Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN (DIABETES MELITUS)

OLEH :
NI KADEK DEVI ARIYANTI
203213218

PROGRAM STUDI PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
2022
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN ANEMIA
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis
atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan
volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi.
Diabetes Mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan
oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai
karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
dikontrol (WHO).
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi
pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron (Kapita
Selekta Kedokteran jilid 1).
Diabetes melitus juga disampaikan oleh Wijaya & Yessie (2013), yang
menyatakan bahwa diabetes melitus adalah ganguan metabolisme yang secara
genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya
toleransi terhadap karbohidrat. Dari jurnal (Nisco, 2018).
Kesimpulan Diabetes Mellitus yaitu suatu kelainan pada seseorang yang
ditandai naiknya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang diakibatkan
karena kekurangan insulin.
2. Epidemiologi/Insidensi Kasus
Diabetes mellitus telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di
dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan langsung oleh
diabetes. Terdapat 1 orang per 10 detik atau 6 orang per menit yang meninggal
akibat penyakit yang berkaitan dengan diabetes. Penderita DM di Indonesia
sebanyak 4,5 juta pada tahun 1995, terbanyak ketujuah di dunia. Sekarang angka
ini meningkat menjadi 8,4 juta dan diperkirakan akan menjadi 12,4 juta pada
tahun 2025 atau urutan kelima di dunia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003,
diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133
juta jiwa. Dengan prevalensi DM sebesar 14,7% pada daerah urban dan 7,2%,
pada daerah rural, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat sejumlah 8,2 juta
penyandang diabetes di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya,
berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti
akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi
prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat
12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural.
Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh
Departemen Kesehatan, menunjukkan bahwa prevalensi DM di daerah urban
Indonesia untuk usia di atas 15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapat
di Propinsi Papua sebesar 1,7%, dan terbesar di Propinsi Maluku Utara dan
Kalimanatan Barat yang mencapai 11,1%. Sedangkan prevalensi toleransi
glukosa terganggu (TGT), berkisar antara 4,0% di Propinsi Jambi sampai 21,8%
di Propinsi Papua Barat.
Data-data di atas menunjukkan bahwa jumlah penyandang diabetes di
Indonesia sangat besar dan merupakan beban yang sangat berat untuk dapat
ditangani sendiri oleh dokter spesialis/subspesialis atau bahkan oleh semua
tenaga kesehatan yang ada. Dari jurnal (Qanita, 2011).
3. Etiologi/Penyebab
1) DM Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Diabetes mellitus yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran
sel-sel beta pankreas yang disebabkan oleh:
(1) Faktor genetik: Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke
arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
(2) Faktor imunologi (autoimun): adanya respons outoimun yang merupakan
respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu outoantibodi terhadap sel-sel
pulau Langerhans dan insulin endogen.
(3) Faktor lingkungan: Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
otoimun yang menimbulkan destruksi sel β.
2) DM tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Disebabkan karena kegagalan relatif sel β dan resistensi insulin.
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor – faktor
resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II:
(1) Usia (Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun).
(2) Obesitas
(3) Riwayat keluarga. Dari jurnal (Homenta, 2012).
4. Patofisiologi
Sel alfa adalah sel yang berfungsi untuk menghasilkan hormon glukagon.
Glukagon adalah hormon yang diproduksi pankreas dan dibutuhkan tubuh untuk
mengubah glukosa yang diperoleh dari makanan menjadi energi. Sedangkan sel
beta adalah sel yang berfungsi untuk menghasilkan hormon insulin. Hormon
insulin berfungsi untuk menurunkan kadar gula dalam darah, apabila kadar gula
dalam darah berlebihan. Kerusakan sel alfa dan sel beta didalam tubuh
menyebabkan kegagalan produksi. Dimana produksi glukagon akan berlebih yang
dapat menyebabkan tubuh harus bekerja keras membuang massa yang akhirnya
tubuh akan mengalami fatigue (kelelahan).
Kegagalan produksi yang menyebabkan meningkatnya gula didalam darah
menyebabkan osmolaritas meningkat. Osmolaritas adalah jumlah partikel solut
(zat terlarut seperti gula). Yang menyebabkan terjadinya 3P yaitu poliuri (buang
air kecil secara berlebihan), polidipsi (haus yang berlebihan), dan poliphagi
(makan yang berlebihan). Dari terjadinya poliuri ini muncul masalah keperawatan
yaitu resiko hipovolemi/kekurangan volume cairan. Peningkatan gula darah
meningkat menyebabkan pembentukan ATP terganggu dan menyebabkan
kelemahan yang mengakibatkan Intoleransi Aktivitas.
Peningkatan gula darah didalam tubuh yang terjadi secara kronik
menyebabkan hiperglikemia dimana glukosa menumpuk di dalam darah sehingga
muncul masalah keperawatan yaitu ketidakstabilan kadar glukosa darah
disamping itu juga menyebabkan beberapa gangguan seperti yang pertama
menyebabkan gangguan dalam pembuluh darah halus yang menyebabkan diabetik
yang ditandai dengan adanya berkurangnya rasa sensasi akibat neuropati (jenis
kerusakan saraf). Yang kedua menyebabkan adanya arterosklerosis (timbunan
plak kolesterol di dinding arteri yang menyebabkan terhalangnya aliran darah)
yang tandanya seperti mengalami hipertensi dan peningkatan kadar LDL (Low
Density Lipoprotein/kolesterol jahat) sehingga suplai darah menurun dan tubuh
mengalami gangguan perfusi jaringan. Dikarenakan keadaan yang kurang sehat,
suplai darah menurun yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman, dan gangguan
mobilitas fisik dan tidak bisa melakukan mobilitas seperti biasanya.
Pathway

