Anda di halaman 1dari 2

Essai Kekerasan Fisik terhadap Siswa

Hukuman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah siksa dan sebagainya yang
dikenakn kepada orang yang melanggar undang-undang dan sebagainya; keputusan yang
dijatuhkan hakim; hasil atau akibat menguhukum (Depdiknas, 2001). Tujuan hukuman fisik bagi
peserta didik menurut Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (2003) yaitu :
1. Hukuman diberikan karena adanya pelanggaran
2. Hukuman diberikan dengan tujuan agar tidak terjadi pelanggaran
Di dalam lingkungan sekolah, human adalah hal yang wajar untuk dilaksanakan karena
dinilai akan memberikan dampak yang positif bagi siswa dalam menjalani kehidupan baik di
sekolah maupun di lingkungan sekitar mereka.Banyak sekolah yang menerapkan hukuman fisik.
Pasalnya, hukuman fisik memberikan kerugian bagi siswa sehingga siswa yang menjalani
hukuman fisik ini mengalami jera dan tidak mengulangi kesalahan yang sama bahkan kesalahan
lain. Ada beberapa contoh hukuman fisik seperti menjemur di bawah sinar matahari, push-up,
lari keliling lapangan dan lain sebagainya.
Tetapi banyak guru yang menyalahartikan hukuman fisik menjadi kekerasan fisik.
Sehingga begitu banyak guru yang ringan tangan. Kejadian mengenai kekerasan siswa sudah
banyak memakan korban dan menyebabkan rusaknya kesahatan mental bagi siswa. Kekerasan
yang kerap terjadi yaitu memukul siswa menggunakan rotan/penggaris, menjewer siswa, menarik
rambut siswa dan lain-lain. Dilansir dalam PikiranRakyat.com KPAI menyatakan bahwa telah
melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap 21 kasus kekerasan fisik di lembaga
pendidikan sepanjang Januari hingga Oktober 2019. Dari ke-21 kasus tersebut, siswa korban
kekerasan fisik mencapai 65 anak.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menggunakan kekerasan fisik untuk
mendisplinkan anak tidaklah efektif, malah hukuman ini dianggap mempengaruhi perilaku siswa
yang berdampak pada social siswa. Harus diingat pula ada aturan hukum pidana mengenainya.
Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 menyatakan dalam ayat (1) bahwa Anak di
dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak
kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik,
tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain. Sedangkan pada ayat (2)
diterangkan bahwa perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik,
tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat.
Pemerintah sudah menerapkan banyak peraturan tentang perlindungan anak di sekolah.
Tetapi pemerintah tidak dapat mengatur lingkungan siswa tersebut agar guru tidak semena-mena
dalam guru. Para guru juga harus sadar akan tanggung jawabnya mendidik siswa, bukan semata-
mata menjalankan pekerjaan mengajarkan mata pelajaran. Guri berperan penting menjadi
orangtua di sekolah bagi siswa. Artinya seprang guru menjadi contoh bagi siswa dan memastikan
tidak ada siswa yang menajdi korban kekerasan fisik pada siswa.

Anda mungkin juga menyukai