Anda di halaman 1dari 2

QUARTER LIFE CRISIS: SEBUAH MASA YANG PENUH DENGAN TANDA TANYA

Fase transisi antara remaja munuju dewasa muda tersebut dikenal dengan istilah emerging
adulthood. Istilah emerging adulthood dikemukakan pertama kali oleh Arnett (2001; Balzarie et
al, 2019), fase ini dimulai dari kisaran usia mulai 18 tahun hingga 25 tahun. Pada masa ini
individu memperoleh banyak tuntutan dari lingkungan. Pada fase ini, individu mengalami
ketidakstabilan dan berupaya untuk mengeksplorasi diri baik dalam hal percintaa, pendidikan
hingga pekerjaan, (Tanner et al, 2008; Balzarie et al, 2019).

Lalu apa yang terjadi pada fase ini? Permasalahan yang sering terjadi yaitu Quarter-Life Crisis.
Quarter-Life Crisis merupakan sebuah periode dimana adanya ketidakyakinan dan pertanyaan
yang tidak menentu dimana individu merasa terjebak dan sulit mencari jalan keluar dari masalah
tersebut.
Menurut Harvard Business Review, quarter-life crisis digambarkan kedalam empat fase:
1. Individu merasa terjebak di dalam sebuah komitmen, baik dalam kehidupan personal
maupun profesional.
2. Adanya perasaan loneliness, apakah dikarenakan ia pindah ke lokasi baru atau move on
dari hubungan percintaan.
3. Adanya refleksi internal, yang diikuti dengan mengeksplorasi hal baru yang menjadi
minatnya.
4. Tampak lebih bahagia saat menjalani krisis yang ia alami dan berupaya untuk mencapai
tujuan yang lebih besar.
Apa yang bisa kita lakukan dalam mengatasi quarter-life crisis?
1. Jauhkan diri dari hal-hal yang membuat kita merasa gagal

Terkadang kita merasa takut untuk mencoba hal-hal baru, misalnya ketika orang tua
menyatakan bahwa kita harus mengikuti profesi orang tua sebagai dokter sedangkan kita
lebih berminat di bidang seni dan merasa akan kesulitan untuk kuliah di bidang
kedokteran. Jangan biarkan diri kita terjebak dengan hal-hal yang akan membuat kita
merasa gagal.

2. Tetap Tenang

Saat kita menyadari bahwa diri kita “kehilangan arah”, kebanyakan orang langsung
merasa panik. Kecemasan yang kita rasakan akan membuat kita tidak dapat
mengendalikan diri, yang bisa kita lakukan adalah berupaya untuk tetap tenang. Hal ini
tidaklah mudah. Kita bisa berupaya dengan menarik napas secara perlahan, dengarkan
apa yang ada dipikiran kita sehingga mendapatkan gambaran apa yang harus kita
lakukan.

3. Temukan Hal Penting dalam Dirimu  


Untuk melihat hal penting dalam diri kita, pertanyaan dari The Art of Work yang dapat
kita gunakan:

 Apa yang kita sukai?


 Kelebihan apa yang kita miliki?
 Apa yang diperlukan lingkungan sekitar kita?

4. Membuat Rencana Tindakan

Setelah mencoba untuk tenang dan menemukan hal-hal penting dalam diri, sudah saatnya
kita menentukan tujuan dan menyusun rencana tindakan yang akan kita lakukan dalam
langkah-langkah yang jelas.

5. Berhenti membuat alasan

Semakin kita banyak membuat alasan, maka hal tersebut yang akan menahan kita untuk
dapat mencapai tujuan kita.

Referensi:
Balzarie et al. (2019). Kajian Resiliensi pada Mahasiswa Bandung yang Mengalami Quarter
Life Crisis. SPESIA, Vol 5, No 2, Prosiding Psikologi (Agustus, 2019), diakses dari
http://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/psikologi/article/download/17102/pdf

Beaton, Caroline. (2015). Quarter Life Crises 5 Steps Stop Floundering. Diakses dari
https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-gen-y-guide/201512/quarter-life-crises-5-steps-
stop-floundering pada tanggal 5 Februari 2021
Bradley University. (Tanpa Tahun). Understanding The Quarter Life Crisis. Diakses dari
https://onlinedegrees.bradley.edu/blog/understanding-the-quarter-life-crisis/ pada tanggal 5
Februari 2021
Zilca, Ran. (2016). Why Your Late Twenties is The Worst Time of Your Life Diakses dari
https://hbr.org/2016/03/why-your-late-twenties-is-the-worst-time-of-your-life pada tanggal 5
Februari 2021

Anda mungkin juga menyukai