Anda di halaman 1dari 9

Konformitas dan Bullying Pada Siswa

KONFORMITAS DAN BULLYING PADA SISWA

Levianti
Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul, Jakarta
Jln. Arjuna Utara Tol Tomang Kebon Jeruk, Jakarta 11510

layananpsikologi@esaunggul.ac.id

ABSTRAK
Siswa menggunakan sebagian besar waktunya di sekolah. Mereka berinteraksi dengan guru, dan
terutama dengan teman-teman sebaya di kelasnya. Mereka berusaha menyesuaikan diri dengan
teman-teman sekelas agar dapat menjalani aktivitas di sekolah secara kontinu dan nyaman.
Penyesuaian diri yang paling mudah adalah dengan melakukan tindakan yang sesuai dan diterima
oleh teman-teman sekelas. Bertindak sesuai dengan norma kelompok disebut konformitas. Siswa
melakukan konformitas dengan mengubah sikap dan perilakunya serupa dengan sikap dan perilaku
teman-teman sekelas. Sikap dan perilaku yang ditiru ada yang bersifat positif maupun negatif. Salah
satu perilaku negatif adalah bullying. Bullying merupakan tindakan menyakiti orang yang lebih
lemah, baik secara fisik, verbal, maupun psikis. Siswa cenderung melakukan bullying jika ia pernah
menjadi korban bullying. Siswa berpotensi menjadi korban bullying, misalnya ditindas oleh orang
tua, kakak kandung, ataupun kakak kelas. Siswa korban bullying cenderung menjadi pelaku bullying.
Apabila siswa pelaku bullying berjumlah banyak ataupun bersifat dominan, maka siswa lain
cenderung ikut melakukan bullying dalam rangka menyesuaikan diri dengan teman-teman
sekelasnya.

Kata Kunci: Konformitas,Bullying, Fisik, Verbal, Psikis

Pendahuluan Salah satu perilaku negatif yang potensial


Manusia pada umumnya menggunakan untuk ditiru siswa adalah bullying. Bullying meru-
waktu 14-19 jam dalam sehari untuk beraktivitas. pakan tindakan menyakiti orang lain yang lebih le-
Semenjak bersekolah, seseorang menggunakan ham- mah, baik menyakiti secara fisik, kata-kata, ataupun
pir setengah, atau bahkan lebih, waktu aktifnya ter- perasaannya. Bullying berpeluang besar untuk ditiru
sebut untuk melakukan kegiatan yang bersifat oku- karena perilaku negatif ini kemungkinan besar ban-
pasional di luar rumah. Seorang siswa menjalani ke- yak dilakukan oleh siswa. Siswa cenderung me-
hidupan di sekolah minimal 6 jam dalam sehari. Sis- lakukan bullying setelah mereka sendiri pernah disa-
wa dituntut untuk menyesuaikan diri dengan orang- kiti oleh orang yang lebih kuat, misalnya oleh orang
orang di sekolah supaya dapat terus bersekolah tua, kakak kandung, kakak kelas, ataupun teman se-
dengan nyaman. baya yang lebih dominan. Jika jumlah siswa yang
Siswa berinteraksi dengan guru, karyawan, melakukan bullying banyak, atau bullying dilakukan
kakak kelas, teman sebaya di lain kelas, dan teru- oleh siswa yang berpengaruh di kelas, maka siswa
tama dengan teman-teman sekelasnya. Penyesuaian lain kemungkinan besar akan ikut melakukan bully-
diri yang baik dengan teman sekelas akan membantu ing juga, atau setidaknya menganggap bullying
siswa belajar di kelas dengan nyaman. Sebaliknya, sebagai hal wajar (sikap positif terhadap bullying).
perilaku yang bertentangan dengan teman sekelas Bullying pada kenyataannya berdampak bu-
dapat membuat siswa merasa terganggu atau kurang ruk bagi fisik maupun psikis para korbannya.
nyaman berada di antara teman-teman sekelasnya. Dampak fisik bisa berupa keluhan sakit kepala atau
Ada berbagai cara untuk menyesuaikan diri. perut (terutama saat baru pulang sekolah), luka-luka
Cara menyesuaikan diri yang paling mudah adalah ringan hingga berat, bahkan sampai berujung pada
dengan berperilaku mengikuti nilai dan aturan yang kematian, seperti kasus bullying yang dilakukan
beraku di lingkungan sekitarnya. Bertindak sesuai para kakak kelas sebuah perguruan tinggi negeri di
nilai dan aturan kelompok, entah sesuai dengan nilai Jatinangor-Sumedang kepada adik kelasnya. Dam-
pribadi ataupun tidak, supaya diterima oleh pak psikis berhubungan dengan meningkatnya de-
kelompok disebut sebagai konformitas. presi, agresi, penurunan nilai akademik karena ke-
Siswa cenderung melakukan konformitas mampuan analisisnya terhambat stress, bahkan tin-
dengan teman sekelasnya supaya merasa nyaman dakan bunuh diri.
dalam mengikuti kegiatan di kelas sehari-hari. Peri- Bullying tidak hanya berdampak negatif
laku yang ditiru siswa ada yang bersifat positif bagi korban, namun juga bagi pelakunya. Siswa
maupun negatif. pelaku bullying berpotensi menjadi pelaku kriminal
sejak dini ataupun di kemudian hari.
Jurnal Psikologi Vol 6 No 1, Juni 2008 1
Konformitas dan Bullying Pada Siswa