Kerusakan sel ɑ dan sel ß

Kegagalan produksi Produksi glukagon berlebih

Meningkatkan gula Produksi gula dari lemak dan protein


darah
Membuang massa
Osmolaritas meningkat tubuh

Fatigue
Hiperglikemia
Poliuri Polidipsi Poliphagi

Glukosa menumpuk
Resiko didalam darah
Hipovolemia

Pembentukan Ketidakstabilan
Peningkatan gula darah kronik Kadar Glukosa Darah
ATP terganggu

Lemah Gangguan pembuluh Arteroskeloris Gangguan fungsi imun


darah halus
Hipertensi, Gangguan penyembuhan luka
Intoleransi Diabetik peningkatan
Aktivitas kadar LDL
Berkurang
1. sensasi
dan neuropati Nekrosis
2. Suplai darah Gangguan integritas
menurun kulit
Pembedahan:
Gangguan amputasi
perfusi jaringan

Resiko Nyeri Gangguan


Infeksi Akut Imobilitas
Fisik
5. Klasifikasi
1) DM tipe I - Insulin Dependen Diabetes Mellitus (IDDM)
Sangat tergantung pada insulin. DM tipe ini diperkirakan timbul karena
destruksi autoimun sel-sel beta langerhans yang dicetuskan oleh lingkungan,
serangan autoimun dapat timbul setelah infeksi virus misalnya Mumps,
Rubella, Sitomegalo, atau setelah pajanan obat atau toksin.
2) DM tipe II - Non Insulin Dependen Diabetes Melitus
Tidak bergantung pada insulin. DM ini disebabkan oleh kegagalan relatif
sel beta dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan
insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan
untuk menghambat produksi glukosa oleh hati:
(1) Tipe II dengan obesitas
(2) Tipe II tanpa obesitas
DM tipe ini berkaitan dengan faktor genetik dan faktor-faktor resiko
tertentu: usia (resistensi insulin meningkat pada usia lebih dari 40
tahun), obesitas, dan riwayat keluarga. Dari jurnal (Homenta, 2012).
6. Gejala Klinis
1) Diabetes MellitusTipe I
(1) Hiperglikemia berpuasa
(2) Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria (banyak kencing), polidipsia
(banyak minum), polifagia (rasa lapar yang semakin besar)
(3) Keletihan dan kelemahan
(4) Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi,
nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2) Diabetes Mellitus Tipe II
(1) Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
(2) Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
(3) Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular
perifer).
7. Pemeriksaan Fisik
8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1) Glukosa Darah Sewaktu
2) Kadar Glukosa Darah Puasa
3) Tes Toleransi Glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM
(mg/dl)
Bukan DM Belum Pasti DM DM
Kadar Glukosa Darah
Sewaktu
1. Plasma Vena <100 100-200 >200
2. Darah Kapiler <80 80-200 >200
Kadar Glukosa Darah
Puasa
1. Plasma Vena <110 110-120 >126
2. Darah Kapiler <90 90-110 >110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus sedikitnya 2 kali


