Anda di halaman 1dari 3

1.

Tradisi Huyula dari Gorontalo

Berbicara tentang
gotong royong yang
pertama, datang
dari masyarakat
suku bangsa
Gorantalo. Dalam
perkembangannya
sistem gotong royong ini bukan saja pada kegiatan memenuhi kebutuhan hidup, akan tetapi
sudah lebih luas lagi, antara lain dalam membangun rumah, sarana ibadah,
membangun/membuat jalan, membuat fasilitas umum, kegiatan upacara, dan lain-lain.
Gotong-royong atau huyula dalam kegiatan sosial membangun rumah telah ada sejak manusia
mulai hidup menetap di dataran Gorontalo. Setiap keluarga atau masyarakat yang hendak
membangun rumah meminta bantuan atau minta tolong (motiayo) kepada tetangga, saudara,
atau kerabatnya.
Bentuk kegiatan huyula ini bertujuan untuk meringankan beban pemilik rumah. Diutamakan
mereka yang baru berumah tangga atau yang belum memiliki rumah sendiri. Ketentuan-
ketentuan para peserta yang ikut dalam pengumpulan bahan bangunan rumah memberikan
bahan sesuai yang disepakati bersama.
Pemilik yang minta bantuan motiayo dari para kerabat dan tetatangganya (tihedu) untuk
membangun rumah wajib memberikan makanan kepada mereka yang datang membantu, baik
dalam bentuk membalas jasa maupun mereka yang datang dengan sukarela (mohubode).
Demikian pula sebaliknya yang sudah dibantu wajib mengembalikan apa yang disepakati dan
membantu juga secara suka rela bagi yang membutuhkan bantuan. Mereka yang sudah pernah
dibantu dan tidak membalas akan mendapat sanksi cemoohan masyarakat dan tidak
diikutsertakan dalam kegiatan huyula yang lain.

2. Tradisi Nganggung dari Kabupaten Bangka


Tradisi yang masih melekat dalam ranah tanah Bangka adalah nganggung, yaitu sebuah
kegiatan membawa dulang berisi makanan ke mesjid atau langgar. Nganggung merupakan rangkaian
kegiatan yang mencerminkan nilai-nilai kebersamaan, saling membantu antarwarga dalam suatu desa
atau kampung.

Nganggung dilakukan untuk menyambut datangnya hari besar keagamaan, menghormati orang yang
meninggal dunia, atau menyambut kedatangan tamu besar, seperti gubernur atau bupati. Terlepas dari
apa kepentingan tamu ini, bagi warga, tamu tetap harus disambut, dijunjung tinggi, dan dilayani dengan
sebaik-baiknya. Cara atau bentuk pelayanan itu adalah memberikan makanan ''secukupnya'' yang
artinya memberikan makanan ''sekenyang-kenyangnya'' kepada sang tamu.

3. Tradisi Ngayah dari Bali

Ngayah berarti pekerjaan sukarela untuk kebaikan bersama. Tradisi ngayah sendiri merupakan
tradisi gotong royong untuk kebaikan
semua masyarakat Bali yang terlibat.
Dalam tradisi ngayah, masyarakat Bali
tidak hanya sekadar tolong-menolong
untuk kegiatan sosial saja. Namun,
masyarakat Bali juga melakukan
ngayah sebagai perintah agama.
Jadi, tradisi ngayah itu mengandung
unsur kegiatan tolong-menolong,
berbagi, dan bersosialisasi dengan sesama. Sekarang ini, tradisi ngayah masih terus dilakukan
oleh masyarakat Bali. Berbeda dengan tradisi lain yang harus dilakukan setiap tanggal tertentu,
ngayah bisa dilakukan setiap hari. Misalnya setiap pagi, mereka selalu mengobrol dengan
tetangganya dan menjalin keakraban.
Atau saat ada acara tertentu, mereka bersama-sama melakukan persiapan agar acara berjalan
dengan baik. Kegiatan-kegiatan seperti ini juga termasuk dalam tradisi ngayah. Dengan begitu,
masyarakat Bali tetap bisa menjaga semangat berbagi dan berbuat kebaikan kepada sesama.
Menariknya, tradisi ngayah ini juga bisa dilakukan oleh siapapun yang bukan masyarakat Bali,
namun sedang berada di Bali.
4. Tradisi Rambu Solo di Toraja

Tradisi Rambu
Solo di Toraja
adalah tradisi
upacara
pemakaman yang
terkenal. Tradisi
ini dilambangkan
sebagai
kesempurnaan
kematian
seseorang agar
bisa pergi dengan
tenang dan
bahagia. Untuk satu kali upacara, pihak keluarga yang ditinggalkan harus menyediakan hewan
kurban berupa kerbau dan babi. Proses upacara pemakaman ini tentulah memerlukan banyak
orang, sehingga kegiatan gotong royong oleh masyarakat setempat dilakukan.
Cerita lainnya, tradisi ini digadang-gadang menjadi upacara pemakaman yang paling mahal di
dunia. Upacara pemakaman yang berlangsung sampai tujuh hari ini diperkirakan memakan biaya
ratusan juta hingga miliaran rupiah per satu kali acara adat. Bahkan membutuhkan tenaga
ratusan orang.

Anda mungkin juga menyukai