Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Proses termal selama waktu tertentu lazim diaplikasikan pada proses

pengolahan dan pengawetan pangan contoh pada unit operasi blanching,

pengorengan, pemanggangan ataupun sterilisasi. Penerapan proses termal

bertujuan antaralain inaktivasi enzim, mematikan spora dan bakteri

pathogen. Efektivitas proses termal pada proses pengolahan dan pengawetan

pangan tergantung intensitas panas dan lama pemanasan. Makin tinggi suhu

yang digunakan, makin singkat waktu pemanasan yang digunakan untuk

mematikan mikroba (Kusnandar, 2006).

Penggunaan antioksidan sintetik seperti butylated hydroxyanisole

(BHA), butylated hydroxytoluene (BHT), phropyl gallate (PG) dan ter-

tbutylhydroquinone (TBHQ) untuk pencegahan rusak pangan karena

oksidasi sudah lama diterapkan pada industri pangan (Brewer, 2011;

Rohadi, 2017). Namun demikian penggunaan antioksidan sintetik BHA dan

BHT belum sepenuhnya diterima konsumen, karena ada kekhawatiran

bahan tersebut bersifat toksik dan karsinogenik (Madavi dan Salunke, 1995;

Buxian dan Fukuhara, 1997; Baydar dkk., 2007; Vayupharp dan

Laksanalamal. 2011).

Ekstrak teh putih diketahui bersifat sebagai antioksidan dan sudah

banyak dimanfaatkan untuk pengobatan berbagai penyakit seperti anti

peradangan (inflamasi), anti bakteri dan dapat menangkap (scavenge)

1
2

radikal bebas (Dias dkk.,2013; Rohadi dan Wahjuningsih, 2018; Thring

dkk., 2009; 2011; Almajano dkk., 2011 Lopez dkk., 2011; Perez-Jimenez

dkk., 2011; 2012). Pada saat ini banyak peneliti tertarik mempelajari

komposisi teh putih (Unachukwu dkk.,2010; Van Der Hooft dkk.,2012),

sebagai efek antitumorigenik (Wang dkk.,2008; Kumar dkk., 2012)

Aktivitas antioksidan seduhan teh putih semakin meningkat seiring

dengan peningkatan suhu ekstraksi, (Aditaningrum, 2018).Ekstrak teh putih

hasil ekstraksi dengan pelarut air diketahui memiliki kapasitas penangkapan

radikal bebas DPPH lebih baik dibanding ekstrak teh hijau, teh hitam dan

tehOolong (Lelita, 2018), namun sifat antioksidatifnya lebih lemah

dibanding ekstrak biji anggur maupun antioksidan sintetik BHA (Rohadi

dan Wahjuningsih, 2018).

Antioksidan alami bersifat sensitif terhadap suhu pemanasan, oleh

karena itu sebelum diaplikasikan pada pangan, harus diketahui stabilitasnya

terhadap perubahan suhu pemanasan.Dari latar belakang tersebut peneliti

terinspirasi untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Suhu

Pemanaan Terhadap Stabilitas Sifat Antioksidatif Ekstrak Teh (Camelia

sinensis Linn.) Jenis Teh Putih”.

B. Rumusan Masalah

Ekstrak teh putih kaya senyawa antioksidan kelompok polifenolik.

Senyawa polifenolik bersifat tidak stabil (mudah) rusak oleh pengaruh

panas, oksigen dan cahaya. Untuk diaplikasikan pada produk pangan perlu
3

diteliti stabilitas sifat antioksidatif ekstrak teh putih terhadap berbagai suhu

pemanasan terhadap suhu tinggi.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beragam suhu

pemanasan terhadap stabilitas sifat antioksidan ekstrak teh putih.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini untuk memberikan informasi berupa

stabilitas sifat antioksidatif ekstrak teh putih pada berbagai konsentrasi

suhu.

E. Hipotesis

Diduga stabilitas sifat antioksidatif ekstrak teh putih masih stabil

hingga pemanasan suhu 100°C

Anda mungkin juga menyukai