Disusun oleh:
kelompok 2B
B. Etiologi
a. Faktor endogen:
1) Neuropati:
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
3) Iskemia
C. Faktor resiko
Healthy Enthusia (2014) menyatakan bahwa faktor-faktor resiko yang
menyebabkan ulkus kaki diabetik yang lebih lanjut disebabkan oleh umur lebih dari
60 tahun, diabetes mellitus yang sudah lebih dari 10 tahun, obesitas, hypertensi,
neuropati, glikolisasi hemoglobin, kolesterol total, kebiasaan merokok,
ketidakpatuhan diet diabetes mellitus, pengobatan tidak teratur, kurangnya aktivitas
fisik, perawatan kaki tidak teratur, penggunaan alas kaki yang tidak tepat.
D. Manifestasi klinis
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun
nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan
biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan
sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis
5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Apabila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus). Smeltzer dan
Bare (2001: 1220).
Klasifikasi :
a. Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu:
b. Derajat 0 :Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
c. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
d. Derajat II :Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
e. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
f. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selulitis.
g. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
E. Patofisiologi
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan
insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan
dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada
pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan
kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular)
disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut
mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap
saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik
terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar.
Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang
mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya
terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit
menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal
manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi
didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection.
Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit
dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).
Obesitas Pola Makan Salah Hereditas
Asam amino
Hiperglikemi Kehilangan nitrogen
Asam lemak bebas
Glikogenesis
Gliserol
Glukosa darah Ketoagenesis
shock
Neuropati Retinopati Nefropati
Kematian
Neuropati sensoris GGK
Neuropati otonom
Kelemahan
Kesemutan Aterosklerosis
Keringat & atropi otot
Neuropati
G. Penatalaksanaan medis
1. Medis
a. Obat
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a) Mekanisme kerja sulfanilurea
kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
kerja OAD tingkat reseptor
b) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek
lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu: Biguanida pada
tingkat prereseptor à ekstra pankreatik
(1) Menghambat absorpsi karbohidrat
(2) Menghambat glukoneogenesis di hati
(3) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(4) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
(5) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
2) Insulin diperlukan pada keadaan :
a) Penurunan berat badan yang cepat.
b) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
c) Ketoasidosis diabetik.
d) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
2. Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan
antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus
dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan
larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa
steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh
terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM. Menurut
Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada
Diabetes Melitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah,
sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya
komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua
unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar
glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.
Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
BB (Kg)
1. Hiegene kaki: Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara menekan,
jangan digosok, Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan
gesekan yang berlebih, Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan
dipotong, Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit, Gunakan
kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit, Bila terdapat callus, hilangkan
callus yang berlebihan dengan cara kaki direndam dalam air hangat sekitar 10
menit kemudian gosok dengan handuk atau dikikir jangan dikelupas.
2. Alas kaki yang tepat
3. Mencegah trauma kaki
4. Berhenti merokok
5. Segera bertindak jika ada masalah
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko ketidakstabilan kadar gula darah dengan faktor risiko kurang pengetahuan
tentang manajemen diabetes mellitus
2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan
sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi nutrien
D. Manifestasi klinis
Progresifitas kelainan ginjal pada diabetes militus tipe I (IDDM) dapat dibedakan dalam 5
tahap:
a) Stadium I (Hyperfiltration-Hypertropy Stage)
Secara klinik pada tahap ini akan dijumpai:
Hiperfiltrasi: meningkatnya laju filtrasi glomerules mencapai 20 50% diatas niali
normal menurut usia. Hipertrofi ginjal, yang dapat dilihat melaui foto sinar x.
Glukosuria disertai poliuria. Mikroalbuminuria lebih dari 20 dan kurang dari 200
ug/min.
b) Stadium II (Silent Stage)
Ditandai dengan: Mikroalbuminuria normal atau mendekati normal (<
20ug/min). Sebagian penderita menunjukan penurunan laju filtrasi glomerulus ke
normal. Awal kerusakan struktur ginjal
c) Stadium III (Incipient Nephropathy Stage)
Stadium ini ditandai dengan: Awalnya dijumpai hiperfiltrasi yang menetap yang
selanjutnya mulai menurun Mikroalbuminuria 20 sampai 200ug/min yang
setara dengan eksresi protein 30-300mg/24j.Awal Hipertensi.
d) Stadium IV (OvertNephroathyStage)
Stadium ini ditandai dengan: Proteinuria menetap(>0,5gr/24j). Hipertensi. Penurunan
laju filtrasi glomerulus.
e) Stadium V (End Stage Renal Failure)
Pada stadium ini laju filtrasi glomerulus sudah mendekati nol dan dijumpai fibrosis
ginjal. Rata-rata dibutuhkan waktu 15-17 tahun untuk sampai pada stadium IV
dan 5-7 tahun kemudian akan sampai stadium V.
