Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

OLEH:

RIZQI AKHLAQUL KARIMAH


SN221141

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS

A. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Suyono, 2016). Diabetes Melitus
(DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter dengan tanda-tanda
hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun
kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer
terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolism
lemak dan protein (Waspadji, 2014). Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang
timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Yunir, 2014).
B. Etiologi
1. Diabetes tipe I
a. Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe
I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA
b. Faktor-faktor imunologi Adanya respons otoimun yang merupakan respons
abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut sebagai jaringan asing yaitu otoantibodi terhadap sel-sel
pulau Langerhans dan insulin endogen.

c. Faktor lingkungan, virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta (Waspadji, 2014)
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan
dalam proses terjadinya resistensi insulin pada diabetes tipe II adapun penadapat dari
Waspadji (2014) mengungkapkan bahwa diabetes mellitus dapat terjadi beberapa
Faktor- faktor resiko yaitu
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
C. Klasifikasi
Menurut pendapat Horton, 2017 bahwa Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

D. Tanda dan Gejala


a) Diabetes Tipe 1
1. Hiperglikemi berpuasa
2. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
3. Keletihan dan kelemahan
4. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian).
b) Diabetes Tipe II
1. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa profresif
2. Gejala sering ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia,
luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur.
3. Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer).
(Perkeni, 2012)
E. Komplikasi
Hal ini yang diungkapkan oleh Perkeni, 2012 bahwa pada diabetes mempunyai
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe Diabetes Melitus digolongkan sebagai akut
dan kronik :
1. Komplikasi Akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah.
a) Hipoglikemia.
b) Ketoasidosis diabetic (DKA)
c) Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik (HONK).
2. Komplikasi Kronik
a) Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskular perifer dan vaskular selebral.

b) Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan


ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda
awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c) Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang
masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d) Ulkus/gangren
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1) Grade 0 : tidak ada luka
2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4) Grade III : terjadi abses
5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai
3. Komplikasi Jangka Panjang Dari Diabetes

Organ/
Yg terjadi Komplikasi
jaringan yg
terkena
Pembuluh Plak aterosklerotik Sirkulasi yg
darah terbentuk & menyumbat jelek
arteri berukuran besar atau menyebabkan penyembuhan
sedang di jantung, otak, luka yg jelek & bisa
tungkai & penis. menyebabkan
Dinding pembuluh darah penyakit
kecil mengalami kerusakan jantung, stroke, gangren kaki
sehingga pembuluh tidak & tangan, impoten & infeksi
dapat mentransfer oksigen
secara normal &
mengalami kebocoran
Mata Terjadi kerusakan Gangguan penglihatan &
pada pembuluh pada akhirnya bisa terjadi
darah kecil retina kebutaan
Ginjal Fungsi ginjal yg
buruk Gagal ginjal
ginjal
Protein bocor ke dalam
air kemih
Darah tidak disaring
secara normal
Saraf Kerusakan saraf karena Kelemahan tungkai yg
glukosa tidak dimetabolisir terjadi secara tiba-tiba atau
secara normal & karena secara perlahan
aliran darah berkurang
Berkurangnya rasa, kesemutan
& nyeri di tangan & kaki
Kerusakan saraf menahun
Sistem saraf Kerusakan pada saraf yg Tekanan darah yg naik-turun
otonom mengendalikan tekanan Kesulitan menelan &
darah & saluran pencernaan perubahan fungsi pencernaan
disertai serangan diare
Kulit Berkurangnya aliran darah ulkus
ke kulit & hilangnya rasa yg diabetikum)
menyebabkan cedera Penyembuhan luka yg jelek
berulang
Darah Gangguan fungsi sel darah Mudah terkena infeksi,
putih terutama infeksi saluran kemih
& kulit

F. Patofisiologi dan Pathways


Diabetes melitus yang merupakan penyakit dengan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak karena insulin tidak dapat bekerja secara optimal, jumlah
insulin yang tidak memenuhi kebutuhan atau keduanya. Gangguan metabolisme tersebut
dapat terjadi karena 3 hal yaitu pertama karena kerusakan pada sel-sel beta pankreas
karena pengaruh dari luar seperti zat kimia, virus dan bakteri. Penyebab yang kedua
adalah penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas dan yang ketiga karena
kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer (Fatimah, 2015).
Insulin yang disekresi oleh sel beta pankreas berfungsi untuk mengatur kadar
glukosa darah dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menstimulasi sel beta
pankreas untuk mengsekresi insulin (Hanum, 2013). Sel beta pankreas yang tidak
berfungsi secara optimal sehingga berakibat pada kurangnya sekresi insulin menjadi
penyebab kadar glukosa darah tinggi. Penyebab dari kerusakan sel beta pankreas sangat
banyak seperti contoh penyakit autoimun dan idiopatik (NIDDK, 2014).
Gangguan respons metabolik terhadap kerja insulin disebut dengan resistensi
insulin. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan reseptor, pre reseptor dan post
reseptor sehingga dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari biasanya untuk
mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap normal. Sensitivitas insulin untuk
menurunkan glukosa darah dengan cara menstimulasi pemakaian glukosa di jaringan
otot dan lemak serta menekan produksi glukosa oleh hati menurun. Penurunan
sensitivitas tersebut juga menyebabkan resistensi insulin sehingga kadar glukosa dalam
darah tinggi (Prabawati, 2012).
Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses filtrasi yang
melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan glukosa dalam darah masuk
ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi diuresis osmotik yang ditandai dengan
pengeluaran urin yang berlebihan (poliuria). Banyaknya cairan yang keluar
menimbulkan sensasi rasa haus (polidipsia). Glukosa yang hilang melalui urin dan
resistensi insulin menyebabkan kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energi
sehingga menimbulkan rasa lapar yang meningkat (polifagia) sebagai kompensasi
terhadap kebutuhan energi. Penderita akan merasa mudah lelah dan mengantuk jika
tidak ada komensasi terhadap kebutuhan energi tersebut (Hanum, 2013).

Resiko deficit nutrisi

Sumber : Smeltzer & Bare (2014), Guyton & Hall (2014)


G. Penatalaksanaan
Penatalaksaan diabetes mellitus menurut Brunner & Suddart, 2014 yaitu:
1. Penatalaksanaan Medis
a) Obat
1) Tablet OAD (Oral Anti diabetes)
a. Mekanisme kerja sulfanilurea yaitu kerja OAD tingkat prereseptor :
pankreatik, ekstra pancreas, kerja OAD tingkat reseptor
b. Mekanisme kerja Biguanid
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek
lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu : Biguanida pada
tingkat prereseptor dan ekstra pankreatik
b) Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a. DM tipe I
b. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c. DM kehamilan
d. DM dan gangguan faal hati yang berat
e. DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f. DM dan TBC paru akut
g. DM dan koma lain pada DM
h. DM operasi
2) Insulin diperlukan pada keadaan :
a. Penurunan berat badan yang cepat.
b. Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
c. Ketoasidosis diabetik.
d. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain
dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus
dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan
kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat
ortopedi yang secaramekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka
amputasi mungkin diperlukan untuk kasus tujuan utama penatalaksanaan terapi pada
Diabetes Melitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah,
sedangkan tujuan
jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa
komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur
makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang
tinggi dan menurunkan kadar lemak dan terdapat Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah
disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
a) Diit DM I : 1100 kalori
b) Diit DM II : 1300 kalori
c) Diit DM III : 1500 kalori
d) Diit DM IV : 1700 kalori
e) Diit DM V : 1900 kalori
f) Diit DM VI : 2100 kalori
g) Diit DM VII : 2300 kalori
h) Diit DM VIII : 2500 kalori
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan
kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian kadar insulin.
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan
pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
d. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan
kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
e. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan
dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari
komplikasi dari diabetes itu sendiri.
f. Kontrol nutrisi dan metabolik
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka.
Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses
penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin
diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan
protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat
60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang
besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat
membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang
tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik
harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.
g. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight
bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan
sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus
dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena
kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma
berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.
h. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan
atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut
1) Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
2) Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor

F. Pemeriksaan penunjang
1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih
tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180% maka
sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai ambang ini
akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai GOD.
3. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat
tidak terdeteksi

4. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL,
LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans (Notoatmojo, 2010)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian

Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian perlu

dikaji biodata pasien dan data data untuk menunjang diagnosa. Data tersebut harus

seakurat akuratnya, agar dapat digunakan dalam tahap berikutnya, meliputi nama

pasien,umur, keluhan utama

1. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada

esktremitas,luka yang sukar sembuh Sakit kepala, menyatakan seperti mau

muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.

