DISUSUN OLEH :
APOTEKER ANGKATAN XL
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Apoteker Pada
Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Institut Sains Dan
Teknologi Nasional
Di Susun Oleh:
Ikbal Mubarok 20340076
Nabila Azis Adelina 20340103
Herlina Maulida 20340121
Disetujui oleh:
Pembimbing
Institut Sains dan Teknologi Nasional
Penulis
DAFTAR ISI
Gambar Halaman
Gambar 1 Sistem Distribusi Obat Resep Individual Sentralisasi............................................
Gambar 2 Sistem distribusi obat lengkap di ruang (floor stock)
Gambar 3 Sistem distribusi obat kombinasi ruang individual dan persediaan di ruang
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1
kesehatan yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug
oriented) berkembang menjadi pelayanan komprehensif yang berorientasi
kepada pasien (patient oriented) meliputi pelayanan obat dan pelayanan
farmasi klinik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Salah satu upaya untuk membekali calon apoteker dengan
meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan bekerja
sama dengan profesi kesehatan lainnya yaitu dengan program Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit yang dilaksanakan secara daring
pada periode Maret sampai dengan April 2021, sehingga diharapkan calon
Apoteker memiliki bekal ilmu tentang Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang
dapat mengabdikan diri sebagai Apoteker yang professional serta dapat
memberikan wawasan kepada calon apoteker mengenai perannya di Rumah
Sakit.
2
2. Calon apoteker mendapatkan pengalaman dalam mempraktikkan asuhan
kefarmasian agar tercapai tujuan terapi bagi pasien.
3. Calon apoteker mendapatkan pengalaman dalam berkomunikasi dan
berinteraksi dengan pasien dan tenaga kesehatan lain.
4. Calon apoteker mendapatkan pengalaman dalam menyusun rencana
pengelolaan perbekalan farmasi dan alat kesehatan serta pengembangan
sumber daya manusia.
5. Calon apoteker mendapatkan pengalaman dalam menyusun rencana
pengembangan praktik kefarmasian yang berorientasi pada pelayanan
farmasi klinik.
3
BAB II
TINJAUAN UMUM
4
yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang industri rumah sakit
(Depkes, 2016).
2.1.2 Landasan Hukum
Peraturan perundang – undangan yang mengatur tentang Rumah
Sakit dan Kegiatannya adalah:
a. Undang – Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
b. Undang – Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
c. Undang – Undang No 46 Tahun 2019 tentang Tenaga Kesehatan.
d. Undang – Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
e. Undang – Undang No 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
f. Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan
g. Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
h. Peraturan Menteri Kesehatan No 72 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
i. Peraturan Menteri Kesehatan No 3 Tahun 2015 tentang Peredaran,
Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor.
j. Peraturan Menteri Kesehatan No 7 Tahun 2018 tentang Perubahan
Penggolongan Narkotika
k. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Psikotropika
l. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 tahun 2010
tentang Prekursor.
5
1) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
2) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai
kebutuhan medis.
3) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan
kesehatan.
4) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan.
6
B. Klasifikasi Rumah Sakit Khusus:
1. Rumah Sakit khusus kelas A merupakan Rumah Sakit khusus
yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 100
(seratus) buah.
2. Rumah Sakit khusus kelas B merupakan Rumah Sakit khusus
yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 75 (tujuh
puluh lima) buah.
3. Rumah Sakit khusus kelas C merupakan Rumah Sakit khusus
yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 25 (dua puluh
lima) buah.
7
melapor kepada kepala dinas kesehatan daerah kabupaten/kota
tempat pelayanan kesehatan diberikan.
c) Rumah Sakit lapangan, merupakan Rumah Sakit yang didirikan
di lokasi tertentu dan bersifat sementara selama kondisi
darurat dan masa tanggap darurat bencana, atau selama
pelaksanaan kegiatan tertentu. Rumah Sakit lapangan dapat
berbentuk tenda, kontainer, atau bangunan permanen yang
difungsikan sementara sebagai Rumah Sakit.
9
g) telinga-hidung-tenggorok kepala leher;
h) paru;
i) ketergantungan obat;
j) bedah;
k) otak;
l) orthopedi;
m) kanker; dan
n) jantung dan pembuluh darah.