DR. Huneck, seorang ahli intervensi bully- inginan orang lain, termasuk mengubah keyakinan
ing yang bekerja di salah satu sekolah internasional dan perilakunya serupa dengan orang lain, sekalipun
di Jakarta, mengatakan bullying akan terus terjadi di sebenarnya berbeda.
sekolah-sekolah apabila orang dewasa tidak dapat
membina hubungan saling percaya dengan siswa, Ciri-Ciri Konformitas
tidak menyadari tingkah laku yang masuk dalam Perilaku individu yang melakukan konformitas me-
kategori bullying, tidak menyadari luka yang dise- nunjukkan ciri-ciri berikut (Sears dkk,1999):
babkan oleh bullying, tidak menyadari dampak 1. Kekompakan
bullying yang dapat merusak kegiatan belajar siswa, Kekompakan dimulai dari rasa ketertarikan indi-
dan tidak adanya campur tangan secara efektif dari vidu pada kelompok tertentu, yang mendorong-
pihak sekolah. Hal ini juga dinyatakan oleh Ponny, nya untuk terus menjadi anggota kelompok
2008 dalam bukunya yang berjudul “Meredam tersebut, antar lain dengan bertemu secara intens
Bullying”, bahwa minimnya respon dari orang tua dan berperilaku selaras dengan anggota kelom-
dan guru dapat menjadikan perilaku bullying ini te- pok yang lain
rus berkembang (dalam Trevi, 2010). 2. Kesepakatan
Pihak sekolah, terutama guru, maupun Kesepakatan ditunjukkan dengan memiliki pen-
orang tua kurang memperhatikan atau aktif menang- dapat yang sama, baik karena percaya pada ke-
gulangi masalah bullying karena mereka tidak tahu lompok, ataupun karena takut mendapatkan te-
mengenai fenomena tersebut. Siswa yang menjadi kanan dari kelompok jika memiliki pendapat
korban biasanya diancam untuk tidak memberitahu yang berbeda.
siapapun mengenai pengalamannya ditindas, sehing- 3. Ketaatan
ga mereka takut untuk bercerita. Ketaatan adalah perilaku patuh mengikuti putus-
Apabila siswa tidak serta merta meniru peri- an kelompok, meskipun individu sebenarnya
laku siswa pelaku bullying, melainkan dapat memi- tidak menyetujuinya.
lah mana yang dapat diikuti dan mana yang tidak,
maka perilaku bullying dapat dihambat per- Jenis-Jenis Konformitas
kembangannya, sehingga akan lebih mudah untuk Ada dua macam konformitas, yakni compli-
diatasi. ance dan acceptance (Myers, 2005). Compliance
adalah jenis konformitas yang bersifat taat, dimana
Pengertian Konformitas individu mengikuti perilaku kelompok meski ia
Setiap manusia berusaha menyesuaikan diri tidak menyetujuinya. Sementara acceptance adalah
dengan lingkungan agar dapat bertahan hidup. Cara jenis konformitas yang bersifat kompak, dimana in-
yang termudah adalah dengan melakukan tindakan dividu mengikuti perilaku kelompok karena percaya
yang sesuai dan diterima oleh orang-orang di seki- dan setuju pada putusan kelompok.
tarnya. Melakukan tindakan yang sesuai dengan nor-
ma dalam psikologi sosial disebut konformitas. Faktor Penyebab Konformitas
Konformitas, dalam kamus psikologi, diar- Seseorang mengikuti orang lain bisa karena
tikan sebagai kecenderungan individu untuk mem- orang lain memiliki informasi yang tidak dimiliki
perbolehkan sikap dan tingkah lakunya dikuasai dan dianggap benar oleh individu, atau bisa juga ka-
oleh sikap dan tingkah laku yang sudah berlaku atau rena individu kurang yakin dengan informasi yang
dianut oleh lingkungan sekitarnya (Chaplin, 2002). dimilikinya sendiri (Sears dkk, 1999). Pada saat itu,
Baron dan Byrne (2005) mendefinisikan konformi- individu mmelakukan konformitas karena faktor
tas sebagai sebuah bentuk pengaruh sosial, dimana percaya pada kelompok.
individu mengubah sikap dan tingkah lakunya agar Individu juga cenderung melakukan kon-
sesuai dengan norma sosial. Individu yang melaku- formitas karena faktor rasa takut tidak diterima men-
kan konformitas mengubah perilaku maupun keya- jadi bagian dari kelompok apabila ia tidak sama
kinannya untuk sesuai dengan orang lain (Myers, dengan kelompok. Individu pada dasarnya ingin
2005). Fromm menjelaskan bahwa konformitas dila- memperoleh persetujuan, atau menghindari celaan
kukan sebagai cara melarikan diri dari keterisolasian dari kelompok. Celaan memberi dampak signifikan
dan kesendirian, dengan menyerahkan diri dan men- pada perilaku konformitas, karena pada dasarnya
jadi apapun yang diinginkan orang lain (dalam Feist, manusia cenderung mengusahakan persetujuan dan
2008). menghindari celaan.
Konformitas, dalam jurnal ini, dapat dipa-
hami sebagai sebuah upaya yang dilakukan individu
supaya diterima oleh orang lain, dengan cara menye-
rahkan diri dan menjadi apapun sebagaimana ke-
Jurnal Psikologi Vol 6 No 1, Juni 2008 2
Konformitas dan Bullying Pada Siswa

