Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Seuneubok Lada, No.1, Vol.

1 Januari-Juni 2014

PEMBERONTAKAN PETANI
DI KECAMATAN KEMUSU-BOYOLALI 1985-1993
Guntur Arie Wibowo
Pengajar pada Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Samudra Langsa, Aceh.
gunturariewibowo@yahoo.co.id
Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang peristiwa perubahan sosial dimana para
petani di wilayah Kemusu pada tahun 80an berani melawan pemerintah yang berkuasa
akibat tanah kelahirannya digusur untuk dijadikan area waduk. Artikel ini menggunakan
metode historis, yang memiliki 4 metode, yakni pengumpulan sumber, kritik, interpretasi
dan historiografi. Peristiwa di Kemusu ini dilatarbelakangi adanya penetapan sepihak atas
ganti rugi tanah atas pembangunan waduk dan akhirnya mengakibatkan masyarakat
berusaha mempertahankan diri dengan kemampuan mereka. Akbat adanya peristiwa ini
mengakibatkan masyarakat Kemusu kini lebih apatis dan tidak lagi mempercayai
birokrasi di pemerintahan.

Kata Kunci : Petani, Perubahan Sosial, Pemberontakan.

A. PENDAHULUAN yang relatif kecil yang tidak memadai


LATAR BELAKANG untuk menopang kelangsungan hidup.

Dalam era pembangunan seperti Terancamnya kehidupan subsistensi


sekarang ini, tanah merupakan faktor petani yang disebabkan terambilnya tanah
produksi yang sangat penting, yang perlu milik petani untuk kepentingan di luar
disediakan bagi para pemilik modal. Di kepentingan sehari-hari merupakan faktor
samping untuk para pemilik modal swasta utama munculnya pemberontakan petani.
yang memang memerlukan tanah untuk Selain itu, persoalan nilai-nilai sosial
kegiatan investasi antara lain di sektor- yang membudaya dalam masyarakat
sektor industri, jasa dan pertambangan, seperti pemahaman bahwa tanah
pemerintah sendiri memerlukan tanah kelahiran adalah tumpah darah yang
guna pembangunan proyek-proyek sekaligus sebagai tempat tinggal. Hal ini
kepentingan umum seperti jalan raya, menjadi faktor pendukung munculnya
jembatan, waduk dan perkantoran pemberontakan petani dan
pemerintah. Yang tentunya mendatangkan memperlihatkan bagaimana kuatnya
keuntungan yang tidak kecil ke kantong- sebuah nilai terhadap kehidupan
kantong kontraktor dan pemiliknya. masyarakat di pedesaan.
Namun di sisi lain itu semua juga telah
merenggut tanah yang merupakan Pemberontakan petani di
sumberdaya yang begitu penting bagi Kedungombo sendiri pada awalnya dipicu
masyarakat, terutama petani yang oleh perlakuan sepihak Tim Pembebasan
umumnya lemah baik secara ekonomis Tanah dan aparat dalam penentuan
maupun politis. Petani berada dalam besarnya ganti rugi tanah untuk
posisi yang kalah, dalam arti terpaksa ditenggelamkan sebagai area genangan air
harus tergusur dan menerima ganti rugi waduk. Dimana dalam pengadaan tanah