10
a) tenaga medis;
b) tenaga keperawatan dan/atau tenaga kebidanan;
c) tenaga kefarmasian;
d) tenaga kesehatan lain; dan
e) tenaga non kesehatan, sesuai dengan pelayanan kekhususan
dan/atau pelayanan lain di luar kekhususannya.
11
2.2.2 Tugas dan Fungsi
Menurut Permenkes No 72 Tahun 2016, tugas dari IFRS antara lain:
A. Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi:
1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi
seluruh kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan
profesional serta sesuai prosedur dan etik profesi.
2. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien.
3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna
memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan
risiko.
4. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta
memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien.
5. Berperan aktif dalam Tim Farmasi dan Terapi.
6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan
Pelayanan Kefarmasian.
7. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium Rumah Sakit.
B. Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi :
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai:
a. Memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sesuai kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.
b. Merencanakan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai secara efektif, efisien dan optimal.
c. Mengadakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat
sesuai ketentuan yang berlaku.
12
d. Memproduksi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit.
e. Menerima Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang
berlaku.
f. Menyimpan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian.
g. Pendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai ke unit-unit pelayanan di Rumah Sakit.
h. Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu.
i. Melaksanakan pelayanan Obat “unit dose”/dosis sehari.
j. Melaksanakan komputerisasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (apabila sudah
memungkinkan).
k. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait
dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai.
l. Melakukan pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang sudah tidak dapat
digunakan.
m. Mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai.
n. Melakukan administrasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
2. Pelayanan Farmasi Klinis
D. Sarana
Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus
didukung oleh sarana dan peralatan yang memenuhi ketentuan dan
perundang- undangan kefarmasian yang berlaku. Lokasi harus menyatu
dengan sistem pelayanan rumah sakit, dipisahkan antara fasilitas untuk
15
penyelenggaraan manajemen, pelayanan langsung kepada pasien,
peracikan, produksi dan laboratorium mutu yang dilengkapi penanganan
limbah.
Fasilitas ruang harus memadai dalam hal kualitas dan kuantitas
agar dapat menunjang fungsi dan proses pelayanan kefarmasian,
menjamin lingkungan kerja yang aman untuk petugas, dan memudahkan
sistem komunikasi rumah sakit.
1. Fasilitas utama dalam kegiatan pelayanan di Instalasi Farmasi, terdiri
dari:
a. Ruang Kantor/Administrasi.
b. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai.
c. Ruang distribusi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai.
d. Ruang konsultasi/konseling obat
Ruang konsultasi/konseling obat harus ada sebagai
sarana untuk apoteker memberikan konsultasi/konseling pada
pasien dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan
kepatuhan pasien. Ruang konsultasi/konseling harus jauh dari
hiruk pikuk kebisingan lingkungan rumah sakit dan nyaman
sehingga pasien maupun konselor dapat berinteraksi dengan
baik. Ruang konsultasi/konseling dapat berada di instalasi
farmasi rawat jalan maupun rawat inap.
e. Ruang Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan Informasi Obat dilakukan di ruang tersendiri
dengan dilengkapi sumber informasi dan teknologi komunikasi,
berupa bahan pustaka dan telepon.
f. Ruang Produksi.
g. Laboratorium Farmasi.
16
Dalam hal Instalasi Farmasi melakukan kegiatan penelitian
dan pengembangan yang membutuhkan ruang laboratorium
farmasi.
h. Ruang Aseptic Dispensing
17
Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk
merealisasikan perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari
orientasi produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi Apoteker
perlu ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan paradigma tersebut
dapat diimplementasikan. Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien agar
terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum.
Dengan demikian, para Apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan menjadi
tuan rumah di negara sendiri.
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu
kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi
klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana,
dan peralatan.
A. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
Kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai meliputi:
1. Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
kebutuhan. Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis ini berdasarkan:
1) Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan
terapi.
2) Standar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang telah ditetapkan.
3) Pola penyakit.
4) Efektifitas dan keamanan.
5) Pengobatan berbasis bukti.
18
6) Mutu.
7) Harga.
8) Ketersediaan di pasaran.
2. Perencanaan kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk
menentukan jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan hasil
kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat
jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
3. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif
harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat
dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan
merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari
pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara
kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan
pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses
pengadaan, dan pembayaran. Pengadaan dapat dilakukan melalui:
1) Pembelian.
