Anda di halaman 1dari 27

Laporan Tugas Pendahuluan Keperawatan Ulkus Diabetik & Nefropati Diabetik

Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Keperawatan Medikal Bedah


Dosen Pengampu: Ns. Ahmad Hasyim Wibisono, S.Kep., M.Kep., M.Ng

Disusun oleh:

kelompok 2B

1. Hidah Rohmawati (200070300011006)


2. Alvin Fitri Hendika (200070300011007)
3. Amirul Agadhafi (200070300011015)
4. Dewi Luberty W. (200070300011016)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2021
Konsep Ulkus kaki Diabetes (UKD)
A. Definisi
Ulkus  adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender
dan ulkusadalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit.
Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus  berbau, ulkus  diabetikum juga
merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM  dengan neuropati
perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik  merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus  sebagai
sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes.  Kadar LDL
yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik  untuk
terjadinya Ulkus Diabetik  melalui pembentukan plak atherosklerosis  pada dinding
pembuluh darah, (zaidah 2005).
Ulkus  kaki Diabetes  (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan
morbiditas akibat Diabetes Melitus. Ulkus  kaki Diabetes  merupakan komplikasi
serius akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).

B. Etiologi
a.  Faktor endogen:
1)  Neuropati:

Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan


sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan
otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah,
produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler
2)  Angiopati

Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
3)  Iskemia

Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada


pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan
aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya
gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
 Adanya hormone aterogenik
 Merokok
 Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
 Kaki dingin
 Nyeri nocturnal
 Tidak terabanya denyut nadi
 Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
 Kulit mengkilap
 Hilangnya rambut dari jari kaki
 Penebalan kuku
 Gangren kecil atau luas.
b.  Faktor eksogen
1)    Trauma
2)    Infeksi

C. Faktor resiko
Healthy Enthusia (2014) menyatakan bahwa faktor-faktor resiko yang
menyebabkan ulkus kaki diabetik yang lebih lanjut disebabkan oleh umur lebih dari
60 tahun, diabetes mellitus yang sudah lebih dari 10 tahun, obesitas, hypertensi,
neuropati, glikolisasi hemoglobin, kolesterol total, kebiasaan merokok,
ketidakpatuhan diet diabetes mellitus, pengobatan tidak teratur, kurangnya aktivitas
fisik, perawatan kaki tidak teratur, penggunaan alas kaki yang tidak tepat.

D. Manifestasi klinis
Ulkus Diabetikum  akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus  panas walaupun
nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan
biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan
sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis
5 P yaitu :
a.      Pain  (nyeri)
b.      Paleness  (kepucatan)
c.      Paresthesia  (kesemutan)
d.      Pulselessness  (denyut nadi hilang)
e.      Paralysis  (lumpuh).
Apabila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
fontaine:
a.      Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b.      Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c.      Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d.      Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus). Smeltzer dan
Bare (2001: 1220).
Klasifikasi :
a. Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu:
b. Derajat 0        :Tidak ada lesi  terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus  “.
c. Derajat I          : Ulkus superfisial  terbatas pada kulit.
d. Derajat II         :Ulkus  dalam menembus tendon  dan tulang
e. Derajat III        : Abses  dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
f. Derajat IV      : Gangren  jari kaki atau bagian distal  kaki dengan atau
tanpa selulitis.
g. Derajat V        : Gangren  seluruh kaki atau sebagian tungkai.

E. Patofisiologi
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan
insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan
dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada
pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan
kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular)
disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut
mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap
saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik
terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar.
Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang
mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya
terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit
menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal
manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi
didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection.
Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit
dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).
Obesitas Pola Makan Salah Hereditas

Jumlah reseptor insulin


menurun

Jumlah insulin yang ada sedikit

Defisiensi insulin (absolute dan relatif)

Gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak

Ambilan glukosa Katabolisme Protein Hipofisis

Asam amino
Hiperglikemi Kehilangan nitrogen
Asam lemak bebas
Glikogenesis
Gliserol
Glukosa darah Ketoagenesis

