Anda di halaman 1dari 14

Tulisan Jagatnata

Hal. 1: Foto & Quote

“Ketika manusia mendaki gunung yang tinggi, manusia akan menyadari bahwa
ternyata masih banyak lagi gunung-gunung yang belum didaki ”. Nelson Mandela

Hal. 2 : Salam Jagatnata


Tak dapat dipungkiri, bahwa gunung adalah sumber ilmu pengetahuan. Para peneliti
yang gemar meneliti tentang gunung akhirnya dapat menemukan dan merumuskan
beberapa ilmu-ilmu baru yang dapat berguna bagi manusia. Ilmu pengetahuan
tersebut tentu tak begitu saja muncul melainkan melalui proses pencarian dan
penemuan secara berkala oleh orang-orang yang memang senang sekali menjelajah
gunung-gunung.

Kegiatan pencarian itulah yang sebenarnya disebut dengan ekspedisi, jadi ekspedisi
bukan sekedar mendaki puncak-puncak gunung lalu pulang kembali tanpa
menghasilkan sesuatu.

Disinilah JAGATNATA merasa terhormat ketika semesta memberikan kesempatan


berbakti melalui sebuah ekspedisi pembukaan jalur baru pendakian gunung Inerie.
Ini hanya sebuah langkah awal bagi JAGATNATA diusianya yang masih belia. Jalur
pendakian baru yang dinamai “ WIRASAKTI” memiliki keunikan eksosistim dan
daya tarik tersendiri bagi wisatawan.

Pastinya, ekspedisi jalur WIRASAKTI selaras dengan upaya pemerintah provinsi


NTT untuk dalam rangka mendorong percepatan pembangunan sektor pariwisata di
Kabupaten Ngada. Keistimewaan jalur WIRASAKTI adalah menu baru dalam
kemasan SENSASI WIRASAKTI INERIE, yang bisa dimasukan dalam daftar pilihan
destinasi pulau Flores. Selamat datang dipuncak Inerie !

Salam,
Jagatnata

Hal. 2: Contents box


konten Sensasi Wirasakti di Inerie

Gunung Inerie! Saksi bisu pelampiasan emosi ekspedisi Jagatnata dipenghujung April 2019.
Mereka sang pendaki akan diukur mulai dari ketahan fisik, mental dan kesabaran.
Mereka menjelajah, mencari, belajar, hingga menemukan sebuah warna baru.
Dan, petualangannya dimulai dari sini. Satu persatu tim ekspedisi terperangkap dalam
lekukan tubuh “ Ibu cantik “.

Kamis, 21 April 2019, sang fajar barusan saja menampakan diri. Terlihat sebuah mobil
menurunkan tiga orang pria dengan empat buah ransel besar. Mereka baru saja tiba didesa
Watumeze, sebuah desa berjarak 20km dari kota Bajawa.
“ Sukses bro, hati –hati ya”, kata Dicky menyalami beberapa orang diatas mobil itu. Mobil
pun berangkat. Beberapa warga yang lewat tidak terlalu peduli dengan kehadiran tiga
orang pria ini. Bukan hal yang asing bagi mereka ketika melihat orang beransel besar.

“Jam enam bro”, ucap Andy sambil berusaha mengangkat ranselnya. Peringatan Andy tak
digubris kedua temannya. Semua sibuk dengan usaha memanggul ransel masing-masing.
Seorang diantara mereka yang paling muda adalah Afri.

Perlahan mereka mulai bergerak meniti rumput yang masih basah. Paling depan Andy,
diikuti Dicky dan Afri. Tidak banyak perbincangan dalam perjalanan mereka.

Tiga puluh menit kemudian mereka sampai disebuah savanna. Sesekali Diky membuka
obrolan ditengah perjalanan. Hanya Andy yang membalas suara Diky. Afri kelihatan tidak
begitu peduli. Mungkin masih canggung.

Belakangan Afri bercerita tentang usianya yang masih muda membuat dirinya merasa sedikit
rendah diri diantara kelompok itu. Predikat senior dan yunior masih melekat, meski beberapa
waktu lalu, baik Andy, Diky dan beberapa orang lain telah sepakat usia bukan penghalang
bagi tujuan mereka. “Salah satu bentuk regenerasi ”, kata Diky kala itu.

Sementara itu, jauh diarah selatan barat daya, tiga orang pria barusan saja turun dari mobil.
Mereka adalah penumpang yang berpisah dengan kelompok Andy di Watumeze.

“ Ayo bergerak”, ajak salah satu pria dengan ransel yang paling besar. Namanya Sandy. Pria
yang satu lagi adalah Sahari, berambut cepak dengan wajah paling sangar diantara mereka.
Satunya lagi adalah Renol, pendaki pemula.

