Anda di halaman 1dari 236

9.

Pekerjaan kefarmasian
• Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah
berubah paradigmanya dari orientasi
obat kepada pasien yang mengacu pada
asuhan kefarmasian (Pharmaceutical
Care).
• Sebagai konsekuensi perubahan orientasi
tersebut, apoteker/asisten apoteker
sebagai tenaga farmasi dituntut untuk
meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan perilaku agar dapat
berinteraksi langsung dengan pasien.
• Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan
sumber daya (SDM, sarana prasarana, sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan serta
administrasi) dan pelayanan farmasi klinik
(penerimaan resep, peracikan obat,
penyerahan obat, informasi obat dan
pencatatan/penyimpanan resep) dengan
memanfaatkan tenaga, dana, prasarana,
sarana dan metode tatalaksana yang sesuai
dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan
(Depkes RI, 2006).
PMK 72-2016….RS
PMK 73 – 2016… Apt

PMK 74 – 2016… Pkm


PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2016
TENTANG STANDAR PELAYANAN
KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73
TAHUN 2016 TENTANG STANDAR
PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

Apotek adalah sarana pelayanan


kefarmasian tempat dilakukan
praktik kefarmasian oleh Apoteker.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2016
TENTANG STANDAR PELAYANAN
KEFARMASIAN DI PUSKESMAS
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya
disebut Puskesmas adalah unit pelaksana
teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kerja.
DASAR
UUK 36 / 2009

UU RS 44 / 2009
UU NAKES 36/20-14

PP 51 / 2009 PEKERJAAN KEFARMASIAN

PERMENKES TTG KEFARMASIAN


G P P - WHO
• BERBASIS PHARMACEUTICAL CARE
1. FASILITAS 10. PELAYANAN INFORMASI
2. PERSONALIA 11. KONSELING
3. KEBIJAKAN MUTU 12. PATIENT MEDICATION
4. PELATIHAN RECORD
5. KOMPLAIN & PENARIKAN 13. PELAY.SWAMEDIKASI
PRODUK 14. PROMOSI KESEHATAN
6. DOKUMENTASI/SPO, DLL 15. PENINGKATAN
7. MANAJEMEN PERSEDIAAN PROFESIONALISME
8. PENANGANAN RESEP 16. FARMAKOVIGILANS
9. DISPENSING 17. AUDIT
11
ORGANISASI
HRD
SIM
FINANCING

LEGISLASI,FAUZI KASIM 2008


REGULASI & KEBIJAKAN 12
PENGGUNA & PEMAKAI
PELAYANAN
SDM KEFARMASIAN KUALITAS
PROFESIONAL HIDUP
BERMUTU

INFORMASI

LEGISLASI,FAUZI
REGULASI
KASIM 2008 & KEBIJAKAN 13
meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian
Praktik obat, pelayanan obat atas resep
Kefarma dokter, pelayanan informasi obat
serta pengembangan obat, bahan
sian obat dan obat tradisional harus
ps 108 UUK dilakukan oleh tenaga kesehatan
36/2009 yang mempunyai keahlian dan
kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Yang dimaksud dengan
“tenaga kesehatan” dalam
ketentuan ini adalah tenaga
kefarmasian sesuai dengan keahlian
dan kewenangannya. Dalam hal
Penjelas tidak ada tenaga kefarmasian,
an tenaga kesehatan tertentu dapat
melakukan praktik kefarmasian
ps 108 secara terbatas, misalnya antara
lain dokter dan/atau dokter gigi,
bidan, dan perawat, yang
dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pekerjaan Kefarmasian
dilakukan berdasarkan pada
nilai ilmiah, keadilan,
kemanusiaan, keseimbangan,
Pasal 3 dan perlindungan serta
PP 51- keselamatan pasien atau
masyarakat yang berkaitan
2009
dengan Sediaan Farmasi yang
memenuhi standar dan
persyaratan keamanan, mutu,
dan kemanfaatan.
Yang dimaksud dengan :
a. ”Nilai Ilmiah” adalah Pekerjaan Kefarmasian harus
didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang
diperoleh dalam pendidikan termasuk pendidikan
berkelanjutan maupun pengalaman serta etika profesi.
b. ”Keadilan” adalah penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian
harus mampu memberikan pelayanan yang adil dan merata
kepada setiap orang dengan biaya yang terjangkau serta
pelayanan yang bermutu.
c. ”Kemanusiaan” adalah dalam melakukan Pekerjaan
Kefarmasian harus memberikan perlakuan yang sama dengan
tidak membedakan suku, bangsa, agama, status sosial dan ras.
d. ”Keseimbangan” adalah dalam melakukan Pekerjaan
Kefarmasian harus tetap menjaga keserasian serta keselarasan
antara kepentingan individu dan masyarakat.
e. ”Perlindungan dan keselamatan” adalah Pekerjaan
Kefarmasian tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan
semata, tetapi harus mampu memberikan peningkatan derajat
kesehatan pasien
PER – UU - AN
1. REG. DVG. 419/49 1. PP 32/96
2. O.O. K. 541/1937 2. PP 72/’98
3. UU 8/’99 3. PP 38 / 2007
4. UU 35 /’09 4. PP 19 / 2005
5. UU 13/’03 5. PP 23/ 2004
6. UU 36/’09
6. PP 51/2009
7. UU 44/’09
7. PP 20/1962
8. UU 23/2014
9. UU 36/’14
8. DLL
10. DLL

1. PERDA & PER KA.BUP./WALI


2. PERMENKES/SK MENKES
3. EDARAN MENKES
adalah pedoman untuk
melakukan Pekerjaan
Standar Kefarmasian pada
Kefarma fasilitas produksi,
sian distribusi atau
penyaluran, dan
pelayanan kefarmasian
Pek. Kefarmasian dlm Pengadaan
Sediaan Farmasi

Pek. Kefarmasian dlm Produksi


Sediaan Farmasi;

Pek. Kefarmasian dlm Distribusi


atau Penyaluran Sediaan Farmasi
SUATU PELAYANAN LANGSUNG
DAN BERTANGGUNG JAWAB
KEPADA PASIEN YANG
BERKAITAN DENGAN SEDIAAN
FARMASI DENGAN MAKSUD
M’CAPAI HASIL YG PASTI UTK
M’NINGKATKAN MUTU
KEHIDUPAN PASIEN.
Menyediakan informasi tentang obat-obatan
kepada tenaga kesehatan lainnya
Mendapatkan rekam medis untuk digunakan
pemilihan obat yang tepat
Memantau penggunaan obat apakah efektif,
tidak efektif
Menyediakan bimbingan dan konseling
Menyediakan dan memelihara serta
memfasilitasi pengujian pengobatan bagi pasien
penyakit kronis.
Berpartisipasi dalam pengelolaan obat-obatan
untuk pelayanan gawat darurat
Pembinaan pelayanan informasi dan pendidikan
bagi masyarakat.
Partisipasi dlm penilaian penggunaan obat dan
audit kesehatan
Menyediakan pendidikan mengenai obat-obatan
untuk tenaga kesehatan.
Fasilitas Kefarmasian
adalah sarana yang
digunakan untuk melakukan
Pekerjaan Kefarmasian.
Dalam menjalankan
Pekerjaan kefarmasian pada
Fasilitas Pelayanan
Pasal 20 PP
51/2009 Kefarmasian, Apoteker
dapat dibantu oleh
Apoteker pendamping dan/
atau Tenaga Teknis
Kefarmasian
APOTEK
INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT

PUSKESMAS
KLINIK
TOKO OBAT
Pasal 19 PP
51/2009 PRAKTEK BERSAMA
Kriteria Apoteker dalam Pelayanan Kefarmasian
: 1. Persyaratan administrasi a. Memiliki ijazah b. Memiliki STRA c.
Memiliki Serkom d. Memiliki SIPA.
2. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda
pengenal.
3. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan /Continuing Professional
Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang
berkesinambungan.
4. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan
pengembangan diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop,
pendidikan berkelanjutan atau mandiri.
5. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh thd per UU,
sumpah Apoteker, standar profesi (standar pendidikan, standar
pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang berlaku.
PENGERTIAN
1. APOTEK : TEMPAT 1. RS : INSTITUSI 1. KLINIK : INSTITUSI 1. PUSKESMAS :
PENGABDIAN PROFESI PELAYANAN PELAYANAN PELAYANAN
APOTEKER
KESEHATAN KESEHATAN KESEHATAN UKP &
2. TEMPAT PERORANGAN PERORANGAN UKM TINGKAT
PELAKSANAAN : PARIPURNA (RAWAT DASAR DAN/ATAU PERTAMA
PEKERJAAN INAP, RAWAT JALAN, SPESLISTIK 2. KEFARMASIAN:
(PELAYANAN ) DAN GAWAT 2. KEFARMASIAN: MENYELENGGARA-
KEFARMASIAN DARURAT) MENYELENGGARA- KAN,
PENYALURAN PRODUK
/ SEDIAAN FARMASI 2. PELAYANAN KAN, MENGOORDINASI-
PERACIKAN S/D KEFARMASIAN : MENGOORDINASI- KAN, MENGATUR,
PENYERAHAN, SATU PINTU KAN, MENGATUR, DAN MENGAWASI
MONITORING &
EVALUASI; PELAYANAN 3. IFRS: DAN MENGAWASI SELURUH
FARMASI KLINIK, DLL MENYELENGGA- SELURUH KEGIATAN
RAKAN, KEGIATAN PELAYANAN
3. UNIT USAHA / MENGKOOR- PELAYANAN FARMASI SERTA
FASILITAS DINASIKAN, FARMASI SERTA MELAKSANAKAN
KEFARMASIAN/ MENGATUR DAN MELAKSANAKAN PEMBINAAN
PELAYANAN MENGAWASI PEMBINAAN TEKNIS
KESEHATAN
SELURUH KEGIATAN TEKNIS KEFARMASIAN DI
PELAYANAN KEFARMASIAN DI KLINIK
FARMASI SERTA KLINIK
MELAKSANAKAN
PEMBINAAN TEKNIS
KEFARMASIAN
Jenis
APOTEK : RS UMUM KLINIK PRATAMA PUSKESMAS :
KONVENSIO- RS KHUSUS KLINIK UTAMA KECAMATAN
NAL & KELURAHAN/
BERANTAI PUSTU
RS PEMERINTAH KLINIK
APOTEK & PEMERINTAH KLINIK
RS SWASTA (LABA PEMERINTAH
SWALAYAN & NIRLABA) KLINIK SWASTA
(LABA & NIRLABA) KLINIK SWASTA
APOTEK DI RS MENETAP (LABA &
POLIKLINIK; RS BERGERAK PERORANGAN & NIRLABA)
PDS; RUMAH BADAN USAHA
SAKIT RS LAPANGAN PEMERINTAH /
SWASTA
RAWAT JALAN
RS KELAS A
RAWAT INAP ( IF )
RS KELAS B RAWAT JALAN
RS KELAS C RAWAT INAP (IF)
RS KELAS D
PERATURAN PERUNDANGAN & KEBIJAKAN
KEFARMASIAN TERKAIT PELAYANAN

• REGLEMENT DVG ➢ SEDIAAN FARMASI & PEKERJAAN


• ORDONASI OBAT KERAS KEFARMASIAN
• UU 35, 36 /’09 ➢ PERLINDUNGAN KONSUMEN
• UU 8/’99 ➢ OTONOMI DAERAH
• UU 29/04 ➢ PSIKOTROPIKA & NARKOTIKA
• UU 5 /’97 & 35/’09
➢ TENAGA KERJA / SERTIFIKASI
• UU 23/2014
• UU 36/’14 ➢ PEKERJAAN KEFARMASIAN
• UU 13/’03 ➢ PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI
• PP 32/96 ➢ TENAGA KESEHATAN
• PP 72/’98 ➢ PERIZINAN : STRA/SIPA/SIKTTK
• PP 25/’00 /SIA
• PP 51/09 ➢ AKREDITASI
➢ GENERIK & LABEL, PROMOSI/IKLAN
• PERMENKES
➢ OBAT WAJIB APOTEK
• PER KA BPOM
➢ HARGA
• EDARAN
➢ STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN
(1) Dalam menjalankan praktek
kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian, Apoteker harus
menerapkan standar pelayanan
kefarmasian.
(2) Penyerahan dan pelayanan obat
berdasarkan resep dokter dilaksanakan
oleh Apoteker.
(3) Dalam hal di daerah terpencil tidak
terdapat Apoteker, Menteri dapat
menempatkan TTK yang telah memiliki
STRTTK pada sarana pelayanan
kesehatan dasar yang diberi wewenang
untuk meracik dan menyerahkan obat
kepada pasien.
(1) Dalam melakukan Pekerjaan
Kefarmasian, Apoteker sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 harus
menetapkan Standar Prosedur
Pasal Operasional.
23 PP (2) Standar Prosedur Operasional
harus dibuat secara tertulis dan
51- diperbaharui secara terus menerus
2009 sesuai perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang
farmasi dan ketentuan peraturan
perundang-undangan
a. mengangkat seorang Apoteker
pendamping yang memiliki SIPA;
b. mengganti obat merek dagang
dengan obat generik yang sama
Wewenang komponen aktifnya atau obat merek
dagang lain atas persetujuan dokter
Apoteker dan/atau pasien; dan
Ps 24 PP 51 /
c. menyerahkan obat keras,
2009
narkotika dan psikotropika kepada
masyarakat atas resep dari dokter
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(1) Apoteker dapat
mendirikan Apotek dengan
modal sendiri dan/atau modal
dari pemilik modal baik
perorangan maupun
Pasal perusahaan.
25 PP (2) Dalam hal Apoteker yang
51 - mendirikan Apotek bekerja
sama dengan pemilik modal
2009
maka pekerjaan kefarmasian
harus tetap dilakukan
sepenuhnya oleh Apoteker
yang bersangkutan.
(1) Fasyan Kefarmasian di TO
dilaksanakan oleh TTK yang memiliki
STRTTK sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
(2) Dalam menjalankan praktek
Pasal kefarmasian di TO, TTK hrs
26 PP menerapkan standar pelayanan
kefarmasian di TO.
51- (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
2009 Fasilitas Pelayanan Kefarmasian di TO
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan standar pelayanan kefarmasian di
TO sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 27
Pekerjaan Kefarmasian yang
berkaitan dengan pelayanan farmasi
pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian
wajib dicatat oleh Tenaga
Pasal Kefarmasian sesuai dengan tugas dan
27 & fungsinya.
Pasal 28
28 Tenaga Kefarmasian dalam
PP 51 - melakukan Pekerjaan Kefarmasian
2009 pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian
wajib mengikuti paradigma
pelayanan kefarmasian dan
perkembangan ilmu pengetahuan
serta teknologi.
adalah Pekerjaan
Kefarmasian yang
menyangkut proses
Raha produksi, proses penyaluran
sia dan proses pelayanan dari
Kefar Sediaan Farmasi yang tidak
masi boleh diketahui oleh umum
an sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang
undangan.
Persyaratan Umum (PP 51/09)
• Tenaga, Standar Yanfar, SPO, Dicatat,
• Perizinan SDM
• Cara Praktik Pelayanan yang Baik / Standar
Pelayanan Kefarmasian
• Menjaga Rahasia Kedokteran Kefarmasian
• Mengikuti paradigma pelayanan
kefarmasian dan perkembangan ilmu
pengetahuan serta teknologi
• Kendali Mutu dan Kendali Biaya

