Anda di halaman 1dari 10

BETA

Pengertian Beta Saham

Beta adalah sebuah ukuran volatilitas dari saham tertentu terhadap volatilitas dari seluruh pasar
saham. Beta merupakan indikator dalam sebuah risiko dalam saham karena semakin tinggi
volatilitas sebuah asset maka akan semakin berisiko.

Beta dilambangkan dengan (β) yang merupakan koefisien regresi antara dua variabel yaitu
kelebihan tingkat keuntungan portofolio pasar (excess return of market portofolio) dan kelebihan
keuntungan suatu saham (excess return of stock). Beta masuk dalam perhitungan ilmu statistik yang
kemudian diaplikasikan pada dunia keuangan.

Fungsi Beta Saham

Beta saham berfungsi mengukur risiko sistematis dari sekuritas atau portofolio relatif terhadap risiko
pasar. Beta menggambarkan seberapa peka suatu sekuritas (saham) terhadap perubahan pasar
(seluruh saham). Semakin tinggi beta suatu sekuritas maka semakin sensitif sekuritas tersebut
terhadap perubahan pasar.

Dengan mengetahui Beta kita akan mengetahui sifat saham yang dimiliki, yaitu apakan saham
bergerak beriringan dengan pasar atau malah bergerak berlawanan dengan pasar.

Rumus Beta Saham

Beta dihitung menggunakan teknik regresi dengan menggunakan return saham sebagai variabel
dependen dan return pasar (seluruh saham0 sebagai variabel independen. Rumus beta adalah:

Beta ( β) = Covariansi(return asset,return market) ÷ Variansi (return market)


Cara menghitung Beta Saham

Kita dapat menghitung beta saham dengan persamaan yang sederhana dengan cara:

1. Menemukan tingkat suku bunga bebas risiko (risk free rate)

Tingkat suku bunga bebas risiko (risk free rate) adalah tingkat persentase pengembalian investor
yang berharap pada investasi pada risiko bebas. Risiko bebas disini bisa diambil pada contoh
investasi yang dijamin pemerintah dengan undang – undang seperti jenis – jenis obligasi yang
diterbitkan pemerintah. Misalkan untuk tingkat rasio bebas risiko (risk free rate) kita ambil contoh
dengan 6%.

Risk free rate = 6%

 2. Menentukan imbal hasil saham (stock’s return)

Imbal hasil saham adalah tingkat persentase keuntungan saham dalam periode waktu tertentu.
Imbal hasil dihitung tahunan dan di rata – ratakan dengan rumus:

Imbal hasil saham = (Harga Saham Periode n+1 – Harga Saham Periode n) ÷ Harga Saham
Periode n

Misalkan harga saham di akhir tahun 2021 adalah Rp. 2000 dan harga saham diawal tahun adalah
Rp1800, maka

Imbal hasil saham = (Rp2000-Rp1800)/Rp1800*100

Imbal hasil saham = 11%

Perhitungan diatas dapat menjadi negatif jika harga saham mengalami penurunan dan
mengakibatkan beta saham juga menjadi negatif. Perhitungan tersebut dapat dihitung selama kurun
waktu 5 sampai 10 tahun dan dirata – ratakan. Pastikan juga anda menggunakan rata – rata
geometric bukan arithmetic. Kita asumsikan rata – rata selama 10 tahun return saham ini adalah
11%.

3. Menentukan imbal hasil pasar (Market’s return)


Imbal hasil pasar adalah tingkat persentase keuntungan seluruh saham dalam periode waktu
tertentu. Imbal hasil dihitung tahunan dan di rata – ratakan, dalam kasus ini maka imbal hasil pasar
adalah imbal hasil IHSG. Rumusnya adalah:

Return IHSG Periode n = (Harga IHSG Periode n+1 – Harga IHSG Periode n) ÷ Harga IHSG
Periode n *100

Setelah dihitung dari tahun ke tahun misalkan 10 tahun maka dirata – ratakan. Perhitungan rata –
ratanya dengan menggunakan rata-rata geometric. Anda dapat menggunakan formula dari
spreadsheet yaitu = GEOMEAN() dan pastikan bilangan positif semua untuk kebutuhan rumus
tersebut.

