Anda di halaman 1dari 2

TUGAS GEOLOGI GEOTERMAL (GL-4042)

Ananda Berkah Pangestu – 12017025

Istilah Kaipohan didenfinisikan sebagai area yang secara aktif membentuk alterasi argilik,
dengan temperatur permukaan mendekati temperatur lingkungan sekitar, mengeluarkan gas
tanpa mata air panas yang permanen. Kaipohan pada umumnya terdistribusi di sekitar
struktur geologi, fitur termal, dan sumur geotermal.
Kaipohan sering ditandai dengan adanya tumbuhan yang mati. Tumbuhan yang tersisa
biasanya berwarna hitam, tampak memiliki bekas bakar, namun bukan karena adanya efek
panas, namun hal ini dipengaruhi oleh dehidrasi akibat kondensasi asam. Selain itu, juga
sering ditemukan hewan dan burung mati di daerah kaipohan. Hal ini diduga akibat dari
akumulasi racun pada lubang-lubang di antara tanah. Terdapat pula bau yang kuat dari
hidrogen sulfida di sekitarnya.
Di daerah Kaipohan ini tidak terdapat mata air panas yang permanen. Aliran fluida di
permukaan mungkin saja melewati kaipohan atau kolam dangkal sebagai bentuk akumulasi
air di atas lapisan lempung yang bersifat impermeable. Apabila akumulasi air ini bertemu
dengan lubang-lubang yang menghasilkan gas, maka air tersebut akan menjadi asam dan
keruh. Kemunculan air tersebut tidak merepresentasikan aliran (outflow) air yang berasal dari
arus konveksi sistem hidrotermal.
Komposisi gas kaipohan pada umumnya mengandung karbondioksida dengan persentase
hidrogen sulfida yang kecil yang merupakan karakteristik gas yang berasal dari sistem
hidrotermal yang didominansi oleh air meteorik tanpa danya campuran dengan magma
volatiles.
Akibat tidak adanya thermal outflow dari kaipohan, oleh karena itu di daerah kaipohan tidak
ditemukan adanya sinter. Namun, batuan yang berada di daerah tersebut mengalami alterasi,
pencucian (leaching), dan memiliki karakteristik berwarna abu-abu dan friable. Mineral hasil
alterasi didominasi oleh kehadiran kaolinit, dengan kandungan smektit, alunit dan native
sulfur yang lebih sedikit.
Area yang mengalami alterasi argilik secara intensif pada umumnya berasosiasi dengan
lubang panas dimana fluida dengan komponen magmatik dikeluarkan dari gunung api aktif.
Selain itu, area ini kadang terbentuk di area tanah beruap yang berasosiasi dengan fumarol
atau mata air panas (acid-sulfate). Area yang terdapat manifestasi seperti yang telah
disebutkan, dinilai sebagai uap air atau gas dari zona reservoir geotermal (vapour-dominated)
yang mencapai ke permukaan. Zona yang didominasi oleh uap air ini biasanya akan berada di
atas zona reservoir yang didominasi oleh air. (Mahon dkk., 1980a).
Kaipohan dicirikan dengan adanya aktivitas termal yang tidak jelas dan oleh transfer massa
gas dari sistem geotermal. Mata air panas dengan kandungan hidrogen sulfida atau sulfate-
bicarbonate berada di sekitar sistem geotermal yang besar. Mata air tersebut biasanya berada
pada elevasi rendah dari bagian samping sistem geotermal. Ketika hidrogen sulfida
dilepaskan bersamaan dengan gas lain yang berasal dari sistem geotermal, memasuki zona
vadose di atas permukaan air tanah, maka hidrogen sulfida akan mengalami oksidasi
membentuk asam sulfurik. Asam sulfurik ini dapat bereaksi dengan batuan samping
menghasilkan air kaya akan sulfat dengan kandungan silika yang lebih tinggi dari air tanah.
Ketika air ini turun dan menembus sampai fluida reservoir, maka akan terbentuk endapan
anhidrit dan silika. Endapan anhidrit ini akan berhubungan dengan sistem geotermal dengan
salinitas tinggi (Cope dkk., 1985).
Permeabilitas pada reservoir geotermal dengan temperatur tinggi ditandai dengan aliran air ke
bawah yang anisotropik, dimana aliran air ini akan terkonsentrasi pada struktur geologi.
Pengendapan anhidrit pada umumnya terjadi di zona ini, menyebabkan permeabilitas
menurun. Penurunan permeabilitas ini menyebabkan aliran air terhambat, namun tidak
dengan aliran gas akibatnya akuifer hidrogen sulfida dapat terbentuk di atas zona fluid mixing
dan zona pengedapan mineral. Gas mengalir ke atas dan uap air akan mengalami kondensasi
pada akuifer.
Adanya aliran gas pada akuifer menyebabkan akuifer tersaturasi oleh gas. Pada kapasitas
tertentu untuk mencairkan CO2 akan mengalami keterbatasan akibat produksi asam oleh asam
sulfurik yang menyebabkan kelarutan CO2 berkurang. Kelebihan gas akan dikeluarkan dalam
bentuk gelembung melalui akuifer sampai pada permukaan. Larutan CO2 pada air permukaan
atau hasil oksidasi dari hidrogen sulfida dapat menghasilkan asam dekat dengan fluida
permukaan menyababkan karakteristik alterasi argilik kaipohan. Sulfur mungkin akan
diendapkan karena oksidasi parsial dari hidrogen sulfida.
Kehadiran kaipohan dapat mengindikasikan lokasi pusat sistem geotermal daripada faktor-
faktor lain yang diperoleh sebelum pemboran. Selain itu, kaipohan mengindikasikan aliran
gas yang signifikan ke permukaan dari reservoir dua fasa.

DAFTAR PUSTAKA
Bogie, I., Lawless, J. V., Pornuevo, J. B. 1986. Kaipohan: An apparently nonthermal
manifestation of hydrothermal systems in the Philippines. Journal of Volcanology and
Geothermal Researh, 31 (1987) 281 – 292.

Anda mungkin juga menyukai