151018
TERIMA KASIH
Pelayanan Farmasi
RS – PKM - Klinik
DASAR
UUK 36 / 2009

UU RS 44 / 2009
UU NAKES 36/20-14

PP 51 / 2009 PEKERJAAN KEFARMASIAN

PERMENKES TTG KEFARMASIAN


Rumah sakit oleh WHO ( 1957 )
• diberikan batasan yaitu suatu bahagian
menyeluruh, ( Integrasi ) dari organisasi dan
medis, berfungsi memberikan pelayanan
kesehatan lengkap kepada masyarakat baik
kuratif maupun rehabilitatif, dimana output
layanannya menjangkau pelayanan keluarga
dan lingkungan, rumah sakit juga merupakan
pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk
penelitian biososial.
PERMENKES TERKAIT RS/PKM/KLINIK
• PMK 889/’11 : REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA
KEFARMASIAN
• PMK 012/’12 : AKREDITASI RUMAH SAKIT
• PMK No. 56/’14 : KLASIFIKASI & PERIZINAN RUMAH SAKIT
• PMK 75/’14 : PUSKESMAS & PMK 09/’14 : KLINIK
• PMK HK 02.02.068/’10 : KEWAJIBAN MENGGUNAKAN OBAT
GENERIK DI FASYANKES PEMERINTAH
• PMK 74/’16 : STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS
• PMK 72/’16 : STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH
SAKIT
• PMK 75/’14 : PUSKESMAS
• PMK 3/’15 : P4 NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR
FARMASI
• DLL
PERIZINAN RS & PERSYARATAN RS
1. IZIN RUMAH SAKIT :
a. MENDIRIKAN ATAU MERUBAH
b. MEMENUHI PERSYARATAN
2. IZIN OPERASIONAL :
a. MENYELENGGARAKAN PELAYANAN
b. MEMENUHI PERSYARATAN
3. INSTITUSI
a. UNIT PELAKSANA TEKNIS INSTANSI
PEMERINTAH
b. BADAN HUKUM KHUSUS PERUMAHSAKITAN
SWASTA / BUMN
PERIZINAN RS & PERSYARATAN RS
4. KLASIFIKASI
a. RUMAH SAKIT UMUM ( A,B,C,D)
b. RUMAH SAKIT KHUSUS ( A,B,C)
c. DASAR KLASIFIKASI : JENIS PELAYANAN, SDM,
PERALATAN, BANGUNAN – PRA SARANA
5. PELAYANAN : MEDIK; KEFARMASIAN; KEPERAWATAN
DAN KEBIDANAN; PENUNJANG KLINIK; PENUNJANG
NONKLINIK; PELAYANAN RAWAT INAP.
6. PELAYANAN KEFARMASIAN : PENGELOLAAN SEDIAAN
FARMASI, ALAT KESEHATAN DAN BAHAN MEDIS HABIS
PAKAI, DAN PELAYANAN FARMASI KLINIK
PERIZINAN RS & PERSYARATAN RS
7. TENAGA KEFARMASIAN
a. APOTEKER SEBAGAI KEPALA INSTALASI FARMASI RUMAH
SAKIT;
b. APOTEKER(5;4; 2; 1* ) DI RAWAT JALAN + TTK ( MIN 10;
8; 4;2* )
c. APOTEKER(5;4; 4; 1* ) DI RAWAT INAP + TTK ( MIN. 10; 8;
8 2*)
d. APOTEKER(1;1; 1; 0 ) DI IGD + TTK( MIN. 2; 2; 0; 0)
e. APOTEKER (1;1; 0; 0 ) DI RUANG ICU + TTK (MIN. 2; 2; 0;0)
f. APOTEKER (1;1; 1; 1) KOORDINATOR PENERIMAAN DAN
DISTRIBUSI(DAPAT MERANGKAP FARMASI KLINIK) + TTK
SESUAI KEBUTUHAN
g. APOTEKER(1;1; 0; 0) KOORDINATOR PRODUKSI (DAPAT
MERANGKAP FARMASI KLINIK ) + TTK SESUAI KEBUTUHAN
* MERANGKAP RW JALAN & INAP;(A;B;C;D)
PERIZINAN RS & PERSYARATAN KLINIK
1. IZIN RUMAH SAKIT :
a. MENDIRIKAN ATAU MERUBAH
b. MEMENUHI PERSYARATAN
2. IZIN OPERASIONAL :
a. MENYELENGGARAKAN PELAYANAN
b. MEMENUHI PERSYARATAN
3. INSTITUSI
a. UNIT PELAKSANA TEKNIS INSTANSI PEMERINTAH
b. BADAN HUKUM KHUSUS PERUMAHSAKITAN
SWASTA / BUMN
PELAYANAN DI IFRS ( 58/2014)
1. PENGELOLAAN OBAT, ALKES & BMHP
2. PELAYANAN FARMASI KLINIS
3. PENGELOLAAN SUMBER DAYA
KEFARMASIAN LAINSDM; SARANA –
PERALATAN; PENDIDIKAN & PELATIHAN
NAKES
4. PENELITIAN & PENGEMBANGAN
5. ORGANISASI;
6. PENGENDALIAN MUTU
7. DUKUNGAN LAIN UNTUK MEDIS &
KERJASAMA NAKES LAIN
PENCATATAN & PELAPORAN
1. KARTU STOK – CATATAN MUTASI OBAT
2. CATATAN PELAYANAN PASIEN / PATIENT
MEDICATION RECORD
3. MONITORING EFEK SAMPING OBAT
4. PELAPORAN NARKOTIKA &
PSIKOTROPIKA ( SIPNAP)
5. CATATAN MUTU & LAPORAN
MANAJEMEN
6. LAIN-2
PELAYANAN KEFARMASIAN
(PP No. 51/2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian)

• Pelayanan langsung dan


bertanggung jawab kepada pasien
yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai
hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan
pasien
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2016
TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN
DI RUMAH SAKIT

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan


kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat.
• Dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian
di Rumah Sakit, apoteker harus mengacu pada
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Rumah Sakit.
• Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit telah memuat berbagai macam aktifitas
baik pengelolaan sediaan farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai (BMHP) dan pelayanan
farmasi klinik yang harus dilaksanakan dan
menjadi tanggung jawab seorang apoteker
• Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit berperan
penting dalam penjaminan mutu, manfaat,
keamanan dan khasiat sediaan farmasi dan alat
kesehatan.
• Selain itu pelayanan kefarmasian bertujuan untuk
melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan
obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan
pasien (patient safety).
• Peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di Rumah
Sakit diselenggarakan dengan mengacu pada
Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit serta Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan
Obat (PKPO) Standar Nasional Akreditasi Rumah
Sakit (SNARS).
• Pelayanan Kefarmasian yang diselenggarakan di
Rumah Sakit haruslah mampu menjamin
ketersediaan obat yang aman, bermutu dan
berkhasiat dan sesuai dengan amanat Undang
Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit diselenggarakan sesuai dengan Standar
Pelayanan Kefarmasian.
• Selanjutnya, Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
72 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit diterbitkan, meliputi pengelolaan
sediaan obat dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP), pelayanan farmasi klinik serta
pengawasan obat dan BMHP
REGULASI
Dokumen Regulasi
• Dokumen regulasi yang harus
disiapkan terkait pengorganisasian
pelayanan kefarmasian di rumah
sakit dapat berbentuk kebijakan/
pedoman/ standar prosedur
operasional
Kebijakan
• Kebijakan adalah ketetapan pimpinan RS pada
tataran strategis. Narasi bersifat garis besar dan
mengikat.
• Kebijakan yang perlu ditetapkan meliputi:
pengorganisasian dan pelayanan kefarmasian
dalam hal pengelolaan dan penggunaan sediaan
farmasi, alat kesehatan (Alkes) dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP) dan pelayanan farmasi klinik.
• Kebijakan pengelolaan dan penggunaan obat di
rumah sakit dapat dibuat dalam satu Peraturan
Pimpinan Tertinggi Rumah Sakit.
Pedoman
• Pedoman adalah kumpulan ketentuan dasar yang
memberi arah pelaksanaan kegiatan, contoh:
Pedoman Organisasi Instalasi Farmasi, Pedoman
Pelayanan Farmasi dan lain-lain.
• Format dan sistematika pedoman disesuaikan
dengan kebutuhan RS. Pedoman harus dibuatkan
surat keputusan (SK) pemberlakuannya oleh
Direktur Rumah Sakit dan dievaluasi minimal 2
tahun sekali.
• Pedoman pengelolaan dan penggunaan obat di
rumah sakit dapat dibuat dalam satu Peraturan
Pimpinan Rumah Sakit.
Standar Prosedur Operasional

• Standar prosedur operasional (SPO) adalah suatu


perangkat instruksi/langkah-langkah yang
dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja
rutin tertentu.
• SPO bertujuan agar pelayanan konsisten dan
memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan.
• Rumah sakit harus menyiapkan SPO untuk setiap
kegiatan dalam pengelolaan sediaan farmasi,
Alkes dan BMHP dan pelayanan farmasi klinik.
Sistem Satu Pintu
• Yanfar di RS harus dilakukan oleh IFRS dengan
menerapkan sistem satu pintu sebagaimana dijelaskan
dalam Permenkes No.72 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
• Sistem satu pintu pada pelayanan kefarmasian, yaitu:
– Kegiatan Yanfar baik pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan BMHP, termasuk pembuatan formularium,
pengadaan, dan pendistribusian sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan BMHP dilaksanakan melalui IFRS.
– Apabila, sesuai dengan peraturan yang berlaku, terdapat
proses pengelolaan (misal: pengadaan) yang dilaksanakan
oleh unit kerja lain, penetapan kebijakan tetap dilakukan
berkoordinasi dengan IFRS.
Manfaat Satu Pintu bagi RS
IFRS merupakan satu-satunya penyelenggara Pelayanan Kefarmasian,
sehingga Rumah Sakit akan mendapatkan manfaat dalam hal:
1. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan BMHP;
2. Standarisasi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP;
3. Penjaminan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP;
4. Pengendalian harga sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP;
5. Pemantauan terapi Obat;
6. Penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan BMHP (keselamatan pasien);
7. Kemudahan akses data sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
BMHP yang akurat;
8. Peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit;
dan
9. Peningkatan pendapatan Rumah Sakit dan peningkatan
kesejahteraan pegawai.
Yanfar di RS
Yanfar RS , PMK 72-2016 dan Petunjuk Tekhnik Yanfar RS

1. Rangkaian pengelolaan
sediaan farmasi .
2. Rangakaian pelayanan
farmasi klinik
Rangkaian pada pengelolaan sediaan farmasi

1. Pemilihan,
2. Perencanaan Kebutuhan,
3. Pengadaan,
4. Penerimaan,
5. Penyimpanan,
6. Pendistribusian,
7. Pemusnahan dan Penarikan,
8. Pengendalian dan Administrasi.
rangakaian pelayanan farmasi klinik
1. Pengkajian dan Pelayanan Resep,
2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat,
3. Rekonsiliasi Obat,
4. Pelayanan Informasi Obat,
5. Konseling,
6. Visite,
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO),
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO),
9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO),
10. Dispensing Sediaan Steril dan
11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah.
Yanfar PKM
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN
DI PUSKESMAS

Pusat Kesehatan Masyarakat yang


selanjutnya disebut Puskesmas adalah
unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggung
jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja.
Latar Belakang PKM
• Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
pelayanan kesehatan tidak lagi terpusat di rumah
sakit atau fasilitas kesehatan tingkat lanjutan,
namun pelayanan kesehatan harus dilakukan
secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan
medis pasien. Hal ini dimaksudkan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi
masyarakat.
• Prinsip ini memberlakukan pelayanan kesehatan
difokuskan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP) dimana salah satunya adalah Puskesmas.
• Berdasarkan Permenkes Nomor 75 tahun 2014 tentang
Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas merupakan
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya di wilayah kerjanya.
• Salah satu fungsi pokok Puskesmas adalah sebagai pusat
pelayanan kesehatan tingkat pertama
• Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas berperan penting
dalam penjaminan mutu, manfaat, keamanan serta khasiat
sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai.
• Selain itu pelayanan kefarmasian bertujuan untuk
melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat
yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien
(patient safety).
• Dalam melaksanakan pelayanan
kefarmasian di Puskesmas, apoteker
dan tenaga teknis kefarmasian harus
mengacu pada Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 74 tahun 2016
tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas.
Permenkes tentang standar pelayanan
kefarmasian di puskesmas
• Dalam Peraturan Menteri Kesehatan
nomor 74 tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas,
pelayanan kefarmasian terbagi dalam
dua kegiatan yaitu pengelolaan sediaan
farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP) serta pelayanan farmasi klinik
Puskesmas
• “Suatu unit organisasi yang bergerak dalam
bidang pelayanan kesehatan yang berada di
garda terdepan dan mempunyai misi sebagai
pusat pengembangan pelayanan kesehatan,
yang melaksanakan pembinaan dan pelayanan
kesehatan secara menyeluruh dan terpadu
untuk masyarakat di suatu wilayah kerja
tertentu yang telah ditentukan secara mandiri
dalam menentukan kegiatan pelayanan
namun tidak mencakup aspek pembiayaan”.
Tujuan Pelayanan kefarmasian di PKM
menyediakan dan memberikan
sediaan farmasi dan alat kesehatan
disertai informasi