Glukosa sel Glukosoria


Penebalan membran Ketoanemia
dasar vaskuler
Diaresis osmotik
Nutri sel Ketoasedosis
Poliuria polidipsi
Disfungsi endotel Disfungsi endotel
mikrovaskuler makrovaskuler Sel lapar Pernapasan kusmauli
ketonuria
Kehilangan cairan & nafas bau aseton

Mikro angiopati Gangguan


Hipotensi
pola tidur

shock
Neuropati Retinopati Nefropati

Katarak GFR Oksigen ke otak

Kematian
Neuropati sensoris GGK
Neuropati otonom

Kelemahan
Kesemutan Aterosklerosis
Keringat & atropi otot
Neuropati

Hilang rasa Kolap sendi


motorik Kekakuan gerak sendi Oklusi
Kulit kering
Deformitas sendi Titik tumpu baru
Trauma PJK Makroangiopati

Infeksi Gangguan Peny pembuluh


Ulkus
Mobilitas fisik Penyakit pembuluh darah otak
MCI
Nyeri Stroke
Gangren darah kapiler

Koping Gangguan Gangren Ulkus


Gangguan
tidak efektif Perfusi jaringan Gangguan gambaran diri
Rasa nyaman
Cemas
Gangguan integritas
jaringan
Gangguan pemenuhan
HCL Selera makan nutrisi
F. Pemeriksaan penunjang
a. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5%
lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
b. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180%
maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin:  + nilai
ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang  populer: carik celup
memakai GOD.
c. HbA1c (hemoglobin A1c) atau glycated hemoglobin adalah hemoglobin yang
berikatan dengan glukosa di dalam darah nilai normal <6%, prediabetes 6,0-
6,4% dan diabetes ≥ 6,5%. Pemeriksaan ini dilakukan tiap 3 bulan.
d. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-
hidroksibutirat tidak terdeteksi
e. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol,
HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans (inlet
cellantibody)

G. Penatalaksanaan medis
1.  Medis
a.  Obat
1)  Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a)  Mekanisme kerja sulfanilurea
 kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
 kerja OAD tingkat reseptor
b)  Mekanisme kerja Biguanida
 Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek
lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu: Biguanida pada
tingkat prereseptor à ekstra pankreatik
(1)  Menghambat absorpsi karbohidrat
(2)  Menghambat glukoneogenesis di hati
(3)  Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(4)  Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
(5)  Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
b.  Insulin
1)  Indikasi penggunaan insulin

a)   DM tipe I
b)   DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c)   DM kehamilan
d)   DM dan gangguan faal hati yang berat
e)   DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f)   DM dan TBC paru akut
g)   DM dan koma lain pada DM
h)   DM operasi
2)  Insulin diperlukan pada keadaan :
a)    Penurunan berat badan yang cepat.
b)    Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
c)     Ketoasidosis diabetik.
d)    Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
2.  Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan
antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus
dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan
larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa
steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh
terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM. Menurut
Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada
Diabetes Melitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah,
sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya
komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:
a.  Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua
unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar
glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.
Prinsip diet DM, adalah:
1)   Jumlah sesuai kebutuhan
2)   Jadwal diet ketat
3)   Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.

(1)  Diit DM I      :           1100 kalori


(2)  Diit DM II     :           1300 kalori
(3)  Diit DM III    :           1500 kalori
(4)  Diit DM IV   :           1700 kalori
(5)  Diit DM V    :           1900 kalori
(6)  Diit DM VI   :           2100 kalori
(7)  Diit DM VII  :           2300 kalori
(8)  Diit DM VIII:            2500 kalori
Diit I s/d III         : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V      : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII   : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes
komplikasi.
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative
body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:

                BB (Kg)

BBR =    ------------------X 100 %

             TB (cm) – 100

1)   Kurus (underweight)      :     BBR < 90 %


2)   Normal (ideal)      :     BBR 90 – 110 %
3)   Gemuk (overweight)       :   BBR > 110 %
4)   Obesitas, apabila :   BBR > 120 %
 Obesitas ringan :  BBR 120 – 130 %
 Obesitas sedang :  BBR 130 – 140 %
 Obesitas berat :  BBR 140 – 200 %
 Morbid :    BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang
bekerja biasa adalah:
1)        kurus: BB X 40 – 60 kalori sehari
2)        Normal : BB X 30 kalori sehari
3)        Gemuk : BB X 20 kalori sehari
4)        Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
b.  Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan
kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian kadar insulin.
c.  Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan
pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
d.  Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan
kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
e.  Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan
dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu
menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.
Pendidikan kesehatan perawatan kaki

