Anda di halaman 1dari 6

Nama: Meliana

NIM: 1820610037

Kelas: AKSYA-5A

Tugas 11 Manajemen Pajak Pada Transaksi Khusus

1. Materi Fenomena Pemajakan Usaha Jasa Kontruksi


2. Hal yang menarik pada materi Fenomena Pemajakan Usaha Jasa Kontruksi
ialah semua unit bisnis dituntut untuk berbenah diri agar bisa menjaga
kelangsungan usahanya ditengah kompetisi yang semakin tajam dihampir
semua sektor. Suatu perusahaan dapat mengungguli kinerja perusahaan lain
dengan strategi yang berbeda, misalnya dengan membuat produk serupa
dengan harga yang lebih rendah, atau membuat produk yang unik sehingga
konsumen bersedia membayar harga premium yang melampaui biaya untuk
menciptakan diferensiasi produk tersebut. Dua sumber keunggulan bersaing
itu menentukan pendekatan dikotomi terhadap strategi bisnis.
3. Usaha jasa kontruksi adalah salah satu usaha dalam sector ekonomi yang
berhubungan dengan suatu perencaan atau pelaksanaan dan atau
pengawasan suatau kegiatan kontruksi/infrastruktur untuk membentuk
suatu bangunan atau bentuk fisik lain yang dalam pelaksanaan, penggunaan
dan pemanfaatan bangunan tersebut menyangkut kepentingan,
kebermanfaatan dan keselamatan masyarakat pemakai/pemanfaat bangunan
tersebut, tertib pembangunannya serta kelestariannya lingkungan hidup.
Pemajakan usaha jasa kontruksi bermula dari pemberlakuan PPh Pasal
4 ayat (2) yang mulai marak sejak tahun 1995, menyusul diberlakuannya
UU PPh No. 7 Tahun 1983 dimana pemerintah diberi wewenang yang
sangat luas, bahkan ada yang menyebut wewenang itu sebagai cek atau
mandat kosong, untuk mengenakan pajak final atas berbagai macam jenis
penghasilan, hingga diredam dengan berlakunya UU PPh No. 36 tahun
2008, namun ambivalensi dalam pemajakan usaha jasa kontruksi masih saja
terjadi. Perpajakan meliputi pembaruan kebijakan dan administrasi, telah
berhasil mendorong peningkatan penerimaan pajak secara signifikan dari
tahun ke tahun, meski masih banyak kendala baik dalam administrasi
pemungutan pajak , pemeriksaan, keberatan pajak dan keadilan pajak serta
kepatuhan wajib pajak, sebagai implikasi dari kebijakan dan administrasi
perpajakan itu. Pembaruan kebijakan perpajakan dilakukan antara lain
melalui revisi atau amandemen UU PPh, UU PPN, & PPnBM, UU KUP,
dan UU Pajak lainnya.
➢ Fenomena keadilan dalam sistem PPh final
Usulan PPh final untuk jasa kontruksi mengemuka saat asosiasi
Gapeksi (Gabungan Pelaksana Kontruksi Seluruh Indonesia)
mengadakan kongres di Surabaya dan disetujui oleh pemerintah.
Perlakuan PPh final ini dimaksudkan untuk memebrikan kemudahan
dan kesederhanaan dalam menghitung pengenaan Pajak Penghasilan,
sehingga tidak emnambah beban administrasi wajib pajak amupun
Direktorat Jenderal Pajak, serta memberi kepastian hukum bagi wajib
pajak yang bergerak dibidang usaha jasa kontruksi dalam memenuhi
kewajiban perpajaknnya.
Gayung pun bersambut, pada akhir Desember 1996 terbit peraturan
pemerintrah no. 73/1996 tentang PPh atas penghasilan usaha jasa
kontruksi dan jasa konsultan untuk seluruh level usaha menetapkan:
• Atas imbalan jasa pelaksana kontruksi dikenakan PPh final 2% dari
nilai bruto.
• Atas jasa perencanaan, pengawasan kontruksi, dan konsultan
dikenakan 4%.
➢ Ketentuan tarif umum PPh final jasa kontruksi
Ketentuan PPh final jasa kontruksi telah diatur dalam Pasal 4 ayat
(2) UU PPh dan PP Nomor 51 Tahun 2008. Tarif PPh yang dikenakan
pada usaha jasa kontruksi diberlakukan berdasarkan kepemilikan dan
masa berlaku sertifikat badan usaha (SBU) yang dimiliki wajib pajak.
➢ Tarif pajak berdasarkan Sertifikat Badan Usaha
Peraturan pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 dapat diterapkan
apabila pemenuhan persyaratan pengusaha jasa kontruksi telah
mendpatkan izin usaha atau Sertifikat Jasa Kontruksi (SBU) dari
lembaga berwenang (LPJ). Berdasarkan sertifikat jasa kontruksi yang
telah diperoleh masih berlaku, maka tarif pengenaan pajaknya
ditetapkan sebagai berikut:
a. 2% untuk pelaksanaan kontruksi yang dilakukan penyedia jasa
dengan kualifikasi usaha kecil.
b. 4% untuk pelaksanaan kontruksi yang dilakukan penyedia jasa yang
tidak memiliki kualifikasi usaha.
c. 3% untuk pelaksanaan kontruksi yang dilakukan penyedia jasa oleh
pengusaha berkualifikasi menengah atau besar.