Ada perbedaan gambaran klinik dan
patofisiologi Nefropati Diabetika antara diabetes mellitus
tipe I (IDDM) dan tipe II (NIDDM). Mikroalbuminuria
seringkali dijumpai pada NIDDM saat
diagnosis ditegakkan dan keadaan ini serigkali reversibel
dengan perbaikan status metaboliknya. Adanya
mikroalbuminuria pada DM tipe II merupakan prognosis
yang buruk.
Tahapan Nefropati Diabetikum Oleh Mogensen
Tahap Kondisi Ginjal AER LFG TD Prognosis
1 Hipertrofi N N Reversible
Hiperfungsi
2 Kelainan Struktur N /N Mungkin
Reversible
3 Mikroalbuminuria 20-200 /N Mungkin
Persisten mg/menit Reversible
4 Makroalbuminuria >200 Rendah Hipertens Mungkin Bisa
Proteinuria mg/menit i Stabilisasi
Pada diabetes perubahan pertama yang terlihat pada ginjal adalah pembesaran
ukuran ginjal dan hiperfiltrasi. Glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi oleh tubulus
dan sekaligus membawa natrium, bersamaan dengan efek insulin (eksogen pada
IDDM dan endogen pada NIDDM) yang merangsang reabsorbsi tubuler natrium, akan
menyebabkan volume ekstrasel meningkat, terjalah hiperfiltrasi. Pada diabetes,
arteriole eferen, lebih sensitive terhadap pengaruh angiotensin II dibanding arteriole
aferen,dan mungkin inilah yang dapat menerangkan mengapa pada diabetes yang
tidak terkendali tekanan intraglomeruler naik dan ada hiperfiltrasi glomerus.
Patofisiologi, gambaran klinis, dan bentuk nefropati diabetik adalah mirip antara
DM tipe 1 dan tipe 2, meskipun sejalannya waktu mungkin pada DM tipe 2 lebih
singkat. Hipertensi glomerular dan hiperfiltrasi adalah abnormalitas ginjal yang paling
awal pada hewan eksperimental dan manusia yang diabetes dan diobservasi dalam
beberapa hari hingga beberapa minggu diagnosis. Hiperfiltrasi masih dianggap
sebagai awal dari mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Penelitian
Brenner dkk pada hewan menunjukkan bahwa pada saat jumlah nefron mengalami
pengurangan yang berkelanjutan, filtrasi glomerulus dari nefron yang masih sehat
akan meningkat sebagai bentuk kompensasi. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa
nefron yang sehat lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut.
Mekanisme terjadinya peningkatan laju filtrasi glomerulus pada nefropati
diabetik masih belum jelas, tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol
aferen oleh efek yang tergantung glukosa yang diperantarai hormon vasoaktif, IGF-1,
nitrit oksida, prostaglandin dan glukagon. Efek langsung dari hiperglikemia adalah
rangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi TGF-β yang
diperantarai oleh aktivasi protein kinase-C yang termasuk dalam serine-threonin
kinase yang memiliki fungsi pada vaskular seperti kontraktilitas, aliran darah,
proliferasi sel dan permeabilitas kapiler.
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam
amino dan protein. Pada awalnya glukosa akan mengikat residu asam amino secara
non-enzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan ulang untuk
mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi masih reversibel dan disebut sebagai produk
amadori. Jika proses ini berlanjut terus, akan terbentuk Advanced Glycation End
Product (AGEs) yang ireversibel. AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa
kegiatan seluler seperti ekspresi adesi molekul yang berperan dalam penarikan sel-sel
mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi sel, sintesa matriks ekstraseluler serta
inhibisi sintesis nitrit oksida. Proses ini akan terus berlanjut sampai terjadi ekspansi
mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis.
Hipertensi yang timbul bersama dengan bertambahnya kerusakan ginjal, juga akan
mendorong sklerosis pada ginjal pasien diabetes. Diperkirakan bahwa hipertensi pada
diabetes terutama disebabkan oleh spasme arteriol eferen intrarenal atau
intraglomerulus.
F. Pemeriksaan penunjang
a) Kadar glukosa darah
Sebagaimana halnya penyakit DM, kadar glukosa darah akan meningkat. Tetapi perlu
diperhatikan bahwa pada tahap lanjut yaitu bila terjadi gagal ginjal, kadar gula
darah bisa normal atau malahan rendah. Hal ini disebabkan menurunnya
bersihan ginjal terhadap insulin endogen maupun eksogen.
HbA1C
Ureum
Creatinin Σ dapat meningkat pada kerusakan ginjal lanjut
BUN
Urine
Urin rutin ; tampak gambaran proteinuria
Aseton
Dipstik untuk albumin/ mikroalbumin
Penentuan protein dalam urin secara kuantitatif
b) USG ginjal
Untuk mengamati ukuran ginjal, biasanya ukuran meningkat pada tahap awal dan
kemudian menurun atau menyusut pada gagal ginjal kronik. Dapat juga untuk
menggambarkan adanya obstruksi, sebagai study Echogenisitas pada gagal ginjal
kronik.
Serum dan electrophoresis urine ditujukan untuk menyingkirkan multiple myeloma
dan untuk mengklasifikasikan proteinuria (dimana predominan pada glomerolus
pada nephropati diabetic).
G. Penatalaksanaan
a) Nefropati Diabetik Pemula (Incipatien diabetic nephropathy)
1) Pengendalian hiperglikemia
Pengendalian hiperglikemia merupakan langkah penting untuk mencegah/
mengurangi semua komplikasi makroangiopati dan mikroangiopati.
b) Diet
Diet harus sesuai dengan rekomendasi dari Sub Unit Endokrinologi & Metabolisme,
misalnya reducing diet khusus untuk pasien dengan obesitas. Variasi diet dengan
pembatasan protein hewani bersifat individual tergantung dari penyakit
penyerta :
Hiperkolesterolemia
Urolitiasis (misal batu kalsium)
Hiperurikemia dan artritis Gout
Hipertensi esensial
2) Pengendalian hiperglikemia
1). Insulin
Optimalisasi terapi insulin eksogen sangat penting .
a) Normalisasi metabolisme seluler dapat mencegah penimbunan toksin
seluler (polyol) dan metabolitnya (myoinocitol)
b) Isnulin dapat mencegah kerusakan glomerulus
c) Mencegah dan mengurangi glikolisis protein glomerulus yang dapat
menyebabkan penebalan membran basal dan hilangnya kemampuan
untuk seleksi protein dan kerusakan glomerulus (permselectivity).
d) Memperbaiki fatal tubulus proksimal dan mencegah reabsorpsi
glukosa sebagai pencetus nefomegali. Kenaikan konsentrasi urinary N-
acetyl-Dglucosaminidase (NAG) sebagai petanda hipertensi esensial
dan nefropati.
e) Mengurangi dan menghambat stimulasi growth hormone (GH) atau
insulin-like growth factors (IGF-I) sebagai pencetus nefromegali.
f) Mengurangi capillary glomerular pressure (Poc)
2). Obat antidiabetik oral (OADO)
Alternatif pemberian OADO terutama untuk pasien-pasien dengan tingkat
edukasi rendah sebagai upaya memelihara kepatuhan (complience).
Pemilihan macam/tipe OADO harus diperhatikan efek farmakologi dan
farmakokinetik antara lain:
Eleminasi dari tubuh dalam bentuk obat atau metabolitnya.
Eleminasi dari tubuh melalui ginjal atau hepar.
Perbedaan efek penghambat terhadap arterial smooth muscle cell
(ASMC).
Retensi Na+ sehingga menyebabkan hipertensi.
3) Pengendalian hipertensi
Pengelolaan hipertensi pada diabetes sering mengalami kesulitan berhubungan
dengan banyak faktor antara lain : (a) efikasi obat antihipertensi sering
mengalami perubahan, (b) kenaikan risiko efek samping, (c) hiperglikemia sulit
dikendalikan, (d) kenaikan lipid serum.
Sasaran terapi hipertensi terutama mengurangi/mencegah angka morbiditas dan
mortalitas penyakit sistem kardiovaskuler dan mencegah nefropati diabetik.
Pemilihan obat antihipertensi lebih terbatas dibandingkan dengan pasien
angiotensin-corverting (EAC)
a) Golongan penghambat enzim angiotensin-coverting (EAC)
Hasil studi invitro pada manusia penghambat EAC dapat mempengaruhi efek
Ang-II (sirkulasi dan jaringan).
b) Golongan antagonis kalsium
Mekanisme potensial untuk meningkatkan risiko (efek samping):
1) Efek inotrofik negatif
2) Efek pro-aritmia
3) Efek pro-hemoragik
Peneliti lain masih mengajurkan nifedipine GITSs atau non dihydropiridine.
4) Mikroalbuminuria
a. Pembatasan protein hewani
Sudah lebih ½ abad (50 tahun) diketahui bahwa diet rendah protein (DRP)
mencegah progresivitas perjalanan penyakit dari penyakit ginjal eksperimen,
tetapi mekanismenya masih belum jelas.
Pembatasan konsumsi protein hewani (0,6-0,8 per kg BB per hari) dapat mengurangi
nefromegali, memperbaiki struktur ginjal pada nefropati diabetik (ND) stadium
dini Hipotesis DRP untuk mencegah progresivitas kerusakan ginjal:
1) Efek hemodinamik
Perubahan hemodinamik intrarenal terutama penurunan LFG, plasma flow rate (Q)
dan perbedaan tekanan-tekanan hidrolik transkapiler, berakhir dengan
penurunan tekanan kapiler glomerulus (PGC = capillarry glomerular preessure)
2) Efek non-hemodinamik
Memperbaiki selektivitas glomerulus, Kenaikan permeabilitas dinding kapiler
glomerulus menyebabkan transudasi circulating macromolecules termasuk lipid
ke dalam ruang subendotelial dan mesangium. Lipid terutama oxidize LDL
merangsang sintesis sitokin dan chemoattractant dan penimbunan sel-sel
inflamasi terutama monosit dan makrofag.
b. Nefropati diabetik nyata (overt diabetic nephropathy)
Manajemen nefropati diabetik nyata tergantung dari gambaran klinis;
Tidak jarang melibatkan disiplin ilmu lain.
Prinsip umum manajemen nefropati diabetik nyata :
1. Manajemen Utama (esensi)
a. Pengendalian hipertensi
1) Diet rendah garam (DRG)
Diet rendah garam (DRG) kurang dari 5 gram per hari penting untuk mencegah
retensi Na+ (sembab dan hipertensi) dan meningkatkan efektivitas obat
antihipertensi yang lebih proten.
2) Obat antihipertensi
Pemberian antihipertensi pada diabetes mellitus merupakan permasalahan
tersendiri. Bila sudah terdapat nefropati diabetik disertai penurunan faal
ginjal, permasalahan lebih rumit lagi.
Beberapa permasalahan yang harus dikaji sebelum pemilihan obat antihipertensi antara
lain :
a) Efek samping misal efek metabolik
b) Status sistem kardiovaskuler.
Miokard iskemi/infark
Bencana serebrovaskuler
c) Penyesuaian takaran bila sudah terdapat insufisiensi ginjal.
b. Antiproteinuria
1) Diet rendah protein (DRP)
DRP (0,6-0,8 gram per kg BB per hari) sangat penting untuk mencegah
progresivitas penurunan faal ginjal.
2) Obat antihipertensi
Semua obat antihipertensi dapat menurunkan tekanan darah sistemik, tetapi tidak
semua obat antihipertensi mempunyai potensi untuk mengurangi ekskresi
proteinuria.
a) Penghambat EAC
Banyak laporan uji klinis memperlihatkan penghambat EAC paling efektif untuk
mengurangi albuminuria dibandingkan dengan obat antihipertensi lainnya.
b) Antagonis kalsium
Laporan studi meta-analysis memperlihatkan antagonis kalsium golongan nifedipine
kurang efektif sebagai antiproteinuric agent pada nefropati diabetik dan
nefropati non-diabetik.
c) Kombinasi penghambat EAC dan antagonis kalsium non dihydropyridine.
Penelitian invitro dan invivo pada nefropati diabetik (DMT) kombinasi
penghambar EAC dan antagonis kalsium non dihydropyridine mempunyai efek.
3) Optimalisasi terapi hiperglikemia
Keadaan hiperglikemi harus segera dikendalikan menjadi normoglikemia dengan
parameter HbA1c dengan insulin atau obat antidiabetik oral (OADO).
2. Managemen Substitusi
Program managemen substitusi tergantung dari kompliaksi kronis lainnya yang
berhubungan dengan penyakit makroangiopati dan mikroangiopati lainnya.
a) Retinopati diabetik
Terapi fotokoagulasi
b) Penyakit sistem kardiovaskuler
Penyakit jantung kongestif
Penyakit jantung iskemik/infark
c) Bencana serebrovaskuler
Stroke emboli/hemoragik
d) Pengendalian hiperlipidemia
Dianjurkan golongan sinvastatin karena dapat mengurangi konsentrasi kolesterol-
LDL.
c. Nefropati diabetik tahap akhir (End Stage diabetic nephropathy)
Gagal ginjal termasuk (GGT) diabetik Saat dimulai (inisiasi) program terapi pengganti
ginjal sedikit berlainan pada GGT diabetik dan GGT non-diabetik karena faktor
indeks komorbiditas. Pemilihan macam terapi pengganti ginjal yang bersifat
individual tergantung dari umur, penyakit penyertaa dan faktor indeks ko-
morbiditas
Asuhan keperawatan teori
A. Pengkajian
Pengkajian primer
a. Airway
Adanya sumbatan atau obstruksi jalan nafas oleh adanya aspirasi metabolik,
penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk,dan lain-lain.
b. Breathing
Kelemahan menelan / batuk / melindungi jalan nafas, timbulnya pernafan
yang sulit dan atau tidak teratur, suara nafas terdengar rocki.
c. Circulasi
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantumh normal pada tahap dini, kulit dan membran mukosa
pucat dingin,sianosis pada tahap lanjut.
Pengkajian sekunder
a. Pola persepsi kesehatan dan pemiliharaan kesehatan
1) Riwayat DM dalam keluarga.
2) Usia< 30 atau> 30 tahun.
3) Obesitas.
4) Riwayat penggunaan obat-obatan.
b. Pola nutrisi metabolik
1) Rasa lapar dan haus berlebihan.
2) Mual, muntah.
3) Suka makan yang manis-manis.
4) Penurunan berat badan.
5) Luka sulit sembuh.
6) Inspeksi kulit: kering (mukosakering), bekasluka (akibat penyembuhan
yang lama).
c. Pola eliminasi
1) Polyuria, nokturia
2) Inkontinensiauri.
3) Konstipasi/ diare.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Lelah mendadak.
2) Kram otot.
3) Kurang olahraga atau latihan.
4) Hipotensi orthostatic
e. Pola tidur dan istirahat
1) Tidur terganggu karena nokturia.
2) Mudah mengantuk setelah makan.
3) Pola persepsi kognitif
4) Pusing, sakitkepala.
5) Gatal - gatal.
6) Pandangan kabur.
7) Nyeri abdomen (uluhhati).
8) Rasa baal, kesemutan.
f. Pola persepsi dan konsep diri
1) Gangguan body image.
2) Merasa rendah diri.
g. Pola reproduksi dan seksualitas
Impoten, penurunan libido, vaginitis
h. Pola mekanisme koping dan toleransi stress
Cemas, apatis, depresi.
Doenges, Marilynn E, dkk, (2006)
Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges, Marilynn E, dkk, (2006), ada beberapa diagnosa keperawatan Nefropati
Diabetik, yakni :
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema
sekunder
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka diabetik
c. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
d. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
Daftar Pustaka
PERKENI. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia 2015.
Brunner, Suddarth, (2006). Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah. Edisi 8 Volume 3,
EGC : Jakarta
Doenges, Marilynn E, dkk, (2006). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan. EGC : Jakarta.
Sukandar,Enday.2006.Nefrologi klinik edisi III. Pusat informasi ilmiah bagian ilmu
penyakit dalam kedokteran UNPAD/R.S. Dr. Hasan Sadikin. Bandung
Sundoyo, Ari W, dkk. (Juni 2006), Penyakit Ginjal Diabetik, dalam:Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi IV Jilid II, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam, FKUI, Jakarta,
Imam Parsudi A. 1993. “Nefropati Diabetik” konggres Nasional Perkemi III 1993: 225-
235.
Lestariningsih. 2004. Hipergensi pada Diabetik PIT V PERKENI 2004. Semarang. hal 1-5.
Saweins Walaa. 2004. The Renal Unit at the Royal Informary of Edinburgh. Scotland, Uk,
Renal @ed.ac.uk.