Leptospirosis
Leptospirosis
TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
seperti influensa, meningitis, hepatitis, demam dengue, deman berdarah dengue dan
demam virus lainnya. Kuman leptospira masuk ke dalam tubuh penjamu melalui
luka iris atau luka abrasi pada kulit, konjungtiva atau mukosa utuh yang melapisi
mulut, faring, Esofagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi droplet
dan 20 orang meninggal. Leptospirosis sering kali tidak terdiagnosis karena gejala
klinis tidak spesifik, dan sulit dilakukan konfirmasi diagnosis tanpa uji
negara telah menjadikan leptospirosis sebagai salah satu penyakit yang termasuk
Conical fever, Canine typhus, Cane cutter’s fever, Flood fever, haemorrhagic
jaundice, Icteric leptospirosis, Mud fever, Redwater of calves, Rice field fever,
Stuttgard disease, Swamp fever, Swineherd’s disease, Trench fever dan demam
kemih tikus atau untuk tipe yang berat dikenal weil disease.
13
II. PATOGENESIS
Kuman leptospira masuk ke dalam tubuh penjamu melalui luka iris atau luka
abrasi pada kulit, konjungtiva atau mukosa utuh yang melapisi mulut, faring,
osofagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi droplet infeksius dan
dilaporkan penetrasi kuman leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air,
saat banjir. Infeksi melalui selaput lendir lambung jarang terjadi, karena ada asam
lambung yang mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak virulen
gagal bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah
dan jaringan, dan kuman leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan
leptospira yang paling penting adalah perlekatannya pada permukaan sel dan
aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram negatif, dan
aktivitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit,
14
makrofag dan sel polimorfonuklear. Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira
adalah ginjal dan hati. Di dalam ginjal kuman leptospira bermigrasi ke interstisium,
hipovolemia. Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel-sel hati yang ringan, pelepasan
pembuluh darah, kelainan ini sering dijumpai pada patognomonik pada stadium
dini. Komplikasi lain berupa uveitis, iritis dan iridosiklitis yang sering disertai
dieleminasi dari semua organ kecuali mata, tubulus proksimal ginjal, dan mungkin
otak dimana kuman leptospira dapat menetap selama beberapa minggu atau bulan.
15
Gambaran patologi leptospirosis ditandai dengan terjadinya vaskulitis,
kerusakan endotel, dan infiltrasi inflamasi yang terdiri dari sel monosit, sel plasma,
a) Kerusakan hati akibat nekrosis sentrilobular yang disertai proliferasi sel kupffer.
Sering ditemukan adanya disosiasi sel-sel hati, degenerasi sitoplasma, inti sel-sel
b) Kerusakan ginjal lebih nyata dibandingkan dengan kerusakan hati, yaitu edema,
menjadi nekrosis tubulus pada kasus berat. Silinder protein, pigmen darah,
sel radang. Pada beberapa kasus terjadi miokarditis toksik atau endokarditis
akut.
16
Manifestasi klinik dengan masa inkubasi berkisar antara 7 -12 hari dengan
ringan dan berat, tetapi untuk pendekatan diagnosis klinik dan penangannya, para
leptospirosis ikterik.
Leptospirosis anikterik :
Demam ringan atau tinggi yang umumnya bersifat remiten, nyeri kepala,
menggigil, mialgia, mual, muntah dan anoreksia, nyeri kepala dapat berat, mirip
yang terjadi pada infeksi dengue, disertai nyeri retro-orbital dan fotopobia; Nyeri
otot terutama di daerah betis sehingga pasien sukar berjalan, punggung dan paha.
Nyeri ini diduga akibat kerusakan otot sehingga kreatinin fosfokinase akan
klinik leptospirosis.
17
Adanya canjungtival suffision dan nyeri tekan di daerah betis. Lemfodenopati,
meskipun jarang. Kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklitis dapat dijumpai
gejala klinik akan hilang dalam kurun waktu 2 sampai 3 minggu. Manifestasi klinik
menyerupai penyakit demam akut lain, oleh karena itu pada setiap kasus dengan
keluhan demam, harus selalu dipikirkan leptospirosis anikterik sebagai salah satu
yang meninggal akibat perdarahan masif paru dalam suatu wabah di cina.
Leptospirosis ikterik:
18
Pada leptospirosis ikterik, demam dapat persisten dan fase imun menjadi
tidak jelas atau nampak tumpang tindih dengan fase septikemia. Keberadaan fase
imun dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah kuman leptospira yang menginfeksi,
status imunologi, status gizi pasien dan kecepatan memperoleh terapi yang tepat.
enzim transaminase serum hanya sedikit meningkat, fungsi hati kembali normal
gagal ginjal akut, ikterik dan manifestasi perdarahan, yang merupakan gambaran
meskipun pada pemeriksaan fisik belum ditemukan kelainan. Kelainan timbul pada
adalah patchy alveolar pattern yang berhubungan dengan perdarahan alveoli yang
menyebar sampai efusi pleura. Kelainan pencitraan paru umumnya ditemukan pada
merupakan penyebab utama kematian yang hampir semuanya terjadi pada pasien-
koma uremia, syok septikemia, gagal kardiorespirasi dan syok hemoragik. Faktor-
adalah oliguria terutama oliguria renal, hiperkalemia, hipotensi, ronki basah paru,
19
sesak nafas, leukositosis > 12.900 per mm3 , kelainan Elektrokardiografi (EKG)
gangguan kesadaran akibat uremia) dapat menunjukkan gambaran klinik yang mirip
renal syndrome (HFRS) yang disebabkan oleh infeksi hantavirus tipe Dobrava
kadang ikterik, dan demam tifoid berat dengan komplikasi ganda (sindrom
jam pertama dalam perawatan di rumah sakit, dan yang tersering adalah blok
Hipotensi sering dijumpai pada pasien leptospirosis saat masuk rumah sakit,
dan mayoritas pasien dengan hipotensi, dan mengalami gangguan fungsi ginjal.
Kasus leptospirosis jarang dilaporkan pada anak. Hal ini mungkin disebabkan
karena tidak terdiagnosis atau karena manifestasi klinis yang berbeda dengan orang
dewasa. Pada kasus berat dijumpai miokarditis, ruam deskuamasi yang menyerupai
penyakit Kawasaki, dengan perdarahan paru. Manifestasi klinis pada kasus ringan
20
Langkah untuk menegakkan diagnosis dilakukan dengan anamnesis,
beberapa rumah sakit tidak sama, tergantung dari : jenis kuman leptospira, kekebalan
A. Anamnesis
jenis pekerjaan, dan jangan lupa menanyakan hewan peliharaan maupun hewan liar
B. Pemeriksaan fisik
Gejala klinik menonjol yaitu: ikterik, demam, mialgia, nyeri sendi serta
bilateral di palpebra pada hiri ke 3 selambatnya hari ke 7 terasa sakit dan sering
dan injeksi faring; faring terlihat merah dan bercak-bercak. Mialgia dapat sangat
hebat, pemijatan otot betis akan menimbulkan nyeri hebat dan hiperestesi kulit.
kuduk, rangsang meningeal, hipotensi, ronki paru dan adanya diatesis hemoragi.
terlihat sebagai petekie, purpura, perdarahan konjungtiva, dan ruam kulit. Ruam
C. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah
pergeseran ke kiri.
sampai 150.000 per mm3 terjadi pada 50 % pasien dan berhubung dengan
gagal ginjal, dan pertanda penyakit berat jika hitung trombosit sangat rendah
yaitu 5000 per mm 3. Laju endapan darah meninggi, dan pada kasus berat
22
ditemui anemia hipokromia mikrositik akibat perdarahan yang biasa terjadi
dengan cepat. Pada keadaan berat terdapat pula bilirubinuria, yang dapat
kemungkinan besar akan dialami semua pasien ikterik. Ureum darah dapat
dipakai sebagai salah satu faktor prognostik, makin tinggi kadarnya makin
akan terjadi anuri total. Ganguan ginjal pada pasien penyakit Weil
ditemukan proteinuria serta azotemia, dan dapat terjadi juga nekrosis tubulus
akut. Oliguria: produksi urin kurang dari 600 mL/hari, terjadi akibat
dehidrasi, hipotensi.
Pada umumnya fungsi hati normal jika pasien tidak ada gejala ikterik. Ikterik
23
yang selalu menunjukkan peningkatan bermakna SGPT dan SGOT.
mencapai 5 kali nilai normal. Pada infeksi hepatitis virus tidak dijumpai
1) Pemeriksaan langsung:
Spesimen urin diambil dengan kateter, punksi supra pubik dan urin
sedimen (10 -20 mL) diletakkan di atas kaca obyek bersih dan diberi
emas.
b) Pemeriksaan molekuler
mL urin.
25
C, drySpesimen tersebut dikirim pada suhu – 70 C dalam waktu
c) Biakan
kamar.
dan marmut muda ( 150 – 175 g), yang bukan karier kuman
leptospira.
test (MSAT)
a. LEPTO Dipstick
26
b. LeptoTek Lateral Flow Enzyme linked immunosorbent assay
(ELISA)
D. Penegakan diagnosis
Suspek, bila ada gejalaklinis, tanpa dukungan uji laboratorium. Diagnosis menurut
Faine dengan menggunakan nilai skor berdasarkan gejala klinis dan data
epidemiologi, sekarang tidak dianjurkan lagi, karena pasien dengan nilai skor
Probable bila gejala klinis sesuai leptospirosis dan hasil tes serologi penyaring
Definitif
2) Gejala klinis sesuai dengan leptospirosis dan didukung dengan hasil uji MAT
serial yang menunjukkan adanya serokonversi atau peningkatan titer 4 kali atau
E. Diagnosis banding
Leptospirosis ikterik: malaria falciparum berat, hepatitis virus, demam tifus dengan
komplokasi ganda, haemorrhagic fever with renal failure, demam berdarah virus lain
dengan komplikasi.
VI. TERAPI
Pemantauan fungsi jantung perlu dilakukan pada hari pertama rawat inap
terapi:
Doksisiklin 100 mg yang diberikan 2 kali sehari, selama 7 hari, pada anak di
Protein yang cukup mengandung asam amino esensial, diberikan sebanyak 0,2 –
Pemberian antibiotik :
Prokain penisilin 6 – 8 juta unit sehari yang diberikan 4 kali sehari intramuskular.
29
Antibiotik pada anak:
Prokain penesilin 50.000 IU/kg BB; maksimal 2 juta IU sehari yang diberikan 4
Doksisiklin pada anak >8 tahun: 2 mg/kgBB; maksimal 100 mg sehari yang
Pananganan khusus:
b. Asidosis metabolik.
VII. PENCEGAHAN
30
3) Intervensi pada pejamu manusia
DAFTAR PUSTAKA
PAPDI, 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Leptospirosis. Kumpulan dokter penyakit
dalam Indonesia.
Faine, S. 1982. Guidelines for the control of leptospirosis. Geneva: WHO Offset
Gasem, MH. 2003. Gambaran klinik dan diagnosis leptospirosis pada manusia. Dalam:
Semarang.
31