Anda di halaman 1dari 5

BAHASAN UTAMA

KONFLIK AGRARIA DI WILAYAH


PERKEBUNAN:
RANTAI SEJARAH YANG
TAK BERUJUNG
Syaiful Bahari1

ABSTRACT

Agrarian conflicts that have been going on at plantation areas is a picture of


conflict that was the legacy of colonialism in Indonesia. These conflicts seemed
untouchable in the context of the current policies. For the implementing the
agrarian reforms as the overall solution to existing conflicts at the plantations,
then the plantation itself has to become the main object for land reform.

PETA KONFLIK DI PERKEBUNAN

D
ilihat dari sebarannya, yang berkaitan dengan sarana
konflik agraria yang kini umum, kemudian disusul dengan
terjadi di seluruh pelosok perumahan mewah/kota baru,
tanah air sebagian besar berada di industri, bendungan/pengairan,
sekitar wilayah perkebunan baik pariwisata dan kehutanan, sarana
perkebunan swasta maupun negara. militer, pertambangan dan sarana
Dibandingkan dengan konflik agraria pemerintahan, dan terakhir
yang terjadi di wilayah atau sektor pertambakan. Di bawah ini adalah
lainnya, perkebunan menempati sebagian data yang tercatat
urutan kedua setelah konflik agraria mengenai peta dan urutan konflik

1
Penulis adalah Wakil Direktur Eksekutif Sekretariat Bina Desa.

Jurnal Analisis Sosial Vol. 9 No.1 April 2004 Pembaruan Agraria: Antara Negara dan Pasar 37
Konflik Agraria di Wilayah Perkebunan: Rantai Sejarah Yang Tak Berujung BAHASAN UTAMA

Peta Konflik Agraria petani dan perkebunan lebih didasari kasus yang terjadi pada tahun 2004 perkebunan kelapa sawit dan karet
di Berbagai Sektor
Tahun 1985 - 2001 masalah-masalah hak atas yang menewaskan 4 petani seluas 8,55 juta ha. Dari luasan
No Sektor Jumlah penguasaan tanah, bukan kriminal Manggarai, NTT, yang ditembak tersebut 4,60 juta ha telah
1 Sarana umum 259 sebagaimana yang sering kali aparat kepolisian karena menuntut dikonversi3.
2 Perkebunan 254
3 Perumahan/Kota baru 200 dinyatakan pemerintah. pembebasan teman-temannya
4 Industri 90 sesama petani sebagai ekses dari Dalam proses konversi, baik
5 Bendungan/Pengairan 75 Tidak terbatas pada banyaknya pembabatan kebun kopi rakyat oleh pemerintah maupun perusahaan
6 Pariwisata 70
7 Kehutanan 70 jumlah kasus dan luasnya areal yang pemerintah daerah. perkebunan pada umumnya tidak
8 Sarana militer 37 disengketakan, konflik antara petani memperhatikan keberadaan
9 Pertambangan 36
10 Sarana pemerintahan 36 dan perkebunan pun sering kali Konflik agraria di perkebunan tidak masyarakat adat yang secara turun-
11 Pertambakan 25 berakhir dengan kekerasan yang saja menghadapkan pihak temurun telah menggantungkan
mengakibatkan jatuhnya korban jiwa perkebunan dengan petani hidupnya dari ekosistem hutan.
agraria yang terjadi sampai tahun dan harta benda di pihak petani. Bina penggarap, tapi juga berhadapan Mereka kehilangan sumber
2001. Desa mencatat sejumlah peristiwa dengan masyarakat adat. penghidupannya setelah hutan
kekerasan yang terjadi di wilayah Pembukaan lahan perkebunan baru dialihfungsikan menjadi perkebunan
Menurut data yang dikeluarkan
perkebunan (Sulawesi Selatan, Jawa di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, besar. Hal ini memicu perlawanan
Dirjen Bina Produksi Perkebunan,
Barat, dan Jawa Timur) yang dan Papua semakin menambah masyarakat adat sejak tahun 1980-
sampai dengan Agustus 2003
berkaitan dengan konflik agraria deretan panjang kasus-kasus konflik an. Masih segar dalam ingatan kita
terdapat 575 kasus di wilayah
selama tahun 2003, yaitu sebagai agraria di Indonesia. Setelah ketika ratusan masyarakat Dayak
perkebunan. Sejumlah 225 kasus
berikut: menghadapi keterbatasan lahan di menyerbu dan membakar kantor-
terjadi pada perkebunan swasta dan
§ Jumlah petani yang meninggal Jawa dan Bali, ekspansi mereka kantor perkebunan karena hutan
350 kasus pada PTPN. Kasus-kasus
akibat penembakan aparat diarahkan ke wilayah kehutanan. yang menjadi tempat penghidupan
tersebut terjadi di 20 provinsi,
kepolisian 4 orang. Areal konversi lahan hutan yang mereka dibabat dan diubah menjadi
terbanyak di Provinsi Sumatera
§ Jumlah petani yang kemudian dijadikan lahan perkebunan sawit. Masih banyak lagi
Utara dengan 298 kasus atau 52%
ditangkap/ditahan 51 orang. perkebunan semakin meningkat kasus-kasus yang serupa antara
dari total kasus yang ada. Dari semua
§ Jumlah petani yang kena luka setiap tahunnya. Pada tahun 1996, pihak perkebunan dengan
kasus yang disebutkan di atas,
tembak 22 orang. pemerintah telah mengalokasikan masyarakat adat.
sebagian besar terkait dengan
§ Jumlah petani yang rumah dan 9,13 juta ha kawasan hutan di
sengketa lahan yaitu 544 kasus
harta bendanya dirusak/dibakar Kalimantan, Sulawesi, dan Papua
(95%), hanya sebagian kecil saja yang
7030 orang. Barat untuk pengembangan
menyangkut penjarahan produksi
perkebunan besar kelapa sawit. Pada NEGARA DAN
dan perusakan tanaman yakni Jumlah ini belum mencakup kasus- tahun 1999, total areal hutan yang PERKEBUNAN
sebanyak 31 kasus (5%)2. Artinya, secara prinsip telah disetujui untuk
mayoritas konflik yang terjadi antara dikonversi menjadi areal Konflik agraria di wilayah
perkebunan bukanlah fenomena