Jika anda menghitung dalam bulanan maka anda harus membuatnya menjadi tahunan terlebih
dahulu dengan rumus.

Return Tahunan = 1+Return Bulanan)12 -1

Kita asumsikan mendapatkan nilainya sebesar Rm (return pasar) = 15%

4. Kurangi tingkat rasio bebas risiko dari tingkat saham pengembalian

Selanjutnya kurangi masing - masing return dengan tingkat suku bunga bebas risiko sebagi berikut:

X: Imbal hasil saham – tingkat suku bunga bebas risiko (risk free rate)

Y: Imbal hasil pasar – tingkat suku bunga bebas risiko (risk free rate)

X = 11% - 6% = 5%

Y = 15% - 6% = 9%

Beta = X / Y

Beta = 5% / 9%

Beta = 0,55

 Bagaimana cara membaca beta saham?


1. Beta lebih kecil dari satu (β < 1)

Beta lebih kecil dari satu (β < 1) disebut sebagai defensive stock, karena perubahan tingkat
pengembalian saham (return of stock) lebih kecil daripada yang terjadi di pasar, artinya saham
memiliki return yang kurang berfluktuatif dengan perubahan return pasar. Hal tersebut berarti bahwa
saham tidak peka terhadap perubahan pasar.

2. Beta lebih besar dari satu (β > 1)

Beta lebih besar dari satu (β > 1) disebut sebagai agresif stock, karena perubahan tingkat
pengembalian saham (return of stock) lebih besar daripada yang terjadi di pasar, artinya saham
memiliki return yang berfluktuatif dengan perubahan return pasar. Hal tersebut berarti bahwa saham
sangat peka terhadap perubahan pasar.

3. Beta sama dengan satu (β = 1)

Beta sama dengan satu (β = 1) disebut sebagai neutral stock, karena perubahan tingkat
pengembalian saham (return of stock) sama dengan yang terjadi di pasar, artinya saham memiliki
return yang bervariasi secara proporsional dengan excess return pasar.

Maka dengan Beta = 0,55 kita dapat menyimpulkan bahwa saham tidak terlalu peka terhadap
perubahan pergerakan pasar.
ALPHA
Pernahkan anda mendengar alpha dalam dunia investasi saham atau reksadana ? alpha dalam
dunia saham berhubungan dengan perhitungan Jensen yaitu suatu metode yang ditemukan oleh
Michael C. Jensen yang menghitung  excess return (selisih return dengan Risk Free) yang
diperoleh sebuah portofolio melebihi hasil yang diharapkan.

Pengukuran inilah yang dikenal sebagai alpha. Rasio Jensen mengukur seberapa banyak tingkat
hasil portofolio pada kemampuan manajer investasi untuk mendapatkan hasil di atas rata-rata. Maka
alpha sangat berhubungan erat dengan tingkat skill dan kemampuan seorang manager investasi
melakukan decision maker.

Untuk melihat peforma dari analisis manager investasi, seorang investor tidak hanya harus melihat
imbal hasil dari portofolionya, tetapi juga risiko dari portofolio, apakah imbal hasil cukup untuk
melawan risiko yang ada. Sebagai contoh saja jika dalam 2 pilihan portofolio sama – sama
memberikan imbal hasil 15% pertahun lantas tidak membuat performa ke 2 portofolio tersebut sama,
seorang manager investasi harus memilih portofolio yang lebih rendah risikonya.

Ratio Jensen adalah salah satu cara untuk memperhitungkan hal tersebut, jika perhitungan hasil
jensen’s alpha positif berarti manager investasi atau fund manager telah “beat the market” dengan
kemampuan dan skill pemilihan sahamnya.

