Anda di halaman 1dari 5

NAMA : REVINDA ARADEA ADAT

KELAS : XII MIPA 4


NO. URUT : 28

Akhirnya
Dimata orang, kuliah itu menyenangkan, punya gelar sarjana itu membanggakan. Begitu
juga yang kurasakan saat pertama kali menjadi mahasiswa baru jurusan seni lukis Universitas
Sebelas Maret. Namaku Fasya lebih tepatnya Fasya Tabita. Aku lahir di Klaten, namun aku
tinggal di Kota Semarang. Saat kuliah, aku memutuskan untuk pindah ke Kota Surakarta yang
dikenal masyarakat dengan sebutan Kota Solo. Aku mencoba beradaptasi dengan lingkungan
Kota Solo. Menurutku Kota Solo menjadi salah satu kota yang kental akan budaya dan
tradisinya. Kota Solo memiliki banyak keistimewaan, dimulai dari Pasar Klewer yang menjadi
tempat perkumpulan pedagang pakaian, kota yang memiliki kraton dan bangunan arsitektur khas.
Seperti pada umumnya, hari pertama maba adalah ospek. Semua terlihat saling
berkenalan dengan teman dan kakak-kakak panitia. Masa ospek berlalu dengan begitu cepat. Aku
tipe orang yang bersahabat dengan alam sejak kecil, aku suka melihat pemandangan alam dengan
udara yang sejuk. Akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti seleksi wawancara dan seleksi
fisik calon anggota Nocturnal. Nocturnal merupakan organisasi pecinta alam. Setelah melewati
beberapa rangkaian seleksi yang cukup berat dan menegangkan aku berhasil menjadi anggota
nocturnal. Baru saja jadi anggota, sudah langsung ada kegiatan awal, yaitu kegiatan pendidikan
dasar gunung hutan. Aku dan Tika sibuk mempersiapkan peralatan untuk pendidikan dasar. Tika
itu teman aku di nocturnal, kita kenal saat seleksi fisik.
Pendidikan dasar berlangsung selama tiga hari, kita diajarkan cara menggunakan kompas,
teknik navigasi darat, dan membentuk mental pecinta alam sejati. Jangan dikira selama itu kami
bersenang-senang. Disana kami dibentak-bentak untuk berjalan merayap mendaki gunung.
Parahnya lagi, saat berada ditengah hutan, kami tidak diperolehkan membawa apa saja kecuali,
pisau, senter, dan tiga batang lilin. Perut kami yang lapar hanya diisi oleh sate keong serta umbi-
umbian. Selesai pendidikan dasar gunung dan hutan, badanku terasa lelah.
Pagi hari, rutinitas kuliah kembali normal. Ada tambahan tugas baru dari dosen. Selesai
kuliah aku diajak oleh Tania ke museum seni. Tania merupakan teman satu jurusan denganku.
Kita kenal, karena kita satu kelompok saat ospek. Museum Seni Surakarta menjadi salah satu
tempat favorit Tania, dia bisa mendapatkan inspirasi disitu. Tania sudah mengenal Kota
Surakarta sejak lahir. Keluarga kakeknya ada yang termasuk dalam keturunan Keraton Surakarta.
Jadi jangan heran kalau Tania memiliki sedikit darah biru. Aku pernah diajak ke rumah Tania,
rumahnya berisi barang-barang antik dan memiliki unsur budaya. Pada saat dirumah, ayah
ibunya sering menggunakan kebaya Jawa Tengah. Tania juga memiliki bakat dalam tari
tradisional. Sudah banyak kejuaraan yang didapatkan dalam bidang tari tradisional.
Sesampainya di museum kita hanya membayar uang masuk sebesar Rp.10.000,00.
Memasuki museum itu, aku merasa takjub dan berkata “ Waah, keren sekali karyanya. Bentuk
lukisan yang tidak monoton, penggunaan warna yang natural serta pola gambar yang abstrak
mampu memberikan kesan takjub para pengunjung.” “Hal ini yang membuatku tidak bosan-
bosannya berkunjung di museum ini”, ucap Tania. Mereka berdua melanjutkan untuk
mengelilingi isi museum itu. “Yeay akhirnya aku jadi dapat inspirasi untuk tugas dan impianku.