8
Jurnal Seuneubok Lada, No.1, Vol.1 Januari-Juni 2014

untuk ditenggelamkan sebagai area Wonosegoro, di sebelah utara berbatasan


genangan air waduk, diperlukan dengan Kecamatan Juwangi dan
pembebasan tanah milik petani baik yang Kabupaten Purwodadi, sebelah timur
dipakai sebagai pemukiman maupun berbatasann dengan Kabupaten Sragen,
tanah produktif sumber penghidupan. yakni Kecamatan Kemiri. Kecamatan
Kemusu memiliki ciri-ciri fisik alam
Pemberontakan petani di dengan di sebelah selatan dan barat
Kedungombo berjalan relatif lama, dikelilingi pegunungan kapur yakni
konsistensi kaum petani pedesan di Pegunungan Kendeng Selatan, dengan
Kecamatan Kemusu untuk tetap bertahan sungai besarnya yakni Sungai Serang
dan terus melakukan perlawanan yang membelah Kecamatan Kemusu
merupakan daya tarik tersendiri. Berbagai menjadi wilayah utara dan selatan.
bentuk perlawanan terus diupayakan, Sebagai salah satu bagian dari Kabupaten
namun kesemuanya tidak ada yang Boyolali, Kecamatan Kemusu terletak
menjurus pada radikalisasi atau tindakan- pada 110º.22’-110º bujur timur dan
tindakan yang radikal dan konfrontatif 7º.36’-70º.71’ lintang selatan. Kecamatan
seperti yang diperlihatkan kaum tani Kemusu merupakan wilayah yang
masa-masa sebelumnya, dimana sebagian besar terdiri dari pegunungan
perlawanan yang dilakukan seringkali kapur, dengan kondisi tanah termasuk
dengan jalan konfrontasi. Satu hal yang jenis tanah asosiasi litosol, regosol kelabu
menarik untuk diperlihatkan dalam dan margalit gromosol serta crumosol.
perlawanan petani Kedungombo adalah Wilayah Kecamatan Kemusu berada di
dengan cara menggugat pemerintah atas ketinggian 75-400 m di atas
melalui pengadilan (Stanley, 1994: 27). permukaan laut, sehingga pola pertanian
awalnya sebagian besar tegalan dengan
TUJUAN PENELITIAN
1. Latar belakang pemberontakan petani jenis tanaman palawija (BPS Boyolali,
Kedungombo di Kecamatan Kemusu. 1989: 4).
2. Jalannya pemberontakan yang
dilakukan petani Kedungombo di Latar Belakang Pemberontakan Petani
Kecamatan Kemusu. Kedungombo.
3. Dampak yang diterima petani 1. Pembangunan Waduk
Kedungombo di Kecamatan Kemusu Kedungombo.
berkaitan dengan pemberontakan yang Waduk Kedungombo merupakan
dilakukan. salah satu proyek Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai (DAS) Jratunseluna di
B. HASIL DAN PEMBAHASAN wilayah Jawa Tengah. DAS ini
diupayakan untuk mempertahankan
Keadaan Umum Kecamatan Kemusu kondisi hidrologi yang baik. Dengan
pengelolaan DAS Sungai Serang ini
Kecamatan Kemusu merupakan salah diharapkan dapat menjamin persedian air
satu dari kecamatan yang ada di dalam jumlah yang cukup menurut waktu
dan tempatnya. Genangan waduk terletak
Kabupaten Dati II Boyolali. Luas
di Desa Kedungombo Kecamatan Geyer,
Kecamatan Kemusu ± 99,08 km2 atau Kabupaten Dati II Grobogan ini mencakup
9,76% dari seluruh luas Kabupaten tiga kabupaten yaitu Boyolali, Grobogan
Boyolali. Kecamatan Kemusu memiliki dan Sragen. Pembangunan Waduk
batas-batas sebagai berikut : di sebelah Kedungombo dilakukan karena dapat
selatan berbatasan dengan Kecamatan menghasilkan manfaat-manfaat (Mochtar
Andong dan Kecamatan Klego, di sebelah Pakpahan, 1990: 4-5), sebagai berikut :
a. Meningkatkan pengamanan dan
barat berbatasan dengan Kecamatan
pengendalian banjir guna melindungi