Persyaratan untuk memakai metode ini adalah kita harus memahami Capital Aset Pricing Model
(CAPM) yang telah dibahas dipostingan sebelumnya. Berikut perhitungan jensen’s alpha :

R(i)    = Imbal hasil porotofolio


R(m) = Imbal hasil market (IHSG)
R(f)    = risk-free rate/suku bunga bebas risiko (Obligasi pemerintah dll)
B         = Koefisien beta saham terhadap market
Dengan variable tersebut maka rumus jensen’s alpha  adalah :
Alpha = R(i) - (R(f) + B x (R(m) - R(f)))
atau
Jenson’s alpha = PR − CAPM
 PR = portfolio return
CAPM = risk-free rate+β(return of market risk-free rate of return)
Contoh :

Asumsi saja porotofolio saham dengan imbal hasil of 15% tahun lalu, lalu untuk return market indek
IHSG adalah 12%. Beta saham adalah 1.2, dan suku bunga bebas risiko 3%. Maka perhitungan
alpha adalah :

Alpha = 15% - (3% + 1.2 x (12% - 3%)) = 15% - 13.8% = 1.2%.

Mari kita analisa hasilnya, dengan hasil 1.2% dan beta sebagai representasi volatilitas/risiko juga
bernilai sama 1.2  maka portofolio masih mempunyai risiko yang sama dengan pasar dan harus
lebih bisa melampaui risiko tersebut. Namun dengan hasil alpha yang positif dari contoh perhitungan
menunjukkan bahwa manager investasi dapat dikatakan cukup jika perhitungan imbal hasil
portofolio hanya 13%, maka hasil perhitungan alpha hanya -0.8%. dengan hasil negatif yang berarti
manager investasi tidak cukup menghasilkan imbal hasil terhadap risiko keseluruhan yang
diambilnya.
Mengukur Kinerja Portofolio
Banyak investor yang secara salah mendasarkan keberhasilan portofolio mereka hanya pada hasil
( return ). Hanya sedikit yang mempertimbangkan risiko yang mereka ambil untuk mendapatkan
hasil tersebut. Sejak tahun 1960-an, investor telah mengenal bagaimana mengkuantifikasi dan
mengukur risiko dengan berbagai variasi hasil tersebut, namun tak ada satu pengukur yang
secara khusus memperhitungkan risiko dan hasil secara bersamaan. Di sini, terdapat tiga set
perangkat pengukuran kinerja untuk membantu kita dalam mengevaluasi portofolio. Rasio
Treynor, Sharpe, dan Jensen mengombinasikan risiko dan kinerja hasil menjadi satu nilai
tunggal, namun masing-masing memiliki perbedaan. Yang mana yang terbaik? Mari kita cari
tahu.

Pengukuran Treynor
Jack L. Treynor adalah orang pertama yang menyediakan pengukur komposit kinerja portofolio
yang juga memperhitungkan risiko. Tujuan Treynor adalah menemukan ukuran kinerja yang
dapat diaplikasikan kepada seluruh investor, tidak mempedulikan preferensi risiko personal. Ia
menyarankan bahwa ada komponen risiko, yakni risiko yang dihasilkan dari fluktuasi di pasar
dan risiko yang muncul dari fluktuasi sekuritas individual.

Treynor memperkenalkan konsep garis pasar sekuritas, yang mendefinisikan hubungan antara
hasil portofolio dan tingkat hasil pasar, dimana kemiringan garis mengukur volatilitas relatif
antara portofolio dan pasar (yang diwakili dengan beta). Koefisien beta secara sederhana
mengukur volatilitas saham, portofolio atau pasar itu sendiri. Semakin besar kemiringan garis,
semakin baik  tradeoff  risiko-hasil.

Pengukuran Treynor, juga dikenal sebagai imbalan kepada rasio volatilitas, dapat dengan mudah
didefinisikan sebagai:

Hasil Portofolio - Tingkat Bebas-Risiko) / Beta

Pembilang mengidentifikasi premium risiko dan denominator berkaitan dengan risiko portofolio.
Nilai yang dihasilkan menampilkan hasi portofolio per unit risiko.

Untuk lebih memahami bagaimana cara bekerjanya, anggaplah hasil tahunan S&P 500
(portofolio pasar) adalah 10%, sedangkan rata-rata hasil tahunan Treasury bills (contoh baik
tentang tingkat bebas risiko) adalah 5%. Kemudian asumsikan Anda mengevaluasi tiga
portofolio manajer yang berbeda dengan hasil 10 tahun sebagai berikut:
Manajer Rata-rata Hasil Tahunan Beta

Manajer A 10 % 0,90

Manajer B 14 % 1,03

Manajer C 15 % 1,20

Kini, Anda dapat menghitung nilai Treynor masing-masing, sebagai berikut:

T (pasar) = (0,10 - 0,05) / 1 = 0,056


T (manager A) = (0,10 - 0,05) / 0,90 = 0,056
T (manager B) = (0,14 - 0,05) / 1,03 = 0,087
T (manager C) = (0,15 - 0,05) / 1,20 = 0,083

Semakin tinggi ukuran Treynor, semakin baik portofolio. Mungkin Anda pernah mengevaluasi
manajer portofolio (atau portofolio) hanya berdasarkan kinerja, dan secara tidak sengaja
mengidentifikasi Manajer C memberikan hasil yang terbaik. Kendati demikian, ketika
mempertimbangkan risiko yang diambil masing-masing manajer untuk memperoleh hasil mereka
masing-masing, Manajer B menunjukkan hasil yang lebih baik. Dalam kasus ini, ketiga manajer
itu berkinerja lebih baik daripada pasar agregat.

Karena pengukuran ini hanya memperhitungkan risiko sistematik, maka diasumsikan bahwa
investor sudah mempunyai portofolio yang terdiversifikasi dengan baik dan, oleh karena itu,
risiko tidak sistematik (atau risio yang dapat didiversifikasi) tidaklah dipertimbangkan.
Akibatnya, pengukuran kinerja ini sebaiknya hanya digunakan oleh investor yang memiliki
portofolio yang terdiversifikasi.

Rasio Sharpe
Rasio Sharpe hampir identik dengan pengukuran Treynor, kecuali bahwa pengukuran risiko
adalah standar deviasi portofolio, bukan mempertimbangkan risiko sistematik, yang ditampilkan
oleh beta. Pengukuran yang diperkenalkan oleh Bill Sharpe ini, terkait erat dengan pekerjaannya
pada model penetapan harga aset modal ( capital asset pricing model /CAPM) dan diperjelas
dengan menggunakan risiko total untuk membandingkan portofolio terhadap garis pasar modal.
Rasio Sharpe didefinisikan sebagai berikut:
(Hasil Portofolio - Tingkat Bebas Risiko) / Standar Deviasi

Dengan menggunakan contoh Treynor di atas, dan asumsi bahwa S&P 500 mempunyai standar
deviasi 18% selama periode 10 tahun, mari kita hitung rasio Sharpe untuk portofolio masing-
masing manajer berikut ini:

Manager Hasil Tahunan Devisiasi Standar Portofolio

Manajer X 14% 0,11

Manajer Y 17% 0,20


Manajer Z 19% 0,27

S(market) = (0,10 - 0,5) / 0,18 = 0,278


S(manajer X) = (0,14 - 0,05) / 0,11 = 0,818
S(manajer Y) = (0,17 - 0,05) / 0,20 = 0,600
S(manajer Z) = (0,19 - 0,05) / 0,27 = 0,519
Sekali lagi, kita menemukan bahwa portofolio terbaik tidak harus memiliki hasil yang tertinggi.
Sebaliknya, portofolio dengan hasil risiko disesuaikan ( risk-adjusted return ) paling superior,
atau dalam kasus ini dana yang dikelola oleh manajer X.

Tidak seperti pengukuran Treynor, rasio Sharpe mengevaluasi portofolio manajer berdasarkan
tingkat hasil ( rate of return ) dan diversifikasi (seperti mempertimbangkan risiko portofolio total
sebagaimana diukur dengan standar devisiasi pada denominatornya). Oleh karena itu, rasio
Sharpe lebih sesuai untuk portofolio yang terdiversifikasi dengan baik, karena lebih akurat
memperhitungkan risiko portofolio.

Pengukuran Jensen
Seperti pengukuran kinerja yang didiskusikan sebelumnya, pengukuran Jensen juga didasarkan
pada CAPM. Dinamakan sesuai pembuatnya, Michael C. Jensen, pengukuran Jensen
memperhitungkan kelebihan hasil ( excess return ) yang diperoleh sebuah portofolio melebihi
hasil yang diharapkan. Pengukuran ini juga dikenal sebagai alpha.
Rasio Jensen mengukur seberapa banyak tingkat hasil portofolio ditabalkan pada kemampuan
manajer untuk mendapatkan hasil di atas rata-rata. Sebuah portofolio dengan kelebihan hasil
yang positif akan mempunyai alpha yang positif, sedangkan portofolio yang secara konsisten
memberikan kelebihan hasil yang negatif akan mempunyai alpha yang negatif.
Formulanya dapat dijabarkan sebagai berikut:

Jensen Alpha = Hasil Portofolio - Hasil Portofolio Acuan

Dimana : Acuan Hasil ( CAPM ) = Tingkat Hasil Bebas Risiko + Beta (Hasil Pasar - Tingkat
Hasil Bebas Risiko)

Maka, jika kita sekali lagi mengasumsikan tingkat bebas risiko 5% dan hasil pasar 10%, berapa
alpha untuk reksa dana berikut ini?

Manajer Rata-rata Hasil Tahunan Beta

Manajer D 11% 0,90

Manajer E 15% 1,10

Manajer F 15% 1,20

Pertama, kita hitung hasil yang diharapkan dari portofolio:


ER(D) = 0,05 + 0,90 (0,10 - 0,05) = 0,0950 atau hasil 9,5%
ER(E) = 0,05 + 1,10 (0,10 - 0,05) = 0,1050 atau hasil 10,50%
ER(F) = 0,05 + 1,20 (0,10 - 0,05) = 0,1100 atau hasil 11%

Kemudian, kita hitung alpha portofolio dengan mengurangi hasil yang diharapkan dari portofolio
dari hasil aktualnya:
Alpha D = 11% - 9,5% = 1,5%
Alpha E = 15% - 10,5% = 4,5%
Alpha F = 15% - 11% = 4,0%
Manajer mana yang terbaik? Manager E melakukan yang terbaik karena, meskipun manajer F
mempunyai hasil tahunan yang sama, diharapkan bahwa manajer E akan memperoleh hasil yang
lebih rendah karena beta portofolionya lebih rendah dibandingkan portofolio F.

Tentu saja, masing-masing tingkat hasil dan risiko sekuritas (atau portofolio) akan bervariasi
sesuai periode waktu. Pengukuran Jensen membutuhkan penggunaan tingkat hasil bebas risiko
yang berbeda untuk masing-masing interval waktu yang dipertimbangkan. Oleh karena itu,
katakanlah Anda ingin mengevaluasi kinerja  fund manager  untuk periode lima tahun
menggunakan interval tahunan; Anda juga harus menelaah hasil tahunan reksa dana minus
tingkat bebas risiko yang sama. Sebaliknya, Treynor dan rasio Sharpe menelaah rata-rata hasil
untuk suatu periode total yang dipertimbangkan untuk semua variabel di dalam formula
(portofolio, pasar dan aset bebas risiko). Kendati demikian, seperti pengukuran Treynor, variabel
alpha pada Jensen memperhitungkan premium risiko dengan terminologi beta (sistematik, risiko
tidak terdiversifikasi) dan oleh karena itu mengasumsikan bahwa portofolio sudah
terdiversifikasi dengan baik. Oleh karena itu, rasio ini akan memberikan hasil terbaik jika
diaplikasikan dengan portofolio terdiversifikasi, seperti reksa dana.

Kesimpulan
Ukuran kinerja portofolio sebaiknya menjadi aspek kunci proses keputusan investasi. Perangkat
tersebut memberikan informasi yang diperlukan bagi investor untuk menilai seberapa efektif
dana mereka telah diinvestasikan (atau dapat diinvestasikan). Perlu diingat, hasil portofolio
hanyalah satu bagian cerita. Tanpa mengevaluasi hasil risiko yang disesuaikan, seorang investor
kemungkinan besar tak akan melihat seluruh gambaran investasi, yang mungkin secara tidak
sengaja menyebabkan keputusan investasi yang suram.

Anda mungkin juga menyukai