Aku ingin suatu hari nanti bisa mengadakan Ansekar”, ucapnya. “Tania ora paham, maksude
Ansekar ki opo to Fas?”, pertanyaan yang muncul dari mulut Tania. Kemudian aku berkata,
“Ansekar iku Pameran Seni Surakarta sing isine karyaku kabeh, Tan”. “Oalah ngono to, mugo-
mugo dadi kenyataan ya Fas, aamiin”, ucap Tania. Aku juga mengamininya.
Sudah sekitar dua jam kita di museum, hari mulai gelap karena cuaca mendung. Tanpa
hitungan detik, hujan turun membasahi bumi, aku dan Tania segera pulang menuju rumah
masing-masing. Pakaian yang aku kenakan basah semua. Aku segera membersihkan diri dan
mengambil ganti, setelah tiba di rumah. Selesai mandi aku memasak air untuk menikmati
chocolate panas dan sepotong brownies kukus. Chocolate hangat mengalir di tenggorokanku
mengkikis secara perlahan rasa dingin dalam tubuhku. Melihat meja belajar dengan tumpukan
buku, mengingatkanku dengan tumpukan tugas, lalu aku mengambil pensil, kertas, cat air,
penghapus dan spidol untuk mengurangi tugas yang menumpuk.
Sambil mendengarkan lagu, perlahan aku mulai menuangkan pikiran di otak, dalam
bentuk gambar, dilanjutkan mengkuas gambar dengan bermacam-macam warna. Akhirnya tugas
selesai hingga larut malam. Tanpa sadar ujian kurang tiga hari lagi, aku yang disibukan oleh
tugas dan kegiatan rekruitmen nocturnal mulai memikirkan ujian besok, aku merasa belum ada
persiapan sama sekali. Padahal dalam waktu dekat ini nocturnal akan mengadakan kegiatan. Aku
harus bisa membagi waktu antara belajar dengan waktu nocturnal. Aku akan mulai menerapkan
besok, untuk saat ini aku akan tidur terlebih dahulu karena badanku lelah dan sedikit pusing
karena kehujanan.
Pagi hari disambut dengan ayam berkokok dan cahaya cerah matahari, aku mulai
membereskan kamar yang berantakan karena lembur tugas semalam. Kemudian aku memasak
air dan membersihkan diri sekaligus mempersiapkan diri untuk menuju kampus. Pagi hari gini
kampus sudah ramai. Segerombolan mahasiswa mengerumuni papan pengumuman kampus. Aku
bertemu dengan Tania juga disana. Kami penasaran ada pengumuman apa, ternyata ada beasiswa
di Negara Australia untuk mahasiswa jurusan seni. Aku membaca dengan detail satu per satu
persyaratannya serta tahap seleksi. Sepertinya Tania juga tertarik untuk mendapatkan beasiswa
ini. Yaps benar, kami berdua tertarik untuk mengikuti tahap seleksi beasiswa Australia. Kami
segera menuju ke kelas, karena jam pelajaran dosen hampir dimulai.
Setelah selesai matkul, kami berdua membuka website beasiswa Australia, mengunduh
buku pedoman pelaksanaan, mengunduh form pendaftraan, dan melihat persyaratan. Ternyata
pendaftarannya akan segera ditutup. Aku dan Tania segera mendaftar dengan mengisi formulir
dan data-data yang dibutuhkan. Setelah semua data lengkap, kami langsung mengirimnya.
“Selesai kuliah, aku ada kumpul anggota nocturnal Tan”. “Wah sama, aku selesai kuliah ada
latihan tari tradisional untuk Lomba di ISI Surakarta.” Ucap Tania. “Oke, kita berpisah disini ya.
Semangat latihannyaa!” suaraku menyemangati Tania dibalas ucapan terimakasih olehnya.
Rapat belum dimulai, udah banyak kakak senior yang ngumpul. Taman Senopati menjadi
tempat kumpul anggota nocturnal. Hari ini kami membahas rencana adanya kegiatan Pendakian
Gunung Semeru. Musyawarah dimulai untuk pemilihan panitia. Galih Widoyo sebagai ketua
panitia, merupakan kating jurusan Teknik Geodesi. Widyawati Gujani sebagai wakil ketua, dia
maba dijurusan Arsitektur. Kirey dan Hanif menjadi bendahara. Michelle dan Aku mendapat
jabatan tukang bikin dan tulis proposal. Jadi tambah padat kegiatanku. Ya gimana lagi, mau tidak
mau harus dijalani. Rapat berlangsung selama 1 jam, selesai rapat aku ditawari pulang bareng
oleh Kak Galih. Kating yang paling menawan, dia juga jadi panitia ospek saat aku jadi maba.
