Anda di halaman 1dari 64

i

IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN, DAN PENGENDALIAN


RISIKO AREA PRODUKSI KARBONASI RGB
DI PT COCA COLA BOTTLING INDONESIA

NINDIA ARUM PRATIWI

PROGRAM KEAHLIAN SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
ii

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN


SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan tugas akhir Identifikasi Bahaya, Penilaian, dan
Pengendalian Risiko Area Produksi Karbonasi RGB di PT Coca Cola Bottling
Indonesia adalah karya saya dengan arahan dosen pembimbing maupun
pembimbing lapangan dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir laporan ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Nindia Arum
Pratiwi
NIM J3E112070
1

RINGKASAN

NINDIA ARUM PRATIWI. Identifikasi Bahaya, Penilaian, dan


Pengendalian Risiko Area Produksi Karbonasi RGB di PT Coca Cola Bottling
Indonesia. Dibimbing oleh WIEN KUNTARI.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah sarana utama untuk mencegah


kecelakaan kerja, baik kecelakaan yang mengakibatkan kerugian yang bersifat
langsung ataupun tidak langsung. Menyadari hal tersebut, pemerintah melindungi
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja dengan mewajibkan perusahaan
menerapkan Undang-Undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. PT.
CCBI merupakan perusahaan yang memproduksi berbagai jenis minuman
berkarbonasi dan non karbonasi dengan menggunakan mesin-mesin dan bahan-
bahan kimia yang memiliki potensi bahaya tinggi. Banyaknya potensi bahaya
pada saat kerja, PT.CCBI mengembangkan penerapan keselamatan dan kesehatan
kerja sesuai masalah-masalah yang terjadi meliputi identifikasi bahaya, penilaian
dan pengendalian risiko.
Tujuan PKL ini untuk mengidentifikasi, melakukan penilaian risiko, dan
mengetahui upaya pengendalian sebagai upaya pencegahan terjadinya kecelakaan
kerja. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif.
Pada dasarnya tidak semua bahaya dapat dikenali dengan mudah. Untuk
mengurangi atau menghilangkan bahaya ditempat kerja maka diperlukan suatu
manajemen risiko. Risk management di PT CCBI menggunakan HIRADC
(Hazard Idenification, Risk Assessment and Determinant Control). HIRADC
dibuat untuk masing-masing area pada setiap kegiatan baik proses produksi
maupun kegiatan lainnya oleh OHS. PT CCBI telah melakukan identifikasi
bahaya, penilaian dan pengendalian risiko sesuai dengan implementasi OHSAS
18001:2007 yang tercantum dalam tabel HIRADC, contohnya memaparkan
bahwa terdapat bahaya yang ditimbulkan di sekitar tempat kerja. Pada HIRADC
Kolom kegiatan atau aktifitas dan bahaya memberitahukan bahwa proses dari area
tempat kerja membahayakan pekerja dalam tempat kerja itu.
Penerapan K3 yang meliputi identifikasi bahaya, penilaian, dan
pengendalian risiko di PT CCBI sudah baik, tetapi masih ada kendala yaitu
kurangnya kesadaran dan kepedulian karyawan terhadap aspek K3 di perusahaan.
Potensi bahaya yang dapat terjadi pada area produksi minuman karbonasi
kemasan RGB yaitu terpeleset, terjepit mesin, kejatuhan benda, terkena conveyor,
terkena pecahan beling. Sebaiknya OHS meningkatkan pengawasan faktor resiko
yang ada di lingkungan perusahaan sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja,
tetap mempertahankan komitmen K3, peran kerjasama antar karyawan dibutuhkan
untuk saling menjaga keselamatan dalam bekerja, safety patrol perlu ditingkatkan
dengan menambah jadwal patroli, sehingga para pekerja lebih terkontrol dan
terarah.

Kata kunci : keselamatan dan kesehatan kerja(K3), risk management, HIRADC


2

IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN, DAN PENGENDALIAN


RISIKO AREA PRODUKSI KARBONASI RGB
DI PT COCA COLA BOTTLING INDONESIA

NINDIA ARUM PRATIWI

Laporan Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ahli Madya
pada
Program Diploma Keahlian Supervisor Jaminan Mutu Pangan

PROGRAM KEAHLIAN SUPERVISOR JAMINAN MUTU


PANGAN
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Judul Tugas Akhir : Identifikasi Bahaya, Penilaian, dan Pengendalian Risiko Area
Produksi Karbonasi RGB di PT Coca Cola Bottling Indonesia
Nama : Nindia Arum Pratiwi
NIM : J3E112070
3

Disetujui oleh

Ir Wien Kuntari MSi


Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Bagus Priyo Purwanto MAgr Ir C.C. Nurwitri DAA


Direktur Koordinator Program Keahlian

Tanggal lulus :
4

PRAKATA

Alhamdulillahirralbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada


Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Tema yang dipilih dalam Tugas Akhir ialah Identifikasi Bahaya,
Penilaian, dan Pengendalian Risiko Area Produksi Karbonasi RGB di PT Coca
Cola Bottling Indonesia.
Terima kasih penulis sampaikan untuk kedua orang tua (Suprapto dan Dra.
Muryati) dan adik tercinta (Fia Rahma Dewi) yang selalu memberi doa serta
dukungan moral, material dan spiritual. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih
kepada ibu Wien Kuntari, MSi, Ir selaku dosen pembimbing PKL dan Tugas
Akhir, Bapak Dedy Cristian, SIP dan bapak Sugiyono selaku pembimbing
lapangan yang telah membantu dan memberi masukan selama PKL sampai
dengan Tugas Akhir. Terima kasih untuk teman-teman seperjuangan SJMP 49 dan
teman-teman kosan Edu yang selalu memberi dukungan, kerja sama dan semangat
selama ini.
Semoga Tugas Akhir ini bermanfaat.

Bogor, September 2015

Nindia Arum Pratiwi


5

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii


DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iv
1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
2 METODE KERJA 3
2.1 Tempat dan Waktu PKL 3
2.2 Metode Praktek Kerja Lapangan 3
2.2.1 Data Primer 3
2.2.2 Data Sekunder 3
2.2.3 Metode Analisis 3
3. KEADAAN UMUM PT COCA COLA BOTTLING INDONESIA 4
3.1 Sejarah Perusahaan 4
3.2 Sejarah Coca Cola Indonesia 4
3.3 Visi & Misi PT. Coca Cola Bottling Indonesia 6
3.3.1 Visi 6
3.3.2 Misi 6
3.4 Struktur Organisasi 6
3.5 Ketenagakerjaan 6
3.6 Kegiatan Produksi 7
3.6.1 Line Produksi 7
3.7 Proses Produksi Minuman Karbonasi kemasan RGB 8
3.8 Gambaran Unit K3 di PT Coca Cola Bottling Indonesia 11
4. BAHAYA (HAZARD) DAN RISIKO (RISK) 12
4.1 Definisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja 12
4.2 Kecelakaan Kerja Akibat Unsafe Action dan Unsafe Condition 12
4.3 Klasifikasi Kecelakaan 14
4.4 Definisi Bahaya 15
4.5 Identifikasi Bahaya 16
4.6 Definisi Resiko 19
4.7 Penilaian Resiko 19
4.8 Pengertian JSA 21
6

4.9 Pengendalian Resiko 22


4.10 Pemantuan Dan Tinjauan Ulang 23
5. IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RISIKO
AREA PRODUKSI KARBONASI RGB DI PT COCA COLA BOTTLING
INDONESIA 24
5.1 Penerapan Sistem Identifikasi Area Produksi Karbonasi Kemasan 24
5.2 Hazard Analysis Method and Risk Management 28
5.3 Hirarki Pengendalian Resiko 30
5.4 Analisis HIRADC Di PT Coca Cola Bottling Indonesia 32
5.5 Uji Kesesuaian OHSAS 18001:2007 32
6 SIMPULAN DAN SARAN 35
6.1 Simpulan 35
6.2 Saran 35
DAFTAR PUSTAKA 35
LAMPIRAN
36

DAFTAR TABEL

1
Analisis bahaya area produksi karbonasi RGB 17
2 Identifikasi potensi bahaya dan upaya pengendalian di area produksi RGB 27
3 Ukuran kualitatif dari peluang dan akibat 29
4 Matriks Analisis Resiko Kualitatif (Level Resiko) 29

DAFTAR GAMBAR

1
PT Coca Cola Bottling Indonesia 4
2 Diagram alir proses produksi minuman karbonasi kemasan RGB 10
3 Golden Rules PT Coca Cola Bottling Indonesia 11
4 Pecahan botol beling di jalur pedestrian 13
5 Tidak ada sign "wet floor" 13
6 Jenis-jenis bahaya 16
7 Risiko tidak menggunakan APD Sarung Tangan 19
8 Penggunaan APD saat visual inspection 24
9 Machine safeguarding di ruang produksi RGB 25
10 Kondisi lantai area produksi basah dan licin akibat proses CIP 25
11 Unloading barang menggunakan forklift 26
12 Jalur pedestrian (Pejalan Kaki) 26
13 Sinar radiasi saat visual inspection 26
7

14 Penyimpanan caustic soda (NaOH) 27


15 Posisi tubuh yang salah saat bekerja 27
16 Hirarki pengendalian resiko 30
17 Sign penggunaan APD di ruang produksi kemasan RGB 31
18 Pekerja lengkap menggunakan APD 31

DAFTAR LAMPIRAN

1
Struktur organisasi perusahaan 38
2 HIRADC PT Coca Cola Bottling Indonesia .. 39
3 Form JSA ( Job Safety Analysis) 50
4 Form pelaporan kejadian kecelakaan di PT Coca Cola Bottling Indonesia 51
5 APD di PT Coca Cola Bottling Indonesia 53
1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembanguan di Indonesia yang terus berkembang mengakibatkan ilmu


pengetahuan dan teknologi diberbagai bidang semakin maju terutama dibidang
industri. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang industri yang
semakin canggih diiringi dengan semakin tinggi pula bahaya yang ditimbulkan.
Hal ini dikarenakan kebutuhan keterampilan tenaga kerja dalam mengoperasikan
dan pemeliharaan perlatan atau mesin serta penggunaan bahan kimia yang
berbahaya dalam proses produksi yang mengharuskan tenaga kerja kontak dengan
bahan berbahaya. Menyadari hal tersebut, pemerintah melindungi keselamatan
dan kesehatan tenaga kerja dengan mewajibkan pengusaha menerapkan Undang-
Undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang menyatakan bahwa
tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta
produktivitas serta menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada ditempat
kerja.
Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk mencegah terjadinya
kecelakaan, cacat, dan kematian akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja juga
dapat menimbulkan kerugian secara tidak langsung, seperti kerusakan mesin dan
peralatan kerja, terhentinya proses produksi untuk beberapa saat, serta kerusakan
pada lingkungan kerja (Suma`mur, 1995)
Industri dan produknya baik formal maupun informal mempunyai dampak
positif maupun negatif kepada manusia, disatu pihak akan memberikan
keutungan, tetapi dipihak lain dapat menimbulkan dampak negatif karena paparan
zat yang terjadi pada proses kerja maupun pada hasil kerja. Beberapa faktor yang
dapat menimbulkan dampak negatif adalah faktor bahaya yang ada ditempat kerja
yang meliputi faktor fisik, biologis, kimia, psikologis, hubungan antara manusia
dengan mesin yang tidak ergonomis, gizi kerja yang kurang memadai dan faktor
lain penyebab timbulnya penyebab akibat kerja dan kecelakaan kerja.
[ CITATION Sug03 \l 1057 ]
Untuk mengurangi atau menghilangkan bahaya yang dapat menyebabkan
kecelakaan ditempat kerja maka diperlukan suatu manajemen risiko yang
kegiatannya meliputi identifikasi bahaya, analisis potensi bahaya, penilaian risiko,
pengendalian risiko serta pemantauan dan evaluasi. Dalam proses identifikasi dan
penilaian risiko maka dapat dilakukan dengan menggunakan Hazard
Identification and Risk Assessment (HIRA). HIRA bertujuan untuk
mengidentifikasi potensi bahaya ditempat kerja yaitu dengan mengkaitkan antara
pekerja, tugas, perlatan kerja dan lingkungan kerja dan melakukan penilaian risko.
Pengendalian terhadap sumber-sumber bahaya bertujuan untuk mengurangi
kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan dan penyakit akibat kerja [ CITATION
Sah97 \l 1057 ] ada dua macam yaitu kerugian ekonomi dan non ekonomi.
Kerugian ekonomi berupa kerugian yang langsung dapat ditaksir dengan
menggunakan uang, kerugian non ekonomi antara lain adalah rusaknya citra
2

perusahaan. Setiap perusahaan pasti tidak ingin menderita kerugian yang


disebabkan oleh karena terjadinya kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
PT Coca Cola Bottling Indonesia, Cibitung- Bekasi merupakan perusahaan
yang memproduksi minuman berkarbonasi dan non karbonasi. Dalam
menjalankan proses produksinya PT Coca Cola Bottling Indonesia, Cibitung-
Bekasi menggunakan mesin-mesin yang memiliki potensi bahaya tinggi dan
menggunakan bahan-bahan kimia yang berpotensi menimbulkan penyakit kerja
sehingga perusahaan perlu menerapkan workpace safety program ( Progam
keselamatan di tempat kerja).
Banyaknya potensi bahaya pada saat kerja, PT CCBI mengembangkan
penerapan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai masalah-masalah yang terjadi
dari waktu ke waktu, dengan cara berkomitmen menjaga lingkungan dan
mengambil langkah-langkah antisipasi, mengacu pada perkembangan standar
internasional dan perundang-undangan yang berlaku.