2
Dirjen Bina Produksi Perkebunan-Deptan, “Konflik Dalam Lingkungan Usaha Perkebunan Besar: Dampak dan Penanganannya.” 3
Makalah dalam Diskusi Panel Harian Kompas, Jakarta, September 2003. Boedhi Wijardjo dan Dadang Trisasongko. RUU Perkebunan : Melestarikan Eksploitasi dan Ketergantungan. RACA Institute, 2001.

38 Pembaruan Agraria: Antara Negara dan Pasar Jurnal Analisis Sosial Vol. 9 No.1 April 2004 Jurnal Analisis Sosial Vol. 9 No.1 April 2004 Pembaruan Agraria: Antara Negara dan Pasar 39
Konflik Agraria di Wilayah Perkebunan: Rantai Sejarah Yang Tak Berujung BAHASAN UTAMA

yang sama sekali baru. Konflik ini eksploitasi dan kekerasan yang tinggi perkebunan itu sendiri yang (kecuali tebu di Jawa).
merupakan warisan masa lalu dan di wilayah perkebunan, tidak cukup digerakkan oleh modal besar,
telah berakar sejak masa kolonial. hanya dengan melihat dari sudut teknologi modern, dan pasar ekspor. Perkebunan besar dan negara
Pada pertengahan abad ke-19 pandang hukum atau undang- Sebagaimana yang dicatat oleh merupakan dua institusi yang saling
kehadiran perkebunan besar yang undang semata, tapi harus dilihat Gunawan Wiradi yang merujuk pada terkait erat dan berdampingan. Di
diperkenalkan oleh pemerintah dari perspektif ekonomi politik yang Becford (1979), Mandle (1983), dan satu pihak, negara menggunakan
kolonial Belanda pada akhirnya akan mengungkap bahwa dimensi Breman (1997)4, bahwa perkebunan perkebunan besar sebagai alat
menuai serangkaian perlawanan kekerasan struktural dalam setiap besar memiliki ciri-ciri umum, yaitu : penghasil devisa dan pertumbuhan
petani di Jawa, seperti Gerakan Haji konflik selalu melibatkan aparatus § Sistem ekonomi perkebunan ekonomi nasional, di pihak lain
Rifangi di Pekalongan (1860), negara karena pada dasarnya hukum besar ditopang oleh dominasi perkebunan besar juga
Gerakan Mangkuwijoyo di Desa adalah produk dari sistem politik dan pemikiran bahwa ekspor menggunakan negara sebagai alat
Merbung, Klaten (1865), Gerakan sistem politik merupakan produk komoditas pertanian harus kekuasaan mereka untuk
Tirtowiat di Desa Bakalan, dari corak produksi (mode of diprioritaskan demi memperbesar kekuasaan
Kartosuro (1886), Peristiwa Srikaton production) dan formasi sosial (social pertumbuhan ekonomi nasional. ekonominya. Hal yang menarik
di Desa Girilayu, Karanganyar formation) suatu masyarakat. Di sini § Perkebunan besar menguasai untuk diamati adalah, setiap kali
(1888), Pemberontakan Petani penting untuk melihat bagaimana tanah yang luasnya tak terbatas terjadi pergantian rezim, sistem
Banten (1888), Pemberontakan peran negara dan kelas pemodal atau tidak dibatasi. perkebunan besar tetap bisa
Petani Candi Udik (1892), dan dalam menciptakan dan § Kebutuhan tenaga kerja sangat bertahan, bahkan hampir tidak bisa
Peristiwa Gedangan (1904). mempertahankan perkebunan besar, jauh melebihi suplai tenaga disentuh oleh rezim yang baru.
besar. Dengan demikian, kita bisa kerja yang ada di pasar. Karena
Perkebunan besar adalah produk Di Indonesia, hubungan antara
memahami mengapa sistem itu, diciptakanlah mekanisme
dari sistem ekonomi politik dunia negara dan perkebunan besar bisa
perkebunan besar masih tetap ekstra-pasar atau non-pasar
yang masih bertahan hingga dilihat sejak abad ke-19. Perkebunan
bertahan sampai sekarang dan (budak belian, kuli kontrak,
sekarang. Ia lahir dari rahim ekonomi telah dipercaya menjadi instrumen
mengapa sistem tersebut selalu transmigrasi, dan sejenisnya).
kapitalis global yang eksploitatif dan negara untuk menghasilkan surplus
menciptakan kekerasan dan § Pengelolaan perkebunan besar
penuh dengan kekerasan. ekonomi dan devisa negara.
menyingkirkan masyarakat dari sangat ketat dan cenderung
Perkebunan merupakan alas bagi Diterapkannya sistem Tanam Paksa
sumber penghidupannya. bengis. Birokrasi yang ketat dan
pertumbuhan kapitalisme industri (cultuurstelsel) oleh pemerintah
bengis ini oleh Breman disebut
yang mulai tumbuh dan berkembang Watak eksploitatif dan kekerasan kolonial Belanda pada tahun 1830-an
plantokrasi.
di daratan Eropa pada awal abad ke- yang ada dalam sistem ekonomi dengan perkebunan komoditas
§ Birokrasi perkebunan besar tidak
18. Karena itu, untuk memahami perkebunan besar (plantation estate ekspor menjadi lokomotif
terjangkau oleh kontrol sosial,
konflik agraria dengan tingkat economy) pada dasarnya merupakan pertumbuhan ekonomi di tanah
karena perkebunan besar
bagian inheren dari sistem ekonomi jajahan, telah menyelamatkan negeri
merupakan enclave yang
Belanda dari krisis ekonomi dan
terisolasi dari masyarakat

4 5
Gunawan Wiradi. “Perkebunan dalam Wacana Semangat Pembaruan.” Makalah dalam Lokakarya yang diselenggarakan oleh Mochammad Tauchid. Masalah Agraria: Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia. Jakarta: Penerbit
Pusat Kajian Agraria, IPB, 4 Maret 2000. Tjakrawala, 1952.

40 Pembaruan Agraria: Antara Negara dan Pasar Jurnal Analisis Sosial Vol. 9 No.1 April 2004 Jurnal Analisis Sosial Vol. 9 No.1 April 2004 Pembaruan Agraria: Antara Negara dan Pasar 41
Konflik Agraria di Wilayah Perkebunan: Rantai Sejarah Yang Tak Berujung BAHASAN UTAMA

hutang yang ditinggalkan VOC. perkebunan besar menjadi penguasa hanya seluas 192.000 ha atau hanya pada tahun 1948. Dan semua gejolak
Selama periode 1832-1867, tunggal atas sebagian besar tanah di 6% saja dari luas tanah di Sumatera ini kemudian berakhir dengan
perkebunan telah mendatangkan Indonesia. Timur, bandingkan dengan tanah disepakatinya KMB yang salah
saldo keuntungan sebesar 823 juta konsesi yang luasnya mencapai satunya adalah pemerintah Republik
gulden dan 287 juta gulden selama Ekspansi perkebunan besar swasta di 888.000 ha (30%). Tanah seluas itu diwajibkan mengembalikan tanah-
periode 1867-1877. Sekitar 15% pulau Jawa dan Sumatera telah dimaksudkan untuk menghidupi tanah perkebunan Belanda, Inggris,
penghasilan nasional Negeri Belanda berdampak pada ketimpangan sekitar 1.500.000 orang atau kurang dan Amerika.
diperoleh dari Indonesia. Kekayaan dalam penguasaan tanah. Sebagai lebih 300.000 keluarga.
nasional Belanda 25% ditanamkan di contoh, setelah pemberlakuan Ketimpangan penguasaan tanah ini Pada saat pemerintahan Sukarno
Indonesia terutama di sektor Agrarische Wet 1870, luas tanah menciptakan kesengsaraan dan digulingkan dan diambil alih oleh
perkebunan yang merupakan 75% konsensi yang dikuasai perkebunan kemelaratan rakyat karena tidak Orde Baru, langkah pertama yang
dari modal seluruhnya yang ada, di besar di Sumatera Timur mencapai cukupnya tanah untuk memenuhi dilakukan pemerintahan Suharto
samping modal Inggris, Perancis, dan 30% dari seluruh luas tanah yang kebutuhan pangan sehingga adalah mengeluarkan UU No. 1
Belgia 19% serta Amerika 3%5. ada, sedang tanah pertanian rakyat terpaksa setiap tahun pemerintah tahun 1960 tentang Penanaman
hanya kurang lebih 8% saja, di setempat mengimpor beras dari luar Modal Asing, termasuk di dalamnya
Ketika undang-undang agraria yang antaranya 6% untuk pertanian negeri sebanyak 150.000 ton. mengembalikan kekuasaan
baru dikeluarkan pada tanggal 9 pangan. Tanah konsensi seluas itu perkebunan besar dalam
April 1870 oleh Menteri Jajahan De dimiliki oleh 257 pemegang konsensi Setelah Indonesia meraih menjalankan roda perekonomian
Waal atau dikenal dengan Agrarische bangsa Belanda dan 197 oleh bangsa kemerdekaan pada tanggal 17 nasional. Pada masa pemerintahan
Wet, sebagai pengganti undang- asing lainnya (Amerika, Belgia, dan Agustus 1945, banyak perkebunan Abdurrahman Wahid, meskipun
undang dan peraturan agraria yang Inggris). Letak tanah konsensi pada Belanda, Inggris, dan pengusaha beliau telah menginstruksikan agar
lama, maka eksistensi perkebunan umumnya berada di lokasi yang baik asing lainnya diambilalih oleh rakyat 40% tanah perkebunan
makin menguat dan kekuasaannya dengan tingkat kesuburan yang dan diubah menjadi pemukiman dan didistribusikan kepada petani, tetap
makin meluas. Undang-undang produktif. Tanah yang mereka kuasai lahan pertanian pangan. Namun, dua saja tidak pernah ada realisasinya.
tersebut memberikan legalitas dan dalam jumlah besar ternyata tidak tahun setelah itu, pada bulan Juli Bahkan sebaliknya, pihak
jaminan yang lebih luas kepada semuanya mereka tanami, seperti 1947 bersamaan dengan Agresi perkebunan mendemo Gus Dur
kepentingan modal besar swasta tanah konsensi yang luasnya 627.000 Militer Belanda I, perkebunan besar dengan mengerahkan buruh
untuk menanamkan modalnya di ha untuk perkebunan tembakau, bangkit kembali dan merampas perkebunan ke DPR untuk
sektor pertanian dan perkebunan ternyata hanya ditanami seluas kembali tanah-tanah yang telah menentang kebijakan tersebut.
dengan memberikan kesempatan 394.000 ha. Sisanya dijadikan tanah digarap rakyat. Mereka mengusir
kepada mereka untuk mendapatkan cadangan dan ditelantarkan selama ratusan keluarga petani dari tanah- Tidak hanya sampai di situ,
tanah dengan jaminan dan berpuluh-puluh tahun. tanah yang mereka klaim sebagai perkebunan dengan kekuasaannya
p e r l i n d u n g a n a k a n milik mereka sebelum perang. mempengaruhi Pemda, Pangdam,
perkembangannya. Inilah awal Sangat kontras bila dibandingkan Akibatnya, di beberapa daerah dan juga institusi-institusi
terjadinya liberalisasi sistem agraria dengan luas lahan untuk pertanian terjadi kerusuhan sosial yang keagamaan seperti MUI untuk
di Indonesia yang membuat rakyat. Tanah pertanian rakyat kemudian pada puncaknya memicu mendukung eksistensinya, meminta
revolusi sosial di Jawa dan Sumatera

42 Pembaruan Agraria: Antara Negara dan Pasar Jurnal Analisis Sosial Vol. 9 No.1 April 2004 Jurnal Analisis Sosial Vol. 9 No.1 April 2004 Pembaruan Agraria: Antara Negara dan Pasar 43
Konflik Agraria di Wilayah Perkebunan: Rantai Sejarah Yang Tak Berujung BAHASAN UTAMA

aparat keamanan dan tokoh-tokoh sejarah, yakni negara masih perkebunan besar adalah 1338 dengan mengubah paradigma
agama turut mengecam petani berkepentingan mempertahankan kebun. Dari jumlah tersebut pembangunan ekonomi-politik
dalam konflik agraria, dengan perkebunan besar sebagai salah satu sebanyak 252 kebun merupakan nasional. Perombakan dan
tuduhan penjarahan. Contoh kasus, pilar pembangunan ekonomi kebun terlantar. perubahan hukum atau undang-
MUI Jawa Timur mengeluarkan nasional. Perkebunan besar masih undang agraria yang mengarah pada
fatwa bahwa mengambil tanah milik dianggap sebagai sektor primadona Sementara pada periode yang sama, pelaksanaan Reforma Agraria,
orang lain adalah haram. Fatwa ini dalam pengumpul devisa negara hampir 50% rumah tangga petani termasuk upaya memperbaiki UUPA
kemudian menimbulkan reaksi dari yang rata-rata mencapai 4-5 milyar hanya menguasai lahan kurang dari 1960, tanpa ada upaya perubahan
petani dan aktivis gerakan Reforma dollar AS pada tahun-tahun terakhir. 0,5 Ha. Ada 22.856.254 jiwa (84%) pilihan sistem ekonomi-politik
Agraria. Di sini, sekali lagi terbukti memiliki tanah kurang dari 1 Ha, kerakyatan, semua itu tidak akan
bahwa perkebunan besar Tak ada perubahan yang signifikan dengan proporsi luas tanah yang pernah berhasil.
mempunyai posisi tawar yang kuat atas posisi perkebunan besar dalam dikuasai sekitar 31% dari total luas
atau bahkan mempunyai kekuasaan peta ekonomi-politik nasional dari tanah pertanian yang ada. Salah satu agenda dalam paradigma
yang cukup besar dalam dulu sampai sekarang. Sampai tahun Sedangkan yang memiliki tanah lebih ekonomi-politik kerakyatan adalah
mengendalikan arah politik suatu 1993, perkebunan besar menguasai dari 1 hektar berjumlah 4.421.746 dihapuskannya dominasi dan
negara, terutama negara-negara sekitar 3,80 juta ha tanah. Tanah jiwa (16%) dengan proporsi monopoli perkebunan besar atas
yang masih bercorak agraris seperti seluas itu dikuasai oleh 1206 penguasaan tanah seluas 69%. penguasaan sumber-sumber agraria,
Indonesia. perusahaan patungan (388 atau dengan kata lain diakhirinya
perusahaan negara/BUMN, 709 Jadi, bila dilihat secara makro, konflik sistem plantation estate economy di
perusahaan swasta, 48 perusahaan agraria yang terjadi di Indonesia tanah air. Di sini secara tegas
merupakan konflik berdimensi
PERKEBUNAN DAN asing, 21 perusahaan patungan, dan dinyatakan bahwa Reforma Agraria
40 BUMD). Data yang lain historis-struktural yang tidak akan pernah bisa dijalankan
AGENDA REFORMA penyelesaiannya harus dilakukan
menunjukkan bahwa 470
AGRARIA
perusahaan perkebunan menguasai
Sudah dua abad lamanya, potret 56,3 juta ha lahan hutan dalam
struktur dan permasalahan agraria bentuk konsesi kehutanan atau rata-
di Indonesia hampir sama sekali tidak rata setiap perusahaan memiliki
berubah. Bahkan sudah lima kali konsesi seluas 120.000 ha. Hampir
pergantian kekuasaan setelah sama polanya dengan perkebunan di
kemerdekaan pun tidak masa kolonial, yakni tidak semua
memberikan tanda-tanda terjadinya tanah yang dikuasai perkebunan
perombakan dan penataan struktur digarap dan ditanami atau dengan
penguasaan agraria yang adil dan kata lain ada tanah yang
merata. Pangkal persoalannya satu ditelantarkan. Pada tahun
dan sama dalamnya sepanjang 1997/1998, jumlah kebun

44 Pembaruan Agraria: Antara Negara dan Pasar Jurnal Analisis Sosial Vol. 9 No.1 April 2004 Jurnal Analisis Sosial Vol. 9 No.1 April 2004 Pembaruan Agraria: Antara Negara dan Pasar 45

Anda mungkin juga menyukai