Aku terima tawaran pulangnya. Selama perjalanan dia bercerita kalau dia juga ikut beasiswa, tapi
beasiswa ke Jepang. Kak Galih sudah lolos dalam beberapa tahap seleksi, tinggal kurang dua
tahap lagi. Tanpa terasa ternyata udah sampai rumah, aku mengucapkan terimakasih kepada Kak
Galih.
Hampir setiap hari aku pulang magrib, selesai bersih-bersih aku langsung makan dan
belajar mempersiapkan ujian besok. Jam dinding menunjukkan pukul 22.30, sudah terlalu larut
aku belajar. Perlahan badan ini mulai menyentuh kasur untuk tidur, agar besok pagi bisa siap
mengikuti ujian. Pagi hari menuju kampus untuk ujian, selesai ujian aku tetap mengikuti rapat
nocturnal untuk kelanjutan acara Pendakian Gunung Semeru. Hari demi hari, akhirnya hari
terakhir ujian tiba.
Mencoba mengingat betapa sibuknya aku yang mengurus ujian, proposal nocturnal, dan
beasiswa. Dan hari ini pengumuman tahap seleksi terakhir beasiswa Australia. Tania dan Aku
berharap kita tetap lolos seperti tahap sebelumnya. Namun sayangnya, Tania tidak lolos dalam
tahap ini. Aku merasa sedih karena tidak ada teman, untuk mengambil beasiswa ini. Tania tetap
mendukungku untuk mengambilnya.
Besok menjadi batas waktu untuk mengambil beasiswa ini, aku harus benar-benar
memikirkan masa depanku. Mendapat beasiswa menjadi salah satu impianku, setidaknya aku
bisa merasakan kuliah diluar negeri. Jika aku berada diluar negeri aku mendapat teman baru,
ilmu dan wawasan yang luas. Aku memutuskan untuk mengambil beasiswa Australia dengan
mengkonfirmasi panitia beasiswa. Panitia beasiswa memberi balasan, bahwa lusa aku akan
terbang ke Australia.
Aku harus menelepon ayah dan ibu, membayangkan betapa bahagianya wajah mereka.
Sudah hampir satu semester aku kuliah, akhirnya tidak sia-sia juga. Mengambil ponsel, menekan
nomor telepon mereka, dan tersambunglah telepon itu. Secara langsung aku memberitahu
kejutan beasiswa Australia. Respon mereka sangat mendukung, mereka juga akan mengantarkan
aku ke Bandara Adi Sumarmo. Malam ini juga ayah dan ibu menuju Solo. Aku sudah tidak sabar
menunggu kedatangan mereka.
Kemarin Tania memberitahu aku bahwa hari ini dia Lomba tari tradisional ISI. Selesai
kuliah, aku datang ke ISI untuk menyemangatinya. Acaranya sangat meriah. Gerakan tarian
Tania terlihat luwes. Aku berharap Tania mendapat Juara I dalam perlombaan ini, aku berada
disana sampai acara selesai. Sudah berlangsung lama acara itu, akhirnya tiba dipenghujung
acara. Tania memintaku untuk mendoakannya agar mendapat Juara I, karena Juara I akan
mendapat beasiswa kuliah di New Zeland. Deg deg deg, Tania hanya bisa pasrah dan berdoa
kepada Allah SWT.
Disebutlah Tania sebagai Juara I oleh juri perlombaan, wah sangat bahagia, ekspresi yang
ditunjukan wajah Tania. Medali, sertifikat dan berkas-berkas beasiswa diserahkan kepada Tania.
Aku mengucapkan selamat dan memeluk dirinya. Akhirnya kita bisa mendapatkan beasiswa
walaupun beda negara. Kami berdua percaya dimana suatu hari nanti setelah kita sukses bisa
bertemu kembali.
Akhirnya ayah dan ibu tiba saat malam hari. Mereka membersihkan tubuh, dilanjut
makan malam bersamaku. Setelah makan malam berakhir, ayah meminta aku untuk mengecek
kelengkapan berkas beasiswa. Selesai mengecek berkas, Ibu menyuruhku untuk segera tidur,
agar bedok saat keberangkatan badan lebih fresh. Segera aku menuju kamar, tempat paling
istimewa bagiku.