Kelompok Sandy berada di Kelitei, sebuah desa dipesisir pantai selatan kecamatan Aimere.
Dari Watumeze sekitar satu jam perjalanan dengan kendaraan, melalui jalan yang berkelok.
Bonusnya, pemandangan perbukitan dibawah piramida Flores serta perkampung adat
Gurusina yang terbakar setahun silam.

Dua kelompok ini merupakan tim survey dalam ekspedisi membuka jalur baru
“ Wirasakti “ menuju puncak Inerie. Kelompok Andy adalah tim II yang melakukan
observasi jalur melalui puncak Inerie. Teorinya, dari puncak mereka akan menuruni melalui
target (jalur baru) dan akan bertemu tim I (kelompok Sandi) pada koordinat yang telah
ditentukan Sementara tim I melakukan observasi jalur melalui pendakian dari wilayah
selatan desa Kelitei dititik 0 mdpl.

Seminggu sebelumnya, tim ekspedisi telah melakukan pemetaan jalur berdasarkan MapRBI
(peta rupa bumi). Hasilnya, ada enam titik yang bakal dijadikan pos pemandu.

“ Ini sudah metode standar survey”, ungkap Andy, dalam briefing tersebut.

“Pun kalau bergeser,tidak terlalu jauh.

“Biasanya,yang kita temukan dilapangan tidak sempurna seperti data satelit.


Andy adalah pemain lama dikegiatan outdoor. Namanya tidak begitu asing lagi dikalangan
backpacker dan pendaki yang pernah ke Flores. Pernah sekali mendaki Inerie melalui jalur
selatan didesa Magilewa. Dikalangan Mapala UGM Jogya ia dihargai sebagai “ bapak kost ”.

Di desa Kelitei, Tim 1 siap berangkat. Jam tangan Sahari menunjukan pukul 09.18, sedikit
molor dari waktu yang direncanakan.

Kelompok mereka perlahan bergerak membelakangi deburan ombak pantai selatan. Sandy
mengambil posisi paling depan, diikuti Renol dan Sahari.

Dari sinilah titik start jalur Wirasakti, pada posisi titik 0 mdpl. Bukan perkara mudah bagi
tim eksepedisi. Mereka bakal berhadapan dengan argument banyak orang.

Andy punya alasan. “ Kebanyakan pelancong atau pendaki puncak Inerie selalu melewati
jalur Watumeze. “ Itu sudah biasa bos”, kata dia.

“Mereka lewat Watumeze karena tidak ada pilihan lain. Juga tidak adanya referensi
mengenai jalur selain Watumeze.

“Tipe wisatawan atau pendaki itu ada dua. Ada yang tidak mau repot-repot, yang penting
mereka sampai ke puncak Inerie. Naik pagi,turun siang. Foto-foto, terus pulang. “ Nah,
mereka itu dari kalangan mainstream.

“ Ada lagi yang tidak biasa. Mereka orang-orang yang suka tantangan. Bagi mereka,
meskipun perjalanan itu lama dan “berdarah-darah ” itu adalah kenikmatan.

Mereka kaum antimainstream, yang selalu menemukan cerita baru disetiap perjalanan
mereka.“Inilah sasaran dari ekspedisi kita!

Argument Andy sudah mewakili seluruh pernyataan sikap anggota organisasi Jagatnata.
Kebanyakan yang bergabung dalam organisasi ini adalah orang-orang yang gemar
berpetualang. Mereka tersebar dibeberapa kabupaten yang ada di Flores. Afri misalnya, pria
kelahiran manggarai ini mulai serius menjadi
“ anak gunung “ sejak kuliah di Surabaya. Sama halnya dengan Sandi dan Diky, pengalaman
“ bertempur” dihutan dan digunung mereka dapat ketika bergabung dalam Mapala.

Pendakian tim I ke puncak makan waktu 4 jam. Sementara diujung selatan pada ketinggian
450 mdpl, tim II masih dalam upaya pencaharian.

“ Terabas..! Sudah banyak batang ilalang menjadi korban keganasan parang Sandi.

Huuufffff……

Tarikan nafas panjang Renol membuat Sahari tersenyum. Mungkin dalam hati dia bilang,
kapok lu !

“ Santai saja laa... Katanya mau jadi pendaki, baru segini aja udah lemas.

“ Minum sekedarnya saja bos”, tegur Sahari. Yang ditegur memilih cuek.
“Oleee….Mas, sudah hampir lima jam sepertinya lebih dekat ke laut daripada ke puncak ni ”,
sambung Sandi.

Malam hari ditenda, sahari bercerita tentang pengalamannya dimasa pendidikan militer.
Sahari adalah salah satu personil TNI yang bergabung di Jagatnata. Sudah hampir dua tahun
dia bertugas di Kodim Ngada.

" Ekspedisi ini ibaratnya dimedan tempur. Jangan banyak mengeluh. “ Tidak baik, karena
menghambat gerak pasukan”, kata Sahari.

Di tim II Sahari itu ahlinya manajement logistik. Saat perjalanan memasuki hari kedua,
Sandi dan Renol kehabisan air. Nyaris putus asa! Sahari memberikan jatah airnya.