1.  Hiegene kaki: Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara menekan,
jangan digosok, Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan
gesekan yang berlebih, Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan
dipotong, Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit, Gunakan
kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit, Bila terdapat callus, hilangkan
callus yang berlebihan dengan cara kaki direndam dalam air hangat sekitar 10
menit kemudian gosok dengan handuk atau dikikir jangan dikelupas.
2.  Alas kaki yang tepat
3.  Mencegah trauma kaki
4.  Berhenti merokok
5.  Segera bertindak jika ada masalah

f.   Kontrol nutrisi dan metabolic


Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka.
Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses
penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin
diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren
diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan
karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula
darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau
infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan
hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol
gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.
g.  Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight
bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan
sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki
harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan
karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan
terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada
tempat luka.
h.  Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan
atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
b. Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor

Konsep Asuhan keperawatan teori


Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem
endokrin diabetes melitus dilakukan mulai dari
pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat
kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat
kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan
sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes
melitus :
1.  Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma
2.  Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas
bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
3.  Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
4.  Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
5.  Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi,
letargi, koma dan bingung.
6.  Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
7.  Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
8.  Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
9.  Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten
pada pria.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN  
1. Risiko ketidakstabilan kadar gula darah dengan faktor risiko kurang pengetahuan
tentang manajemen diabetes mellitus
2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan
sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi nutrien

Konsep Nefropati Diabetik


A. Definisi

Nefropati Diabetika  adalah penyakit ginjal akibat penyakit DM yang merupakan


penyebab utama gagal ginjal di Eropa dan USA.
Ada 5 fase Nefropati Diabetika :
Fase I : Hiperfiltrasi dengan peningkatan GFR, AER (albumin ekretion rate) dan
hipertropi ginjal.
Fase II : Ekresi albumin relative normal (< 30mg/ 24 j) pada beberapa penderita
mungkin masih terdapat hiperfiltrasi yang mempunyai resiko lebih tinggi
dalam berkembang menjadi Nefropati Diabetik.
Fase II : Terdapat mikro albuminuria (30-300 mg/24 j).
Fase IV : Difstick positif proteinuria, ekresi albumin (> 300 mg/ 24 j), pada fase
ini terjadi penurunan GFR dan hipertensi biasanya terdapat.
Fase V : Merupakan End Stage Renal Disease (ESRD), dialisa biasanya dimulai ketika
GFR nya sudah turun sampai 15ml/mnt.
B. Etiologi
Hipertensi atau tekanan darah yang tinggi merupakan komplikasi dari penyakit 
DM  dipercaya  paling  banyak  menyebabkan  secara  langsung terjadinya  Nefropati 
Diabetika.  Hipertensi  yang  tak  terkontrol  dapat meningkatkan progresifitas untuk
mencapai fase Nefropati Diabetika yang lebih tinggi (Fase V Nefropati Diabetika).
Tidak semua pasien DM tipe I dan II  berakhir dengan Nefropati Diabetika. Dari studi
perjalanan penyakit alamiah ditemukan beberapa faktor resiko antara lain:
 Hipertensi dan prediposisi genetika
 Kepekaan (susceptibility) Nefropati Diabetika
a. Antigen HLA (human leukosit antigen) 
Beberapa  penelitian  menemukan  hubungan  Faktor genetika  tipe  antigen  HLA 
dengan  kejadian  Nefropati Diabetik. Kelompok penderita diabetes dengan
nefropati lebih sering mempunyai Ag tipe HLA-B9.
b. Glukose trasporter (GLUT) 
Setiap  penderita  DM  yang  mempunyai  GLUT    1-5mempunyai potensi untuk
mendapat Nefropati Diabetik.
 Hiperglikemia
 Konsumsi protein hewani
C. Faktor resiko
Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko nefropati diabetik, antara lain:
 Diabetes tipe 1 maupun 2 yang sulit dikendalikan.
 Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol.
 Merokok.
 Kadar kolesterol tinggi dalam darah.
 Riwayat keluarga diabetes.
 Penyakit ginjal.