Faktor yang Mempengaruhi Konformitas Olweus (dalam Trevi, 2010) , person bullied
Coleman dan Hartup (dalam Musen dkk, “when he or she is exposed repeatedly and over
1992) menyatakan beberapa faktor yang mempenga- time to negative action on a part of one or more
ruhi konformitas, yakni sebagai berikut: other person” : seseorang dibullied ketika dia tidak
a. Jenis Kelamin terlindungi dari tindakan yang negatif yang dilaku-
Wanita cenderung lebih mudah melakukan kon- kan oleh satu atau lebih dari satu orang secara ber-
formitas, kecuali yang mengarah pada perilaku ulang-ulang dan dalam jangka waktu yang cukup
menyimpang (konsumsi NAPZA, tawuran, lama.
bullying) Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005, da-
b. Tingkat Sosial Ekonomi lam Trevi, 2010), mendefinisikan school bullying
Individu dari sosial ekonomi rendah cenderung sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-
lebih mudah melakukan konformitas ulang oleh seorang atau sekelompok siswa yang me-
c. Hubungan Orang tua miliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang
Individu yang kurang diterima kehadirannya lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang
oleh keluarga cenderung lebih mudah melaku- tersebut.
kan konformitas pada hal-hal negatif Smith and Brain (dalam Trevi, 2010), meng-
d. Faktor Kepribadian ungkapkan bahwa bullying merupakan tindakan
Individu yang kurang percaya akan kompetensi yang dilakukan secara sengaja ditujukan kepada
dirinya cenderung melakukan konformitias pada seseorang yang diketahui lemah, mudah diserang
temannya. dan tidak dapat membela diri atau tidak berdaya
Andrew Mellor, pakar masalah Bullying dari
Pengertian Bullying The Scottish Council, menambahkan bahwa
Bullying adalah perilaku agresi atau mani- Bullying terjadi kala seseorang secara signifikan ter-
pulasi yang dapat berupa kekerasan fisik, verbal, luka oleh tindakan orang lain dan takut hal itu akan
atau psikologis; dengan sengaja dilakukan oleh terjadi lagi. Dan ia merasa tidak punya kekuatan un-
seseorang atau sekelompok orang yang merasa kuat tuk mencegah serta khawatir hal itu akan terjadi
atau berkuasa dengan tujuan menyakiti atau meru- lagi. Kondisi ini juga terjadi karena ada ketidak-
gikan seseorang atau sekelompok orang yang mera- seimbangan kekuatan. Selain fisik, masalah kekuat-
sa tidak berdaya (Olweus, 1997; Rigby, 1997; an atau kuasa juga berperan. “Bahkan juga emosio-
Sulivan, 2001; Crick dan Beigbee, 1998;Duncan, nal,” ujar Mellor.
1999; Ma, Stein, dan Mah, 2001; Sullivan, Mark, Dari beberapa definisi diatas dapat disim-
dan Sullivan, 2005; dalam Trevi, 2010). pulkan bahwa Bullying adalah perilaku agresi yang
Definisi Bullying menurut Ken Rigby dapat berupa kekerasan fisik, verbal, ataupun psiko-
(dalam Trevi, 2010) adalah sebuah hasrat untuk me- logis, biasanya dilakukan secara berulang-ulang dari
nyakiti. hasrat ini diperlihatkan kedalam aksi, me- seseorang atau sekelompok orang yang lebih senior,
nyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan lebih kuat, lebih besar terhadap seseorang atau se-
secara langsung oleh seseorang atau kelompok kelompok orang yang lebih junior, lebih lemah,
orang yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, lebih kecil, dan perilaku ini menyebabkan seseorang
biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan atau sekelompok orang yang di bully merasa men-
senang. derita baik secara fisik, maupun psikis.
Bullying adalah kekerasan berulang yang di-
lakukan oleh satu atau lebih orang kepada seorang Cara dan Bentuk Bullying
target yang lebih lemah dalam kekuatan (Baron and Menurut siaran pers yang diterima detikcom
Byrne, 2003, dalam Trevi, 2010). dari aktivis Yayasan Semai Jiwa Amini (Sejiwa),
Bullying adalah tindakan verbal atau fisik Diena Haryana, Sabtu (28/4/2007), bullying terbagi
yang dimaksudkan untuk mengganggu orang lain menjadi tiga. Pertama, fisik, seperti memukul, me-
yang lebih lemah (Nansel dkk, 2001 dalam Trevi, nampar, dan memalak atau meminta dengan paksa
2010). Sementara itu, menurut Sulivan (2000, dalam apa yang bukan miliknya. Kedua, verbal, seperti
Trevi, 2010), bullying adalah tindakan yang dilaku- memaki, menggosip, dan mengejek. Ketiga, psiko-
kan oleh seseorang atau kelompok yang memiliki logis, seperti mengintimidasi, mengucilkan, meng-
kuasa, bertujuan untuk menyakiti orang lain baik se- abaikan, dan mendiskriminasikan (dalam Trevi,
cara fisik atau psikis, dilakukan tanpa alasan yang 2010).
jelas, terjadi berulang-ulang, juga merupakan suatu Menurut Sullivan (2000) (dalam Trevi,
bentuk perilaku agresif, manipulatif yang dilakukan 2010), Bullying terbagi menjadi 2 bentuk yakni
secara sengaja dan secara sadar oleh seseorang atau perilaku Bullying secara fisik dan non-fisik. Bully-
kelompok kepada orang lain atau kelompok lain. ing secara fisik contohnya menggigit menarik ram-
Jurnal Psikologi Vol 6 No 1, Juni 2008 3
Konformitas dan Bullying Pada Siswa

but, memukul, menendang, mengunci, dan mengin- utama dimana bullying sering terjadi antara lain : di
timidasi korban diruangan atau dengan mengitari, halaman sekolah, di dalam kelas, dalam perjalanan
memelintir, menonjok, mendorong, mencakar, me- pulang dari sekolah serta dalam perjalanan ke
ludahi, mengancam, dan merusak kepemilikan sekolah.
korban (Ong, 2003; Sullivan, 2000 dalam Trevi, Losel dan Blesener (dalam Trevi, 2010)
2010). Bullying secara fisik mudah dilihat, jika ber- juga melakukan melakukan penelitian di Jerman dan
lebihan akan membuat pelaku menjadi pembunuh. mendapatkan hasil bahwa 60,1% bullying terjadi di
Bullying non-fisik terbagi menjadi dua, yaitu Bully- halaman sekolah, 17,3% terjadi pada perjalanan pu-
ing verbal dan nonverbal. Bullying verbal con- lang dari sekolah dan 9,2 % terjadi di dalam kelas.
tohnya panggilan yang meledek, pemalakan, peme- Bahkan toilet juga kadang-kadang menjadi tempat
rasan, mengancam atau intimidasi, menghasut, ber- untuk melakukan bullying.
kata jorok pada korban, berkata menekan, menye- Dari hasil penelitian di atas, maka dapat di-
barluaskan kejelekan korban. Kemudian Bullying simpulkan bahwa bullying memang sering terjadi di
Non-verbal, terbagi lagi menjadi langsung dan tidak sekolah, di mana halaman sekolah menjadi tempat
langsung. Bullying non-verbal langsung, contohnya utama perilaku bullying sering terjadi.
gerakan (tangan, kaki, atau anggota badan lain)
kasar atau mengancam, menatap, muka mengancam, Komponen-Komponen Bullying
menggeram, hentakan mengancam, atau menakuti. a. Pelaku Bullying
Bullying non-verbal tidak langsung, contohnya Stephenson dan Smith (dalam Trevi, 2010)
manipulasi pertememanan, mengasing-kan, tidak mengindentifikasi ada tiga tipe dari pelaku bullying,
mengikutsertakan, mengirim pesan meng-hasut, antara lain : (a). Pelaku yang percaya diri dimana
curang, sembunyi-sembunyi. (Sullivan, 2000 dalam pelaku mempunyai fisik yang kuat, menyukai agresi
Trevi, 2010). Secara keseluruhan, bullying secara atau kekerasan, selalu merasa aman dan mempunyai
fisik maupun non fisik dapat membuat individu popularitas. (b). Pelaku yang cemas dimana pelaku
tertekan. merasa lemah dalam nilai akademiknya, konsentrasi
Kemudian Riauskina, Djuwita, dan Soesetio yang rendah, kurang terkenal dan juga kurang aman
(2005, dalam Trevi, 2010) juga mengelompokkan (ada 18% dari pelaku dan sebagian besar adalah
perilaku Bullying ke dalam 5 kategori, yakni (1). laki-laki). (c). Pelaku yang mengincar korban dalam
Kontak fisik langsung (memukul, mendorong, situasi tertentu dan pelaku juga pernah di “bullied”
menggigit, menjambak, menendang, mengunci sese- juga oleh orang lain.
orang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga ter- Banyak peneliti mengatakan bahwa pelaku
masuk memeras dan merusak barang-barang yang “bully” mempunyai karakteristik yang agresif, suka
dimiliki orang lain), (2). Kontak verbal langsung mendominasi dan mempunyai pandangan yang
(mengancam, mempermalukan, merendahkan, positif tentang kekerasan, selalu menuruti kata hati
mengganggu, memberi panggilan nama (name-call- dan tidak mempunyai sifat empati terhadap kor-
ing), sarkasme, merendahkan (put-downs), mencela/ bannya.
mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan Menurut Owens (dalam Trevi, 2010) pelaku
gosip), (3). Perilaku non-verbal langsung (melihat bully cenderung berfokus pada “bully” yang bersifat
dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan eks- langsung dan melakukan Bullying secara fisik yang
presi muka yang merendahkan, mengejek, atau me- biasa digunakan laki-laki, tetapi tidak menutup
ngancam; biasanya disertai oleh bullying fisik atau kemungkinan anak laki-laki melakukan Bullying
verbal). (4). Perilaku non-verbal tidak langsung yang bersifat psikologis dan yang menjadi korban
(mendiamkan seseorang, memanipulasi persahaba- biasanya anak perempuan. Dalam kasus ini anak
tan sehingga menjadi retak, sengaja me-ngucilkan perempuan menjadi korban bullying yang bersifat
atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng), (5). tidak langsung, seperti dihasut, mengadu domba
Pelecehan seksual (kadang dikategorikan perilaku serta menghancurkan rasa kesetiakawanan.
agresi fisik atau verbal). Menurut Agus Sampurno, ada beberapa
tanda–tanda pelaku dan karakteristik disekolah
Tempat Terjadinya Bullying terjadi Bullying (dalam Trevi, 2010), yakni sebagai
Menurut Astuti (2008, dalam Trevi, 2010), berikut : sikapnya agresif dan perilaku mendominasi
tempat yang umum terjadinya Bullying adalah diha- terhadap orang lain, menjengkelkan, bersifat rahasia
laman sekolah, dikelas, dikamar mandi sekolah, di- dan sulit untuk dilakukan pendekatan, secara teratur
warung atau kantin sekolah, dan sepanjang jalan memiliki perhiasan, pakaian atau uang yang tidak
atau wilayah antara sekolah dan rumah. dapat dipertanggungjawabkan, ada laporan dari
Tokoh yang bernama Rigby (dalam Trevi, anak-anak lain tentang perkelahian atau tindak
2010) mengatakan bahwa terdapat empat tempat kekerasan anak tertentu sengaja menyakiti anak lain,
Jurnal Psikologi Vol 6 No 1, Juni 2008 4
Konformitas dan Bullying Pada Siswa

memiliki bukti bahwa milik seorang anak telah berkurangnya minat di sekolah, Menjadi marah atau
dirusak atau merusak milik seseorang, menggu- emosional untuk alasan sepele, Luka atau memar di
nakan orang lain untuk mendapatkan apa yang ia tubuh di mana penjelasan tidak benar-benar bisa
suka, terus-menerus menceritakan kebohongan dipercaya, Buru-buru ke kamar mandi ketika pulang
tentang perilakunya, ketika ditanya, anak memper- ke rumah dan enggan untuk pergi keluar dan ber-
lihatkan perilaku yang tidak pantas dan sering ber- main, Membuat pernyataan yang komentar dan
muka masam, menolak untuk mengakui melakukan menurunkan kemampuan diri (“saya ini tidak pantas
sesuatu yang salah atau menerima kesalahan, ketika punya teman, atau saya ini bodoh”), Menderita sakit
mengakui kesalahan, tidak ada penyesalan nyata perut, sakit kepala, serangan panik, atau luka yang
atau rasa empati, tampak menikmati menyakiti tidak dapat dijelaskan, Tidak punya keterampilan
orang lain dan melihat mereka menderita, melihat sosial-emosional, tidak punya teman, Bermasalah
teman yang lebih lemah sebagai mangsa, men- dengan kepemilikan buku sekolah, pakaian, mainan
ceritakan cerita atau membuat komentar menghasut (hilang), Mengembangkan minat yang tiba-tiba pada
(menyalahkan, mengkritik, dan tuduhan palsu) ten- kegiatan pembelaan diri dan bergabung dengan klub
tang orang lain yang tidak benar untuk menem- bela diri, Menjadi gelisah ketika teman-teman di
patkan mereka ke dalam kesulitan, anak-anak lain sekolah disebutkan, Tidak tampil seperti biasa dan
yang diintimidasi menjadi gugup atau diam dalam merasa tak berdaya diri, kelihatan atau merasa sedih,
kehadiran anak tertentu, anak-anak lainnya berbo- kesal, marah atau takut setelah mendapat panggilan
hong untuk melindungi anak tertentu, tidak punya telepon atau email, Memiliki konsep diri yang
gambaran ke depan untuk mempertimbangkan kon- rendah dan tampak tidak bahagia.
sekuensi atas perilakunya, menolak untuk meng-
ambil tanggung jawab atas tindakan-tindakan yang c. Partisipan atau Bystander
sudah dilakukannya. Sullivan (2000, dalam Trevi, 2010) menya-
takan bahwa bullying sangat bergantung pada
b. Korban atau Victim orang-orang disekeliling yang terlibat di dalamnya
Stephenson dan Smith (dalam Trevi, 2010) yang sering kali disebut sebagai observer atau
ada tiga ciri korban, antara lain (a) korban yang watcher yang tidak melakukan apa-apa untuk meng-
pasif mempunyai sifat cemas serta self esteem dan hentikan Bullying atau menjadi aktif terlibat dalam
kepercayaan diri yang rendah, mereka selalu merasa mendukung Bullying.
dirinya lemah dan tidak berdaya serta tidak dapat Menurut Coloroso (dalam Trevi, 2010) ter-
berbuat apa-apa untuk menjaga diri mereka. (b) Kor- hadap empat faktor yang sering menjadi alasan
ban yang proaktif mempunyai sifat yang lebih kuat bystander tidak melakukan apa-apa, diantaranya (a).
secara fisik dan lebih aktif dibandingkan korban Bystander merasa takut akan melukai dirinya sen-
yang pasif. (Olweus dalam Djuwita, Rohani & Fat- diri. (b). Bystander merasa takut akan menjadi target
mawati, 2006) menjelaskan mereka mempunyai baru oleh pelaku. (c). Bystander takut apabila ia
masalah terhadap daya konsentrasinya, mereka cen- melakukan sesuatu, maka akan memperburuk situasi
derung menciptakan suasana yang tidak nyaman yang ada. (d) Bystander tidak tahu apa yang harus
serta memprofokasi teman-teman lainnya untuk me- dilakukan.
lakukan bullying juga terhadap orang yang lebih
lemah. (Olweus dalam Trevi, 2010) menyatakan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bullying
bahwa 1 dari 5 korban adalah yang bersifat provo- Banyak faktor yang dapat memicu ter-
katif. (c). Korban yang diprovokasi cenderung mela- jadinya Bullying, antara lain: temperamen dan
kukan tindakan bullying juga. Perry (dalam Trevi, kepribadian dengan control yang rendah. Perilaku
2010) menemukan bahwa hal yang paling ekstrim agresif dan impulsivitas sering diasosiasikan dengan
dari korban adalah ketika mereka melakukan perilaku Bullying. Ketidak pedulian serta rendahnya
tindakan agresif, di “bullied” oleh anak yang lebih self esteem dan kurangnya assertion (ketegasan)
kuat, lalu menjadi pelaku Bullying terhadap anak sering diasosiasikan dengan victimation (Boyle,
yang lebih lemah. 1996, dalam Trevi, 2010)
Menurut Agus Sampurno, ada beberapa Faktor keluarga yaitu factor kualitas hubu-
tanda-tanda perilaku korban Bullying (dalam Trevi, ngan orang tua dengan penggunaan hukuman fisik
2010), yakni sebagai berikut : Tidak bahagia di se- dirumah dinilai sangat signifikan dengan faktor
kolah dan malas bangun di pagi hari, Merasa cemas resiko terjadinya Bullying. (Olweus, dalam Trevi,
meninggalkan sekolah dan mengambil rute pulang 2010). Olweus juga melaporkan adanya ketidak-
ke rumah yang tidak biasa, Mengeluh tentang acuhan maternal, pendekatan disiplin yang permisif
perasaan sakit di pagi hari tanpa tanda-tanda fisik, serta orang tua yang mengunakan hukuman fisik
produktifitas semakin memburuk disertai dengan sering diasosiasikan dengan frekuensi tinggi mun-
Jurnal Psikologi Vol 6 No 1, Juni 2008 5
Konformitas dan Bullying Pada Siswa

culnya perilaku agresif yang terjadi pada berbagai penyebab tindakan agresi yang signifikan (Wolf
situasi. Anak yang sering terkena bully, mempunyai dalam pearce, Elliot, ed., 1997, dalam Trevi, 2010).
kecenderungan hubungan yang tidak harmonis pada Dengan situasi keluarga yang penuh dengan per-
lingkungan keluarganya. Menjalin komunikasi yang masalahan, membuat anak merasa tertekan, bahkan
baik dapat membantu anak untuk mengembangkan tak jarang orang tua memberikan hukuman fisik ke-
pikiran yang positif tentang dirinya dan mempunyai pada anak-anaknya,hal ini dapat memicu anak untuk
kemampuan berinteraksi dengan sesamanya (Noller menjadi korban maupun pelaku.
&Clan, dalam Trevi, 2010). Rigby (2002, dalam Bullying juga terjadi jika pengawasan dan
Trevi, 2010) dalam penelitiannya membuat kesim- bimbingan etika dari para guru rendah, sekolah
pulan bahwa ketika komunikasi antar keluarga dengan kedisiplinan yang sangat kaku, bimbingan
minim, anak akan terlibat dalam Bullying dan dapat yang tidak layak, dan peraturan yang tidak konsis-
menjadi korban. Rigby juga mengatakan bahwa ten. Perbedaan kelas, seperti senioritas, etnis,
sebagian besar pelaku bully itu berasal dari keluarga ekonomi, dan agama menjadi salah satu pemicu ter-
yang tidak harmonis dimana sering dikarakteristikan jadinya Bullying. Tradisi senioritas seringkali diper-
dengan kurangnya kasih sayang dan dukungan luas oleh siswa sendiri sebagai kejadian yang ber-
penuh dari keluarga. Selanjutnya, Bowers (dalam sifat laten, bagi mereka keinginan untuk melan-
Trevi, 2010) juga mengatakan bahwa struktur jutkan masalah senioritas ada untuk hiburan, penya-
tingkat hirarki yang tinggi tepatnya ketika seorang luran dendam, irti hati, atau mencari populatritas,
ayah menghukum anaknya dengan kekerasan fisik melanjutkan tradisi, atau untuk melanjutkan kekua-
dapat memicu anak menjadi pelaku Bullying. Bia- saan (wawancara dengan pelaku Bullying, astuti,
sanya keluarga yang seperti ini tidak mengawasi 2008, dalam Trevi, 2010)
pergaulan anaknya sehingga anak dapat memasuki Factor media massa juga bisa menjadi
pergaulan dengan teman sebaya yang sifatnya nega- penyebab terjadinya Bullying. Penelitian yang
tive dan cenderung mempunyai sifat perilaku anti dilakukan oleh Anderson dikutip oleh Rigby, 2002,
sosial. menyimpulkan bahwa kekerasan melalui televisi
Dalam skema kognitif korban yang diteliti atau film, serta video game mejadi bukti konkret
oleh Riauskina dkk, korban mempunyai persepsi untuk memicu terjadinya Bullying baik dalam kurun
bahwa pelaku melakukan bullying karena : Tradisi, waktu yang cepat ataupun lama. Efeknya juga akan
Balas dendam karena dia dulu diperlakukan sama terlihat berupa bentuk perilaku Bullying mulai dari
(menurut korban laki-laki), Ingin menunjukkan yang sifatnya ringan sampai dengan yang dapat
kekuasaan, Marah karena korban tidak berperilaku menelan korban jiwa.
sesuai dengan yang diharapkan, Mendapatkan ke- Di Indonesia terdapat kasus Bullying yang
puasan (menurut korban perempuan), Iri hati (me- disebabkan oleh tayangan sinetron ditelevisi yang
nurut korban perempuan), Adapun korban juga mengangkat kisah tentang kebrutalan, kekerasan
mempersepsikan dirinya sendiri menjadi korban (perkelahian) yang secara tidak langsung memberi-
Bullying karena Penampilan menyolok, Tidak ber- kan dampak yang negative bagi masyarakat ter-
perilaku dengan sesuai, Perilaku dianggap tidak utama remaja yang masih duduk dibangku sekolah.
sopan, dan menganggap ini adalah Tradisi Hal ini menjadi alat paling ideologis yang dapat
(Riauskina, Djuwita, dan Soesetio, 2005, dalam mempengaruhi karakter serta paradigma berfikir
Trevi, 2010). para siswa untuk meniru adegan-adegan kekerasan
Juwita dan Mellor (dalam Trevi, 2010) juga yang ada dalam televisi tersebut
mengatakan bahwa Bullying dapat terjadi akibat (www.kompas.com).
faktor lingkungan, keluarga, sekolah, media, dan Karakter anak sebagai pelaku umumnya
peer groupnya. adalah anak yang selalu berprilaku agresif, baik
Kemudian Astuti (2008, dalam Trevi, 2010) secara fisikal maupun verbal. anak yang ingin popu-
dalam bukunya mengatakan bahwa Bullying dise- ler, anak yang tiba-tiba sering membuat onar atau
babkan oleh lingkungan sekolah yang kurang baik, selalu mencari kesalahan orang lain dengan me-
senioritas yang tidak pernah diselesaikan, guru musuhi umumnya termasuk dalam kategorti ini.
memberikan contoh yang kurang baik pada siswa, Anak ini biasanya menjadi salah satu panutan dalam
kehidupan yang kurang harmonis di rumah, dan kelompoknya. anak dengan perilaku agresif ini telah
karakter anak itu sendiri. menggunakan kemampuannya untuk mengungkap-
Kompleksifitas masalah keluarga seperti kan ketidaksetujuannya pada kondisi tertentu kor-
ketidakhadiran ayah, ibu menderita depresi, kurang- ban, misalnya perbedaan etinis/ras, fisik, golongan/
nya komunikasi antara orang tua dan anak, perce- agama, jender. kemudian ada juga karakter anak
raian atau ketidakharmonisan orang tua, dan yang pendendam atau iri hati, anak pendendam atau
ketidakmampuan sosial ekonomi, merupakan faktor iri hati sulit dideteksi perilakunya, karena belum
Jurnal Psikologi Vol 6 No 1, Juni 2008 6
Konformitas dan Bullying Pada Siswa

