PASAL 23
ATAS JASA KONSTRUKSI BAGI
PENDAPATAN
CV. SIGMA
SKRIPSI
Oleh
Adevia Putriani
NIM 160810301129
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan perekonomian sangat berpengaruh dalam meningkatkan kesejahteraan
mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayan pembangunan
yaitu dengan menggali sumber dana dari dalam negeri salah satu sumber pembiayaan
pembangunan dalam negeri adalah melalui pajak yang dipungut kepada wajib pajak.
Karena pajak merupakan iuran atau pungutan wajib yang harus dibayar oleh rakyat
(wajib pajak) kepada negara berdasarkan undang-undang, dimana uang pajak tersebut
akan digunakan untuk kepentingan pemerintah dan kesejahteraan masyarakat umum.
Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi
penyelenggaraan pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional. Sehingga
pemerintah menempatkan kewajban perpajakan sebagai salah satu pewujudan
kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana dalam pembiayaan negara dalam
pembangunan nasional guna tercapainya tujuan negara. Negara Indonesia adalah
Negara Hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Dalam perkembangaannya telah menghasilkan pembangunan
yang pesat dalam kehidupan nasional yang perlu dilanjutkan dengan dukungan
Pemerintah dan seluruh potensi masyarakat. Keberhasilan pelaksanaan pembangunan
memerlukan dana yang tidak sedikit, kebutuhan untuk keberhasilan sifatnya proposional
dan di sesuaikan dengan kebutuhan pembangunan yang sedang dan akan berlangsung.
Kebutuhan akan dana pembangunan dapat diperoleh melalui berbagai cara yang
kesemuanya diharapkan dapat memperkuat sektor keuangan negara dalam hal ini adalah
sektor pajak.
pasal 21 undang-undang Nomr 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas
undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan (selanjutnya disebut
undang-undang PPh) mengatur tentang pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang
diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri
Judiseno (2018) mengatakan secara umum semua orang memiliki potensi sebagai
penerima penghasilan, entah masih anak-anak, bahkan bayi dan balita, remaja, dewasa
dan orang-orang yang sudah tua, termasuk yang lanjut usia sekalipun. Dari struktur
penerima sektor pajak diketahui bahwa jenis pajak penghasilan merupakan pajak yang
diharapkan sebagai sumber pemasukan yang paling besar dibandingkan jenis pajak yang
lain. Hal ini disebabkan karena potensi objek pajak yang bisa dikenakan PPh lebih besar
dibandingkan objek pajak untuk jenis pajak yang lainnya.
Dari sekian banyaknya wajib pajak, jasa kontruksi merupakan salah satu wajib
pajak menurut UU sehingga wajib untuk melaksanakan kewajiban perpajakan guna
menunjang pembangunan demi peningkatan sarana prasarana. Hal inilah sehingga
semakin banyak pajak yang bias diperoleh dari jasa kontruksi. Sehubung dengan adanya
undang-undang jasa kontruksi dapat dikenai pajak penghasilan nomor 7 tahun 1983
yang diubah terakhir menjadi UU nomor 36 tahun 2008, pada pasal 4 ayat 2 tertera
bahwa penghasilan berupa usaha jasa kontruksi dikenakan tarif final. Oleh karena itu,
perlu berbeda dalam pengenaan pajaknya, kemudian pemerintah menerbitkan PP No. 51
tahun 2008 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari jasa kontruksi peraturan
inilah yang menjadi dasar hukum pemberlakuan pajak penghasilan jasa kontruksi.
Jasa kontruksi mencakup seluruh pekerjaan yang berlangsung dari tahap awal
hingga tahap akhir suatu bangunan tuntas dikerjakan. Maka, pajaknya dapat dikenakan
mulai dari tahap konsultasi, persiapan pembangunan, dan penyelesaian tahap akhir
bangunan tersebut. Dalam jasa kontruksi ada beberapa istilah yaitu: Jasa kontruksi,
adalah seluruh layanan jasa kontruksi yang mencakup perencanaan pekerjaan kontruksi,
pelaksanaan pekerjaan kontruksi, dan konsultasi pengawasan kontruksi. Pekerjaan
konstruksi, adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegitan perencanaan atau
pelaksanaan beserta pengawasan kontruksi. Yang termasuk dalam lingkup pekerjaan ini
adalah perancangan pembangunan (arsitektural), sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata
lingkungan, baik dalam rangka membangun suatu bangunan maupun bentuk fisik lain.