Tiga derajat

Di puncak Inerie, Afri mendapat mandat untuk memeriksa punggung gunung. Rasa percaya
diri mulai keluar. “ Dapat tugas dari senior itu rasanya….gimana ya. Bangga juga sih ”,
ungkap Afri.

Sudah lebih 4 jam proses survey berjalan, namun belum ada keputusan yang dibuat.
Turun,naik, turun lagi, dilakoni Afri.

Saat gradasi senja menghilang, gumpalan awan hitam mulai menutupi gunung.

“ Bang, coba kesini ! Teriak Afri melalui HT (handy talkie ) dari sisi jurang bagian selatan.

“Sepertinya bisa lewat sini.

Serentak Diky dan Andi menuruni sisi jurang. Sosok Afri tidak kelihatan. Posisinya hanya
bisa dipantau melalui HT. Seluruh logistik digotong turun.

Kabut mulai turun.Jarak pandang semakin kabur. Perasaan Diky mulai tidak enak.

“ Gimana ? tanya Diky.

“ Turun saja, dibawah baru kita lihat lagi”, sahut Andy

Mereka bertemu dibalik batu besar. Lokasinya tidak memberikan peluang mendirikan
tenda. Andy mengusulkan mengikat hammock untuk menginap.

“ Oooee….jangan bang”, bantah Afri. Kalau hujan gimana?

“ Lebih baik kita balik saja ke puncak”, usulnya.

Niat Diky ingin protes, namun putusan ada pada suara terbanyak. Balik ke puncak!

Bukan keputusan yang mudah. Itu butuh satu jam harus kembali mendaki dengan elevasi
vertical.
Benar saja, usai mendirikan tenda, gerimis mulai turun. Malam itu dilalui dengan suhu 3
derajat.

“ Semoga habis gelap terbitlah terang”, batin Afri, teringat saat itu masih ditanggal 21 April,
hari bersejarah bagi kaum perempuan Indonesia.

Gerimis tidak bertahan lama. Teknik jebakan embun pun dipakai.


Lumayan, keesesokan harinya didapat sekitar 1,5 liter air.

Bertemu edelweiss

Hari kedua dilokasi camping tim II.

“ Tim satu….tim satu…monitor.

Tiba-tiba HT diransel Sandy berbunyi. Ini adalah komunikasi yang pertama kali melalui
radio semenjak kedua tim berpisah. Alasannya, hemat batrey.

“ Tim satu air tinggal satu botol bang”, jawab Sandy di HT. Posisi disekitar 500mdpl. Puncak
belum terlihat dari sini. “ Posisi kami disekitar kebun warga.

Kedua tim saling bertukar informasi dan sepakat perjalanan dimulai pukul 7.

Perjalanan tim II mulai menyusuri vegetasi ampupu, memasuki kebun kopi dan terus
menanjak dengan ilalang setinggi pinggang. Keindahan panorama Inerie sementara
ditinggalkan, mereka memilih konsentrasi pada jalur yang bakal dilalui.

Perjalanan tim I jauh berbeda. Mereka harus berupaya menuruni bebatuan dengan
berpegang pada tanaman liar. Ada sejumlah lokasi harus menggunakan tali. Kondisi
semakin sulit ketika beberapa kali terjebak diujung jurang.

“ Lucunya, ketika sampai dibawah dan lihat kembali ke atas, medannya tidak terlalu sulit.
Tanpa tali bisa loh, jaraknya juga dekat”, kisah Diky.

Sekitar jam tiga, tim II mulai meninggalkan area berbatu dan sampai disebuah lembah.
Disinilah sensasi lain dari Inerie terbuka. Gugusan tanaman dengan bunga berwarna putih
terbentang luas.

“ Ini seperti bunga digunung Rinjani”, teriak Andy. Diky dan Afri penasaran.

“ Benar loh, ini edelweissssss…….”, teriak Diky. Turut diamini Afri.

Pengalaman mereka berjumpa dengan tanaman tersebut disejumlah gunung dipulau Jawa
meyakini jika itu edelweiss, mungkin juga dari jenis yang berbeda.

Disudut lain, Afri menemukan rimbunan tanaman bery dengan beberapa buahnya yang
berwarna merah. “ Asam manis bang”, teriaknya.

“ Tim dua monitor….tim dua monitor….


Perasaan takjub mereka tiba-tiba terusik dengan suara dari HT. Tim I memanggil dari balik
punggung gunung bagian timur. Sosok mereka belum dapat terlihat dari posisi edelweiss.

Tim I menemukan jalan buntu dibibir jurang dengan kedalaman hampir 100 meter. Mereka
memilih mundur ke selatan dan sepakat beristirahat menunggu petunjuk dari tim II.

Andy kembali memimpin menuruni lereng menuju bibir jurang sesuai petunjuk petunjuk
tim 1 di HT. Sesekali berhenti memantau koordinat di GPS.

“ Asap…asap…ada asap disana!!

Tiba-tiba Afri teriak menunjuk ke arah selatan lokasi vegetasi ampupu. Langkah mereka
semakin dipercepat. Perasaan tidak nyaman mulai menghantui.

“ Sandiiiiii…….Sandiiii…!!
“ Enoooll….Sahariiii….!!

Serentak mereka teriak memanggil tim II. Tidak ada jawaban. Langkah mereka semakin
mendekati bibir jurang.

“ Sandiiii….!!

“ Huuuuuu….

Sayup-sayup terdengar balasan panggilan. Posisi tim II berada disebelah kanan. Otomatis
tim I harus balik lagi memutari punggung gunung yang sudah dilewati.

“ Matikan…matikan !!!

Teriak Andy melalui HT meminta tim II mematikan api. Asap adalah salah satu upaya tim II
untuk memberitahu keberadaan mereka. Namanya sandi alam. Namun, dikuatirkan terjadi
kepanikan di warga sekitar, sangkanya terjadi kebakaran.

“ Air datang… air datang “, teriak Renol menyambut kedatangan tim II. Hampir tiga jam
mereka menahan haus. Air yang tersisa masih lumayan bagi kebutuhan kedua tim untuk
satu malam camping.

“ Mumpung masih terang kita cek camp area “, ajak Andy. Menurutnya, sesuai dengan
koordinat yang dipatok sebelumnya, camp area tidak jauh dari lokasi mereka berada.

Benar saja, seratus meter ke arah timur mereka menemukan hamparan rumput dengan
beberapa pohon ampupu. Lokasinya bisa menampung sekitar 20 tenda.

“ Sempurna”, kata Diky.

Dari camp area kita bisa memandang gugusan perbukitan, padang savanna. Banyak pohon
yang bisa dipakai buat hammock.

23 April pagi, dua tim ekspedisi Jagatnata pertama kembali melalui kampung Tulamolo
dengan waktu tempuh 2,5 jam.
Apakah jerih payah ekspedisi pertama sudah selesai? Belum !!

Hasil survey pada ekspedisi pertama dibawa dalam rapat evaluasi. Hasilnya, disepakati
pada tanggal 26 april dilakukan ekspedisi kedua untuk pematangan dan penandaan jalur.

Kali ini, ekspedisi hanya membentuk satu tim dengan anggota sebanyak delapan orang.
Beberapa orang didalamnya dari unsur TNI, Kodim Ngada, disusul rombongan Mapala
Palapsi UGM Jogya malam harinya. Titik start dimulai dari kampung Tulamolo pada titik
547mdpl.

Ekspedisi kedua tidak terlalu banyak menemui rintangan. Sebelumnya mereka telah
dibekali dengan data visual dan data koordinat dari ekspedisi pertama. Kegiatan dilakukan
selama dua hari.

Jejak ekspedisi
Hasil survey dan pematangan jalur dalam ekspedisi II pada tanggal 26 April
merekomendasikan dua jalur pendakian:

1. Jalur Wirasakti I :
 Titik start di desa Kelitei, Kecamatan Aimere ( pantai selatan )pada titik
35mdpl
 Mencapai camp area membutuhkan delapan jam perjalanan
 Vegetasi : Kebun kelapa, semak belukar dan pohon Ampupu (Eucalyptus
urophylla)
 Sering dijumpai ayam hutan dan kicauan burung nuri.
 Tidak terdapat sumber air (mata air)
 Rekomendasi bagi pendaki yang berpengalaman
2. Jalur Wirasakti II :
 Titik start kampung Tulamolo, Kecamatan Aimere pada titik 547mdpl.
 Mencapai camp area membutuhkan waktu 2,5 jam perjalanan.
 Rekomendasi bagi pendaki/wisatawan umum

Explore

Begitu mendengar kabar tentang ekspedisi Jagatnata, rombongan Mapala Palapsi UGM
Jogya langsung mengubah jalur perjalanan ke puncak Inerie.

“ Jujur, kita belum pernah dengar jalur Wirasakti. “ Kita gali informasi dari berbagai orang,
selain itu cari-cari referensi dari internet, semuanya mengarahkan lewat jalur Watumeze ”,
kata Aik, salah satu anggota Mapala Palapsi UGM. “ Referensinya minim mas!

Jauh hari sebelumnya, rombongan sebanyak delapan orang ini telah menentukan rute
pendakian melalui jalur Watumeze. Menurut Aik, pilihan jalur Watumeze berdasarkan
informasi dari pendaki-pendaki sebelumnya. Ditengah perjalanan, mereka merubah rute
tujuan. Resikonya, perjalanan harus dilakukan malam hari. “ Kejar target!
“Itu sudah tengah malam loh. Mereka, ( rombongan Palapsi UGM ) kita pandu ke camp
area”, cerita Andy.

“Tidak sabaran juga sih, padahal kita usul pagi saja baru nyusul.

Rombongan Palapsi punya alasan. Jauh-jauh datang dari Jogya kalau tidak punya hasil,
katanya sama juga bohong.

“ Benar mas, ini kesempatan emas loh. Jalur Watumeze sudah banyak ceritanya.
“ Waktu dengar dari mas Andy ada ekspedisi Jagatnata, teman-teman sepakat rubah
rencana. “ Tantangan seperti ini yang kita butuh dalam kegiatan”, ungkap Aik.

Seandainya George Karl Reinwardt tidak menemukan tanaman ini pada tahun 1819 di
lereng Gunung Gede, edelweiss bisa saja dianggap tanaman liar. Hingga kini, edelweiss
masih menjadi sebuah ikon gunung. Tidak jarang para pendaki berambisi mencari,
menemukan, bahkan parahnya dibawa pulang sebagai simbol eksistensi.

“ Sumpah, ada edelwis!! Teriak anggota Mapala Palapsi. Beberapa pendaki lain masih
bingung. Bukan tidak percaya, namun ini kali pertama mereka menjumpai tumbuhan
tersebut.

“ Sempurna…! Ungkap mereka ketika berada dipunggung selatan gunung Inerie. Gugusan
perbukitan, lembah savanna, petak-petak hutan ampupu membuat rombongan pendaki
pertama dijalur Wirasakti takjub.

“ Berada disebuah tempat dengan pemandangan seperti ini amazing banget bro! Ungkap
Jonathan, pendaki asal Sumatera Utara yang telah resmi menjadi anggota Jagatnata. “ Saya
tidak nyangka berada disini, ini jauh melampaui ekspetasi ”, katanya.

Lain halnya dengan Ningsih dan Yana. Dua orang cewek ini berambisi mendaki sebagai
ajang pembuktian. Meskipun keduanya lahir besar di Bajawa, gunung Inerie adalah
pengalaman pertama kali dalam pendakian.

Kata Ningsih, melihat gunung Inerie dari jauh saja sudah seram. “ Makanya, teman-teman
bilang tidak mungkin saya bisa sampai ke puncak”, curhat Ningsih. Sekarang Ningsih dan
Yana punya foto-foto yang bisa dibanggakan. Selain itu, strategi dalam manajemen
perjalanan dan logistik menjadi pelajaran berharga yang dibawa pulang.
Tobat? Tidak!! Kata mereka.

Kisah para pendaki dijalur Wirasakti, mengingatkan saya pada kisah Henrich Harrer , sang
pendaki dalam film seven years in Tibet, yang berusaha menaklukan puncak nanga parbat
dipegunungan Himalaya. Suatu waktu dia harus berhadapan dengan kenyataan yang sulit.
Berkali-kali jatuh, tertutup longsor, hingga nyaris putus asa. Kisah pendakian itu dikemas
selama tujuh tahun bersama masyarakat Tibet. Henrich banyak mendapat pengetahuan
baru,mulai dari budaya dan cara bertahan hidup. Pengalaman spritualnya mengungkap
“Manusia tak diukur dari apa yang telah ia capai dan dapatkan, tapi tentang bagaimana ia
menaklukan dirinya sendiri.

Masih dalam rombongan yang sama, salah satu pendaki , Angela Halim, punya pandangan
tentang jalur Wirasakti yang menjanjikan. “ Wirasakti itu sudah paket komplit. Perjalanan
kesini bukan hanya tentang gunung, kita bisa menikmati kebudayaan orang Ngada. Ada
perkampungan adat yang kita lalui. “ Lebih dari itu, pendakian banyak memberikan
pelajaran yang berharga, selain panorama yang indah, kita bisa belajar kerjsama dalam tim.
“Kalau yang lebih personal itu, pengalaman spiritual”, ungkap Angela.

Jalur Wirasakti menawarkan spot camping yang luas. Lokasinya yang rata dilindungi
pepohonan ampupu dapat menampung lebih dari sepuluh tenda. Dari camp area ini kita
bisa menikmati panorama laut selatan, perkampungan, lembah bersama pola labirin
perbukitannya. Semua karya sang arsitek semesta ini bisa dinikmati bersama sunrise dari
punggung gunung Ebulobo.

Jejak Ekspedisi

Berangkat melalui jalur Wirasakti II di Kampung Tulomolo menuju camp area menempuh
waktu 2,5 jam. Rute perjalanan mendaki dengan kemiringan 40 derajat melalui kebun
kelapa,kopi, cokelat dan pohon Ampupu. Perjalanan melewati lima pos yang ditandai
dengan plang.

Berangkat melalui jalur Wirasakti I di Desa Kelitei

Make your dream come true

Berbeda itu pilihan. Nah, bagi kaum anti mainstream pasti ingin sesuatu yang berbeda.
Anda bisa memilih jalur pendakian melalui Desa Kelitei di wilayah pesisir pantai selatan.
Pendakian bakal cukup memacu adrenalin.

“Apa tantangannya?
Pergi saja dan nikmati, kita semua memiliki ekspetasi yang berbeda.
“ Ada apa lagi?
Nah, yang satu ini tidak biasa.
“Apa itu? Luar biasakah?
Sabar bro, ekspetasi setiap orang berbeda. Beberapa waktu lalu, sebuah tim ekspedisi yang
dibentuk Jagatnata berhasil membuat jalur baru menuju puncak Inerie. Namanya jalur
Wirasakti. Beberapa tempat telah ditandai sebagai camp dan rest area.
“Kenapa? “
Rutenya panjang dan lama bro.
“Huuuffff…..
Sabar dulu, ekspedisi Wirasakti berhasil mengawinkan lanskap utara, timur dan selatan. Ini
perkawinan segitiga.
“Koq bisa?
Sulit dijelaskan bro, sederhananya gini aja. Apa yang tidak ada dijalur umum bagian utara
dan timur , itu ada dijalur Wirasakti, pun sebaliknya apa yang tidak ada dijalur barat dari
desa Magilewa, ada di jalur Wirasakti.
“Yang tidak ada itu apa?
Pemandangannya, dari jalur Wirasakti , pandangan akan terbuka ke utara, timur dan barat.
Intinya, lanskapnya sangat berbeda. Terdapat banyak vegetasi khas pegunungan dengan
hewan-hewan liar yang mengintip dari celah-celah pepohonan. Baik camp dan rest area
menawarkan pohon-pohon sebagai gantungan hammock jika kuatir dengan hewan melata.
“Segitu aja?
Belum koq, anti mainstream kan, coba saja. Kalau kamu ingin rasakan sensasi perkawinan
segitiga, ke puncak Inerie saja. Lewat jalur Wirasakti bro!!

Backpacking

Beberapa waktu lalu, sejumlah maskapai penerbangan memberlakukan tarif baru. Tidak
hanya pada tariff penumpang, bagasi juga ikut kena. Kerennya, ramai-ramai orang dimedia
sosial membuat testimony.

Sederhana saja perusahan penerbangan menjawab. Katanya, beli pesawat itu mahal, belum
lagi operasionalnya. Tau nggak? Sudah banyak pesawat yang rontok gara-gara mengabaikan
standar kualitas. Makanya, dukungan biaya itu tidak kecil. Jaminan keselamatan itu mahal.
Untuk mati itu murah,kalau mau hidup…ya mahal, kira-kira begitulah.

Imbasnya, kebanyakan traveller berpikir dua kali menyangkut logistik perjalanan. Yang
berduit tinggal mengandalkan ATM dalam dompet. Ironisnya, kaum backpacker yang sering
berpergian dengan mengusung rumah berikut isinya dalam ransel, rajin ke Google dengan
keywords “ tiket murah atau tiket promo.

“Tidak takut mati ya?


Kamu seperti tidak punya iman saja”, bantah mereka.
“Ouuuw…begitu!! Ampuni kami Tuhan, lindungilah kami dalam perjalanan.

Makanya berdoa bro. Apa…..lupa? Ntar lu buka aja majalah dibelakang kursi pesawat, ada
tu tulisan doa-doa perlindungan. Tapi, lu pilih sesuai iman lu ya.

“Sudahlah, urusan doa itu urusan kami dengan Tuhan. Lantas, kami yang pingin bersensasi
tapi tidak punya kartu kredit, apalagi bukan punggung backpacker, mau dikemanain?

Gampang!! ada minat ada saran, ada niat ada jalan. Jika kamu sudah punya mimpi meraba
Inerie dengan sensasi yang berbeda, wujudkan!!

Setelah bermufakat bersama hati,otak kiri dan otak kanan, prosesnya akan dimulai dari
rumah, apartemen atau kost-kostsan kamu.

Bangunlah dengan semangat, mandi, sarapan. Jangan lupa gosok gigi. Ingat kembali jadwal
dan rencana perjalanan. Bawahlah pakaian secukupnya berikut kebutuhan privasi .
Masukan dalam tas kecil, daypack saja sudah cukup. Kenapa? Traveller atau apapun
sebutannya itu, selalu diidentikan dengan orang banyak duit. Itu fakta di Flores. Selebihnya,
bayangkan saja sendiri. Oya, jangan lupa bawa duit. Simpel kan? Abaikan saja dulu perasaan
kuatir kamu, nanti tidur dimana? Dengan siapa? Upsss…..

Di Flores banyak penginapan murah. Bagi yang “tidak punya rasa malu ” rumah masyarakat
adalah pilihan gratis. Benar loh, itu bisa diatur koq.

Ok, kita potong jalan saja ya, biar tidak pakai lama sampai dicamp area Inerie. Anggap saja
saudara-saudari kita sudah berada di Flores, dan sedang menuju Bajawa dengan sebuah tas
kecil.
Mampirlah ke markas Jagatnata di koordinat…………….jika telah tiba dikota Bajawa. Di
markas Jagatnata jangan sungkan utarakan maksud saudara jika butuh penampungan gratis
untuk beberapa hari. Kemungkinannya ada dua, yang pertama, kamu akan mendapatkan
kamar ala kadarnya, kedua kamu akan dilantaikan. Konsekwensinya, setelah makan cuci
piring sendiri. Tidak horror kan?

Didapur Jagatnata tersedia semua perlengkapan pendakian gunung. Tentunya dengan


peralatan standar sesuai karakter gunung dan hutan di Flores. Semua peralatan telah lolos
uji berdasarkan pengalaman sebagai team supporting bagi sejumlah komunitas pencinta
alam.

“ Butuh alat, butuh manusia, kita siap bantu”, ungkap Andhiez, penjaga dapur Jagatnata..
“Ada tenda, alat masak, navigasi, tali temali, pokoknya disini peralatannya kita jamin bos,
kalau keuanganya….mmmhh…”, sambungnya sambil menarik nafas panjang.

Maksud Andhiez, soal keuangan nanti dibicarakan saat moke-an. Aneh, mereka butuh yang
panas sebagai pendongkrak rasa percaya diri. Mungkin Bisa dimaklumi, pasalnya mereka
bukan perusahaan penyewa peralatan.

“ Coba lihat lagi ditujuan pendirian, Jagatnata bukan organisasi money oriented, tujuan kita
ikut terlibat dalam peningkatan dan pengembangan potensi alam, prioritasnya ke
pariwisata”, ungkap Dicky, salah satu inisiator Jagatnata. “Tentunya dengan cara kita
sebagai Jagatnata.

“ Jangan malu bro, kita berangkat dari rasa dan suka cita yang sama, siapapun yang ingin
merasakan sensasi gunung Inerie dengan cara yang berbeda kita pasti bantu ”, janji Dicky.

Masih ragu dengan rencana perjalanan panjang anda ke puncak Inerie? Sudahlah,
tinggalkan saja semua peralatan yang membebani perjalanan kamu. Tidak perlu pesimis
pada ungkapan “ 60 cerita bakal engkau keluarkan satu persatu dari carrier 60+5 liter ”.

“Pinjam saja di Jagatnata, kalau malu kita sewakan, biar sama-sama untung ”, tutur Andhiez.

Artikel kuping : Legend of Inerie

Entah apa yang menyulut emosi kedua insan tersebut hingga pertengkaran tak bisa
dihindari. Lemparan sendok dari sang suami tak dapat ditangkis sang istri. Telak,
sendok melayang kearah mulut. Gigi ibu cantik itupun lepas dari rahangnya.

Sang suami memiliki nama Amburombu. Sebuah nama yang kini menjadi pujaan
bagi kalangan penyuka tantangan. Sedangkan sang istri menyandang nama Inerie,
sebuah nama yang diagungkan kecantikannya oleh masyarakat suku ditengah pulau
Flores, NTT.

Usai pertengkaran hebat itu, kedua insan inipun memilih berpisah. Amburambo
memilih berdiam diwilayah Nagekeo, tepatnya di Boawae, jauh ke timur dari Inerie.
Ibu cantik menyingkir kearah barat, berdiri dalam dinginnya kabut pantai selatan.
Kehilangan sebuah gigi menyebabkan wajah Inerie terlihat aneh. Paras cantik itu
menjulang dengan tampilan runcing dibagian barat. Bagian timur malah terlihat
sebuah lekukan, semakin dekat mata memandang terlihat jurang yang menganga.

Konon, Inerie senantiasa dilindungi oleh jasad sang ayah, Jaramasi. Jasad Jaramasi
mendiami sebuah batu besar dibagian selatan Inerie. Jaramasi merupakan dewa
pelindung yang menguasai orang-orang mati disekitarnya.

Beginilah legenda gunung purba ditengah pulau bunga Nusa Tenggara Timur.
Amburombu semakin dikenal dengan sebutan Ebulobo, sebuah gunung berapi aktif
dengan ketinggian 2240 mdpl. Inerie senantiasa menjulang sebagai atap Flores.

Trip Inerie
Bukan hal yang sulit untuk mencari tahu keberadaan gunung Inerie. Jika anda
berangkat dari Ende menuju Bajawa, puncak Inerie mulai terlihat ketika memasuki
Mataloko. Putarlah pandangan anda kearah selatan, puncak berbentuk kerucut
menjadi ciri khas tersendiri diantara pegunungan sekitarnya.

Sebaliknya jika anda menuju Bajawa dari arah Ruteng, Inerie begitu jelas terlihat
saat memasuki kota Borong. Bentuknya yang runcing sering disitilahkan kaum
petualang sebagai piramida Flores.

Hotel-hotel dikota Bajawa telah menyediakan semua petunjuk menuju gunung


Inerie. Jika diperlukan, hotel pun menyediakan jasa guide sebagai navigator yang
akan menuntun anda. Diperlukan waktu sekitar 45 menit dari kota Bajawa ke lokasi
Gunung Inerie. Biaya? Negosisasi harga ojek motor berkisar Rp.50.000 –
Rp.150.000. Mobil sewaan berkisar Rp.500.000 – Rp.750.000/hari. Bonusnya? Anda
melewati pemandangan perkampungan-perkampungan megalitik.

Jika waktu perjalanan anda terbatas dan niatnya hanya sekedar mencapai puncak
Inerie, anda bisa mengawali pendakian dari desa……….pada koordinat……….Tidak
sulit mendapatkan petunjuk untuk rute yang bakal dilalui. Namun, hati-hati!! sering
beberapa orang menawarkan jasa guide dengan harga yang tidak masuk akal.
Kebanyakan masyarakat lokal akan bertindak sebagai guide dengan uang jasa
berkisar Rp. 100.000 – Rp.200.000. Perlu diingat, jasa guide hanya sebagai navigator
pada rute yang akan dilalui.Jadi, asuransi hidup ada pada diri anda sendiri.
Kata Pendaki

Inside Jagatnata

“Jagatnata” sebuah kata yang memiliki tanggungjawab sangat besar bagi semesta.
Bagaimana tidak, kata yang diambil dari bahasa sansekerta ini memiliki arti sebagai penata
dunia. Apa bisa, Jagatnata ini menjadi sebuah nama komunitas bagi sejumlah “orang-orang
sakit” ditengah pulau Flores.

Setidaknya, inilah yang menjadi pergumulan diawal pembentukan organisasi yang melekat
dengan kegiatan outdoor di Kabupaten Ngada. Menyandang nama Jagatnata bukan perkara
yang mudah.

Diky, salah satu inisiatornya mengatakan, terbentuknya Jagatnata merupakan rasa


kepedulian anak bangsa untuk peningkatan sumber daya manusia dan alam.

“ Dari filosofi bahwa setiap anak bangsa sebagai penjaga dunia tersebut, maka kami
memandang perlu untuk terlibat aktif dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat yang
selaras dengan alam. Tentunya, dengan pemanfaatan sumber daya manusia dengan
memaksimalkan pengetahuan dan keahlian, kreativitas serta inovasi yang dimiliki, itu
adalah modal utama”, ungkap Diky.

“ Hakikatnya, organisasi ini terbentuk sebagai wadah berkumpul dalam upaya mencapai
tujuan bersama yaitu pengembangan dan pelestarian potensi alam dan budaya dengan
prioritas pada bidang pariwisata.

Orang-orang Jagatnata adalah pemain lama dihutan dan gunung di Flores.

Pengalaman berbaur dengan alam telah membentuk karakter yang sama dalam diri
anggotanya. Dengan misi yang sama mereka membentuk Jagtnata. Sikap ini diambil
sebagai upaya keluar dari sikap primitif yang masih banyak membelenggu para
pengambil kebijakan.

Menurut pembina Jagatnata, Letkol.Inf. I Made P. Suartawan, Jagatnata hadir bukan


sebagai kompetitor didunia pariwisata.

“Kita hanya melengkapinya saja dengan cara kita sendiri.

“ Dengan membuka jalur baru wirasakti, itu merupakan kontribusi dari Jagatnata
untuk memperkenalkan potensi-potensi baru digunung Inerie. “Kita sudah buka,
sekarang tinggal pelaku pariwisata saja yang melirik potensi Inerie melalui jalur
Wirasakti”, katanya.

Jagatnata tidak hanya bergerak dikegiatan outdoor. Ada beberapa divisi dalam
organisasi Jagatnata yang bergerak dipendidikan dan budaya seperti taman baca
dan kegiatan literasi budaya dikalangan anak.
Bagi Jagatnata, ekspedisi membuka jalur Wirasakti hanyalah sebuah trigger bagi
kegiatan-kegiatan lanjutan.

Berikutnya ada rencana ekspedisi “seven summit” NTT dalam rangka


memperkenalkan potensi-potensi wisata pegunungan dengan cara yang berbeda.
“ Jagatnata merupakan perkumpulan orang-orang sakit kata Viktor Laiskodat,
Gubernur NTT. “ Ketika banyak orang pergi ke mall, mereka malah memilih masuk
hutan dan naik gunung. Itulah pernyataan Gubernur NTT ketika melepas
rombongan Jagtnata dalam ekspedisi pendakian dalam rangka membuka jalur
wirasakti digunung Inerie.
“ Yang terpenting adalah harus ada hasilnya, narasikan, ceritakan keluar semua
potensi alam kita”, pesan Gubernur NTT ketika melepas rombongan Jagtnata dalam
ekspedisi pendakian dalam rangka membuka jalur Wirasakti digunung Inerie .

Anda mungkin juga menyukai