1.2 Tujuan

Tujuan kegiatan Praktik Kerja Lapangan ini yaitu untuk mendapat


pengalaman di dunia kerja dan dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama
mengikuti perkuliahan dengan lapangan kerja secara nyata khususnya pada
identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko. Selain itu tujuan Praktik
Kerja Lapangan ini adalah untuk melakukan proses identifikasi, menganalisa
sumber bahaya yang ada di line produksi karbonasi RGB dan melakukan
penilaian risiko, serta mengetahui upaya pengendalian yang dilakukan terkait hasil
identifikasi, analisa dan penilaian risiko yang dilakukan di PT Coca cola Bottling
Indonesia.

2 METODE KERJA

2.1 Tempat dan Waktu PKL

Pelaksanaan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) dilakukan di PT.Coca


Cola Bottling Indonesia pada bagian OHS (Occuption Health Safety) yang
beralamat di Jalan Teuku Umar KM 46 Cibitung, Jawa Barat. PKL dilaksanakan
selama 3 bulan hari masa kerja terhitung mulai tanggal 3 Juni hingga 31 Agustus
2015. Waktu dan pelaksanaan mengikuti jam kerja kantor dimulai dari jam 08.00
s.d 17.00 WIB dari hari Senin hingga Jumat.
3

2.2 Metode Praktek Kerja Lapangan

Praktik kerja lapangan ini dilakukan dengan menggunakan teknik


pengamatan langsung, wawancara, diskusi, analisis data, ikut berpartisipasi
langsung dalam kegiatan prooduksi, dan melalui studi pustaka yang berkaitan
dengan praktik kerja lapangan yang dilakukan. Langkah-langkah kegiatan yang
dilakukan adalah sebagai berikut:

2.2.1 Data Primer

Penulis mendapatkan data primer dengan pengumpulan data langsung dari


sumber asli di lapangan. Penulis mendapatkan data primer dengan wawancara
secara langsung karyawan maupun pihak-pihak yang terkait dan berpartisiasi
dalam proses produksi.

2.2.2 Data Sekunder

Penulis mendapatkan data sekunder dari studi pustaka. Studi pustaka


dilakukan dengan mencari referensi literatur yang mendukung. Rujukan diperoleh
dari perpustakaan diploma IPB. Perpustakaan Institut Pertanian Bogor (IPB)
maupun diluar IPB. Studi pustaka tidak hanya dilakukan melalui sarana
perpustakaan tetapi juga dari media elektronik seperti internet.

2.2.3 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Analisis


deskriptif yaitu metode yang menggambarkan keadaan suatu perusahaan dan
memaparkannya dari apa yang telah diperoleh di lapangan kemudian dijelaskan
sehingga menjadi suatu simpulan.

3. KEADAAN UMUM PT. COCA COLA BOTTLING


INDONESIA

3.1 Sejarah Perusahaan

Minuman ringan (Soft Drink) Coca cola diciptakan oleh Dr. John S.
Pemberton, seorang ahli farmasi dan ahli minuman dari Atlanta, Georgia,
Amerika Serikat, pada bulan Mei 1886. Ia mencampurkan suatu ramuan khusus
dengan gula murni menjadi sirup yang beraroma segar dan berwarna karamel,
kemudian diaduk bersama air murni. Minuman ini kemudian dikenal dengan
nama Coca cola. Pada awalnya penjualan minuman ini dilakukan dengan
4

menempatkan minuman ringan (Soft Drink) tersebut di dalam guci besar yang
diletakkan ditempat-tempat strategis.Namun adanya peningkatan jumlah
pembelian menyebabkan penggunaan guci tersebut digantikan dengan kemasan
botol yang lebih praktis.
The Coca cola Company didirikan tahun 1892 oleh Asa G. Chandler di
Atlanta, yang juga mempatenkan merek dagang Coca cola. Perusahaan ini
merupakan induk dari semua perusahaan pembotolan yang memiliki merek
dagang Coca cola diseluruh Negara didunia dengan menyediakan bahan baku
konsentratnya. Mulai tahun 1893, The Coca cola Company membangun pabrik
sirupnya diluar Atlanta.
Presiden The Coca cola Company (1919-1955), Robert W. Woudruff,
merupakan orang yang pertama kali mencetuskan gagasan agar minuman Coca
cola tersebut dapat dinikmati tidak hanya oleh orang Amerika saja, tetapi juga
untuk dikonsumsi oleh seluruh bangsa di dunia. Untuk merealisasikan gagasan
tersebut, maka pada tahun 1929 didirikan The Coca cola Export Cooperation,
yaitu perusahaan yang menangani proses penjualan minuman keseluruh  pelosok
negeri di dunia dengan ciri mutu, rasa dan kesegaran yang sama.

3.2 Sejarah Coca Cola Indonesia

Gambar 1 PT. Coca Cola Bottling Indonesia


Sumber : www.coca colaamatil.co.id

Coca cola mulai dikenal di Indonesia pada tahun 1927, ketika pejabat-
pejabat serta para pedagang Belanda memperkenalkan minuman tersebut dan pada
tahun 1932 saudagar Belanda bernama Bernie Konings pada tahun 1932
mendirikan pabrik Coca cola pertama di Indonesia yang di beri nama
DeNederlands Indice Mineral Water Fabriek. Kemudian pada tanggal 7 Maret
1953 pabrik berganti nama menjadi Indonesia Beverages Limites (IBL). IBL
bergabung dengan Chemical Inc, Mistui & Co.LTD, dan Mikuni Coca cola
Bottling Co pada tanggal 12 April 1971.
Perusahaan Indonesia Beverages Limited berubah menjadi PT Dyaja
Beverage Bottling Company (PT DDBC). Bergabungnya IBL dengan tiga
perusahaan Jepang tersebut, membuat kapasitas pabrik meningkat . Peningkatan
kapasitas produk diikuti dengan berbagai penambahan macam-macam produk
yang dihasilkan dalam berbagai bentuk kemasan. Sejak itu PT DBBC mulai
memproduksi produk minuman ringan lainnya seperti Sprite dan Fanta dngan
berbagai rasa dan aroma.
5

Tanggal 28 April 1987, mayoritas saham telah dimiliki oleh putra Indonesia.
Dua perusahaan Jepang mengundurkan diri dari PT DDBC, dan menjual
sahamnya kepada pihak IBL, pemegang saham di PT DDBC yang menggantikan
dua perusahaan Jepang tersebuta adalah Coca cola Holding (Asia) Ltd. Yang
berpusat di Hongkong. Tepat pada tanggal 6 Oktober 1993 seluruh saham PT
DBBC diambil alih oleh Coca cola Amatil Ltd. yang berpusat di Sidney, dan PT.
DBBC menjadi Coca cola Amatil Indonesia (PT CCAI) beralamat di Jalan Letjen
Suprapto Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Perkembangan permintaan produk Coca cola semakin besar, sedangkan
kapasitas produksi pabrik Cempaka Putih sudah tidak mampu melayani lagi.
Sejak tahun 1994 perusahaan pabrik baru di Cibitung, Bekasi. Tahun 1996 pabrik
dengan kapasitas 3300 botol per menit atau lebih dari 70 juta peti per tahun secara
keseluruhan dioperasikan dan pabrik lama di Cempaka Putih ditutup.
Tahun 1980-an, telah berdiri 11 perusahaan independen di seluruh Indonesia
untuk memproduksi dan mendistribusikan produk-produk the Coca cola
Company. Tepat pada 1 Januari 1995, perusahaan-perusahaan tersebut bergabung
menjadi perusahaan yang kini dikenal sebagai PT CCBI.
Coca cola merupakan nama dagang sejumlah perusahaan patungan (Joint
Venture) antara perusahaan lokal milik pengusaha Independen dan Coca cola
Amatil Ltd yang juga merupakan produsen dan distributor produk Coca cola
terbesar di Indonesia. Saat ini PT CCBI memproduksi dan menjual jutaan kiat
produk Coca cola setiap tahunnya.
Penjualan Coca cola diseluruh Indonesia, PT CCBI Cibitung Plant
memberikan kontribusi penjualan sebesar 48% untuk pulau Jawa. Hal ini
menunjukkan bahwa PT CCBI Cibitung Plant masih merupakan Bottler yang
terbesar dalam penjualan produk-produk Coca cola. PT CCBI memiliki Sembilan
pabrik di seluruh Indonesia antara lain Cibitung, Cikedokan, Bandung, Bali,
Medan, Padang dan Lampung.

3.3 Visi & Misi PT. Coca Cola Bottling Indonesia

3.3.1 Visi

Visi dari PT. Coca cola Bottling Indonesia, Cibitung-Bekasi yaitu “Menjadi
perusahaan produsen minuman terbaik se-Asia Tenggara”.

3.3.2 Misi

Misi dari PT Coca cola Bottling Indonesia, Cibitung-Bekasi adalah


“Memberikan kesegaran kepada pelanggan dan konsumen kami dengan rasa
bangga dan semangat sepanjang hari, setiap hari”. Agar dapat memenuhi visi dan
misi tersebut, maka PT CCBI memunyai nilai-nilai perusahaan yaitu sebagai
berikut :
6

1) People yaitu mengembangkan sumber daya manusia, menghargai prestasi


serta menikmati apa yang kita lakukan.
2) Customers yaitu menang untuk pelanggan dan untuk diri sendiri.
3) Passion yaitu semangat untuk bertindak, bertanggung jawab dan sukses.
4) Innovation yaitu selalu mencari cara yang lebih baik.
5) Exellence yaitu senantiasa melakukan pekerjaan yang terbaik.
6) Citizenship yaitu melakukan hal yang benar bagi perusahaan, masyarakat
dan sesama.

3.4 Struktur Organisasi

PT Coca cola Bottling Indonesia dipimpin oleh seorang Plant Manager


yang memiliki tanggung jawab penuh atas pengendalian operasi di setiap area.
Seorang Plant Manager bekerja sama dengan bagian-bagian lain yaitu Sekretaris,
Production Head Manager, Preform Manufacturing Manager, Quality Assurance
(QA) Manager, Quality Maagement System (QMS) Manager, Inventory
Management Manager, Warehouse & Transportation Manager, dan DOP
Manager. Lampiran 1 menunjukan struktur organisasi PT Coca Cola Cibitung
Indonesia.

3.5 Ketenagakerjaan

Tenaga kerja PT Coca cola Bottling Indonesia, Cibitung-Bekasi terbagi


menjadi dua golongan yaitu tenaga kerja tetap dan tenaga kerja kontrak. Waktu
kerja PT Coca cola Bottling Indonesia, Cibitung-Bekasi terbagi menjadi dua yaitu,
non shift untuk staff dengan waktu kerja pukul 08.00-17.00 WIB, sedangkan
untuk non-staff terbagi menjadi tiga shift yang masing-masing mendapat 8 jam
kerja, yaitu :
Shift 1 : Pukul 07.00-15.00 WIB
Shift 2 : Pukul 15.00-23.00 WIB
Shift 3 : Pukul 23.00-07.00 WIB

3.6 Kegiatan Produksi

Produk minuman yang dihasilkan oleh PT CCBI dibagi menjadi dua jenis
yaitu carbonated beverage (minuman berkarbonasi) seperti minuman bersoda dan
non carbonated beverage (minuman tidak berkarbonasi) merupakan minuman
yang tidak mengandung soda. Berikut ini merupakan produk carbonated
beverage dan non carbonated beverage :
7

1. Carbonated Beverage (Minuman Berkarbonasi)


Produk minuman yang dihasilkan yaitu, Coca cola, Fanta, Sprite, Diet Coke,
A & W.
2. Non Carbonated Beverage (Minuman Tidak Berkarbonasi)
Produk minuman yang dihasilkan yaitu, Frestea, Powerade, Minute Maid
Pulpy, Ades. Masing-masing minuman tersebut dilakukan pada line produksi
yang berbeda-beda.

3.6.1 Line Produksi

Line produksi bertanggung jawab dalam produksi minuman. Terdiri dari 13


line yaitu :
1. Line 1
Mengemas finished syrup dalam BIB (Bag in Box), yang nantinya akan
dicampur dengan air dan CO2 di mesin outlet penjualan produk yang
dihasilkan adalah Sirup Coca cola, Sirup Fanta Blueberry, Sirup Fanta
Strawberry, Sirup Sprite, dan Frestea dalam ukuran 10 dan 20 liter.
2. Line 2
Memproduksi minuman CSD (Carbonated Soft Drink) kemasan PET yaitu :
Fanta Royal Orange, Fanta Strawberry, dan Sprite dalam kemasan ukuran 250
ml, 425, 1000 ml.
3. Line 3
Memproduksi minuman CSD (Carbonated Soft Drink) kemasan can yaitu :
Sprite, Coca cola, Coca cola Zero, Diet Coke, Fanta Grape, Fanta Orange,
Fanta Royal Mix Fruit, Fanta Strawberry, Schweppes Ginger Ale, Schweppes
Soda Water, Schweppes Tonic Water dalam kemasan kaleng 330 ml.
4. Line 4
Memproduksi minuman NCB (Non-Carbonated Beverage) kemasan PET
yaitu : Minute Maid Pulpy dengan rasa Orange, Tropical, Orange-Mango dan
Aloe Vera dalam kemasan PET 350 ml.
5. Line 5
Memproduksi minuman CSD (Carbonated Soft Drink) kemasan slim can
yaitu : Coca cola, Coca cola Zero, Fanta Strawberry, Fanta Royal Mix Fruit,
Fanta Orange, Fanta Soda Water, Fanta Strawberry, Sprite, dalam kemasan
kaleng 250 ml.
6. Line 6
Memproduksi minuman NCB (Non-Carbonated Beverage) kemasan PET
yaitu : Minute Maid Pulpy Orange-Mango, Tropical dalam kemasan PET 350
ml dan 1000 ml.
7. Line 7
Memproduksi Air Mineral ADES dalam kemasan PET 350 ml, 600 ml,
1500 ml.
8. Line 8
Memproduksi minuman CSD (Carbonated Soft Drink) dan NCB (Non-
Carbonated Beverage) kemasan RGB yaitu : Coca cola, Fanta Strawberry,
Fanta Mix Fruit, dan Sprite dalam kemasan RGB (Returnable Glass Bottle)
ukuran 200 ml, serta minuman Frestea rasa Melati dalam kemasan RGB
(Returnable Glass Bottle) ukuran 220 ml.
8

9. Line 9
Memproduksi minuman CSD (Carbonated Soft Drink) kemasan PET
yaitu : Coca cola, Coca cola Zero, Fanta Strawberry, Fanta Orange, Fanta
Royal Mix Fruit, dan Sprite dalam kemasan PET ukuran 1500 ml.
10. Line 10
Memproduksi minuman teh dalam kemasan tetrapack Untuk saat ini line 10
tidak melakukan proses produksi karena sesuai dengan permintaan pasar lebih
banyak permintaan teh dalam kemasan cup.
11. Line 11
Untuk saat ini line 11 tidak melakukan proses produksi karena sesuai
dengan permintaan pasar lebih banyak permintaan teh dalam kemasan cup.
12. Line 12
Memproduksi minuman CSD (Carbonated Soft Drink) kemasan PET
yaitu : Coca cola, Coca cola Zero, Fanta Strawberry, Fanta Orange, Fanta
Royal Mix Fruit, dan Sprite dalam kemasan PET ukuran 1500 ml.
13. Line 13
Memproduksi minuman teh dalam kemasan Cup Frestea rasa Melati dalam
ukuran 300 ml.

3.7 Proses Produksi Minuman Karbonasi kemasan RGB

Proses pengolahan minuman karbonasi merupakan proses pengolahan


dengan bahan baku treated water, finish syrup dan CO2, yang dikemas dalam botol
kaca. Tahapan proses pengolahan minuman berkarbonasi, antara lain :

1. Depalletizer
Depalletizer merupakan proses penempatan krat berisi botol kaca kotor
yang berjalan di atas case conveyor.

2. Uncasing
Uncasing merupakan proses pengambilan dan permindahan botol –botol
yang berada dalam krat ke conveyor untuk dibawa ke bottle washer. Sementara
itu krat-krat kosong terus dibawa oleh conveyor menuju case washer.

3. Preinspection
Preinspection merupakan proses pemeriksaan awal botol – botol untuk
menentukan apakah botol tersebut memenuhi syarat untuk dicuci atau tidak
sebelum botol sampai ke bottle washer.

4. Bottle washing
Pada proses pencucian ini, botol – botol dari preinspection masuk ke dalam
bottle washer. Dalam mesin ini, botol dicuci dengan sistem penyemprotan
dengan caustic sehingga dihasilkan botol yang bersih.

.
9

5. Empty bottle inspection


Pada proses ini, botol – botol yang sudah bersih akan dilakukan
pemeriksaan kembali untuk menentukan apakah botol tersebut memenuhi
syarat untuk digunakan sebagai pengemas atau tidak. Pemeriksaan botol ini
dilakukan secara visual dan menggunakan sinar radiasi.

6. Mixing
Mixing merupakan proses pencampuran antara finish sirup, CO 2 dan treated
water.

7. Filling
Filling merupakan proses pengisian minuman berkarbonasi ke dalam botol
secara otomatis sesuai dengan volume yang dikehendaki.

8. Crowning
Crowning merupakan proses menutup botol dengan crown (tutup botol)
menggunakan mesin crowner. Crowner adalah mesin penutup botol yang
bekerja secara otomatis sesuai dengan kecepatan mesin pembotolan. Sebelum
crown masuk ke mesin crowner, terlebih dahulu diberikan sinar UV untuk
membersihkan debu dan membunuh mikroba yang terdapat pada tutup botol.

9. Date Coding
Date Coding merupakan proses pemberian kode pada setiap botol. Kode
berupa waktu proses produksi, tempat pembuatan, line yang digunakan untuk
pengemasan serta batas waktu kelayakan produk tersebut untuk dikonsumsi
(kadaluarsa).

10. Full inspection


Botol – botol yang telah dilakukan coding kemudian dibawa conveyor
melewati bagian pemeriksaan produk akhir untuk menentukan apakah produk
tersebut layak untuk dijual atau tidak.

11. Case Packing


Setelah dilakukan proses pemeriksaan, produk tersebut akan terus
digerakkan oleh conveyor menuju tempat casing. Casing adalah pemindahan
botol berisi minuman dari conveyor ke dalam krat.

12. Palletizing
Palletizing merupakan proses penempatan krat - krat yang telah terisi penuh
oleh botol – botol minuman pada pallet untuk memudahkan proses
pengangkutan oleh forklift menuju gudang penyimpanan sebelum
didistribusikan.
10

Gambar 1 Diagram alir proses produksi minuman karbonasi kemasan RGB

Krat dan botol

Depaletizer

Uncasing

Preinspection

Botlle washing Treated water

Empty
bottle Dearation Tank
inspector
Finish Syrup
Mixing

Filling CO2

Crown Crowning

Date coding

Full inspection

Case packing

Palletizing

Minuman botol dalam krat

Sumber: PT Coca cola Bottling Indonesia 2015


11

3.8 Gambaran Unit K3


di PT. Coca Cola Bottling Indonesia, Cibitung-Bekasi

Struktur organisasi di PT Coca Cola Bottling Indonesia, Cibitung-Bekasi


dipimpin oleh seorang manager perusahaan (Tehnical Operational manager/Plant
Manager) dan terdiri dari beberapa unit departemen. Unit OHS (Occupational
Health and Safety) berada di bawah depatemen HR (Human Resource). Unit OHS
terdiri dari dua orang, yaitu OHS manager dan OHS Officer. PT Coca Cola
Bottling Indonesia, Cibitung-Bekasi memiliki 10 golden rules yang dibuat oleh
Occupational Health & Safety National Office tahun 2009 yang berlaku untuk
karyawan, kontraktor dan pengunjung, antara lain :
1. Identifikasi bahaya, berjalanlah di jalur pejalan kaki. Gunakan tanda
pengenal dan APD.
2. Sebagai pengawas, pastikan orang memiliki kemampuan melakukan
pekerjaan yang dibuktikan dengan adanya sertifikat pelatihan atau
sertifikat yang dipersyaratkan peraturan.
3. Mengemudi kendaraan secara selamat.
4. Bekerja diposisi jatuh dari ketinggian 1,8 meter atau lebih gunakan
peralatan perlindungan jatuh (fall protection).
5. Bagian mesin yang bergerak, harus diisolasi dan dikunci/ diberi label
(locked/tagged out).
6. Masuk ruang terbatas harus dengan izin memasuki ruang terbatas
(confined space entry permit).
7. Bekerja dengan potensi kebakaran, harus memiliki izin Hot work.
8. DILARANG memindahkan/ mematikan perangkat keselamatan
pelindung mesin tanpa izin.
9. Peralatan listrik harus dipastikan dalam kondisi aman.
10. Anda diperbolehkan mengangkat atau menahan beban jika anda paham
bahwa aman untuk melakukanya.

Jika seseorang tidak bisa memenuhi Golden Rules, maka pekerjaan TIDAK
boleh dilaksanakan.

Gambar 3 Golden Rules PT Coca Cola Bottling Indonesia


Sumber: PT Coca Cola Bottling Indonesia 2015
12

4. BAHAYA (HAZARD) DAN RISIKO (RISK)

4.1 Definisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah sarana utama untuk mencegah


kecelakaan kerja, baik kecelakaan yang mengakibatkan kerugian yang bersifat
langsung ataupun tidak langsung. Adapun kecelakaan yang bersifat langsung
dapat berupa luka ringan (memar, lecet, pendarahan ringan, dan lain-lain) ataupun
luka berat (luka terbuka, putus jari, pendarahan berat dan lain-lain) dan kematian
sedangkan kerugian yang bersifat tidak langsung dapat berupa kerusakan mesin,
proses produksi terhenti, kerusakan pada lingkungan dan biaya yang cukup besar
yang harus dikeluarkan perusahaan akibat dari kecelakaan kerja. (Suma`mur
1981).
Pengertian K3 menurut undang-undang No.1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja adalah upaya dan pemikiran dalam menjamin keutuhan dan
kesempurnaan jasmani dan rohani manusia pada umumnya dan pekerja pada
khususnya dalam rangka menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan
pancasila.

4.2 Kecelakaan Kerja Akibat Unsafe Action dan Unsafe Condition

Kecelakaan menurut Suma`mur (1999) kejadian yang tak terduga dan tidak
diharapkan. Tak terduga, oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur
kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Tidak diharapkan oleh karena
peristiwa kecelakaan disertai kerugian material ataupun penderitaan yang paling
ringan sampai kepada yang paling berat. Sedangkan kecelakaan akibat kerja
adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja atau sedang melakukan
pekerjaan di suatu tempat kerja. Kadang-kadang kecelakaan kerja diperluas ruang
lingkupnya, sehingga meliputi juga kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang
terjadi pada saat perjalanan atau transport ke dan dari tempat kerja. (Suma`mur
1981).
Pada dasarnya kecelakaan disebabkan oleh dua hal yaitu tindakan yang tidak
aman Unsafe action dan kondisi yang tidak aman Unsafe condition. Data
kecelakaan didapatkan 85% sebab kecelakaan adalah faktor manusia, oleh karena
itu sumber daya manusia dalam hal ini memegang peranan penting dalam
penciptaan K3. Tenaga kerja yang mau membiasakan dirinya dalam keadaan
aman dan melakukan pekerjaan dengan aman akan sangat membantu dalam
memperkecil angka kecelakaan kerja (Suma`mur, 1999).
a. Unsafe Action (Tindakan tidak aman)
Unsafe action adalah suatu tindakan yang memicu terjadinya suatu
kecelakaan kerja. Contohnya adalah lalai menggunakan alat pelindung
perorangan, merokok di tempat yang rawan terjadi kebakaran, tidak
13

mematuhi peraturan dan larangan K3, mengoperasikan mesin/alat tanpa


izin,lalai mengingatkan, lalai mengamankan, mengoperasikan dengan
kecepatan tidak sesuai, membuat alat pengaman tidak berfungsi, melepas alat
pengaman, memakai peralatan yang rusak, memakai peralatan dengan tidak
semestinya, bercanda/ bersenda gurau saat bekerja, sedang dalam pengaruh
alkohol/obat-obatan dan lain-lain. Tindakan ini bisa berbahaya dan
menyebabkan terjadinya kecelakaan. Kecelakaan kerja tersebut mungkin
dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut :
 Kurangnya pengetahuan dan keterampilan
 Ketidakmampuan untuk bekerja secara normal
 Ketidakfungsian tubuh karena cacat yang tidak Nampak
 Kelelahan dan kejenuhan
 Sikap dan tingkah laku yang tidak aman
 Kebingungan dan stress
 Belum menguasai
 Penurunan konsentrasi
 Sikap masa bodoh
 Kurang adanya motivasi kerja
 Kurang adanya kepuasan kerja
 Sikap kecenderungan melukai diri sendiri

b. Unsafe Condition (Kondisi tidak aman)


Unsafe condition berkaitan erat dengan kondisi lingkungan kerja yang
dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan. Banyak ditemui bahwa penyebab
terciptanya kondisi yang tidak aman ini karena kurang ergonomik.
Lingkungan dalam artian luas dapat diartikan tidak hanya lingkungan fisik,
tetapi juga faktor-faktor yang berkaitan dengan penyediaan fasilitas,
pengalaman manusia yang lalu maupun sesaat sebelum bertugas pengaturan
organisasi kerja, hubungan sesama pekerja, kondisi ekonomi dan politik yang
bisa menganggu konsentrasi unsafe condition ini contohnya adalah lantai
yang licin, tangga rusak, ventilasi kurang, pencahayaan kurang, terlalu
bising,tempat kerja/gerakan terbatas, tidak cukup sistem peringatan, buruknya
housekeeping, lingkungan berbahaya, paparan radiasi, paparan temperatur
ekstrim dan lain-lain.

Gambar 4 Pecahan botol beling di Gambar 5 Tidak ada sign “Wet Floor”
jalur pedestrian
Sumber: PT. Coca cola Bottling Indonesia 2015
14

4.3 Klasifikasi Kecelakaan

Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut organisasi perburuhan


internasional tahun 1962 dalam (Suma`mur 1981) adalah sebagai berikut:
1. Klasifikasi Menurut Jenis Kecelakaan:
a. Terjatuh
b. Tertimpa benda jatuh
c. Tertumbuk atau terkena benda-benda
d. Terjepit oleh benda
e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
f. Pengaruh suhu tinggi
g. Terkena arus listrik
h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi.
Jenis-jenis lain, termasuk kecelakaan-kecelakaan yang datanya tidak cukup
atau kecelakaan-kecelakan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut.
2. Klasifikasi menurut penyebab:
a. Mesin
b. Alat angkut atau alat angkat
c. Peralatan lain
d. Bahan-bahan, zat-zat radiasi
e. Lingkungan kerja
f. Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan tersebut
g. Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan tersebut
atau data tak memadai.
3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan:
a. Patah tulang
b. Dislokasi atau keseleo
c. Regang otot atau urat
d. Memar dan luka dalam yang lain
e. Amputansi
f. Luka-luka lain
g. Luka di permukaan
h. Gegar dan remuk
i. Luka bakar
j. Keracunan-keracunan mendadak (akut)
k. Akibat cuaca, dan lain-lain
l. Mati lemas
m. Pengaruh arus listrik
n. Pengaruh radiasi
o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya
4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh
a. Kepala
b. Leher
c. Badan
d. Anggota atas
e. Anggota bawah
f. Banyak tempat
15

g. Kelainan umum
h. Letak lain yang tidak dapat dimasukkan klasifikasi tersebut

4.4 Definisi Bahaya

Bahaya atau hazard merupakan segala hal atau sesuatu yang mempunyai
kemungkinan mengakibatkan kerugian baik pada harta benda, lingkungan,
maupun manusia (Budiono 2003). Menurut (Suardi 2005), bahaya adalah sesuatu
yang berpotensi menjadi penyebab kerusakan. Ini dapat mencakup substansi,
proses kerja dan aspek lainnya dari lingkungan kerja.
Berdasarkan kelompoknya, bahaya dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Bahaya Keselamatan (Safety Hazard)
Bahaya keselamatan (safety hazard) fokus pada keselamatan manusia yang
terlibat dalam proses, peralatan, dan teknologi. Dampak safety hazard bersifat
akut, konsekuensi tinggi, dan probabilitas untuk terjadi rendah. Bahaya
keselamatan (safety hazard) dapat menimbulkan dampak cidera, kebakaran, dan
segala kondisi yang dapat menyebabkan kecelakaan di tempat kerja. Jenis-jenis
safety hazard, antara lain:
a. Mechanical Hazard, bahaya yang terdapat pada benda atau proses yang
bergerak yang dapat menimbulkan dampak, seperti terusuk, terpotong,
terjepit, tergores, terbentur, dan lain-lain
b. Electrical Hazard, merupakan bahaya yang berasal dari arus listrik,
merupakan bahaya yang berasal dari arus listrik.
c. Chemical hazard, bahaya bahan kimia baik dalam bentuk gas, cair, dan
padat yang mempunyai sifat mudah terbakar, mudah meledak, dan korosif.
2. Bahya Kesehatan (Health Hazard)
Bahaya kesehatan (health hazard) fokus pada kesehatan manusia. Dampak
health hazard bersifat kronis, konsekuensi rendah, bersifat terus-menerus, dan
probabilitas untuk terjadi tinggi. Jenis-jenis health hazard, antara lain:
a. Physical Hazard, berupa energi seperti kebisingan, radiasi, pencahayaan,
temperature ekstrim, getaran, dan lain-lain.
b. Chemical Hazard, berupa bahan kimia baik dalam bentuk gas, cair, dan
padat yang mempunyai sifat toksik, beracun iritan, dan patologik.
c. Biological Hazard, bahaya dari mikroorganisme, khususnya yang
pathogen yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
d. Ergonomi, merupakan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan sebagai kesehatan ketidaksesuaian desain kerja dengan
pekerja.
16

Gambar 6 Jenis-jenis bahaya


Sumber : Dokumen pribadi

4.5 Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui potensi


bahaya yang ada di lingkungan kerja. Dengan mengetahui sifat dan karakteristik
bahaya, kita dapat lebih berhati-hati, waspada, dan melakukan langkah-langkah
pengamanan agar tidak terjadi kecelakaan. Namun demikian, tidak semua bahaya
dapat dikenali dengan mudah. Hasil identifikasi bahaya merupakan masukan
utama dalam menyusun rencana kerja untuk mengendalikan dan mencegah
kejadian yang tidak diinginkan dari keberadaan bahaya tersebut. Banyak teknik
yang dapat digunakan untuk melakukan identifikasi bahaya, antara lain:
 Data Kejadian
Dari suatu kecelakaan atau kejadian akan diperoleh informasi penting
mengenai adanya suatu bahaya. dari kejadian tersebut dapat digali informasi
yang lebih mendalam mengenai bahaya apa saja yang terdapat di lingkungan
kerja. Misalnya ada orang hampir celaka akibat genangan air di lantai. Dari
kejadian ini dapat digali lebih dalam, kemungkinan adanya kondisi tidak
aman, seperti pipa yang bocor, penerangan kurang baik, rambu-rambu tidak
tersedia, dan lainnya.
 Daftar Periksa
Identifikasi bahaya dapat dilakukan dengan membuat suatu daftar periksa
tempat kerja (check list). Melalui daftar periksa dapat dilakukan pemeriksaan
terhadap seluruh kondisi di lingkungan kerja, seperti mesin, penerangan,
kebersihan, penyimpanan material, dan lainnya. daftar periksa dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan, kondisi, sifat kegiatan, dan jenis bahaya yang
dominan.
 Brainstorming
Teknik ini paling banyak digunakan oleh praktisi K3 yang mengembangkan
sistem manajemen K3. Teknik brainstorming dilakukan dalam suatu
kelompok atau tim di tempat kerja. Tim ini dapat berasal dari suatu bidang
atau departemen, tetapi dapat juga bersifat lintas fungsi. Pertemuan kelompok
ini membahsa kondisi tempat kerja. Setiap anggota kelompok dapat
mengemukakan pendapat atau temuannya mengenai bahaya yang ada di
lingkungan masing-masing.
17

 What if Analysis
Teknik what if merupakan teknik identifikasi rangkaian faktor penyebab
dengan berbagai asumsi. Sebagai contoh:
What if………jika pompa tiba-tiba mati.
What if………jika alat pengaman tidak berfungsi
What if………Jika drum penyimpanan bahan kimia tiba-tiba bocor.
 Hazops (Hazards and Operability study)
Hazops merupakan teknik identifikasi bahaya yang lebih detail pada desain
dan operasi. Hazops dilakukan dalam bentuk tim dengan menggunakan kata
bantu (guide word) yang dikombinasikan dengan parameter yang ada dalam
proses seperti level, suhu, tekanan, aliran, dan lainnya. Kata bantu yang
digunakan, antara lain More, No, Low, Less, High, dan lainnya.
Contoh: Kata bantu More dapat dikombinasikan dengan parameter aliran
(flow) akan menjadi More Flow, No Flow, Less Flow, atau Reserve Flow.
Dengan menggunakan kata bantu ini maka dapat diidentifikasi potensi bahaya
apa saja yang dapat terjadi dalam suatu proses.
 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
Teknik ini merupakan suatu teknik identifikasi bahaya yang digunakan pada
kegagalan peralatan atau sistem. Teknik ini mengidentifikasi apa saja
kemungkinan kegagalan yang dapat terjadi serta dampak yang mungkin
ditimbulkannya. Dengan demikian, perusahaan dapat melakukan upaya
pengendalian dan pengamanan yang tepat. Sebagai contoh, FMEA dapat
dilakukan untuk mengidentifikasi bahaya pada suatu turbin gas, kompresor,
alat kontrol, dan katup pengaman.
 Analisis Keselamatan Pekerjaan (JSA)
Analisis pekerjaan (Task Analysis) digunakan untuk mengidentifikasi bahaya
yang berkaitan dengan pekerjaan atau suatu tugas. Misalnya, bahaya dalam
aktivitas operator pabrik, tukang las, operator alat berat, dan lainnya.

Tabel 1. Analisis bahaya area produksi kemasan RGB

Gambar Corrective
Unsafe Condition
Action
Mesin kipas motor Mohon mesin kipas
conveyor line RGB motor conveyor
kondisi tanpa cover, dilengkapi cover
potensi bahaya bagi agar aman.
pekerja.

Terdapat connecting pipe Mohon connecting


saluran pembuangan air pipe saluran air
panas kondisi patah, air panas yang patah
panas bisa nyiprat ke segera diperbaiki/
pekerja, lokasi Sebelah dilas.
kanan Washer line RGB.
18

Terdapat kabel listrik Mohon dilakukan


kondisi berantakan (tidak perapihan kabel
tertib), seharusnya kabel listrik tersebut ,
tersebut masuk cable tray, masuk dalam cable
potensi bahaya bagi tray agar aman dan
pekerja, lokasi samping tertib.
kiri machine uncasher line
RGB.

Krat botol yang disusun Mohon disusun


terlalu tinggi di sebelah jangan terlalu
jalur pedestrian, potensi tinggi agar aman.
bahaya tertimpa bagi
pekerja.

Pecahan botol beling di Mohonsegera


jalur pedestrian, potensi dibersihkan dan
bahaya tergores bagi tidak dibiarkan
pekerja. agar aman.

Jalur pedestrian tertutup Mohon produk agar


produk, sehingga pekerja tidak diletakan
tidak bisa lewat. dijalur pedestrian.

Mesin Filling tidak Mohon dipasang


dilengkapi sign “awas sign “awas bahaya
bahaya terjepit” . terjepit”.

Lantai area produksi licin Mohon segera dipel


karena proses CIP, potesi dan sebaiknya ada
bahaya terpeleset bagi pipa saluran untuk
pekerja. pembuanagan air
proses CIP.

Pembersihan lantai Mohon dipasang


dilakukan saat produksi sign “wet floor”
berjalan, potensi bahaya
terpeleset bagi pekerja
19

4.6 Definisi Resiko

Resiko adalah suatu kemungkinan terjadinya kecelakaan atau kerugian pada


periode tertentu atau siklus operasi tertentu (Tarwaka 2008). Tergantung dari cara
pengelolaanya, tingkat resiko mungkin berbeda dari tingkat yang ringan atau
rendah sampai ke tahap yang paling berat atau tinggi (Budiono 2003).
Resiko diukur dalam kaitanya dengan kecenderungan terjadinya suatu
kejadian dan konsekuensi atau akibat yang dapat ditimbulkannya. Dari definisi
tersebut maka diperoleh pengertian bahwa suatu resiko diperhitungkan menurut
kemungkinan terjadinya suatu kejadian serta konsekuensi yang menimbulkan
cedera atau sakit karena adanya penampakan suatu bahaya. Faktor yang harus
diperhitungkan agar risiko dapat dihindari yaitu severity/keparahan,
frekuensi/peluang, intensitas, waktu. Tidak selamanya resiko diartikan sebagai
sesuatu yang negatif. Contohnya adalah seseorang harus berani mengambil resiko
untuk melakukan suatu perubahan.

Gambar 7 Risiko akibat tidak menggunakan APD Sarung tangan


Sumber: www. Wikipedia.com

4.7 Penilaian Resiko

Dampak kerugian finansial akibat perstiwa kecelakaan kerja, gangguan


kesehatan atau sakit akibat kerja, kerusakan atau kerugian asset produksi, biaya
premi asuransi, moral kerja dan sebagainya sangat mempengaruhi produktivitas
dan keuntungan perusahaan. Melalui analisis dan penilaian potensi bahaya dan
resiko, diupayakan tindakan mengeliminasi atau pengendalian agar tidak menjadi
bencana atau kerugian.
Setelah diketahui berbagai potensi bahaya yang ada di lingkungan pekerjaan
selanjutnya perlu diadakan penilaian resiko tersebut untuk menentukan tindakan
pengendalian sesuai prioritas apakah resiko tersebut cukup besar dan memerlukan
pengendalian langsung atau dapat ditunda. Penilaian resiko pada hakikatnya
merupakan proses untuk menentukan pengaruh atau akibat pemaparan potensi
bahaya yang dilaksanakan melalui peluang, tahap atau langkah yang
berkesinambungan. Peluang adalah kemungkinan terjadinya suatu kecelakaan /
kerugian ketika terpapar dengan suatu bahaya, seperti peluang orang jatuh ketika
melewati lantai licin, peluang pekerja terjepit mesin saat mengoperasikan mesin,
peluang terkena pecahan beling saat proses produksi. Akibat yaitu tingkat
20

keparahan/ kerugian yang mungkin terjadi dari suatu kecelakaan / loss akibat
bahaya yang ada. Hal ini bisa terkait dengan manusia, properti, lingkungan,dll.
Contoh tingkat keparahan pada manusia: kematian, cacat, perawatan medis, first
aid (P3K). Pemaparan merupakan Frekuensi atau durasi seseorang terpapar
dengan suatu sumber bahaya. Parameter pemaparan ini biasanya dinyatakan
dalam jangka waktu atau periode tertentu, misalnya: Terus menerus / kontinyu
(beberapa kali dalam sehari), seringkali (sekali dalam sehari), kadang-kadang
(sekali seminggu/sekali sebulan), Jarang (sekali dalam setahun atau beberapa
tahun). Agar hasil penilaian bersifat obyektif, diperlukan pengumpulan informasi
sebelum menilai suatu kegiatan.
 Informasi kegiatan (jangka waktu, frekuensi, lokasi dan pelaku
 Ada pengukuran pengendalian risiko
 Peralatan/mesin yang dipakai selama kegiatan
 Material bekas dan asal usulnya
 Data statistik kecelakaan/penyakit akibat kerja (internal atau eksternal)
 Hasil studi, survei/monitor
 Literatur/referensi
 Perbandingan dengan industri atau perusahaan lain dalam bidang usaha
yang sama
 Hasil penilaian spesialis/tenaga ahli, dll

Penilaian resiko dapat dilakukan dengan komponen yang ada diatas dengan
cara mengalikan hasil angka yang didapat dari probability, severity dan frequency.
Berdasarkan matrik rangking tersebut kita dapat mengidentifikasi atau
menentukan tindakan yang akan dilakukan terhadap setiap risiko. Ketentuan
tindak lanjutnya sebagai berikut :
a. Risiko rendah atau Low Risk
Pengendalian tambahan tidak diperlukan. Hal yang perlu diperhatikan adalah
jalan keluar yang lebih menghemat biaya atau peningkatan yang tidak
memerlukan biaya tambahan besar. Pemantauan diperlakukan untuk
memastikan bahwa pengendalian dipelihara dan diterapkan dengan baik dan
benar. Perlu tindakan untuk mengurangi risiko, tetapi biaya pencegahan yang
diperlukan perlu diperhitungkan dengan teliti dan dibatasi. Pengukuran
pengurangan risiko perlu diterapkan dengan baik dan benar.
b. Risiko sedang atau Medium
Pekerjaan tidak dilaksanakan sampai resiko telah direduksi. Perlu
dipertimbangkan sumber daya yang akan dialokasikan untuk mereduksi
risiko. Bilamana risiko ada dalam pelaksanaan pekerjaan, maka tindakan
segera dilakukan.
c. Risiko tinggi atau High
Pekerjaan tidak dilaksanakan atau dilanjutkan sampai risiko telah direduksi.
Jika tidak memungkinkan untuk mereduksi resiko dengan sumber daya yang
terbatas, maka pekerjaan tidak dapat dilaksanakan.
21

4.8 Pengertian JSA

Menurut (Soeripto 1997), Job safety Analysis (JSA) adalah suatu cara yang
digunakan untuk memeriksa metode kerja dan menentukan bahaya yang
sebelumnya telah diabaikan dalam merencanakan prabik atau gedung dan didalam
rancang bangunan mesin-mesin, alat-alat kerja, material, lingkungan tempat kerja,
dan proses.
Terdapat 4 langkah dalam membuat JSA:
1. Memilih (menyeleksi) pekerjaan yang akan dianalisis.
Pekerjan tidak dapat dipilih secara acak, pekerjaan dengan pengalaman
kecelakaan terburuk seharusnya dianalisis terlebih dahulu. Dalam memilih
pekerjaan untuk dianalisis dan dalam menyusun tata cara analisis,
pengawasan utama yang harus diikuti sebuah departemen adalah:
a) Banyaknya kecelakaan yang terjadi dalam sebuah pekerjaan.
b) Kecelakaan yang menghasilkan luka berat.
c) Kecelakaan yang menghasilkan luka cacat.
d) Pekerjaan baru dengan perubahan didalam peralatan kerja atau proses.
2. Membagi pekerjaan ke dalam beberapa langkah atau kegiatan.
Sebelum penelitian terhadap bahaya dimulai, pekerjaan harus dibagi
kedalam beberapa langkah yang menggambarkan apa yang telah selesai
dikerjakan untuk menghindari dua kesalahan umum:
a) Membagi pekerjaan menjadi terlalu rinci yang seharusnya tidak perlu
menghasilkan sejumlah banyak langkah.
b) Membuat rincian kerja yang terlalu umum, sehingga langkah dasar tidak
tertulis.
3. Melakukan identifikasi terhadap bahaya-bahaya dan kecelakaan yang
potensial.
4. Mengembangkan prosedur kerja yang aman untuk menghilangkan bahaya-
bahaya dan mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan.
Mengembangkan suatu prosedur kerja yang aman dianjurkan untuk :
a) Mencegah timbulnya kecelakaan.
b) Mencari data baru untuk melakuakan pekerjaan itu.
c) Merubah kondisi fisik yang menimbulkan resiko/bahaya.
d) Menghilangkan bahaya-bahaya yang masih ada.
e) Mengurangi frekuensi melakukan tugas.

4.9 Pengendalian Resiko

Pengendalian resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilakukan


melalui:
 Identifikasi potensi bahaya dengan mempertimbangkan
1. Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya;
2. Jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat terjadi.
22

 Penilaian resiko untuk menetapkan besar kecilnya suatu resiko yang telah
diidentifikasi sehingga digunakan untuk menentukan prioritas pengendalian
terhadap tingkat resiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Didasarkan atas
hasil penilaian risiko, selanjutnya ditetapkan apakah risiko tersebut dapat
diterima oleh perusahaan. Jika risiko dimaksud adalah risiko yang tidak dapat
diterima, maka perusahaan harus menentukan pengendalian risiko lanjutan
hingga dicapai tingkat risiko terendah. Ketika tingkat risiko yang dapat
diterima telah tercapai, perusahaan harus menjamin monitoring secara terus
menerus.
Menurut PP Nomor 50 Tahun 2012 tentang sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja, pengendalian bahaya kecelakaan dan penyakit akibat kerja
dilakukan dengan berbagai macam metode, yaitu:
a. Pengendalian teknis atau rekayasa yang meliputi eliminasi, subtitusi,
isolasi, ventilasi, meminimalisir, hygiene dan sanitasi (engineering
control).
b. Pendidikan dan pelatihan.
c. Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus,
insentif, penghargaan, dan motivasi diri.
d. Evaluasi melalui internal audit.
e. Penegakan hukum.
Sedangkan untuk pengendalian bahaya kecelakaan sesuai dengan OSHAS
18001:2007 klausul 4.3.1 tentang identification hazard risk assessment and
determinant control meliputi :
1. Eliminasi
Eliminasi adalah teknik pengendalian dengana menghilangkan sumber
bahaya, misalnya lubang di jalan ditutup, ceceran minyak di lantai
dibersihkan, atau mesin yang bising dimatikan. cara ini sangat efektif karena
sumber bahaya dieliminasi sehingga potensi resiko dapat dihilangkan. Karena
itu teknik ini menjadi pilihan utama dalam hirarki pengendalian resiko.
2. Subtitusi
Subtitusi adalah teknik pengendalian bahaya dengan mengganti alat, bahan,
sistem, atau prosedur yang berbahaya dengan yang lebih aman atau yang
lebih rendah bahayanya. Teknik ini banyak digunakan, misalnya bahan kimia
berbahaya dalam proses produksi diganti dengan bahan kimia lain yang lebih
aman.
3. Pengendalian teknis
Sumber bahaya biasanya dari peralatan atau sarana teknis yang ada di
lingkungan kerja. karena itu, pengendalian bahaya dapat dilakukan melalui
perbaikan pada desain, penambahan peralatan, dan pemasangan peralatan
pengaman. Sebagai contoh, mesin yang bising dapat diperbaiki secara teknis
dengan memasang peredam suara sehingga tingkat kebisingan dapat ditekan,
bahaya pada mesin dapat dikurangi dengan memasang pagar pengaman atau
sistem interlock.
4. Administrative control
Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada interaksi pekerja
dengan lingkungan kerja.
a. Rotasi kerja
b. Pelatihan
23

c. Pengembangan standar kerja (SOP)


d. Sift kerja
e. Housekeeping
5. Personal Protective Equipment (APD)
PPE (Alat Pelindung Diri) merupakan alat atau sarana yang digunakan oleh
pekerja dengan tujuan untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuh pekerja
pada saat melaksanakan pekerjaan dari kemungkinan terkena bahaya yang
melebihi batas yang diperbolehkan. Penggunaan APD ini disarankan dapat
digunakan bersamaan dengan penggunaan alat pengendali lainnya. Dengan
demikian perlindungan keamanan dan kesehatan perorangan akan lebih
efektif.
a. Pelindung kepala : safety helmet dari berbagai bahan.
b. Pelindung mata : Safety lass dari berbagai bahan.
c. Pelindung wajah : Face shield.
d. Pelindung tangan : Safety gloves dari berbagai jenis.
e. Pelindung alat pernafasan : respirator atau masker khusus.
f. Pelindung telinga : tutup telinga atau sumber telinga.
g. Pelindung tubuh : pakaian kerja dari berbagai bahan.

4.10 Pemantuan Dan Tinjauan Ulang

Jika metode pengendalian sudah dipilih, maka suatu program pemeliharaan,


monitoring dan tinjauan ulang harus dilakukan. Sedangakan tinjauan ulang
bertujuan melakukan investigasi secara berkala terhadap situasi terkini. Menurut
Australian Standard/ New Zealand Standard 4360 : 2004, pemantauan dan
tinjauan ulang perlu dilakukan untuk memonitor efektifitas seluruh tahapan proses
manajemen resiko. Hal ini penting untuk perbaikan berkelanjutan. Resiko dan
efektifitas pengendalian resiko perlu dimonitor untuk meyakinkan bahwa
perubahan situasi tidak mengubah prioritas resiko. Sejumlah metode monitoring
dapat digunakan untuk mengurangi bahaya dan risiko :
 Inspeksi
 Monitoring kesehatan
 Monitoring lingkungan
 Audit
 Observasi supervisor
 Memelihara ukuran-ukuran pengendalian untuk memastikan bahwa semua
berjalan sesuai standar dan limit

5. IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN, DAN


PENGENDALIAN RISIKO AREA
PRODUKSI KARBONASI RGB DI PT COCA COLA
BOTTLING INDONESIA
24

5.1 Penerapan Sistem Identifikasi Area Produksi


Minuman Karbonasi Kemasan RGB

1. Bahaya Fisik
Bahaya fisik di area ini adalah bising. Sumber bising di area produksi
berasal dari mesin – mesin proses sehingga pekerja di area produksi memiliki
risiko tinggi terhadap gangguan pendengaran karena bising di area ini >85 db
melebihi NAB.

2. Bahaya Mekanik
 Tergores/Tersayat
Sumber potensi bahaya yang dapat mengakibatkan tergores/tersayat adalah
pecahan botol di area line 8. Pengendalian yang dilakukan untuk mencegah hal ini
dengan menggunakan safety shoes , sarung tangan dotting, dan kacamata safety.
.

Gambar 7 Penggunaan APD saat visual inspection


Sumber: PT Coca cola Bottling Indonesia 2015

 Terjepit
Potensi bahaya terjepit ditimbulkan dari mesin – mesin produksi seperti
konveyor sehingga dilakukan upaya pengendalian yaitu pemasangan machine
safeguarding.

Gambar 6 Machine safeguarding di ruang produksi RGB


25

Sumber: PT Coca cola Bottling Indonesia 2015

 Terpeleset
Sumber potensi bahaya yang dapat mengakibatkan terpeleset adalah kondisi
lantai yang basah dan licin. Kondisi lantai yang basah dan licin dikarenakan
proses pencucian botol dan CIP (Clean In Place) yang menggunakan air sehingga
menggenang di beberapa area dan dapat mengakibatkan terpeleset.

Gambar 7 Kondisi lantai area produksi basah dan licin akibat proses CIP
Sumber: PT Coca cola Bottling Indonesia 2015

 Tertabrak forklift
Proses produksi tidak terlepas dari kegiatan angkat-angkut, untuk itu
perusahaan menyediakaan sarana berupa forklift. Forklift berada di area produksi
untuk mengangkut produk jadi ke gudang serta mengangkut bahan baku ke area
proses sehingga kendaraan ini berpotensi menimbulkan kecelakaan terhadap
tenaga kerja yaitu tertabrak.

Gambar 8 Unloading barang Gambar 9 Jalur Pedestrian


menggunakan forklift (Pejalan kaki)
Sumber: PT Coca cola Bottling Indonesia 2015

3. Bahaya Kimia
 Radiasi
Potensi bahaya radiasi timbul pada proses pengecekan botol. Pekerja yang
kontak langsung dengan sinar radiasi secara terus – menerus akan mengakibatkan
kanker.
26

Gambar 10 Sinar radiasi saat visual inspection


Sumber: PT Coca cola Bottling Indonesia 2015

 Caustic Soda
Penggunaan caustic soda digunakan pada proses pencucian botol. Kontak
dengan caustic soda dapat berpotensi iritasi mata dan kulit jika terpercik/tertetes
dibagian kulit dan mata serta iritasi saluran pernafasan jika terhirup uapnya.

Gambar 11 Penyimpanan caustic soda (NaOH)


Sumber: PT Coca cola Bottling Indonesia 2015
4. Bahaya Ergonomik
Potensi bahaya ergonomik pada proses produksi yaitu manual material
handling. Manual material handling pada proses mengangkat krat botol saat
depalletizer untuk pencucian botol dan saat palletizer untuk mengangkut krat
botol ke gudang serta mengambil botol pada proses inspeksi secara visual. Risiko
dari potensi bahaya ini yaitu MSDs (Musculoskeletal Disorders) seperti low back
pain.

Gambar 12. Posisi tubuh yang salah saat bekerja


Sumber: PT Coca cola Bottling Indonesia 2015
27

Tabel 2 Identifikasi potensi bahaya dan upaya pengendalian di area produksi RGB

Bahaya Penjelasan Konsekuensi Pengendalian


Bahaya fisik Bising Penurunan Earmuff/earplug
Pendengaran/tuli
Bahaya Pecahan botol Tersayat/tergores  Sarung tangan
Meknik kaca/beling dotting
 Safety shoes
 kacamata safety
Mesin bergerak Terjepit  Machine
dan berputar safeguarding
Kondisi lantai Terpeleset Safety shoes
yang basah dan
licin
Lalu lintas Tertabrak forklift Rompi safety
forklift
Bahaya Kimia Radiasi Kanker  Kacamata safety
 Machine
safeguarding
 Terpecik/  Iritasi mata dan  Masker
tertetes kulit  Sarung tangan
caustic soda  Iritasi saluran  Kacamata safety
pada kulit dan pernafasan
mata
 Terhirup uap
caustic soda
Bahaya Mengangkat krat MSDs (Low back Shift kerja
ergonomik botol pain)

5.2 Hazard Analysis Method and Risk Management

Metode analisis bahaya di PT Coca cola Bottling Indonesia, Cibitung –


Bekasi mengunakan metode JSA (Job Safety Analisis). Analisis bahaya dilakukan
dengan mengidentifikasi bahaya setiap kegiatan, penilaian risiko kegiatan serta
upaya pengendalian. Penilaian risiko dilakukan dengan menentukan peluang
timbulnya bahaya dan akibat yang ditimbulkan jika bahaya tersebut terjadi seperti
tertera pada Tabel 2, Kemudian diketahui tingkat resiko kegiatan tersebut
berdasarkan matriks yang tertera pada Tabel 3. Analisis bahaya dengan metode
JSA (Job Safety Analisis) di PT Coca cola Bottling Indonesia, Cibitung-Bekasi
dilakukan oleh kontraktor untuk setiap pekerjaan baru, biasanya JSA diberikan
bersama dengan surat ijin kerja (work permit). Apabila pekerjaan yang akan
dilakukan sama, maka identifikasi bahaya tidak perlu dilakukan. Contoh Form
JSA di PT Coca cola Bottling Indonesia, Cibitung-Bekasi seperti pada Lampiran 3
sedangkan risk management di PT Coca cola Bottling Indonesia, Cibitung-Bekasi
menggunakan metode HIRADC (Hazard Idenification, Risk Assestment dan
Determinant Control). HIRADC dibuat oleh OHS untuk setiap kegiatan baik
28

proses produksi maupun kegiatan lainnya. Penilaian risiko dengan metode


HIRADC menggunakan tabel dan matriks yang sama dengan penilaian risiko
metode JSA. Hanya saja untuk HIRADC, ada penilaian risiko kembali setelah
dilakukan upaya pengendalian.

Tabel 3 Ukuran Kualitatif dari Peluang dan Akibata

Peluang Akibat
A = Hampir pasti akan terjadi 1 = Tidak ada cedera, kerugian materi
(almost certain) kecil
B = Cenderung untuk terjadi 2 = Cedera ringan/P3K, kerugian
(likely) materi sedang
C = Mungkin dapat terjadi 3 = Hilang hari kerja, kerugian cukup
besar
D = Kecil kemungkinan terjadi 4 = Cacat, kerugian materi besar
(unlikely)
E = Jarang terjadi (rare) 5 = Kematian, kerugian materi sangat
besar
a
PT Coca cola Bottling Indonesia 2015

Tabel 4 Matriks Analisi Risiko Kualitatif (Level Risiko)a

Pel Akibat
uang 1 2 3 4 5
A H H E E E
B M H H E E
C L M H E E
D L L M H E
E L L M H H

Keterangan :
E = Extreme Risk/Risiko Ekstrim, memerlukan penanganan/ tindakan segera
H = High Risk/Risiko Tinggi, memerlukan perhatian pihak senior manajemen
M = Moderate Risk, harus ditentukan tanggung jawab manajemen terkait
L = Low Risk/Risiko Rendah, kendalikan dengan prosedur rutin
a
PT Coca cola Bottling Indonesia 2015
29

5.3 Hirarki Pengendalian Resiko

Dalam kegiatan resiko di PT Coca cola Bottling Indonesia mengacu pada


hirarki pengendalian risiko secara eliminasi (menghilangkan), kedua subtitusi
(mangganti), ketiga engginering (pengendalian), keempat administrasi control
(pengendalian administrasi) dan kelima Alat Pelindung Diri (APD). Gambar 15
menunjukan hirarki pengendalian resiko.

Gambar 15 Hirarki pengendalian resiko


Sumber: PT Coca cola Bottling Indonesia 2015

Hirarki pengendalian pertama adalah eliminasi dalam arti lain


menghilangkan sumber bahaya di tempat kerja. Kedua dalah subtitusi atau
penggantian alat, material, atau prosedur yang berbahaya dengan bahan yang
aman. Ketiga adalah engginering control yaitu melakukan pengendalian bahaya
melalui perbaikan desain, penambahan peralatan, dan pemasangan peralatan
pengaman. Keempat administrasi control yang berarti pengendalian
administrative, seperti pengaturan jam karyawan masuk (Shift kerja),
pemberlakuan sistem ijin kerja, pelatihan karyawan, pemisahan lokasi dan rambu-
rambu K3. Kelima adalah APD yang bertujuan untuk menyediakan alat pelindung
diri untuk tenaga kerja yang disesuaikan dengan jenis pekerjaan dan area kerja,
agar tidak terjadinya faktor terjadinya bahaya. PT Coca cola Bottling Indonesia,
menyediakan APD bagi seluruh pekerja/buruh di tempat kerja sesuai dengan
potensial bahaya di tempat kerja. Selain itu, karyawan, kontraktor dan
pemgunjung yang akan memasuki area produksi atau area tertentu wajib memakai
atau menggunakan APD sesuai dengan potensial bahaya dan risiko area tersebut.

Gambar 16 Sign penggunaan APD di ruang produksi kemasan RGB


Sumber: PT Coca cola Bottling Indonesia 2015

PT Coca Cola Bottling Indonesia secara tertulis dan memasang rambu –


rambu mengenai kewajiban penggunaan APD di tempat kerja di setiap area atau
line produksi. Jenis alat pelindung diri di PT Coca Cola Bottling Indonesia,
sesuai dengan Permenaker RI NOMOR PER.08/MEN/VII/2010, meliputi :
30

a. Pelindung Kepala
Jenis pelindung kepala di PT Coca Cola Bottling Indonesia, yaitu safety
helmet dan topi.
b. Pelindung Muka dan Mata
Jenis pelindung muka dan mata di PT Coca Cola Bottling Indonesia yaitu
kacamata safety (RGB line), safety google, face shield, masker.
c. Pelindung Telinga
Jenis telinga di PT Coca Cola Bottling Indonesia yaitu earmuff dan
earplug.
d. Pelindung Pernafasan
Jenis pelindung kepala di PT Coca Cola Bottling Indonesia yaitu full face
respirator dan half face respirator
e. Pelindung Tangan
Jenis pelindung tangan di PT Coca Cola Bottling Indonesia yaitu sarung
tangan elektrik, sarung tangan karet dan sarung tangan dotting.

f. Pelindung Kaki
Jenis pelindung kaki di PT Coca Cola Bottling Indonesia yaitu safety
shoes dan sepatu boot.

Gambar 17 Pekerja lengkap menggunakan APD


Sumber: PT Coca cola Bottling Indonesia 2015

5.4 Analisis HIRADC Di PT. Coca Cola Bottling Indonesia

HIRADC (Hazard Identification Risk Assesmant Determinant Control)


merupakan elemen pokok dalam Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
kerja, organisasi harus menentukan HIRADC yang mengandung potensi bahaya
dan resiko yang menimbulkan dampak serius terhadap keselamatan dan kesehatan
kerja bagi para karyawannya. Bahaya dan resiko dari masing-masing kegiatan
mempunyai nilai resiko yang berbeda, setiap penilaian resiko tergantung terhadap
jenis kegiatan yang menimbulkan bahaya tersebut. Identifikasi kegiatan yang
menimbulkan potensi bahaya dilakukan dengan cara membuat daftar kegiatan
yang menimbulkan potensi bahaya, kemungkinan dari kecelakaan kerja dari
kegiatan tersebut, dan terhadap aspek dampak lingkungannya.
31

HIRADC dibuat oleh OHS untuk setiap kegiatan baik proses produksi
maupun proses lainnya. Analisa data yang digunakan dilampirkan dalam bentuk
tabel matrik yang dapat dilihat pada lampiran 2 yang ditunjukan sebagai estimasi
penilaian resiko yang bertujuan untuk merencanakan tindakan pengendalian
berdasarkan potensi bahaya dan faktor bahaya yang akan menimbulkan
kecelakaan kerja, cidera atau penyakit akibat kerja yang sudah teridentifikasi
sebagai resiko yang harus ditangani dan dilakukan perbaikan berkelanjutan untuk
mengendalikan potensi bahaya tersebut.
Penilaian resiko dilakukan dengan memberikan penilaian terhadap tingkat
keparahan dampak yang diakibatkan (severity), keseringan penyebab potensi
bahaya terjadi (occurrence). Nilai resiko didapatkan dari hasil perkalian antara
tingkat keparahan dengan keseringan potensi bahaya. Nilai resiko yang telah
diperoleh kemudian ditentukan kriteria resiko berdasarkan risk ranking. Nilai
resiko dengan kriteria tidak dapat diterima, perlu dilakukan upaya pengendalian
lebih lanjut untuk memperkecil nilai resiko.

5.5 Uji Kesesuaian OHSAS 18001:2007

Berdasarkan OHSAS 18001:2007, sebuah HIRADC harus mencakup hal-


hal sebagai berikut :
1. Kegiatan rutin dan tidak rutin.
2. Kegiatan dari semua orang yang berhubungan dengan tempat kerja.
3. Perilaku manusia, kemampuan dan faktor manusia lain.
4. Bahaya-bahaya yang timbul dari luar tempat kerja yang berdampak pada
kesehatan dan keselamatan kerja.
5. Bahaya-bahaya yang terjadi di sekitar tempat kerja hasil aktivitas kerja yang
terkait di dalam kendali organisasi.
6. Prasarana, peralatan dan material di tempat kerja, yang disediakan baik oleh
organisasi maupun pihak lain.
7. Perubahan-perubahan atau usulan perubahan di dalam organisasi, aktivitas-
aktivitas atau material.
8. Modifikasi sistem manajemen K3, termasuk perubahan sementara, dan
dampaknya kepada operasional, proses-proses dan aktivitas-aktivitas.
9. Adanya kewajiban perundangan yang relevan terkait dengan penilaian resiko
dan penerapan pengendalian yang dibutuhkan.
10. Desain dari tempat area proses. Instalasi, mesin, atau peralatan, pelaksanaan
prosedur kerja perusahaan, termasuk adaptasi dari kemampuan manusia.
Sesuai dengan syarat pembuatan HIRADC pada OHSAS 18001:2007 yang
telah dijelaskan, HIRADC dibuat dengan mengikuti syarat-syarat yang telah
ditentukan. Bukti-bukti dari pemenuhan syarat-syarat akan dijelaskan sebagai
berikt :
1. Kegiatan rutin dan tidak rutin
HIRADC ini sebagian besar berisi kegiatan rutin yang dilakukan dalam
suatu proses. kegiatan-kegiatan rutin diperlihatkan menurut alur produksi yang
dilakukan dan memberikan keterangan bahwa kegiatan tersebut rutin. Kegiatan
32

tidak rutin diperlihatkan dengan memberikan keterangan bahwa kegiatan tersebut


tidak rutin dilakukan. Tabel HIRADC milik area produksi minuman karbonasi
kemasan RGB PT Coca cola Bottling Indonesia telah mencantumkan keterangan
kegiatan rutin dan tidak rutin.
2. Kegiatan dari semua orang yang berhubungan dengan tempat kerja.
Konsep tabel HIRADC dibuat sebelum masuk ke proses inti dalam suatu
area. Identifikasi bahaya yang dilakukan terlebih dahulu adalah orang memasuki
area tersebut. Hal ini dibuat cukup jelas di tabel HIRADC milik area produksi
minuman karbonasi kemasan RGB PT Coca cola Bottling Indonesia yang memuat
kegiatan utama di dalam unit kerja.
3. Perilaku manusia, kemampuan dan faktor manusia lain
Perilaku manusia, kemampuan, dan faktor manusia lain menjadi landasan
dalam penentuan identifikasi bahaya seperti yang diperlihatkan pada identifikasi
bahaya. Unsur manusia merupakan salah satu unsur dari suatu bahaya. Tabel
HIRADC proses produksi minuman karbonasi kemasan RGB telah memuat unsur
tersebut. Hal ini cukup jelas terpapar pada kolom kegiatan dan akibat dari potensi
bahaya.
4. Bahaya yang ditimbulkan lingkungan luar tempat kerja yang mungkin
memberi pengaruh buruk terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.
Hal ini merupakan unsur lingkungan dari keempat unsur bahaya yang
digunakan sebagai landasan identifikasi bahaya. Tabel HIRADC area produksi
minuman karbonasi kemasan RGB cukup jelas memaparkan bahwa terdapat
bahaya yang ditimbulkan dari lingkungan luar tempat kerja. kolom kegiatan atau
aktifitas dan bahaya memberitahukan bahwa proses dari area tempat kerja
membahayakan pekerja dalam tempat kerja itu.
5. Bahaya-bahaya yang terjadi di sekitar tempat kerja hasil aktivitas kerja yang
terkait di dalam kendali organisasi.
Tabel HIRADC area produksi minuman karbonasi kemasan RGB cukup
jelas memaparkan bahwa terdapat bahaya yang ditimbulkan di sekitar tempat
kerja. kolom kegiatan atau aktifitas dan bahaya memberitahukan bahwa proses
dari area tempat kerja membahayakan pekerja dalam tempat kerja itu.
6. Prasarana, peralatan dan material pada tempat kerja, tidak peduli milik
perusahaan ataupun pihak luar.
Hal ini dapat dimasukan sebagai unsur mesin dan material dalam
melakukan identifikasi bahaya. Unsur-unsur ini telah menjadi landasan dalam
menentukan bahaya yang terjadi dalam suatu proses. Tabel HIRADC area
produksi minuman karbonasi telah mencantumkan bahaya yang ditimbulkan oleh
mesin atau peralatan dan bahaya yang ditimbulkan oleh material dari kegiatan
yang sedang berlangsung.
7. Perubahan-perubahan atau usulan perubahan di dalam organisasi, aktivitas-
aktivitas atau material.
Jika terdapat perubahan jumlah karyawan di dalam suatu organisasi (line),
aktivitas/kegiatan yang berhubungan dengan proses produksi dan material untuk
produksi perlu diadakan review untuk mengetahui perubahan yang terjadi dan
potensi bahaya yang ada di area kerja tersebut.
8. Modifikasi sistem manajemen K3, termasuk perubahan sementara, dan
dampaknya kepada operasional, proses-proses dan aktivitas-aktivitas.
33

Jika terjadi perubahan termasuk perubahan sementara seperti


aktivitas/kegiatan yang berhubungan dengan proses produksi dan material untuk
produksi perlu diadakan review untuk mengetahui perubahan yang terjadi dan
potensi bahaya yang ada di area kerja tersebut.
9. Adanya kewajiban perundangan yang relevan terkait dengan penilaian resiko
dan penerapan pengendalian yang dibutuhkan.
Peraturan pemerintah (perundangan) yang berhubungan dengan bahaya ini
dimasukan secara jelas dan terperinci pada tabel HIRADC area produksi minuman
karbonasi kemasan RGB dan mencantumkan upaya pengendalian bahaya tersebut.
Upaya pengendalian merupakan tindakan kontrol terhadap bahaya yang telah
ditetapkan pemenuhan akan peraturan pemerintah.
10. Desain dari tempat area proses. Instalasi, mesin atau peralatan, pelaksanaan
prosedur kerja perusahaan, termasuk adaptasi dari kemampuan manusia.
Desain tempat kerja ini tidak secara jelas tercantum dalam tabel HIRADC
milik area produksi minuman karbonasi kemasan RGB PT Coca cola Bottling
Indonesia yang telah dibuat. Keterangan desain tempat kerja tidak dimuat secara
jelas, namun terdapat potensi bahaya yang menjelaskan bahwa potensi bahaya
terebut timbul dari desain tempat kerja. Hal ini nampak disebutkan pada kolom
potensi bahaya yang ada pada tabel HIRADC area produksi minuman karbonasi
kemasan RGB.
Dokumem HIRADC milik PT Coca cola Bottling Indonesia mencakup jenis
aktivitas, jenis kegiatan rutin, non rutin, potensi bahaya, akibat yang ditimbulkan
dari potensi bahaya, penilaian resiko, relevansi perundaangan yang berlaku, status
penting atau tidak penting, pengendalian, tingkar resiko sekarang dan yang akan
mendatang, dan program prioritas. Hal ini dapat dilihat pada tabel HIRADC area
produksi minuman karbonasi kemasan RGB.

6 SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Penerapan K3 yang meliputi identifikasi bahaya, penilaian, dan


pengendalian risiko di PT Cola-Cola Bottling Indonesia sudah baik, tetapi masih
ada kendala yang dihadapi dalam penerapan K3 di PT. Coca cola Bottling
Indonesia yaitu kurangnya kesadaran dan kepedulian karyawan terhadap aspek K3
di perusahann. Sistem identifikasi yang diterapkan di PT Coca cola Bottling
Indonesia adalah Hazard Identification Risk Assesment Determinant Control
(HIRADC). Proses produksi minuman karbonasi pada kemasan RGB memiliki
banyak aktivitas kerja rutin yang menimbulkan bahaya kerja. PT Coca cola
Bottling Indonesia telah melakukan identifikasi bahaya, penilaian dan
pengendalian resiko sesuai dengan implementasi OHSAS 18001:2007, yang
tercantum dalam tabel HIRADC, tetapi masih terdapat potensi bahaya yang dapat
terjadi pada area produksi minuman karbonasi kemasan RGB yaitu terpeleset,
34

terjepit mesin, kejatuhan benda, terkena conveyor, terkena pecahan beling.

6.2 Saran

Sarannya yaitu meningkatkan pengawasan faktor resiko yang ada


dilingkungan perusahaan sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja, tetap
mempertahankan komitmen K3, meningkatkan pengawasan pemakaian APD
terhadap pekerja dan karyawan yang tidak mentaati peraturan K3 terutama dalam
penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) diberikan sanksi yang keras,
Pengendalian bahaya dan resiko kecelakaan kerja telah berjalan di lingkungan
kerja, peran kerjasama antar karyawan dibutuhkan untuk saling menjaga
keselamatan dalam bekerja, safety patrol perlu ditingkatkan dengan menambah
jadwal patroli, sehingga para pekerja lebih terkontrol dan terarah.

DAFTAR PUSTAKA

Australian Standard/New Zealand Standard 4360 : 2004. Risk management


Guidelines. Sydney.

Budiono, sugeng A.M. 2003. Manajemen Resiko dalam Hiperkes dan


Keselamatan Kerja Bunga Rampai Hiperkes dan KK Edisi kedua.
Semarang : Universitas Diponegoro.

Febriyanti Tika Nur. 2015. Sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada PT.
Coca Cola bottling Indonesia. Bekasi (ID). Politeknik Negeri Semarang.

Notoatmodjo Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni. Jakarta : PT.
Rineka Cipta

PT. Coca Cola Bottling Indonesia. 2014. Profil Perusahaan PT. CCBI. Bekasi
(ID). PT. Coca Cola Bottling Indonesia.

PT. Coca Cola Bottling Indonesia. 2013. Manual Prosedur OHS. Bekasi (ID). PT.
Coca Cola Bottling Indonesia.

Ramli Soehatman. 2013. Panduan Penerapan SMK3 yang Efektif. Jakarta : Dian
Rakyat.

Suardi, rudi. 2005. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta
: PPM.

Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. 2007. Himpunan


Peraturan Perundang-Undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
35

Jakarta: Depnakertrans RI.

LAMPIRAN
36

Lampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN

Plant Manager

Head Perform Qua Q Invent War D


Manufa lity M ory ehou OP
cturing Assu S Mana se
Mgr ranc M
gemen &Tr

TWA/T PE C
BA Line T AN Produ Eng
Producti Line Lin HR Plant
ction iner Bussin Purchasin
on Prod e Line ing
Manage ess g
Maint Serv
enanc ies

Sumber: PT Coca cola Bottling Indonesia 2015


37

Lampiran 2 HIRADC PT Coca cola Bottling Indonesia

Penilaian
Penilaian Risiko setelah

Rutin dan Non Rutin

Identifikasi Bahaya
Risiko dilakukan Regulasi

Pengendalian
Bahaya control
pengendalian
No. Kegiatan

Tingkat Risiko

Tingkat Risiko
Peluang

Peluang

Akibat
Akibat
1 Loading/Depalletizing R Tertimpa krat dan D 2 L - - - - -
botol
  R Luka akibat C 2 M Menggunakan sepatu D 1 L UU No. 1 Tahun
pecahan botol safety, sarung tangan 1970, PER-
safety dan kacamata serta 03/MEN/1998,
awareness K3 Permenakertrans No.
8/MEN/VII/2010
R Luka akibat D 3 M Menggunakan sepatu D 1 L UU No. 1 Tahun
tertabrak forklift safety, pemakaian vest 1970, PER-
dan seragam dengan 03/MEN/1998,
scotlight, jalur pejalan Permenakertrans No.
kaki, SIO untuk operator 8/MEN/VII/2010
forklift
  R Keseleo akibat D 2 L - - - - -
salah angkat
38

2 Uncasing R Luka akibat kena C 2 M Menggunakan sepatu D 1 L UU No. 1 Tahun


pecahan botol safety, sarung tangan 1970, PER-
safety dan kacamata 03/MEN/1998,
safety serta awareness Permenakertrans No.
K3 8/MEN/VII/2010
  R Terganggunya B 3 H Memakai earplug, D 1 L U U No 1
pendengaran pemeriksaan kebisingan Tahun1970, Per
akibat kebisingan berkala 13/MEN/X/2011,
Permenakertrans No.
8/MEN/VII/2010
  R Luka akibat D 2 L - - - - -
terjepit bagian
mesin uncaser
  R Terjatuh akibat D 2 L - - - - -
perbaikan di
uncaser
3 Preinspection botol R Luka akibat C 2 M Menggunakan sepatu D 1 L U U No 1
kaca pecahan botol safety, sarung tangan Tahun1970,
safety dan kacamata Permenakertrans No.
safety serta awareness 8/MEN/VII/2010
K3
  R Partikel yg C 1 L - - - - -
mengakibatkan
pernafasan
39

  R Kebisingan yg B 1 M Memakai earplug, D 1 L U U No 1


mengakibatkan pemeriksaan kebisingan Tahun1970, Per
pendengaran berkala 13/MEN/X/2011,
berkurang/sakit Permenakertrans No.
8/MEN/VII/2010
  R Mata lelah akibat B 1 M Rotasi Inspektor D 1 L UU No. 1 Tahun
inspeksi 1970, KEP-
333/MEN/1989,
4 Washing R Iritasi karena D 1 L - - - - -
kontak langsung
dengan caustic
  R Merusak C 1 L - - - - -
pernafasan akibat
terhirup uap
caustic
  R Tergelincir karena B 2 H Penggunaan sepatu D 2 L U U No 1
ceceran caustic safety Tahun1970,
Permenakertrans No.
8/MEN/VII/2010,
KGP-
187/MEN/1999
  R Terjepit oleh E 3 M Memakai safety sign dan D 1 L UU No. 1 Tahun
mesin pengaman mesin aktif 1970, PER-
04/MEN/1985
40

  R Kebisingan yg B 2 H Memakai earplug, D 1 L UU No. 1 Tahun


mengakibatkan pemeriksaan kebisingan 1970, Per.
pendengaran berkala 13/MGN/X/2011
berkurang/sakit
  R Botol yang keluar B 3 H Preventive maintenance C 2 M  U U No 1
mesin washer untuk mesin washer Tahun1970, Per-
terlempar dan dijalankan dengan baik, 03/MEN/1998,
mengenai pekerja penggunaan APD Permenakertrans No.
dikarenakan 8/MEN/VII/2010
terdapat out finger
yg bolong.

5 Pelarutan caustic dan R Iritasi karena B 3 H Memakai safety google, D 1 L UU No. 1 Tahun
additive washer kontak langsung sarung tangan safety 1970, KEP-
dengan caustic 333/MEN/1989,
KEP-
187/MEN/1999,
Permenakertrans No.
8/MEN/VII/2010
  R Merusak B 1 M Memakai safety masker D 1 L UU No. 1 Tahun
pernafasan akibat 1970, KEP-
terhirup uap 333/MEN/1989,
caustic KEP-
187/MEN/1999,
Permenakertrans No.
8/MEN/VII/2010
6 Penggunaan steam R Luka bakar akibat E 2 L - - - - -
kontak langsung
dengan tubuh
41

7 Empty inspector R Luka akibat B 3 H Menggunakan sepatu D 2 L U U No 1


pecahan botol safety, sarung tangan Tahun1970,Permena
safety dan kacamata kertrans No.
safety serta awareness 8/MEN/VII/2010
K3
  R Mata lelah akibat B 1 M Rotasi Inspektor D 1 L UU No. 1 Tahun
inspeksi 1970, KEP-
333/MEN/1989,
  R Kebisingan yg B 2 H Memakai earplug, D 1 L UU No. 1 Tahun
mengakibatkan pemeriksaan kebisingan 1970, Per. 13/
pendengaran berkala MEN/X/2011,
berkurang/sakit Permenakertrans No.
8/MEN/VII/2010
8 Filling & penutupan R Luka akibat C 2 M Menggunakan sepatu D 1 L U U No 1
pecahan botol safety, sarung tangan Tahun1970,
safety dan kacamata Permenakertrans No.
safety serta awareness 8/MEN/VII/2010
K3
  R Kebisingan yg B 2 H Memakai earplug, D 1 L UU No. 1 Tahun
mengakibatkan pemeriksaan kebisingan 1970, Per. 13/
pendengaran berkala MEN/X/2011,
berkurang/sakit Permenakertrans No.
8/MEN/VII/2010
  R Terjepit oleh D 3 M Pengaman mesin aktif D 1 L UU No. 1 Tahun
mesin 1970, PER-
04/MEN/1985
42

  R Tertimpa D 3 M Memakai safety shoes D 1 L UU No. 1 Tahun


peralatan berat spt 1970,
starwheel Permenakertrans No.
8/MEN/VII/2010
  R Terpeleset D 3 M Memakai safety shoes D 1 L UU No. 1 Tahun
1970,
Permenakertrans No.
8/MEN/VII/2010
9 Date coding R Kebakaran jika D 3 M Penempatan tabung api, E 2 L  UU No. Tahun
ada sumber nyala pemasangan hydrant, 1970, Per
penyimpanan pada 186/MEN/1999
lemari kedap api

  R Kebisingan yg B 2 H Memakai earplug, D 1 L UU No. 1 Tahun


mengakibatkan pemeriksaan kebisingan 1970, Per. 13/
pendengaran berkala MEN/X/2011,
berkurang/sakit Permenakertrans No.
8/MEN/VII/2010
  R Terhirup uap C 1 L - - - - -
kimia dan tinta
10 Fill Height Detector R Kanker akibat E 4 H Monitoring batas dosis & D 1 L UU No. 1 Tahun
efek radiasi kebocoran, pemasangan 1970, KEP-
tanda bahaya radiasi, 333/MEN 1989
Petugas Pekerja Radiasi
dan monitoring berkala
43

  R Gangguan E 4 H Monitoring batas dosis & D 1 L UU No. 1 Tahun


kesehatan akibat kebocoran, pemasangan 1970, KEP-
efek radiasi tanda bahaya radiasi, 333/MEN/1989
Petugas Pekerja Radiasi
dan monitoring berkala
  R Kebisingan yg E 2 L - - - - -
mengakibatkan
pendengaran
berkurang/sakit
  R Terpeleset karena D 2 L - - - - -
licin
11 Fullgoods inspection R Luka akibat C 2 M Menggunakan sepatu D 1 L U U No 1
pecahan botol safety, sarung tangan Tahun1970,
safety dan kacamata Permenakertrans No.
safety serta awareness 8/MEN/VII/2010
K3
  R Kebisingan yg B 2 H Memakai earplug D 1 L U U No 1
mengakibatkan Tahun1970, Per. 13/
pendengaran MEN/X/2011,
berkurang/sakit Permenakertrans No.
8/MEN/VII/2010
  R Mata lelah akibat C 1 L - - - - -
inspeksi
12 Case packer R Luka akibat C 2 M Menggunakan sepatu D 1 L U U No 1
pecahan botol safety, sarung tangan Tahun1970,
safety dan kacamata Permenakertrans No.
safety serta awareness 8/MEN/VII/2010
K3
44

  R Terganggunya B 3 H Memakai earplug, D 1 L U U No 1


pendengaran pemeriksaan kebisingan Tahun1970, Per. 13/
akibat kebisingan berkala MEN/X/2011,
Permenakertrans No.
8/MEN/VII/2010
  R Luka akibat C 2 M Pemasangan tanda D 2 L U U No 1
terjepit bagian bahaya di area dekat Tahun1970,
mesin case packer mesin Permenakertrans No.
8/MEN/VII/2010
  R Terjatuh saat D 2 L - - - - -
perbaikan
13 Packing R Kebisingan yg B 2 H Memakai earplug, D 1 L U U No 1
mengakibatkan pemeriksaan kebisingan Tahun1970, Per. 13/
pendengaran berkala MEN/X/2011,
berkurang/sakit Permenakertrans No.
8/MEN/VII/2010

  R Terjepit oleh C 2 M Pemasangan tanda D 2 L U U No 1


mesin bahaya di area dekat Tahun1970,
mesin Permenakertrans No.
8/MEN/VII/2010

14 Palletizing R Tertimpa krat dan C 2 M  Menggunakan sepatu D 1 L  U U No 1


pallet safety Tahun1970,
Permenakertrans No.
8/MEN/VII/2010
45

  R Luka akibat C 3 H Menggunakan sepatu D 1 L UU No. 1 Tahun


tertabrak forklift safety, pemakaian vest 1970, PER-
dan seragam scotlight, 05/MEN/1985
jalur pejalan kaki, SIO
untuk operator forklift
  R Terjepit mesin E 3 M Memakai safety dan D 1 L UU No. 1 Tahun
pengaman mesin aktif, 1970, PER-
awareness K3 04/MEN/1985
  R Luka akibat D 2 L
pecahan botol - - - - -
15 Pelumasan conveyor R Iritasi karena C 2 M Pemakaian APD (sarung D 1 L UU. 1 Tahun 1970,
kontak langsung tangan) KEP-
dengan pelumas 333/MEN/1989,
KEP-187/MEN/1999
  R Tergelincir karena D 2 L - - - - -
ceceran

Sumber: PT Coca cola Bottling Indonesia 2015


Lampiran 3 Form JSA (Job Safety Analisys)

ANALISA KESELAMATAN PEKERJAAN


(Job Safety analysis)

Pelaksana : Departemen : Lokasi/Pekerjaan : Tgl penilaian :

Penilaian Risiko
Kegiatan Identifikasi Bahaya Pengendalian Resiko PIC
Akibat Peluang TK Risiko

Akibat
Peluang Penjelasan Akibat
1 2 3 4 5
A H H E E E E = Extreme Ri sk A = hampi r pas ti akan terj adi /al mos t certai n 1 = ti dak ada cedera, kerugia n ma teri kecil
B M H H E E H = Hi gh Ri sk B = cenderung untuk terjadi /l i kel y 2 = cedera ringa n/P3K, kerugia n ma teri s eda ng
C L M H E E M= Moderate Ri s k C = mungki n dapat terjadi 3 = hilang ha ri kerja , kerugian cukup bes ar
D L L M H E L = Low Ri s k D = keci l kemungki nan terjadi /unl i kel y 4 = caca t, kerugia n materi besar
E L L M H H E = jarang terjadi /rare 5 = kema tia n, kerugia n materi sangat besa r
Form No : OHS-MGM-A-F-002.6 Rev : 00 Tgl : 12 Desember 2008 Ol eh : QMS
Disusun oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh

Sumber: PT Coca cola Bottling Indonesia 2015


Lampiran 4 Form pelaporan kejadian kecelakaan PT Coca cola Bottling
Indonesia
48
49

Sumb
er: PT Coca cola Bottling Indonesia 2015
50

Lampiran 5 APD di PT Coca cola Bottling Indonesia

Alat
Pelindung Gambar Potensi Bahaya Lokasi
Diri
1. Topi Terjerat benda  Area produksi
berputar, terbentur,  Area gudang
benda jatuh (warehouse)
 Area Utility
 Area CO2

2. Rompi Tertabrak forklift  Area gudang


(warehouse)
 Area produksi
 Area Utility
 Area CO2

3. Safety  Tertimpa/  Area gudang


Shoes benturan benda (warehouse)
berat  Area produksi
 Tertusuk benda  Area Utility
tajam  Area CO2
 Terkena cairan
panas/ dingin,
uap panas
 Tergelincir.

4. Earplug Kontak dengan  Area produksi


bising (>85db)  Area Utility
 Area CO2
 Area Chiller

5. Earmuff Kontak dengan  Area produksi


bising (>85db)  Area Utility
 Area CO2
 Area Chiller
51

6. Helmet Benda terjatuh,  Area proyek


Terbentur

7. Masker Debu, asap forklift  Area filling


teh
 Line RGB

8. Full Face Kontak dengan Gas  Ruang khusus


Respirator beracun klorin (gudang
klorin)
 Area CO2

9. Half Face Kontak dengan Gas Area CO2


Respirator beracun

10. Face shield Kontak dengan Area CO2


percikan benda
asing (logam)

11. Sarung Kontak dengan Area CO2


Tangan bahan kimia
Karet berbahaya

12. Sarung Kontak dengan  Area Utility


Tangan arus listrik  Area CO2
Electrik (tersetrum)
52

13. Apron Kontak dengan Area CO2


percikan api/logam

14. Sarung Kontak dengan Area Produksi


tangan benda tajam/ beling (RGB
dotting

15. Kacamata Kontak dengan  Preform


safety radiasi gelombang Manufacture
elektromagnetik  Area produksi
dan klorin RGB
16. Safety Kontak dengan gas  Area CO2
google berbahaya

17. Sepatu boot Kontak dengan  Area CO2


elektrik aliran listrik  Area Utility
1

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 30 Oktober


1994 dengan nama Nindia Arum Pratiwi. Penulis merupakan
anak pertama dari pasangan Suprapto dan Dra. Muryati.
Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 2
Tambun Selatan, Bekasi pada tahun 2012. Selama SMA
penulis aktif dalam organisasi OSIS dan KIR (Karya Ilmiah
Remaja). Pada tahun yang sama penulis melanjutkan
pendidikan di program keahlian Supervisor Jaminan Mutu
Pangan Program Diploma Institut Pertanian Bogor melalui
jalur USMI. Selama kuliah penulis aktif dalam organisasi MAPAGI menjabat
sebagai Sekretaris II periode 2013-2014, Panitia divisi KOMDIS (Komisi
Disiplin) MPKMB (Masa Perkenalan Mahasiswa Baru) angkatan 50 Diploma
IPB, dan Panitia divisi acara MAPAGI (Mahasiswa Pangan dan Gizi.)
1
1

Anda mungkin juga menyukai