rekahan ini bisa terbentuk akibat proses-proses geologi
seperti tektonik, magmatisme, hidrotermal, dan sebagainya. Dalam konteks
mineralisasi endapan bijih, urat menjadi suatu wadah bagi mineral untuk
terendapkan. Fluida hidrotermal maupun magmatik yang membawa unsur logam
akan lebih mudah melewati batuan melalui rekahan. Dan melalui rekahan itu juga
nantinya logam-logam yang dibawa akan termineralisasi menjadi suatu endapan
logam. Urat bisa terbentuk di mana saja baik dalam sistem porfiri, epitermal,
greisen, maupun skarn. Contoh dari model endapan timah tipe urat dapat dilihat
pada gambar 2.3 sebagai berikut :
power shovel dan lain-lain. Endapan aluvial atau eluvial dilakukan dengan
penyemprotan (hidraulicking). Endapan timah yang terkonsentrasi dilapisan tanah
disemprot dengan air tekanan tinggi, lumpur dan timah dihisap dengan mesin
untuk selanjutnya akan diproses secara gravitasi seperti jig, shaking table, sluice
box, dan humrey spiral untuk proses pemisahannya.
Di daerah lepas pantai dilakukan dengan kapal isap atau kapal keruk yang
dilengkapi dengan jig untuk proses pemisahannnya, bijih timah yang sudah dicuci
kemudian dikeringan untuk selanjutnya dilebur dengan tanur kemudian dituang
dalam cetakan dengan bentuk balok. Timah balok ini selanjutnya diekspor dan
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan industri.
Proses penambangan timah dilakukan dengan berbagai macam teknik atau
cara. Teknik penambangannya disesuaikan dengan kondisi lokasi penambangan
baik itu di darat maupun di laut. Penambangan timah tidak hanya dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan yang memiliki alat penambangan timah yang canggih.
Penambangan timah dengan cara dulang saat ini masih banyak diterapkan oleh
penambang dengan skala kecil yaitu penduduk lokal. Sedangkan perusahaan
pertambangan timah skala besar lebih memilih menggunakan peralatan yang lebih
canggih dan efisien seperti monitor, kapal keruk, kapal isap, maupun BWD dalam
proses penambangannya.
Menurut Wills (1980) dalam Arief (2014), pengolahan bahan galian yang
dapat disebut juga dengan mineral prosessing technology yang merupakan suatu
proses pengolahan bahan galian atau mineral untuk memisahkan mineral berharga
dari mineral pengotornya yang kurang berharga dengan memanfaatkan perbedaan
sifat-sifat fisik dari mineral tersebut tanpa mengubah identitas kimia dan fisik dari
produk tersebut. Proses pengolahan bahan galian biasanya dilakukan di lokasi
tambang untuk mendapatkan konsentrat yang kadarnya sudah lebih tinggi dari
semula, sehingga mempunyai nilai ekonomis untuk dilakukan ketahap
selanjutnya.
Menurut Tobing (2002) dalam Arief (2014), pengolahan bahan galian
(mineral dressing) merupakan istilah yang digunakan untuk mengolah semua
jenis bahan galian tambang yang berupa mineral, batuan, bijih atau bahan galian
lainnya yang ditambang atau diambil dari endapan-endapan alam pada kulit bumi
untuk dipisahkan menjadi produk berupa satu macam atau lebih bagian mineral
yang dikehendaki dan bagian yang tidak dikehendaki yang terdapat bersama-sama
di alam. Mineral yang dikendaki disebut juga mineral berharga (konsentrat),
sedangkan mineral yang tidak dikehendaki disebut mineral buangan
(waste/tailing), tujuan dari pengolahan bahan galian adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kadar dan harga jual bahan galian.
2. Memisahkan mineral berharga dengan mineral pengotornya.
3. Memisahkan mineral berharga satu dengan lainnya.
4. Mengurangi kehilangan jumlah mineral berharga.
5. Mengurangi biaya pengangkutan.
Disamping keuntungan yang disebutkan terdapat juga kerugiannya, yaitu
adanya kehilangan (losses) mineral yang diinginkan dalam proses pengolahannya
dan adanya ongkos (biaya) untuk operasi pengolahan itu sendiri. Meskipun
demikian biaya proses pengolahan bijih (mineral logam) secara bertingkat yaitu
dimulai dengan proses mineral dressing dan dilanjutkan dengan proses metalurgi,
masih lebih menguntungkan dibandingkan dengan langsung proses metalurgi.
Pengolahan bahan galian dalam prosesnya terdiri dari dua proses yaitu
sebagai berikut:
17
agar didapatkan kadar yang tinggi. Berdasarkan perbedaan sifat fisik dari mineral-
mineral, maka proses konsentrasi dapat dibagi empat macam yaitu:
a. Konsetrasi gravimetri yaitu pemisahan berdasarkan gaya berat.
b. Konsentrasi magnetis yaitu pemisahan berdasarkan sifat kemagnetan.
c. Konsentrasi elektrostatis yaitu pemisahan berdasarkan perbedaan sifat daya
hantar listrik.
d. Konsentrasi secara flotasi yaitu pemisahan berdasarkan sifat fisik permukaan
mineral terhadap pengaruh bahan kimia.
3. Dewatering (pengeringan)
Dewatering adalah proses untuk mengurangi/menghilangkan kandungan air
dari hasil akhir proses pengolahan bahan galian yang menggunakan air dalam
operasinya. Dewatering dapat dilakukan dalam tiga tahap yaitu: pengentalan
(thickening), penyaringan (filtering) dan pengeringan (drying).
terjadi dengan pergerakan bola-bola dimana bola-bola berputar didalam mill dan
menggerus bijih.
Mekanisme kerja dari grinding ini adalah dengan memanfaatkan gaya yang
bekerja untuk memecah umpan, gaya-gaya tersebut antara lain :
a. Impact atau penekanan, dimana gaya diberikan hampir ke seluruh permukaan
partikel.
b. Chipping, dimana gaya memiliki sudut tertentu.
c. Abration (gesek), dimana gaya paralel terhadap permukaan partikel.
Gaya-gaya yang bekerja pada proses grinding dapat dilihat pada gambar 2.6
sebagai berikut :
Saat beroperasi, mill akan berputar dan grinding media beserta bijih akan
ikut terbawa naik oleh dinding mill ke arah yang lebih tinggi sampai mencapai
titik atau posisi kesetimbangan dinamiknya. Kesetimbangan dinamiknya tercapai
ketika gaya berat sama dengan gaya centrifugal. Setelah titik kesetimbangan
terlampaui, maka muatan akan bergerak ke bawah sesuai dengan kecepatan putar
millnya.
Berdasarkan kecepatan putaran mill terdapat dua mekanisme penggerusan
yaitu, cascading dan cataracting. Kedua mekanisme ini akan menghasilkan
distribusi ukuran produk yang berbeda. Pergerakan material di dalam ball mill
dapat dilihat pada gambar 2.7 di bawah :