Pekerjaan kefarmasian
• Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah
berubah paradigmanya dari orientasi
obat kepada pasien yang mengacu pada
asuhan kefarmasian (Pharmaceutical
Care).
• Sebagai konsekuensi perubahan orientasi
tersebut, apoteker/asisten apoteker
sebagai tenaga farmasi dituntut untuk
meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan perilaku agar dapat
berinteraksi langsung dengan pasien.
• Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan
sumber daya (SDM, sarana prasarana, sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan serta
administrasi) dan pelayanan farmasi klinik
(penerimaan resep, peracikan obat,
penyerahan obat, informasi obat dan
pencatatan/penyimpanan resep) dengan
memanfaatkan tenaga, dana, prasarana,
sarana dan metode tatalaksana yang sesuai
dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan
(Depkes RI, 2006).
PMK 72-2016….RS
PMK 73 – 2016… Apt
UU RS 44 / 2009
UU NAKES 36/20-14
INFORMASI
LEGISLASI,FAUZI
REGULASI
KASIM 2008 & KEBIJAKAN 13
meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian
Praktik obat, pelayanan obat atas resep
Kefarma dokter, pelayanan informasi obat
serta pengembangan obat, bahan
sian obat dan obat tradisional harus
ps 108 UUK dilakukan oleh tenaga kesehatan
36/2009 yang mempunyai keahlian dan
kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Yang dimaksud dengan
“tenaga kesehatan” dalam
ketentuan ini adalah tenaga
kefarmasian sesuai dengan keahlian
dan kewenangannya. Dalam hal
Penjelas tidak ada tenaga kefarmasian,
an tenaga kesehatan tertentu dapat
melakukan praktik kefarmasian
ps 108 secara terbatas, misalnya antara
lain dokter dan/atau dokter gigi,
bidan, dan perawat, yang
dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pekerjaan Kefarmasian
dilakukan berdasarkan pada
nilai ilmiah, keadilan,
kemanusiaan, keseimbangan,
Pasal 3 dan perlindungan serta
PP 51- keselamatan pasien atau
masyarakat yang berkaitan
2009
dengan Sediaan Farmasi yang
memenuhi standar dan
persyaratan keamanan, mutu,
dan kemanfaatan.
Yang dimaksud dengan :
a. ”Nilai Ilmiah” adalah Pekerjaan Kefarmasian harus
didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang
diperoleh dalam pendidikan termasuk pendidikan
berkelanjutan maupun pengalaman serta etika profesi.
b. ”Keadilan” adalah penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian
harus mampu memberikan pelayanan yang adil dan merata
kepada setiap orang dengan biaya yang terjangkau serta
pelayanan yang bermutu.
c. ”Kemanusiaan” adalah dalam melakukan Pekerjaan
Kefarmasian harus memberikan perlakuan yang sama dengan
tidak membedakan suku, bangsa, agama, status sosial dan ras.
d. ”Keseimbangan” adalah dalam melakukan Pekerjaan
Kefarmasian harus tetap menjaga keserasian serta keselarasan
antara kepentingan individu dan masyarakat.
e. ”Perlindungan dan keselamatan” adalah Pekerjaan
Kefarmasian tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan
semata, tetapi harus mampu memberikan peningkatan derajat
kesehatan pasien
PER – UU - AN
1. REG. DVG. 419/49 1. PP 32/96
2. O.O. K. 541/1937 2. PP 72/’98
3. UU 8/’99 3. PP 38 / 2007
4. UU 35 /’09 4. PP 19 / 2005
5. UU 13/’03 5. PP 23/ 2004
6. UU 36/’09
6. PP 51/2009
7. UU 44/’09
7. PP 20/1962
8. UU 23/2014
9. UU 36/’14
8. DLL
10. DLL
PUSKESMAS
KLINIK
TOKO OBAT
Pasal 19 PP
51/2009 PRAKTEK BERSAMA
Kriteria Apoteker dalam Pelayanan Kefarmasian
: 1. Persyaratan administrasi a. Memiliki ijazah b. Memiliki STRA c.
Memiliki Serkom d. Memiliki SIPA.
2. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda
pengenal.
3. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan /Continuing Professional
Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang
berkesinambungan.
4. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan
pengembangan diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop,
pendidikan berkelanjutan atau mandiri.
5. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh thd per UU,
sumpah Apoteker, standar profesi (standar pendidikan, standar
pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang berlaku.
PENGERTIAN
1. APOTEK : TEMPAT 1. RS : INSTITUSI 1. KLINIK : INSTITUSI 1. PUSKESMAS :
PENGABDIAN PROFESI PELAYANAN PELAYANAN PELAYANAN
APOTEKER
KESEHATAN KESEHATAN KESEHATAN UKP &
2. TEMPAT PERORANGAN PERORANGAN UKM TINGKAT
PELAKSANAAN : PARIPURNA (RAWAT DASAR DAN/ATAU PERTAMA
PEKERJAAN INAP, RAWAT JALAN, SPESLISTIK 2. KEFARMASIAN:
(PELAYANAN ) DAN GAWAT 2. KEFARMASIAN: MENYELENGGARA-
KEFARMASIAN DARURAT) MENYELENGGARA- KAN,
PENYALURAN PRODUK
/ SEDIAAN FARMASI 2. PELAYANAN KAN, MENGOORDINASI-
PERACIKAN S/D KEFARMASIAN : MENGOORDINASI- KAN, MENGATUR,
PENYERAHAN, SATU PINTU KAN, MENGATUR, DAN MENGAWASI
MONITORING &
EVALUASI; PELAYANAN 3. IFRS: DAN MENGAWASI SELURUH
FARMASI KLINIK, DLL MENYELENGGA- SELURUH KEGIATAN
RAKAN, KEGIATAN PELAYANAN
3. UNIT USAHA / MENGKOOR- PELAYANAN FARMASI SERTA
FASILITAS DINASIKAN, FARMASI SERTA MELAKSANAKAN
KEFARMASIAN/ MENGATUR DAN MELAKSANAKAN PEMBINAAN
PELAYANAN MENGAWASI PEMBINAAN TEKNIS
KESEHATAN
SELURUH KEGIATAN TEKNIS KEFARMASIAN DI
PELAYANAN KEFARMASIAN DI KLINIK
FARMASI SERTA KLINIK
MELAKSANAKAN
PEMBINAAN TEKNIS
KEFARMASIAN
Jenis
APOTEK : RS UMUM KLINIK PRATAMA PUSKESMAS :
KONVENSIO- RS KHUSUS KLINIK UTAMA KECAMATAN
NAL & KELURAHAN/
BERANTAI PUSTU
RS PEMERINTAH KLINIK
APOTEK & PEMERINTAH KLINIK
RS SWASTA (LABA PEMERINTAH
SWALAYAN & NIRLABA) KLINIK SWASTA
(LABA & NIRLABA) KLINIK SWASTA
APOTEK DI RS MENETAP (LABA &
POLIKLINIK; RS BERGERAK PERORANGAN & NIRLABA)
PDS; RUMAH BADAN USAHA
SAKIT RS LAPANGAN PEMERINTAH /
SWASTA
RAWAT JALAN
RS KELAS A
RAWAT INAP ( IF )
RS KELAS B RAWAT JALAN
RS KELAS C RAWAT INAP (IF)
RS KELAS D
PERATURAN PERUNDANGAN & KEBIJAKAN
KEFARMASIAN TERKAIT PELAYANAN
151018
TERIMA KASIH
Pelayanan Farmasi
RS – PKM - Klinik
DASAR
UUK 36 / 2009
UU RS 44 / 2009
UU NAKES 36/20-14
1. Rangkaian pengelolaan
sediaan farmasi .
2. Rangakaian pelayanan
farmasi klinik
Rangkaian pada pengelolaan sediaan farmasi
1. Pemilihan,
2. Perencanaan Kebutuhan,
3. Pengadaan,
4. Penerimaan,
5. Penyimpanan,
6. Pendistribusian,
7. Pemusnahan dan Penarikan,
8. Pengendalian dan Administrasi.
rangakaian pelayanan farmasi klinik
1. Pengkajian dan Pelayanan Resep,
2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat,
3. Rekonsiliasi Obat,
4. Pelayanan Informasi Obat,
5. Konseling,
6. Visite,
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO),
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO),
9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO),
10. Dispensing Sediaan Steril dan
11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah.
Yanfar PKM
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN
DI PUSKESMAS
• PREVENTIF /PROMOTIF :
– MENGHINDARI KONSUMSI PRODUK TERTENTU,
TERMASUK ROKOK
– DIET, LATIHAN FISIK, KONSUMSI SUPLEMEN &
JAMU, DLL
Informasi Kemasan, Etiket dan Brosur
Sebelum menggunakan obat, bacalah sifat dan cara
pemakaiannya pada etiket, brosur atau kemasan obat agar
penggunaannya tepat dan aman. Pada setiap brosur atau
kemasan obat selalu dicantumkan:
• Nama obat • Komposisi • Indikasi • Informasi cara kerja
obat • Aturan pakai • Peringatan (khusus untuk obat
bebas terbatas) • Perhatian • Nama produsen • Nomor
batch/lot • Nomor registrasi (Nomor registrasi
dicantumkan sebagai tanda ijin edar absah yang diberikan
oleh pemerintah pada setiap kemasan obat) • Tanggal
kadaluarsa
Cara Pemilihan Obat
Untuk menetapkan jenis obat yang dibutuhkan perlu
diperhatikan :
a) Gejala atau keluhan penyakit
b) Kondisi khusus misalnya hamil, menyusui, bayi, lanjut usia,
diabetes mellitus dan lain-lain.
c) Pengalaman alergi atau reaksi yang tidak diinginkan terhadap
obat tertentu.
d) Nama obat, zat berkhasiat, kegunaan, cara pemakaian, efek
samping dan interaksi obat yang dapat dibaca pada etiket atau
brosur obat.
e) Pilihlah obat yang sesuai dengan gejala penyakit dan tidak
ada interaksi obat dengan obat yang sedang diminum.
f) Untuk pemilihan obat yang tepat dan informasi yang lengkap,
tanyakan kepada Apoteker.
Cara Penggunaan Obat
a) Penggunaan obat tidak untuk pemakaian secara
terus menerus.
b) Gunakan obat sesuai dengan anjuran yang tertera
pada etiket atau brosur.
c) Bila obat yang digunakan menimbulkan hal-hal
yang tidak diinginkan, hentikan penggunaan dan
tanyakan kepada Apoteker dan dokter.
d) Hindarkan menggunakan obat orang lain walaupun
gejala penyakit sama.
e) Untuk mendapatkan informasi penggunaan obat
yang lebih lengkap, tanyakan kepada Apoteker.
PERAN APOTEKER DALAM PENGGUNAAN OBAT
BEBAS DAN BEBAS TERBATAS
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Maret 2018
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Maret 2018
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
yang selanjutnya disebut Pengadaan
Barang/Jasa : adalah kegiatan
Pengadaan Barang/Jasa oleh
kementerian/Lembaga/ Perangkat
daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD
yang prosesnya sejak identifikasi
kebutuhan, sampai dengan serah
terima hasil pekerjaan
Metode pengadaan
➢ Tender adalah metode pemilihan untuk
mendapatkan Penyedia Barang/ Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya.
➢ Seleksi adalah metode pemilihan untuk
mendapatkan Penyedia Jasa Konsultansi.
➢ Tender/ Seleksi Internasional adalah
pemilihan Penyedia Barang/ Jasa dengan
peserta pemilihan dapat berasal dari
pelaku usaha nasional dan pelaku usaha
asing.
Metode pengadaan
➢ Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan untuk
mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/
Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu.
➢ Pengiran Langsung Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa
Lainnya adalah metode pemilihan untuk mendapatkan
Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya
yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
➢ Pengadaan Langsung Jasa Konsultansi adalah metode
pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Jasa
Konsultansi yang bernilai paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 3
(1) Pengadaan Barang/Jasa dalam Peraturan Presiden ini
meliputi:
a. Barang;
b. Pekerjaan Konstruksi;
c. Jasa Konsultansi; dan
d. Jasa Lainnya.
(2) Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan secara terintegrasi.
(3) Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan dengan cara:
a. Swakelola; dan/atau
b. Penyedia.
Tujuan. Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 4
Pengadaan Barang/Jasa bertujuan untuk:
a. menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang
yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah,
waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia;
b. meningkatkan penggunaan produk dalam negeri;
c. meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil,
dan Usaha Menengah;
d. meningkatkan peran pelaku usaha nasional;
e. mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan
barang/ jasa hasil penelitian;
f. meningkatkan keikutsertaan industri kreatif;
g. mendorong pemerataan ekonorni; dan
h. mendorong Pengadaan Berkelanjutan.
Prinsip Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 6
a. efisien;
b. efektif;
c. transparan;
d. Terbuka dan bersaing;
e. adil; dan
f. akuntabel.
Etika Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 7
(1) Semua pihak yang terlibat dalam Pengadaan
Barang/Jasa mematuhi etika sebagai berikut:
a. melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa
tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran,
dan ketepatan tujuan Pengadaan Barang/Jasa;
b. bekerja secara profesional, mandiri, dan menjaga
kerahasiaan informasi yang menurut sifatnya harus
dirahasiakan untuk mencegah penyimpangan Pengadaan
Barang/Jasa;
c. tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun
tidak langsung yang berakibat persaingan usaha tidak
sehat;
Etika Pengadaan Barang/Jasa
d. menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan
yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis pihak
yang terkait;
e. menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan
kepentingan pihak yang terkait, baik secara langsung
maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan usaha
tidak sehat dalam Pengadaan Barang/Jasa;
f. menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran
keuangan negara;
g. menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang
dan/atau kolusi; dan
h. tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak
menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah,
imbalan, komisi, rabat, dan apa saja dari atau kepada
siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan
dengan Pengadaan Barang/Jasa.
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12TAHUN 2021
TENTANG
• PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 16
TAHUN 2018 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA
PEMERINTAH
• untuk penyesuaian pengaturan penggunaan
produk/jasa Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta
Koperasi, dan pengaturan pengadaan jasa
konstruksi yang pembiayaannya bersumber dari
APBN/APBD dalam Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah untuk kemudahan bemsaha
berdasarkan Undang Undang Nomor 11 Tahun
Bagaimana proses pengadaan barang
dan jasa?
Secara umum, pengadaan dimulai dari:
• perencanaan,
• persiapan pengadaan,
• pengadaan (melalui swakelola atau
pemilihan penyedia),
• pelaksanaan kontrak dan serah terima
barang/jasa.
Siapa saja pelaku pengadaan barang
dan jasa?
Pelaku Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:
• a. PA;
• b. KPA;
• c. PPK;
• d. Pejabat Pengadaan;
• e. Pokja Pemilihan;
• f. Agen Pengadaan;
• g. PjPHP/PPHP;
• h. Penyelenggara Swakelola; dan
• i. Penyedia.
Sebutkan pihak apa saja yang terkait
dalam pengadaan barang?
• Pihak – Pihak yang Terlibat dalam Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah
• Pengguna Anggaran (PA) ...
• Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) ...
• Pejabat Pembuat Komitmen (PKK) ...
• Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa. ...
• Pejabat Pengadaan. ...
• Penyedia barang dan jasa
Apa yang baru di Perpres 12 tahun
2021..?
• Perpres 12 tahun 2021 tentang Perubahan
atas Perpres 16 Tahun 2018 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
menyatakan bahwa kewajiban memiliki
sertifikat kompetensi untuk Personel Lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74A ayat
(6) dilaksanakan paling lambat pada tanggal
31 Desember 2023.
Berapa cara pengadaan barang dan
jasa pemerintah?
Metode pemilihan penyedia dalam pengadaan
barang dan jasa pemerintah mempunyai 3 cara,
yaitu :
• pengadaan langsung,
• penunjukan langsung dan
• pemilihan langsung.
Apa itu sertifikat PBJ?
• “Sebagai tanda bukti pengakuan atas
kompetensi dan kemampuan di
bidang pengadaan barang dan jasa
pemerintah bagi pemangku
kepentingan yang terkait.” ...
Garis Besar Pengadaan Barang/Jasa
• Rencana Umum
Pengadaan (RUP)
1. Pengumuman • Rencana
2. Pendaftaran dan Pelaksaaan
Pengambilan Pengadaan (RPP)
Persiapan
Dokumen • Rencana Pemilihan
3. Penjelasan Penyedia (RPLP)
4. Pemasukan Dokumen
Penawaran
5. Pembukaan Dokumen Pemilihan
6. Evaluasi Dokumen
Penawaran • Penandatanganan
7. Penetapan Pemenang Kontrak
8. Pengumuman • Pelakasanaan
Pemenang Pelaksanaan Pekerjaan
9. Sanggahan • Serah Terima
10. SPPBJ
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2018
TENTANG
PELAYANAN PERIZINAN BERUSAHA TERINTEGRASI
SECARA ELEKTRONIK
Tanggal 21 Juni 2018
Pasal 6
(1) Pemohon Perizinan Berusaha terdiri atas:
a. Pelaku Usaha perseorangan; dan
b. Pelaku Usaha non perseorangan.
Bidang Farmasi
1. Izin Usaha Industri Farmasi.
Persyaratan: Sertifikat Produksi Industri Farmasi
2. Izin Usaha Industri Farmasi Bahan Obat
Persyaratan: Sertifikat Produksi Industri Farmasi Bahan
Obat
3. Izin Pedagang Besar Farmasi ….Sertifikat
Distribusi Farmasi
• 4. Izin Pedagang Besar Farmasi Cabang ….
Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi
Bidang Obat Tradisional
• 5. a. Izin Industri Obat Tradisional (IOT) Izin Usaha
Industri Obat Tradisional (IOT) / Industri Ekstrak
Bahan Alam (IEBA) Izin Usaha Digabung
Persyaratan: Sertifikat Produksi Industri Obat
Tradisional atau Ekstrak Bahan Alam b. Izin
Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA)
• 6. a. Izin Usaha Kecil Obat Tradisional Izin Usaha
Kecil dan Mikro Obat Tradisional Izin Usaha
Digabung Persyaratan: Sertifikat Produksi Usaha
Kecil dan Mikro Obat Tradisional b. Izin Usaha
Mikro Obat Tradisional B
Bidang Pangan Industri Rumah Tangga dan Pangan
Siap Saji
7. 7. Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah
Tangga
8. 8. Sertifikat Higiene Sanitasi Pangan
14. Izin Perusahaan Rumah Tangga (PRT) Alat Kesehatan dan PKRT
15. Izin Cabang Penyalur Alat Kesehatan
16. Izin Toko Alat Kesehatan
17. a. Izin Edar Alat Kesehatan Diagnosic In Vitro Dalam Negeri
b. Izin Edar Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Dalam
Negeri
c. Izin Edar Alat Kesehatan Diagnosic In Vitro Impor
d. Izin Edar Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Impor
18. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan PKRT
19. Izin Penyalur Alat Kesehatan
20. Sertifikasi Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB)
21. Sertifikasi Cara Pembuatan PKRT yang Baik (CPPKRTB)
22. Sertifikasi Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB)
Bidang Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian
23. Pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik
Farmasi
Bidang Apotek
31. Izin Apotek Izin Apotek Izin Usaha
Bidang Toko Obat
32. Izin Pedagang Obat Eceran Izin Toko Obat Izin
Usaha Diubah
G. PERIZINAN BERUSAHA SEKTOR OBAT DAN MAKANAN
Bidang Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
• 1. a. Sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
b. Sertifikasi Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik (CPBBAOB)
• 2. Sertifikasi Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)
• 3. Izin Edar Obat
– a. Registrasi pertama obat baru oleh industri farmasi yang melakukan investasi di
Indonesia.
– b. Registrasi Obat Pengembangan Baru
– c. Registrasi pertama obat generik pertama yang investasi di Indonesia Izin Edar Obat
Izin Komersial atau Operasional
– d. Registrasi pertama obat generik pertama yang investasi di Indonesia
• 4. Surat Keterangan Impor Obat (SKI)
• 5. Surat Keterangan Ekspor/Certificate of Pharmaceutical Product (CPP)
• 6. Analisa Hasil Pengawasan (AHP) Ekspor Impor Narkotika, Psikotropika
dan Prekursor
G. PERIZINAN BERUSAHA SEKTOR OBAT DAN
MAKANAN
Bidang Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik
• 7. Sertifikasi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)
….. Izin Komersial atau Operasional
• 8. Sertifikasi Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) … Izin
Komersial atau Operasional
• 9. Izin Edar Obat Tradisional …… Izin Komersial atau Operasional
• 10. Izin Edar Suplemen Kesehatan ……Izin Komersial atau
Operasional
• 11. Izin Edar Kosmetik ….. Izin Komersial atau Operasional
• 12. Surat Keterangan Impor (SKI) Obat Tradisional, Suplemen
Kesehatan, dan Kosmetik ….. Izin Komersial atau Operasional
• 13. Surat Keterangan Ekspor (SKE) Obat Tradisional, Suplemen
Kesehatan, dan Kosmetik ………..Izin Komersial atau Operasional
G. PERIZINAN BERUSAHA SEKTOR OBAT DAN
MAKANAN
Bidang Pangan Olahan
• 14. a. Sertifikasi Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) … Izin
Komersial atau Operasional Digabung
• b. Sertifikasi Higiene dan Sanitasi
• 15. a. Surat Keterangan Impor (SKI) Obat ….Izin Komersial atau
Operasional
• b. Surat Keterangan Impor (SKI) Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan,
dan Kosmetik
• c. Surat Keterangan Impor (SKI) Pangan
• 16. Surat Keterangan Impor (SKI) Pangan …. Izin Komersial atau
Operasional
• 17. Surat Keterangan Ekspor (SKE) Pangan …….. Izin Komersial atau
Operasional
• 18. Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) - - Dihapus
• 19. Rekomendasi Izin Industri Farmasi - - Dihapus
• 20. Sertifikasi Cara Distribusi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) - - Dihapus
Permenkes No 26 Tahun 2018, Pelaku
Usaha Apotek Adalah Apoteker
• Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
Nila Farid Moeloek, telah mengeluarkan
Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes/PMK) Nomor 26 Tahun 2018
tentang Pelayanan Perizinan Berusaha
Terintegrasi secara Elektronik Sektor
Kesehatan pada 12 Juli 2018.
Pertimbangan PMK No 26 Tahun 2018,
Pelaku Usaha Apotek Adalah Apoteker
(Pasal 21 –30)
1. Pendaftaran dilakukan dengan cara mengakses laman OSS dan
melakukan pengisian data yang diperlukan.
2. Lembaga OSS menerbitkan Nomor Induk Berusaha (NIB) yang
merupakan identitas berusaha dan digunakan oleh Pelaku Usaha
untuk mendapatkan Izin Usaha dan Izin Komersial atau
Operasional termasuk untuk pemenuhan persyaratan Izin Usaha
dan Izin Komersial atau Operasional.
3. NIB berlaku juga sebagai TDP, API, dan hak akses kepabeanan.
4. Pelaku Usaha yang telah mendapatkan NIB ssekaligus terdaftar
sebagai peserta jaminan sosial kesehatan dan jaminan sosial
ketenagakerjaan serta mendapatkan pengesahan RPTKA ((dalam
hal Pelaku Usaha akan mempekerjakan tenaga kerja asing) serta
mendapatkan informasi mengenai fasilitas fiskal yang akan
didapat.
TERIMA KASIH
PSPA FF ISTN
Peraturan Perundang-
undangan & Etika
Kefarmasian
Fakhren Kasim
TUGAS
1. BACA DAN PAHAMI 42 KASUS DARI
STUDI KASUS DIBAWAH
BENTUK TUGAS :
1. TUGAS PERORANGAN
2. TUGAS KELOMPOK terdiri dari 1 Materi /
KLPK (PERSENTASI)
2. PERSENTASI DGN ZOOM MEETING
SESUAI JAM PELAJARAN, DIATUR
OLEH PJ & KETUA KELAS
Tugas Perorangan
• Buat oleh masing masing peserta 7 (tujuh)
soal dan jawaban dari berbagai kasus yang
dibahas oleh kelompok di slide, SESUAI
KELOMPOKNYA.
• Kumpulkan melalui ketua kelas / PJ. kirim
ke efka03kasim@gmail.com
• Paling lambat 4 hari sesudah jadwal
pelajaran pukul 20.00 WIB
STUDI KASUS
TUGAS KELOMPOK
Pembagian kelompok
• Kelompok kecil, dibagi 14 kelompok
– Kelas 41 E, Kasus 1 – 14 (3 - 4 orang/klp)
– Kelas 41 D, Kasus 15 – 28 (3 - 4 orang/klp)
– Kelas 41 C, Kasus 29 - 42 (3 - 4 orang/klp)
• Kumpulkan melalui PJ / ketua kelas
• Selesaikan 4 hari sesudah pelajaran
maksimal pukul 20.00
Tugas Studi kasus
1. Tuliskan Kasus berikut ( no 1 sd 42)
2. Identifikasi kata kunci yang penting terkait
kemungkinan pelanggaran
3. Apakah hal tersebut merupakan pelanggaran hukum,
disiplin atau kode etik, ketiga-tiganya, dua atau satu
diantara ketiga hal tsb ?
4. Tuliskan judul dan pasal/ayat Per-UU-an / butir
Pedoman Disiplin Apoteker / butir Kode Etik Apoteker
serta identifikasi mengapa disebut pelanggaran
5. Jika terbukti melanggar, apa sanksi yang akan
diterima Apoteker ?
6. Apa yang sebaiknya dilakukan agar dapat dicegah /
tidak pelanggaran ?
1. Apoteker Penanggung Jawab Produksi Industri
manufaktur obat yang memiliki Sertifikat CPOB
untuk sediaan kapsul antibiotik, kemudian
memproduksi sediaan dengan bahan aktif yang
sama dalam bentuk injeksi
2. Apoteker di Industri manufaktur obat yang telah
memiliki sertifikat CPOB untuk sediaan kapsul,
juga membuat cangkang kapsul keras.
3. Apoteker di Industri manufaktur obat yang telah
memiliki sertifikat CPOB untuk sediaan krim non
antbiotik, juga membuat kosmetika krim pelembut
4. Apoteker Pananggung Jawab Apotik X membeli
obat dari suatu PBF dengan penanggung jawab
Apoteker Y, ternyata merupakan obat palsu.
5. Apoteker di Pabrik kosmetika yang
memiliki sertifikat CPKB memproduksi dan
mengedarkan Krim pemutih mengandung
Hidrokuinon
6. Apoteker yang telah memiliki STRA dan SIP
utk RS bekerja di Industri manufaktur obat
7. Apoteker yang memiliki Surat Izin Praktik di
Klinik menjadi penanggung jawab PBF
Bahan Baku
8. Apoteker di PBF tidak mau melayani
pesanan obat bebas terbatas dari Apotik,
karena Surat Pesanan tidak ditandatangani
oleh Apoteker Pengelola Apotik
9. Apoteker Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit
memproduksi sediaan farmasi tidak memiliki izin
edar, tetapi hanya digunakan untuk lingkungan
rumah sakitnya saja
10.Apoteker di Industri Kosmetika Golongan A
memproduksi krim pemutih mengandung
hidrokuinon
11.Apoteker yang bekerja di UKOT memproduksi
jamu pegal linu dalam bentuk sediaan effervescen
12.Apoteker penanggung jawab Industri Kosmetika
Golongan B membuat dan mengedarkan krim
tabir surya dan pencerah kulit
13.Apoteker di IOT memproduksi Jamu dengan
bahan kurkumin murni
14.Apoteker pegawai negeri sipil di Balai POM juga
berperan sebagai Apoteker Pengelola Apotek
Swasta
15.Apoteker pegawai negeri sipil sebagai
Penanggjung jawab terkait Kefarmasian di Dinas
Kesehatan Kab/Kota juga berperan sebagai
Apoteker Pengelola Apotek Swasta
16.Apoteker mengganti obat paten/nama dagang
yang tertulis dalam resep dokter dan menyerahkan
obat generik dengan kandungan yang sama
kepada pasien
17.Petugas Apotik bukan Apoteker, mengganti
allopurinol 100 mg yang tertulis dalam resep
dokter dengan Zyloric 300 mg dan
menyerahkannya kepada pasien
18. Apoteker mengajukan izin dan membuka Apotek baru
persis disebelah Apotek yang sudah ada, tanpa
berkonsultasi dengan / sepengetahuan Apoteker Pengelola
Apotek yang sudah ada tersebut
19. Apoteker yang bekerja sebagai Medical Representative di
industri farmasi diam-diam menjadi Apoteker Pengelola
Apotek Swasta
20. Apoteker Penanggung Jawab Penilaian Keamanan
Kosmetik (Safety Assessor) diam – diam menjadi Apoteker
Pengelola Apotek
21. Apoteker Pengelola apotek menerima pesanan obat dari
Dokter didaerah terpencil , Apoteker di Apotek tersebut
menyerahkan obatnya kepada dokter dan dokter
melakukan penyerahan / dispensing langsung kepada
pasien
22. Apoteker menjual obat keras Ranitidin 150 mg sebanyak 20
tablet tanpa resep dokter
23.Apoteker melayani pembelian diazepam injeksi
oleh bidan praktik mandiri
24.Apoteker melayani penjualan triheksipenidil
kepada seorang pasien tetangganya
25.Apoteker menyarankan dan menjual tablet
Levonorgestrel-etinil estradiol kepada seorang
pasien yang telah dikenalnya dan mengalami
oedem / pembengkakan pada pergelangan kaki
karena gangguan ginjal
26.Apoteker memiliki resep dokter berisi krim
hidrokuinon yang obatnya sudah diserahkan
kepada pasien, kemudian melanjutkan membuat
dan mnyerahkan krim terseut kepada pasien
lain.
27.Apoteker pengelola apotek melakukan peracikan
kosmetik yang mengandung Hidrokuinon dan
arbutin untuk pasien dalam rangka pelayanan
swamedikasi.
28.Apoteker berada di apotek, pelayanan resep
obat keras dilayani oleh tenaga teknis
kefarmasian.
29.Apoteker yang sedang menderita flu berat
datang ke Apotek, namun mendelegasikan tugas
kepada Tenaga Teknis Kefarmasian untuk
melayani resep obat keras
30.Apoteker yang berpraktik di UGD sebuah rumah
sakit, merangkap sebagai penanggung jawab
Klinik Estetika
31.Apoteker sebagai Ketua PC IAI di suatu
kab/kota, tidak mau memberikan Rekomendasi
mengurus SIP, karena Apoteker tersebut
beradadi kab/kota yang berbeda
32.Apoteker sebagai Ketua PC IAI di suatu
kab/kota, tidak mau memberikan Rekomendasi
kepada Apoteker lain untuk mengurus SIP di
suatu Apotek, karena Apoteker Ketua PC IAI
tersebut telah melakukan kerja sama untuk
menjadi APA dengan PSA di Apotek tersebut
33.Apoteker yang telah memiliki SIP sebagai
Apoteker Pengelola Apotek dan SIA utk satu
Apotek di Kab X, mengajukan kembali menjadi
APA di Kab. tetangganya.
34.PSA suatu Apotek menulis surat kepada Dinkes
Kab/Kota dengan tembusan kepada APA, untuk
menutup Apoteknya, lalu menutup Apotek
tersebut
35.APA sekaligus PSA memperkerjakan Apoteker
lain sebagai Tenaga Teknis Kefarmasian
36.Apoteker yang bekerja di Rumah Sakit
mengajukan diri sebagai Apoteker Pengelola
Apotek
37.Apoteker yang bekerja sebagai Dosen,
mengajukan diri sebagai APA di Apotek Swasta.
38.Apoteker memberikan informasi obat yang
banyak dijual di apotiknya kepada Medical
Representative
39.APA menghentikan kerjasama secara sepihak
dengan PSA dalam pengelolaan Apotek , dan
tidak mau mencarikan APA pengganti
40.Apoteker menyerahkan obat anti diabetes tanpa
resep dokter, kepada pelanggannya yang sudah
biasa dilayani dengan resep dokter.
41.Apoteker tidak berada di Apotek yang berlokasi
yang sama dengan sebuah klinik, pelayanan
resep dilakukan oleh tenaga paramedis yang ada
di klinik tersebut
42.Seorang Dokter datang ke Apotik, bermaksud
membeli Amlodipin sebanyak 10 tablet untuk
dirinya sendiri. Setelah bertanya tentang
identitas dokter tersebut, Apoteker
menyerahkan obat tersebut.
PANDUAN
Kasus no…..
……..………………………………
.........................................................
Per-UU-an/PDAI/ Butir / Isi yang Sanksi Jika Upaya
KEAI yang dilanggar Melaggar Pencegahan
dilanggar
Per-UU-an
PDAI
KEAI
Per UU - WABAH
Dasar
• Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular
• Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1501/Menkes/Per/X/2010 Tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang
Dapat Menimbulkan Wabah Dan Upaya Penanggulangan
• Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/Menkes/413/2020 Tentang Pedoman Pencegahan Dan
Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (Covid-19)
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020
Tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun
2014 Tentang Pemasukan Alat Kesehatan Melalui Mekanisme Jalur Khusus
(Special Access Scheme)
Tujuan dan dasar pertimbangan
• UU 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
memiliki tujuan untuk terwujudnya tingkat kesehatan
yang setinggi-tingginya bagi rakyat Indonesia yang
merupakan salah satu bagian dari tujuan
pembangunan nasional.
• Dasar pertimbangan UU Wabah : Perkembangan
teknologi, ilmu pengetahuan, dan lalu lintas
internasional, serta perubahan lingkungan hidup dapat
mempengaruhi perubahan pola penyakit termasuk
pola penyakit yang dapat menimbulkan wabah dan
membahayakan kesehatan masyarakat serta dapat
menghambat pelaksanaan pembangunan nasional
sumber penyakit dlm UU 4 tahun 1984
• Sumber penyakit adalah :
• manusia,
• hewan,
• tumbuhan, dan
• benda-benda yang mengandung dan/atau
tercemar bibit penyakit, serta
• yang dapat menimbulkan wabah.
UU 4 tahun 1984 ttg Wabah Penyakit
Menular
• mendefiniskan bahwa wabah adalah
kejadian berjangkitnya suatu penyakit
menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata
melebihi dari pada keadaan yang lazim
pada waktu dan daerah tertentu serta
dapat menimbulkan malapetaka.
DAERAH WABAH
Pasal 4
• Menteri menetapkan daerah tertentu dalam
wilayah Indonesia yang terjangkit wabah
sebagai daerah wabah.
• Menteri mencabut penetapan daerah wabah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
• Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimakiud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
UPAYA PENANGGULANGAN
Pasal 5
• Upaya penanggulangan wabah meliputi:
– penyelidikan epidemiologis;
– pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi
penderita, termasuk tindakan karantina;
– pencegahan dan pengebalan;
– pemusnahan penyebab penyakit;
– penanganan jenazah akibat wabah;
– penyuluhan kepada masyarakat;
– upaya penanggulangan lainnya.
• Upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan
kelestarian lingkungan hidup.
HAK DAN KEWAJIBAN
• Pasal 8
• Kepada mereka yang mengalami kerugian harta benda yang
diakibatkan oleh upaya penanggulangan wabah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat
diberikan ganti rugi.
• Pelaksanaan pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
• Pasal 9
• Kepada para petugas tertentu yang melaksanakan upaya
penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1) dapat diberikan penghargaan atas risiko
yang ditanggung dalam melaksanakan tugasnya.
• Pelaksanaan pemberian penghargaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
KETENTUAN PIDANA
• Pasal 14
• Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan
penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara
selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-
tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
• Barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan
terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam
dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan
dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 500.000,- (lima ratus
ribu rupiah).
• Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
adalah kejahatan dan tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) adalah pelanggaran.
KETENTUAN PIDANA
• Pasal 15
• Barang siapa dengan sengaja mengelola secara tidak benar bahan-bahan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini sehingga dapat
menimbulkan wabah, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000.000,-
(seratus juta rupiah).
• Barang siapa karena kealpaannya mengelola secara tidak benar bahan-
bahan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini sehingga dapat
menimbulkan wabah, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 1
(satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 10.000.000,- (sepuluh
juta rupiah).
• Apabila tindak pidana sebagainiana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
oleh suatu badan hukum, diancam dengan pidana tambahan berupa
pencabutan izin usaha.
• Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan
dan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah
pelanggaran.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Kekarantinaan Kesehatan
• Diawali dengan penetapan 5 pelabuhan karantina di
Indonesia sebagai tonggak awal peran pemerintah RI
pada kesehatan pelabuhan, kemudian lahir UU no. 1
tahun 1962 tentang Karantina Laut dan UU No. 2 tahun
1962 tentang Karantina Udara yang ditetapkan oleh
Presiden Pertama RI pada tanggal 18 Januari 1962.
• Periode selanjutnya pemerintah Indonesia menetapkan
Dinas Kesehatan Pelabuhan Laut (DKPL) dan Dinas
Kesehatan Pelabuhan Udara (DKPU), hingga kemudian
menjadi Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) seperti
yang kita kenal saat ini.
Tujuan UU Karantina
• Penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan
bertujuan untuk melindungi, mencegah, dan
menangkal dari penyakit dan/atau faktor risiko
kesehatan masyarakat yang berpotensi
menimbulkan kedaruratan kesehatan
masayarakat dalam rangka meningkatkan
ketahanan nasional di bidang kesehatan
secara terpadu, dan dapat melibatkan
Pemerintah Daerah.
Isi dari Undang-Undang tentang Kekarantinaan
Kesehatan
• mengatur tentang
• tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
• hak dan kewajiban,
• Kedaruratan Kesehatan Masyarakat,
• penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di Pintu Masuk,
• penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di wilayah,
• Dokumen Karantina Kesehatan,
• sumber daya Kekarantinaan Kesehatan,
• informasi Kekarantinaan Kesehatan,
• pembinaan dan pengawasan,
• penyidikan, dan
• ketentuan pidana.
Latar belakang UU Karantina
• bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya diperlukan adanya pelindungan kesehatan
bagi seluruh masyarakat Indonesia yang tersebar di berbagai
pulau besar maupun kecil yang terletak pada posisi yang sangat
strategis dan berada pada jalur perdagangan internasional, yang
berperan penting dalam lalu lintas orang dan barang;
• bahwa kemajuan teknologi transportasi dan era perdagangan
bebas dapat berisiko menimbulkan gangguan kesehatan dan
penyakit baru atau penyakit lama yang muncul kembali dengan
penyebaran yang lebih cepat dan berpotensi menimbulkan
kedaruratan kesehatan masyarakat, sehingga menuntut adanya
upaya cegah tangkal penyakit dan faktor risiko kesehatan yang
komprehensif dan terkoordinasi, serta membutuhkan sumber
daya, peran serta masyarakat, dan kerja sama internasional;
Latar belakang UU Karantina
• bahwa sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia
berkomitmen melakukan upaya untuk mencegah terjadinya
kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia
sebagaimana yang diamanatkan dalam regulasi
internasional di bidang kesehatan, dan dalam
melaksanakan amanat ini Indonesia harus menghormati
sepenuhnya martabat, hak asasi manusia, dasar-dasar
kebebasan seseorang, dan penerapannya secara universal;
• bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang
Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962
tentang Karantina Udara sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam
masyarakat, sehingga perlu dicabut dan diganti dengan
undang-undang yang baru mengenai kekarantinaan
kesehatan;
Ketentuan umum Pasal 1
• Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
• Kekarantinaan Kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal
keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan
masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan
masyarakat.
• Kedaruratan Kesehatan Masyarakat adalah kejadian kesehatan
masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran
penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi
nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan
pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi
menyebar lintas wilayah atau lintas negara.
• Pintu Masuk adalah tempat masuk dan keluarnya alat angkut,
orang, dan/atau barang, baik berbentuk pelabuhan, bandar udara,
maupun pos lintas batas darat negara.
Ketentuan umum Pasal 1
• Alat Angkut adalah kapal, pesawat udara, dan kendaraan darat yang
digunakan dalam melakukan perjalanan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
• Barang adalah produk nyata, hewan, tumbuhan, dan jenazah atau
abu jenazah yang dibawa dan/atau dikirim melalui perjalanan,
termasuk benda/alat yang digunakan dalam Alat Angkut.
• Karantina adalah pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan
seseorang yang terpapar penyakit menular sebagaimana ditetapkan
dalam peraturan perundang- undangan meskipun belum
menunjukkan gejala apapun atau sedang berada dalam masa
inkubasi, dan/atau pemisahan peti kemas, Alat Angkut, atau Barang
apapun yang diduga terkontaminasi dari orang dan/atau Barang
yang mengandung penyebab penyakit atau sumber bahan
kontaminasi lain untuk mencegah kemungkinan penyebaran ke
orang dan/atau Barang di sekitarnya.
Ketentuan umum Pasal 1
• Isolasi adalah pemisahan orang sakit dari orang sehat yang
dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk
mendapatkan pengobatan dan perawatan.
• Karantina Rumah adalah pembatasan penghuni dalam
suatu rumah beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit
dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah
kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
• Karantina Rumah Sakit adalah pembatasan seseorang
dalam rumah sakit yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau
terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah
kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
Ketentuan umum Pasal 1
• Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk dalam
suatu wilayah termasuk wilayah Pintu Masuk beserta isinya
yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi
sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan
penyebaran penyakit atau kontaminasi.
• Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan
kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang
diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi
sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan
penyebaran penyakit atau kontaminasi.
• Status Karantina adalah keadaan Alat Angkut, orang, dan
Barang yang berada di suatu tempat untuk dilakukan
Kekarantinaan Kesehatan.
Pasal 2 : azas
• perikemanusiaan;
• manfaat;
• pelindungan;
• keadilan;
• nondiskriminatif;
• kepentingan umum;
• keterpaduan;
• kesadaran hukum; dan
• kedaulatan negara.
Tujuan UU karantina
• Pasal 3
• melindungi masyarakat dari penyakit dan/atau Faktor
Risiko Kesehatan Masyarakat yang berpotensi
menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat;
• mencegah dan menangkal penyakit dan/atau Faktor
Risiko Kesehatan Masyarakat yang berpotensi
menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat;
• meningkatkan ketahanan nasional di bidang kesehatan
masyarakat; dan
• memberikan pelindungan dan kepastian hukum bagi
masyarakat dan petugas kesehatan.
TANGGUNG JAWAB
PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 4
• Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab
melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit dan/atau Faktor
Risiko Kesehatan Masyarakat yang berpotensi menimbulkan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat melalui penyelenggaraan
Kekarantinaan Kesehatan.
Pasal 5
• Pemerintah Pusat bertanggung jawab menyelenggarakan
Kekarantinaan Kesehatan di Pintu Masuk dan di wilayah secara
terpadu.
• Dalam menyelenggarakan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat dapat melibatkan
Pemerintah Daerah.
Pasal 6
• Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab
terhadap ketersediaan sumber daya yang diperlukan dalam
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 7
• Setiap Orang mempunyai hak memperoleh perlakuan
yang sama dalam penyelenggaraan Kekarantinaan
Kesehatan.
Pasal 8
• Setiap Orang mempunyai hak mendapatkan pelayanan
kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan
pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya
selama Karantina.
Pasal 9
• Setiap Orang wajib mematuhi penyelenggaraan
Kekarantinaan Kesehatan.
• Setiap Orang berkewajiban ikut serta dalam
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan
KEDARURATAN KESEHATAN MASYARAKAT
Pasal 10
• Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
• Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut
penetapan Pintu Masuk dan/atau wilayah di dalam
negeri yang Terjangkit Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat.
• Sebelum menetapkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat, Pemerintah Pusat terlebih dahulu
menetapkan jenis penyakit dan faktor risiko yang dapat
menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan
dan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 13
• Pada kejadian Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang
meresahkan dunia, Pemerintah Pusat melakukan
komunikasi, koordinasi, dan kerja sama dengan negara lain
dan/atau organisasi internasional.
• Komunikasi, koordinasi, dan kerja sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengidentifikasi
penyebab, gejala dan tanda, faktor yang mempengaruhi,
dan dampak yang ditimbulkan, serta tindakan yang harus
dilakukan.
Pasal 14
• Dalam keadaan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang
meresahkan dunia, Pemerintah Pusat dapat menetapkan
Karantina Wilayah di Pintu Masuk.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
Karantina Wilayah di Pintu Masuk sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
• PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR
1501/MENKES/PER/X/2010
TENTANG JENIS PENYAKIT MENULAR
TERTENTU YANG DAPAT
MENIMBULKAN WABAH DAN UPAYA
PENANGGULANGAN
KLB
• Kejadian Luar Biasa yang selanjutnya
disingkat KLB, adalah timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan
dan/atau kematian yang bermakna
secara epidemiologi pada suatu daerah
dalam kurun waktu tertentu, dan
merupakan keadaan yang dapat
menjurus pada terjadinya wabah.
• Jenis-jenis penyakit menular tertentu yang
dapat menimbulkan wabah adalah sebagai
berikut: a. Kolera b. Pes c. Demam Berdarah
Dengue d. Campak e. Polio f. Difteri g. Pertusis
h. Rabies i. Malaria j. Avian Influenza H5N1 k.
Antraks l. Leptospirosis m.Hepatitis n.
Influenza A baru (H1N1)/Pandemi 2009 o.
Meningitis p. Yellow Fever q. Chikungunya
Tata Cara Penemuan Penyakit Menular Tertentu
yang Dapat Menimbulkan Wabah
• Pasal 5
• (1) Penemuan penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah
dapat dilakukan secara pasif dan aktif.
• (2) Penemuan secara pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melalui penerimaan laporan/informasi kasus dari fasilitas pelayanan
kesehatan meliputi diagnosis secara klinis dan konfirmasi
laboratorium.
• (3) Penemuan secara aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melalui kunjungan lapangan untuk melakukan penegakan diagnosis
secara epidemiologi berdasarkan gambaran umum penyakit
menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah yang selanjutnya
diikuti dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium.
• (4) Selain pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang lainnya.
Penanggulangan KLB/Wabah
Pasal 13
• (1) Penanggulangan KLB/Wabah dilakukan secara terpadu oleh
Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
• (2) Penanggulangan KLB/Wabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi: a. penyelidikan epidemiologis; b. penatalaksanaan penderita
yang mencakup kegiatan pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi
penderita, termasuk tindakan karantina; c. pencegahan dan pengebalan;
d. pemusnahan penyebab penyakit; e. penanganan jenazah akibat wabah;
f. penyuluhan kepada masyarakat; dan g. upaya penanggulangan lainnya.
• (3) Upaya penanggulangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf g antara lain berupa meliburkan sekolah untuk sementara waktu,
menutup fasilitas umum untuk sementara waktu, melakukan pengamatan
secara intensif/surveilans selama terjadi KLB serta melakukan evaluasi
terhadap upaya penanggulangan secara keseluruhan.
• (4) Upaya penanggulangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan sesuai dengan jenis penyakit yang menyebabkan KLB/Wabah.
Sarana dan Prasarana
Pasal 24
• Dalam keadaan KLB/wabah seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun
swasta wajib memberikan pelayanan terhadap
penderita atau tersangka penderita.
Pasal 25
• Dalam keadaan KLB/Wabah, Pemerintah dan
pemerintah daerah wajib menyediakan
perbekalan kesehatan meliputi bahan, alat, obat
dan vaksin serta bahan/alat pendukung lainnya.
TERIMA KASIH
Tugas Kelompok
• Buat 10 kelompok
• Masing masing cari dan buat resume Per UU
(UU, PP, PMK, Per Mentri lain) ttg wabah
• Tiap kelompok tidak beloh sama (diatur oleh
ketua kelas /PJ)
• Kirim dalam bentuk Word ke email saya paling
lambat 4 x 24 jam sesduah pelajaran ini…
• Pengiriman dalam satu kiriman oleh Ketua
kelas / PJ)
TUGAS
• Perorangan :
• Buat soal Pilihan Ganda masing-masing 7 soal
dengan jawaban A, B, C dan D, serta di bold
yang benar.
• Kirim ke email oleh ketua kelas atau PJ paling
lambat 3 x 24 jam ssdh pelajaran (maksimal
jam 18.00)
ISTN UAS PER UU AN DAN ETIKA
JAWABLAH DEGAN HATI-HATI, BERI TANDA PADA BULATAN DIDEPAN PILIHAN
ANDA, INGAT, KESEMPATAN SUBMIT HANYA 1(SATU) KALI
1. Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan. Orang yang dimaksud disini adalah :
A. Pelanggan
B. Apoteker
C. Konsumen
D. Dokter
E. Petugas lain
2. Pealksanaan praktik profesi oleh Apoteker diharapkan agar melaksanakan kode etik
aptoeker. Salah satu nilai yang diindahkan dalam melaksanakan praktik termuat dalam
Kode Etik Apoteker Indonesia adalah ::
A. Kesehatan
B. Kesejawatan
C. Kompetensi
D. Komunikasi
E. Kewenangan
3. Perlindungan bagi konsumen bidang kefarmasian dalam praktik kefarmasian dapat
diberikan melalui pemberian pelayanan yang telah dijanjikan dengan segera dan
memberikan kepuasan kepada pelanggan. Keadaan terbut menunjukkan upaya Apoteker
untuk memenuhi karakter pelayanan bersifat :
A. Reliability / Kehandalan
pemberian pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan
B. Responsiveness / Daya Tanggap
membantu dan memberikan pelayanan dengan tanggap tanpa membedakan
unsur SARA (Suku, Agama, Ras, Golongan) pasien
C. Assurance / Jaminan
jaminan keamanan, keselamatan, kenyamanan
D. Emphaty / Empati
komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan konsumen / pasien
E. Satisfaction
4. Setiap obat yang akan diedarkan di Indonesia diharuskan melaksanakan pembuatan di
sarana yang telah memiliki sertifikat CPOB. Pemberian sertifikat CPOB dilaksanakan
berdasarkan :
A. Produsen
B. Izin usaha
C. Bentuk Sediaan
D. Izin edar
E. Izin operasional
5. Apoteker senantiasa mengikuti proses yang sistematis dalam mengumpulkan bukti-bukti
telah melaksanakan pengembangan diri dan praktik , kemudian membandingkan bukti-
bukti tersebut dengan standar kompetensi yang ada untuk menilai apakah telah mencapai
kompetensi. Proses yang dimaksud disebut :
A. Resertifikasi
B. Kredensialisasi
C. Sertifikasi
D. Akreditasi
E. Evaluasi
6. Dimanapun Apoteker berpraktik, dia selalu harus memainkan perannya di lingkungan
tempat praktik kefarmasian melalui pelayanan kepada pelanggan internal maupun
eksternal. Peran itu disebut sebagai : .
A. Manajer
B. Teacher
C. Communicator
D. Caregiver
E. Leader
7. Pemerinah melaksanakan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap sediaan farmasi
yang beredar di Indoneia melalui kegiatan pengawasan pre dan post market.. Pelaksanaan
pengawasan post market terhadap obat tradisional yang beredar di Indonesia, dilakukan
oleh :
A. BPOM
B. Kemenkes
C. Dinkes Proipinsi
D. Dinkes Kabupaten
E. Dinkes Kota
8. Institusi pemerintah ditingkat pusat-propinsi maupun kabuaten/kota diwajibkan menyusun
norma, standar, prosedur dan kriteria dalam melaksanakan pelayanan kesehatan.
Kegiatan tersebut merupakan pelaksanaan dari peran pemerintah sebagai :
A. Pemberi biaya
B. Pelaksana Pelayananan
C. Pengawas
D. Pembina
E. Regulator
9. Menurut Permenkes 49/2016, dinas kesehatan propinsi maupun kabupaten / kota
dikelompokkan berdasarkan tipe dinkes tertentu berdasarkan variabel umum dan variabel
teknis. Variabel teknis yang dipakai adalah :
A. Jenis penyakit
B. Jumlah penderita
C. Kepadatan penduduk
D. Luas wilayah
E. Jumlah anggaran daerah
10. Penggolongan obat narkotika dan / atau psikoropika ditetapkan melalui peraturan
perundang-undangan. Untuk pertama kalinya, peraturan perundang-undangan yang
menetapkan golongan dan jenis obat psikoropika adalah :
A. OOK 419/1949 :obat keras
B. UU 5/1997 : Psikotropika
C. UU 35/2009 : Narkotika
D. PP 40/2013 :Pelaksanaan UU 35/2009
E. PMK 3/2015 : P4 Narkotika dan psikotriopika
11. Dalam melaksanakan praktik kefarmasian, Apoteker seringkali berpraktik sendirian, tanpa
ada yang membantu. Terkait kesendiriannya, agar praktiknya berjalan sesuai dengan kaidah
praktik kefarmasian yang baik maka Apoteker dituntut untuk melakukan praktik dengan
cara :
A. Adil
B. Berbudi luhur
C. Jujur
D. Ramah
E. Sopan
12. Apoteker dapat mengikuti proses penilaian dari suatu instansi terhadap seorang profesinal
pemberi pelayanan untuk menentukan apakah yang bersangkutan layak diberi penugasan
dan kewenangan untuk menjalankan asuhan/tindakan tertentu dalam lingkungan instansi
tersebut untuk periode tertentu.
Proses ini dissebut sebagai :
A. Resertifikasi
B. Kredensialisasi
C. Sertifikasi
D. Akreditasi
E. Evaluasi
13. Apoteker adalah sebuah profesi yang memiliki ciri tersendiri. Jika seseorang yang telah
lulus dalam pendidikan profesi, maka dapat menyandang jabatan profesi jika : memiliki
pengetahuan, ketrampilan dan sikap yag sesuai dengan ciri proesi Aptoeker.
Ciri khusus dibandingkan dengan lulusan bidang ilmu diluar kefarmasian adalah :
A. Memiliki pengetahuan khusus
B. Memliki ketrampilan khssus
C. Memiliki sikap yang profeional
D. Melaksanakan praktik
E. Memiliki sifat altruisme
14. Menurut Permenkes 26/2018, rumah sakit diharuskan memiliki izin dari instansi sesuai
dengan tipe rumah sakitnya. Instansi pemerinah yang megeluarkan izin untuk rumah
A. Kemenkes (RS TIPE A)
B. Dirjen Pelayanan Kesehatan
C. Dinkes Propinsi /
D. Dinkes Kab/ Kota
E. Pemda Kab/Kota
PEMBAHASAN PENERBITAN
Izin Mendirikan dan Operasional RS Tipe A = Menteri Kesehatan
Izin Mendirikan dan Operasioanl RS Tipe B = Gubrenur
Izin Mendirikan dan Operasioanl RS Tipe C & D= Bupati atau Walikota
15. Apoteker yang bekerja sebagai Medical Representative di industri farmasi tertentu, diam-
diam menjadi Apoteker Pengelola Apotek Swasta di kota yang sama. Apakah ini
merupakan pelanggaran ?
A. TIdak melanggar
B. Ya, pelanggaran Kode Etik Apoteker
C. Ya, pelanggaran Pedoman Disiplin Apoteker
D. Ya, pelanggaran PMK 31/2016
E. Ya, pelanggaran PP 51/2009
16. Banyak aspek yang dijadikan objek pengawasan post market dalam pengawasan dstribusi
obat yang beredar yang dilakukan oeh BPOM / Kemenkes. .Aspek tersebut adalah :
A. Pemenuhan CPOB
B. Efikasi produk
C. Keamanan produk
D. Konsistensi mutu
E. Stabiltas produk
17. Pada saat melayani seorang pasien, karena alasan ekonomi pasien tersebut meminta agar
Apoteker mengganti obat paten/nama dagang yang tertulis dalam resep dokter dan
menyerahkan obat generik dengan kandungan yang sama kepada pasien. Peraturan
perundang-undangan apa yang dapat dijadikan dasar ketentuan oleh Apoteker sehingga
tidak melanggar ?
A. Permenkes ttg Obat Wajib Apotik
B. Permenkes ttg Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotik
C. Permenkes ttg Apotik
D. PP 72/1998 ttg Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alkes
E. PP 51/ 2009 ttg Pekerjaan Kefarmasian
18. Penyelenggaraan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BPOM dilakukan oleh Instansi
yang berada dilingkungan BPOM sendiri.
Instansi tersebut adalah :
A. Kepala BPOM
B. Sekretariat Utama
C. Deputi
D. Inspektorat
E. Kepala Pusat,
19. Apoteker di PBF tidak mau melayani pesanan obat bebas terbatas dari sebuah Apotik,
karena Surat Pesanan tidak ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotik tesebut.
Apakah Apoteker PBF ini melenggar kentutan ?
A. TIdak melanggar
B. Ya, pelanggaran Kode Etik Apoteker
C. Ya, pelanggaran pedoman Disiplin Apoteker
D. Ya, pelanggaran PP 51/2009
E. Ya, pelanggaran UU 36/2009
20. Apoteker yang bekerja di Balai POM suatu daerah berugas sebagai pengawas farmasi dan
makanan yang ada di wilayah kerjanya. Pada saat yang sama, yang bersangkutan juga
menjadi Apoteker Pengelola Apotik X yang masuk dalak wilayah pengawasannya . Apakah
Apoteker ini melanggar ketentuan ?
A. TIdak melanggar
B. Ya, pelanggaran Kode Etik Apoteker
C. Ya, pelanggaran pedoman Disiplin Apoteker
D. Ya, pelaggaran PMK 31/2016
E. Ya, pelanggaran PP 51/2009
21. Upaya untuk memelihara dan meningkatkan kompetensi biasanya dibuat dala bentuk “plan
of Action” yang memiliki sifat sifat SMART. Singkatan yang menunjukkan bahwa rencana
kerja yang dibuat tersebut realistic adalah terkait dengan :
A. Simple
B. Measurable
C. Achievable
D. Reasonable
E. Timely
22. Walaupun sudah banyak per-uu-an yang ditetakan dan diberlakukan untuk pengaturan obat
di Indonesia, masih tetap diperlukan peraturan perundangan yang mengatur narkotika dan
psikoropika. Tujuan spesifik terkait narkotika dan psikotropika dibandingkan dengan
tujuan pengaturan obat lainnya adalah :
A. Menjamin ketersediaan
B. Melindungi masyarakat
C. Menjamin upaya rehabilitasi
D. Menjamin keamanan, mutu dan khasiat/kemanfaatan
E. Memberikan kepastian hukum
23. Menurut Per Ka BPOM 34 tahun 2018, cangkang kapsul adalah bagian tak terpisahkan dari
obat. Agar Apoteker tidak dikategorikan sebagai pelanggaran dalam pembuatan obat yang
baik, maka cangkang kapsul hendaklah dianggap sebagai :
A. Bahan awal
B. Bahan kemas
C. Bahan Aktif
D. Produk ruahan
E. Produk jadi
24. Pejabat atau pegawai BPOM / Kemenkes dikategorikan dalam jabatan fungsional yang
berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada
keahlian dan keterampilan tertentu. Jabatan dengan urutan tertinggi yang dapat diraih oleh
Apoteker diantara jabatan fungsonal beriut adalah Pengawas Farmasi dan Makanan:
A. Madya
B. Muda pertama, muda,madya, utama(paling tinggi)
C. Pelaksana
D. Penyelia
E. Pertama
25. Jika seorang Apoteker di Industri manufaktur obat yang telah memiliki sertifikat CPOB
untuk sediaan krim non antibiotik, diam-diam membuat dan mengedarkan kosmetika krim
pelembut, maka akan dikenakan sanksi. Sanksi paling berat yang akan dikenakan sesuai
UU 36/2009 adalah :
A. Pidana denda Rp. 100 juta.
B. Pidana denda Rp. 100 juta dan penjara 3 tahun
C. Pidana denda Rp. 1 Miliar dan penjara 10 tahun
U/ YANG TIDAK MEMILIKI KEAHLIAN DAN KEWENANGAN
D. Pidana denda Rp. 1,5 Miliar dan penjara 15 tahun
E. Pidana denda Rp. 5 Miliar dan penjara 5 tahun
26. Apoteker diminta bertanggung jawab dan melaksanakan kegiatan untuk menjamin
kompetensinya melalui pemeliharaan & pengembangan pengetahuan, ketrampilan dan
perilaku secara sistematis selama berkarir atau berpraktek.
Tindakan paling tepat untukitu adalah :
A. Pendidikan kefarmasian berkelanjutan
B. Pengembangan profesionalitas berkelajutan
C. Meegikuti seminar kefarmasian
D. Melaksanakan praktik kefarmasian
E. Mengikuti stud lanjut kefarmasian
27. Menurut Permenkes 3/2015, mutasi obat yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan sistem saraf pusat, dan dapat menimbulkan ketergantungan atau
ketagihan wajib dilaporkan kepda pihak yang berwenang. Laporan disampaikan sebagai
obat :
A. Obat keras
B. Obat obat tertentu
C. Obat bius
D. Obat psikotropik
E. Obat precursor
zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan sebagai
bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi industri farmasi
atau produk antara, produk ruahan, dan produk jadi
28. Apoteker yang memiliki surat izin praktik di Klinik Pratama, kemudian juga bekerja
sebagai medical represemative di sebuah industri farmasi. Apakah ini meruakan sebuah
pelanggaran ?.:
A. TIdak melanggar
B. Ya, pelanggaran Kode Etik Apoteker
C. Ya, pelanggaran pedoman Disiplin Apoteker
Butir 17 = menyalahgunakan Kompentensi Apotekernya
D. Ya, pelanggaran PP 51/2009
E. Ya, pelanggaran UU 36/2009
29. Apoteker yang tidak membuat dan/ atau tidak melaksanakan Standar Prosedur Operasional
sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh personil di sarana pekerjaan/pelayanan
kefarmasian,sesuai dengan kewenangannya.
Pelanggaran yang dilakukan oleh Apoeker tesebut adalah “
A. Pelanggaran hukum saja
B. Pelanggaran pedoman disiplin atau kode etik saja
C. Pelanggaran hukum dan kode etik
D. Pelanggaran hukum, pedoman disiplin
E. Pelanggaran hukum, pedoman disiplin dan kode etik
30. Dalam rangka pengawasan obat yang akan diedarkan di Indonesia diperlukan suatu proses
evaluasi terhadap obat yang akan diedarkan. Produsen yang berminat dapat berupa
A. Contoh produk
B. Informasi produk
C. Dosier
D. Sertifikat produk
E. Izin produksi
31. Banyak obat yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Contoh obat yang termasuk dalam kategori tersebut adalah :
A. Diazepam
B. Alprazolam
C. Fentanyl
D. Triheksifenidil
E. Dekstrometorfan
32. Praktik kefarmasian diharapkan agar dapat dilaskanakan untuk memelihara partisipasi
seluruh masyarakat melalui pemberian kesempatan kepada konsumen dan pelaksana
praktik kefarmasian untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya. Azas ini
disebut sebagai :
A. Keadilan
Agar partisipasi seluruh masyarakat dapat diwujudkan secara maksimal dan
memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh
haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
B. Keseimbangan
Untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha
dan pemerintah dalam arti materil atau pun spiritual.
C. Manfaat
Untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
D. Keamanan dan keselamatan
Untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen
dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan jasa yang
digunakan.
E. Kepastian Hukum
Agar baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh
keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara
menjamin kepastian hukum
33. Setiap sarana praktik kefarmasian diharuskan menyediakan produk yang bermutu, aman
dan berkhasiat. Persyaratan tersebut dapat saja dilanggar oleh pelaku usaha dalam berbagai
bentuk, misalnya obat palsu. Upaya untuk menghindari adanya obat palsu dalam sarana
pelayanan kefarmasian, dapat dilakukan denga cara:
A. Membeli langsung ke produsen
B. Membeli ke PBF berizin
C. Membeli ke sarana pelayanan yang lain
D. Memeriksa mutu obat
E. Meminta faktur
34. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara pengobatan risiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi dan perkiraan biaya pengobatan adalah hak pasien yang
harus diberikan sebelm pengobatan dilakukan. Pemberian informasi semacam ini perlu
dilakukan untuk memenuhi kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindaan
A. Informed consent
B. Reliability
C. Responsiveness
D. Assurance
E. Emphaty
35. Menurut UU 3/2009, setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan
dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang akan diterimanya, dan UU yang sama
menyatakan setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah
dikemukakan. Apaalasan untuk membuka rahasia tersebut ?
A. Permintaan keluarga pasien
B. Permintaan dokter
C. Permintaan Apoteker
D. Permintaan pasien
E. Permintaan masyarakat
36. Sekalipun banyak disalahgunakan, namun psikotropika dapat dipakai untuk kepentingan
pengobatan dan ilmu pengetahuan. Psikotropika yang dikelmpokkan dalam bahan yang
boleh dipakai untuk terapi namun memiliki potensi sedang dalam
A. Diazepam (Potensi Ringan)
B. Nitrazepam (Potensi Ringan)
C. Lexotan (Potensi Ringan)
D. Fenobarbital
E. Amobarbital
37. Menurut PP 51/ 2009, Apoteker dapat memperpanjang sertifikat kometensinya mendekati
5 tahun melalui proses pembuktian kometensi. Bentuk proses yang harus diikuti adalah
melalui :
A. Resertifikasi
B. Uji kompetensi (PASAL 37)
C. Sertifikasi
D. Akreditasi
E. Evaluasi
38. Apoteker sedang melaksanakan pelayanan swamedikasi dengan memberikan obat untuk
TBC di Apotik tempat dia berpraktik. Kegiatan pelayanan ini memerlukan kompetensi
sebagai seorang Apoteker.
Area kompetensi yang paling relevan dengan kegiatan ini adalah :
A. Praktik kefarmasian secara professional dan etik
B. Optimalisasi penggunaan sediaan farmasi
C. Dispensing sediaan farmasi dan alat kesehatan
D. Pemberian informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan
E. Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
39. Banyak hal yang harus disediakan oleh Apoteker untuk membuktikan bahwa Apoeker
disebut brpraktik bertanggung jawab. Bukti apa yang harus disediakan untuk menunjukkan
bahwa Apoeker berpraktik bertanggung jawab ?
A. Mengikuti perkembangan per-UU-an & IPTEK
B. Menyediakan dan membina kompetensi TTK
C. Melaksanakan praktik sesuai SPO/IK
D. Memelihara catatan praktik
E. Mendelegasikan tugas kepada TTK yang kompeten
40. Komte Farmasi Nasional menetapkan proses untuk memperpanjang sertifikat kompetensi
dapat dilakukan melalui pembuktian bahwa Apoteker melaksanaan / mengikuti kegiatan
terkait praktik kefarmasian. Kegiatan yang terkait dengan perolehan SKP berupa kajian
kasus terkait praktik kefarmasian adalah:
A. Kegiatan Praktik Profesi
B. Kegiatan Pembelajaran
C. Kegiatan Pengabdian Masyarakat
D. Kegiatan Publikasi Ilmiah atau popular di bidang kefarmasian
E. Kegiatan Pengembangan Ilmu dan Pendidikan
Penelitian, review Jurna / Case Review, Memberikan Cceramah sesama Apoteker,
Menjadi pengajar, Penguji Komperhensif, Menjadi Preseptor PKPA / MAGANG
41. Sistem pengawasan obat dan makanan yang digunakan dalam pengawasan produk yang
beredar di Indonesia dilakukan oleh berbagai pihak terkait. Pihak pertema dan utama yang
bertanggung jawab dalam hal mutu, keamanan dan khaistat / manfaat obat dan makanan
adalah :
A. BPOM
B. Kemenkes
C. Dinkes
D. Produsen
E. Masyarakat
42. Bentuk akuntabilitas dalam praktik profesi oleh Apoteker, organisasi IAI memanggil,
menyidangkan dan memberikan sanksi kepada Apoteker yang melanggar naskah
organisasi.. Prinsip yang dipakai dalam akuntabilitas ini adalah bentuk penerapan :
A. Pendisiplinan anggota
B. Menjaga wibawa profesi
C. Sarana control
D. Meningkatkan mutu profesi
E. Mencegah damur tangan pihak luar
43. Perlindungan yang diberikan oleh Apoteker kepada pasien pada saat pasien tersebut akan
memperoleh obat melalui resep yang dibawanya atau akan menggunakan obatnya. Jenis
prlidungan ini adalah :
A. Preemtif
B. Preventif
Perlindungan yang diberikan kepada konsumen pada saat konsumen tersebut
akan membeli atau menggunakan atau memanfaatkan suatu barang dan atau jasa
tertentu, mulai melakukan proses pemilihan serangkaian atau sejumlah barang
dan atau jasa tersebut dan selanjutnya memutuskan untuk membeli atau
menggunakan atau memanfaatkan barang dan jasa dengan spesifikasi tertentu
dan merek tertentu tersebut.
C. Promotif
D. Kuratif
kepada konsumen sebagai akibat dari penggunaan atau pemanfaatan barang atau
jasa tertentu oleh konsumen.
seseorang dikatakan konsumen, cukup jika orang tersebut adalah pengguna atau
pemanfaat atau penikmat dari suatu barang atau jasa, tidak peduli ia
mendapatkannya melalui pembelian atau pemberian
E. Rehabilitatif
44. Proses periizinan pangan industri rumah tangga dilakukan oleh pemilik pangan industri
rumah tangga dengan cara mengikuti proses yang dilayani oeh instansi pemerintah. Instansi
pemerinah yang melaksanakan fungsi pengawasan melalui perizinan pangan industri
rumah tangga tersebut adalah:
A. BPOM
B. Kemenkes
C. Ditjen Farmalkes
D. Dinkes Proipinsi
E. Dinkes Kabupaten/ Kota
45. Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia merupakan pedoman yang dipakai Apoteer dalam
berpraktik agar praktiknberjalan sesuai dengan ketentuan. Pada Pedoman Disiplin
Apoteker Indonesia adalah bentuk pelanggaran yang tidak boleh dilakukan oeh Apoteker.
Bentuk pelanggaran tersebut terkait dengan :
A. Moral baik dan buruk
B. Norma sopan santun
C. Penerapan keilmuan
D. Penerapan kewenangan
E. Penerapan keperdataan
46. Pelaporan narkotika dan psikotropika dapatdilakukan menggunakan cara elektronik,
melalui SIPNAP. Aspek yang perlu dilaporkan melalui SINPAP adalah ::
A. Stok Awal
B. Penerimaan
C. Pengeluaran
D. Mutasi
E. Stok Akhir
47. Apoteker dituntut untuk selalu meningkatkan praktik kefarmasian dimanapun berpraktik.
Upaya terkait dirinya sendiri untuk selalu memelihara kompetensinya sehngga setiap saat
dapat menerapkan pengetahuan dan ketrampilannya ditempat praktik. Upaya yang
dilakukan untuk ha ini adalah :
A. Mengikuti Standar Prosedur Operasional
B. Mengikuti perkembanganper-uu-an
C. Mengindahkan Kode Etik
D. Mengindahkan Pedoman Disiplin
E. Melaksanakan pengembangan diri
48. Perbedaan obat dan barang konsumsi lain dalam hal proses jual beli bidang kefarmasian ,
antara lain terletak pada kondisi masyarakat yang umumnya tidak memehami mutu dan /
atau khasiat obat, sehingga diperlukan pemberian informasi yang baiikdan benar terkait
obat. Dalam hal perlindungan konsumen, keadaan masyarakat seperti ini disebut :
A. Ignorance
B. Supply induce demand
C. Heterogen
D. Kompeteitif
E. Homogen
49. Apoteker Kepala Instalasi Farmasi sebuah Rumah Sakit memproduksi obat yang tidak
memiliki izin edar, tetapi hanya digunakan untuk lingkungan rumah sakitnya saja. Apakah
Apoteker RS ini melanggar kentutan ?
A. Opsi 1
B. Ya, pelanggaran Kode Etik Apoteker
C. Ya, pelanggaran pedoman Disiplin Apoteker
D. Ya, pelanggaran PMK 1799/2010
E. Ya, pelanggaran PP 51/2009
F. Ya, pelanggaran UU 36/2009 (PASAL 106)
50. Perbandingan antara tingkatan dari manfaat yang dirasakan terhadap manfaat yang
diharapkan oleh pelanggan merupakan salah satu hal yang mejadi indikator kesuksesan
dalam pelayanan kefarmasian bagi pasien. Perbandingan ini disebut sebagai :
F. Reliability / Kehandalan
pemberian pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan
G. Responsiveness / Daya Tanggap
membantu dan memberikan pelayanan dengan tanggap tanpa membedakan
unsur SARA (Suku, Agama, Ras, Golongan) pasien
H. Assurance / Jaminan
jaminan keamanan, keselamatan, kenyamanan
I. Emphaty / Empati
komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan konsumen / pasien
J. Satisfaction