2) Produksi Sediaan Farmasi.
3) Sumbangan/Dropping/Hibah.
4. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin
kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan
harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan
kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan
barang harus tersimpan dengan baik.
5. Penyimpanan
Setelah barang diterima di instalasi farmasi perlu
dilakukan penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian.
19
Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian
yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan,
sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi,
bentuk sediaan, dan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai dan disusun secara alfabetis dengan
menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In
First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.
Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA =
Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus
diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan
pengambilan obat.
6. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam
rangka menyalurkan / menyerahkan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai dari tempat penyimpanan
sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu,
stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Rumah sakit harus
menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin terlaksananya
pengawasan dan pengendalian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai di unit pelayanan. Sistem distribusi di unit
pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
1) Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock).
2) Sistem Resep Perorangan.
3) Sistem Unit Dosis.
4) Sistem Kombinasi.
7. Pemusnahan dan Penarikan
20
Pemusnahan dilakukan untuk sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai bila:
1) Produk tidak memenuhi persyaratan mutu.
2) Telah kadaluwarsa.
3) Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan.
4) Dicabut izin edarnya
21
2) Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam
waktu tiga bulan berturut-turut (death stock).
3) Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.
9. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan
berkesinambungan untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang
sudah berlalu.
22
proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh
obat/sediaan Farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan,
riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data
rekam medik/pencatatan penggunaan obat pasien.
3. Rekonsiliasi Obat
23
2) Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang
berhubungan dengan obat/ sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai Pakai, terutama bagi Komite/Tim
Farmasi dan Terapi.
3) Menunjang penggunaan obat yang rasional.
5. Konseling
24
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
27
2) Melakukan seleksi dan evaluasi obat yang akan masuk dalam
Formularium Rumah Sakit.
3) Mengembangkan standar terapi.
4) Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan obat.
5) Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan obat yang
rasional.
6) Mengkoordinir penatalaksanaan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
(ROTD).
7) Mengkoordinir penatalaksanaan medication error.
8) Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan obat di
Rumah Sakit.
28
pakar-pakar dari dalam maupun luar rumah sakit sehingga dapat
memeberikan masukan bagi pengelolaan kegiatan di KFT.
5) Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat KFT diatur oleh
sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat.
6) Membina hubungan kerja dengan panitia lain di dalam rumah sakit
yang sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat.
2.3.4 Fungsi dan Ruang Lingkup Komite Farmasi dan Terapi
Fungsi dan ruang lingkup Komite Farmasi Terapi meliputi:
1) Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya.
Pemilihan obat untuk dimasukkan dalam formularium harus
didasarkan pada evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi,
keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi
obat, kelompok dan produk obat yang sama.
2) Panitia farmasi dan terapi harus mengevaluasi dan menyetujui atau
menolak obat yang akan diusulkan (formulir usulan obat formularium)
3) Membantu IFRS mengembangkan tinjauan kebijakan penggunaan
obat di RS
4) Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat dengan mengkaji
medical record pasien (audit medik), mengumpulkan dan meninjau
laporan MESO, menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut
obat ke staf medis dan perawat.
29
2.3.6 Peran dan Tugas Apoteker dalam Komite Farmasi dan Terapi
Peran dan tugas apoteker di dalam Komite Farmasi dan terapi meliputi:
1) Menjadi salah seorang anggota panitia (wakil ketua / sekretaris)
2) Menetapkan jadwal pertemuan
3) Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan
4) Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk
pembahasan dalam pertemuan
5) Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan
pada pimpinan rumah sakit
6) Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan
kepada seluruh pihak yang terkait
30
c. Membahas usulan tersebut dalam rapat Komite / Tim Farmasidan
Terapi, jika diperlukan dapat meminta masukan dari para
spesialis.
d. Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite / Tim
Farmasi dan Terapi, dikembalikan ke masing-masing SMF untuk
mendapatkan umpan balik.
e. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF.
f. Menetapkan daftar obat yang masuk ke dalam
FormulariumRumah Sakit
g. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi
h. Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada
staf dan melakukan monitoring
Kriteria pemilihan obat untuk masuk Formularium RumahSakit:
a. Mengutamakan penggunaan obat generik
b. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita
c. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas
d. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
e. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
f. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan olehpasien
g. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang
tertinggiberdasarkan biaya langsung dan tidak lansung; dan
h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah danaman
(evidence based medicines) yang paling dibutuhkanuntuk
pelayanan dengan harga yang terjangkau.
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap Formularium
Rumah Sakit, maka Rumah Sakit harus mempunyaikebijakan terkait
dengan penambahan atau pengurangan obatdalam Formularium
Rumah Sakit dengan mempertimbangkanindikasi penggunaaan,
efektivitas, risiko, dan biaya.
31
2.4 Central Strelire Supply Department (CSSD)
Menurut buku pedoman instalasi pusat sterilisasi tahun 2009.
Sterilisasi adalah suatu proses pengolahan alat atau bahan yang bertujuan
untuk menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroba termasuk endospore
dan dapat di lakukan dengan proses kimia atau fisika. Instalasi pusat
sterilisasi memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya untuk melayani dan
membantu semua unit di rumah sakit yang membutuhkan barang dan alat
medik dalam kondisi steril.
33
8. Penyimpanan: Harus diatur secara baik dengan memperhatikan
kondisi penyimpanan yang baik
9. Distribusi: Dapat dilakukan berbagai sistim distribusi sesuai dengan
RS masing-masing
35
Limbah farmasi mencakup semua produk obat, farmasi,
vaksin, dan serum yang sudah kadaluarsa, tidak digunakan,
tumpah, terkontaminasi, yang tidak diperlukan lagi dan harus
dibuang dengan tepat.
B. Limbah Non Medis Padat
Non medis semua sampah padat diluar sampah medis yang
dihasilkan dari berbagai kegiatan seperti kantor atau administrasi, unit
perlengkapan, ruangan tunggu, rawat inap, unit gizi, dapur, halaman
parkir dan unit pelayanan. Penanganan limbah non medis dengan cara
dimasukkan ke dalam kantong plastik HITAM dan dibuang di tempat
pembuangan akhir.
36
b. Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu
pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau
paling lama 24 jam.
37
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
3.2.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
1. Pemilihan
Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP) Rumah Sakit sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan:
a. Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi
b. Standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai (BMHP) yang telah ditetapkan
c. Pola penyakit
40
8. Pengendalian
Pengendalian di Rumah Sakit dilakukan terhadap jenis dan
jumlah persediaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dan harus dilakukan oleh
Instalasi Farmasi bersama dengan Komite/Tim Farmasi dan Terapi di
Rumah Sakit. Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) adalah untuk:
a. Penggunaan obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit
b. Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi
c. Memastikan persediaan efektif dan efisien/tidak terjadi kelebihan
dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan
kehilangan serta pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) adalah:
a. Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow
moving)
b. Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam
waktu tiga bulan berturut-turut (death stock)
c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.
9. Administrasi
Administrasi di Rumah Sakit dilakukan secara tertib dan
berkesinambungan untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang
sudah berlalu. Kegiatannya terdiri dari:
a. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan di Rumah Sakit meliputi
perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian,
44
5. Konseling
Konseling obat di Rumah Sakit merupakan suatu aktivitas
pemberian nasihat atau saran terkait terapi obat dari Apoteker
(konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk
pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas
kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan
dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling
yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga
terhadap Apoteker. Pemberian konseling obat bertujuan untuk
mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko Reaksi Obat
yang Tidak Diinginkan (ROTD), dan meningkatkan cost-
effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan
penggunaan obat bagi pasien (patient safety).
Tujuan Konseling Obat
55
6. Visite
Visite di Rumah Sakit merupakan salah satu kegiatan
kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan Apoteker secara
mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah
terkait obat, memantau terapi obat dan Reaksi Obat yang Tidak
Diinginkan, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan
menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta
profesional kesehatan lainnya. Visite juga dapat dilakukan pada
pasien yang sudah keluar Rumah Sakit baik atas permintaan
pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit yang biasa
disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home
Pharmacy Care).
Tujuan visite:
56
Resep individual adalah resep yang ditulis dokter untuk tiap pasien,
sedangkan sentralisasi ialah semua resep tersebut yang disiapkan dan
61
A. Keuntungan
Dokter Pasien
Persediaan di ruang
Pengendalia oleh perawat Persediaan IFRS
Dikendalikan apoteker
Dokter Pasien
1. Keuntungan
Sistem distribusi obat kombinasi ini memiliki beberapa
keuntungan yaitu:
a. Semua resep individual dikajilangsung oleh apoteker
b. Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker,
dokter, perawat, peasien.
c. Obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi pasien (obat
persediaan di ruang).
65
1. Keuntungan
Keuntungan sistem distribusi obat ini adalah sebagai berikut :
66
Dokter Pasien
Dokter Pasien
Dosis unit
Siap konsumsi
3. Obat-Obat sitostatika.
a. Rekam medis
b. Salinan resep yang dibawa pasien (jika ada)
c. Resep pasien
d. Formulir/lembar catatan farmasi klinik (sesuai kebijakan di rumah
sakit)
Adapun alur pelayanan farmasi rawat inap yaitu sebagai berikut :
a. Penerimaan Resep
1) Resep di order oleh dokter.
2) Bagian Farmasi Rawat Inap akan menerima resep dan kemudian
dilakukan skrining secara klinis meliputi riwayat alergi pasien,
perhitungan dosis, frekuensi pemberian, ada tidaknya duplikasi
terapi, interaksi obat dan pasien dalam keadaan hamil.
3) Obat yang sudah diambil diletakkan dalam keranjang yang
dibedakan berdasarkan jenis prioritas berdasarkan warna. Merah
untuk resep obat cito, putih untuk obat reguler, dan keranjang
warna biru untuk obata pulang.
b. Penyiapan Resep
1) Obat disiapkan berdasarkan prioritas resep. Obat dan alkes yang
diresepkan disiapkan oleh asisten apoteker.
2) Setelah obat dan alkes yang diresepkan siap, kemudian
dilakukan pembuatan etiket. Pada etiket akan tertera nama
pasien, nomor medical record, tanggal resep, tanggal lahir
pasien, nama obat/alkes, dosis pemberian obat, tanggal
kadaluarsa, dan keterangan lainnya yang diperlukan.
3) Obat dan alkes dikemas dan diberi etiket.
4) Dilakukan skrining akhir kemudian dilakukan penyerahan.
c. Prosedur penyerahan:
1) Obat yang telah selesai disiapkan divalidasi oleh apoteker atau
asisten apoteker yang kompeten dengan memastikan kesesuaian
resep, etiket dan obat meliputi:
74
5. Konseling
Pelaksanaan konseling dilakukan sebagai berikut:
a. Konseling pasien rawat jalan
1) Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
2) Menulis identitas pasien (nama, jenis kelamin, tanggal lahir),
nama dokter, nama obat yang diberikan, jumlah obat, aturan
pakai, waktu minum obat (pagi, siang, sore, malam).
3) Jika ada informasi tambahan lain dituliskan pada keterangan.
4) Menemui pasien/keluarga di ruang konseling.
5) Memastikan identitas pasien dengan cara menanyakan dengan
pertanyaan terbuka minimal 2 identitas: nama lengkap dan
tanggal lahir.
6) Mengidentifikasi dan membantu penyelesaian masalah terkait
terapi obat.
7) Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui
Three Prime Questions, yaitu:
(1) Apa yang disampaikan dokter tentang obat anda?
(2) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian
obat anda?
(3) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang
diharapkan setelah anda menerima terapi obat tersebut dan
efek samping yang mungkin terjadi?
8) Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan
kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat.
9) Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan
masalah penggunaan obat.
10) Memberikan informasi dan edukasi obat kepada
pasien/keluarga, terutama untuk obat yang akan digunakan
82
6. Visite/Ronde Bangsal
a. Visite mandiri:
Kelebihan:
1) Waktu pelaksanaan visite lebih fleksibel
2) Memberikan edukasi, monitoring respons pasien terhadap
pengobatan
3) Dapat dijadikan persiapan untuk pelaksanaan visite bersama tim
Kekurangan:
84
b. Visite Tim:
Kelebihan:
1) Dapat memperoleh informasi terkini yang komprehensif
2) Sebagai fasilitas pembelajaran
3) Dapat langsung mengkomunikasikan rekomendasi mengenai
masalah terkait obat
Kekurangan: Waktu pelaksanaan visite terbatas sehingga diskusi
dan penyampaian informasinya kurang lengkap
91