Pengguna dan penyedia jasa, adalah orang pribadi atau badan yang membutuhkan
layanan jasa kontruksi sementara penyediaan jasa adalah orang peseorangan atau badan
yang aktivitas usahanya menyediakan layanan jasa kontruksi. Nilai kontrak jasa
kontruksi, adalah nilai yang tertera dalam suatu kontrak jasa kontruksi secara
keseluruhan. Sedangkan yang menjadi subjek dan objek pajak adalah wajib pajak dalam
negeri dan bentuk usaha tetap yang memperoleh pendapatan dari usaha dalam bidang
jasa kontruksi.
Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) adalah pajak yang dikenakan pada
penghasilan atas modal penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah
dipotong PPh Pasal 21. Umumnya penghasilan jenis ini terjadi saat adanya transaksi
antara pihak yang menerima penghasilan (penjual atau pemberi jasa) dan pemberi
penghasilan pihak pemberi penghasilan (pembeli atau penerima jasa) akan memotong
dan melaporkan PPh Pasal 23 tersebut kepada kantor pajak. Prosedur pembayaran dan
pelaporan PPh Pasal 23 diatur secara khusus dalam peraturan perundang undangan
perpajakan. Pembayaran PPh Pasal 23 dilakukan oleh pihak pemotong yang kemudia
menyetorkannya melalui Bnak Persepsi yang telah disetujui oleh Kementerian
Keuangan. Jatuh tempo pembayaran PPh Pasal 23 adalah tanggal 10, sebulan setelah
bulan terutang pajak penghasilan 23, sebelum melakukan pembayaran pajak harus
membuat ID Billing terlebih dahulu.
Penelitian-penelitian terdahulu dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya
adalah sebagai berikut. Penelitian oleh Monica Raditya (2016) tentang evaluasi pajak
penghasilan atas jasa konstruksi yang menyatakan bahwa menunjukkan perhitungan
PPh PT. Concretindo Citra Sarana telah sesuai berdasarkan peraturan pemerintah No. 40
tahun 2009 tentang pajak penghasilan atas jasa konstruksi. PT. Concretindo Citra
Sarana telah melaporkan SPT tahunan ke KPP Tanggerang Timur. Begitu juga dengan
Violencia C.I Kondoy (2016) tentang analisis penerapan pajak penghasilan jasa
konstruksi yang menyatakan tentang penerapan pajak penghasilan di jasa konstruksi
CV. Cakrawala. Victoria Pasari Putri (2018) dalam penelitiannya tentang analisis
hukum pajak terhadap pajak penghasilan atas usaha jasa konstruksi menyatakan
pelaksaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf d dan Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU
PPh terkait pemotongan pajak penghasilan usaha jasa konstruksi. Muhammad Rasul
(2015) tentang perlakuan perpajakan untuk usaha bidang jasa konstruksi menunjukkan
tentang kualifikasi dan klasifikasi usaha jasa konstruksi. Lain halnya dengan penelitian
yang dilakukan oleh Yul Yarnita (2013) dalam penelitiannya tentang analisis pajak
penghasilan jasa konstruksi pada PT. Stabilised Pavement INDO menyatakan bahwa
perusahaan dalam membayar pajak yang dikenakan oleh Pemerintah menjadi lebih
besar.
Objek penelitian ini berfokus pada penerpan PPh Pasal 23 atas Jasa Konstruksi
Pada Cv. Sigma. Objek penelitian ini di kantor CV. Sigma yang beralamatkan dijlan
raya Pujer Perumahan Green Palm Residence B16, dessa Sumber Salam, kecamatan
Tenggarang, kabupaten Bondowoso.
Dengan adanya PPh Pasal 23 yang mengatur tentang pajak penghasilan
khususnya di bidang konstruksi menjadi pedoman untuk CV. Sigma dapat menerapkan
PPh Pasal 23. Saat ini PPh Pasal 23 belum sepenuhnya diterapkan. Maka dari itu
peneliti melakukan penelitian dengan judul : “Pelaksanaan PPh Pasal 23 atas Jasa
Konstruksi Pada CV. Sigma Bondowoso”.
2. Manfaat Praktis
a. hasil penelitian ini diharapkan CV. Sigma dapat menerapkan Pajak
Penghasilan PPh pasal pasal 23.
b. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan mampu jadi acuan dan refrensi serta
menjadi pertimbangan dalam melakukan penelitian.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pajak
2.1.1 Pengertian Pajak
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang , dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari
kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-
sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan
nasional. Sesuai falsafal undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya
merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut
berpatisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiyaan negara dan pembangunan
nasional.
Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan
kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri
untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment
yang dianut dalam Sistem Perpajakan indonesia. Pemerintah dalam hal ini Direktorat
Jenderal Pajak, sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan,
pelayanan, dan pengawasan. Dalam melaksanakan fungsinya tersebut, Direktorat
Jenderal Pajak berusaha sebaik mungkin memberikan pelayan kepada masyarakat sesuai
visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak. Secara umum Pajak adalah pungutan wajiib
yang dibayar rakyat untuk Negara dan akan digunakan untuk kepentingan pemerintah
dan masyarakat umum.
Para ahli yang mendefinisikan pengertian pajak yaitu ( Prof.Dr.Andriani dalam
Waluyo, 2013:2), Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang
menyelenggarakan pemerintah. (Soemitro dalam Resmi, 2014:1), Pajak adalah iuran
rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan
tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. (Djajadiningrat dalam Resmi,
2014:1), pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan kekas
negara yang disebabkan suatu keadaan , kejadian, dan perbuatan yang memberikan
kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan
pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara
langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum. (Feldamnn dalam Resmi, 2014:2)
pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa
(menurut norma – norma yang ditetapkan secara umum ), tanpa adanya kontrapretasi,
dan semata – mata digunakan untuk pengeluaran – pengeluaran umum.
Ada beberapa jenis Pajak di Indonesia misalnya adalah pajak penghasilan (PPh),
pajak pertambahan nilai (PPn) , pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak daerah
seperti pajak kendaraan bermotor, pajak hotel, pajak restoran, pajak hburan dan
sebagainya. Besaran pajak pun bervariasi tergantung jenis pajak yang dikenakan.
ja anda dikenai saksi.
b. Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan
penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
c. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi
dan jasa konsultan.
d. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan dalam
Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015 dan efektif mulai berlaku pada
tanggal 24 Agustus 2015.
f. Bagi Wajib Pajak yang tidak ber- NPWP akan dipotong 100% lebih tinggi dari tarif
PPh Pasal 23.
2.2.4 Pihak pemotong PPh Pasal 23 dan Pihak yang Dikenakan PPh Pasal 23
Tidak semua pihak dapat dikenakan atau pun memotong PPh Pasal 23. Pihak-
pihak tersebut hanya mereka yang masuk pada kelompok berikut ini:
Badan pemerintah;
Subjek pajak badan dalam negeri;
Penyelenggara kegiatan;
Bentuk Usaha Tetap (BUT);
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
Wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk Direktur Jenderal
Pajak.
2. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:
b. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak
opsi
c. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP
dalam negeri, koperasi, dan BUMN/BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia dengan syarat:
a. Perencanaan Konstruksi
Usaha Perencanaan Konstruksi adalah pemberian layanan jasa perencanaan
dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian
dari kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan penyusunan
dokumen kontrak kerja konstruksi, yang dapat terdiri dari: Survei. Studi
kelayakan proyek, industri dari produksi. Perencanaan teknik, operasi dan
pemeliharaan. Penelitian. Usaha ini dilaksanakan oleh perencanaan konstruksi
yaitu Konsultan dan Designer yang wajib memiliki sertifikat keahlian.
b. Pelaksanaan Konstruksi
Usaha Pelaksanaan konstruksi adalah pemberian layanan jasa pelaksanaan dalam
pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari
kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil
pekerjaan konstruksi. Usaha ini dilaksanakan oleh pelaksana konstruksi
(kontraktor) yang wajib memiliki sertifikat ketrampilan dan keahlian kerja.
c. Pengawasan Konstruksi
Usaha pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian layanan jasa pengawasan baik
keseluruhan maupun sebagian pekerjaan pelaksanaan konstruksi mulai dari
penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil konstruksi, yang
dapat terdiri dari Pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan Pengawasan
keyakinan mutu dan ketepatan waktu dalam proses pekerjaan dan hasil
pekerjaan konstruksi.
Ketiga jenis usaha konstruksi di atas dapat berbentuk orang perseorangan atau badan
usaha, akan tetapi jika pekerjaan konstruksi yang akan dikerjakan berisiko
besar/berteknologi tiggi/ yang berbiaya besar makan pekerjaan tersebut hanya dapat
dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas atau badan usaha asing
yang dipersamakan. Adapun Perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas
konstruksi yang berbentuk badan usaha harus memenuhi ketentuan tentang perizinan
usaha di bidang jasa konstruksi, memiliki sertifikat, klasifikasi dan kualifikasi
perusahaan jasa konstruksi.
Dalam hal ini pemberi penghasilan adalah bukan badan pemerintah, subjek
pajak badan dalam negeri, betuk usaha tetap atau orang pribadi sebagai wajib pajak
dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai pemotong
pajak. Maka wajib pajak menyetor sendiri PPh yang terutang pada saat pembayaran
uang muka dan termin.
1. PPh dihitung dari penghasilan netto PPh dihitung dari penghasilan bruto
yaitu penghasilan bruto ± biaya- tanpa memperhitungkan biaya-biaya
biaya untuk memperoleh, menagih, untuk memperoleh, menagih, dan
dan memelihara penghasilan memelihara penghasilan.
3, Jumlah PPh yang dipotong pihak Jumlah PPh yang dipotong pihak lain
lain atau dibayar sendiri dapat atau dibayar sendiri tidak dapat
dikreditkan pada SPT Tahunan dikreditkan pada SPT Tahunan
“Dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% dari perkiraan
penghasilan neto atas:1) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta; 2) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi,
jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong oleh PPh pasal 21.”
Pengenaan pajak atas penghasilan dari imbalan, jasa, dan jasa lain jelas bukan
merupakan hal yang baru. Sejak berlakunya UU No. 7 Tahun 1983 tentang PPh pada
tanggal 1 Januari 1984, sifat atau system pengenaannya dilakukan melalui pemotongan
oleh pihak yang membayar penghasilan. Dalam Pasal 23 syat 1 UU No. 17 Tahun 2000
tentang PPh, dasar pengenaan dibedakan antara penghasilan bruto dan perkiraan
penghasilan neto. Dasar pengenaan PPh Pasal 23 atas penghasilan dari jasa konstruksi
adalah 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto yang ditetapkan dengan
Keputusan Direktorat Jenderal Pajak.
Nor Hasan (2018) melakukan penelitian dengan judul Kepastian Hukum Pajak
Penghasilan atas Jasa Kontruksi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Dan
memperoleh hasil yang menyatakan pajak penghasilan jasa konstruksi mampu dijawab
dengan interpretasi yang telah memenuhi 3 (tiga) asas dalam contextualism dan asas
preferensi hukum, yaitu asas lex superiori derogat legi inferior maka Pasal 23 UU PPh
lebih unggul dari pada Pasal 3 PP No. 51 Tahun 2008 juncto PP No. 40 Tahun 2009.
Maka pasal 4 ayat (2) hufut d UU PPh yang bersifat final dikenakan pada jasa
konstruksi yang memiliki kualifikasi usaha dan jika tidak memiliki kualifikasi usaha
maka tidak dikenai Pasal 4 ayat (2) huruf d UU PPh, melainkan dikenai Pasal 23 UU
PPh.
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan untuk menganalisis penerapan PPH Pasal 23 pada CV
Sigma adalah penelitian kualitatif. Penelitian Kualitatif menurut Teguh (2005)
merupakan penelitian yang dilkukan untuk menggambarkan sesuatu yang tengah
berlangsung pada saat riset dilakukan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang
terjadi disekitar objek penelitian.
Jika dilihat dari karakteristiknya, penelitian ini menggunakan pendekatan studi
kasus. Pendekatan studi kasus merupakan penelitian dengan melakukan eksplorasi
secara mendalam terhadap program, kejadian, proses, aktivitas terhadap satu atau lebih
orang, Creswell (2017). Suatu kasus terikat oleh waktu dan aktivitas, maka penelitian
melakukan pengumpulan data dengan menggunakan berbagai prosedur data dalam
waktu tertentu.