b. Riwayat kesehatan lalu

Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti

Infark miokard

c. Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM

2. Pengkajian Pola Gordon

a. Pola persepsi

Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan

tatalaksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak

gangren pada kaki diabetik, sehingga menimbulkan persepsi negatif

terhadap diri dan kecendurangan untuk tidak mematuhi prosedur

pengobatan dan perawatan yang lama,lebih dari 6 juta dari penderita DM

tidak menyadari akan terjadinya resiko kaki diabetik bahkan mereka takut

akan terjadinya amputasi (Debra Clair,Jounal Februari 201)


b. Pola nutrisi metabolik

Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin

maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan

keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan

menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan

terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengarui

status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor

kulit jelek , mual muntah.

c. Pola eliminasi

Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang

menyebabkan pasien sering kencing(poliuri) dan pengeluaran glukosa pada

urine(glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.

d. Pola ativitas dan latihan


Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan

tidur,tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan

sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahanotot otot pada

tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melakukan aktivitas

sehari hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.

e. Pola tidur dan istirahat

Istirahat tidak efektif adanya poliuri,nyeri pada kaki yang luka,sehingga

klien mengalami kesulitan tidur

f. Kongnitif persepsi

Pasien dengan gangren cendrung mengalami neuropati/ mati rasa pada luka

sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami

penurunan, gangguan penglihatan.


g. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh menyebabkan penderita

mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh ,

lamanya perawatan, banyaknya baiaya perawatan dan pengobatan

menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada

keluarga (self esteem)

h. Peran hubungan

Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita

malu dan menarik diri dari pergaulan.

i. Seksualitas

Angiopati daoat terjadi pada pebuluh darah diorgan reproduksi sehingga

menyebabkan gangguan potensi sek,gangguan kualitas maupun ereksi seta

memberi dampak dalam proses ejakulasi serta orgasme. Adanya perdangan

pada vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. Risiko

lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropatai.

j. Koping toleransi

Lamanya waktu perawatan,perjalannya penyakit kronik, persaan tidak

berdaya karena ketergantungan menyebabkan reasi psikologis yang negatif

berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung, dapat menyebabkan

penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang

kontruktif/adaptif.

k. Nilai kepercayaan

Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka

pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi

mempengarui pola ibadah penderita.


3. Pemeriksaan fisik

a. Pemeriksaan Vital Sign


Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah

dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal,

Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika

terjadi infeksi.

b. Pemeriksaan Kulit

Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika

kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi

komplikasi kulit terasa gatal.

c. Pemeriksaan Kepala dan Leher


Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak terjadi pembesaran

kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure)

normal 5-2 cmH2.

d. Pemeriksaan Dada (Thorak)

Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic

pernafasan cepat dan dalam.

e. Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)

Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.

f. Pemerik saan Abdome n Dalam batas normal

g. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Sering BAK

h. Pemeriksaan Muskuloskeletal

Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa


kesemutan
i. Pemeriksaan Ekstremitas

Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa

terasa baal

j. Pemeriksaan Neurologi

GCS :15, Kesadaran Compos mentis Cooperative(CMC)

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi


insulin

2. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisik

3. Infeksi b.d peningkatan Leukosit

4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas


3. Rencana Keperawatan (SDKI, SLKI, SIKI)
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
1 Ketidakstabilan gula darah Setelah dilakukan tindakan keperawatan
b.d resistensi insulin selama 1x 24 jam maka ketidakstabilan gula Manajemen hiperglikemia (I 03115) :
darah membaik Observasi :
Kriteria Hasil :
- Identifikasi kemungkinan penyebab
 Kestabilan kadar glukosa darah hiperglikemia
membaik (5) - Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
 Status nutrisi membaik (5)
Terapeutik :
 Tingkat pengetahuan meningkat (5)
- Berikan asupan cairan
oral Edukasi :
- Ajurkan kepatuhan terhadap diet
dan olah raga
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian insulin 6 Iu

 Edukasi program
pengobatan Observasi :
- Identifikasi pengobatan yang
direkomendasi
Terapeutik :
- Berikan dukungan untuk menjalani
program pengobatan dengan baik dan
benar
Edukasi:
- Jelaskan mamfaat dan efek samping
pengobatan
- Anjurkan mengosomsi obat sesuai
indikasi
2 Nyeri Akut b.d Agen cedera Setelah dilakukan tindakan Keperawatan 1
fisik x24 jam diharapkan nyeri menurun
Kriteria Hasil : Manajemen nyeri (I. 08238) :
 Tingkat nyeri menurun (1) Observasi :
 Penyembuhan luka membaik (5)
 Tingkat cidera menurun (5) - Identifikasi identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas,intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
Terapeutik :
- Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Edukasi:
- Jelaskan penyebab dan periode dan
pemicu nyeri
Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian analgetik


 Edukasi teknik nafas
dalam Observasi :
- Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima informasi
Terapeutik :
- Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan mamafaat
teknik nafas dalam
- Jelaskan prosedur teknik nafas dalam

3 Infeksi b.d peningkatan Setelah dilakukan tintdakan keperawatan


Leukosit selama 1x 24 jam maka tingkat infeksi
menurun Pengcegahan Infeksi ( I 14539) :
Kriteria Hasil : Observasi
 Tingkat nyeri menurun (1)
 Integritas kulit dan jaringan - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
membaik(5) dan sistematik
 Kontrol resiko meningkat (5)
Terapetik
- Berikan perawatan kulit pada area
edema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik
 Perawatan luka
Observasi :
- Monitor karakteristik luka
(drainase, warna ukuran, bau)
- Monitor tanda tanda
infeksi Terapeutik :
- Lepaskan balutan dan plester seccara
perlahan
- Bersihkan dengan Nacl
- Bersihkan jaringan nikrotik
- Berikan salaf yang sesuai kekulit
- Pertahan teknik steril saat
melakkanperawtan luka
Edukasi:
- Jelaskan tanda,gejala infeksi
Kolaborasi:
- Kolaborasi prosedur debridement
4 Intoleransi Aktivitas b.d Setelah dilakukan tintdakan keperawatan Terapi aktivitas (I.05186):
imobilitas selama 1x 24 jam intoleransi aktivitas
membaik Observasi :
Kriteria Hasil : - Identifikasi defisit tingkat aktivitas
 Toleransi aktivitas membaik (5) - Identifikasi kemapuan berpartisipasi
 Tingkat keletihan menurun (1) dalam aktivitas tertentu
Terapeutik :
- Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menyesuiakan lingkungan untuk
mengakomodasi aktivitas yang di
pilih
- Libatkan keluarga dalam aktivitas
Edukasi:
- Ajarkan cara melakukan aktivitas
yang dipilih
 Manajenen program latihan
Observasi :
- Identifikasi pengetahuan dan
pengalaman aktivitas fisik
sebelumnya
- Identifikasi kemampuan pasien
beraktivitas
Terapeutik :
- Motivasi untuk memulai/
melanjutkan aktivitas fisik
Edukasi:

- Jelaskan manfaat aktivitas fisik


5. Resiko deficit nutrisi b/d faktor Status nutrisi membaik (L. 03030) Manajemen Nutrisi (I. 03119):
psikologis Setelah dilakukan tintdakan keperawatan
selama 1x 24 jam nutrisi membaik 1. Observasi
Kriteria Hasil :  Identifikasi status nutrisi
 Tingkat makan membaik (5)  Identifikasi alergi dan
 Indeks masa tubuh cukup (3) intoleransi makanan
 Identifikasi makanan yang disukai
 Identifikasi kebutuhan kalori dan
jenis nutrient
 Identifikasi perlunya
penggunaan selang nasogastrik
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
2. Terapeutik
 Lakukan oral hygiene sebelum makan,
jika perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman
diet (mis. Piramida makanan)
 Sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
 Berikan makan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian makan melalui
selang nasigastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
3. Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika
perlu
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh perawat

maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses penyembuhan dan

perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam

rencana keperawatan (Nursallam, 2016).

5. EVALUASI

Menurut Nursalam, 2016 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :

a) Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan

sampai dengan tujuan tercapai

b) Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini

menggunakan SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8. Penerbit

RGC. Jakarta.

Horton & Jeanne. (20170. Exercise in Patiens with type 2 Diabetes Melitus : Afundamental and

clinical text 3rd. Lippincott Williams.

Notoatmojo. (2014). Meteodologi penelitian kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta

Perkeni. ( 2012). Konsensus Pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus type 2 di Indonesia.

PB Perkeni. Jakarta.

PPNI DPP SDKI Pokja Tim, (2018). Standar Diagnosia Keperawatan

Indonesia Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI

PPNI DPP SIKI Pokja Tim, (2018). Standar Intervensi Keperawatan

Indonesia Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI

PPNI DPP SLKI Pokja Tim (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia

Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI

Suyono.(2014). Diabetes Melitus di Indonesia : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi V.

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Waspadji. (2014). Komplikasi kronik Diabetes mekanisme terjadinya, diagnosis dan stategi
pengelolaan : Buku Ajar ilmu penyakit dalam jilid III Edisi V Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Yunir & Soebadi. (2015). Farmakoterapi pada pengendalian glikemia diabetes mellitus tipe 2 :

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Kedokteran. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai