Anda di halaman 1dari 2

Pembelajaran Jarak Jauh Di Masa Pandemi Covid

Sejak diumumkan kasus pertama Covid-19 (Corona Virus Disease) oleh


Presiden Joko Widodo bersama Menteri Kesehatan. Hingga diberlakukan
PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di beberapa wilayah. Pemerintah
mengeluarkan kebijakan agar sekolah-sekolah melakukan pembelajaran jarak
jauh (PJJ). Hal ini sesuai dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia terkait Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang
Pelaksanaan kebijakan pendidikan dalam masa darurat Penyebaran Corona
Virus Disease (covid-19).Apakah Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) memiliki
dampak positif dan negatif?

Ya,sebagian masyarakat menganggap bahwa PJJ hanya menimbulkan dampak


negatif, tetapi banyak juga masyarakat yang menganggap dari Pembelajaran
Jarak Jauh menimbulkan berbagai dampak positif. Sebagian orangtua merasa
tidak masalah dengan sistem pembelajaran yang dilakukan secara daring.
Sementara sebagian lain merasa keberatan dengan sistem daring ini yang
mana mereka berpendapat bahwa “anak menjadi malas dan semakin bodoh”.

Keputusan Kemendikbud sudah tepat.Beberapa orang sangat setuju, selama


pandemi Covid-19 keputusan Pembelajaran Jarak Jauh harus tetap diberlakukan
untuk menghindari adanya siswa yang tertular virus ini.Pembelajaran jarak jauh
sangat efektif dilakukan ketika masa pandemi Covid-19 seperti sekarang.
Bahkan tanpa sadar IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) lebih berkembang
lagi dengan adanya pembelajaran online.

Padahal, belajar di rumah sesungguhnya adalah memberikan aktifitas belajar


rutin kepada peserta didik agar tetap terbiasa belajar sehingga ketika kembali ke
sekolah semangat belajar tidak padam dan pembelajaran tidak tertinggal. Dari
sisi waktu, para pelajar juga bisa lebih banyak menghabiskan waktu bersama
keluarga dan berkumpul bersama.

Seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) memberikan pendapat positif terkait sistem
pembelajaran daring, ia mengatakan bahwa “Belajar Online ini merupakan solusi
yang cocok untuk saat ini, dengan belajar online di rumah, kita sebagai orang tua
juga bisa lebih dekat dan memperhatikan proses pembelajaran anak-anak.”
Selain itu, saat siswa lebih banyak dirumah maka waktu untuk mempelajari bakat
dan minatnya lebih banyak daripada pembelajaran tatap muka yang hanya
mengejar standar kelulusan kurikulum. Mereka menganggap bahwa proses
belajar-mengajar menjadi lebih mudah dan dapat menghemat waktu serta
tenaga. Biarpun belajar secara online tidak menutup kemungkinan untuk sukses
di masa pandemi seperti ini.

Selama hamper satu tahun siswa menerima Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Tetapi, beberapa orang kurang setuju, menanggapi pembelajaran yang diserap
siswa tidak efektif karena harus dilakukan melalui online (daring). Banyak
gangguan dan ketidaknyamanan terjadi selama Pembelajaran Jarak Jauh
(PJJ).Banyak siswa yang menjadi korban pada pemberlangsungan PJJ ini, Ada
siswa yang rela mencari jaringan karena sinyal yang jelek,dan terjatuh
dikarenakan mencari jaringan,ada siswa yang tidak memiliki HandPhone (HP)
dan harus bekerja untuk membeli HP.Adapun siswa yang tidak mampu membeli
kuota dikarenakan harganya yang mahal.
Seorang ibu rumah tangga memberikan tanggapan kepada pihak Kemendikbud,
beliau berkata “Jika sekolah masih terus ditutup, apa jadinya dengan anak-anak
kami? Pasar bebas di buka banyak orang ramai berkerumun, pantai dan tempat
wisata dibuka, sarana ibadah juga sudah mulai di buka,serta mal juga sudah
dibuka” Tetapi mengapa sekolah di tutup hanya karena takut terpapar
covid?”ujar beliau.

Selain itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga menerima banyak
aduan dari orang tua siswa yang menyampaikan anak mereka stres terkait
dengan banyaknya tugas yang diberikan selama belajar di rumah. Komisioner
KPAI Retno Listyarti mengatakan “ada pemahaman yang salah dari guru-guru
terkait pembelajaran daring karena hanya memberikan tugas-tugas secara online
dan pengumpulan juga dilakukan secara online sehingga tugas menumpuk
karena semua guru bidang studi memberikan tugas.”

Melakukan sesuatu secara langsung dapat lebih membuka wawasan dan tidak
hanya terpaku dengan apa yang ditulis dalam buku. Sementara pembelajaran
daring hanya menuntut siswa untuk selalu belajar dari buku. Pelajaran seperti
olahraga juga tentu tidak hanya belajar mengenai teori namun juga mengenai
praktiknya. Tetapi, semuanya tidak akan terjadi jika pembelajaran dilakukan
secara daring.

Ada siswa yang mengalami stress akibat PJJ tersebut.Pemerintah setempat


dapat bertanggung jawab bertanggung jawab pada daerahnya masing-masing.
Untuk daerah yang sudah masuk zona hijau, memang sebaiknya mengizinkan
kegiatan belajar mengajar tatap muka. Selain itu, pihak sekolah dan orang tua
juga turut menjaga keamanan siswa selama belajar tatap muka. Kedua pihak ini
berperan besar dalam memberi pemahaman dan pengawasan terkait protokol
kesehatan para siswa.

Meninggalnya siswa di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan disebabkan karena


beban tugas, bukan karena PJJ. Kejadian tersebut harusnya menjadi evaluasi,
bagaimana menjalankan PJJ dengan tepat dan seimbang untuk kesehatan
mental siswa. Bukan malah serta merta menghentikan PJJ.

Berdasarkan kedua argumen tersebut dapat disimpulkan bahwa segala


sesuatudi dunia ini memiliki sisi positif dan negatif. Begitu pun halnya dengan
pembelajaran daring. Covid-19 bukanlah penghalang dalam pendidikan.
Meskipun belajar secara daring, tidak akan mematahkan semangat dalam
belajar dan meraih impian. Kemendikbud sebaiknya merumuskan kurikulum PJJ
yang ramah terhadap kesehatan mental siswa. Serta Kemendikbud perlu
memberi izin sekolah tatap muka dengan beberapa syarat agar tetap aman.

Anda mungkin juga menyukai