D. Manifestasi klinis

Progresifitas kelainan ginjal pada diabetes militus tipe I (IDDM) dapat dibedakan dalam 5
tahap:
a) Stadium I (Hyperfiltration-Hypertropy Stage)
Secara klinik pada tahap ini akan dijumpai:
Hiperfiltrasi: meningkatnya laju filtrasi glomerules mencapai 20 50% diatas niali
normal menurut usia. Hipertrofi ginjal, yang dapat dilihat melaui foto sinar x.
Glukosuria disertai poliuria. Mikroalbuminuria lebih dari 20 dan kurang dari 200
ug/min.
b) Stadium II (Silent Stage)
Ditandai dengan: Mikroalbuminuria normal atau mendekati normal (<
20ug/min). Sebagian penderita menunjukan penurunan laju filtrasi glomerulus ke
normal. Awal kerusakan struktur ginjal
c) Stadium III (Incipient Nephropathy Stage)
Stadium ini ditandai dengan: Awalnya dijumpai hiperfiltrasi yang menetap yang
selanjutnya mulai menurun Mikroalbuminuria 20  sampai 200ug/min  yang 
setara  dengan eksresi protein 30-300mg/24j.Awal Hipertensi.
d) Stadium IV (OvertNephroathyStage)
Stadium ini ditandai dengan: Proteinuria menetap(>0,5gr/24j). Hipertensi. Penurunan
laju filtrasi glomerulus.
e) Stadium V (End Stage Renal Failure)
Pada stadium ini laju filtrasi glomerulus sudah mendekati nol dan dijumpai fibrosis
ginjal. Rata-rata dibutuhkan waktu 15-17 tahun untuk sampai pada stadium IV
dan 5-7 tahun kemudian akan sampai stadium V. 
Ada  perbedaan  gambaran  klinik  dan 
patofisiologi  Nefropati Diabetika antara diabetes mellitus
tipe I (IDDM) dan tipe II (NIDDM). Mikroalbuminuria 
seringkali  dijumpai  pada  NIDDM  saat 
diagnosis ditegakkan dan keadaan ini serigkali reversibel
dengan perbaikan status metaboliknya. Adanya
mikroalbuminuria pada DM tipe II merupakan prognosis
yang buruk.
Tahapan Nefropati Diabetikum Oleh Mogensen
Tahap Kondisi Ginjal AER LFG TD Prognosis
1 Hipertrofi N  N Reversible
Hiperfungsi
2 Kelainan Struktur N  /N Mungkin
Reversible
3 Mikroalbuminuria 20-200 /N  Mungkin
Persisten mg/menit Reversible
4 Makroalbuminuria >200 Rendah Hipertens Mungkin Bisa
Proteinuria mg/menit i Stabilisasi

5 Uremia Tinggi/Rendah < 10 Hipertens Kesintasan


ml/menit i tahun + 50%
AER = Albumin Excretion Rate, LFG = Laju Filtrasi Glomerulus (GFR), N = Normal, TD =
Tekanan Darah

Pasien dengan nefropati diabetic dapat menunjukkan gambaran gagal ginjal


menahun seperti lemas, mual, pucat sampai keluhan sesak napas akibat penimbunan
cairan (edema).Adanya gagal ginjal yang dibuktikan dengan kenaikan kadar
kreatinin/ureum serum ditemukan berkisar antara 2 % sampai 7,1 % pasien diabetes
miletus.
Adanya proteinuria yang persisten tanpa adanya kelainan ginjal yang lain
merupakan salah satu tanda awal nefropati diabetic. Proteinuria ditemukan pada 13,1 %
sampai 58% pasien diabetes melitus. Gambaran klinis awalnya asimtomatik, kemudian
timbul hipertensi, edema dan uremia.
E. Patofisiologi