Suara adzan berkumandang, ayam berkokok. Waktu subuh telah tiba. Aku terbangun dari
kasur empuk, untuk sholat dan berdoa kepada Allah meminta perlindungan-Nya. Kemudian
selesai sholat aku melipat mukena dan sajadah. Mengambil handphone, meminta Tania untuk
datang di bandara saat keberangkatanku ke Australia. Mengambil handuk, berjalan menuju
kamar mandi lalu mengguyur tubuh untuk mandi pagi. Bau harum masakan ibu tercium, segera
aku mengambil piring menuju meja makan. Selesai makan, kita berangkat menuju bandara.
“Trinting” ringtone handphoneku berbunyi. Balasan dari Tania, dia akan datang ke bandara
untuk keberangkatanku menuju Australia. Dia juga akan ke bandara besok, untuk mengambil
studi beasiswanya ke New Zeland. Sayangnya, aku tidak bisa menemani dirinya untuk
keberangkatan ke New Zeland.
Setibanya di Bandara Adi Soemarmo, Tania sudah datang terlebih dahulu. Aku berlari
menuju Tania untuk memeluknya sebagai salam perpisahan. Tanpa disadari setetes air mata
keluar dari mata Fasya. Mereka berdua terlihat memeluk erat, satu sama lain. Setelah beberapa
menit, pelukan mereka terlepas. Fasya memberikan suatu barang kepada Tania, sebagai barangan
kenangan. Tania berjanji akan menyimpannya. Waktu keberangkatan hampir dekat, Fasya
gantian memeluk orangtuanya dan memohon doa restu agar studi beasiswanya lancar dan sukses.
Suasana pecah, isak tangis terdengar. Fasya juga memeluk orangtuanya sangat erat, suatu hari
nanti dia pasti akan merindukan kedua sosok motivasi dan inspiratifnya.
Orang – orang sudah mulai membawa koper menuju pesawat. Mau tidak mau, Fasya
harus segera pergi menuju pesawat. Dia berjalan sambil melambaikan tangan kepada Tania dan
orangtuanya. setelah Fasya berangkat, Tania berpamitan kepada orang tua Fasya dan memohon
doa restu, bahwa dia juga akan pergi menempuh studi beasiswa ke New Zeland besok. Orang tua
Fasya mendoakannya agaar studi beasiswanya sukses. Tania mengamini perkataan beliau dan
berpamitan untuk pulang.
Tania mulai mempersiapkan segala keperluan ke New Zeland. Dia tidak lupa membawa
barang kenangan dari Fasya, ternyata barang kenangan itu adalah kalung emas. Semua barang
bawaan dicek kemballi olehnya, mulai dari pakaian, buku-buku, selendang tari, dan dokumen-
dokumen. Dia takut jika ada barang yang tertinggal. Waktu yang dihabiskan Tania untuk
mempersiapkan barang bawaan cukup lama. Hingga waktu magrib tiba, dia baru akan mandi dan
melaksanakan solat magrib. “Wiung” ringtone handphone Tania berbunyi. Selesai solat dia
membuka handphonenya, ternyata chat dari Fasya. Chat itu berisi kabar bahwa Fasya telah tiba
di Australia, mereka berdua terlalu asik saat chattingan. Jam dinding kamar Tania menunjukkan
pukul 22.00 WIB. Tania harus segera tidur, karena besok hari keberangkatannya ke New Zeland.
Akhirnya Tania mengakhiri chattingnya, dan diakhir perkataannya Fasya. Dia meminta maaf
tidak bisa mendampinginya, selain itu dia juga menyemangati Tania.
Pagi hari tiba, Tania bersiap untuk menuju bandara, setibanya di bandara dia teringat
kejadian kemarin. Bahwa dia dan Fasya berpelukan dan mennagis bersama. Sebelum menuju
pesawat dia berpamitan kepada orangtuanya, seketika suasana berubah menjadi sedih. Dari jauh
terlihat sosok orangtua Fasya. Semakin dekat semakin terlihat jelas, bahwa itu benar orang
tuanya Fasya. Tania terkejut dan terharu, mereka datang kesini. Tania juga berpamitan kepada
mereka. Walaupun dalam keadaan sedih, Tania harus segera menarik kopernya dan berjalan
menuju pesawat, namun sebelum itu dia mengabari Fasya bahwa dia akan naik pesawat.

Anda mungkin juga menyukai