9
Jurnal Seuneubok Lada, No.1, Vol.1 Januari-Juni 2014

daerah-daerah pertanian, perindustrian dan Kedungombo dalam hubungannya dengan


pemukiman. birokrasi sentralistik ini antara lain : a)
b. Meningkatkan penyediaan air irigasi Dalam perencanaan maupun pelaksanaan
dan pembuatan jaringan suplesinya proyek, aspirasi petani tidak diperhatikan,
termasuk pengembangan jaringan irigasi bahkan ditundukkan secara paksa, dalam
tersier. hal ini mengenai masalah ganti rugi
c. Meningkatkan penyedian air dan tenaga pembebasan tanah; b) Langkah pertama
listrik untuk daerah-daerah perindustrian tersebut disertai tindakan arogansi
dan pemukiman. kekuasaan oleh birokrasi dan militer
d. Membantu meningkatkan kualitas sehingga membuat marah petani. Unsur
penyediaan air minum masyarakat. kedua dari penyebab birokrasi sentralistik
e. Membantu melakukan usaha-usaha yakni peran militer, praktis militer
pengawetan sumber-sumber daya air dan memainkan dan mendukung kinerja
sekaligus membantu usaha penyelamatan birokrasi-sipil untuk mengamankan
sumber daya tanah. proyek. Hal ini membuat petani Kemusu
f. Secara nasional memberikan sumbangan merasa terhina serta mendapat lawan yang
pada peningkatan kesejahteraan transparan yakni militer yang berlaku
masyarakat di daerah proyek. tidak bersahabat dengan petani (Jaswadi,
2007 : 5).
2. Faktor Penyebab Pemberontakan
Petani Kedungombo di Kecamatan 2) Arogansi Kekuasaan
Kemusu. Kasus Kedungombo menunjukkan
a. Faktor Obyektif Struktural bentuk-bentuk arogansi kekuasaan yang
Faktor obyektif struktural yang dimaksud menimbulkan ketidaksenangan petani,
berupa struktur kekuasaan, yang meliputi sehingga akhirnya menjadikan
perilaku politik aparatur, mekanisme pemberontakan. Adapun bentuk arogansi
birokrasi beserta implementasi kebijakan kekuasaan yang menimbulkan
dalam proyek pembangunan, toleransi, ketidakpuasan rakyat antara lain :
partisipatoris dari kekuasaan yang minim a) Adanya tindakan politik kekuasaan
diberikan penguasa kepada masyarakat. melalui aparat birokrasi menekan,
Faktor-faktor struktural yang memicu mengintimidasi dan memaksa penduduk
pemberontakan petani di Kemusu antara dalam proses pelaksanaan pembebasan
lain : tanah.
b) Adanya pendekatan yang tidak
1) Birokrasi Sentralistik simpatik.
Persoalan berlarut-larut yang terjadi dalam c) Adanya berbagai dakwaan ataupun
pembangunan Waduk Kedungombo komentar di media massa yang
secara tidak langsung diakibatkan oleh memojokkan penduduk Kemusu.
kinerja birokrasi. Dimana birokrasi dalam
kasus Kedungombo tidak berperan b. Faktor Subyektifitas Masyarakat
sebagai media perantara antara pemerintah 1) Mempertahankan Harga Diri
sebagai kreator pembangunan dengan Kuatnya nilai-nilai budaya yang
rakyat sebagai obyek pembangunan. mengakar di masyarakat petani Kemusu
Birokrasi dalam kasus Kedungombo justru dimana anggapan tanah merupakan
berfungsi sebagai alat penguasa, warisan nenek moyang yang didiami dan
pendekatannya dalam pelaksanaan digarap secara turun temurun adalah sah
program pembangunan lebih sering milik petani Kemusu sehingga harus
terlihat menjadi otoriter dan melupakan dijaga sampai kapanpun. Kenapa tiba-tiba
aspek manusiawi (Kritis, 1989 : 18). tanah masyarakat petani Kemusu didata
Dalam konteks unsur pertama penyebab kemudian harus dikosongkan hanya
birokrasi sentralistik, menimbulkan dengan pemberian uang ganti rugi yang
berbagai hal yang muaranya melahirkan rata-rata Cuma Rp.250,00 per meter
ketidakpuasan bagi petani. Petani betul- persegi. Ungkapan Sedhumuk Bathuk
betul dalam posisi menjadi obyek. Kasus Senyari Bumi Ditohi Tekan Pati,