Apabila Sertifikat Badan Usaha (SBU) sudah tidak berlaku karena alpa
atau lalai melakukan registrasi ulang, maka tarif PPh finalnya adalah:

a. 4% untuk jasa pelaksanaan kontruksi


b. 6% untuk jasa pernecaan maupun pengawasan kontruksi

Apabila pengusaha jasa kontruksi tidak memiliki Sertifikat Badan


Usaha (SBU) dari Lembaga Pengembangan Jasa Kontruksi (LPJK),
maka pengenaan pajak penghasilan bukan menggunakan tarif PPh final.
Tarif PPh yang dikenakan adalah:

a. PPh Pasal 23, apabila pengusaha jasa kontruksi berbentuk


perusahaan atau badan.
b. PPh pasal 21, apabila pengusaha jasa kontruksi merupakan orang
pribadi.
➢ Ambivalensi pemajakan usaha jasa kontruksi
Menurut UU PPh No. 36 Tahun 2008 mengatur pemajakan penghasilan
dari jasa kontruksi. Pada pasal 4 ayat 2 dari undang-undang ini
menetapkan penghasilan yang dpat dikenai pajak bersifat final, dimana
pasal 4 ayat 2 lebih lanjut merinci ragam penghasilan tersebut dari
transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, usaha jasa
kontruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah atau bangunan.
Pertimbangan yang mendasari penetapan penghasilan yang dpat dikenai
pajak bersifat final antara lain:
a. Kesederhanaan dalam pemungutan pajak
b. Berkurangnya beban administrasi baik bagi wajib pajak maupun
Direktorat Jenderal pajak
c. Pemerataan dalam pengenaan pajaknya
d. Memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter, atas
penghasilan-penghasilan tersebut perlu diberikan perlakuan
tersendiri dalam pengenaan pajaknya. Perlakuan tersendiri dalam
pengenaan pajak atas jenis penghasilan tersebut termasuk sifat,
besarnya, dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau
pemungutan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
➢ Tata cara pemotongan
Jika melakukan pemotongan PPh ada dua hal yang harus
diperhatikan: Pertama Jika pengguna jasa merupakan instansi/badan
pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau
wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pajak, maka PPh akan dipotong oleh pengguna jasa ketika
pembayaran uang muka dan termin diakukan. Hal berbeda terjadi jika
pengguna jasa tidak termasuk dalam kelompok pertama tadi, maka PPh
tersebut disetor langsung oleh penerima penghasilan tersebut ketika
pembayaran uang muka dan termin dilakukan. Dengan kata lain,
penyedia jasa langsung memebayarkan lewat kantor pajak, sementara
pengguna jasa akan memperoleh surat pemberitahuan pemotongan PPh
tersebut.
➢ Tata cara pembayaran
Jika PPh terutang lewat pemotongan dari pengguna jasa, maka
penyetoran pajak dibayarkan ke bank persepsi atau kantor pos. tenggat
waktu pembayaran ini adalah tanggal 10 bulan berikutnya sesudah akhir
masa pajak.
Jika PPh terutang dibayarkan oleh penyedia jasa, maka penyetoran
dilakukan ke tempat yang sama selambatnya pada tanggal 15 bulan
berikutnya sesudah masa pajak berakhir.
Kemudian, wajib pajak diharuskan untuk memberitahukan laporan
pemotongan atau penyetoran pajak tersebut melalui surat pemberitahuan
masa ke Kantor pajak, selambatnya 20 bualn sesudah masa pajak
berakhir.
4. Usaha jasa kontruksi adalah salah satu usaha dalam sektor ekonomi yang
berhubungan dengan suatu perencaan atau pelaksanaan dan atau
pengawasan suatau kegiatan kontruksi/infrastruktur. Dan Usaha jasa
kontruksi ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun
2008, usaha jasa kontruksi termasuk sebagai objek pajak yang dikenakan
Pajak Penghasilan (PPh) final Pasal 4 ayat (2).
Pengenaan pajak pada usaha jasa kontruksi menurut Peraturan pemerintah
Nomor 51 Tahun 2008 dengan tarif 2%, 4%, 3%, 4% dan 6% sesuai
ketentuan yang tercantum.
Mengenai pemotongan tenggat waktu pembayarannya adalah tanggal 10
bulan berikutnya sesudah akhir masa pajak. Dan tenggat waktu penyetoran
selambatnya pada tanggal 15 bulan berikutnya sesudah masa pajak
berakhir. Sedangkan untuk pelaporannya pemotongan atau penyetoran
pajak tersebut melalui surat pemberitahuan masa ke Kantor pajak,
selambatnya 20 bulan sesudah masa pajak berakhir.
Peran pajak sangat penting dalam pembiayaan Negara masih perlu
ditingkatkan, sebab dibandingkan dengan Negara tetangga tax ratio kita
amsih jauh tertinggal, rasio peneriman pajak kita amsih terlalu rendah. Ini
hanya bisa dilakukan bila kita tidak berpuas diri dengan kinerja aparatur
perpajakan kita, dan terus melakukan evaluasi dan penyempurnaan
kebijakan agar pelaksanaan sistem perpajakan yang kondusif dan kompetitif
tidak saja menimbulkan kurangnya rasa keadilan dan kepastian hukum bagi
wajib pajak, serta mengahmbat upaya meningkatkan kepatuhan perpajakan
(tax compliance).
5. Untuk menghadapi dunia bisnis kita harus meningkatkan kualitas produk,
membuat produk semenarik mungkin, agar pembeli minat bahkan bisa
tertarik untuk membelinya diatas harga pasarnya. Pencapaian efisiensi
disemua sektor bisnis adalah kata kunci dari strategi bisnis, termasuk
strategi perpajakannya yang harus lebih smart dalam mencermati,
menyikapi, dan menyiasati dampak perubahan tersebut dengan
memanfaatkan peluang bisnis (income dan cost efficiency termasuk
pajaknya) terhadap sustainable growth perusahaan.
6. Referensi:
Anwar Pohan, Chairil. 2013. Manajemen Perpajakan : Strategi Perencanaan
Pajak Dan Bisnis. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Analisis penerapan pajak penghasilan jasa kontruksi. CV. Cakrawala

Anda mungkin juga menyukai