pemeriksaan:
1) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) >200 mg/dl)
9. Therapy/Tindakan Penanganan
Berikut ini pembagian terapi farmakologi untuk diabetes mellitus, yaitu:
1) Obat Hipoglikemik Oral
Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula
darah secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif
pada diabetes tipe I. Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid
dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula darah dengan cara
merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan
efektivitasnya.
Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan
insulin tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri.
Akarbos bekerja dengan cara menunda penyerapan glukosa di dalam
usus.
Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita
diabetes tipe II jika diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar gula
darah dengan cukup. Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali
(pagi hari), meskipun beberapa penderita memerlukan 2-3 kali
pemberian. Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar
gula darah dengan baik, mungkin perlu diberikan suntikan insulin.
2) Terapi Insulin
Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin
sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya
dapat dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung
sehingga tidak dapat diberikan per-oral (ditelan).
Penderita diabetes tipe 1 umumnya, menjalani pengobatan therapi
insulin (Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang
berkesinambungan, selain itu adalah dengan berolahraga secukupnya
serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet).
Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki
kecepatan dan lama kerja yang berbeda:
(1) Insulin Kerja Cepat
Contohnya adalah insulin regular, yang bekerja paling
sebentar. Insulin ini sering kali mulai menurunkan kadar gula dalam
waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan
bekerja selama 6-8 jam. Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh
penderita yang menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan
disuntikkan 15-20 menit sebelum makan.
(2) Insulin Kerja Sedang
Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin
isofan. Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak
maksimum dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam.
Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi
kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari
untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam.
(3) Insulin Kerja Lambat
Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan.
Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.
Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan
sehingga bisa dibawa kemana-mana.
10. Komplikasi
Komplikasi DM terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik:
1) Komplikasi Akut
Adalah komplikasi akut pada DM yang penting dan berhubungan dengan
keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga komplikasi
tersebut adalah:
(1) Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasidosis diabetik merupakan defesiensi insulin berat dan
akut dari suatu perjalanan penyakit DM. Diabetik ketoasidosis
disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah
insulin yang nyata.
(2) Koma Hiperosmolar Nonketonik (KHHN)
Koma Hipermosolar Nonketonik merupakan keadaan yang
didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai
perubahan tingkat kesadaran. Salah satu perubahan utamanya dengan
DKA adalah tidak tepatnya ketosis dan asidosis pada KHHN.
(3) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi kalau kadar gula dalam darah turun
dibawah 50-60 mg/dl keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian
preparat insulin atau preparat oral berlebihan, konsumsi makanan
yang terlalu sedikit.

2) Komplikasi Kronik
Diabetes Mellitus pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah
diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik) dibagi menjadi 2:
(1) Mikrovaskuler (Penyakit Pembuluh Darah Kecil)
a. Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan-perubahan
mikrovaskuler adalah perubahan pada struktural dan fungsi
ginjal.Bila kadar glukosa dalam darah meningkat, maka
mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang
menyebabkan kebocoran protein darah dalam urine.
b. Penyakit Mata
Penderita DM akan mengalami gejala pengelihatan sampai
kebutaan keluhan pengelihatan kabur tidak selalu disebabkan
neuropati. Katarak disebabkan karena hiperglikemia yang
berkepanjangan menyebabkan pembengkakan lensa dan
kerusakan lensa.
c. Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf- saraf perifer, sistem
saraf otonom medulla spinalis atau sistem saraf pusat. Akumulasi
sorbital dan perubahan- perubahan metabolik lain dalam sintesa
fungsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat
menimbulkan perubahan kondisi saraf.
(2) Makrovaskuler (Penyakit Pembuluh Darah Besar)
a. Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes maka
terjadi penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya ke
seluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik. Lemak yang
menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya
arteri (arteriosclerosis) dengan resiko penderita penyakit jantung
koroner atau stroke.