agar masyarakat mendapatkan manfaat


yang terbaik.
TUJUAN PENGATURAN
STANDAR YANFAR

Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian

Menjamin kepastian hukum


bagi tenaga kefarmasian

Melindungi pasien dan masyarakat dari


penggunaan obat yang tidak rasional dalam
rangka keselamatan pasien (patient safety)
Kompetensi apoteker di Puskesmas
1. Mampu menyediakan dan memberikan pelayanan
kefarmasian yang bermutu
2. Mampu mengambil keputusan secara profesional
3. Mampu berkomunikasi yang baik dengan pasien
maupun profesi kesehatan lainnya dengan
menggunakan bahasa verbal, nonverbal maupun
bahasa lokal
4. Selalu belajar sepanjang karier baik pada jalur formal
maupun informal, sehingga ilmu dan keterampilan
yang dimiliki selalu baru (up to date).
5. Sedangkan asisten apoteker / TTK hendaknya dapat
membantu pekerjaan apoteker dalam melaksanakan
pelayanan kefarmasian tersebut.
Prasarana dan Sarana PKM
• Prasarana adalah tempat, fasilitas dan peralatan
yang secara tidak langsung mendukung
pelayanan kefarmasian, sedangkan sarana
adalah suatu tempat, fasilitas dan peralatan
yang secara langsung terkait dengan pelayanan
kefarmasian.
• Dalam upaya mendukung pelayanan
kefarmasian di Puskesmas diperlukan prasarana
dan sarana yang memadai disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing Puskesmas dengan
memperhatikan luas cakupan, ketersediaan
ruang rawat inap, jumlah karyawan, angka
kunjungan dan kepuasan pasien
Administrasi PKM
• Administrasi adalah rangkaian aktivitas pencatatan,
pelaporan, pengarsipan dalam rangka penatalaksanaan
pelayanan kefarmasian yang tertib baik untuk sediaan farmasi
dan perbekalan kesehatan maupun pengelolaan resep supaya
lebih mudah dimonitor dan dievaluasi.
• Administrasi untuk sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
meliputi semua tahap pengelolaan dan pelayanan
kefarmasian,yaitu:
 Perencanaan.
 Permintaan obat ke instalasi farmasi kabupaten/ kota.
 Penerimaan.
 Penyimpanan mengunakan kartu stok atau komputer
 Pendistribusian dan pelaporan menggunakan form LP-LPO.
• Administrasi untuk resep meliputi pencatatan
jumlah resep berdasarkan pasien (umum,
miskin, asuransi), penyimpanan bendel resep
harian secara teratur selama 3 tahun dan
pemusnahan resep yang dilengkapi dengan
berita acara.
• Pengadministrasian termasuk juga untuk:
– Kesalahan pengobatan (medication error)
– Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
– Medication Record
– Pelayanan Farmasi Klinik
– Pelayanan Resep
Alasan Pemusnahan
Sediaan Farmasi dan BMHP
1. produk tidak memenuhi persyaratan
mutu;
2. telah kadaluwarsa;
3. tidak memenuhi syarat untuk
dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu
pengetahuan;
4. dan/atau dicabut izin edarnya.
YANFAR DI KLINIK
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR
028/MENKES/PER/I/2011 TENTANG
KLINIK
Pasal 4 Penyelengaraan Yankes
1) Klinik menyelenggarakan pelayanan
kesehatan yang bersifat promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif.
(2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk rawat
jalan, one day care, rawat inap dan/atau home
care.
(3) Klinik yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan 24 (dua puluh empat) jam harus
menyediakan dokter serta tenaga kesehatan lain
sesuai kebutuhan yang setiap saat berada di
tempat.
Kefarmasian
Pasal 21
(1) Klinik rawat jalan tidak wajib
melaksanakan pelayanan farmasi.
(2) Klinik rawat jalan yang
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian
wajib memiliki apoteker yang memiliki
Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sebagai
penanggung jawab atau pendamping
Pasal 22
(1) Klinik rawat inap wajib memiliki
instalasi farmasi yang diselenggarakan
apoteker.
(2) Instalasi farmasi sebagaimana dimaksud
pada ayat
(1) melayani resep dari dokter Klinik
yang bersangkutan, serta dapat
melayani resep dari dokter praktik
perorangan maupun Klinik lain
Pasal 23
Klinik yang menyelenggarakan
pelayanan rehabilitasi medis
pecandu narkotika, psikotropika,
dan zat adiktif lainnya wajib
memiliki instalasi farmasi yang
diselenggarakan oleh apoteker.
Yanfar di klinik (Pasal 24)
(1) Klinik menyelenggarakan pengelolaan dan pelayanan
kefarmasian melalui ruang farmasi yang dilaksanakan
oleh apoteker yang memiliki kompetensi dan
kewenangan untuk itu.
(2) Apabila klinik berada di daerah yang tidak terdapat
apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pelayanan kefarmasian dapat dilaksanakan oleh tenaga
teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Ruang farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat melayani resep dari tenaga medis yang
bekerja di klinik yang bersangkutan.
Kesimpulan
• Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus terakreditasi dan
memenuhi Standar
• Salah satu yang harus dipenuhi adalah Standar Pelayanan
Kefarmasian di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (RS,
Puskesmas dan Apotek)
• Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten Kota harus
Melaksanakan Pembinaan dalam Implementasi Standar
Pelayanan Kefarmasian.
• Dinas Kesehatan Provinsi Wajib Melaporkan Hasil
Pembinaan Dan Pengawasan Kepada Direktur Jenderal
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan-KEMENKES RI
• Standar pelayanan kefarmasian di fasilitas pelayanan
kesehatan dimaksudkan untuk menjamin keselamatan
pasien
TERIMA KASIH
Pelayanan Farmasi
Apotek - Swamedikasi
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2016
TENTANG STANDAR PELAYANAN
KEFARMASIAN DI APOTEK

Apotek adalah sarana


pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktik kefarmasian
oleh Apoteker.
PERMENKES/KEMENKES APOTEK
• PMK No. 922/’93 : KETENTUAN DAN TATA CARA
PEMBERIAN IZIN APOTIK .
.\BAHAN\PEKERJAAN\APOTEK & TOKO OBAT\Permenkes No. 922 Th 1993 ttg KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK.pdf

• KMK 1332/’02 : PERUBAHAN ATAS PMK No. 922/’93


..\BAHAN\PEKERJAAN\APOTEK & TOKO OBAT\MENKES_1332_APOTIK.pdf

• KMK No. 347/‘90; 924/’93 ; 1176/’99 : OBAT WAJIB


APOTEK
• PMK 889/’11 : REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN
KERJA TENAGA KEFARMASIAN
..\BAHAN\PEKERJAAN\Permenkes 889_Menkes_Per_V_2011.pdf

• PMK 73/’16 : STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI


APOTEK ..\BAHAN\PEKERJAAN\APOTEK & TOKO OBAT\PERMENKES 35 (APT).pptx

• PMK 3/’15 : P4 NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN


PREKURSOR FARMASI
• PMK 44 thn 2019... Perobahan Penggolongan
Narkotika
PERSYARATAN APOTEK
1. PERSYARATAN TENAGA
– APOTEKER (APA & APING)
 STRA, SURAT SUMPAH, SURAT IZIN PRAKTEK, SURAT KETERANGAN SEHAT;
KHUSUS APA : TIDAK BEKERJA DI SUATU PERUSAHAAN FARMASI DAN TIDAK
MENJADI APOTEKER PENGELOLA APOTIK DI APOTIK IAIN.
– TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN: SIKTTK
2. PERSYARATAN SARANA / PRASARANA
– BANGUNAN(TERMASUK KEPEMILIKAN) & KELENGKAPAN
GEDUNG, PAPAN NAMA
– PERLENGKAPAN PELAYANAN, WADAH, ADM APOTEK
– BUKU
3. PERJANJIAN KERJA SAMA (NOTARIS), JIKA KERJASAMA
APA & PSA & PERSYARATAN LAIN MASING-2 PEMDA
PROSES PERIZINAN APOTEK
1. APA / PSA MEMPERSIAPKAN BANGUNAN,
PERLENGKAPAN, SDM, DLL KECUALI OBAT
2. PERMOHONAN KEPADA PEMDA KAB/KOTA (
DINKES ATAU UNIT LAIN)
3. PEMERIKSAAN SETEMPAT OLEH PEJABAT YG
BERWENANG
4. PENERBITAN SURAT IZIN APOTEK OLEH
PEMDA ( DINKES ATAU UNIT LAIN)
Yanfar di Apotek
Permenkes 73-2016 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan


Bahan Medis Habis Pakai (perencanaan; pengadaan;
penerimaan; penyimpanan; pemusnahan;
pengendalian; dan pencatatan dan pelaporan.
2. Pelayanan farmasi klinik (Pengkajian Resep;
dispensing; Pelayanan Informasi Obat (PIO); konseling;
Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy
care); Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan Monitoring
Efek Samping Obat (MESO);
3. Sumber daya Kefarmasian ( SDM dgn STRA, SIPA & SIK,
atribut praktik, ikut CPD, Menjalankan Seven stars’
Plus )
6
Yanfar di Apotek ( PMK 35/2014)
4. Sarana/Prasarana (mudah diakses, menjamin mutu
sediaan farmasi, kelancaran praktik : Ruang yan R/, racik,
konseling, penyerahan, penyimpanan, arsip);
5. Menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman,
bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.
6. Mengirimkan laporan Pelayanan Kefarmasian secara
berjenjang,
7. Pembinaan dan pengawasan;
8. Evaluasi mutu ( Mutu Manajerial,Mutu Pelayanan
Farmasi Klinik)
7
PENCATATAN & PELAPORAN
1. KARTU STOK – CATATAN MUTASI OBAT
2. CATATAN PELAYANAN PASIEN / PATIENT
MEDICATION RECORD
3. MONITORING EFEK SAMPING OBAT
4. PELAPORAN NARKOTIKA &
PSIKOTROPIKA ( SIPNAP)
5. CATATAN MUTU & LAPORAN
MANAJEMEN
6. LAIN-2
Alasan Pemusnahan
Sediaan Farmasi dan BMHP
 produk tidak memenuhi persyaratan
mutu;
 telah kadaluwarsa;
 tidak memenuhi syarat untuk
dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu
pengetahuan;
 dan/atau dicabut izin edarnya.
PENCABUTAN SURAT IZIN APOTEK
1. APOTEKER
a. SUDAH TIDAK LAGI MEMENUHI KETENTUAN
b. TIDAK MEMENUHI KEWAJIBAN SBG APA
c. APA BERHALANGAN TIDAK ADA PENGGANTI
d. TERJADI PELANGGARAN TERHADAP KETENTUAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
e. SURAT IZIN PRAKTIK APA DICABUT
2. PEMILIK SARANA APOTIK TERBUKTI TERLIBAT
DALAM PELANGGARAN PERUNDANGUNDANGAN
DIBIDANG OBAT
3. APOTIK TIDAK LAGI MEMENUHI PERSYARATAN
PELAYANAN
SWAMEDIKASI
riset kesehatan dasar kemkes 2014
 Rumah tangga di Indonesia umumnya menyimpan
obat untuk swamedikasi,
 Proporsi tertinggi rumah tangga di DKI Jakarta
(56,4%) dan terendah di NTT (17,2%).
 Rerata sediaan obat yang disimpan 3 macam.
 35,7 % rumah tangga yang menyimpan obat keras,
27,8 % Antibiotika
 32,1 % menyimpan obat yang sedang digunakan
 47,0 % menyimpan obat sisa (obat sisa resep dokter
atau obat sisa dari penggunaan sebelumnya)
 42,2 % menyimpan obat untuk persediaan
(Patient knowledge and rationality of self-medication in three pharmacies of
Panyabungan City, Indonesia)
Nur Aini Harahap, Khairunnisa* & Juanita Tanuwijaya Departemen Farmakologi
Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara
Jurnal Sains Farmasi & Klinis (p- ISSN: 2407-7062 | e-ISSN: 2442-5435)
diterbitkan oleh Ikatan Apoteker Indonesia - Sumatera Barat homepage:
http://jsfkonline.org. Published: 28 May 2017

Tempat responden dalam memperoleh obat swamedikasi


adalah
 di warung 55,8%;
 di apotek 29,8%;
 di toko obat 8,5%;
 di supermarket 4,4%; dan
 lainnya 1,5 % seperti dari tetangga atau saudara/i
responden
PENGERTIAN SWAMEDIKASI
(PEDOMAN PENGGUNAAN OBAT BEBAS DAN BEBAS TERBATAS- KEMKES)

Swamedikasi merupakan upaya pengobatan yang


dilakukan sendiri. Dalam penatalaksanaan
swamedikasi, masyarakat memerlukan pedoman yang
terpadu agar tidak terjadi kesalahan pengobatan
(medication error).
Apoteker sebagai salah satu profesi kesehatan
sudah seharusnya berperan sebagai pemberi
informasi (drug informer) khususnya untuk obat-obat
yang digunakan dalam swamedikasi. Obat-obat yang
termasuk dalam golongan obat bebas dan bebas
terbatas relatif aman digunakan untuk pengobatan sendiri
(swamedikasi).
Upaya seseorang untuk mengobati
dirinya sendiri, dilakukan dengan
menggunakan obat atas kemauan sendiri
tanpa adanya panduan dari tenaga
medis. (Pharm World Sci,2006)
Pemilihan dan penggunaan obat-obatan
oleh individu, termasuk obat herbal dan
obat tradisional untuk mengobati
penyakit atau gejala yang dapat dikenali
sendiri, WHO (1998)
• Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan
bagian dari upaya masyarakat menjaga
kesehatannya sendiri (Sukasediati, 1999).
• Dari data World Health Organization (WHO),di
banyak negara sampai 80% episode sakit dicoba
diobati sendiri oleh penderita.
• Sedangkan data di Indonesia menunjukkan
bahwa sekitar 60% masyarakat melakukan
swamedikasi dengan obat modern sebagai
tindakan pertama bila sakit (Suryawati, 1997).
PENGOBATAN SENDIRI
• PENGOBATAN & PENGGUNAAN OBAT UNTUK
DIRI SENDIRI :
– MENGURANGI RASA SAKIT
– MENGOBATI GEJALA PENYAKIT

• PREVENTIF /PROMOTIF :
– MENGHINDARI KONSUMSI PRODUK TERTENTU,
TERMASUK ROKOK
– DIET, LATIHAN FISIK, KONSUMSI SUPLEMEN &
JAMU, DLL
Informasi Kemasan, Etiket dan Brosur
Sebelum menggunakan obat, bacalah sifat dan cara
pemakaiannya pada etiket, brosur atau kemasan obat agar
penggunaannya tepat dan aman. Pada setiap brosur atau
kemasan obat selalu dicantumkan:
• Nama obat • Komposisi • Indikasi • Informasi cara kerja
obat • Aturan pakai • Peringatan (khusus untuk obat
bebas terbatas) • Perhatian • Nama produsen • Nomor
batch/lot • Nomor registrasi (Nomor registrasi
dicantumkan sebagai tanda ijin edar absah yang diberikan
oleh pemerintah pada setiap kemasan obat) • Tanggal
kadaluarsa
Cara Pemilihan Obat
Untuk menetapkan jenis obat yang dibutuhkan perlu
diperhatikan :
a) Gejala atau keluhan penyakit
b) Kondisi khusus misalnya hamil, menyusui, bayi, lanjut usia,
diabetes mellitus dan lain-lain.
c) Pengalaman alergi atau reaksi yang tidak diinginkan terhadap
obat tertentu.
d) Nama obat, zat berkhasiat, kegunaan, cara pemakaian, efek
samping dan interaksi obat yang dapat dibaca pada etiket atau
brosur obat.
e) Pilihlah obat yang sesuai dengan gejala penyakit dan tidak
ada interaksi obat dengan obat yang sedang diminum.
f) Untuk pemilihan obat yang tepat dan informasi yang lengkap,
tanyakan kepada Apoteker.
Cara Penggunaan Obat
a) Penggunaan obat tidak untuk pemakaian secara
terus menerus.
b) Gunakan obat sesuai dengan anjuran yang tertera
pada etiket atau brosur.
c) Bila obat yang digunakan menimbulkan hal-hal
yang tidak diinginkan, hentikan penggunaan dan
tanyakan kepada Apoteker dan dokter.
d) Hindarkan menggunakan obat orang lain walaupun
gejala penyakit sama.
e) Untuk mendapatkan informasi penggunaan obat
yang lebih lengkap, tanyakan kepada Apoteker.
PERAN APOTEKER DALAM PENGGUNAAN OBAT
BEBAS DAN BEBAS TERBATAS

1. menyediakan produk obat yang


sudah terbukti keamanan, khasiat dan
kualitasnya
2. memberikan informasi yang
dibutuhkan atau melakukan konseling
kepada pasien (dan keluarganya) agar
obat digunakan secara aman, tepat
dan rasional.
PERAN APOTEKER DLM PENGGUNAAN OBAT BEBAS & BEBAS TERBATAS

Konseling dilakukan terutama dalam mempertimbangkan :


1. Ketepatan penentuan indikasi/penyakit
2. Ketepatan pemilihan obat (efektif, aman, ekonomis),
serta
3. Ketepatan dosis dan cara penggunaan obat.

Satu hal yang sangat penting dalam konseling swamedikasi


adalah meyakinkan agar produk yang digunakan tidak
berinteraksi negatif dengan produk-produk yang sedang
digunakan atau dikonsumsi pasien. Di samping itu Apoteker
juga diharapkan dapat memberikan petunjuk kepada
pasien bagaimana memonitor penyakitnya, serta kapan
harus menghentikan pengobatannya atau kapan harus
berkonsultasi kepada dokter.
KEWAJIBAN APOTEKER
1. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat
per pasien yang disebutkan dalam Obat Wajib
Apotik yang bersangkutan
2. Membuat catatan pasien serta obat yang telah
diserahkan
3. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan
pakainya, kontraindikasi, efek samping dan lain-lain
yang perlu diperhatikan oleh pasien.
4. Rasio khasiat keamanan : perbandingan relatif dari
keuntungan penggunaannya dengan
mempertimbangkan risiko bahaya penggunaannya

OOK 419/’49; UU 8/’99; UU 36/’09; UU 44/’09


PP72/’ 98; PP 61/’09- PMK 72,73,74/’16;
KMK 347/’90; PMK 924/’03; KMK 1176/’99
INFORMASI UMUM TENTANG OBAT
 Penggolongan Obat.
 Informasi pada Kemasan, Etiket dan Brosur
 Tanda Peringatan
 Cara Pemilihan Obat
 Cara Penggunaan Obat
 Efek Samping
 Cara Penyimpanan Obat
 Tanggal Kadaluarsa
 Dosis
 Hal yang harus diperhatikan
Informasi yang perlu disampaikan ketika
melakukan swamedikasi
Hal yang disampaikan oleh Apoteker dalam penggunaan obat
bebas atau obat bebas terbatas antara lain:
• Khasiat obat: Apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa
khasiat obat yang bersangkutan, sesuai atau tidak dengan
indikasi atau gangguan kesehatan yang dialami pasien.
• Kontraindikasi: pasien juga perlu diberi tahu dengan jelas kontra
indikasi dari obat yang diberikan, agar tidak menggunakannya
jika memiliki kontra indikasi dimaksud.
• Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada): pasien juga
perlu diberi informasi tentang efek samping yang mungkin
muncul, serta apa yang harus dilakukan untuk menghindari atau
mengatasinya.
• Cara pemakaian: cara pemakaian harus disampaikan secara jelas
kepada pasien untuk menghindari salah pemakaian, apakah
ditelan, dihirup, dioleskan, dimasukkan melalui anus, atau cara
lain.
Informasi yang perlu disampaikan ketika melakukan swamedikasi
• Dosis: sesuai dengan kondisi kesehatan pasien, Apoteker dapat
menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh produsen
(sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat
menyarankan dosis lain sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
• Waktu pemakaian: waktu pemakaian juga harus diinformasikan dengan
jelas kepada pasien, misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat
akan tidur.
• Lama penggunaan: lama penggunaan obat juga harus diinformasikan
kepada pasien, agar pasien tidak menggunakan obat secara
berkepanjangan karena penyakitnya belum hilang, padahal sudah
memerlukan pertolongan dokter.
• Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya
pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam
waktu bersamaan.
• Hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat
• Cara penyimpanan obat yang baik
• Cara memperlakukan obat yang masih tersisa
• Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak
Perat. Per-UU-an yg wajib dibaca.....

OOK 419/’49 KMK 347/’90


UU 8/’99
UU 29/’04 PMK 924/’03
UU 36/’09 KMK/ 1176/’99
UU 44/’09
PMK 72/’16
PP72/’ 98 PMK 73/’16
PP 51/’09
PMK 74/’16
PRODUK UNTUK PELAYANAN
SWAMEDIKASI
Obat keras tanpa resep dokter : OWA
Obat bebas terbatas
Obat bebas
Obat tradisional
Kosmetika

OOK 419/’49; UU 8/’99; UU 36/’09; UU 44/’09


PP72/’ 98; PP 61/’09- PMK 72,73,74/’16;
KMK 347/’90; PMK 924/’03; KMK 1176/’99
OBAT WAJIB APOTIK
 meningkatkan
kemampuan masyarakat peningkatan PENYEDIAAN
dalam menolong dirinya obat yang dibutuhkan untuk
sendiri guna mengatasi pengobatan sendiri yang
masalah kesehatan sekaligus menjamin
 peningkatan pengobatan penggunaan obat secara
sendiri secara tepat, aman tepat, aman dan rasion
dan rasional
 peran Apoteker di apotik obat keras yang DAPAT
dalam pelayanan KIE DISERAHKAN oleh Apoteker
(Komunikasi, Informasi kepada pasien di Apotik
TANPA RESEP DOKTER
dan Edukasi) serta
pelayanan obat kepada
masyarakat
OOK 419/’49; UU 8/’99; UU 36/’09; UU 44/’09
PP72/’ 98; PP 61/’09- PMK 72,73,74/’16;
KMK 347/’90; PMK 924/’03; KMK 1176/’99
Kriteria Obat yang dapat diserahkan Apoteker
• Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada
wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun dan orang tua
diatas 65 tahun
• Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak
memberikan risiko pada kelanjutan penyakit
• Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat
khusus yang harus dilakukan olh tenaga kesehatan
• Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang
prevalensinya tinggi di Indonesia
• Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang
dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

OOK 419/’49; UU 8/’99; UU 36/’09; UU 44/’09


PP72/’ 98; PP 61/’09- PMK 72,73,74/’16;
KMK 347/’90; PMK 924/’03; KMK 1176/’99
Pelayanan Swamedikasi
Ketentuan dan Sanksi
• Sediaan farmasi : Aman, bermutu, berkhasiat,
terjangkau, terdaftar/tercatat (Pidana/denda Rp. 1-1,5
Miliar dan Penjalara 10 – 15 tahun)
• Praktik Kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan sesuai dengan Per-UU-an : (Denda Rp.
100 juta)
• Catatan pengobatan : mengenai riwayat
penggunaan, catatan pelayanan apoteker
• Penyerahan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan
OOK 419/’49; UU 8/’99; UU 36/’09; UU 44/’09
PP72/’ 98; PP 61/’09- PMK 72,73,74/’16;
KMK 347/’90; PMK 924/’03; KMK 1176/’99
dampak positif swamedikasi
 Swamedikasi apabila dilakukan
dengan benar dapat memberikan
kontribusi yang besar bagi
pemerintah dalam pemeliharaan
kesehatan secara nasional
dampak negatif swamedikasi

 Masyarakat meyakini pengobatan


swamedikasi dapat dilakukan untuk setiap
penyakit.
 Dapat menutupi diagnosis penyakit serius
 Meningkatnya risiko interaksi dan reaksi yang
merugikan
 Potensi penggunaan obat yang salah
(misused) atau penyalah gunaan (abused)
TERIMA KASIH
Pengadaan dan OSS
Latar belakang
Pengadaan Barang / Jasa
Pemerintah mempunyai peran
penting dalam pelaksanaan
pembangunan nasional untuk
peningkatan pelayanan publik dan
pengembangan perekonomian
nasional dan daerah
Perbekalan Kesehatan
Pasal 36 UUK 36-2009
(1) Pemerintah menjamin ketersediaan,
pemerataan, dan keterjangkauan
perbekalan kesehatan, terutama obat
esensial.
(2) Dalam menjamin ketersediaan obat
keadaan darurat, Pemerintah dapat
melakukan kebijakan khusus untuk
pengadaan dan pemanfaatan obat dan
bahan yang berkhasiat obat.
Perpres Nomor 16/2018 Tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Maret 2018
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Maret 2018
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
yang selanjutnya disebut Pengadaan
Barang/Jasa : adalah kegiatan
Pengadaan Barang/Jasa oleh
kementerian/Lembaga/ Perangkat
daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD
yang prosesnya sejak identifikasi
kebutuhan, sampai dengan serah
terima hasil pekerjaan
Metode pengadaan
➢ Tender adalah metode pemilihan untuk
mendapatkan Penyedia Barang/ Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya.
➢ Seleksi adalah metode pemilihan untuk
mendapatkan Penyedia Jasa Konsultansi.
➢ Tender/ Seleksi Internasional adalah
pemilihan Penyedia Barang/ Jasa dengan
peserta pemilihan dapat berasal dari
pelaku usaha nasional dan pelaku usaha
asing.
Metode pengadaan
➢ Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan untuk
mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/
Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu.
➢ Pengiran Langsung Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa
Lainnya adalah metode pemilihan untuk mendapatkan
Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya
yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
➢ Pengadaan Langsung Jasa Konsultansi adalah metode
pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Jasa
Konsultansi yang bernilai paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 3
(1) Pengadaan Barang/Jasa dalam Peraturan Presiden ini
meliputi:
a. Barang;
b. Pekerjaan Konstruksi;
c. Jasa Konsultansi; dan
d. Jasa Lainnya.
(2) Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan secara terintegrasi.
(3) Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan dengan cara:
a. Swakelola; dan/atau
b. Penyedia.
Tujuan. Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 4
Pengadaan Barang/Jasa bertujuan untuk:
a. menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang
yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah,
waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia;
b. meningkatkan penggunaan produk dalam negeri;
c. meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil,
dan Usaha Menengah;
d. meningkatkan peran pelaku usaha nasional;
e. mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan
barang/ jasa hasil penelitian;
f. meningkatkan keikutsertaan industri kreatif;
g. mendorong pemerataan ekonorni; dan
h. mendorong Pengadaan Berkelanjutan.
Prinsip Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 6
a. efisien;
b. efektif;
c. transparan;
d. Terbuka dan bersaing;
e. adil; dan
f. akuntabel.
Etika Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 7
(1) Semua pihak yang terlibat dalam Pengadaan
Barang/Jasa mematuhi etika sebagai berikut:
a. melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa
tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran,
dan ketepatan tujuan Pengadaan Barang/Jasa;
b. bekerja secara profesional, mandiri, dan menjaga
kerahasiaan informasi yang menurut sifatnya harus
dirahasiakan untuk mencegah penyimpangan Pengadaan
Barang/Jasa;
c. tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun
tidak langsung yang berakibat persaingan usaha tidak
sehat;
Etika Pengadaan Barang/Jasa
d. menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan
yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis pihak
yang terkait;
e. menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan
kepentingan pihak yang terkait, baik secara langsung
maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan usaha
tidak sehat dalam Pengadaan Barang/Jasa;
f. menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran
keuangan negara;
g. menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang
dan/atau kolusi; dan
h. tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak
menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah,
imbalan, komisi, rabat, dan apa saja dari atau kepada
siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan
dengan Pengadaan Barang/Jasa.
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12TAHUN 2021
TENTANG
• PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 16
TAHUN 2018 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA
PEMERINTAH
• untuk penyesuaian pengaturan penggunaan
produk/jasa Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta
Koperasi, dan pengaturan pengadaan jasa
konstruksi yang pembiayaannya bersumber dari
APBN/APBD dalam Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah untuk kemudahan bemsaha
berdasarkan Undang Undang Nomor 11 Tahun
Bagaimana proses pengadaan barang
dan jasa?
Secara umum, pengadaan dimulai dari:
• perencanaan,
• persiapan pengadaan,
• pengadaan (melalui swakelola atau
pemilihan penyedia),
• pelaksanaan kontrak dan serah terima
barang/jasa.
Siapa saja pelaku pengadaan barang
dan jasa?
Pelaku Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:
• a. PA;
• b. KPA;
• c. PPK;
• d. Pejabat Pengadaan;
• e. Pokja Pemilihan;
• f. Agen Pengadaan;
• g. PjPHP/PPHP;
• h. Penyelenggara Swakelola; dan
• i. Penyedia.
Sebutkan pihak apa saja yang terkait
dalam pengadaan barang?
• Pihak – Pihak yang Terlibat dalam Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah
• Pengguna Anggaran (PA) ...
• Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) ...
• Pejabat Pembuat Komitmen (PKK) ...
• Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa. ...
• Pejabat Pengadaan. ...
• Penyedia barang dan jasa
Apa yang baru di Perpres 12 tahun
2021..?
• Perpres 12 tahun 2021 tentang Perubahan
atas Perpres 16 Tahun 2018 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
menyatakan bahwa kewajiban memiliki
sertifikat kompetensi untuk Personel Lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74A ayat
(6) dilaksanakan paling lambat pada tanggal
31 Desember 2023.
Berapa cara pengadaan barang dan
jasa pemerintah?
Metode pemilihan penyedia dalam pengadaan
barang dan jasa pemerintah mempunyai 3 cara,
yaitu :
• pengadaan langsung,
• penunjukan langsung dan
• pemilihan langsung.
Apa itu sertifikat PBJ?
• “Sebagai tanda bukti pengakuan atas
kompetensi dan kemampuan di
bidang pengadaan barang dan jasa
pemerintah bagi pemangku
kepentingan yang terkait.” ...
Garis Besar Pengadaan Barang/Jasa
• Rencana Umum
Pengadaan (RUP)
1. Pengumuman • Rencana
2. Pendaftaran dan Pelaksaaan
Pengambilan Pengadaan (RPP)
Persiapan
Dokumen • Rencana Pemilihan
3. Penjelasan Penyedia (RPLP)
4. Pemasukan Dokumen
Penawaran
5. Pembukaan Dokumen Pemilihan
6. Evaluasi Dokumen
Penawaran • Penandatanganan
7. Penetapan Pemenang Kontrak
8. Pengumuman • Pelakasanaan
Pemenang Pelaksanaan Pekerjaan
9. Sanggahan • Serah Terima
10. SPPBJ
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2018
TENTANG
PELAYANAN PERIZINAN BERUSAHA TERINTEGRASI
SECARA ELEKTRONIK
Tanggal 21 Juni 2018

dalam rangka percepatan dan


peningkatan penanaman modal dan
berusaha, perlu menerapkan
pelayanan Perizinan Berusaha
terintegrasi secara elektronik;
Psl. 1. Pengertian
1. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik
Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan dewan
perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah otonom.
Psl. 1. Pengertian ……… lanjutan

4. Perizinan Berusaha adalah pendaftaran yang diberikan


kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan
usaha dan/atau kegiatan dan diberikan dalam bentuk
persetujuan yang dituangkan dalam bentuk
surat/keputusan atau pemenuhan persyaratan dan/atau
Komitmen.
5. Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau
Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS
adalah Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh
Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan
lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota kepada Pelaku
Usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
6. Pelaku Usaha adalah perseorangan atau non
perseorangan yang melakukan usaha dan/atau kegiatan
pada bidang tertentu.
Psl. 1. Pengertian ……… lanjutan

7. Pendaftaran adalah pendaftaran usaha


dan/atau kegiatan oleh Pelaku Usaha melalui
OSS.
8. Izin Usaha adalah izin yang diterbitkan oleh
Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri,
pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali
kota setelah Pelaku Usaha melakukan
Pendaftaran dan untuk memulai usaha dan/atau
kegiatan sampai sebelum pelaksanaan komersial
atau operasional dengan memenuhi persyaratan
dan/atau Komitmen.
Psl. 1. Pengertian……… lanjutan
• Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat PTSP
adalah pelayanan secara terintegrasi dalam satu kesatuan proses
dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian
produk pelayanan melalui satu pintu.
• Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang
dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam
bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya,
yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui
komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas
pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya,
huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki
makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya.
• Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas
Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan
Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi
dan autentikasi.
Pasal 4 PP RI NOMOR 24 TAHUN 2018

Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai:


a. jenis, pemohon, dan penerbit Perizinan Berusaha;
b. pelaksanaan Perizinan Berusaha;
c. reformasi Perizinan Berusaha sektor;
d. sistem OSS;
e. Lembaga OSS;
f. pendanaan OSS;
g. insentif atau disinsentif pelaksanaan Perizinan
Berusaha melalui OSS;
h. penyelesaian permasalahan dan hambatan Perizinan
Berusaha melalui OSS; dan
i. sanksi.
Pasal 5 Jenis Perizinan Berusaha terdiri atas:
a. Izin Usaha; dan
b. Izin Komersial atau Operasional.

Pasal 6
(1) Pemohon Perizinan Berusaha terdiri atas:
a. Pelaku Usaha perseorangan; dan
b. Pelaku Usaha non perseorangan.

(2) Pelaku Usaha perseorangan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf a merupakan orang perorangan
penduduk Indonesia yang cakap untuk bertindak dan
melakukan perbuatan hukum.
(3) Pelaku Usaha non perseorangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. perseroan terbatas;
b. perusahaan umum;
c. perusahaan umum daerah;
d. badan hukum lainnya yang dimiliki oleh negara;
e. badan layanan umum;
f. lembaga penyiaran;
g. badan usaha yang didirikan oleh yayasan;
h. koperasi;
i. persekutuan komanditer (commanditaire vennootschap);
j. persekutuan firma (venootschap onder firma); dan
k. persekutuan perdata.
Penerbit Perizinan Berusaha
• Pasal 18
(1) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 diterbitkan oleh menteri, pimpinan
lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai
kewenangannya.
(2) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) termasuk Perizinan Berusaha yang
kewenangan penerbitannya telah dilimpahkan
atau didelegasikan kepada pejabat lainnya.
Pelaksanaan Perizinan Berusaha
Pasal 20 meliputi:
a. Pendaftaran;
b. penerbitan Izin Usaha dan penerbitan Izin Komersial
atau Operasional berdasarkan Komitmen;
c. pemenuhan Komitmen Izin Usaha dan pemenuhan
Komitmen Izin Komersial atau Operasional;
d. pembayaran biaya;
e. fasilitasi;
f. masa berlaku; dan
g. pengawasan.
REFORMASI PERIZINAN BERUSAHA SEKTOR
Pasal 84
(1) Dalam rangka percepatan pelayanan berusaha melalui sistem OSS
dilakukan reformasi peraturan Perizinan Berusaha.
(2) Reformasi peraturan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. pengaturan kembali jenis perizinan, pendaftaran, rekomendasi,
persetujuan, penetapan, standar, sertifikasi, atau lisensi;
b. penahapan untuk memperoleh perizinan; dan
c. pemberlakuan Komitmen pemenuhan persyaratan.
(3) Pengaturan kembali jenis perizinan, pendaftaran, rekomendasi,
persetujuan, penetapan, standar, sertifikasi, atau lisensi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan melalui:
a. pengklasifikasian;
b. penghapusan;
c. penggabungan;
d. perubahan nomenklatur; atau
e. penyesuaian persyaratan.
Pasal 88
(1) Dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah
ini, menteri dan pimpinan lembaga menyusun dan
menetapkan standar Perizinan Berusaha di
sektornya masing-masing sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Standar Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mencakup norma, standar, prosedur,
dan kriteria Perizinan Berusaha.
(3) Menteri dan pimpinan lembaga dalam menyusun
standar Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), berkoordinasi dengan menteri dan
pimpinan lembaga lain.
Sistem Online Single Submission
Pasal 90
(1) Pemerintah Pusat membangun, mengembangkan, dan
mengoperasionalkan sistem OSS.
(2) Sistem OSS terintegrasi dan menjadi gerbang (gateway)
dari sistem pelayanan pemerintahan yang telah ada pada
kementerian/lembaga dan Pemerintah Daerah.
(3) Sistem OSS menjadi acuan utama (single reference) dalam
pelaksanaan Perizinan Berusaha.
(4) Dalam hal kementerian, lembaga, Pemerintah Daerah
provinsi, atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota
memiliki lebih dari 1 (satu) sistem perizinan elektronik,
maka sistem OSS melakukan integrasi pada 1 (satu) pintu
sistem perizinan elektronik yang ditentukan oleh
kementerian, lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, atau
Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
F. PERIZINAN BERUSAHA SEKTOR KESEHATAN

Bidang Farmasi
1. Izin Usaha Industri Farmasi.
Persyaratan: Sertifikat Produksi Industri Farmasi
2. Izin Usaha Industri Farmasi Bahan Obat
Persyaratan: Sertifikat Produksi Industri Farmasi Bahan
Obat
3. Izin Pedagang Besar Farmasi ….Sertifikat
Distribusi Farmasi
• 4. Izin Pedagang Besar Farmasi Cabang ….
Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi
Bidang Obat Tradisional
• 5. a. Izin Industri Obat Tradisional (IOT) Izin Usaha
Industri Obat Tradisional (IOT) / Industri Ekstrak
Bahan Alam (IEBA) Izin Usaha Digabung
Persyaratan: Sertifikat Produksi Industri Obat
Tradisional atau Ekstrak Bahan Alam b. Izin
Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA)
• 6. a. Izin Usaha Kecil Obat Tradisional Izin Usaha
Kecil dan Mikro Obat Tradisional Izin Usaha
Digabung Persyaratan: Sertifikat Produksi Usaha
Kecil dan Mikro Obat Tradisional b. Izin Usaha
Mikro Obat Tradisional B
Bidang Pangan Industri Rumah Tangga dan Pangan
Siap Saji
7. 7. Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah
Tangga
8. 8. Sertifikat Higiene Sanitasi Pangan

Bidang Produksi Kosmetika


9. a. Produksi Kosmetika Golongan A …. Sertifikat
Produksi Kosmetika Izin Komersial Digabung
b. Izin Produksi Kosmetika Golongan B
Bidang Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi

10.Importir Terdaftar Psikotropika dan Prekursor


Farmasi
11.Importir Produsen Narkotika, Psikotropika
dan Prekursor Farmasi
12.Surat Persetujuan Impor Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi
13. Surat Persetujuan Ekspor Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi
Bidang Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga

14. Izin Perusahaan Rumah Tangga (PRT) Alat Kesehatan dan PKRT
15. Izin Cabang Penyalur Alat Kesehatan
16. Izin Toko Alat Kesehatan
17. a. Izin Edar Alat Kesehatan Diagnosic In Vitro Dalam Negeri
b. Izin Edar Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Dalam
Negeri
c. Izin Edar Alat Kesehatan Diagnosic In Vitro Impor
d. Izin Edar Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Impor
18. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan PKRT
19. Izin Penyalur Alat Kesehatan
20. Sertifikasi Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB)
21. Sertifikasi Cara Pembuatan PKRT yang Baik (CPPKRTB)
22. Sertifikasi Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB)
Bidang Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian
23. Pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik
Farmasi
Bidang Apotek
31. Izin Apotek Izin Apotek Izin Usaha
Bidang Toko Obat
32. Izin Pedagang Obat Eceran Izin Toko Obat Izin
Usaha Diubah
G. PERIZINAN BERUSAHA SEKTOR OBAT DAN MAKANAN
Bidang Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
• 1. a. Sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
b. Sertifikasi Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik (CPBBAOB)
• 2. Sertifikasi Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)
• 3. Izin Edar Obat
– a. Registrasi pertama obat baru oleh industri farmasi yang melakukan investasi di
Indonesia.
– b. Registrasi Obat Pengembangan Baru
– c. Registrasi pertama obat generik pertama yang investasi di Indonesia Izin Edar Obat
Izin Komersial atau Operasional
– d. Registrasi pertama obat generik pertama yang investasi di Indonesia
• 4. Surat Keterangan Impor Obat (SKI)
• 5. Surat Keterangan Ekspor/Certificate of Pharmaceutical Product (CPP)
• 6. Analisa Hasil Pengawasan (AHP) Ekspor Impor Narkotika, Psikotropika
dan Prekursor
G. PERIZINAN BERUSAHA SEKTOR OBAT DAN
MAKANAN
Bidang Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik
• 7. Sertifikasi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)
….. Izin Komersial atau Operasional
• 8. Sertifikasi Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) … Izin
Komersial atau Operasional
• 9. Izin Edar Obat Tradisional …… Izin Komersial atau Operasional
• 10. Izin Edar Suplemen Kesehatan ……Izin Komersial atau
Operasional
• 11. Izin Edar Kosmetik ….. Izin Komersial atau Operasional
• 12. Surat Keterangan Impor (SKI) Obat Tradisional, Suplemen
Kesehatan, dan Kosmetik ….. Izin Komersial atau Operasional
• 13. Surat Keterangan Ekspor (SKE) Obat Tradisional, Suplemen
Kesehatan, dan Kosmetik ………..Izin Komersial atau Operasional
G. PERIZINAN BERUSAHA SEKTOR OBAT DAN
MAKANAN
Bidang Pangan Olahan
• 14. a. Sertifikasi Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) … Izin
Komersial atau Operasional Digabung
• b. Sertifikasi Higiene dan Sanitasi
• 15. a. Surat Keterangan Impor (SKI) Obat ….Izin Komersial atau
Operasional
• b. Surat Keterangan Impor (SKI) Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan,
dan Kosmetik
• c. Surat Keterangan Impor (SKI) Pangan
• 16. Surat Keterangan Impor (SKI) Pangan …. Izin Komersial atau
Operasional
• 17. Surat Keterangan Ekspor (SKE) Pangan …….. Izin Komersial atau
Operasional
• 18. Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) - - Dihapus
• 19. Rekomendasi Izin Industri Farmasi - - Dihapus
• 20. Sertifikasi Cara Distribusi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) - - Dihapus
Permenkes No 26 Tahun 2018, Pelaku
Usaha Apotek Adalah Apoteker
• Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
Nila Farid Moeloek, telah mengeluarkan
Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes/PMK) Nomor 26 Tahun 2018
tentang Pelayanan Perizinan Berusaha
Terintegrasi secara Elektronik Sektor
Kesehatan pada 12 Juli 2018.
Pertimbangan PMK No 26 Tahun 2018,
Pelaku Usaha Apotek Adalah Apoteker

• pertama bahwa untuk percepatan dan


peningkatan penanaman modal dan berusaha
sektor kesehatan, perlu menerapkan pelayanan
Perizinan Berusaha terintegrasi secara elektronik;
• kedua, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut
dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 88 ayat
(1) PP No 24 - 2018 tentang Pelayanan Perizinan
Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, perlu
menetapkan PMK tentang Pelayanan Perizinan
Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor
Kesehatan;
PMK 26 - 2018

• Secara tertulis pd psl 30, pemerintah


menegaskan agar apotek se Indonesia
mengedepankan peranan apoteker &
apoteker diminta menyelenggarakan
praktik kefarmasian dengan sebaik-
baiknya karena apoteker sebagai
pelaku usaha.
Psl 30 PMK 26 - 2018
• Apotek diselenggarakan oleh Pelaku Usaha
perseorangan.
• Pelaku Usaha perseorangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yaitu apoteker.
• Persyaratan untuk memperoleh lzin Apotek
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf x
terdiri atas:
a. STRA;
b. surat izin praktik apoteker;
c. denah bangunan;
d. daftar sarana dan prasarana; dan
e. berita acara pemeriksaan.
Penerbit Perizinan Berusaha
(Pasal 18 & 19):
1. Perizinan Berusaha diterbitkan oleh menteri, pimpinan
lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai
kewenangannya yang pelaksanaannya wajib dilakukan
melalui Lembaga OSS.
2. Lembaga OSS berdasarkan ketentuan dalam PP Nomor 24
Tahun 2018 untuk dan atas nama menteri, pimpinan
lembaga, gubernur, bupati/wali kota menerbitkan Perizinan
Berusaha.
3. Penerbitan Perizinan Berusaha oleh Lembaga OSS dilakukan
dalam bentuk Dokumen Elektronik yang disertai dengan
Tanda Tangan Elektronik.
4. Dokumen Elektronik berlaku sah dan mengikat berdasarkan
hukum serta merupakan alat bukti yang sah.1111
PelaksanaanPerizinanBerusaha
Bagaimana Pelaksanaan Perizinan Berusaha (Pasal 20):
1. Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran.
2. embaga OSS menerbitikan Izin Usaha dan penerbitan Izin
Komersial atau Operasional berdasarkan Komitmen.
3. Pelaku Usaha melakukan pemenuhan Komitmen Izin Usaha
dan pemenuhan Komitmen Izin Komersial atau Operasional.
4. Pelaku Usaha melakukan pembayaran biaya (PNBP atau
Pajak/Retribusi Daerah).
5. Lembaga OSS melakukan fasilitasi kepada Pelaku Usaha
(terutama UMKM) untuk mendapatkan Perizinan Berusaha
melalui Sistem OSS.
6. kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah melakukan
pengawasan atas pemenuhan Komitmen Izin Usaha dan
pemenuhan Komitmen Izin Komersial atau Operasional,
pembayaran, dan pelaksanaannya.
PendaftaranPelaksanaan Pendaftaran pada Sistem OSS

(Pasal 21 –30)
1. Pendaftaran dilakukan dengan cara mengakses laman OSS dan
melakukan pengisian data yang diperlukan.
2. Lembaga OSS menerbitkan Nomor Induk Berusaha (NIB) yang
merupakan identitas berusaha dan digunakan oleh Pelaku Usaha
untuk mendapatkan Izin Usaha dan Izin Komersial atau
Operasional termasuk untuk pemenuhan persyaratan Izin Usaha
dan Izin Komersial atau Operasional.
3. NIB berlaku juga sebagai TDP, API, dan hak akses kepabeanan.
4. Pelaku Usaha yang telah mendapatkan NIB ssekaligus terdaftar
sebagai peserta jaminan sosial kesehatan dan jaminan sosial
ketenagakerjaan serta mendapatkan pengesahan RPTKA ((dalam
hal Pelaku Usaha akan mempekerjakan tenaga kerja asing) serta
mendapatkan informasi mengenai fasilitas fiskal yang akan
didapat.
TERIMA KASIH
PSPA FF ISTN

Peraturan Perundang-
undangan & Etika
Kefarmasian
Fakhren Kasim
TUGAS
1. BACA DAN PAHAMI 42 KASUS DARI
STUDI KASUS DIBAWAH
BENTUK TUGAS :
1. TUGAS PERORANGAN
2. TUGAS KELOMPOK terdiri dari 1 Materi /
KLPK (PERSENTASI)
2. PERSENTASI DGN ZOOM MEETING
SESUAI JAM PELAJARAN, DIATUR
OLEH PJ & KETUA KELAS
Tugas Perorangan
• Buat oleh masing masing peserta 7 (tujuh)
soal dan jawaban dari berbagai kasus yang
dibahas oleh kelompok di slide, SESUAI
KELOMPOKNYA.
• Kumpulkan melalui ketua kelas / PJ. kirim
ke efka03kasim@gmail.com
• Paling lambat 4 hari sesudah jadwal
pelajaran pukul 20.00 WIB
STUDI KASUS

TUGAS KELOMPOK
Pembagian kelompok
• Kelompok kecil, dibagi 14 kelompok
– Kelas 41 E, Kasus 1 – 14 (3 - 4 orang/klp)
– Kelas 41 D, Kasus 15 – 28 (3 - 4 orang/klp)
– Kelas 41 C, Kasus 29 - 42 (3 - 4 orang/klp)
• Kumpulkan melalui PJ / ketua kelas
• Selesaikan 4 hari sesudah pelajaran
maksimal pukul 20.00
Tugas Studi kasus
1. Tuliskan Kasus berikut ( no 1 sd 42)
2. Identifikasi kata kunci yang penting terkait
kemungkinan pelanggaran
3. Apakah hal tersebut merupakan pelanggaran hukum,
disiplin atau kode etik, ketiga-tiganya, dua atau satu
diantara ketiga hal tsb ?
4. Tuliskan judul dan pasal/ayat Per-UU-an / butir
Pedoman Disiplin Apoteker / butir Kode Etik Apoteker
serta identifikasi mengapa disebut pelanggaran
5. Jika terbukti melanggar, apa sanksi yang akan
diterima Apoteker ?
6. Apa yang sebaiknya dilakukan agar dapat dicegah /
tidak pelanggaran ?
1. Apoteker Penanggung Jawab Produksi Industri
manufaktur obat yang memiliki Sertifikat CPOB
untuk sediaan kapsul antibiotik, kemudian
memproduksi sediaan dengan bahan aktif yang
sama dalam bentuk injeksi
2. Apoteker di Industri manufaktur obat yang telah
memiliki sertifikat CPOB untuk sediaan kapsul,
juga membuat cangkang kapsul keras.
3. Apoteker di Industri manufaktur obat yang telah
memiliki sertifikat CPOB untuk sediaan krim non
antbiotik, juga membuat kosmetika krim pelembut
4. Apoteker Pananggung Jawab Apotik X membeli
obat dari suatu PBF dengan penanggung jawab
Apoteker Y, ternyata merupakan obat palsu.
5. Apoteker di Pabrik kosmetika yang
memiliki sertifikat CPKB memproduksi dan
mengedarkan Krim pemutih mengandung
Hidrokuinon
6. Apoteker yang telah memiliki STRA dan SIP
utk RS bekerja di Industri manufaktur obat
7. Apoteker yang memiliki Surat Izin Praktik di
Klinik menjadi penanggung jawab PBF
Bahan Baku
8. Apoteker di PBF tidak mau melayani
pesanan obat bebas terbatas dari Apotik,
karena Surat Pesanan tidak ditandatangani
oleh Apoteker Pengelola Apotik
9. Apoteker Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit
memproduksi sediaan farmasi tidak memiliki izin
edar, tetapi hanya digunakan untuk lingkungan
rumah sakitnya saja
10.Apoteker di Industri Kosmetika Golongan A
memproduksi krim pemutih mengandung
hidrokuinon
11.Apoteker yang bekerja di UKOT memproduksi
jamu pegal linu dalam bentuk sediaan effervescen
12.Apoteker penanggung jawab Industri Kosmetika
Golongan B membuat dan mengedarkan krim
tabir surya dan pencerah kulit
13.Apoteker di IOT memproduksi Jamu dengan
bahan kurkumin murni
14.Apoteker pegawai negeri sipil di Balai POM juga
berperan sebagai Apoteker Pengelola Apotek
Swasta
15.Apoteker pegawai negeri sipil sebagai
Penanggjung jawab terkait Kefarmasian di Dinas
Kesehatan Kab/Kota juga berperan sebagai
Apoteker Pengelola Apotek Swasta
16.Apoteker mengganti obat paten/nama dagang
yang tertulis dalam resep dokter dan menyerahkan
obat generik dengan kandungan yang sama
kepada pasien
17.Petugas Apotik bukan Apoteker, mengganti
allopurinol 100 mg yang tertulis dalam resep
dokter dengan Zyloric 300 mg dan
menyerahkannya kepada pasien
18. Apoteker mengajukan izin dan membuka Apotek baru
persis disebelah Apotek yang sudah ada, tanpa
berkonsultasi dengan / sepengetahuan Apoteker Pengelola
Apotek yang sudah ada tersebut
19. Apoteker yang bekerja sebagai Medical Representative di
industri farmasi diam-diam menjadi Apoteker Pengelola
Apotek Swasta
20. Apoteker Penanggung Jawab Penilaian Keamanan
Kosmetik (Safety Assessor) diam – diam menjadi Apoteker
Pengelola Apotek
21. Apoteker Pengelola apotek menerima pesanan obat dari
Dokter didaerah terpencil , Apoteker di Apotek tersebut
menyerahkan obatnya kepada dokter dan dokter
melakukan penyerahan / dispensing langsung kepada
pasien
22. Apoteker menjual obat keras Ranitidin 150 mg sebanyak 20
tablet tanpa resep dokter
23.Apoteker melayani pembelian diazepam injeksi
oleh bidan praktik mandiri
24.Apoteker melayani penjualan triheksipenidil
kepada seorang pasien tetangganya
25.Apoteker menyarankan dan menjual tablet
Levonorgestrel-etinil estradiol kepada seorang
pasien yang telah dikenalnya dan mengalami
oedem / pembengkakan pada pergelangan kaki
karena gangguan ginjal
26.Apoteker memiliki resep dokter berisi krim
hidrokuinon yang obatnya sudah diserahkan
kepada pasien, kemudian melanjutkan membuat
dan mnyerahkan krim terseut kepada pasien
lain.
27.Apoteker pengelola apotek melakukan peracikan
kosmetik yang mengandung Hidrokuinon dan
arbutin untuk pasien dalam rangka pelayanan
swamedikasi.
28.Apoteker berada di apotek, pelayanan resep
obat keras dilayani oleh tenaga teknis
kefarmasian.
29.Apoteker yang sedang menderita flu berat
datang ke Apotek, namun mendelegasikan tugas
kepada Tenaga Teknis Kefarmasian untuk
melayani resep obat keras
30.Apoteker yang berpraktik di UGD sebuah rumah
sakit, merangkap sebagai penanggung jawab
Klinik Estetika
31.Apoteker sebagai Ketua PC IAI di suatu
kab/kota, tidak mau memberikan Rekomendasi
mengurus SIP, karena Apoteker tersebut
beradadi kab/kota yang berbeda
32.Apoteker sebagai Ketua PC IAI di suatu
kab/kota, tidak mau memberikan Rekomendasi
kepada Apoteker lain untuk mengurus SIP di
suatu Apotek, karena Apoteker Ketua PC IAI
tersebut telah melakukan kerja sama untuk
menjadi APA dengan PSA di Apotek tersebut
33.Apoteker yang telah memiliki SIP sebagai
Apoteker Pengelola Apotek dan SIA utk satu
Apotek di Kab X, mengajukan kembali menjadi
APA di Kab. tetangganya.
34.PSA suatu Apotek menulis surat kepada Dinkes
Kab/Kota dengan tembusan kepada APA, untuk
menutup Apoteknya, lalu menutup Apotek
tersebut
35.APA sekaligus PSA memperkerjakan Apoteker
lain sebagai Tenaga Teknis Kefarmasian
36.Apoteker yang bekerja di Rumah Sakit
mengajukan diri sebagai Apoteker Pengelola
Apotek
37.Apoteker yang bekerja sebagai Dosen,
mengajukan diri sebagai APA di Apotek Swasta.
38.Apoteker memberikan informasi obat yang
banyak dijual di apotiknya kepada Medical
Representative
39.APA menghentikan kerjasama secara sepihak
dengan PSA dalam pengelolaan Apotek , dan
tidak mau mencarikan APA pengganti
40.Apoteker menyerahkan obat anti diabetes tanpa
resep dokter, kepada pelanggannya yang sudah
biasa dilayani dengan resep dokter.
41.Apoteker tidak berada di Apotek yang berlokasi
yang sama dengan sebuah klinik, pelayanan
resep dilakukan oleh tenaga paramedis yang ada
di klinik tersebut
42.Seorang Dokter datang ke Apotik, bermaksud
membeli Amlodipin sebanyak 10 tablet untuk
dirinya sendiri. Setelah bertanya tentang
identitas dokter tersebut, Apoteker
menyerahkan obat tersebut.
PANDUAN
Kasus no…..
……..………………………………
.........................................................
Per-UU-an/PDAI/ Butir / Isi yang Sanksi Jika Upaya
KEAI yang dilanggar Melaggar Pencegahan
dilanggar

Per-UU-an

PDAI

KEAI
Per UU - WABAH
Dasar
• Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular
• Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1501/Menkes/Per/X/2010 Tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang
Dapat Menimbulkan Wabah Dan Upaya Penanggulangan
• Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/Menkes/413/2020 Tentang Pedoman Pencegahan Dan
Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (Covid-19)
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020
Tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun
2014 Tentang Pemasukan Alat Kesehatan Melalui Mekanisme Jalur Khusus
(Special Access Scheme)
Tujuan dan dasar pertimbangan
• UU 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
memiliki tujuan untuk terwujudnya tingkat kesehatan
yang setinggi-tingginya bagi rakyat Indonesia yang
merupakan salah satu bagian dari tujuan
pembangunan nasional.
• Dasar pertimbangan UU Wabah : Perkembangan
teknologi, ilmu pengetahuan, dan lalu lintas
internasional, serta perubahan lingkungan hidup dapat
mempengaruhi perubahan pola penyakit termasuk
pola penyakit yang dapat menimbulkan wabah dan
membahayakan kesehatan masyarakat serta dapat
menghambat pelaksanaan pembangunan nasional
sumber penyakit dlm UU 4 tahun 1984
• Sumber penyakit adalah :
• manusia,
• hewan,
• tumbuhan, dan
• benda-benda yang mengandung dan/atau
tercemar bibit penyakit, serta
• yang dapat menimbulkan wabah.
UU 4 tahun 1984 ttg Wabah Penyakit
Menular
• mendefiniskan bahwa wabah adalah
kejadian berjangkitnya suatu penyakit
menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata
melebihi dari pada keadaan yang lazim
pada waktu dan daerah tertentu serta
dapat menimbulkan malapetaka.
DAERAH WABAH
Pasal 4
• Menteri menetapkan daerah tertentu dalam
wilayah Indonesia yang terjangkit wabah
sebagai daerah wabah.
• Menteri mencabut penetapan daerah wabah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
• Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimakiud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
UPAYA PENANGGULANGAN
Pasal 5
• Upaya penanggulangan wabah meliputi:
– penyelidikan epidemiologis;
– pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi
penderita, termasuk tindakan karantina;
– pencegahan dan pengebalan;
– pemusnahan penyebab penyakit;
– penanganan jenazah akibat wabah;
– penyuluhan kepada masyarakat;
– upaya penanggulangan lainnya.
• Upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan
kelestarian lingkungan hidup.
HAK DAN KEWAJIBAN
• Pasal 8
• Kepada mereka yang mengalami kerugian harta benda yang
diakibatkan oleh upaya penanggulangan wabah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat
diberikan ganti rugi.
• Pelaksanaan pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
• Pasal 9
• Kepada para petugas tertentu yang melaksanakan upaya
penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1) dapat diberikan penghargaan atas risiko
yang ditanggung dalam melaksanakan tugasnya.
• Pelaksanaan pemberian penghargaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
KETENTUAN PIDANA
• Pasal 14
• Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan
penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara
selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-
tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
• Barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan
terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam
dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan
dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 500.000,- (lima ratus
ribu rupiah).
• Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
adalah kejahatan dan tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) adalah pelanggaran.
KETENTUAN PIDANA
• Pasal 15
• Barang siapa dengan sengaja mengelola secara tidak benar bahan-bahan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini sehingga dapat
menimbulkan wabah, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000.000,-
(seratus juta rupiah).
• Barang siapa karena kealpaannya mengelola secara tidak benar bahan-
bahan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini sehingga dapat
menimbulkan wabah, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 1
(satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 10.000.000,- (sepuluh
juta rupiah).
• Apabila tindak pidana sebagainiana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
oleh suatu badan hukum, diancam dengan pidana tambahan berupa
pencabutan izin usaha.
• Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan
dan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah
pelanggaran.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Kekarantinaan Kesehatan
• Diawali dengan penetapan 5 pelabuhan karantina di
Indonesia sebagai tonggak awal peran pemerintah RI
pada kesehatan pelabuhan, kemudian lahir UU no. 1
tahun 1962 tentang Karantina Laut dan UU No. 2 tahun
1962 tentang Karantina Udara yang ditetapkan oleh
Presiden Pertama RI pada tanggal 18 Januari 1962.
• Periode selanjutnya pemerintah Indonesia menetapkan
Dinas Kesehatan Pelabuhan Laut (DKPL) dan Dinas
Kesehatan Pelabuhan Udara (DKPU), hingga kemudian
menjadi Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) seperti
yang kita kenal saat ini.
Tujuan UU Karantina
• Penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan
bertujuan untuk melindungi, mencegah, dan
menangkal dari penyakit dan/atau faktor risiko
kesehatan masyarakat yang berpotensi
menimbulkan kedaruratan kesehatan
masayarakat dalam rangka meningkatkan
ketahanan nasional di bidang kesehatan
secara terpadu, dan dapat melibatkan
Pemerintah Daerah.
Isi dari Undang-Undang tentang Kekarantinaan
Kesehatan
• mengatur tentang
• tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
• hak dan kewajiban,
• Kedaruratan Kesehatan Masyarakat,
• penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di Pintu Masuk,
• penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di wilayah,
• Dokumen Karantina Kesehatan,
• sumber daya Kekarantinaan Kesehatan,
• informasi Kekarantinaan Kesehatan,
• pembinaan dan pengawasan,
• penyidikan, dan
• ketentuan pidana.
Latar belakang UU Karantina
• bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya diperlukan adanya pelindungan kesehatan
bagi seluruh masyarakat Indonesia yang tersebar di berbagai
pulau besar maupun kecil yang terletak pada posisi yang sangat
strategis dan berada pada jalur perdagangan internasional, yang
berperan penting dalam lalu lintas orang dan barang;
• bahwa kemajuan teknologi transportasi dan era perdagangan
bebas dapat berisiko menimbulkan gangguan kesehatan dan
penyakit baru atau penyakit lama yang muncul kembali dengan
penyebaran yang lebih cepat dan berpotensi menimbulkan
kedaruratan kesehatan masyarakat, sehingga menuntut adanya
upaya cegah tangkal penyakit dan faktor risiko kesehatan yang
komprehensif dan terkoordinasi, serta membutuhkan sumber
daya, peran serta masyarakat, dan kerja sama internasional;
Latar belakang UU Karantina
• bahwa sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia
berkomitmen melakukan upaya untuk mencegah terjadinya
kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia
sebagaimana yang diamanatkan dalam regulasi
internasional di bidang kesehatan, dan dalam
melaksanakan amanat ini Indonesia harus menghormati
sepenuhnya martabat, hak asasi manusia, dasar-dasar
kebebasan seseorang, dan penerapannya secara universal;
• bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang
Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962
tentang Karantina Udara sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam
masyarakat, sehingga perlu dicabut dan diganti dengan
undang-undang yang baru mengenai kekarantinaan
kesehatan;
Ketentuan umum Pasal 1
• Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
• Kekarantinaan Kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal
keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan
masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan
masyarakat.
• Kedaruratan Kesehatan Masyarakat adalah kejadian kesehatan
masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran
penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi
nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan
pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi
menyebar lintas wilayah atau lintas negara.
• Pintu Masuk adalah tempat masuk dan keluarnya alat angkut,
orang, dan/atau barang, baik berbentuk pelabuhan, bandar udara,
maupun pos lintas batas darat negara.
Ketentuan umum Pasal 1
• Alat Angkut adalah kapal, pesawat udara, dan kendaraan darat yang
digunakan dalam melakukan perjalanan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
• Barang adalah produk nyata, hewan, tumbuhan, dan jenazah atau
abu jenazah yang dibawa dan/atau dikirim melalui perjalanan,
termasuk benda/alat yang digunakan dalam Alat Angkut.
• Karantina adalah pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan
seseorang yang terpapar penyakit menular sebagaimana ditetapkan
dalam peraturan perundang- undangan meskipun belum
menunjukkan gejala apapun atau sedang berada dalam masa
inkubasi, dan/atau pemisahan peti kemas, Alat Angkut, atau Barang
apapun yang diduga terkontaminasi dari orang dan/atau Barang
yang mengandung penyebab penyakit atau sumber bahan
kontaminasi lain untuk mencegah kemungkinan penyebaran ke
orang dan/atau Barang di sekitarnya.
Ketentuan umum Pasal 1
• Isolasi adalah pemisahan orang sakit dari orang sehat yang
dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk
mendapatkan pengobatan dan perawatan.
• Karantina Rumah adalah pembatasan penghuni dalam
suatu rumah beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit
dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah
kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
• Karantina Rumah Sakit adalah pembatasan seseorang
dalam rumah sakit yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau
terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah
kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
Ketentuan umum Pasal 1
• Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk dalam
suatu wilayah termasuk wilayah Pintu Masuk beserta isinya
yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi
sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan
penyebaran penyakit atau kontaminasi.
• Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan
kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang
diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi
sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan
penyebaran penyakit atau kontaminasi.
• Status Karantina adalah keadaan Alat Angkut, orang, dan
Barang yang berada di suatu tempat untuk dilakukan
Kekarantinaan Kesehatan.
Pasal 2 : azas

• perikemanusiaan;
• manfaat;
• pelindungan;
• keadilan;
• nondiskriminatif;
• kepentingan umum;
• keterpaduan;
• kesadaran hukum; dan
• kedaulatan negara.
Tujuan UU karantina
• Pasal 3
• melindungi masyarakat dari penyakit dan/atau Faktor
Risiko Kesehatan Masyarakat yang berpotensi
menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat;
• mencegah dan menangkal penyakit dan/atau Faktor
Risiko Kesehatan Masyarakat yang berpotensi
menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat;
• meningkatkan ketahanan nasional di bidang kesehatan
masyarakat; dan
• memberikan pelindungan dan kepastian hukum bagi
masyarakat dan petugas kesehatan.
TANGGUNG JAWAB
PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 4
• Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab
melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit dan/atau Faktor
Risiko Kesehatan Masyarakat yang berpotensi menimbulkan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat melalui penyelenggaraan
Kekarantinaan Kesehatan.
Pasal 5
• Pemerintah Pusat bertanggung jawab menyelenggarakan
Kekarantinaan Kesehatan di Pintu Masuk dan di wilayah secara
terpadu.
• Dalam menyelenggarakan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat dapat melibatkan
Pemerintah Daerah.
Pasal 6
• Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab
terhadap ketersediaan sumber daya yang diperlukan dalam
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 7
• Setiap Orang mempunyai hak memperoleh perlakuan
yang sama dalam penyelenggaraan Kekarantinaan
Kesehatan.
Pasal 8
• Setiap Orang mempunyai hak mendapatkan pelayanan
kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan
pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya
selama Karantina.
Pasal 9
• Setiap Orang wajib mematuhi penyelenggaraan
Kekarantinaan Kesehatan.
• Setiap Orang berkewajiban ikut serta dalam
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan
KEDARURATAN KESEHATAN MASYARAKAT
Pasal 10
• Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
• Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut
penetapan Pintu Masuk dan/atau wilayah di dalam
negeri yang Terjangkit Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat.
• Sebelum menetapkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat, Pemerintah Pusat terlebih dahulu
menetapkan jenis penyakit dan faktor risiko yang dapat
menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan
dan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 13
• Pada kejadian Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang
meresahkan dunia, Pemerintah Pusat melakukan
komunikasi, koordinasi, dan kerja sama dengan negara lain
dan/atau organisasi internasional.
• Komunikasi, koordinasi, dan kerja sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengidentifikasi
penyebab, gejala dan tanda, faktor yang mempengaruhi,
dan dampak yang ditimbulkan, serta tindakan yang harus
dilakukan.
Pasal 14
• Dalam keadaan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang
meresahkan dunia, Pemerintah Pusat dapat menetapkan
Karantina Wilayah di Pintu Masuk.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
Karantina Wilayah di Pintu Masuk sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
• PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR
1501/MENKES/PER/X/2010
TENTANG JENIS PENYAKIT MENULAR
TERTENTU YANG DAPAT
MENIMBULKAN WABAH DAN UPAYA
PENANGGULANGAN
KLB
• Kejadian Luar Biasa yang selanjutnya
disingkat KLB, adalah timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan
dan/atau kematian yang bermakna
secara epidemiologi pada suatu daerah
dalam kurun waktu tertentu, dan
merupakan keadaan yang dapat
menjurus pada terjadinya wabah.
• Jenis-jenis penyakit menular tertentu yang
dapat menimbulkan wabah adalah sebagai
berikut: a. Kolera b. Pes c. Demam Berdarah
Dengue d. Campak e. Polio f. Difteri g. Pertusis
h. Rabies i. Malaria j. Avian Influenza H5N1 k.
Antraks l. Leptospirosis m.Hepatitis n.
Influenza A baru (H1N1)/Pandemi 2009 o.
Meningitis p. Yellow Fever q. Chikungunya
Tata Cara Penemuan Penyakit Menular Tertentu
yang Dapat Menimbulkan Wabah
• Pasal 5
• (1) Penemuan penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah
dapat dilakukan secara pasif dan aktif.
• (2) Penemuan secara pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melalui penerimaan laporan/informasi kasus dari fasilitas pelayanan
kesehatan meliputi diagnosis secara klinis dan konfirmasi
laboratorium.
• (3) Penemuan secara aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melalui kunjungan lapangan untuk melakukan penegakan diagnosis
secara epidemiologi berdasarkan gambaran umum penyakit
menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah yang selanjutnya
diikuti dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium.
• (4) Selain pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang lainnya.
Penanggulangan KLB/Wabah
Pasal 13
• (1) Penanggulangan KLB/Wabah dilakukan secara terpadu oleh
Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
• (2) Penanggulangan KLB/Wabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi: a. penyelidikan epidemiologis; b. penatalaksanaan penderita
yang mencakup kegiatan pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi
penderita, termasuk tindakan karantina; c. pencegahan dan pengebalan;
d. pemusnahan penyebab penyakit; e. penanganan jenazah akibat wabah;
f. penyuluhan kepada masyarakat; dan g. upaya penanggulangan lainnya.
• (3) Upaya penanggulangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf g antara lain berupa meliburkan sekolah untuk sementara waktu,
menutup fasilitas umum untuk sementara waktu, melakukan pengamatan
secara intensif/surveilans selama terjadi KLB serta melakukan evaluasi
terhadap upaya penanggulangan secara keseluruhan.
• (4) Upaya penanggulangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan sesuai dengan jenis penyakit yang menyebabkan KLB/Wabah.
Sarana dan Prasarana
Pasal 24
• Dalam keadaan KLB/wabah seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun
swasta wajib memberikan pelayanan terhadap
penderita atau tersangka penderita.
Pasal 25
• Dalam keadaan KLB/Wabah, Pemerintah dan
pemerintah daerah wajib menyediakan
perbekalan kesehatan meliputi bahan, alat, obat
dan vaksin serta bahan/alat pendukung lainnya.
TERIMA KASIH
Tugas Kelompok
• Buat 10 kelompok
• Masing masing cari dan buat resume Per UU
(UU, PP, PMK, Per Mentri lain) ttg wabah
• Tiap kelompok tidak beloh sama (diatur oleh
ketua kelas /PJ)
• Kirim dalam bentuk Word ke email saya paling
lambat 4 x 24 jam sesduah pelajaran ini…
• Pengiriman dalam satu kiriman oleh Ketua
kelas / PJ)
TUGAS
• Perorangan :
• Buat soal Pilihan Ganda masing-masing 7 soal
dengan jawaban A, B, C dan D, serta di bold
yang benar.
• Kirim ke email oleh ketua kelas atau PJ paling
lambat 3 x 24 jam ssdh pelajaran (maksimal
jam 18.00)
ISTN UAS PER UU AN DAN ETIKA
JAWABLAH DEGAN HATI-HATI, BERI TANDA PADA BULATAN DIDEPAN PILIHAN
ANDA, INGAT, KESEMPATAN SUBMIT HANYA 1(SATU) KALI
1. Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan. Orang yang dimaksud disini adalah :
A. Pelanggan
B. Apoteker
C. Konsumen
D. Dokter
E. Petugas lain
2. Pealksanaan praktik profesi oleh Apoteker diharapkan agar melaksanakan kode etik
aptoeker. Salah satu nilai yang diindahkan dalam melaksanakan praktik termuat dalam
Kode Etik Apoteker Indonesia adalah ::
A. Kesehatan
B. Kesejawatan
C. Kompetensi
D. Komunikasi
E. Kewenangan
3. Perlindungan bagi konsumen bidang kefarmasian dalam praktik kefarmasian dapat
diberikan melalui pemberian pelayanan yang telah dijanjikan dengan segera dan
memberikan kepuasan kepada pelanggan. Keadaan terbut menunjukkan upaya Apoteker
untuk memenuhi karakter pelayanan bersifat :
A. Reliability / Kehandalan
pemberian pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan
B. Responsiveness / Daya Tanggap
membantu dan memberikan pelayanan dengan tanggap tanpa membedakan
unsur SARA (Suku, Agama, Ras, Golongan) pasien
C. Assurance / Jaminan
jaminan keamanan, keselamatan, kenyamanan
D. Emphaty / Empati
komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan konsumen / pasien
E. Satisfaction
4. Setiap obat yang akan diedarkan di Indonesia diharuskan melaksanakan pembuatan di
sarana yang telah memiliki sertifikat CPOB. Pemberian sertifikat CPOB dilaksanakan
berdasarkan :
A. Produsen
B. Izin usaha
C. Bentuk Sediaan
D. Izin edar
E. Izin operasional
5. Apoteker senantiasa mengikuti proses yang sistematis dalam mengumpulkan bukti-bukti
telah melaksanakan pengembangan diri dan praktik , kemudian membandingkan bukti-
bukti tersebut dengan standar kompetensi yang ada untuk menilai apakah telah mencapai
kompetensi. Proses yang dimaksud disebut :
A. Resertifikasi
B. Kredensialisasi
C. Sertifikasi
D. Akreditasi
E. Evaluasi
6. Dimanapun Apoteker berpraktik, dia selalu harus memainkan perannya di lingkungan
tempat praktik kefarmasian melalui pelayanan kepada pelanggan internal maupun
eksternal. Peran itu disebut sebagai : .
A. Manajer
B. Teacher
C. Communicator
D. Caregiver
E. Leader
7. Pemerinah melaksanakan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap sediaan farmasi
yang beredar di Indoneia melalui kegiatan pengawasan pre dan post market.. Pelaksanaan
pengawasan post market terhadap obat tradisional yang beredar di Indonesia, dilakukan
oleh :
A. BPOM
B. Kemenkes
C. Dinkes Proipinsi
D. Dinkes Kabupaten
E. Dinkes Kota
8. Institusi pemerintah ditingkat pusat-propinsi maupun kabuaten/kota diwajibkan menyusun
norma, standar, prosedur dan kriteria dalam melaksanakan pelayanan kesehatan.
Kegiatan tersebut merupakan pelaksanaan dari peran pemerintah sebagai :
A. Pemberi biaya
B. Pelaksana Pelayananan
C. Pengawas
D. Pembina
E. Regulator
9. Menurut Permenkes 49/2016, dinas kesehatan propinsi maupun kabupaten / kota
dikelompokkan berdasarkan tipe dinkes tertentu berdasarkan variabel umum dan variabel
teknis. Variabel teknis yang dipakai adalah :
A. Jenis penyakit
B. Jumlah penderita
C. Kepadatan penduduk
D. Luas wilayah
E. Jumlah anggaran daerah
10. Penggolongan obat narkotika dan / atau psikoropika ditetapkan melalui peraturan
perundang-undangan. Untuk pertama kalinya, peraturan perundang-undangan yang
menetapkan golongan dan jenis obat psikoropika adalah :
A. OOK 419/1949 :obat keras
B. UU 5/1997 : Psikotropika
C. UU 35/2009 : Narkotika
D. PP 40/2013 :Pelaksanaan UU 35/2009
E. PMK 3/2015 : P4 Narkotika dan psikotriopika
11. Dalam melaksanakan praktik kefarmasian, Apoteker seringkali berpraktik sendirian, tanpa
ada yang membantu. Terkait kesendiriannya, agar praktiknya berjalan sesuai dengan kaidah
praktik kefarmasian yang baik maka Apoteker dituntut untuk melakukan praktik dengan
cara :
A. Adil
B. Berbudi luhur
C. Jujur
D. Ramah
E. Sopan
12. Apoteker dapat mengikuti proses penilaian dari suatu instansi terhadap seorang profesinal
pemberi pelayanan untuk menentukan apakah yang bersangkutan layak diberi penugasan
dan kewenangan untuk menjalankan asuhan/tindakan tertentu dalam lingkungan instansi
tersebut untuk periode tertentu.
Proses ini dissebut sebagai :
A. Resertifikasi
B. Kredensialisasi
C. Sertifikasi
D. Akreditasi
E. Evaluasi
13. Apoteker adalah sebuah profesi yang memiliki ciri tersendiri. Jika seseorang yang telah
lulus dalam pendidikan profesi, maka dapat menyandang jabatan profesi jika : memiliki
pengetahuan, ketrampilan dan sikap yag sesuai dengan ciri proesi Aptoeker.
Ciri khusus dibandingkan dengan lulusan bidang ilmu diluar kefarmasian adalah :
A. Memiliki pengetahuan khusus
B. Memliki ketrampilan khssus
C. Memiliki sikap yang profeional
D. Melaksanakan praktik
E. Memiliki sifat altruisme
14. Menurut Permenkes 26/2018, rumah sakit diharuskan memiliki izin dari instansi sesuai
dengan tipe rumah sakitnya. Instansi pemerinah yang megeluarkan izin untuk rumah
A. Kemenkes (RS TIPE A)
B. Dirjen Pelayanan Kesehatan
C. Dinkes Propinsi /
D. Dinkes Kab/ Kota
E. Pemda Kab/Kota
PEMBAHASAN PENERBITAN
Izin Mendirikan dan Operasional RS Tipe A = Menteri Kesehatan
Izin Mendirikan dan Operasioanl RS Tipe B = Gubrenur
Izin Mendirikan dan Operasioanl RS Tipe C & D= Bupati atau Walikota
15. Apoteker yang bekerja sebagai Medical Representative di industri farmasi tertentu, diam-
diam menjadi Apoteker Pengelola Apotek Swasta di kota yang sama. Apakah ini
merupakan pelanggaran ?
A. TIdak melanggar
B. Ya, pelanggaran Kode Etik Apoteker
C. Ya, pelanggaran Pedoman Disiplin Apoteker
D. Ya, pelanggaran PMK 31/2016
E. Ya, pelanggaran PP 51/2009
16. Banyak aspek yang dijadikan objek pengawasan post market dalam pengawasan dstribusi
obat yang beredar yang dilakukan oeh BPOM / Kemenkes. .Aspek tersebut adalah :
A. Pemenuhan CPOB
B. Efikasi produk
C. Keamanan produk
D. Konsistensi mutu
E. Stabiltas produk
17. Pada saat melayani seorang pasien, karena alasan ekonomi pasien tersebut meminta agar
Apoteker mengganti obat paten/nama dagang yang tertulis dalam resep dokter dan
menyerahkan obat generik dengan kandungan yang sama kepada pasien. Peraturan
perundang-undangan apa yang dapat dijadikan dasar ketentuan oleh Apoteker sehingga
tidak melanggar ?
A. Permenkes ttg Obat Wajib Apotik
B. Permenkes ttg Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotik
C. Permenkes ttg Apotik
D. PP 72/1998 ttg Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alkes
E. PP 51/ 2009 ttg Pekerjaan Kefarmasian
18. Penyelenggaraan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BPOM dilakukan oleh Instansi
yang berada dilingkungan BPOM sendiri.
Instansi tersebut adalah :
A. Kepala BPOM
B. Sekretariat Utama
C. Deputi
D. Inspektorat
E. Kepala Pusat,
19. Apoteker di PBF tidak mau melayani pesanan obat bebas terbatas dari sebuah Apotik,
karena Surat Pesanan tidak ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotik tesebut.
Apakah Apoteker PBF ini melenggar kentutan ?
A. TIdak melanggar
B. Ya, pelanggaran Kode Etik Apoteker
C. Ya, pelanggaran pedoman Disiplin Apoteker
D. Ya, pelanggaran PP 51/2009
E. Ya, pelanggaran UU 36/2009
20. Apoteker yang bekerja di Balai POM suatu daerah berugas sebagai pengawas farmasi dan
makanan yang ada di wilayah kerjanya. Pada saat yang sama, yang bersangkutan juga
menjadi Apoteker Pengelola Apotik X yang masuk dalak wilayah pengawasannya . Apakah
Apoteker ini melanggar ketentuan ?
A. TIdak melanggar
B. Ya, pelanggaran Kode Etik Apoteker
C. Ya, pelanggaran pedoman Disiplin Apoteker
D. Ya, pelaggaran PMK 31/2016
E. Ya, pelanggaran PP 51/2009
21. Upaya untuk memelihara dan meningkatkan kompetensi biasanya dibuat dala bentuk “plan
of Action” yang memiliki sifat sifat SMART. Singkatan yang menunjukkan bahwa rencana
kerja yang dibuat tersebut realistic adalah terkait dengan :
A. Simple
B. Measurable
C. Achievable
D. Reasonable
E. Timely
22. Walaupun sudah banyak per-uu-an yang ditetakan dan diberlakukan untuk pengaturan obat
di Indonesia, masih tetap diperlukan peraturan perundangan yang mengatur narkotika dan
psikoropika. Tujuan spesifik terkait narkotika dan psikotropika dibandingkan dengan
tujuan pengaturan obat lainnya adalah :
A. Menjamin ketersediaan
B. Melindungi masyarakat
C. Menjamin upaya rehabilitasi
D. Menjamin keamanan, mutu dan khasiat/kemanfaatan
E. Memberikan kepastian hukum
23. Menurut Per Ka BPOM 34 tahun 2018, cangkang kapsul adalah bagian tak terpisahkan dari
obat. Agar Apoteker tidak dikategorikan sebagai pelanggaran dalam pembuatan obat yang
baik, maka cangkang kapsul hendaklah dianggap sebagai :
A. Bahan awal
B. Bahan kemas
C. Bahan Aktif
D. Produk ruahan
E. Produk jadi
24. Pejabat atau pegawai BPOM / Kemenkes dikategorikan dalam jabatan fungsional yang
berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada
keahlian dan keterampilan tertentu. Jabatan dengan urutan tertinggi yang dapat diraih oleh
Apoteker diantara jabatan fungsonal beriut adalah Pengawas Farmasi dan Makanan:
A. Madya
B. Muda pertama, muda,madya, utama(paling tinggi)
C. Pelaksana
D. Penyelia
E. Pertama
25. Jika seorang Apoteker di Industri manufaktur obat yang telah memiliki sertifikat CPOB
untuk sediaan krim non antibiotik, diam-diam membuat dan mengedarkan kosmetika krim
pelembut, maka akan dikenakan sanksi. Sanksi paling berat yang akan dikenakan sesuai
UU 36/2009 adalah :
A. Pidana denda Rp. 100 juta.
B. Pidana denda Rp. 100 juta dan penjara 3 tahun
C. Pidana denda Rp. 1 Miliar dan penjara 10 tahun
U/ YANG TIDAK MEMILIKI KEAHLIAN DAN KEWENANGAN
D. Pidana denda Rp. 1,5 Miliar dan penjara 15 tahun
E. Pidana denda Rp. 5 Miliar dan penjara 5 tahun
26. Apoteker diminta bertanggung jawab dan melaksanakan kegiatan untuk menjamin
kompetensinya melalui pemeliharaan & pengembangan pengetahuan, ketrampilan dan
perilaku secara sistematis selama berkarir atau berpraktek.
Tindakan paling tepat untukitu adalah :
A. Pendidikan kefarmasian berkelanjutan
B. Pengembangan profesionalitas berkelajutan
C. Meegikuti seminar kefarmasian
D. Melaksanakan praktik kefarmasian
E. Mengikuti stud lanjut kefarmasian
27. Menurut Permenkes 3/2015, mutasi obat yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan sistem saraf pusat, dan dapat menimbulkan ketergantungan atau
ketagihan wajib dilaporkan kepda pihak yang berwenang. Laporan disampaikan sebagai
obat :
A. Obat keras
B. Obat obat tertentu
C. Obat bius
D. Obat psikotropik
E. Obat precursor
zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan sebagai
bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi industri farmasi
atau produk antara, produk ruahan, dan produk jadi

28. Apoteker yang memiliki surat izin praktik di Klinik Pratama, kemudian juga bekerja
sebagai medical represemative di sebuah industri farmasi. Apakah ini meruakan sebuah
pelanggaran ?.:
A. TIdak melanggar
B. Ya, pelanggaran Kode Etik Apoteker
C. Ya, pelanggaran pedoman Disiplin Apoteker
Butir 17 = menyalahgunakan Kompentensi Apotekernya
D. Ya, pelanggaran PP 51/2009
E. Ya, pelanggaran UU 36/2009
29. Apoteker yang tidak membuat dan/ atau tidak melaksanakan Standar Prosedur Operasional
sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh personil di sarana pekerjaan/pelayanan
kefarmasian,sesuai dengan kewenangannya.
Pelanggaran yang dilakukan oleh Apoeker tesebut adalah “
A. Pelanggaran hukum saja
B. Pelanggaran pedoman disiplin atau kode etik saja
C. Pelanggaran hukum dan kode etik
D. Pelanggaran hukum, pedoman disiplin
E. Pelanggaran hukum, pedoman disiplin dan kode etik
30. Dalam rangka pengawasan obat yang akan diedarkan di Indonesia diperlukan suatu proses
evaluasi terhadap obat yang akan diedarkan. Produsen yang berminat dapat berupa
A. Contoh produk
B. Informasi produk
C. Dosier
D. Sertifikat produk
E. Izin produksi
31. Banyak obat yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Contoh obat yang termasuk dalam kategori tersebut adalah :
A. Diazepam
B. Alprazolam
C. Fentanyl
D. Triheksifenidil
E. Dekstrometorfan
32. Praktik kefarmasian diharapkan agar dapat dilaskanakan untuk memelihara partisipasi
seluruh masyarakat melalui pemberian kesempatan kepada konsumen dan pelaksana
praktik kefarmasian untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya. Azas ini
disebut sebagai :
A. Keadilan
Agar partisipasi seluruh masyarakat dapat diwujudkan secara maksimal dan
memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh
haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
B. Keseimbangan
Untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha
dan pemerintah dalam arti materil atau pun spiritual.
C. Manfaat
Untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
D. Keamanan dan keselamatan
Untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen
dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan jasa yang
digunakan.
E. Kepastian Hukum
Agar baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh
keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara
menjamin kepastian hukum
33. Setiap sarana praktik kefarmasian diharuskan menyediakan produk yang bermutu, aman
dan berkhasiat. Persyaratan tersebut dapat saja dilanggar oleh pelaku usaha dalam berbagai
bentuk, misalnya obat palsu. Upaya untuk menghindari adanya obat palsu dalam sarana
pelayanan kefarmasian, dapat dilakukan denga cara:
A. Membeli langsung ke produsen
B. Membeli ke PBF berizin
C. Membeli ke sarana pelayanan yang lain
D. Memeriksa mutu obat
E. Meminta faktur
34. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara pengobatan risiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi dan perkiraan biaya pengobatan adalah hak pasien yang
harus diberikan sebelm pengobatan dilakukan. Pemberian informasi semacam ini perlu
dilakukan untuk memenuhi kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindaan
A. Informed consent
B. Reliability
C. Responsiveness
D. Assurance
E. Emphaty
35. Menurut UU 3/2009, setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan
dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang akan diterimanya, dan UU yang sama
menyatakan setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah
dikemukakan. Apaalasan untuk membuka rahasia tersebut ?
A. Permintaan keluarga pasien
B. Permintaan dokter
C. Permintaan Apoteker
D. Permintaan pasien
E. Permintaan masyarakat
36. Sekalipun banyak disalahgunakan, namun psikotropika dapat dipakai untuk kepentingan
pengobatan dan ilmu pengetahuan. Psikotropika yang dikelmpokkan dalam bahan yang
boleh dipakai untuk terapi namun memiliki potensi sedang dalam
A. Diazepam (Potensi Ringan)
B. Nitrazepam (Potensi Ringan)
C. Lexotan (Potensi Ringan)
D. Fenobarbital
E. Amobarbital
37. Menurut PP 51/ 2009, Apoteker dapat memperpanjang sertifikat kometensinya mendekati
5 tahun melalui proses pembuktian kometensi. Bentuk proses yang harus diikuti adalah
melalui :
A. Resertifikasi
B. Uji kompetensi (PASAL 37)
C. Sertifikasi
D. Akreditasi
E. Evaluasi
38. Apoteker sedang melaksanakan pelayanan swamedikasi dengan memberikan obat untuk
TBC di Apotik tempat dia berpraktik. Kegiatan pelayanan ini memerlukan kompetensi
sebagai seorang Apoteker.
Area kompetensi yang paling relevan dengan kegiatan ini adalah :
A. Praktik kefarmasian secara professional dan etik
B. Optimalisasi penggunaan sediaan farmasi
C. Dispensing sediaan farmasi dan alat kesehatan
D. Pemberian informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan
E. Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
39. Banyak hal yang harus disediakan oleh Apoteker untuk membuktikan bahwa Apoeker
disebut brpraktik bertanggung jawab. Bukti apa yang harus disediakan untuk menunjukkan
bahwa Apoeker berpraktik bertanggung jawab ?
A. Mengikuti perkembangan per-UU-an & IPTEK
B. Menyediakan dan membina kompetensi TTK
C. Melaksanakan praktik sesuai SPO/IK
D. Memelihara catatan praktik
E. Mendelegasikan tugas kepada TTK yang kompeten
40. Komte Farmasi Nasional menetapkan proses untuk memperpanjang sertifikat kompetensi
dapat dilakukan melalui pembuktian bahwa Apoteker melaksanaan / mengikuti kegiatan
terkait praktik kefarmasian. Kegiatan yang terkait dengan perolehan SKP berupa kajian
kasus terkait praktik kefarmasian adalah:
A. Kegiatan Praktik Profesi
B. Kegiatan Pembelajaran
C. Kegiatan Pengabdian Masyarakat
D. Kegiatan Publikasi Ilmiah atau popular di bidang kefarmasian
E. Kegiatan Pengembangan Ilmu dan Pendidikan
Penelitian, review Jurna / Case Review, Memberikan Cceramah sesama Apoteker,
Menjadi pengajar, Penguji Komperhensif, Menjadi Preseptor PKPA / MAGANG
41. Sistem pengawasan obat dan makanan yang digunakan dalam pengawasan produk yang
beredar di Indonesia dilakukan oleh berbagai pihak terkait. Pihak pertema dan utama yang
bertanggung jawab dalam hal mutu, keamanan dan khaistat / manfaat obat dan makanan
adalah :
A. BPOM
B. Kemenkes
C. Dinkes
D. Produsen
E. Masyarakat
42. Bentuk akuntabilitas dalam praktik profesi oleh Apoteker, organisasi IAI memanggil,
menyidangkan dan memberikan sanksi kepada Apoteker yang melanggar naskah
organisasi.. Prinsip yang dipakai dalam akuntabilitas ini adalah bentuk penerapan :
A. Pendisiplinan anggota
B. Menjaga wibawa profesi
C. Sarana control
D. Meningkatkan mutu profesi
E. Mencegah damur tangan pihak luar
43. Perlindungan yang diberikan oleh Apoteker kepada pasien pada saat pasien tersebut akan
memperoleh obat melalui resep yang dibawanya atau akan menggunakan obatnya. Jenis
prlidungan ini adalah :
A. Preemtif
B. Preventif
Perlindungan yang diberikan kepada konsumen pada saat konsumen tersebut
akan membeli atau menggunakan atau memanfaatkan suatu barang dan atau jasa
tertentu, mulai melakukan proses pemilihan serangkaian atau sejumlah barang
dan atau jasa tersebut dan selanjutnya memutuskan untuk membeli atau
menggunakan atau memanfaatkan barang dan jasa dengan spesifikasi tertentu
dan merek tertentu tersebut.
C. Promotif
D. Kuratif
kepada konsumen sebagai akibat dari penggunaan atau pemanfaatan barang atau
jasa tertentu oleh konsumen.
seseorang dikatakan konsumen, cukup jika orang tersebut adalah pengguna atau
pemanfaat atau penikmat dari suatu barang atau jasa, tidak peduli ia
mendapatkannya melalui pembelian atau pemberian

E. Rehabilitatif
44. Proses periizinan pangan industri rumah tangga dilakukan oleh pemilik pangan industri
rumah tangga dengan cara mengikuti proses yang dilayani oeh instansi pemerintah. Instansi
pemerinah yang melaksanakan fungsi pengawasan melalui perizinan pangan industri
rumah tangga tersebut adalah:
A. BPOM
B. Kemenkes
C. Ditjen Farmalkes
D. Dinkes Proipinsi
E. Dinkes Kabupaten/ Kota
45. Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia merupakan pedoman yang dipakai Apoteer dalam
berpraktik agar praktiknberjalan sesuai dengan ketentuan. Pada Pedoman Disiplin
Apoteker Indonesia adalah bentuk pelanggaran yang tidak boleh dilakukan oeh Apoteker.
Bentuk pelanggaran tersebut terkait dengan :
A. Moral baik dan buruk
B. Norma sopan santun
C. Penerapan keilmuan
D. Penerapan kewenangan
E. Penerapan keperdataan
46. Pelaporan narkotika dan psikotropika dapatdilakukan menggunakan cara elektronik,
melalui SIPNAP. Aspek yang perlu dilaporkan melalui SINPAP adalah ::
A. Stok Awal
B. Penerimaan
C. Pengeluaran
D. Mutasi
E. Stok Akhir
47. Apoteker dituntut untuk selalu meningkatkan praktik kefarmasian dimanapun berpraktik.
Upaya terkait dirinya sendiri untuk selalu memelihara kompetensinya sehngga setiap saat
dapat menerapkan pengetahuan dan ketrampilannya ditempat praktik. Upaya yang
dilakukan untuk ha ini adalah :
A. Mengikuti Standar Prosedur Operasional
B. Mengikuti perkembanganper-uu-an
C. Mengindahkan Kode Etik
D. Mengindahkan Pedoman Disiplin
E. Melaksanakan pengembangan diri
48. Perbedaan obat dan barang konsumsi lain dalam hal proses jual beli bidang kefarmasian ,
antara lain terletak pada kondisi masyarakat yang umumnya tidak memehami mutu dan /
atau khasiat obat, sehingga diperlukan pemberian informasi yang baiikdan benar terkait
obat. Dalam hal perlindungan konsumen, keadaan masyarakat seperti ini disebut :
A. Ignorance
B. Supply induce demand
C. Heterogen
D. Kompeteitif
E. Homogen
49. Apoteker Kepala Instalasi Farmasi sebuah Rumah Sakit memproduksi obat yang tidak
memiliki izin edar, tetapi hanya digunakan untuk lingkungan rumah sakitnya saja. Apakah
Apoteker RS ini melanggar kentutan ?
A. Opsi 1
B. Ya, pelanggaran Kode Etik Apoteker
C. Ya, pelanggaran pedoman Disiplin Apoteker
D. Ya, pelanggaran PMK 1799/2010
E. Ya, pelanggaran PP 51/2009
F. Ya, pelanggaran UU 36/2009 (PASAL 106)
50. Perbandingan antara tingkatan dari manfaat yang dirasakan terhadap manfaat yang
diharapkan oleh pelanggan merupakan salah satu hal yang mejadi indikator kesuksesan
dalam pelayanan kefarmasian bagi pasien. Perbandingan ini disebut sebagai :
F. Reliability / Kehandalan
pemberian pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan
G. Responsiveness / Daya Tanggap
membantu dan memberikan pelayanan dengan tanggap tanpa membedakan
unsur SARA (Suku, Agama, Ras, Golongan) pasien
H. Assurance / Jaminan
jaminan keamanan, keselamatan, kenyamanan
I. Emphaty / Empati
komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan konsumen / pasien
J. Satisfaction

Anda mungkin juga menyukai