10
Jurnal Seuneubok Lada, No.1, Vol.1 Januari-Juni 2014

mengobarkan semangat untuk Sesuai dengan landasan hukum


mempertahankan setiap jengkal tanahnya pembebasan tanah proyek Kedungombo
saat aparat pelaksana proyek Waduk yang mengacu pada Permendagri no 15
Kedungombo menyatakan tanah penduduk tahun 1975, maka masalah pembebasan
Kemusu akan dipakai untuk kepentingan tanah di Kecamatan Kemusu berdasarkan
pembangunan Waduk Kedungombo dan pada materi perundangan dan prosedur
penduduk Kemusu harus meninggalkan yang ada di dalamnya. Namun praktek
tanahnya (Mochtar Pakpahan, 1990 : 31). yang ada di lapangan memperlihatkan
berbagai penyimpangan, antara lain :
2) Runtuhnya Ikatan Tradisional dan a) Proses pengukuran dan pendataan tanah
Tatanan Sosial yang terkena proyek dilakukan dengan
Proyek pembangunan Waduk prosedur yang tidak transparan.
Kedungombo mengundang kekhawatiran b) Pendataan atau penghitungan kondisi
penduduk akan membuat putusnya teknis dan geografis tanah, ditetapkan
hubungan kekerabatan yang selama ini jumlah ganti rugi yang diterima serta
dijalin dalam ikatan yang kuat serta tanah penggantinya dilakukan secara
runtuhnya tatanan sosial yang selama ini sepihak.
telah terbangun. Hal ini menyebabkan c) Rencana pembangunan Waduk
strata sosial tertinggi yang paling Kedungombo yang memberkan prospek
berkepentingan terhadap tatanan sosial cerah berupa perikanan dan daerah
dan ikatan tradisional memilih bertahan pariwisata menimbulkan daya tarik
untuk tidak meninggalkan daerahnya. tersendiri bagi kelompok bisnis untuk
mengincar tanah di daerah sabuk hijau.
3) Bangkitnya Mitos di Kalangan
Masyarakat Kemusu Jalannya Pemberontakan Petani
Mitos yang muncul di pikiran petani Kedungombo di Kecamatan Kemusu
Kemusu adalah tentang Iwak Bader Protes petani Kemusu sebenarnya
Mangan Manggar dan Jaman Pasca telah dimulai sejak tahun 1985, ketika
Banjir Darah, dimana ikan-ikan di daerah terjadi manipulasi pendataan tanah.
Serang dan Gagatan akan dapat saling Penduduk yang merasa eksistensi dirinya
bertemu. Meskipun air genangan Waduk terganggu melakukan pemboikotan
Kedungombo telah menenggelamkan pendataan tanah yang dilakukan oleh
sawah, rumah dan sebagian harta panitia pembebasan tanah. Pemboikotan
penduduk, masa kemakmuran akan datang ini dilakukan dengan cara menolak
kepada penduduk yang bisa bertahan di kehadiran petugas yang akan mendata
sekitar genangan air. Orang-orang yang tanahnya. Bahkan tidak jarang penduduk
bertahan di sekitar genangan kelak akan mengusir petugas, seperti yang terjadi di
mendapat sepetak tanah di daerah yang desa Nglanji, karena jengkel melihat
keadaannya seperti loyang miring. Hal ini tanahnya diukur tanpa meminta ijin
kemudian diinterpretasikan sebagai pemiliknya. Pemberontakan petani
lereng-lereng bukit milik Perhutani seperti semakin terlihat transparan dengan
Kedungpring dan Kedunglele yang dilakukannya pemboikotan pertemuan
diberikan pemerintah kepada masyarakat rutin desa, membendung air yang
yang tidak mau pindah dari tanah mengairi sawah milik pamong atau
kelahirannya. Tentang pasca banjir, memboikot musyawarah yang difasilitasi
sebagian penduduk Kedungombo birokrat desa untuk membahas mengenai
berkeyakinan bahwa akan terjadi pendataan tanah, tapi kenyataannya
”peperangan” yang tidak terelakkan dan menjadi ajang pemaksaan penduduk untuk
apabila penduduk Kedungombo berhasil cap jempol sebagai tanda penyerahan
keluar melewati masa banjir darah akan ganti rugi (Stanley, 1994 : 402-419).
datang suatu jaman kemakmuran dibawah Semakin intensifnya pembangkangan
seorang Erucaka (Stanley, 1994 : 64-70). yang dilakukan petani dengan menolak
ganti rugi yang akan diberikan, kaum
4) Proses Pembebasan dan Penetapan perkotaan seperti mahasiswa, LSM,
Ganti Rugi Tanah

11
Jurnal Seuneubok Lada, No.1, Vol.1 Januari-Juni 2014

tokoh-tokoh agama yang tidak terlibat mundur) mengajukan banding ke


secara langsung dalam konflik dengan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah, namun
negara memberikan dukungan kepada para kembali mengalami kekalahan. Sehingga
petani, yakni terbagi menjadi 3 periode : pada akhirnya para petani tersebut
a. Periode Pra Penggenangan, mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung,
dukungan ini dengan cara membentuk dalam kasasi ini gugatan para petani
Lembaga Bantuan Hukum yang akan dimenangkan.
memberikan kesempatan kepada
penduduk untuk menyampaikan Dampak yang diterima petani
permasalahan nasibnya dan terjun Kedungombo di Kecamatan Kemusu
langsung untuk memberikan bantuan berkaitan dengan pemberontakan yang
hukum kepada penduduk yang mendapat dilakukan
tekanan. Keadaan di daerah Kemusu
b. Periode Saat Penggenangan, pada mengalami berbagai perubahan semenjak
saat ini kaum perkotaan yang mendukung penduduk Kecamatan Kemusu melakukan
petani berhadapan langsung dengan pemberontakan menentang proyek
pemerintah, tugasnya adalah melindungi Kedungombo antara tahun 1985-1993
serta menyalurkan bantuan sosial kepada karena minimnya ganti rugi yang diterima.
penduduk. Perubahan itu sedikit banyak sebagai
c. Periode Pasca Penggenangan, dampak Proyek Kedungombo yang
dimana dalam masa ini dukungan yang meliputi berbagai hal, yang paling jelas
diberikan berupa dukungan hukum terlihat adalah perubahan keadaan fisik
maupun non hukum. atau sarana dan prasarana masyarakat.
Dalam perjalanannya, gerakan protes Konsekuensi dari pemberontakan petani
petani pedesaan Kecamatan Kemusu, baik adalah berbagai tekanan yang secara
setelah berinteraksi dengan kaum langsung diterima oleh penduduk, hal ini
perkotaan atau sebelumnya, menggunakan tidak hanya berhenti sampai pada sebuah
beberapa bentuk gerakan pemberontakan, sikap represif dari birokrat pemerintahan
diantaranya adalah : daerah dan militer lokal, namun memiliki
a. Gerakan berwujud pembangkangan, akibat terhadap hubungan sosial dalam
yakni petani Kemusu menolak untuk masyarakat setempat. Sikap apatis, mudah
pindah serta menerima ganti rugi baik curiga, terputusnya hubungan kekerabatan
tanah pemukiman (transmigrasi) maupun tradisional merupakan rentetan panjang
dalam bentuk uang. dari pembangunan Waduk Kedungombo.
b. Gerakan berwujud aksi massa,
dimana secara terorganisir petani Kemusu a. Perubahan Sikap Masyarakat
melakukan pemberontakan secara terbuka Masyarakat Kemusu berubah menjadi
untuk menyampaikan tuntutan- bersikap apatis terhadap kebijakan politik
tuntutannya (Stanley, 1994: 135-172). pemerintah. Hal ini seperti tercermin pada
c. Kampanye secara terbuka terhadap saat gugatan penduduk Kedungpring yang
nasib yang dialami oleh petani Kemusu. dimenangkan dngan Kasasi di Mahkamah
Kampanye ini dimaksudkan untuk Agung. Menanggapi keberhasilan
mendapatkan perhatian sehingga tersebut, petani Kemusu tidak terlalu
meningkatkan posisi dalam melakukan yakin akan kemenangan tersebut. Lebih
tawaran politik. keras lagi diperlihatkan oleh penduduk
Protes dalam bentuk lain adalah Kedungpring yang merasa tidak memiliki
melalui jalur ligitasi (gugatan hukum). kepala desa dan merasa dikucilkan
Gugatan paling fenomenal dilakukan oleh pemerintah, meskipun secara administratif
54 petani Kedungpring yang terdiri dari formal dukuh ini bersama tiga dukuh eks
28 pemilik tanah dan bangunan dan 26 Nglanji dimasukkan ke desa Kedungrejo.
pemilik bangunan terhadap pemerintah
yang dilakukan sejak akhir 1990. namun b. Terputusnya Hubungan
hal ini berakhir kekalahan. Atas kekalahan Kekerabatan
tersebut kemudian 34 petani (20 oarang Sikap disintegrasi juga terasa dalam
kehidupan masyarakat Kemusi, terutama

12
Jurnal Seuneubok Lada, No.1, Vol.1 Januari-Juni 2014

di desa Kedungpring, Kemusu dan C. KESIMPULAN


Mlangi. Penduduk yang masih bertahan Latar belakang protes petani di
bersikap memusuhi penduduk yang sudah Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali
pindah ke luar genangan sekalipun dahulu
antara lain : a) Faktor obyektif struktural,
adalah saudara, tetangga atau sahabatnya.
Penduduk yang mau pindah ke daerah di diantaranya birokrasi sentralistis yang
luar genangan dicaci maki dengan dampak akhirnya kepada penetapan
berbagai hinaan seperti ”orang yang tidak sepihak ganti rugi tanah, arogansi
memiliki otak dan tidak mau rukun”. kekuasaan yang substansinya mengarah
Sebagai akibat kesulitan yang dihadapi pada pengabaian partisipasi rakyat dalam
tiap keluarga karena kehilangan lahan proses perencanaan dan pelaksanaan
pertanian, kesediaan penduduk untuk
pembangunan waduk, b) Faktor subyektif
bergotong royong dalam kegiatan-
kegiatan untuk kepentingan umum, seperti masyarakat, diantaranya mempertahankan
memperbaiki jalan ikut merosot juga. harga diri, runtuhnya ikatan tradisional
dan tatanan sosial, bangkitnya mitos akan
c. Perubahan Sosial Ekonomi datangnya masa kemakmuran di masa
Tergenangnya sebagian wilayah depan, dan proses pembebasan tanah yang
Kecamatan Kemusu, berarti luas areal tidak sesuai dengan UU yang berlaku.
pertanian yang menjadi tumpuan hidup Jalannya pemberontakan petani di
ikut berkurang. Hal ini mengakibatkan Kecamatan Kemusu diawali adanya
produksi tanaman pangan khususnya padi pembangkangan atas pendataan tanah,
mengalami penurunan. Selain kekurangan pemboikotan atas pertemuan sepihak
pangan, banyak penduduk di daerah yang diadakan oleh jajaran birokrasi
genangan yang terkena wabah penyakit lokal. Dampak pemberontakan petani
cacingan, kulit dan perut. Hal ini karena diantaranya adalah perubahan sikap
masalah sanitasi di daerah genangan petani Kemusu yang lebih apatis dan
sangat kotor. Dalam bidang pendidikan, rendahnya tingkat kepercayaan terhadap
dengan dilarangnya kelompok belajar birokrasi, terputusnya hubungan
yang didirikan YB. Mangunwijaya di kekerabatan di antara petani karena
Kedungpring, sebagian besar anak-anak perbedaan pendapat, perubahan sosial
usia sekolah terlantar (Suara Merdeka, ekonomi petani.
1991 : 11).

DAFTAR PUSTAKA

13
Jurnal Seuneubok Lada, No.1, Vol.1 Januari-Juni 2014

Yunida Pangastuti. 1989. Juni No. 1.


”Birokrasi Sentralistis dan Faktor-
Faktor Penyebabnya : Sebuah
Ilustrasi Pembangunan Waduk
Kedungombo”. Kritis. 18.

”Anak Kedungpring Yang Terlantar


Akan Ditampug di SD
Kedungrejo”. 1991. April 2. Suara
Merdeka. 11.

Jaswadi, H.S. 2007. Sejarah Proyek


Kedungombo Kecamatan Kemusu
Kabupaten Boyolali. Boyolali.

Mochtar Pakpahan. 1990. Menarik


Pelajaran Dari Kedungombo.
Jakarta : Forum Adil Sejahtera.

Stanley. 1994. Seputar Kedungombo.


Jakarta : ELSAM.

14

Anda mungkin juga menyukai