Pada diabetes perubahan pertama yang terlihat pada ginjal adalah pembesaran
ukuran ginjal dan hiperfiltrasi. Glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi oleh tubulus
dan sekaligus membawa natrium, bersamaan dengan efek insulin (eksogen pada
IDDM dan endogen pada NIDDM) yang merangsang reabsorbsi tubuler natrium, akan
menyebabkan volume ekstrasel meningkat, terjalah hiperfiltrasi. Pada diabetes,
arteriole eferen, lebih sensitive terhadap pengaruh angiotensin II dibanding arteriole
aferen,dan mungkin inilah yang dapat menerangkan mengapa pada diabetes yang
tidak terkendali tekanan intraglomeruler naik dan ada hiperfiltrasi glomerus.
Patofisiologi, gambaran klinis, dan bentuk nefropati diabetik adalah mirip antara
DM tipe 1 dan tipe 2, meskipun sejalannya waktu mungkin pada DM tipe 2 lebih
singkat. Hipertensi glomerular dan hiperfiltrasi adalah abnormalitas ginjal yang paling
awal pada hewan eksperimental dan manusia yang diabetes dan diobservasi dalam
beberapa hari hingga beberapa minggu diagnosis. Hiperfiltrasi masih dianggap
sebagai awal dari mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Penelitian
Brenner dkk pada hewan menunjukkan bahwa pada saat jumlah nefron mengalami
pengurangan yang berkelanjutan, filtrasi glomerulus dari nefron yang masih sehat
akan meningkat sebagai bentuk kompensasi. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa
nefron yang sehat lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut.
Mekanisme terjadinya peningkatan laju filtrasi glomerulus pada nefropati
diabetik masih belum jelas, tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol
aferen oleh efek yang tergantung glukosa yang diperantarai hormon vasoaktif, IGF-1,
nitrit oksida, prostaglandin dan glukagon. Efek langsung dari hiperglikemia adalah
rangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi TGF-β yang
diperantarai oleh aktivasi protein kinase-C yang termasuk dalam serine-threonin
kinase yang memiliki fungsi pada vaskular seperti kontraktilitas, aliran darah,
proliferasi sel dan permeabilitas kapiler.
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam
amino dan protein. Pada awalnya glukosa akan mengikat residu asam amino secara
non-enzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan ulang untuk
mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi masih reversibel dan disebut sebagai produk
amadori. Jika proses ini berlanjut terus, akan terbentuk Advanced Glycation End
Product  (AGEs) yang ireversibel. AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa
kegiatan seluler seperti ekspresi adesi molekul yang berperan dalam penarikan sel-sel
mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi sel, sintesa matriks ekstraseluler serta
inhibisi sintesis nitrit oksida. Proses ini akan terus berlanjut sampai terjadi ekspansi
mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis.
Hipertensi yang timbul bersama dengan bertambahnya kerusakan ginjal, juga akan
mendorong sklerosis pada ginjal pasien diabetes. Diperkirakan bahwa hipertensi pada
diabetes terutama disebabkan oleh spasme arteriol eferen intrarenal atau
intraglomerulus.
F. Pemeriksaan penunjang
a) Kadar glukosa darah
Sebagaimana halnya penyakit DM, kadar glukosa darah akan meningkat. Tetapi perlu
diperhatikan bahwa pada tahap lanjut yaitu bila terjadi gagal ginjal, kadar gula
darah bisa normal atau malahan rendah. Hal ini disebabkan menurunnya
bersihan ginjal terhadap insulin endogen maupun eksogen.
 HbA1C
 Ureum
 Creatinin  Σ  dapat meningkat pada kerusakan ginjal lanjut
 BUN
 Urine
 Urin rutin ; tampak gambaran proteinuria
 Aseton
 Dipstik untuk albumin/ mikroalbumin
 Penentuan protein dalam urin secara kuantitatif
b) USG ginjal
Untuk mengamati ukuran ginjal, biasanya ukuran meningkat pada tahap awal dan
kemudian menurun atau menyusut pada gagal ginjal kronik. Dapat juga untuk
menggambarkan adanya obstruksi, sebagai study Echogenisitas pada gagal ginjal
kronik.
Serum dan electrophoresis urine ditujukan untuk menyingkirkan multiple myeloma
dan untuk mengklasifikasikan proteinuria (dimana predominan pada glomerolus
pada nephropati diabetic).
G. Penatalaksanaan
a) Nefropati Diabetik Pemula (Incipatien diabetic nephropathy)
1) Pengendalian hiperglikemia
Pengendalian hiperglikemia merupakan langkah penting untuk mencegah/
mengurangi semua komplikasi makroangiopati dan mikroangiopati.
b) Diet
Diet harus sesuai dengan rekomendasi dari Sub Unit Endokrinologi & Metabolisme,
misalnya reducing diet khusus untuk pasien dengan obesitas. Variasi diet dengan
pembatasan protein hewani bersifat individual tergantung dari penyakit
penyerta :
 Hiperkolesterolemia
 Urolitiasis (misal batu kalsium)
 Hiperurikemia dan artritis Gout
 Hipertensi esensial