tentu ia anak yang agresif. perilakunya juga tidak Penelitian Trevi (2010) menunjukkan bahwa
terlihat secara fisikal maupun mental, namun dalam individu yang cenderung melakukan bullying
penelitian Astuti, (2002, dalam Trevi, 2010) ditemui memiliki karakteristik sebagai berikut:
bahwa ada anak yang menaruh dendam pada 1. Berdasarkan jenis kelamin, siswa laki-laki cen-
korbannya sehingga ia melakukan Bullying. derung setuju dengan Bullying, khususnya yang
berbentuk non verbal langsung, namun bukan
Dampak-dampak Bullying berarti siswa perempuan tidak setuju dengan
Salah satu dampak dari bullying yang paling bullying. Pada kelompok perempuan sebagian
jelas terlihat adalah terganggunya kesehatan fisik. setuju dengan bullying dan sebagian lagi tidak
Beberapa dampak fisik yang biasanya ditimbulkan setuju dengan bullying. oleh karena itu laki-laki
bullying adalah sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, memiliki sikap yang cenderung positif terhadap
batuk, bibir pecah-pecah, dan sakit dada. Bahkan bullying. Pada kelompok perempuan yang se-
dalam kasus-kasus yang ekstrim seperti insiden tuju, mereka cenderung setuju dengan bullying
yang terjadi di IPDN, dampak fisik ini bisa meng- yang berbentuk verbal, sedangkan pada kelom-
akibatkan kematian. pok perempuan yang sikapnya negatif terhadap
Dampak lain yang kurang terlihat, namun Bullying,cenderung menolak bullying yang
berefek jangka panjang adalah menurunnya kesejah- berbentuk fisik.
teraan psikologis (psychological well-being) dan pe- 2. Berdasarkan keadaan keluarganya siswa yang
nyesuaian sosial yang buruk. Dari penelitian yang keadaan keluarganya utuh harmonis dan utuh
dilakukan Riauskina dkk. (dalam Trevi, 2010), bermasalah cenderung setuju dengan Bullying.
ketika mengalami bullying, korban merasakan ban- Namun yang sikapnya cenderung paling positif
yak emosi negatif (marah, dendam, kesal, tertekan, terhadap bullying adalah siswa yang keadaan
takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam) namun keluarganya utuh bermasalah. Mereka setuju
tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka pan- dengan bullying, khususnya yang berbentuk non
jang emosi-emosi ini dapat berujung pada muncul- verbal tidak langsung. Sedangkan untuk yang
nya perasaan rendah diri bahwa dirinya tidak sikapnya cenderung paling negatif, berasal dari
berharga. keluarga yang bercerai. Mereka menolak
Kesulitan menyesuaikan diri dengan ling- bullying, khususnya yang berbentuk fisik.
kungan sosial juga muncul pada para korban. 3. Berdasarkan jenis informasi yang disukainya,
Mereka ingin pindah ke sekolah lain atau keluar dari yang sikapnya cenderung paling positif terhadap
sekolah itu, dan kalaupun mereka masih berada di Bullying adalah siswa yang menyukai film
sekolah itu, mereka biasanya terganggu prestasi komedi. Mereka setuju dengan bullying, khusus-
akademisnya atau sering sengaja tidak masuk se- nya yang berbentuk fisik dan non verbal
kolah. Yang paling ekstrim dari dampak psikologis langsung. Sedangkan yang sikapnya cenderung
ini adalah kemungkinan untuk timbulnya gangguan paling negatif berasal dari kelompok siswa
psikologis pada korban bullying, seperti rasa cemas yang menyukai film misteri. Mereka tidak
berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh setuju dengan bullying, khususnya yang ber-
diri, dan gejala-gejala gangguan stres pasca-trauma bentuk verbal.
(post-traumatic stress disorder). Dari 2 SMA yang 4. Berdasarkan perannya dalam bullying, siswa
diteliti Riauskina dkk., hal-hal ini juga dialami yang berperan ganda sebagai pelaku penonton,
korban, seperti merasa hidupnya tertekan, takut ber- pelaku-korban, dan pelaku-korban-penonton
temu pelaku bullying, bahkan depresi dan ber- memiliki sikap yang cenderung positif terhadap
keinginan untuk bunuh diri dengan menyilet-nyilet bullying. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa
tangannya sendiri. yang sikapnya cenderung positif adalah yang
Djuwita (2006, dalam Trevi, 2010) mene- berperan sebagai pelaku. Mereka setuju dengan
gaskan bahwa konsep diri dari korban Bullying bullying, khususnya yan berbentuk fisik dan non
menjadi negatif karena korban merasa tidak diterima verbal tidak langsung. Sedangkan yang sikapnya
oleh teman-temanya, selain itu, dirinya juga mem- cenderung negatif berada dalam kelompok siswa
punyai pengalaman selalu gagal secara terus yang berperan sebagai penonton saja, Mereka
menerus dalam membina pertemanan. Ia juga mene- tidak setuju dengan bullying yang berbentuk
gaskan bahwa korban Bullying merasa stress, fisik dan non fisik (verbal, non verbal langsung
depresi, dendam, tertekan, terancam. dan tidak langsung).
5. Berdasarkan kepunyaan kelompok dalam peer-
Karakteristik Pelaku Bullying groupnya, sampel yang memiliki kelompok
dalam peergroupnya, memiliki sikap yang
cenderung positif terhadap Bullying, khususnya
Jurnal Psikologi Vol 6 No 1, Juni 2008 7
Konformitas dan Bullying Pada Siswa

yang berbentuk fisik dan verbal. Sedangkan un- tuk non verbal langsung. Selanjutnya untuk
tuk yang sikapnya cenderung negatif berada yang sikapnya cenderung paling negatif ter-
pada kelompok siswa yang tidak punya kelom- hadap bullying adalah siswa yang pendidikan
pok bermain dalam peergroupnya. Mereka me- ayahnya S1, mereka menolak bullying, khusus-
nolak bullying, khususnya yang berbentuk fisik nya yang berbentuk fisik dan non fisik (verbal,
dan non verbal tidak langsung. non verbal langsung dan tidak langsung).
6. Berdasarkan peran dalam kelompok peer group- 11. Berdasarkan tingkat pendidikan ibunya, yang
nya, siswa yang berperan sebagai pengikut latar belakang pendidikan ibunya SMP dan S1
memiliki sikap yang cenderung paling positif sikapnya cenderung positif terhadap bullying.
terhadap Bullying, khususnya yang berbentuk Untuk yang ibunya lulusan SMP mereka setuju
verbal. Sedangkan yang sikapnya cenderung ne- dengan bullying, khususnya yang berbentuk
gatif berada pada kelompok yang berperan non-verbal langsung, sedangkan untuk yang
netral, mereka tidak setuju dengan bullying yang pendidikan terakhir ibunya S1 setuju dengan
berbentuk fisik dan non fisik (verbal, non verbal bullying yang bersifat fisik, verbal, dan non ver-
langsung dan tidak langsung). bal tidak langsung. Untuk yang ibunya lulusan
7. Berdasarkan pekerjaan ayahnya, siswa yang S1, setelah dianalisis lagi, ternyata ibunya yang
ayahnya tidak bekerja dan bekerja sebagai kar- S1 ini berprofesi sebagai ibu rumah tangga.
yawan mempunyai sikap yang cenderung po- Selanjutnya untuk yang sikapnya cenderung ne-
sitif terhadap bullying, khususnya yang berben- gatif terhadap bullying adalah yang tidak tahu
tuk fisik. Sedangkan untuk yang sikapnya cen- latar belakang pendidikan ibunya dan yang latar
derung negatif adalah yang pekerjaan ayahnya belakang pendidikan ibunya yang SMA/K.
sebagai wirausahawan. mereka tidak setuju Mereka tidak setuju dengan bullying yang ber-
dengan bullying, khususnya yang berbentuk bentuk fisik dan non fisik (verbal, non verbal
fisik. langsung dan tidak langsung).
8. Berdasarkan latar belakang pekerjaan ibunya da-
pat dilihat bahwa siswa yang ibunya tidak Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
bekerja atau hanya menjadi ibu rumah tangga yang sikapnya cenderung positif terhadap bullying
cenderung memiliki sikap yang positif terhadap memiliki kecenderungan karakteristik sebagai beri-
Bullying, khususnya yang berbentuk nonverbal kut: cenderung berjenis kelamin laki-laki, cenderung
langsung. Sedangkan untuk siswa yang ibunya memiliki keadaan keluarga yang utuh bermasalah,
bekerja sebagai karyawan memiliki sikap yang cenderung menyukai informasi yang berhubungan
cenderung negatif terhadap bullying. mereka dengan komedi, cenderung berperan sebagai pelaku,
menolak bullying baik yang bersifat fisik mau- cenderung mempunyai kelompok dan berperan se-
pun non fisik. bagai pengikut dalam kelompok peegroupnya, cen-
9. Berdasarkan penghasilan orangtuanya perbulan, derung berasal dari ayah yang bekerja sebagai kar-
yang penghasilan orang tuanya kurang dari 1 yawan dan ibu sebagai ibu rumah tangga, cenderung
juta memiliki sikap yang cenderung paling po- berasal dari keluarga yang penghasilan orang tuanya
sitif terhadap bullying, khususnya yang berben- kurang dari 1 juta perbulan, dan tingkat pendidikan
tuk fisik dan non verbal langsung. Sedangkan orang tuapun cenderung rendah, dimana tingkat pen-
yang sikapnya cenderung negatif berasal dari didikan ayahnya hanya SD dan SMP sedangkan
kelompok siswa yang tidak tahu berapa peng- ibunya hanya SMP.
hasilan orang tuanya dan yang penghasilan Kemudian untuk siswa yang memiliki sikap
orang tuanya lebih dari 3 juta perbulan. Mereka yang cenderung negatif mempunyai karakteristik se-
menolak bullying , baik yang berbentuk fisik bagai berikut: cenderung berasal dari siswa yang
maupun non fisik (verbal, non verbal langsung keadaan keluarga yang bercerai atau single parent,
dan tidak langsung). cenderung menyukai informasi yang berhubungan
10. Berdasarkan tingkat pendidikan ayahnya, ke- dengan misteri, cenderung berperan sebagai penon-
lompok yang ayahnya lulusan SD, SMP, dan ton dalam bullying, cenderung tidak mempunyai ke-
SMA/K sikapnya cenderung positif terhadap lompok bermain dan berperan netral dalam ke-
Bullying.namun yang sikapnya cenderung paling lompok peergroupnya, cenderung berasal dari ayah
positif terhadap bullying adalah Kelompok yang yang berwirausaha dan ibu bekerja sebagai kar-
ayahnya lulusan SD dan SMP. Untuk ayah yang yawan, cenderung berasal dari keluarga yang peng-
lulusan SD cenderung positif terhadap bullying hasilan orang tuanya lebih dari 3 juta perbulan, dan
yang berbentuk fisik dan non verbal langsung. tingkat pendidikan orang tuapun tinggi, dimana ting-
Kemudian untuk yang lulusan SMP, mereka kat pendidikan ayahnya S1 dan ibu SMA/K.
cenderung setuju dengan bullying yang berben-
Jurnal Psikologi Vol 6 No 1, Juni 2008 8
Konformitas dan Bullying Pada Siswa

Kesimpulan Feist, Jess & Feist, Gregory, J., “Theories of


Bullying adalah perilaku kekerasan yang di- Personality”, cetakan ke-6, Mc.Graw Hill
lakukan pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang Companies Inc., New York, 2008
lebih lemah. Perilaku kekerasan yang dilakukan bisa
berupa kekerasan fisik, verbal, ataupun psikis. Myers, G. David, “Social Psychology”, 8th ed.,
Bullying pertama kali dialami individu di rumah, Mc.Graw Hill, New York, 2005
misalnya anak yang dimarahi karena melanggar atau
tidak mematuhi perintah orang tua; atau anak me- Trevi, “Sikap Siswa SMK terhadap Bullying”,
lihat ada anggota keluarga lain yang dimarahi, dan skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Esa
sebagainya. Unggul, 2010
Anak yang pernah menjadi korban ataupun
menyaksikan bullying cenderung akan menjadi pela-
ku bullying, atau menganggap bullying sebagai hal
yang wajar terjadi. Apalagi ketika ia mulai ber-
sekolah, ia juga cenderung menyesuaikan dan ber-
perilaku serupa mengikuti teman-teman sebayanya.
Saat ada teman yang melakukan bullying, ia me-
nyaksikan dan menganggapnya sebagai hal wajar,
bahkan juga cenderung ikut melakukannya.
Kecenderungan mengikuti perilaku teman
disebut sebagai konformitas. Individu melakukan
konformitas agar tidak dimusuhi oleh temannya. Ia
cenderung mengikuti perilaku teman meski berbeda
dengan pendapatnya, supaya diterima sebagai ba-
gian dari kelompok.
Berdasarkan paparan di atas, tampak bahwa
individu berpotensi menjadi pelaku bullying karena
ia berpotensi menjadi korban atau penonton bully-
ing, pun mulai dari lingkungan rumah. Andaikata-
pun ia berespon negatif terhadap bullying, ling-
kungan di sekitarnya cenderung terus membiarkan
bullying terjadi. Individu akan dimusuhi jika ia tetap
pada pendiriannya yang negatif terhadap bullying.
Kebutuhan untuk diterima menjadi bagian
kelompok, atau rasa takut dimusuhi lingkungan se-
kitar, akan mendorongnya melakukan konformitas
terhadap bullying. Ia akan ikut melakukan, atau
membiarkan bullying terus terjadi, meski ia sebe-
narnya tidak setuju dengan bullying. Konformitas
dapat mendukung bullying terus berkembang.
Konformitas juga dapat membantu me-
ngurangi terjadinya bullying apabila figur otoritas,
populer, atau signifikan memiliki sikap negatif ter-
hadap bullying, sehingga anggota di sekitarnya akan
turut bersikap negatif terhadap bullying. Dengan de-
mikian, konformitas dapat dimanfaatkan juga untuk
mengatasi bullying.

Daftar Pustaka
Baron, R.A., Byrne, D. “Psikologi Sosial Jilid 2”,
Erlangga, Jakarta, 2005

Chaplin, J.P., Kartini Kartono (Penterjemah),


“Kamus Lengkap Psikologi”, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2002

Jurnal Psikologi Vol 6 No 1, Juni 2008 9

Anda mungkin juga menyukai