Anda di halaman 1dari 5

KORELASI AJARAN AGAMA ISLAM SEBAGAI LANDASAN FABULA DAN SJUZET

DALAM CERITA SUNAT KARYA PRAMOEDEYA ANANTA TOER


KAJIAN: FORMALISME RUSIA

Baskhoro Edo P
392019071
Faculty Language And Art Of Satya Wacana Christian University
(Universitas Kristen Satya Wacana)
392019071@stutdent.uksw.edu
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam
masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
― Pramoedya Ananta Toer, salah satu ungkapan yang pas dalam menggambarkan pribadi
Pramoedya Ananta Toer, pria kelahiran Blora 6 Februari 1925 ini selalu dapat membuat cerita-
cerita yang begitu dekat dengan kehidupan masyarakat Indoensia namun tak lekang oleh
waktu. Jika dilihat setiap karya milik Pramoedya Ananta Toer selalu dapat membuat pembaca
seolah memahami situasi dan kondisi latar belakang cerita-cerita yang ia suguhkan, sehingga
membuat pembaca sungguh terasa dekat dengan kehidupan masyarakat Indoensia atau istilahya
pembaca dapat sekaligus merasakan keadaan dari setiap naskah teks yang ditulis oleh Ananta
pada saat membaca setiap karya -karya beliau. Salah satu karya beliau yang begitu dekat dengan
kehidupan masyarakat Indoensia adalah “Sunat” sebuah karya yang begitu ringan namun dapat
memiliki nila kesustraan yang begitu kental di dalamnya, lantas apa kesustraan yang kental
tersebut ? Cerita Sunat ini bercrita tenntang seorang anak laki-laki yang begitu igin disunat
karena itu merupakan sebuah Fardhu atau kewajiban sebagai anak laki-laki tertutama beragama
Islam. Sebagai pemeluk agama Islam yang taat anak itu ingin sekali disunat dan mengharapkan
jika ia disunat makai ia akan menajdi orang islam sejati, namun pada akhir kejaidan yang ia
dapatkan tidak sesuai dengan ekspetasi yang didambakan selama ini. Dalam megkaji teks
“Sunat” penulis akan menggunakan konsep fabula dan sjuzet menggunakan teori formalisme
(1915) yang dicetuskan Victor Shklovsky. Tahap penelitian yang ditempuh adalah melakukan
kajian terhadap cerita “Sunat” sebagai penentuan bagian-bagian cerita yang merupakan
defamiliarisasi dari fakta yang dijadikan landasan fabula sehingga melihat bagaimana munculnya
alur cerita dari cerita “Sunat” landasan tersebut ditinjau korelasinya dengan aaran agama Islam.
Pada tahap ini, digunakan teori Formalisme Rusia, khususnya pandangan Victor Shklovsky.

Formalisme adalah salah satu mazhab atau kajian dalam teori sastra modern. Hal ini
didasarkan pada keyakinan para formalis bahwa studi mengakaji struktur bahasa sangat mungkin
dan memang pantas dilakukan. Kaum formalis cenderung untuk mengkaji teks sastra secara
formal, yaitu dalam kaitannya dengan struktur bahasa. Victor Shklovsky mendominasi fase awal
Formalisme.  Shklovsky menyebut salah satu konsepnya sebagai defamiliarisasi yang berarti
membuat aneh atau proses menjadikan sesuatu itu luar biasa sifatnya Skhlovsky
(1989:19). Konsep defamilarisasi dan deotomatisasi merupakan dua konsep yang digunakan
kaum formalis untuk memperotes karya sastra dengan kehidupan atau kenyataan sehari-hari.
Apa yang sudah biasa dan secara otomatis diserap, dalam karya sastra dipersulitatau ditunda
pemahamannya sehingga terasa asing, ganjil, atau aneh. Tujuan utamanya agar pembaca lebihh
tertarik pada bentuk karya itu sendiri. Dalam upaya yang Panjang kaum Formalis berusaha
mengkaji karya sastra genre fiksi dan mencoba lebih memadukan unsur-unsur yang membentuk
karya sastra ke dalam suatu bentuk yang padu dan menyeluruh. Mereka tidak lagi menjadikan
puisi sebagai satu satunya objek penelitian, dan juga tidak lagi terpaku pada sarana-sarana yang
"mengganjilkan" atau "mengasingkan" karya sastra Menurut Jefferson (melalui Nuryatin,
2005:10-11) pengkajian sastra kaum formalis berdasar pada perbedaan antara peristiwa di satu
pihak dengan penciptaan di pihak lain, yaitu antara fabula dengan sjuzet. Konsep ini
dikembangkan oleh Shklovsky. Fabula merupakan bahan dasar yang berupa jalan cerita menurut
kronologi peristiwa bisa dikatakan ini adalah sacara diakronis kejadian, sedangkan sjuzet
merupakan sarana untuk menjadikan jalan cerita menjadi ganjil atau aneh. Distinguishing
between the concepts of fabula (or story) that is, the temporal-causal sequence of narrated
events which comprise the raw materials of the work, and sjuzet (or plot) as the way in which
these materials are formally manipulated (Bennett, 2003:19). Statement dari Bennet
mengukapkan bahawa perbedaan "cerita" dengan "alur" diberi tempat penting dalam teori kaum
formalis rusia karna mereka menekankan bahwa hanya "alur" (sjuzet) yang sungguh-sungguh
bersifat kesastraan, sedangkan lain halnya dengan “cerita” (fabula) hanya sebagai bahan mentah
yang menunggu proses pengolahan dari tangan si pengarang dalam artian ini adalah mengarang
cerita. Sjuzet bukan hanya suatu susunan peristiwa-peristiwa kejadian dalam cerita, melainkan
juga sarana dan isntrumen yang digunakan untuk menyela serta menunda penceritaan, serta yang
ditujukan untuk menarik perhatian pembaca terhadap bentuk karya sastra tersebut. Penyusunan
sjuzet didasarkan pada gagasan defamiliarisasi yang mencegah pembaca dari cara memandang
peristiwa-peristiwa sebagai hal yang sudah lazim (Selden, 2005:33-34). Perbedaan antara konsep
"cerita" (fabula) dan "alur" (sjuzet) mendapat ruang yang sangat penting di dalam konsep teori
naratif formalis Rusia. Fabula didefinisikan sebagai deskripsi rangkaian peristiwa , atau lebih
tepatnya sebagai penggambaran rangkaian kejadian dalam tatanan yang urut dan relasi-relasi
kausal atau lebih sedarhanya dapat dikatakan sebgai diakornis kronologis. Konsep fabula
digunakan sebagai lawan konsep sjuzet yang biasanya diterjemahkan sebagai plot atau
strukturnaratif. Menurut kaum formalis, “alur” (sjuzet) adalah cara penyajian materi
semantikdalam teks tertentu, sedangkan “cerita” (fabula) hanyalah materi bagi formasi plot
(Fokkema, 1998:23-24 ,Buchanan, 2010:161).

Pada cerita milik Toer yang berjudul “Sunat” begitu kental nuansa agama dalam
cerintanya digambarkan kehidupan seorang anak yang hidup ditengah pengajaran agama yang
begitu derasnya dapat terasa pada awal cerita bagaimana seorang anak pada sore hari pergi ke
“langar” (Hall) untuk “mengaji” (Learn how to read The Holly Quran), sebenarnya ini adalah
yang terjadi pada masyrakat Indonesia waktu itu tertutama bagi pemeluk agama Islam,dimana
ketika anak mereka pergi mengaji berarti bisa dibilang anak itu memiliki keluaga yang saleh.
Penggambaran fakta yang terdapaat dalam cerita ini oleh pengarang dalam cerita menunjukkan
bahwa sastra merupakan cerminan masyarakat. Hal ini sesuai dengan konsep Damono (1978:9),
bahwa sastra merupakan cermin kehidupan masyarakat serta menghubungkan pengalaman
tokoh-tokoh khayali dan situasi ciptaan pengarang dengan keadaan sejarah yang merupakan asal-
usulnya.Hal ini dibenarkan dalam cerita “Sunat” ini bagaimana sebuah agama melatar belakngi
sebuah karya, Toer mengambil sisi yang dekat dengan masyarakat yaitu tentang aharan agama
yang tentunya pernah toer alami karna itu merupakan bagian sejarah dirinya bersama agama
yang dianutnya itu toer mejadikan ajaran agam Islam sebagai munculnya ide pengakatan “cerita”
(fabula) dari cerita “Sunat”. Melihat hubungan korelasinya dengan prinsip utama kaum formalis
Rusia, yang menyatakan bahwa kesusastraan itu mendefamiliarisasi kenyataan dan
mendefamiliarisasi kesusastraan itu sendiri. Hal itu memperlihatkan bahwa kajian formalis Rusia
atas karya sastra tidak melepaskan hubungan antara karya sastra dengan kenyataan (Selden,
1991:10-11). Dapat dirunut lebih jauh, bahwa sjuzet pada dasarnya dapat merupakan
defamiliarisasi dari fakta yang merupakan landasan dari fabula. Kembal lagi membahas tentang
kekentalan nilai kesustraan yang terkandung dalam cerita “Sunat” dari sisi pandang teori
formalisme rusia dengan konsep fabula dan sjuzet, maka dapat dikatakan bahwa cerita “Sunat”
memiliki suatu sayarat mutlak bila ini merupakan cerita dari cerminan sehari-hari masyarakat
yang dijadikan cerita. Menurut kaum formalis Rusia, sjuzet di dalam prosa pada dasarnya
merupakan defamiliarisasi fabula. Fabula dan sjuzet tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan ada
suatu penyebab tertentu untuk cerita. Salah satu hal yang menyebabka munculnya fabula adalah
peristiwa yang terjadi dalam kehidupan (fakta) untuk cerita “Sunat” kita dapat melihat bahwa
fakta yang terkandungnya adalah ajaran agam Islam terutama tentang keutamaan sunat pada nak
laki-laki sebagai bentuk cerminana dari kesalehan seseorang secara lahir dan batin. Ajaran
agama Islam yang sudah dianut hampir seluruh masyarakat Indoensia ini diaplikasikan ke dalam
cerita “Sunat” sebagai suatau landasan mucnulnya ide cerita dan alur dari cerita “sunat” itu
sendiri. Hal itu menunjukkan bahwa fakta dapat dijadikan sebuah landasan munculnya fabula.
Para formalis memperkenalkan beberapa pengertian untuk analisis teks cerita, yakni motif
sebagai kesatuan naratif terkecil dalam peristiwa yang diceritakan, fabula sebagai rangkaian
motif dalam urutan cerita (tataran peristiwa), dan suzjet sebagai penyusunan artistik motif-motif
tersebut (tataran penceritaan) (Luxemburg, 1986:34; Sherwood, 1973:30, 33-34, Todorov,
1985:27, 47). Pengertian tersebut mengantar kita untuk lebih jelas lagi membahas fakta yang
menjadi fabula dalam cerita “Sunat”, fabulnya adalah ajaran agama agamawi yang dianut
masyarakat tersebut yaitu ajaran agama Islam. Hal ini ditunjukkan dari peristiwa-peristiwa yang
tercantum dalam novel mulai dari sang anak “mengaji”, “sunat”,diarak atau diarayakan setalah
sunat, hdan menacari makna orang Islam sejati. Peristiwa-peristiwa dalam cerita milik Toer
sangat berhubungan erat dengan fakta-fakta yang ada dalam kehidupan nyata, bagaimana anak-
anak pada sore hari pergi mengaji, anak laki-laki harus bersunat, dirayakan setalah disunat dan
orang mengikuti kajian ilmu demi mencari makna orang Islam sejati.

Pada akhir tulisan ini penulis menyimpulkan bahawa kajian Formalisme Rusia yang
diterapkan dalam penelitian kajian ini ternyata dapat digunakan untuk menyusuri fakta yang
digunakan sebagai landasan fabula untuk membangun sjuzet dari sebuah cerita berjudul
“Sunat”. Fakta-fakta diolah oleh pengarang mampu menjadi sebuah sjuzet yang telah melalui
defamiliarisasi. Dalam Cerita Pendek berjudul “Sunat” ini, memiliki fakta-fakta yang berupa
peristiwa pada masyarakat yang memegang erat ajaran agama Islam, kemudian digunakan
sebagai landasan fabula yang nantinya diolah atau dikarang melalui defamiliarisasi menjadi
sjuzet. Dari penggunaan fakta-fakta peristiwa tersebut sebagai landasan fabula ingin
menunjukkan bahwa karya sastra dapat dijadikan sebuah diorama sejarah yang bersifat diakronis
kronologis yang telah mengalami defamiliarisasi sehingga memunculkan kesan fiktif pada
cerita. Padahal dalam karya sastra tersebut mengandung fakta-fakta sejarah dan keadaan
sebenarnya yang terjadi di masyarakat tertutama masyarakat Inodesia. Sebagaimana terlihat dari
fakta-fakta peristiwa yang terjadi selama cerita berlangsung dalam lingkunan dengan lingkup
ajaran agama Islam, maka diungkapkan dalam cerita melalui fabula yang didefamiliarisasikan
menjadi sjuzet ini membuat pembaca seakan ikut dalam peristiwa si anak laki-laki yang ingin
sekali disunat itu demi menjadi orang islam seati yang disajikan oleh pengarang.
Refrensi:

Internet (Situs):

Goodreads.com. Pramoedya Ananta Toer  Quotes. Diakses dari:


https://www.goodreads.com/author/quotes/101823.Pramoedya_Ananta_Toer. 17/02/2021,
21.17 Wib.

Buku:

Ananta Toer, Pramoedya. 1952. Story from Blora: Circumcision. Jakarta: Balai Pustaka.

Bunchanan, Ian. 2010. A Dictionary Of Critical Theory. Oxford: Press Dapartement Oxford
University Of Oxford.

Rokhmansyah, Alfian. 2015. The New Order Jornal as Fabula's Foundation in Okky Madasari's
Entrok Novel: The Study of Russian Formalism. Kalimantan Timur:Universitas Mulawarman :
Fakultas Ilmu Budaya.

Munawwar Manshur, Fadlil. 2019. Study of the Theory of Formalism and Structualism.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada: Fakultas Ilmu Budaya.

Anda mungkin juga menyukai