2) Pengendalian hiperglikemia
1). Insulin
Optimalisasi terapi insulin eksogen sangat penting .
a) Normalisasi metabolisme seluler dapat mencegah penimbunan toksin
seluler (polyol) dan metabolitnya (myoinocitol)
b) Isnulin dapat mencegah kerusakan glomerulus
c) Mencegah dan mengurangi glikolisis protein glomerulus yang dapat
menyebabkan penebalan membran basal dan hilangnya kemampuan
untuk seleksi protein dan kerusakan glomerulus (permselectivity).
d) Memperbaiki fatal tubulus proksimal dan mencegah reabsorpsi
glukosa sebagai pencetus nefomegali. Kenaikan konsentrasi urinary N-
acetyl-Dglucosaminidase (NAG) sebagai petanda hipertensi esensial
dan nefropati.
e) Mengurangi dan menghambat stimulasi growth hormone (GH) atau
insulin-like growth factors (IGF-I) sebagai pencetus nefromegali.
f) Mengurangi capillary glomerular pressure (Poc)
2). Obat antidiabetik oral (OADO)
Alternatif pemberian OADO terutama untuk pasien-pasien dengan tingkat
edukasi rendah sebagai upaya memelihara kepatuhan (complience).
Pemilihan macam/tipe OADO harus diperhatikan efek farmakologi dan
farmakokinetik antara lain:
 Eleminasi dari tubuh dalam bentuk obat atau metabolitnya.
 Eleminasi dari tubuh melalui ginjal atau hepar.
 Perbedaan efek penghambat terhadap arterial smooth muscle cell
(ASMC).
 Retensi Na+ sehingga menyebabkan hipertensi.

3) Pengendalian hipertensi
Pengelolaan hipertensi pada diabetes sering mengalami kesulitan berhubungan
dengan banyak faktor antara lain : (a) efikasi obat antihipertensi sering
mengalami perubahan, (b) kenaikan risiko efek samping, (c) hiperglikemia sulit
dikendalikan, (d) kenaikan lipid serum.
Sasaran terapi hipertensi terutama mengurangi/mencegah angka morbiditas dan
mortalitas penyakit sistem kardiovaskuler dan mencegah nefropati diabetik.
Pemilihan obat antihipertensi lebih terbatas dibandingkan dengan pasien
angiotensin-corverting (EAC)
a) Golongan penghambat enzim angiotensin-coverting (EAC)
Hasil studi invitro pada manusia penghambat EAC dapat mempengaruhi efek
Ang-II (sirkulasi dan jaringan).
b) Golongan antagonis kalsium
Mekanisme potensial untuk meningkatkan risiko (efek samping):
1) Efek inotrofik negatif
2) Efek pro-aritmia
3) Efek pro-hemoragik
Peneliti lain masih mengajurkan nifedipine GITSs atau non dihydropiridine.
4) Mikroalbuminuria
a. Pembatasan protein hewani
Sudah lebih ½ abad (50 tahun) diketahui bahwa diet rendah protein (DRP)
mencegah progresivitas perjalanan penyakit dari penyakit ginjal eksperimen,
tetapi mekanismenya masih belum jelas.
Pembatasan konsumsi protein hewani (0,6-0,8 per kg BB per hari) dapat mengurangi
nefromegali, memperbaiki struktur ginjal pada nefropati diabetik (ND) stadium
dini Hipotesis DRP untuk mencegah progresivitas kerusakan ginjal:
1) Efek hemodinamik
Perubahan hemodinamik intrarenal terutama penurunan LFG, plasma flow rate (Q)
dan perbedaan tekanan-tekanan hidrolik transkapiler, berakhir dengan
penurunan tekanan kapiler glomerulus (PGC = capillarry glomerular preessure)
2) Efek non-hemodinamik
Memperbaiki selektivitas glomerulus, Kenaikan permeabilitas dinding kapiler
glomerulus menyebabkan transudasi circulating macromolecules termasuk lipid
ke dalam ruang subendotelial dan mesangium. Lipid terutama oxidize LDL
merangsang sintesis sitokin dan chemoattractant dan penimbunan sel-sel
inflamasi terutama monosit dan makrofag.
b. Nefropati diabetik nyata (overt diabetic nephropathy)
Manajemen nefropati diabetik nyata tergantung dari gambaran klinis;
Tidak jarang melibatkan disiplin ilmu lain.
Prinsip umum manajemen nefropati diabetik nyata :
1. Manajemen Utama (esensi)
a. Pengendalian hipertensi
1) Diet rendah garam (DRG)
Diet rendah garam (DRG) kurang dari 5 gram per hari penting untuk mencegah
retensi Na+ (sembab dan hipertensi) dan meningkatkan efektivitas obat
antihipertensi yang lebih proten.
2) Obat antihipertensi
Pemberian antihipertensi pada diabetes mellitus merupakan permasalahan
tersendiri. Bila sudah terdapat nefropati diabetik disertai penurunan faal
ginjal, permasalahan lebih rumit lagi.
Beberapa permasalahan yang harus dikaji sebelum pemilihan obat antihipertensi antara
lain :
a) Efek samping misal efek metabolik
b) Status sistem kardiovaskuler.
 Miokard iskemi/infark
 Bencana serebrovaskuler
c) Penyesuaian takaran bila sudah terdapat insufisiensi ginjal.
b. Antiproteinuria
1) Diet rendah protein (DRP)
DRP (0,6-0,8 gram per kg BB per hari) sangat penting untuk mencegah
progresivitas penurunan faal ginjal.
2) Obat antihipertensi
Semua obat antihipertensi dapat menurunkan tekanan darah sistemik, tetapi tidak
semua obat antihipertensi mempunyai potensi untuk mengurangi ekskresi
proteinuria.
a) Penghambat EAC
Banyak laporan uji klinis memperlihatkan penghambat EAC paling efektif untuk
mengurangi albuminuria dibandingkan dengan obat antihipertensi lainnya.
b) Antagonis kalsium
Laporan studi meta-analysis memperlihatkan antagonis kalsium golongan nifedipine
kurang efektif sebagai antiproteinuric agent pada nefropati diabetik dan
nefropati non-diabetik.
c) Kombinasi penghambat EAC dan antagonis kalsium non dihydropyridine.
Penelitian invitro dan invivo pada nefropati diabetik (DMT) kombinasi
penghambar EAC dan antagonis kalsium non dihydropyridine mempunyai efek.
3) Optimalisasi terapi hiperglikemia
Keadaan hiperglikemi harus segera dikendalikan menjadi normoglikemia dengan
parameter HbA1c dengan insulin atau obat antidiabetik oral (OADO).

2. Managemen Substitusi
Program managemen substitusi tergantung dari kompliaksi kronis lainnya yang
berhubungan dengan penyakit makroangiopati dan mikroangiopati lainnya.
a) Retinopati diabetik
 Terapi fotokoagulasi
b) Penyakit sistem kardiovaskuler
 Penyakit jantung kongestif
 Penyakit jantung iskemik/infark
c) Bencana serebrovaskuler
 Stroke emboli/hemoragik
d) Pengendalian hiperlipidemia
Dianjurkan golongan sinvastatin karena dapat mengurangi konsentrasi kolesterol-
LDL.
c. Nefropati diabetik tahap akhir (End Stage diabetic nephropathy)
Gagal ginjal termasuk (GGT) diabetik Saat dimulai (inisiasi) program terapi pengganti
ginjal sedikit berlainan pada GGT diabetik dan GGT non-diabetik karena faktor
indeks komorbiditas. Pemilihan macam terapi pengganti ginjal yang bersifat
individual tergantung dari umur, penyakit penyertaa dan faktor indeks ko-
morbiditas
Asuhan keperawatan teori
A. Pengkajian

Pengkajian primer
a. Airway
Adanya sumbatan atau obstruksi jalan nafas oleh adanya aspirasi metabolik,
penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk,dan lain-lain.
b. Breathing
Kelemahan menelan / batuk / melindungi jalan nafas, timbulnya pernafan
yang sulit dan atau tidak teratur, suara nafas terdengar rocki.
c. Circulasi
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantumh normal pada tahap dini, kulit dan membran mukosa
pucat dingin,sianosis pada tahap lanjut.
Pengkajian sekunder
a. Pola persepsi kesehatan dan pemiliharaan kesehatan
1) Riwayat DM dalam keluarga.
2) Usia< 30 atau> 30 tahun.
3) Obesitas.
4) Riwayat penggunaan obat-obatan.
b. Pola nutrisi metabolik
1) Rasa lapar dan haus berlebihan.
2) Mual, muntah.
3) Suka makan yang manis-manis.
4) Penurunan berat badan.
5) Luka sulit sembuh.
6) Inspeksi kulit: kering (mukosakering), bekasluka (akibat penyembuhan
yang lama).
c. Pola eliminasi
1) Polyuria, nokturia
2) Inkontinensiauri.
3) Konstipasi/ diare.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Lelah mendadak.
2) Kram otot.
3) Kurang olahraga atau latihan.
4) Hipotensi orthostatic
e. Pola tidur dan istirahat
1) Tidur terganggu karena nokturia.
2) Mudah mengantuk setelah makan.
3) Pola persepsi kognitif
4) Pusing, sakitkepala.
5) Gatal - gatal.
6) Pandangan kabur.
7) Nyeri abdomen (uluhhati).
8) Rasa baal, kesemutan.
f. Pola persepsi dan konsep diri
1) Gangguan body image.
2) Merasa rendah diri.
g. Pola reproduksi dan seksualitas
Impoten, penurunan libido, vaginitis
h. Pola mekanisme koping dan toleransi stress
Cemas, apatis, depresi.
Doenges, Marilynn E, dkk, (2006)
Diagnosa Keperawatan

Menurut Doenges, Marilynn E, dkk, (2006), ada beberapa diagnosa keperawatan Nefropati
Diabetik, yakni :
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema
sekunder
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka diabetik
c. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
d. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
Daftar Pustaka
PERKENI. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia 2015.
Brunner, Suddarth, (2006). Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah. Edisi 8 Volume 3,
EGC : Jakarta
Doenges, Marilynn E, dkk, (2006). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan. EGC : Jakarta.
Sukandar,Enday.2006.Nefrologi klinik edisi III. Pusat informasi ilmiah bagian ilmu
penyakit dalam kedokteran UNPAD/R.S. Dr. Hasan Sadikin. Bandung
Sundoyo, Ari W, dkk. (Juni 2006), Penyakit Ginjal Diabetik, dalam:Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi IV Jilid II, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam, FKUI, Jakarta,

American Diabetes Association. 2004. Hypertension Management in adults with


diabetes (position statement). Diabetes Care (Suppl 1): S65-S67.

American Diabetes Association. 1994. Standards of medical care for patients with


diabetes mellitus. Diabetes Care : pp. 616-623.

Beetham W. P. 1963. Visual Prognosis of Proliferating Diabetic Retinopathy. Brit. J. Opth.


P. 611.

Bergstroom J. 1999. Mechanism of Uremic Supression of Apetite. Journal of Renal


Nutrition. hal 129-132.

Daniel W. Foster. 1994. Diabetes Mellitus in Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit


Dalam. Edisi 13, EGC. Jakarta. Hal 2212-2213.
Djokomuljanto R. 1999. Insulin Resistance and Other Factors in the Patogenesis of
Diabetic Nephropathy. Simposium Nefropati Diabetik.Konggres Pernefri.

Imam Parsudi A. 1993. “Nefropati Diabetik”  konggres Nasional Perkemi III 1993: 225-
235.

Lestariningsih. 2004. Hipergensi pada Diabetik PIT V PERKENI 2004. Semarang. hal 1-5.

Saweins Walaa. 2004. The Renal Unit at the Royal Informary of Edinburgh. Scotland, Uk,
Renal @ed.ac.uk.

Sukandar E. 1997. Tinjauan Umum Nefropati Diabetik in Nefropati Klinik. Edisi ke-2.


Penerbit ITB. Bandung. Hal 274-281.

Anda mungkin juga menyukai