b. Pembuluh Darah kaki


Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf-saraf
sensorik, keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma minor
dan tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan ganggren.
Infeksi di mulai dari celah-celah kulit yang mengalami
hipertropi, pada sel-sel kuku kaki yang menebal dan kalus
demikian juga pada daerah-daerah yang terkena trauma.
c. Pembuluh Darah ke Otak
Pada pembuluh darah otak daoat terjadi penyumbatan sehingga
suplai darah ke otak menurun.
11. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah
mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan
serius pada pola aktivitas pasien. Ada beberapa komponen dalam
penatalaksanaan DM, yaitu:
1) Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat:
(1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
(2) Mengarahkan pada berat badan normal
(3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
(4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
(5) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah:
(1) Jumlah sesuai kebutuhan
(2) Jadwal diet ketat
(3) Jenis : boleh dimakan/tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti
pedoman 3 J yaitu:
(1) Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan  dikurangi atau
ditambah
(2) Jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
(3) Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diet Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh
status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan
menghitung Percentage of Relative Body Weight (BBR = berat badan
normal) dengan rumus :

Kurus (underweight)    BBR < 90 %


Normal (ideal)              BBR 90% - 110%
Gemuk (overweight)    BBR > 110%
Obesitas apabila         BBR > 120%
Obesitas ringan        BBR 120 % - 130%
Obesitas sedang      BBR 130% - 140%
Obesitas berat          BBR 140% -  200%
Morbid                    BBR >200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk
penderita   DM yang bekerja biasa adalah:
(1) Kurus (underweight)    BB X 40-60 kalori sehari
(2) Normal (ideal)              BB X 30 kalori sehari
(3) Gemuk (overweight)    BB X 20 kalori sehari
(4) Obesitas apabila          BB X 10-15 kalori sehari
2) Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM,
adalah:
(1) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2  jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada
penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor
insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
(2) Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
(3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
(4) Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
(5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru.
(6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3) Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan
kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media
misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan
sebagainya.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Identitas
(1) Identitas Klien meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, status,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, no. Register, dan diagnosa medis.
(2) Identitas Penanggung Jawab meliputi nama, umur, hubungan dengan
pasien, pekerjaan dan alamat.
2) Status Kesehatan
(1) Keluhan Utama
Nyeri, cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nafas pasien
mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri,
polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala.
(2) Status Kesehatan Masa Lalu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit  lain yang
ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. 
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit,
obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari
4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma,
infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid,
kontrasepsi oral).
4) Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.
5) Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia,
polifagia, penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan
penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan
gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.
6) Aktivitas dan Istirahat
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
7) Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
8) Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan
terjadi impoten pada pria.
9) Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan
diagnostik dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
10) Pemeriksaan Fisik
(1) Keadaan umum : penampilan pasien pasien, tanda vital,kesadaran,
TB, BB.
(2) Kulit : keadaan kulit, warnanya, turgor kulit, edema, lesi, memar.
(3) Kepala : keadaan rambut, warna rambut, apa ada masa, apakah ada
rambut yang rontok.
(4) Mata : bagaimana pupilnya, warna sklera, kunjungtiva, bagaimana
reaksi pupil terhadap cahaya.
(5) Hidung : strukturnya, apa ada polip, peradangan, fungsi penciuman.
(6) Telinga : kesimetrisannya, ada nyeri tekan atau tidak, apakah ada
cairan yang keluar dari telinga, peradangan.
(7) Mulut : keadaan mulut, gigi, mukosa mulut dan bibir, apa ada
gangguan menelan.
(8) Leher : keadaan leher, kelenjar tiroid.
(9) Dada / pernafasan/sirkulasi : bentuk dada, frekuensi nafas, apa ada
bunyi tambahan, gerakan dinding dada.
(10) Abdomen : struktur, kebersihan, apa ada asites, kembung, bising
usus, apa ada sites.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
mengeluh lelah, merasa lemah dan tekanan darah berubah >20% dari
kondisi istirahat.
2) Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan
disfungsi ginjal kronis ditandai dengan mengantuk, pusing, glukosa
dalam darah meningkat.
3) Rencana Tindakan Keperawatan
No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx.
1. Setelah dilakukan asuhan Manajemen 1) Pemasukan dan
Hiperglikemia:
keperawatan 3x24 jam pengeluaran cairan
1) Monitor intake dan
diharapkan kestabilan kadar bisa membantu dalam
output cairan.
glukosa darah dengan kriteria menjaga kondisi
2) Berikan asupan
hasil: pasien.
cairan oral.
1) Pasien tidak lelah 2) Asupan cairan oral
3) Anjurkan kebutuhan
2) Mulut tidak kering bisa membantu dalam
terhadap diet dan
3) Rasa haus normal menjaga kelembaban
1) Kadar glukosa dalam darah olahraga.
mulut pasien.
menurun
3) Diet dan olahraga
pasien DM bisa
membantu dalam
mengurangi gejala DM
yang serius.
4) Pemberian insulin
perlu dilakukan
supaya kadar glukosa
dalam darah bisa
2. Setelah diberikan tindakan SIKI: Manajemen 1. Mengidentifikasi
asuhan keperawatan selama …x Energi kekuatan/kelemahan
24 jam diharapkan pasien tidak 1. Monitor kelelahan dapat memberikan
mengalami intoleransi aktivitas fisik dan emosional informasi mengenai
dengan kriteria hasil: 2. Lakukan latihan pemulihan
SLKI: Intoleransi gerak pasif dan 2. Mencegah
Aktivitas aktif kekakuan sendi,
1. Frekuensi nadi 3. Fasilitasi duduk di kntraktur, kelelahan
dalam rentang normal sisi tempat tidur otot, meningkatkan
(60-100x/mnt) jika tidak dapat kembalinya
berpindah atau
2. Tidak mengeluh lelah berjalan aktivitas secara dini
3. Tidak mengalami 4. Anjurkan tirah 3. Mengoftimalkan
dipsnea saat baring energy yang belum
aktivitas 5. Anjurkan diginakan
4. Tidak mengalami melakukan 4. Meningkatkan
dipsnea setelah aktivitas aktivitas secara kenyamanan
5. Pasien tidak merasa bertahap istirahat serta
lemah 6. Kolaborasi dukungan fisiologis
dengan ahli gizi dan fisikologis
tentang cara 5. Meminimalkan
meningkatkan atrofi otot
asupan makanan meningkatkan
sirkulasi dan
mencegah
terjadinya
kontraktur.
6. Mempercepat
proses
penyembuhan
3. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien
dalam proses penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang
dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan.
Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai
peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara mandiri maupun
kolaborasi dan rujukan (Nursalam, 2011).
4. Evaluasi

No. Dx Evaluasi Hasil


Diagnosa Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah diharapkan
1.
memenuhi kriteria hasil:
1) Pasien tidak lelah
2) Mulut tidak kering
3) Rasa haus normal
1) Kadar glukosa dalam darah menurun
Diagnosa Intoleransi aktivitasdiharapkan memenuhi kriteria
2.
hasil :
1) Frekuensi nadi dalam rentang normal (60-100x/mnt)
2) Tidak mengeluh lelah
3) Tidak mengalami dipsnea saat aktivitas
4) Tidak mengalami dipsnea setelah aktivitas
Pasien tidak merasa lemah
Daftar Pustaka

Homenta, H. (2012). Diabetes Mellitus Tipe I. Fakultas Kedokteran Universitas


Brawijaya Malang, 1–17.
Nisco, F. O. F. (2018). Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Nutrisi.
Qanita, E. (2011). Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe
2 Di Indonesia 2011 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Pencegahan
Diabetes.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Najmah. 2016. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta Timur: CV. Trans Info
Media.
Padila. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai