NIM : P17240201006
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
Website : http://www.poltekkes-malang.ac.id
Email : direktorat@poltekkes-malang.ac.id
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
NIM : P17240201006
RUANG : RAFLESIA
sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (smelzel danBare,2015). Diabetes melitus
hipeglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi urin, kerja insulin, atau kedua –
duanya (ADA,2017).
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas
tidak cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien menggunakan
insulin itu sendiri. Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula darah.
Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah, adalah efek yang tidak terkontrol dari
diabetes dan dalam waktu panjang dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa
sistem tubuh, khususnya pada pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner),
mata (dapat terjadi kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal) (WHO, 2011).
Diabetes Mellitus (kencing manis) adalah suatu penyakit dengan peningkatan glukosa
darah diatas normal. Dimana kadar diatur tingkatannya oleh hormon insulin yang
dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem
kurangnya produksi hormon insulin yang diperlukan tubuh. Penyakit ini juga dikenal
sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah. Penyakit diabetes
Diagnosis DM dapat ditegakkan dengan 3 cara yaitu jika terdapat keluhan klasik,
pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis DM, yang kedua bila pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL
dengan adanya keluhan klasik dan yang ketiga tes toleransi glukosa oral (TTGO)
2016).
DMND adalah komplikasi diabetes militus pada ginjal yang dapat berakhir
sebagai gagal ginjal DMND merusak struktur ginjal dan/atau fungsi yang disebabkan
oleh diabetes militus. Lebih khususnefropati diabetic adalah yang ditandai dengan
dapat terjadi penurunan fungsional ginjal yang ditandai dengan penurunan GFR
(Brunner dan Suddart,2002). Nefropati diabetic adalah kelainan ginjal yang dapat
muncul sebagai akibat dari komplikasi diabetes melitus (DM) baik tipe 1 maupun 2
Nefropati diabetic dapat menyebabkan gagal ginjal hingga tahap akhir (GGT-
gagal ginjal terminal). Oleh karenanya penanganan kasus ini harus dilakukan secara
optimal agar dapat mencegah perusakan ginjal ke tahap yang lebih buruk. Salah satu
penemuan yang telah dikembangkan dalam terapi penyakit ginjal diabetes adalah
melalui pemberian agonis adenosiae 2A,yang berguna sebagai terapi dan atau
proteinuria 0,5gr/hari. Diagnosis klinis aefropati diabetic sudah dapat digakkan bila
yang dilakukan dalam kurun waktu 6 bulan,memberikan hasil positif. Pada pasien
mikrogram/menit).(Elizabeth2012).
II. PATOFISIOLOGI
A. SKEMA
Reaksi autoimun Obesitas, pola makan, usia, genetik
DM tipe 1 DM tipe 2
Difisiensi
peningkatan gula darah yang melebihi normal. Penyakit ini dibedakan menjadi
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun, sehingga produksi insulin kurang. Sedangkan, diabetes tipe 2 atau juga
insulin atau insulin cukup untuk mencegah ketoasidosis tetapi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh total. Diabetes tipe 2 terjadi akibat faktor resiko yang
untuk metabolisme dan pertumbuhan sel. Berkurang atau tidak adanya insulin
(Tarwoto, 2012).
aliran darah ke seluruh organ, salah satunya ke bagian perifer. Hambatan aliran
meningkat dan lipogenesis menurun hal ini menyebabkan penurunan kadar lemak
dalam tubuh, sehingga dapat terjadi penurunan berat badan dan menimbulkan
terjadinya luka, masalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetik terkait
dengan pengaruh pada saraf yang terdapat pada kaki biasanya dikenal sebagai
otot yang menyebabkan terjadinya perubahan tekanan pada telapak kaki dan akan
klinis yaitu:
a. Genetik
memiliki type antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA ialah
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi & proses
b. Imunologi
Pada diabetes type 1 terdapat fakta adanya sebuah respon autoimum. Ini
adalah respon abdomal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh
c. Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
2) Diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM TIPE II) Menurut Smeltzel
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor
Faktor-faktor resiko :
Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
Obesitas
Riwayat keluarga
1) Diabetes Tipe I
a. Hiperglikemia berpuasa
2) Diabetes Tipe II
perifer)
V. PENGKAJIAN FOKUS
Menurut (Marilynn Doenges, 2000), data dasar penyakit diabetes millitus adalah :
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : lemah, letih, sulit bergerak, kram otot, gangguan istirahat tidur
asa
3) Sirkulasi
4) Eliminasi
Gejala : poliuria, nokturia, rasa nyeri atau terbakar, kesulitan berkemih, diare.
Tanda : urine encer, pucat, poliuria, urine berkabut, bising usus lemah dan
menurun, hiperaktif
Gejala : nafsu makan hilang, mual muntah, tidak mengikuti diit, peningkatan
pembesaran tiroid.
6) Neorosensori
penglihatan
memori.
7) Nyeri/kenyamanan
9) Keamanan
10) Seksualitas
11) Pembelajaran
3) Defisit nutrisi
5) Nyeri akut
6) Resiko infeksi
DM > 140 mg/dl paling sedikit dalam 2 kali pemeriksaan. Atau > 140 mg/dl
b) Gula darah 2 jam post prondial <140 mg/dl digunakan untuk skrining atau
c) Gula darah sewaktu < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan diagnostik.
d) Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam,
absorbsi glukosa.
f) Tes toleransi kortison glukosa, digunakan jika TTGO tidak bermakna. Kortison
gula darah perifer pada orang yang berpredisposisi menjadi DM kadar glukosa
darah 140 mg/dl pada akhir 2 jam dianggap sebagai hasil positif.
Penyebab :
a. Data Mayor :
Hipoglikomia
Hiperglikemia
b. Data Minor :
Hipoglikomia
Subjektif : palpitasi, mengeluh lapar
Objektif : Gemetar, Kesadaran menurun, Perilaku aneh, Sulit bicara,
Berkeringat
Hiperglikemia
Subjektif : lelah atau lesu
Objektif : jumlah urine meningkat
a. Data Mayor :
Subyektif : (tidak tersedia)
Obyektif : Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal.
b. Data Minor :
Subyektif : Cepat kenyang setelah makan, Kram/nyeri abdomen, Nafsu
makan menurun.
Obyektif : Bising usus hiperaktif, Otot pengunyah lemah, Otot menelan
lemah, Membran mukosa pucat, Sariawan, Serum albumin turun, Rambut
rontok berlebihan, Diare.
4. Ganguan integritas kulit (D.0129)
Definisi : Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligamen).
Penyebab :
Perubahan sirkulasi,
Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan),
Kekurangan atau kelebihan volume cairan,
Penurunan mobilitas, Bahan kimia iritatif,
Suhu lingkungan yang ekstrem,
Faktor mekanis (misal penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau faktor
elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi),
Efek samping terapi radiasi,
Kelembapan,
Proses penuaan,
Neuropati perifer,
Perubahan pigmentasi,
Perubahan hormonal,
Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi
integritas jaringan
a. Data Mayor :
Subyektif : (tidak tersedia)
Obyektif : Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit.
b. Data Minor :
Subyektif : Cepat kenyang setelah makan, Kram/nyeri abdomen, Nafsu
makan menurun.
Obyektif : Nyeri, Perdarahan, Kemerahan, Hematoma
Objektif
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mos,waspada,posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Objektif
1. Tekanan darah meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis
Intervensi keperawatan adalah segala bentuk treatment yang dikerjakan oleh perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis
No.
Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
DX
Kolaborasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
kebutuhan.
kulit/lesi.
Edukasi :
perlu.
tentang nyeri
respon nyeri
analgetik
2. Terapeutik
pencahayaan, kebisingan)
nyeri
3. Edukasi
pemicu nyeri
mandiri
secara tepat
4. Kolaborasi
1. Demam menurun.
Terapeutik :
2. Kemerahan menurun.
2. Berikan perawatan kulit pada area
3. Nyeri menurun.
edema.
4. Bengkak menurun
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
5. Cairan berbau busuk menurun.
dengan pasien dan lingkungan pasien.
6. Hematokrit membaik.
4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien
berisiko tinggi.
Edukasi :
Kolaborasi :