Anda di halaman 1dari 30

Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

Analisis Konflik
dan
Rekomendasi Kebijakan
Mengenai Papua

Yulia Sugandi

JAKARTA, 2008

Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

Daftar Isi

Rangkuman Khusus......................................3

1. Konteks Umum mengenai Papua......................3


2. Garis-garis Konflik Pra-Otsus.......................... 4
3. Titik Balik: Otsus pada Tahun 2001...................6
4. Keadaan Paska Tahun 2001............................ 8
5. Sumber-sumber Keputusasaan........................ 8
6. Pelaku Lokal..............................................17
7. Pelaku Internasional....................................23
8. Skenario Masa Depan................................... 25
9. Rekomendasi bagi Badan Internasional..............26
10. Catatan Akhir............................................28

Kata-kata Penting.......................................29

TENTANG FES INDONESIA

Friedrich-Ebert-Stiftung mendirikan kantor perwakilan Indonesia pada tahun 1968. Terutama sejak 1998, FES Indonesia
telah menjalankan berbagai kegiatan untuk mendukung proses demokratisasi dan pembangunan sosial-ekonomi di
Indonesia. Cakupan isu yang di tangani antara lain ialah demokratisasi,good governance,reformasi di bidang hukum,
perlindungan hak azasi manusia, pencegahan dan resolusi konflik, reformasi sektor keamanan, dukungan kepada media
yang bebas dan berimbang, serta isu-isu sosial, ketenagakerjaan, dan gender. Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan
melalui kerjasama dengan berbagai lembaga swadaya masyarakat dan instansi pemerintah terkait. Bentuk kerjasama
itu terjalin dalam bentuk seminar, lokakarya, diskusi, pelatihan, dan publikasi. FES Indonesia juga mendukung dialog
internasional dengan mengirimkan berbagai delegasi, tenaga ahli, akademisi, dan jurnalis senior sebagai peserta di
forum regional dan internasional. Secara berkala FES juga mengundang ahli-ahli dari Jerman dan negara-negara lain
untuk memberikan presentasi di Indonesia.

Friedrich Ebert Stiftung (FES)


Jl.Kemang Selatan II No.2A
Jakarta 12730 - Indonesia
Telp : 62-21-719 3711 (Hunting), 7179 1358, 912 67736
Fax : 62-21-7179 1358 ext 20.
Email : info@fes.or.id
Website : www.fes.or.id

Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

Analisis Konflik
dan
Rekomendasi Kebijakan Mengenai Papua
Saya memiliki keberanian untuk percaya bahwa orang di mana mereka
berada dapat makan tiga kali sehari untuk tubuh mereka, pendidikan dan
kebudayaan untuk pikiran mereka, dan martabat, kualitas, dan kebebasan
untuk jiwa mereka. Saya percaya bahwa apa yang dihancurkan oleh orang-
orang yang hanya memikirkan dirinya sendiri dapat dibangun kembali oleh
orang-orang yang memikirkan orang lain.

Martin Luther King Jr

Rangkuman Khusus Makalah ini menunjukkan peran dari setiap para pelaku
perubahan sosial di Papua termasuk di antaranya
Analisis konflik ini berfokus pada dinamika konflik dan masyarakat akar rumput, organisasi masyarakat
masalah-masalah yang terjadi pada periode paska madani, pemerintah lokal, perempuan, militer dan
Otsus (Otonomi khusus) sesudah tahun 2001, di Papua. pemerintah pusat, berikut keterlibatan organisasi-
Kekayaan sosial, budaya dan sumber alam di Papua organisasi internasional dengan strategi-strategi
bertolak belakang dengan tingkat keamanan manusia. intervensi mereka. Semua organisasi-organisasi pelaku
Papua telah sejak lama memiliki keluhan-keluhan sejak aktif perubahan baik di tingkat propinsi, nasional atau
berintegrasinya dengan Negara Indonesia mulai dari internasional harus menghindarkan diri mereka untuk
perbedaan persepsi mengenai sejarah integrasi ke dalam tidak menjadi organisasi-organisasi “penyelamat”
Negara Indonesia, keterbelakangan yang terus terjadi yang memberikan “cargo cult/kiriman berkat” yang
dan kompleksitas rasa rendah diri yang diwarnai dengan akan menghalangi promosi martabat orang asli Papua.
pelanggaran hak asasi manusia yang merusak harkat Terdapat kebutuhan mendesak untuk membentuk
martabat orang asli Papua. Kelahiran otsus pada tahun strategi penanggulangan krisis terpadu sebagai suatu
2001 adalah sebuah titik balik di mana keluhan-keluhan pengatur untuk melawan penyimpangan di Papua yang
penduduk asli Papua mulai dibuka dan diperhatikan. perlu diperhatikan oleh para pelaku perubahan dan
Otsus diharapkan untuk dapat memberikan tindakan organisasi-organisasi internasional. Organisasi-organisasi
yang pasti untuk melindungi hak-hak penduduk asli internasional seharusnya mempunyai pengertian yang
Papua dan melibatkan mereka secara aktif baik sebagai mendalam dan kritis mengenai kerumitan dari masalah-
penerima manfaat dan pelaku pada perubahan sosial masalah yang ada di Papua dengan ketidakwajarannya
di Papua. Meskipun demikian, pelaksanaan otsus telah serta mengadaptasi pengertian tersebut ke dalam
menghadapi pelbagai tantangan termasuk kurangnya strategi-strategi intervensi mereka supaya dapat
kepercayaan yang diperlihatkan oleh pemerintah pusat. membuat pendekatan-pendekatan yang sensitif
Periode paska otsus masih diwarnai dengan adanya terhadap kebudayaan dan konflik. Dengan cara ini
keluhan-keluhan; perdamaian negatif, masalah-masalah diharapkan bahwa strategi intervensi akan dilaksanakan
yang berhubungan dengan perwakilan, kebijakan- dengan cara bermartabat dan memainkan peran penting
kebijakan yang tidak sesuai dengan kebudayaan lokal, dalam membangun keamanan manusia di Papua.
penggalian sumber daya alam yang tidak seimbang,
pendekatan keamanan, rendahnya tingkat modal sosial, 1. Konteks Umum mengenai Papua
masyarakat anomie dalam perubahan sosial, polarisasi
yang dapat memicu konflik, dan kesenjangan antar Luas wilayah Papua adalah 421.981 KM2 (3,5 kali lebih
kelompok masyarakat. Kondisi rumit seperti ini telah besar dari pada Pulau Jawa) dengan topografi yang
menciptakan penyimpangan-penyimpangan dalam meliputi daerah pegunungan dan sebagian besar tanah
periode paska otsus yang seharusnya telah dipelajari yang berawa-rawa di daerah pesisir. Papua berbatasan
oleh badan-badan internasional yang bekerja di Papua. dengan; Laut Halmahera dan Samudra Pasifik di utara,


Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

Laut Arafura dan Australia di selatan, Papua New dengan beberapa momentum yang penting; Pemerintah
Guinea di sebelah timur, dan Laut Arafura, Laut banda Belanda menunjuk anggota masyarakat lokal yang
dan Maluku di sebelah barat. Total penduduk Papua terpilih di Papua sebagai 50% dari Nieuw Guinea
adalah sekitar 2.576.822 jiwa, yang hanyalah 1% dari Raad (legislatif), bendera bintang Kejora berkibar
keseluruhan jumlah penduduk Indonesia, di mana berdampingan dengan bendera Belanda, dan pengenalan
70% tinggal di daerah pedesaan dan di tengah daerah lagu kebangsaan Papua “Hai Tanahku Papua”. Akan
pegunungan yang terpencil. Berdasarkan sensus pada tetapi, “Perjanjian New York” pada tahun 1962 yang
tahun 2000, populasi terpadat ada di dataran tinggi di tidak melibatkan seorangpun dari Papua, dibuat
Kabupaten Jayawijaya sebanyak 417.326 jiwa. Total sebagai referensi untuk pengalihan Nederland Nieuw
penduduk asli, yang kaya akan kebudayaan, diperkirakan Guinea (Papua) dari Belanda ke Indonesia. Pada tahun
sekitar 66% dari keseluruhan jumlah penduduk. 1964 orang asli Papua elite yang berpendidikan Belanda
Penelitian di bidang Antropologi mengkategorikan meminta bahwa Papua harus bebas tidak hanya dari
tujuh zona kebudayaan di seluruh tanah Papua: (1) Belanda tetapi juga dari Indonesia. Pemungutan suara
Saireri, (2) Doberai, (3) Bomberai, (4) Ha-Anim, (5) “pilihan bebas” (free choice) yang diterapkan oleh PBB
Tabi, (6) Lano-Pago, and (7) Me-Pago. Ada lebih dari 250 dilaksanakan pada tahun 1969 dengan melibatkan lebih
kelompok etnis dengan kebiasaan-kebiasaan, bahasa- dari 1000 kepala suku yang dipilih sebagai perwujudan
bahasa, praktek-praktek dan agama asli yang berbeda dari “konsultasi” lokal (dari perkiraan jumlah penduduk
di Papua. Ini berarti, ada ratusan norma adat yang pada saat itu sebanyak 800.000 orang), dan bukannya
berlaku di dalam propinsi ini. Ditambah lagi, ada 100 dengan mengadakan pemungutan suara; satu orang
kelompok etnis non-Papua. Pengaruh kesukuan masih satu suara. Masalah keterwakilan politik di atas terkait
sangatlah kuat, oleh karenanya insiden-insiden yang dengan pendekatan tanpa melibatkan partisipasi
menampakkan ketidakpedulian terhadap keharmonisan penduduk Papua dalam proses pembuatan keputusan
sosial biasanya akan berujung pada tindak kekerasan.. dalam keberadaan hidup mereka.Hal tersebut di atas
Dalam kenyataannya komunikasi sosial sangatlah berakibat pada keluhan-keluhan bersejarah yang
terbatas dan orang biasanya enggan berhubungan berakar dari perbedaan persepsi mengenai integrasi
dengan orang yang berasal dari etnis dan agama yang Papua ke dalam Negara Indonesia. Selama sejarah
berbeda. Konflik biasanya terjadi pada waktu kita integrasi Papua tidak dianalisis secara kritis dan terbuka
tidak dapat mengerti pluralitas norma-norma dan nilai- guna menemukan sejarah bersama, maka keluhan
nilai ini. Selain kaya akan kebudayaan, Papua juga historis tetap terpelihara.
mempunyai sumber daya alam yang berlimpah mulai
dari gas, minyak, emas, perak, hasil-hasil laut dan • Pemiskinan
tembaga. Sayangnya, kekayaan Papua (sumber daya
alamnya dan secara kebudayaan) telah diwarnai oleh Papua memegang posisi keempat tingkat tertinggi
sejarah konflik yang panjang dengan biaya kemanusiaan PRDB (pendapatan regional domestik bruto) melalui
yang signifikan yang nanti akan dijelaskan secara lebih per kapita di atas 11 juta rupiah yang sebagian besar
mendalam dalam makalah ini. berasal dari industri yang terkait dengan sumber daya
alam. Sayangnya, kondisi ini diikuti dengan sulitnya
akses terhadap pelbagai kebutuhan pokok (misalnya
2. Garis-garis konflik Pra-Otsus pendidikan, kesehatan dan ekonomi masyarakat).
Misalnya, Survei Kesehatan Penduduk di Papua (1997)
• Kesenjangan persepsi terhadap sejarah memperlihatkan bahwa angka kematian bayi adalah
65 di setiap 1000 kelahiran, dan angka kematian anak
Sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun adalah 30 per 1000. Rendahnya akses terhadap layanan
1945, Pemerintah Belanda telah memisahkan daerah umum di banyak kasus menyebabkan naiknya urbanisasi.
Papua dari Hindia untuk mempersiapkan Papua dan Meskipun demikian, orang asli Papua sebagai mayoritas
penduduknya untuk Pemerintahan mereka sendiri penduduk yang tinggal di pedesaan atau daerah-daerah
yang tidak berhubungan dengan Belanda. Selama terpencil mempunyai akses yang lebih rendah terhadap
10 tahun rencana pembangunan yang dibuat oleh kebutuhan pokok. Berdasarkan pada sensus pada
Belanda pada tahun 1950, UNTEA (United Nation tahun 2000, 30% dari keseluruhan jumlah penduduk di
Temporary Administration – Pemerintahan Sementara Papua tinggal di pusat atau kota-kota terdiri atas 55%
PBB) bertanggung jawab dalam periode transisi. penduduk non-Papua dan 45% asli Papua. Di sisi lain,
Sejalan dengan hal di atas, beberapa persiapan telah 70% dari penduduk Papua yang tinggal di pedesaan
dilaksanakan pada tanggal 1 Desember 1961 bersama atau daerah terpencil terdiri atas 95% masyarakat


Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

asli Papua dan 5% non-Papua. Ketidakseimbangan pertanian, yang menyumbangkan 76% dari total PDRB.
komposisi penduduk tidak hanya terjadi di antara Salah satu karakter utama dari penduduk asli Papua
penduduk daerah perkotaan dan pedesaan, tetapi adalah subsistensi. Namun, karakter ini tidak sesuai
juga antara masyarakat asli Papua dan non Papua di dengan kesempatan yang disediakan oleh dunia usaha;
daerah transmigrasi seperti Arso: jumlah penduduk asli industri pertambangan padat modal menghasilkan
sekitar 1000 orang di mana jumlah transmigran (non- 57% PDRB dan hanya menyerap 0,6% angkatan kerja,
Papua) sekitar 19.000 orang (berdasarkan sensus 2000). sedangkan sektor pertanian menghasilkan 19% PDRB
Program transmigrasi bertujuan untuk mengirimkan dengan 75% angkatan kerja. Dalam sektor bisnis,
penduduk dari daerah-daerah padat penduduk di keterlibatan penduduk asli Papua sangat rendah
Indonesia (sebagian besar dari Jawa) ke daerah- dan hampir semua pengusaha adalah migran. Hal
daerah yang kurang padat penduduknya (termasuk ini berarti bahwa pertumbuhan perekonomian tidak
Papua). Ketidakseimbangan demografi ini sebagai hasil mencerminkan keadilan distribusi termasuk akses
dari transmigrasi, ditambahkan dengan marginalisasi terhadap kebutuhan dasar. Ketidakadilan kesempatan
penduduk asli Papua yang berakar dari kesenjangan berakar dari prasangka dan rasisme yang diakibatkan
antar kelompok masyarakat antara penduduk asli oleh penduduk asli Papua yang diposisikan sebagai
Papua dan para transmigran (non-Papua). Pertemuan inferior seperti yang terdokumentasi dalam gagasan-
secara mendadak antara penduduk asli Papua dengan gagasan dasar yang menjadi latar belakang perumusan
kebudayaan-kebudayaan lain, alienasi penduduk asli dari Undang-Undang Otonomi Khusus untuk Propinsi Papua
tanah ulayat mereka, berkurangnya ruang gerak hidup dalam bentuk wilayah dengan pemerintahan sendiri
(lebensraum) penduduk asli, juga ketegangan sosial pada tahun 2001 mengenai kondisi penduduk asli Papua:
ekonomi dan kesukuan adalah beberapa akibat dari 75% tidak memiliki akses terhadap pendidikan yang
program transmigrasi. Kasus transmigrasi menunjukkan layak, 50% tidak pernah mendapatkan pendidikan formal
distribusi penduduk yang tidak sejalan dengan distribusi atau tidak lulus dari sekolah dasar, 22% hanya lulus dari
kesejahteraan. sekolah dasar, 10% lulus dari sekolah menengah umum,
dan 2% lulus dari universitas. Dalam jajaran Pegawai
Papua dimasukkan ke dalam daerah dengan angka Negeri Sipil hanya 35% posisi Eselon II dalam Pemerintah
indeks kemiskinan yang tinggi dan daerah yang Propinsi Papua yang ditempati oleh penduduk Asli Papua
mempunyai tingkat perbedaan yang tinggi dengan dan untuk Eselon III hanya 26%.
Jakarta. Tantangan-tantangan yang berhubungan
dengan kemiskinan di Indonesia tidak hanya berkaitan
dengan banyaknya jumlah penduduk miskin, tetapi juga
besarnya perbedaan antar daerah-daerah, propinsi-
propinsi, kabupaten-kabupaten dan kota-kota. Jakarta
dan Papua menggambarkan perbedaan besar antar
propinsi-propinsi: di Jakarta, hanya 3,4 persen dari
total penduduk yang miskin, sementara sekitar separuh
penduduk Papua hidup di bawah garis kemiskinan.
Analisa obyektif mengatakan bahwa “kemiskinan” yang
ada di daerah adalah hasil dari pemiskinan struktural
yang disebabkan oleh kurangnya kesempatan bagi
orang-orang untuk ikut serta dalam pengambilan
keputusan. Hal ini kemudian menghalangi mereka
untuk mengakses dan memakai sumber-sumber daya
yang ada (baik itu alam, sosial ekonomi, politik, hukum
atau budaya) yang adalah hak mereka. Sejak era Orde
Baru, kesempatan masyarakat asli Papua untuk terlibat • Perasaan rendah diri (Inferiority complex)
dalam sektor perekonomian sangat kurang. Masyarakat
asli Papua tidak dapat memenuhi penghidupan Identitas kolektif orang asli Papua sebagai sebuah
mereka sendiri karena kebanyakan kesempatan untuk masyarakat yang modern dan beradab dipaksakan
mengembangkan usaha diberikan kepada mereka yang melalui program pemerintah. Misalnya, pada tahun
sudah memiliki modal sendiri. Hal ini terlihat dari 1971-1973, pemerintah Indonesia melaksanakan operasi
keadaan sebagai berikut: Papua memiliki dua sektor Koteka (penutup penis dari sejenis labu, sebagai
perekonomian yang dominan, pertambangan dan pakaian tradisional di dataran tinggi di Papua) yang


Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

terdiri atas elemen-elemen Angkatan Bersenjata dan kekerasan berdarah yang dilakukan oleh petugas
Pemerintah Sipil bergabung dalam kegiatan-kegiatan keamanan terhadap pengibaran bendera bintang kejora
yang dirancang untuk membuat masyarakat-masyarakat di pelbagai tempat di Papua (contoh: Timika, Nabire,
pedalaman Papua beradab dan untuk mengembangkan Fakfak). Sementara polarisasi di kalangan masyarakat
serta menciptakan kondisi-kondisi sosial, budaya, berlangsung dalam bentuk pembentukan paramiliter
ekonomi dan politik, yang akan digunakan untuk yang disebut Satgas Papua (Satuan Tugas Papua) dan
pengembangan Papua lebih lanjut, dengan tujuan Satgas Merah Putih (Pro- NKRI). Pada beberapa kasus
utamanya menciptakan ide-ide nasional Indonesia, pengibaran bendera bintang kejora juga memicu konflik
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasia horisontal antara kedua kelompok paramiliter tersebut.
dan Undang-undang Dasar 1945. Operasi Koteka Walaupun status Papua sebagai Daerah Operasi Militer
adalah kampanye militer Indonesia yang bertujuan (DOM) dicabut pada bulan Oktober 1998, perasaan tidak
untuk mempengaruhi orang asli Papua di pegunungan aman dan ketakutan masih tetap ada di benak rakyat
untuk meninggalkan aspek-aspek dari kebudayaan Papua sejalan dengan pelanggaran hak asasi manusia
asli mereka, bersekolah, menjadi modern secara yang dilakukan oleh petugas keamanan di pelbagai
ekonomi, dan mengadaptasi identitas Indonesia yang tempat di Papua. Hal tersebut di atas meningkatkan
lebih umum. Para pejabat berusaha untuk memaksa desakan-desakan untuk menghapuskan dominasi
masyarakat suku Dani sebagai orang Pegunungan Papua petugas keamanan dan memperkuat pemerintahan sipil
untuk menukar Koteka mereka dengan pakaian bergaya di Papua.
Indonesia. Dengan demikian, strategi mempermalukan
(humiliation strategy) digunakan dalam proses
pembangunan di kalangan masyarakat Dani untuk 3. Titik balik: Otsus pada tahun 2001
membuat mereka lebih terlibat dalam perubahan
sosial. Ketidakberimbangan kekuasaan tercermin dalam • Menggali keluhan
persepsi terhadap penduduk asli melalui pelecehan
terhadap budaya-budaya tradisional lokal dan melabel Dengan meningkatnya ketegangan, pada tanggal 26
budaya tersebut sebagai “terbelakang” dan “tidak Februari 1999 Presiden B.J. Habibie menerima sebuah
beradab”. Atas nama pembangunan modern dan delegasi yang disebut dengan “Tim 100” yang merupakan
kemajuan, strategi mempermalukan yang meyakinkan perwakilan dari masyarakat Papua yang mengekspresikan
masyarakat atas ketidakberhargaan diri dan budaya keinginan mereka untuk memisahkan diri dari negara
mereka tidak berharga sehingga mereka merasakan Indonesia. Sebagai tanggapan dari permintaan ini dan
inferiority complex dan dipaksa untuk terlibat dalam untuk memperkuat integritas territorial NKRI (Negara
perubahan sosial. Akumulasi keputusasaan penduduk Kesatuan Republik Indonesia), Pemerintah membuat
asli Papua dilanjutkan dengan pengabaian hak-hak UU (Undang-undang) No 45/99 tentang pemekaran
budaya sebagai cerminan martabat kolektif mereka. Irian Jaya (Sekarang Papua) menjadi Propinsi Irian Jaya
Tengah dan Propinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai,
Masyarakat asli Papua merasa martabat dan identitas Mimika dan Puncak Jaya dan Kota Sorong. Kebijakan
mereka tidak diakui (contoh: proses yang tidak ini diikuti dengan penunjukan Dokter Herman Monim
melibatkan mereka dalam kebijakan seperti program sebagai Gubernur Irian Jaya Tengah dan Brigjen.Mar.
transmigrasi, penolakan pengakuan terhadap tanah (Pensiunan TNI) Abraham Atuturi sebagai Gubernur
ulayat atau wilayah nenek moyang, eksploitasi sumber Irian Jaya Barat berdasarkan Keputusan Presiden RI No
daya alam, kurangnya kesempatan bagi masyarakat 327/M/1999, tanggal 5 Oktober 1999. Kebijakan di atas
lokal untuk berpartisipasi dalam administrasi ditolak oleh pelbagai kelompok masyarakat di Papua,
negara, dll). Masyarakat asli Papua mengekspresikan yang memperlihatkannya dengan sebuah demonstrasi
kefrustasian mereka yang sudah terakumulasi sejak besar, termasuk pendudukan gedung DPRD (Dewan
lama melalui pelbagai demonstrasi damai. Pada banyak Perwakilan Rakyat Daerah) Propinsi Irian Jaya dan
kasus, inferiority complex di atas seiring dengan korban kantor Gubernur di Dok II, Jayapura pada tanggal 14-15
jiwa yang disebabkan oleh pendekatan keamanan yang Oktober 1999. Salah satu alasan dari penolakan ini adalah
represif sebagai metode resolusi konflik. Demonstrasi bahwa kebijakan ini diambil tanpa konsultasi dengan
yang dilakukan oleh masyarakat di Papua mulai masyarakat lokal. Jadi, masyarakat Papua merasa
dipolitisasi setelah tragedi berdarah di Biak tanggal bahwa mereka dikucilkan dari proses pengambilan
6 Juli 1998 di mana militer menanggapi demonstrasi keputusan pada kebijakan tersebut. Pada tanggal 19
damai dengan kekerasan. Setelah itu, ketidakjelasan Oktober 1999, Sidang Umum dari Sesi ke 12 dari MPR
mengenai peraturan keamanan memicu serangkaian (Majelis Permusyawaratan Rakyat) melalui Ketetapan


Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

MPR No. IV/MPR/1999 yang mendukung bentuk otonomi perbedaan antara Papua dengan propinsi-propinsi yang
daerah dalam kerangka NKRI, yang diikuti dengan lain di dalam NKRI juga memberikan kesempatan-
langkah-langkah strategis guna menanggapi keluhan- kesempatan untuk masyarakat asli Papua untuk terlibat
keluhan di Papua termasuk menghormati bebagai di dalam kemajuan Papua sebagai pelaku dan penerima
macam dan keragaman kehidupan sosial dan budaya manfaat dari proses pembangunan.
di dalam masyarakat Papua juga menyelesaikan kasus-
kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua melalui • Hak-Hak Penduduk Asli versus Cargo Cult (Kiriman
proses-proses pengadilan yang jujur dan adil. Sejak saat Berkat)
itu, keluhan-keluhan orang asli Papua ditanggapi.
Otsus diterima sebagai kebijakan Nasional yang
Pada periode ini, B.J. Habibie digantikan oleh K.H. menanggulangi konflik di Papua secara politis. Kebijakan
Abdurahman Wahid sebagai Presiden. MPR kemudian ini tidak menjawab permintaan dari masyarakat asli
mengeluarkan Ketetapan MPR No. IV/MPR/2000 lainnya yang tersingkirkan, seperti Dewan adat dari
mengenai rekomendasi-rekomendasi kebijakan dalam suku Dayak di Kalimantan yang pada bulan September
penerapkan peraturan Otsus (Otonomi Khusus) untuk 2007 meminta Otsus di Kalimantan untuk meningkatkan
Aceh dan Papua dengan memperhatikan aspirasi- layanan-layanan umum terutama keadaan kehidupan
aspirasi masyarakat daerah yang relevan. Setelah masyarakat di perbatasan. Jadi, Otsus ini berdasarkan
menampung pelbagai diskusi yang bertempat di rekomendasi dari MPR dan dikabulkan secara khusus
dalam dan luar Papua mengenai Otsus dan mendapat untuk Papua sebagai metode penanggulangan konflik
masukan-masukan positif, DPR RI (Dewan Perwakilan dengan penawaran politik tertentu. Komitmen
Rakyat Republik Indonesia) setuju untuk mengubah RUU Pemerintah Pusat melalui Perundangan mengenai
(Rancangan Undang-Undang) mengenai Otonomi Khusus Otonomi Khusus untuk Papua termasuk (1) menghormati
untuk Propinsi Papua menjadi UU (Undang-Undang). hak-hak asasi manusia, nilai-nilai keagamaan,
Berdasarkan ini, Presiden K. H. Abdurahman Wahid demokrasi, nilai-nilai hukum dan budaya yang ada di
mengesahkan UU No. 21/2001 mengenai Otonomi Khusus dalam masyarakat adat (mengacu pada kebiasaan atau
(Otsus) untuk Propinsi Papua yang ditujukan untuk kebudayaan, yang dipegang oleh setiap kelompok etnis
meningkatkan layanan-layanan umum, mempercepat dan terdiri atas pengetahuan, kelakuan-kelakuan,
proses pembangunan dan pendayagunaan keseluruhan aturan-aturan, hukum-hukum dan sistem-sistem untuk
penduduk Propinsi Papua, khususnya masyarakat asli menjelaskan dan mengatur perorangan dan kehidupan
Papua. Dalam mandatnya untuk melanjutkan dan di dalam hukum “masyarakat adat”); (2) untuk
melaksanakan Ketetapan MPR No. VI/MPR/1999, sejak menghormati pelbagai macam dan keanekaragaman
lahirnya UU No. 21/2001 mengenai Otsus untuk Papua kehidupan sosial-budaya di masyarakat Papua; (3) untuk
menggarisbawahi beberapa elemen-elemen kunci melindungi dan menghormati etika-etika dan moral-
penting dan yang diperlukan dalam menghadapi keluhan- moral; (4) untuk melindungi hak-hak fundamental dari
keluhan di Papua seperti perlindungan terhadap hak-hak penduduk asli dan hak-hak asasi manusia; (5) untuk
masyarakat asli Papua dan mengurangi ketidaksetaraan memastikan tegaknya hukum; (6) untuk menjaga
antara masyarakat Papua dan daerah lain di Indonesia. demokrasi; (7) untuk menghormati pluralisme; dan
Kebijakan ini diharapkan untuk meningkatkan standar (8) untuk memecahkan masalah-masalah pelanggaran-
kehidupan masyarakat di Papua, meminimalkan pelanggaran hak-hak asasi manusia terhadap penduduk
asli Papua. Perlindungan terhadap hak-hak masyarakat
asli Papua seperti digambarkan dalam komitmen di
atas mencakup arti mengakomodasi kebudayaan dan
nilai-nilai lokal di dalam kebijakan pembangunan di
Papua dan pendayagunaan penduduk asli Papua. Hal
tersebut memerlukan program yang berjangka panjang
dan berkelanjutan yang memungkinkan masyarakat asli
Papua untuk mengarahkan dan berpartisipasi menikmati
proses kemajuan di tanah mereka. Di sisi lain, beberapa
penduduk lokal Papua megharapkannya seperti kiriman
berkat (cargo cult) yang akan membawa perbaikan
dalam penghidupan mereka dan/atau berfungsi sebagai
jalan keluar dari pelbagai keluhan mereka. Keluhan-
keluhan yang sejak lama ada memicu pengharapan yang


Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

tinggi terhadap Otsus yang dipandang sebagai paradigma • Keluhan-keluhan dan keputusasaan yang berlanjut
“penyelamatan” (salvation) yang menghasilkan
perubahan sosial secara langsung. Pemikiran untuk Keputusasaan lokal terus berlanjut pada periode
mendapatkan perubahan cepat ini kemungkinan akan paska tahun 2001 sesudah Otsus dilaksanakan. Acara
bertolak belakang dengan hasil berkelanjutan jangka cerminan 6 tahun Otsus di Papua yang diadakan
panjang yang diperlukan. pada bulan November 2007 oleh Pusat Demokrasi,
Universitas Cendrawasih, Jayapura menyimpulkan
bahwa pelaksanaan Otsus hanyalah menyentuh secara
4. Keadaan Paska Tahun 2001 simbolis dan kurangnya bagian-bagian yang penting.
Papua mendapatkan Otsus dari Pemerintah Pusat untuk
• Kepercayaan guna menjembatani kesenjangan periode waktu 25 tahun. Perubahan-perubahan besar
pelaksanaan pada keadaan penghidupan orang asli Papua diharapkan
dapat terlihat selama periode ini untuk menghadapi
Terdapat kesenjangan dalam pelaksanaan Otsus yang keluhan-keluhan yang sudah lama ada di Papua. Jika
berakar dari tingkat kepercayaan secara vertikal tidak ada perubahan besar yang membawa kemajuan
antara Negara dan masyarakat lokal di Papua yang dalam kesejahteraan penduduk asli yang didapatkan
mempengaruhi hubungan secara horisontal atau di dari proses pembangunan, akumulasi keluhan-keluhan
antara masyarakat akar rumput. Sebagai contoh, kemungkinan akan berubah menjadi keagresifan sosial.
suatu komentar ketidakpercayaan yang dibuat oleh Keluhan-keluhan orang asli Papua yang masih berlangsung
Kepala BIN (Badan Intelijen Nasional) yang menuduhkan masih diekspresikan melalui demonstrasi-demonstrasi
penggunaan dana Otsus untuk mendukung separatis. damai (misalnya parade damai akbar yang diorganisir
Tuduhan seperti itu menyebabkan kegundahan sosial oleh DAP (Dewan Adat Papua) pada tahun 2005 yang
dan reaksi keras dari masyarakat Papua yang menuntut bertujuan mengembalikan Otsus kepada Pemerintah
adanya bukti-bukti. Lebih lanjut lagi, tuduhan itu Pusat), memperlihatkan keluhan-keluhan ekspresi
dianggap merusak stabilitas perdamaian di Papua. budaya secara simbolis melalui bendera (misalnya
Oleh karena itu, perbaikan dalam pelaksanaan Otsus pengibaran bendera bintang kejora dimasukkan dalam
yang bermanfaat bagi kesejahteraan penduduk asli tarian tradisional selama penbukaan Konferensi Utama
Papua sangat didambakan. Masyarakat Papua yang DAP di Jayapura bulan Juli 2007), lagu, tarian, tulisan,
pada dasarnya merupakan masyarakat yang terpecah- pakaian, dll. Besarnya dana Otsus sebesar 3,29 Trilyun
pecah (terdiri atas pelbagai kelompok etnis) diperparah Rupiah yang dianggarkan pada tahun 2007 tidak dapat
dengan perpecahan lainnya setelah Otsus. Wacana meredam keputusasaan masyarakat asli Papua. Diskursus
perpecahan antara “O” (Otsus atau Otonomi Khusus) mengenai separatisme tidak sebanding dengan upaya
dan “M” (Merdeka atau terpisah dari Negara Indonesia) perbaikan situasi kesejahteraan penduduk asli Papua
mempengaruhi tingkat kohesi sosial di kalangan seperti yang dicita-citakan di dalam Otsus.
masyarakat madani. Wacana seperti itu melabelkan
perbedaan antara kelompok pro-status quo dan
tertindas. Kurangnya kepercayaan yang menciptakan 5. Sumber-Sumber Keputusasaan
rendahnya tingkat keamanan manusia dan modal sosial,
menghambat pelaksanaan Otsus di Papua. UNDP telah • Perdamaian Negatif
mengidentifikasi sembilan dimensi keamanan manusia
yang mencerminkan daftar penyebab ketidakamanan Data pemerintah pada tahun 2007 menunjukkan
manusia (human insecurity) dan agenda pembangunan bahwa Propinsi Papua mempunyai 2.179 desa-desa,
manusia: 1) keamanan ekonomi, 2) keamanan keuangan, yang 82,43%nya dianggap sebagai terbelakang, dengan
3) keamanan pangan, 4) keamanan kesehatan, 5) menunjuk beberapa variabel seperti jalan utama
keamanan lingkungan, 6) keamanan pribadi, 7) desa, lahan kerja untuk sebagian besar penduduk,
keamanan gender, 8) keamanan masyarakat dan 9) fasilitas-fasilitas pendidikan dan kesehatan, petugas-
kemanan politis. Menurut UNDP, penguatan keamanan petugas kesehatan, media komunikasi dan persentase
manusia memerlukan perhatian atas setiap dimensi rumah tangga yang memakai listrik. Jumlah keluarga
di atas. Di sisi lain, modal sosial secara sederhana yang hidup di bawah standar kesejahteraan adalah
diartikan sebagai serangkaian nilai-nilai informal yang 271.278 unit keluarga atau hampir separuh dari total
diintisarikan dari norma-norma yang dimiliki anggota jumlah 441.987 unit keluarga di Propinsi Papua. Papua
kelompok tertentu yang membuat mereka dapat memegang tingkat kemiskinan yang tinggi: berdasarkan
bekerja sama antara satu dengan lainnya. data yang diberikan untuk SLT (Subsidi Langsung Tunai


Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

yang dibagikan kepada masyarakat miskin) pada bulan kelompok yang menderita diskriminasi termasuk suku
Maret 2006, dinyatakan bahwa hampir separuh dari minoritas dan para perempuan. Meskipun menurut
penduduk Propinsi Papua atau sekitar 47,99% dari UU No 21/2001 dinyatakan bahwa MRP harus dibentuk
seluruh jumlah 1,8 juta penduduk di Propinsi Papua dalam waktu semaksimal mungkin satu tahun
di mana di Propinsi Irian Jaya Barat kira-kira 36,85%, sesudah Otsus diberlakukan, dan Pemerintah Propinsi
dikategorikan sebagai miskin. Jadi, kesemuanya ini Papua telah memasukkan rancangan PP (Peraturan
dapat dirangkum bahwa 45,43% atau hampir separuh Pemerintah) mengenai MRP pada tahun 2002, akan
dari total jumlah penduduk di keseluruhan pulau tetapi pelaksanaan pembentukan MRP baru terlaksana
Papua hidup di bawah garis kemiskinan. Paling tidak pada bulan November 2005. Keterlambatan ini sebagian
kondisi dasar sosial dari tingkat kemiskinan yang besar karena lambatnya pelaksanaan Pemerintah
tinggi memperlihatkan kebutuhan yang terus menerus Pusat melalui PP No.54/2004 mengenai Pembentukan
untuk memperlihatkan perdamaian positif, di mana MRP pada bulan Desember 2004. Karena kemajuan
ketidakadaan kekerasan fisik didukung oleh keadilan besar pada kehidupan masyarakat asli Papua masih
yang merata. Masyarakat akar rumput asli Papua sebagai diharapkan, maka garis kewenangan sebagai badan
target utama Otsus telah berhasil mendapatkan manfaat yang mewakili masyarakat asli Papua harus ditetapkan
maksimum dari proses pembangunan yang berjalan dengan jelas. Proses pengawasan perlu dilakukan untuk
sekarang. Misalnya, meskipun Otsus bertujuan untuk mendapatkan transparansi mengenai jumlah uang
meningkatkan layanan-layanan umum atau pembukaan yang besar yang dibelanjakan di bawah skema Otsus.
akses-akses terhadap hak-hak dasar, orang-orang lokal Dalam perkembangan yang lebih lanjut, PP No. 54/2004
menyatakan bahwa kualitas layanan-layanan kesehatan mengenai MRP tidak menampung seluruh kewenangan
umum masih di bawah standar atau bahkan menurun. MRP di dalam masyarakat atau ruang publik. Keadaan
Belum ada perubahan besar di bidang sumber daya ini menghambat MRP dalam melaksanakan mandatnya
manusia; berdasarkan pada Laporan Perkembangan guna melindungi hak-hak masyarakat asli Papua di
Manusia Indonesia pada tahun 2004, Masyarakat Papua dalam proses pembangunan. Beberapa rekomendasi
mempunyai tingkat terendah pada jumlah orang dewasa yang diberikan oleh MRP misalnya menyangkut
yang dapat membaca dan menulis di dalam negeri yaitu kebijakan pemekaran dan masalah pertambangan (kasus
74,4%. Otsus yang seharusnya membentuk “piramid Freeport) seharusnya lebih diajukan oleh para pihak
yang sesungguhnya” di mana sumber-sumber daya lebih utama khususnya Pemerintah Pusat dalam melindungi
dapat diakses oleh akar rumput terutama masyarakat hak-hak masyarakat asli Papua. MRP mempunyai fungsi
asli Papua, masih memerlukan usaha dalam sistem untuk menampung dan memberikan fasilitas, tetapi
pelaksanaannya untuk menghindarkan pemiskinan tidak memegang kewenangan untuk mengatur proses
yang menyebabkan tingginya tingkat kemiskinan yang pembangunan supaya masyarakat asli Papua menikmati
tersebut di atas. Pengelolaan yang baik yang mendukung keadilan dan kesejahteraan yang merata dengan cara
sistem pelaksanaannya ini juga diperlukan. yang bermartabat. Ditambah lagi, hubungan antara
MRP dan DPRP (Dewan Perwakilan Rakyat Papua) perlu
• Politik perwakilan dijelaskan dalam rangka memperkuat koordinasi di
antara mereka. Sebagai badan yang memegang posisi
Paragraf 5 UU No. 21/2001 Pasal 2 menyatakan “Dalam sebagai jantung Otsus, MRP berhak untuk mendapatkan
rangka melaksanakan Otsus di Propinsi Papua, MRP perhatian supaya mereka dapat melaksanakan tindakan
(Majelis Rakyat Papua) dibentuk sebagai perwakilan nyata dan tegas guna memberikan fasilitas kesempatan
budaya masyarakat asli Papua yang memegang yang setara atau keikutsertaan, serta melindungi hak-hak
kewenangan tertentu untuk melindungi hak-hak masyarakat asli Papua. Keberhasilan untuk memperkuat
masyarakat asli Papua, berdasarkan penghormatan kapasitas MRP akan meningkatkan kepercayaan dari
terhadap adat dan kebudayaan, pendayagunaan banyak masyarakat asli Papua terhadap Otsus.
perempuan dan memperkuat keharmonisan antar
agama.” Jadi, pada dasarnya ini berarti bahwa MRP Berdasarkan pasal 64 UU NO. 21/2001; Pemerintah
memegang peranan penting untuk mengaplikasikan Propinsi Papua berkewajiban untuk mengelola dan
tindakan nyata dan tegas (affirmative action) guna memanfaatkan lingkungan penghidupan dengan cara
melindungi hak-hak masyarakat asli Papua sebagai terpadu sesuai dengan karakteristik-karakteristik yang
jantung dari Otsus. Tindakan nyata dan tegas diwujudkan tersebar, perlindungan sumber daya alam biologis,
dalam bentuk perlakuan kompensasi istimewa yang sumber daya alam non-biologis, sumber daya buatan,
ditujukan guna mempromosikan keikutsertaan dan konservasi sumber daya alam biologis dan ekosistem,
memfasilitasi kesempatan yang setara bagi kelompok- pelestarian budaya, dan keanekaragaman biologis dan


Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

perubahan cuaca, dengan memperhatikan hak-hak adanya perbedaan pandangan antara Masyarakat Papua
masyarakat adat dan untuk kesejahteraan rakyat”. dengan Pemerintah Pusat. Dibutuhkan penyediaan dasar
Berkaitan dengan modal sosial yang tergantung pada hukum lebih lanjut misalnya PP (Peraturan Pemerintah)
tingkat kepercayaan antara Negara dan masyarakat sebagai penjelasan lebih lanjut dari Bab 28 UU No.
madani, paradigma bersama masih perlu digali lebih 21/2001, supaya masyarakat asli Papua diperbolehkan
lanjut. Masyarakat asli Papua yang dikenal sebagai membentuk partai politik lokal.
masyarakat adat sebagai target utama Otsus belum
diberikan ruang seperlunya supaya terlibat aktif dalam • Kebijakan yang tidak sepadan dengan budaya lokal
kemajuannya baik sebagai pihak yang mendapatkan
manfaat maupun sebagai pelaku. Sebaliknya, kecurigaan Pernyataan tentang hak-hak penduduk asli yang
dan prasangka berlabelkan separatis ditujukan kepada ditetapkan oleh PBB pada tanggal 8 Agustus 2006,
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan hak-hak memberikan ruang bagi penduduk asli guna menentukan
adat. Kelompok yang mencanangkan perlawanan kerap kemajuan mereka secara bebas berdasarkan nilai-
dilabelkan sebagai OPM (Organisasi Papua Merdeka). nilai dan sistem kebudayaan mereka. Kurangnya
Kurangnya ruang untuk perdamaian ikut andil dalam penghormatan terhadap kebudayaan Papua yang unik
menciptakan rendahnya tingkat keamanan manusia. seiring dengan ketidakadilan ekonomi dan pembagian
Konferensi utama Dewan Adat Papua yang dilaksanakan pendapatan negara adalah masalah-masalah terbesar
pada bulan Juli 2007 diwarnai dengan pengawasan yang berlawanan dengan usaha-usaha untuk meraih
keamanan yang dikendalikan. Meskipun dihadiri oleh rekonsiliasi yang sebenarnya. Paradigma modern
perwakilan resmi dari Pemerintah Propinsi, namun tidak pembangunan berfokus pada pertumbuhan (growth)
ada perwakilan MRP yang mengikuti program di atas. dan atribut-atribut modern dipasang sebagai standar
Terlebih lagi, konferensi ini dilaksanakan secara swadaya kaku dalam mengukur tingkat keberadaban masyarakat
karena tidak didukung secara keuangan oleh Pemerintah lokal di dalam pembangunan. Paradigma modern yang
yang hanya mengakui LMA (Lembaga Musyawarah kaku ini adalah akibat dari penempatan penduduk
Adat) yang dibentuk oleh Pemerintah. Tidak seperti asli sebagai obyek dan bukan sebagai subyek. Atribut-
LMA yang para anggotanya dipilih dan ditunjuk oleh atribut modern yang diberlakukan terhadap penduduk
Pemerintah, Dewan Adat Papua dibentuk berdasarkan asli dianggap sebagai pemiskinan kebudayaan, seperti
struktur tradisional masyarakat adat Papua. Perbedaan “Operasi Koteka” yang dilaksanakan di Wamena
pandangan mengenai badan-badan yang menampung pada akhir tahun 70an yang memaksa penduduk asli
kebutuhan dan aspirasi masyarakat adat menyebabkan untuk meninggalkan nilai-nilai tradisional mereka
sebuah perpecahan lagi. Masalah mengenai politik- dan mengadaptasi cara-cara hidup modern termasuk
politik perwakilan juga meliputi masalah lain mengenai memakai pakaian ketimbang koteka. Terbelakang dan
partai politik lokal. Berlainan dengan di Aceh, UU No. manusia jaman batu adalah label umum yang sering
21/2001 mengenai Otsus tidak mencakup pembentukan diberikan kepada penduduk asli yang hidup dengan cara
partai politik lokal, seperti UU No.21/2001 Bab 28 hanya tradisional. Perubahan pendekatan pembangunan dan
menyebutkan mengenai partai politik, dan bukan partai kemajuan yang menghormati dan menampung kearifan
politik lokal. Dalam keterangan ini, ketidakjelasan lokal (pengetahuan dan nilai-nilai lokal) sangatlah
mengenai pembentukan partai politik lokal menciptakan dibutuhkan.

Tanpa memandang posisi sosial (Pejabat Pemerintah,


masyarakat madani, dll), status sebagai anak adat
Papua memegang kunci penting dalam membangun
identitas penduduk asli Papua. Kemajuan di
Papua haruslah merujuk kepada studi etnografi
dan mengadaptasi pendekatan sosial budaya yang
mengakui penduduk asli Papua sebagai kesatuan adat
yang diarahkan dalam bentuk hak-hak adat, hak-hak
ulayat, dan kebudayaan. Pembangunan dewasa ini
termasuk kebijakan pemekaran tidak selalu sejalan
dengan pemetaan kebudayaan di Papua. Misalnya,
Daerah Kurima yang dulu adalah bagian dari Kabupaten
Jayawijaya, setelah pemekaran menjadi bagian dari
kabupaten Yahukimo. Pemekaran ini tidak sesuai dengan
pemetaan kebudayaan lokal yang memasukkan Kurima

10
Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

sebagai bagian dari masyarakat lembah Besar (Hubula) perikanan ilegal, perkebunan swasta yang besar sekali,
yang tinggal di Wamena, kabupaten Jayawijaya. dll. Sumber-sumber daya alam yang kaya di Papua akan
Sebagai tambahan dari pemetaan pemetaan adat atau tetap menjadi salah satu keluhan utama dan pemicu
kebudayaan, hukum adat, memegang potensi bagus konflik (baik vertikal antara negara dan rakyat juga
sebagai dasar dari Hukum nasional. Inisiatif-inisiatif secara horisontal antara para anggota masyarakat)
lokal, baik berdasarkan masyarakat, inisiatif organisasi selama pembagian dari kekayaan yang terkumpul dari
sipil, atau lintas badan di antara badan-badan eksploitasi alam itu tidak dibagi secara adil dan jelas.
pemerintah dan masyarakat madani harus didukung dan Demonstrasi-demonstrasi berdarah terakhir di Jayapura,
diteruskan. Salah satu contohnya yakni bagian khusus di ibukota Propinsi Papua pada tahun 2005 menuntut
Kepolisian yang disebut FKPM (Forum Kemitraan Polisi penutupan tambang tembaga dan emas Grasberg
Masyarakat) yang lebih mendasarkan pada hukum adat Freeport Indonesia (perusahaan ekonomi terbesar di
lokal ketimbang hukum perundangan dalam perannya Papua dengan perkiraan pendapatan kotor sekitar 1,7
sebagai penengah pelbagai perselisihan seperti Milyar US$ setiap tahun) yang menyebabkan adanya
masalah-masalah tanah, pembunuhan, perzinahan, korban baik dari para pemrotes dan aparat keamanan,
pemalsuan, dll. Ini merupakan metode resolusi konflik mendesak Pemerintah Pusat untuk menanggapi keluhan-
efektif yang akan memberikan hasil optimum dalam keluhan Papua. Sebagai mayoritas, penduduk Papua
memecahkan permasalahan masyarakat apabila lebih tinggal di desa atau daerah terpencil dan menjalani
didukung upaya dalam mengkodifikasikan hukum adat hidup ekonomi subsisten (bergantung pada alam),
serta meningkatkan keterampilan mediasi para petugas mereka mempunyai hubungan yang dekat dengan alam
Polisi yang menangani pekerjaan tersebut di atas. sekitarnya. Kemudahan akses terhadap sumber-sumber
daya alam penting bagi penduduk asli Papua tidak hanya
Contoh yang kedua adalah bagian khusus di BPN (Badan dari segi ekonomi, tetapi juga merupakan manifestasi
Pertanahan Nasional) yang disebut sebagai bagian dari identitas dan martabat kolektif mereka. Masyarakat
penyelesaian konflik yang menjadi penengah dan adat melihat alam tidak hanya sebagai sumber dari
menyelesaikan masalah-masalah tanah lokal, bekerja kehidupan sehari-hari melalui hasil-hasilnya, tetapi
sama dengan pemerintah daerah dan kepolisian. juga di dalam kerangka keutuhan spiritual. Tanah adat,
Dalam prakteknya, dukungan dan koordinasi perlu seperti halnya penduduk asli dari bagian lain di dunia,
lebih dikembangkan dengan pemerintah lokal. Badan dipercaya sebagai mamak (ibu) yang harus dihormati.
Pertanahan Nasional bukanlah bagian dari Otsus Terlebih lagi, tanah adat menghubungkan mereka
karena merupakan badan Pemerintah Nasional. Ini dengan leluhur mereka dan dunia mistis. Sistem dan
ironis, karena banyak masalah-masalah dari hak-hak nilai-nilai tradisional menetapkan daerah-daerah
asli sangat berhubungan dengan masalah-masalah tanah adat beserta kegunaannya; ada beberapa bagian
pertanahan. Bagian khusus seperti yang disebut di atas daerah ini yang terlarang dipakai untuk keperluan
akan memberikan hasil-hasil optimum dalam melakukan apapun karena daerah-daerah ini dianggap suci dan
penyelesaian konflik lokal mengenai masalah-masalah merupakan bagian yang tidak dapat diganggu gugat.
pertanahan apabila dilengkapi dengan hukum positif Proses pembangunan berskala besar yang berfokus
yang sesuai secara kebudayaan dengan konteks lokal pada pertumbuhan seharusnya mengindahkan kearifan
khusus di Papua. Sebagai contoh misalnya tentang lokal termasuk nilai-nilai dari tanah adat sebagai tanda
hak-hak tanah asli yang diberikan kepada seseorang penghormatan terhadap kebudayaan lokal. Keuntungan
– dengan arti membuat hak-hak tanah asli menjadi ekonomi tidak seharusnya berada di atas kebutuhan
milik pribadi. Tetapi, Negara tidak mengakui tanah dan kepentingan masyarakat adat.
ulayat (tanah adat kolektif) sebagai wilayah leluhur
yang kepemilikannya kolektif dan menyeluruh di mana Pengenalan terhadap nilai-nilai tradisional dari
penduduk asli memperhitungkan diri mereka sendiri tanah adat manapun yang akan dieksploitasi adalah
sebagai “penjaga” dari wilayah leluhur, bukan pemilik langkah pertama yang penting untuk mengerti dan
seperti yang biasa diartikan dalam ekonomi pasar menghargai kearifan lokal di atas. Dalam beberapa
modern. Jadi, diperlukan mekanisme pelaksanaan dan kasus, masyarakat adat hanya terlibat dalam langkah-
kebijakan-kebijakan terpadu yang-khusus–dirancang- langkah praktis seperti memilih penanam modal yang
bagi-penggunaan-lokal. akan dinominasikan dan dipilih oleh pemerintah lokal.
Komunitas adat belum terlibat secara menyeluruh,
• Ekstraksi sumber daya alam yang tidak berimbang dalam arti mereka diberikan ruang untuk menjelaskan
kearifan lokal dan mengarahkan tingkat kemajuan yang
Ekstraksi sumber daya alam dalam jumlah yang besar diinginkan yang sesuai dengan kearifan lokal tersebut.
terdiri atas pertambangan, penebangan kayu dan Di dalam tingkat makro, pemerintah Propinsi telah

11
Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

mulai membuat rancangan Perdasus (Peraturan Daerah tersebut. Pendekatan keamanan dirasakan sangat
Khususu) mengenai pengaturan tanah adat dalam kuat di tempat-tempat publik yang mempengaruhi
bentuk partisipasi yang adil yang berpotensi menarik tingkat kebebasan berekspresi. Para wartawan lokal
bagi penanam modal. Meskipun demikian, pertemuan menyatakan bahwa kebebasan bagi mereka berarti
langsung antara cara hidup subsisten (bergantung adanya kebebasan untuk mengungkapkan fakta-fakta
pada alam) dan tekanan dari eksploitasi komersial tanpa adanya tekanan dari para pihak yang berkuasa.
harus diperhitungkan. Pembangunan tidak seharusnya Kecurigaan-kecurigaan yang ada melalui pemberian
hanya untuk meraih pertumbuhan ekonomi dalam nama beberap kegiatan termasuk forum masyarakat
rangka mencari keuntungan ekonomi, tetapi juga harus tertentu sebagai pertemuan ilegal yang diarahkan
tetap menjaga martabat kolektif yang dipercayai oleh pada tindakan makar menempatkan mereka ke dalam
masyarakat setempat. Masyarakat adat seharusnya daftar “gangguan keamanan”. Parameter dan alasan
terlibat dalam keseluruhan siklus manajemen mulai dari daftar tersebut harus dijelaskan kepada khalayak
dari tahap perencanaan sampai dengan pengawasan umum guna membangun masyarakat yang demokratis
akhir dan akses terhadap pembangunan. Meskipun dan terbuka di atas keeratan sosial. Ruang publik yang
fakta ditunjukkan melalui rekomendasi yang diusulkan dikekang diberlakukan untuk forum publik terbuka.
oleh para akademisi di Papua mengenai kemungkinan Kasus pencekalan pembicara dari komunitas akademis
kerusakan yang terjadi di daerah-daerah pertambangan internasional pada lokakarya terbuka mengenai
yang terencana, beberapa eksploitasi alam tetap Demokratisasi dan pelaksanaan Otsus di Papua pada
berlangsung dan meninggalkan beberapa masalah saat-saat terakhir oleh keamanan tanpa alasan yang
yang disebabkan oleh ketiadaan konsultasi publik atau terbuka dan kehadiran petugas intelejen secara nyata
pengucilan masyarakat adat di dalam keseluruhan pada lokakarya tersebut menciptakan ketidaknyamanan
proses manajemen, juga dengan adanya kesimpang- dan kekecewaan. Pengekangan ruang publik lainnya
siuran perijinan yang diberikan oleh pemerintah Propinsi adalah penyitaan bahan-bahan publikasi yang dianggap
dan Daerah. Proses pengikutsertaan partisipatif yang mengancam ketertiban umum yang dilaksanakan
mempertimbangkan secara serius kebudayaan lokal berdasarkan UU no. 5/1969. Beberapa publikasi
dan penanggapan terhadap kekhawatiran mengenai mengenai Papua ditulis oleh masyarakat asli Papua
akibat lingkungan akan menghasilkan kebijakan yang disita dari pasar karena mereka dianggap menyebabkan
sesuai dengan kebudayaan dan ramah lingkungan. keresahan masyarakat. Pembatasan juga dilaksanakan
Inisiatif lokal bekerja guna mencapai kebijakan sumber terhadap pihak-pihak dari luar yang akan membuat
daya alam yang seimbang adalah dukungan terhadap liputan mengenai Papua: pelarangan akses bagi para
penduduk asli Papua dan lingkungan pada tingkat makro wartawan asing luar Indonesia sejak tahun 2003 (kecuali
(misalnya koordinasi antara MRP dan Pemerintah Propinsi beberapa wartawan internasional terkenal yang berbasis
untuk mempersiapkan proyek percobaan mengenai kerja di Jakarta dan mengerjakan sesuatu yang tidak
pemecahan masalah-masalah tanah adat, berkonsultasi bertema politik) dan melakukan proses penyeleksian
dengan para pemimpin daerah mengenai perancangan untuk para pengamat yang tidak memihak. Pembatasan
peraturan daerah pada badan perwakilan desa, ketat terhadap akses ke Papua menghambat didapatnya
rancangan peraturan daerah mengani pemetaan tanah informasi yang dapat dipercaya mengenai keadaan dan
adat di Papua) dan hal-hal yang berbasis masyarakat situasi di sana. Terlebih lagi, pembatasan tersebut
(misalnya integrasi adat, peraturan-peraturan gereja menambah kecurigaan terhadap pihak manapun di
dan pemerintah) harus dilanjutkan dan didukung. Papua (baik Pemerintah maupun masyarakat madani)
yang mengarah pada permasalahan hak-hak dasar
• Pendekatan keamanan penduduk asli Papua

Indonesia telah mengamankan keanggotaannya di Pendekatan keamanan yang diberlakukan oleh


Dewan Hak Asasi Manusia PBB dan Dewan Keamanan Pemerintah Pusat termasuk keberadaan personil militer
PBB, dan juga menyetujui Perjanjian Internasional yang berlebih di Papua telah menyebabkan ketakutan,
mengenai Hak-hak Sipil dan Politik (the International menciptakan rendahnya tingkat kepercayaan terhadap
Covenant on Civil and Political Rights) dan Konvenan pemerintah dan meningkatkan prasangka terhadap
Internasional mengenai Hak-hak Ekonomi, Sosial dan penduduk non-Papua. Beberapa rekomendasi lokal telah
Budaya (the International Convenant on Economic, diminta untuk merancang perdasus untuk mengatur
Social and Cultural Rights) pada tahun 2006. Pada penempatan personil militer non-organik terutama
kenyataannya,kasus Papua memperlihatkan terbatasnya Kopassus (Komandan pasukan khusus), mengurangi
ruang yang diberikan untuk melaksanakan hak-hak jumlah pos-pos militer dan personil-personil, dan

12
Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

membuat Polisi bekerja lebih efektif di dalam mana OPM berada) memiliki akses masuk terbatas bagi
kehidupan masyarakat madani. Terlepas dari apapun orang luar. Pembatasan diberikan juga kepada pihak
yang ditulis atau dipresentasikan mengenai Papua oleh lain atau organisasi yang bekerja untuk memberikan
para akademisi dan peliputan oleh para wartawan hak-hak dasar kepada penduduk seperti layanan-
atau pengamat asing, pendekatan keamanan terus layanan kesehatan untuk masyarakat lokal. Organisasi
berlangsung dan berfokus pada tindakan pencegahan tersebut perlu melalui beberapa tahapan prosedural
dari pada menawarkan sebuah ruang perdebatan kritis supaya mereka dapat bekerja di lapangan. Dalam
terbuka. Di dalam kerangka pembangunan perdamaian beberapa kasus, petugas-petugas keamanan lokal tidak
dan strategi pencegahan krisis; parameter keamanan ingin menjamin keamanan para staf organisasi tersebut
yang dipublikasikan dengan jelas dan adanya ruang di atas kecuali apabila mereka dibayar cukup sehingga
yang cukup untuk kebebasan berekspresi harus dapat bernegosiasi mengenai tingkat keamanan dari
dikembangkan. Pembangunan kepercayaan sebagai “zona-zona merah” terkait. Tingkat keselamatan
langkah penting menuju rekonsiliasi baik secara dan keamanan menjadi tergantung pada uang suap
horisontal (antara Penduduk non-Papua dan Papua) dan yang diberikan. Kenyataan di lapangan menunjukkan
secara vertikal (antara Papua dan Pemerintah Pusat) sumber-sumber daya untuk layanan-layanan dasar
adalah area yang perlu digarap lebih lanjut di masa (misalnya kesehatan dan pendidikan) yang sangat
mendatang. minim (hampir tidak ada) di daerah-daerah yang disebut
sebagai “zona-zona merah”. Penduduk asli Papua yang
dituduh menjadi lebih tersingkir dan terhambat dalam
mendapatkan akses terhadap hak-hak dasar mereka.
Stigma ini menciptakan adanya kesenjangan yang lebih
luas dalam ketidak-setaraan horisontal dan rendahnya
tingkat keamanan manusia.

Elemen pemecah lainnya adalah pelbagai kabar angin


yang terus menerus mempengaruhi pikiran orang dan
pembangunan perdamaian. Kabar angin ini menyebar
selama periode tenang, pada waktu tenang yang
mencekam. “Para pengusaha konflik” menyebarkan
kabar angin yang dapat meningkatkan ketegangan untuk
mencapai kepentingan-kepentingan tertentu. Beberapa
• Rendahnya tingkat modal sosial masalah-masalah sensitif dipilih sebagai subyek utama
kabar angin untuk memicu kemarahan orang-orang
Tingkat modal sosial di Papua dipengaruhi oleh beberapa yang mungkin akan berubah menjadi keagresifan
elemen pemisah yang cukup signifikan. Modal sosial sosial. Media yang dipakai untuk menyebarkan kabar
memegang peranan penting sebagai “perekat” yang angin biasanya dari mulut ke mulut atau melalui telpon
melekatkan masyarakat untuk membangun keberadaan seluler. Pada bulan Juni-Juli 2007, kabar angin mengenai
yang penuh kedamaian. Modal sosial mencerminkan kemungkinan pengibaran bendera di Wamena tersebar,
inti dari norma-norma kerja sama dalam pengelolaan yang meningkatkan ketegangan di antara masyarakat
interaksi, sedangkan penyimpangan sosial pada faktanya madani. Kabar angin ini menciptakan ketakutan di dalam
mencerminkan kurangnya modal sosial. Pada bulan pikiran orang-orang karena beberapa kekerasan kolektif
Desember 2007 lokakarya para pemimpin keagamaan di Papua terpicu dengan pengibaran bendera bintang
di Papua menyatakan beberapa argumen yang penting kejora (yang di anggap oleh Negara sebagai identitas
termasuk tidak adanya gerakan separatis di Papua; dan simbolis dari negara Melanesia yang sering dihubungkan
adanya stigma keberadaan OPM diciptakan oleh para dengan kemerdekaan Papua), termasuk tragedi Wamena
pejabat Pemerintah, yang dipelihara dan dimanfaatkan pada tanggal 6 Oktober 2000, di mana kekerasan
oleh para pejabat Pemerintah demi kepentingan terstruktur dilakukan oleh aparat keamanan kepada
Pemerintah. Sebagai tambahan dari argumen di atas; di pihak-pihak yang mengibarkan bendera bintang kejora
beberapa daerah di Papua stigma seperti itu mengganggu berdampak pada konflik horisontal antara Penduduk
ketersediaannya hak-hak dasar manusia. Secara umum, Papua dan penduduk Non-Papua. Berdasarkan pada
penduduk asli Papua di dataran tinggi khususnya mereka laporan yang diberikan oleh SKP keuskupan, Kontras,
yang tinggal di daerah yang dicap sebagai “zona-zona Elsham dan LBH Jayapura, tragedi Wamena tahun 2000
merah” (diasumsikan oleh keamanan sebagai basis di telah mengubah pemetaan sosial di Balim, Wamena

13
Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

dan Papua pada umumnya. Perubahan-perubahan ini Semua toko-toko di pasar dimiliki oleh penduduk non-
berdampak penting dalam jangka panjang termasuk: Papua. Para penduduk lokal Papua menjadi sangat
(a) tumbuhnya lingkaran kekerasan; orang-orang takut untuk membeli barang persediaan di toko-toko.
yang tinggal di Balim dan Wamena tidak diperlakukan Orang-orang hidup dalam ketakutan dan teror. Seiring
sebagai warga negara yang terhormat dan dijamin dengan tersebar luasnya kabar angin, meningkat pula
hak-hak kewarga negaraannya. Kekerasan para aparat ketegangan, beberapa orang menjadi marah dan
negara memicu perang budaya di Balim yang mendapat melempar batu ke toko-toko di pasar. Setelah itu,
pembalasan yang berkarakter khusus; (b) terciptanya beberapa pasar termasuk Sinakma dan Woma ditutup
situasi ketakutan yang traumatis; (c) rusaknya sistem selama beberapa hari. Untuk menurunkan ketegangan,
pendidikan; banyak guru terbunuh/pergi; (d) masyarakat Polisi lokal pergi berkeliling kota mengumumkan
yang terpecah-pecah; meningkatnya jumlah pengungsi bahwa sudah cukup aman untuk memakan barang-
internal yang memecah orang-orang di lembah balim barang dari toko dan mengajak masyarakat lokal untuk
dan di luar Balim, Penduduk Papua dan non Papua, tetap tenang dan tidak terpancing oleh kabar angin.
Penduduk Papua pesisir dan pegunungan. Kepercayaan Setelah itu diketahui bahwa beberapa kasus keracunan
di antara masyarakat-masyarakat ini telah terbangun makanan disebabkan oleh barang-barang kedaluwarsa
selama bertahun-tahun, hancur karena kekerasan yang yang dijual oleh toko-toko. Dua contoh dari Wamena
luar biasa. Setiap kelompok berkeinginan untuk menutup ini memperlihatkan betapa kabar angin berpengaruh
diri mereka menjadi kelompok etnis mereka sendiri. pada peningkatan konflik. Kabar angin juga biasa
Berita-berita yang tidak etis, tidak berfakta dan tidak beredar pada waktu-waktu tertentu di Papua; 1
professional meningkatkan kecurigaan terhadap orang Desember (dianggap sebagai hari nasional Papua) dan
lain memperkuat ketakutan; (d) Tidak adanya rasa 14 Desember (dianggap sebagai hari kemerdekaan atau
selamat dan aman, Pengungsi internal meninggalkan negara Melanesia). Menyebarnya kabar angin ke seluruh
Wamena; (e) Daerah terisolasi; (g) stigmatisasi orang- Papua mengenai kemungkinan adanya kerusuhan atau
orang Balim dan Papua; (h) Pendekatan keamanan konflik terbuka yang mungkin akan terjadi selama
dengan mengirimkan tentara dan polisi lebih banyak waktu-waktu tersebut di atas menyebabkan ketakutan
lagi. dan teror. Kabar angin memainkan peranan aktif dalam
membangun opini publik yang pada beberapa kasus
Mengacu pada akibat-akibat mendalam dari tragedi membuktikan prasangka buruk yang ada dalam benak
di atas, kabar angin mengenai pengibaran bendera pikiran mengenai pihak lain.
bintang kejora menciptakan suasana ketakutan
dan teror juga kecurigaan di antara orang. Untuk • Masyarakat anomi dalam proses perubahan sosial
meredakan ketegangan Dewan Adat Papua di Wamena,
juga masyarakat adat lainnya yang tertuduh dan Kekayaan sumber daya alam Papua tidak setara dengan
diberi label sebagai pendukung separatis, memberikan tingkat pendidikan. Banyak pemuda putus sekolah yang
informasi tandingan mengenai tidak adanya tujuan menciptakan kesenjangan generasi antara para pemuda
untuk pengibaran bendera bintang kejora dan dan para tetua. Para tetua di desa-desa semua khawatir
dengan secara keras merekomendasikan masyarakat mengenai kelanjutan tradisi adat mereka seiring
lokal untuk tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh dengan meningkatnya jumlah pemuda yang pindah ke
kabar angin tersebut. Kabar angin tersebut ternyata kota. Para tetua mengeluh bukan karena para pemuda
palsu; tidak ada pengibaran bendera bintang kejora. pindah ke kota untuk belajar, tetapi lebih pada pemuda
Meskipun demikian, selama periode tenang, suasana yang menganggur atau tidak mempunyai pekerjaan.
ketakutan dan teror mencekam kehidupan sehari-hari Pemuda seperti itu, menurut para tetua, harus tinggal
dan menurunkan produktifitas dari masyarakat lokal di dan bekerja di desa, memelihara kebun mereka sebagai
Wamena. Terlepas dari periode tenang, kejadian lain masyarakat subsisten. Kelompok pemuda tersebut tidak
mungkin dapat menyebabkan kejadian yang memicu ikut serta dalam ritual-ritual adat tradisional karena
adanya kabar angin. Misalnya, pada bulan September mereka merasa bahwa itu sudah ketinggalan jaman,
2007, setelah kejadian di mana beberapa masyarakat asli tetapi mereka tidak dapat ikut serta dalam modernisasi
Papua mengalami masalah-masalah keracunan setelah juga karena mereka tidak mempunyai kapasitasnya. Jadi,
memakan dan/atau minum makanan dan minuman mereka adalah kelompok anomi dalam perubahan sosial
yang dijual di toko-toko lokal di pasar Wamena. Kabar yang perlu diberdayakan dalam proses pembangunan.
angin tersebar mengenai usaha pembunuhan untuk Menanamkan modal pada program pendidikan di Papua
melenyapkan orang asli Papua melalui racun yang akan menanggulangi perasaan rendah diri menjadi
dimasukkan ke dalam makanan, minuman dan rokok. masyarakat asli Papua sehingga mereka dapat menjadi

14
Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

subyek dari perubahan sosial. Para anggota masyarakat anak dan dewasa) memakai pelbagai jenis kaos yang
anomi mudah terjebak di dalam penyimpangan sosial berhubungan dengan ikon atau jargon militerisme.
atau nilai-nilai negatif yang dibawa oleh modernisasi. Mantan Presiden Abdurachman Wahid menyetujui bahwa
Di Papua, perilaku yang tidak mendukung misalnya bendera bintang kejora adalah identitas kebudayaan
malas dan kurangnya motivasi untuk belajar di sekolah, dari masyarakat asli Papua; pengibaran bendera ini
juga kebanyakan tingkat kejahatan (baik di kota-kota dapat diterima dan tidak dianggap sebagai separatisme
mupun desa-desa) termasuk pembunuhan, perkosaan, selama dekat dengan bendera Nasional Indonesia. Akan
pencurian, penganiayaan, penipuan dan kekerasan tetapi, opini publik masih terpilah karena masih belum
dalam rumah tangga yang dipicu oleh konsumsi alkohol. tersedianya pemahaman bersama dan persetujuan
Meskipun pada kenyataannya bisnis alkohol membuat mengenai inti dan batasan antara identitas kebudayaan
kontribusi yang besar secara ekonomi di dalam dan Nasionalisme.
pendapatan daerah, penyimpangan sosial dan/atau
kebingungan mengenai identitas kebudayaan seseorang Pemiskinan yang berlangsung terus menerus di Papua
seringkali terkait dengan kecanduan alkohol. Ironisnya, telah menarik perhatian yang berpusat pada peninjauan
selain dari Kabupaten Manokwari (terletak di Propinsi akibat lebih luas yang dibawa oleh Otsus dalam membuka
Irian Jaya Barat) belum ada satu pun peraturan daerah lebih banyak akses terhadap hak-hak dasar masyarakat
mengenai minuman beralkohol. Sebagai tambahan asli pada tingkat akar rumput. Para pengambil manfaat
atas pendidikan formal, pendidikan ketrampilan dari Otsus, seperti yang dinyatakan oleh beberapa
hidup sangat diperlukan untuk melaksanakan strategi analis di Papua, merupakan sebagian besar dari elit-
pencegahan dalam menghadapi epidemi tertentu yang elit politik dan birokrasi. Selama kasus-kasus korupsi di
mempengaruhi sumber daya manusia di Papua seperti Papua tidak diungkapkan, maka polarisasi tidak hanya
penyebaran HIV/AIDS, yang sampai pada bulan Juni antara Pemerintah Pusat dan masyarakat asli Papua,
2006 telah mencapai 2.703 kasus terjangkitnya epidemi. tetapi juga antara Pemerintah Lokal atau para elit dan
Selama tingkat pendidikan masih rendah, jarak dengan masyarakat akar rumput Papua. Singkatnya, Papua tidak
akar kebudayaan seseorang semakin melebar, dan tidak dilayani dengan baik oleh para elitnya sendiri. Manfaat
adanya perlindungan struktural melalui peraturan; Otsus hanya berputar di antara para elit. Otsus dituduh
penyimpangan sosial, sumber-sumber daya manusia memicu adanya perbedaan sosial yang lebih tinggi di
yang rendah (secara kuantitatif dan kualitatif) dan dalam Papua sendiri antara orang kaya dan miskin. Di
kekerasan pada akar rumput akan tetap ada. beberapa daerah di Papua telah ditemukan banyak
kasus lahirnya OKB (Orang Kaya Baru) yang mempunyai
• Polarisasi kepemilikan mewah termasuk rumah dan kendaraan
dalam waktu singkat sesudah ditunjuk sebagai pejabat
Polarisasi baik secara horisontal (antara masyarakat lokal. Menjadi pejabat Pemerintah dianggap sebagai
madani) dan vertikal (antara negara dan rakyat) kesempatan bagus untuk mengumpulkan modal
menambah kesenjangan yang meningkatkan konflik. pribadi bukannya untuk memberikan layanan terhadap
Salah satu elemen yang memicu polarisasi di atas adalah kebutuhan publik.
perbedaan pemahaman mengenai manifestasi identitas
kebudayaan dibandingkan dengan rasa Nasionalisme. Polarisasi lain di dalam skala mikro atau lokal di
Beberapa konflik dan kekerasan terbuka dipicu oleh Papua diperoleh sebagai akibat dari kebijakan yang
pengibaran bendera bintang kejora yang dianggap diberlakukan oleh Pemerintah Pusat atas Papua. Satu
sebagai perwujudan dari separtisme. Terlebih lagi, di dari contohnya dapat dilihat dari pemekaran Papua.
dalam opini publik menjadi terpolarisasi dan terpilah- Megawati Soekarno Putri sebagai Presiden Indonesia,
pilah yang disebabkan oleh militerisme: pembentukan menerbitkan Inpres (Instruksi Presiden) No. 01/2003
paramiliter Barisan Merah Putih yang mencemaskan mengenai pemekaran Papua dan lahirnya Propinsi Irian
terdiri atas orang-orang sipil yang memandang diri Jaya Barat. Kebijakan ini menciptakan polarisasi antara
mereka sebagai barikade pembela Negara Indonesia. Di kelompok pro dan kontra di Papua. Kelompok pro
dalam pertemuan mereka pada bulan Desember 2007, kebijakan pemekaran berargumen bahwa itu merupakan
para pemimpin agama di Papua mengangkat keprihatinan langkah strategis dalam memperkecil kesenjangan
mereka mengenai militerisme yang dipaksakan dan layanan pemerintah terhadap masyarakat lokal dan
mengganggu ke dalam kehidupan masyarakat madani meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua. Pada
di Papua termasuk gaya hidup kemiliteran seperti tanggal 4 November 2004, Mahkamah Konstitusi secara
memakai pakaian militer. Mengenai hal yang tersebut terbuka mengakui status Propinsi Irian Jaya Barat. DPRD
terakhir, di seluruh Papua dapat dilihat individu (anak- Propinsi Irian Jaya Barat melaksanakan konsultasi publik

15
Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

yang hasilnya mendukung pembentukan Propinsi Irian dana Otsus dianggarkan oleh administrasi Pemerintah.
Jaya barat. Di lain pihak, kelompok-kelompok kontra Kompisisi anggaran Otsus di dalam Anggaran dan
pemekaran berargumen bahwa Inpres No. 01/2003 Belanja Daerah pada tahun 2006 seperti yang dijelaskan
tidak selaras dengan UU No. 21/2001 mengenai Otsus oleh Univeritas Negeri Papua: 36% untuk administrasi
Papua, pasal 76, yang menyatakan bahwa pembentukan pemerintahan, 12,2% untuk pendidikan, kesehatan
Propinsi-propinsi baru harus mendapatkan peretujuan 9,74%, ekonomi masyarakat 7,6%. Komposisi anggaran
dari DPRD dan MPR. Di sisi lain, MRP belum terbentuk yang tidak seimbang itu tidak sejalan dengan elemen-
pada waktu Inpres No. 01/2003 diberlakukan. Konsultasi elemen tujuan utama yang dicita-citakan oleh Otsus itu
publik yang dilaksanakan oleh MRP memperlihatkan sendiri adalah membiayai pendidikan, kesehatan dan
hasil yang sebaliknya; kebijakan pemekaran termasuk ekonomi masyarakat.
lahirnya Propinsi Irian Jaya Barat masih prematur
dan setiap kebijakan pemekaran harus kembali Hambatan secara geografis di mana hampir semua
kepada pasal 76 UU No. 21/2001. Baik DPRD dan MRP penduduk Papua tinggal di daerah terpencil merupakan
menolak keberadaan Propinsi Irian Jaya Barat. DPRD salah satu dari alasan yang dipercaya sebagai penghambat
menerbitkan keputusan resmi No. 05/DPRD/2006 para tingkat keberhasilan Otsus dalam menyebarkan
tanggal 17 Februari 2006 yang mendukung rekomendasi manfaat kepada penduduk asli Papua. Terbatasnya
MRP. Jika Pemerintah Pusat tetap terus memberlakukan saranan layanan publik tidak sebanding dengan tingkat
kebijakan pembagian lain di Papua, DPRD atas nama penyebaran penduduk. Untuk meningkatkan perluasan
masyarakat Papua akan mengadakan pertemuan pleno layanan publik yang berbanding dengan luas daerah di
yang ditujukan untuk kembali pada UU No. 21/2001 Papua, disarankan adanya pembentukan Propinsi Papua
mengenai Otsus Papua. Barat Daya (PBD) yang dinyatakan pada bulan Januari
2007. Pernyataan pemekaran Papua diikuti dengan
• Kesenjangan antar kelompok masyarakat keinginan kuat untuk membentuk Propinsi Papua
Tengah. Kemudian diputuskan pada tanggal 14 Februari
Dana Otsus yang dialokasikan untuk Papua pada tahun 2007 di dalam pertemuan pleno yang dihadiri oleh kedua
2008 adalah 4,53 trilyun yang diharapkan untuk dipakai Gubernur Propinsi Papua dan Irian Jaya Barat sehingga
secara optimal untuk menurunkan tingkat kesenjangan, pemekaran dihentikan. Pemerintah Pusat kemudian
mempercepat proses pembangunan dan meningkatkan mengeluarkan dekrit presiden untuk meningkatkan
layanan publik di bidang kesehatan, pendidikan dan pembangunan dan kesejahteraan di Papua. Meskipun
infrastruktur. Kebijakan-kebijakan pengeluaran fiskal demikian, pemekaran kabupaten-kabupaten di dalam
dan regional diharapkan untuk meningkatkan sinkronisasi Propinsi yang sama tetap berlangsung. Baru-baru ini
antara pembangunan nasional dengan regional. ada beberapa kabupaten baru hasil pemecahan dari
Komposisi alokasi Otsus 40:60 antara Pemerintahan kabupaten Jayawijaya, Puncak Jaya dan Nabire, yaitu
Propinsi dan Regional ditujukan untuk menyebarkan Lanny Jaya, Memberamo Tengah, Yalimo, Nduga,
lebih banyak dana pada masyarakat di tingkat yang lebih Dogiyai dan Puncak, menimbulkan protes-protes
rendah untuk memberikan manfaat bagi 70% penduduk termasuk demonstrasi di depan kantor Kementrian
Papua yang tinggal di desa-desa atau wilayah-wilayah Dalam Negeri pada tanggal 11 Desember 2007.
terpencil. Jadi salah satu indikator keberhasilan Otsus Kemudian, opini publik kembali terpecah antara pro
adalah mengecilnya kesenjangan antara wilayah di dan kontra yang diikuti oleh beberapa kekecewaan
pusat dengan pedesaan atau daerah terpencil juga lebih mengenai perasaan terisolir yang disebabkan oleh
besarnya manfaat untuk masyarakat asli di pedesaan kurangnya konsultasi publik di dalam proses pembuatan
atau daerah terpencil (kesenjangan antar kelompok kebijakan. Kurangnya keterlibatan menimbulkan
masyarakat yang lebih kecil antara penduduk asli Papua polarisasi di dalam masyarakat. Orang-orang di tingkat
dan non-Papua). Kurangnya kapasitas Pemerintah di akar rumput yang menunjukkan dukungan mereka atas
tingkat desa untuk mengelola Otsus adalah salah satu lahirnya kabupaten-kabupaten baru ini mempunyai
penyebab yang menghambat penyebaran Otsus pada akar harapan yang tinggi untuk mendapatkan lebih banyak
rumput. Pemikiran mengenai banyaknya sumber daya layanan yang dapat menjangkau daerah asal mereka.
yang dibutuhkan di tingkat pedesaan harus dibarengi Pengharapan tinggi seperti ini perlu diikuti dengan
dengan kapasitas pada tingkat yang sama mulai dari kemampuan realistis dari sumber daya manusia dalam
perencanaan sampai pemantauan. Elemen kedua yang menangani Kabupaten-kabupaten baru ini. Pada tahap
mungkin mempengaruhi tingkat keberhasilan dalam berikutnya,jika ada kesenjangan antara pengharapan dan
penyebaran kesejahteraan Otsus kepada penduduk asli kemampuan dalam pengelolaan kabupaten-kabupaten
Papua adalah pengelolaan anggaran. Hampir seluruh baru ini akan mengakibatkan kekecewaan lagi. Dalam

16
Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

beberapa kasus tertentu bahkan diikuti oleh politik hadiah (gift); untuk para pendatang uang dianggap
ranah yang meningkatkan ethnosentris yang berakar dari sebagai modal investasi untuk membangun kondisi
rasa kebanggaan sebagai anggota dari daerah tertentu. ekonomi seseorang, sedangkan pandangan masyarakat
Kemudian, kondisi ini akan mempengaruhi pola migrasi asli Papua mengenai uang adalah sebagai alat untuk
penduduk menjadi perpindahan yang dibatasi karena dipakai bersenang-senang dengan segera dan membina
rakyat berkeinginan kuat untuk melokalkan banyak hal. hubungan sosial dengan sesama. Di dalam tingkat
Perbincangan mengenai daerah asal atau keturunan struktur makro, ketiadaan peraturan daerah seperti
menentukan mobilitas vertikal dalam mencapai posisi Perdasi (Peraturan Daerah Istimewa) dan Perdasus
karir yang lebih tinggi. Ini berarti bahwa penduduk sebagai tindakan nyata dan tegas (affirmative action)
Papua akan mempunyai kesempatan yang lebih besar Otsus menciptakan ruang yang lebih sempit guna
dalam membangun karir di daerah asal mereka sendiri. melindungi hak-hak masyarakat asli Papua. Peraturan
Pada akhirnya, sentimen kedaerahan ini berlawanan daerah istimewa mengenai hak-hak tanah ulayat akan
dengan logika pendayagunaan pemerintahan sendiri mencegah marginalisasi penduduk asli Papua dari
yang sangat penting bagi penduduk asli Papua. tanah adat mereka sendiri dan sekaligus pencegah
kemungkinan konflik antara pemilik tanah adat dan
Merujuk pada kepemimpinan primordial, politik etnis pemilik baru tanah tersebut, atau di antara para
dan sirkulasi elit seperti yang telah dijelaskan di atas, pemilik tanah adat itu sendiri.Peraturan daerah khusus
pemekaran yang tidak diikuti oleh peningkatan sistem tidak hanya mencegah marjinalisasi sebagai akibat
pengelolaan yang baik dapat memicu konflik yang dari konflik kepemilikan, namun juga yang berkaitan
lain. Bukannya meningkatkan proses pembangunan, dengan kesempatan kerja. Kecenderungan untuk
pemekaran mungkin akan menjadi penghambat dari mempekerjakan penduduk non-Papua menyebabkan
pembangunan itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari rasa rendah diri di kalangan penduduk asli Papua serta
kasus sengketa-sengketa wilayah yang disebabkan menciptakan ketidakseimbangan kesempatan yang
oleh kebijakan pemekaran; Suru-Suru, wilayah sebesar juga membuah semakin besarnya kesenjangan antar
200.000 meter persegi yang kaya akan sumber-sumber kelompok masyarakat antara penduduk Papua dan non-
daya alam termasuk hutan, pasir dan batubara adalah Papua. Ketidakseimbangan kesempatan ini berkontribusi
bagian dari Kabupaten Merauke sebelum kebijakan dalam lokalisasi kekerasan struktural dan menimbulkan
pemekaran diberlakukan pada tahun 2002. Kebijakan kekecewaan di kalangan penduduk asli Papua. Di bagian
pemekaran yang diberlakukan pada tahun 2003 membuat selatan Papua, pendatang non-Papua didatangkan
Suru-Suru menjadi bagian dari Kabupaten Asmat. Proses untuk bekerja pada pelbagai perkebunan investasi
pembangunan di Kabupaten Asmat terhambat karena minyak kelapa sawit yang direncanakan akan melebihi
sejak tahun 2003 ada sengketa mengenai wilayah jumlah pekerja dari kalangan penduduk asli Papua.
Suru-Suru dengan Kabupaten Yahukimo. Dalam hal ini, Keadaan ini menambahkan keputusasaan lain mulai dari
kebijakan pemekaran mengurangi persatuan sosial dan para pemilik tanah adat yang merasa tidak dihormati
mengarah pada kompetisi yang terlokalisasi atas sumber- hak-hak tanah ulayatnya, dan konflik timbul di antara
sumber daya bukannya peningkatan layanan publik dan keluarga mengenai batas-batas tanah dan pembagian
penyeebaran kesejahteraan. Pendekatan strategis guna kompensasi. Selama strategi pembangunan (misalnya
menanggulangi hambatan geografis, meningkatkan prioritas yang diberikan kepada penduduk Papua
kemudahan akses dan penyebaran kesejahteraan yang mengenai lapangan pekerjaan) untuk memperkecil
dalam waktu bersamaan menjaga persatuan sosial gangguan sosial yang dilakukan oleh pemerintah
diperlukan untuk mengurangi kesenjangan antara pusat Propinsi belum sepenuhnya dilaksanakan, maka upaya
dan pedesaan. untuk menangani kekecewaan yang terkumpul dan
kesenjangan antar kelompok masyarakat, harus tetap
Selain dari sirkulasi para elit, kesenjangan antar dilakukan.
kelompok masyarakat yang terjadi di antara penduduk
asli Papua dengan non-Papua pada tingkat akar rumput
masih harus diatasi. Kurangnya semangat kewiraswastaan 6. Pelaku Lokal
dan manajemen keuangan dari penduduk asli Papua
dipercayai sebagai pemicu kesenjangan yang ada. • Akar rumput
Perbedaan pandangan mengenai uang menambahkan
jarak kesenjangan ini. Penduduk non-Papua memandang Di dalam Otsus, orang Papua asli di tingkat akar rumput
uang di dalam kerangka komoditas (commodity), adalah subyek utama sebagai penerima manfaat dan
sementara orang asli Papua melihatnya dengan logika pemain dari kemajuan yang ada di tanah mereka.

17
Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

Perhatian yang paling besar seharusnya diberikan pada dengan mengubah kesetiaan menjadi politik etnis.
tingkat akar rumput supaya memberikan ruang yang Terdapat indikasi krisis legitimasi dalam kepemimpinan
cukup bagi mereka untuk menentukan dan mengarahkan informal yang disebabkan oleh perpecahan dan afiliasi
kemajuan sosial yang diinginkan menuju perdamaian para pemimpin informal.Selain dari pada beberapa
positif. Di dalam dua tahun terakhir, Pemerintah Kota orang yang mengaku bahwa mereka adalah kepala suku
Jayapura telah memberikan insentif atau honorarium dan menawarkan pelbagai proposal di ruang publik atau
kerja untuk ketua-ketua RT/RW (Rukun Tetangga/Rukun kantor Pemerintahan guna mendapatkan keuntungan
Warga) di Kota Jayapura untuk merangsang mereka uang, ada juga beberapa kepala suku ”topi merah”
melakukan pekerjaan administrasi dengan lebih baik. yang dibentuk dan diakui oleh Pemerintah. Perpecahan
Secara teknis dan idealnya, sumber daya diberikan afiliasi kepemimpinan di atas menyebabkan kerancuan
kepada masyarakat di tingkat yang lebih rendah. Hal ini di kalangan akar rumput karena sebenarnya posisi kepala
tentu saja memerlukan kapasitas dan kemampuan yang suku merupakan status bawaan sebagai hasil warisan
cukup untuk mengelola sumber-sumber daya tersebut. antar generasi Sebagai orang yang berada di garis depan,
Setiap desa akan menerima 100 juta Rupiah setiap para kepala suku sering dipakai untuk mengalirkan dan
tahun. Jika ada 2.178 desa di seluruh Papua, maka menyebarkan informasi tertentu termasuk indoktrinasi
jumlah total dana Otsus yang dialokasikan adalah sekitar dari pihak-pihak yang berkepentingan atau para
217,9 milyar Rupiah. Jika ada kekurangan kapasitas di pengusaha konflik dalam rangka membangun opini
dalam tingkat desa, akan terjadi sebuah keputusasaan publik. Oleh karena itu, penting kiranya pengembangan
lagi. Pengertian umum mengenai Otsus di antara orang- kesadaran terhadap konteks bagi para kepala suku
orang di tingkat akar rumput berhubungan dengan uang sehingga mereka dapat bertindak secara aktif dan tidak
yang ada di dalam kerangka kiriman berkat, bukannya melihat mereka sebagai obyek manipulasi; hal tersebut
mempunyai skema program yang berjalan terus akan membuat mereka aktif secara berkontribusi
menerus serta berfokus pada pendidikan, kesehatan secara positif. Semakin besar kesadaran seseorang akan
dan ekonomi rakyat. hal-hal yang ingin dicapai maka akan lebih luas juga
kebebasannya untuk memilih.
Modal sosial atau kohesi di antara para anggota
masyarakat masih labil. Prasangka dan lebih berfokus Perubahan tidak hanya terjadi di antara para kepala
melihat ke dalam diri masing-masing bukannya suku. Perubahan sosial yang dinamis mendukung
melihat ke luar mewarnai hubungan-hubungan yang interpretasi ulang dan dekonstruksi kebudayaan
ada pada tingkat akar rumput. Pengertian bersama tradisional. Ritual adat yang suci telah diubah menjadi
mengenai keanekaragaman dan pluralisme tidak cukup komoditas. Berbeda dengan festival kebudayaan yang
terakomodasi di dalam kurikulum sekolah yang sebagian memperlihatkan tiruan ritual adat, beberapa anggota
besar didasarkan pada pengetahuan di luar Papua. masyarakat mengundang dan meminta uang kepada
Misalnya, pelajaran-pelajaran sejarah hanya diadaptasi para turis asing untuk menyaksikan ritual asli yang
dari sejarah pulau Jawa dan kurangnya ruang untuk dianggap suci dan tertutup sebagai obyek daya tarik.
kearifan lokal dan pengetahuan yang dikontekstualkan Ritual suci tersebut yang telah dijadikan komoditas
mengenai Papua. Pengetahuan dan pengertian antar memperlihatkan pembenturan antara nilai-nilai
kebudayaan tidak dikenalkan sejak usia dini supaya dapat tradisional dan ekonomi pasar modern. Obyek - suci
membangun toleransi dan menghormati perbedaan.. yang dipakai dalam ritual tradisional di beberapa
Menerima perbedaan tetap menjadi sebuah tantangan daerah susah ditemukan karena sudah dicuri atau
tersendiri. Peran para pemimpin informal seperti dijual kepada toko-toko suvenir. Ada beberapa daerah
kepala suku penting dalam memelihara kebersamaan pantai dan bagian selatan Papua yang memproduksi
yang damai di dalam masyarakat mereka. Para kepala minuman terbuat dari ramuan lokal yang mempunyai
suku masih didengarkan dan dihormati dengan baik dampak yang mirip dengan alkohol dan hanya dipakai
di antara akar rumput. Kesetiaan kesukuan di dalam selama pelaksanaan ritual tradisional. Akan tetapi,
kerangka primordial memberntuk hubungan-hubungan menurunnya arti kesucian dalam ritual tradisional telah
di antara orang asli Papua dan membangun identitas membelokan nilai-nilai kebudayaan menjadi alasan
bersama sebagai anak adat Papua. Kepemimpinan praktis guna menikmati minuman tradisional tersebut
yang kharismatik dari para kepala suku ini memberikan di luar ritual tadi. Pemiskinan kebudayaan seperti itu
kekuasaan untuk mempengaruhi dan di dalam beberapa memicu penyimpangan sosial (ketergantungan terhadap
kasus, menggerakkan masyarakat mereka. Hal yang alkohol) dan lingkaran kekerasan (misalnya kekerasan
rentan adalah pada waktu primordialisme seperti itu dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami yang
dimanfaatkan oleh para pengusaha-pengusaha konflik mabuk kepada istrinya).

18
Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

penyebaran kesejahteraan dan manfaat bagi masyarakat


Beberapa tokoh masyarakat yang merasa dirugikan dalam rangka mewujudkan PTD. Para pemimpin agama
dan kecewa mengambil inisiatif dengan menelusuri menganggap MRP sebagai perwakilan kebudayaan
permasalahan dalam masyarakat dalam rangka masyarakat Papua dan tidak seharusnya terlibat di
menemukan solusi penanganan yang tepat. Pelbagai dalam politik-politik lokal. Berdasarkan alasan bahwa
permasalahan yang timbul beraneka ragam mulai dari ada kecenderungan untuk mempunyai tokoh politik dari
sengketa di antara penduduk Papua dan/atau non- MRP, para pemimpin agama menolak menjadi anggota
Papua, tanah adat, penyimpangan sosial (pencurian, MRP dan tidak menentukan kuota untuk perwakilan
pembunuhan, mabuk, pemerkosaan, pelecehan, dll), dari masyarakat keagamaan. Akan tetapi, mereka terus
pergumulandenganmodernisasi,krisislegitimasidihadapi memberikan rekomendasi-rekomendasi secara aktif
para pemimpin informal termasuk para kepala suku, kepada pelbagai pihak di Papua untuk membangun
masalah pemuda, dll. Inisiatif yang berbasis masyarakat dialog dan rasa kebersamaan selain juga menghindarkan
ini berasal dari kesadaran masyarakat setempat jatuhnya korban manusia dalam menyelesaikan konflik
tentang meningkatnya kompleksitas permasalahan di Papua. Terlepas dari para pemimpin agama, beberapa
yang ada di dalam komunitasnya. Salah satu contoh dari organisasi bagian dari gereja seperti SKP (Sekretariat
inisiatif yang berasal dari masyarakat tersebut adalah Keadilan dan Perdamaian, Keuskupan Jayapura) yang
pembentukan Komunitas Tiga Tungku Distrik Kurulu yang dengan aktif bekerja membangun perdamaian dan hal-
dimulai oleh Lembaga Ketahanan Kampung di desa Waga hal yang berhubungan dengan hak asasi manusia.
waga, Kabupaten Jayawijaya. Perkumpulan masyarakat
ini mencoba untuk menjembatani dan menyelaraskan Tentang perwakilan masyarakat adat, ada dua organisasi
tiga pemain utama di lingkungan desa (adat, gereja dan besar yang berhubungan dengan adat; PDP (Presidium
Pemerintah) untuk bekerja sama secara aktif dalam Dewan Papua) yang banyak bekerja dalam bidang
menangani perubahan sosial yang terjadi di desa itu. politik, dan menjadi terkenal secara luas sesudah Theis
Bahkan perkumpulan masyarakat ini telah membentuk Eluay, pemimpin mereka dibunuh. Organisasi kedua
anggraan rumah tangga. Meskipun organisasi masyarakat yang berhubungan dengan adat adalah Dewan Adat
ini tidak mempunyai status hukum seperti LSM, tetapi Papua (DAP) yang didirikan dan berakar dari anggota
dengan dukungan manajemen professional (seperti masyarakat adat di seluruh Papua. DAP mempunyai
ketrampilan penyelenggaraan, manajemen organisasi), dewan eksekutif dan struktur organisasi yang didasarkan
maka organisasi ini akan menjadi embrio program pada pemetaan kebudayaan Papua (misalnya dewan
yang berakar dari inisiatif lokal yang memberi ruang adat regional yang berlokasi di tujuh wilayah adat di
kepada para pemain setempat guna menjadi pemecah Papua memiliki struktur lebih rendah sampai di tingkat
masalah yang dapat berkontribusi dalam membangun desa) yang mana para anggotanya dipilih sebagai
perdamaian positif. perwakilan masyarakat asli Papua di wilayahnya. DAP
juga telah membentuk beberapa organisasi mandiri yang
• Organisasi Masyarakat madani bekerja seiring dengan tema perlindungan terhadap
hak-hak masyarakat asli Papua melalui pelbagai macam
Organisasi masyarakat madani atau organisasi non program: Yadupa (Yayasan Anak Dusun Papua), LPDAP
pemerintah (Civil Society Organization atau CSO) di (Lembaga Penjaga Dusun Adat Papua), KAP Papua
dalam konteks Papua merupakan organisasi-organisasi (kamar Adat pengusaha Papua), dan LBHMAP (Lembaga
yang berhubungan dengan agama dan adat, LSM, bantuan Hukum Masyarakat Papua). Sayangnya, DAP
media dan institutsi pendidikan. Organisasi yang sebagai kelompok yang berpotensi tidak diakui oleh
berhubungan dengan agama dari pelbagai denominasi pemerintah yang telah membentuk LMA yang para
(Kristen, Katolik, Islam, Buddha dan Hindu) beserta pemimpinnya ditunjuk oleh pemerintah. Ironisnya,
para pemimpin mereka telah terlibat aktif dalam belum terdapat koordinasi antar organisasi-organisasi di
memberikan rekomendasi yang diperlukan dan inisiatif atas yang bekerja dalam tataran tema yang sama yakni
guna mendapai perdamaian positif di Papua. Sejak perlindungan terhadap hak-hak masyarakat asli Papua
tahun 2003 para pemimpin keagamaan mengusulkan termasuk DAP (sebagai salah satu dari orgnisasi non
dan mempromosikan konsep Papua Tanah Damai (PTD) pemerintah), LMA (yang dibentuk oleh Pemerintah),
untuk diaplikasikan sebagai kerangka referensi termasuk MRP (sebagai hasil dari Otsus),.Usaha terpadu guna
menganalisa dan mengritik proses pembangunan di mencapai strategi bersama yang bermanfaat bagi
Papua. Para pemimpin keagamaan berharap bahwa masyarakat asli Papua masih merupakan suatu agenda
pembangunan pada era Otsus dapat mengganti yang masih perlu dilaksanakan.
kecenderungan “konflik kebudayaan” dengan

19
Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

Meskipun telah ada dua stasiun Televisi lokal baru di pengembangan ketrampilan manajemen maupun
Papua, namun surat kabar menjangkau lokasi geografis keahlian profesional seperti riset, investigasi, mediasi,
yang lebih luas di Papua khususnya bagi mayoritas verifikasi data, pencatatan, pelaporan, dll. Program
penduduk yang tinggal di pedesaan atau daerah peningkatan kapasitas bagi LSM tersebut diperlukan
terpencil. Di daerah konflik seperti Papua di mana kabar secara terbuka dan nyata dalam dukungan terhadap
angin memainkan peran penting dalam periode tenang, program mereka.
media memegang posisi penting untuk menjelaskan
informasi dan menurunkan ketegangan. Dalam • Pemerintah Lokal
situasi seperti di atas, pengetahuan dan ketrampilan
investigasi serta jurnalisme perdamaian memainkan UU No. 34/2004 mengenai Pilkada (pemilihan
peranan sangat penting dalam mendukung pekerjaan kepala daerah langsung) menyatakan bahwa kepala
para wartawan lokal yang kritis. Kemudian, karena Papua daerah dipilih secara langsung oleh rakyat. Proses
masih kekurangan ruang untuk para wartawan asing, demokratisasi ini harus sejalan dengan meningkatnya
maka para wartawan lokal di Papua harus mempunyai pendidikan politik rakyat yang membuat mereka mampu
kemampuan professional yang berkualitas dalam menganalisa dan menyatakan pilihan mereka secara
menggambarkan kenyataan di lapangan secara kritis. kritis. Akan tetapi, dalam konteks di mana masyarakat
Keseimbangan berita ditambah dengan etika jurnalisme berafiliasi kuat dengan hal-hal tertentu (baik itu
yang baik akan mendukung peran media dalam rangka tradisi, agama, dll), maka langkah-langkah strategis
mencapai perdamaian positif di Papua. Beberapa harus diambil guna melibatkan rakyat di tingkat akar
tantangan baik secara etis dan materi masih dihadapi rumput dalam rangka membangun pemerintahan
oleh para wartawan lokal Papua termasuk ketiadaan yang baik dari segi transparansi, akuntabilitas dan
strategi untuk menangani pelbagai ”pengusaha konflik” partisipasi. Pemerintahan yang baik memainkan peran
yang terus menerus mengincar dan mengarahkan berita penting dalam meraih perdamaian positif. Jika tidak,
sesuai dengan kepentingan mereka; hal ini menuntut demokrasi akan menjadi tidak efektif dan bahkan
adanya integritas kuat dan perlindungan terhadap para kalah dari primordialisme. Pemilihan langsung dalam
wartawan lokal dalam menjalani kebebasan media. masyarakat Papua yang tidak diikuti dengan pandangan
Idealisme seperti itu perlu diimbangi dengan strategi ke luar (outward looking), pembangunan kepercayaan
bisnis dan manajemen guna menghadapi tantangan terhadap orang lain serta pendidikan politik yang benar
secara keuangan untuk dapat bertahan dalam bisnis. hanya akan membuka jalur bagi Papuanisasi yang
berdasarkan kesetiaan kesukuan yang memicu konflik
Banyak LSM lokal di Papua yang bekerja dalam pelbagai horisontal. Hal tersebut akan memperkuat pembagian
topik atau subyek pembahasan (misalnya hak asasi berdasarkan garis etnis; persaingan antara para elit suku
manusia, pendidikan, kesehatan, kebudayaan, jender, memperebutkan kekuasaan politik seringkali membuat
ekonomi rakyat, dll) yang perlu diintegrasikan dan mereka saling bermusuhan bukannya menyatukan
disesuaikan untuk membangun jaringan yang baik, konsep mereka untuk menjadi oposisi Jakarta. Kelompok-
bersama dan meninggalkan persaingan berorientasi kelompok yang terpolarisasi menurut garis-garis etnis
proyek. Ada beberapa LSM yang berpotensi baik dengan juga mempengaruhi pola dari kepemimpinan lokal
agenda orsinil; ini berarti mereka mempunyai ide- dan koordinasi antara lembaga-lembaga pemerintah
ide orsinil yang jelas dan program yang berlandaskan (misalnya eksekutif melawan legislatif).
kebutuhan dan kepentingan lokal dan tidak mengikuti
agenda orang lain atau donor. Dalam beberapa kasus, Gaya kepemimpinan tradisional yang menempatkan
LSM-LSM yang memiliki agenda orsinil ini dimulai dan kepentingan etnis seseorang di atas masyarakat umum
dikelola oleh para anggota atau tokoh masyarakat lokal diikuti oleh kurangnya kapasitas professional dalam
yang mempunyai keprihatinan yang sama mengenai mengelola pemerintahan yang sarat dengan hal-hal
keadaan tempat tinggal mereka. Berbeda dengan yang berorientasi proyek dari pada yang bermanfaat
perkumpulan masyarakat atau paguyuban yang juga bagi publik. Ruang untuk membelokkan dana publik
berakar dari inisiatif masyarakat, peresmian pergerakan berkaitan erat dengan tata cara penyampaian dana
atau forum di atas menjadi LSM memerlukan kemampuan Otsus yang menentukan kualitas pengawasan dan
manajerial yang lebih besar. Pada saat ini beberapa dari transparansi. Selama ini, Otsus telah dikirimkan melalui
LSM beragenda orisinil tersebut mengalami kemandegan rekening bank dana umum yang menjadikan tantangan
dalam meneruskan program mereka karena kurangnya dalam mengawasi penggunaannya. Koordinasi, baik
ketertarikan dari pihak-pihak luar seperti para donor manajerial dan program, antara propinsi, kabupaten
untuk berinvestasi dalam peningkatan kapasitas baik sampai tingkat pedesaan perlu dibangun dan dipelihara

20
Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

untuk menghindarkan adanya program yang saling Suara Perempuan Papua melaporkan bahwa dalam
tumpang tindih dan mendukung efek penyebaran tahun pertama Otsus 2002, tercatat 13 kasus kekerasan
manfaat publik (trickle down effect) dalam proses dalam rumah tangga, dan pada tahun 2005 mencapai
pembangunan. Misalnya, kabupaten Jayapura telah 65 kasus. Di sisi lain, tercatat pula peningkatan angka
melaksanakan program pendayagunaan di pelbagai kekerasan berupa kasus pemerkosaan terhadap anak-
daerah dan desa pada lima tahun terakhir ini, terlepas anak di bawah usia. PN Papua mencatat bahwa pada
dari fakta bahwa ada program baru serupa yang periode 2002-2004 kasus pemerkosaan meningkat 85%.
diperkenalkan oleh Gubernur Papua yang baru yakni Dalam tahun 2006, PN Klas I Jayapura menyelesaikan
Respek (Rencana Strategis Pembangunan Kampung). 245 kasus kejahatan, 97 di antaranya adalah kekerasan
Secara umum, koordinasi lebih jauh di tingkat elit tetap dalam rumah tangga dan 57 kasus adalah pemerkosaan
menjadi agenda yang perlu diadakan. Tidak adanya dan pelanggaran norma-norma. Unicef menambahkan
mekanisme atau peraturan mengenai koordinasi antar temuannya pada bulan November 2007 bahwa selain
departemen di antara pelbagai badan pemerintah; MRP, para istri, anak-anak perempuan juga seringkali
DPRD dan Gubernur. Selama 5 tahun pelaksanaan Otsus, menjadi target kekerasan dalam rumah tangga.
hanya satu Peraturan Daerah yang telah dibuat selama Beberapa akar penyebab dari kekerasan rumah tangga
ini yakni Perda Provinsi Papua No. 4/2005 mengenai adalah ketergantungan alkohol dan emas kawin. Perihal
mekanisme pengangkatan anggota MRP. Dalam hal ini, pertama di atas dilakukan oleh para suami yang mabuk
hambatan pelaksanaan Otsus timbul dari ketiadaan terhadap istri atau anak-anak mereka; sedangkan yang
kerangka kebijakan administratif seperti Perda dan kedua merupakan tekanan yang diberikan oleh keluarga
Perdasus yang seharusnya telah ditetapkan paling tidak istri terhadap para suami mengenai emas kawin yang
dua tahun sesudah Otsus diberlakukan seperti yang harus dibayarkan sehingga para suami melampiaskan
dinyatakan oleh UU No. 21/2001 pasal 75. Peningkatan amarahnya dengan melakukan kekerasan terhadap para
kapasitas badan-badan Pemerintah perlu dilakukan istrinya.
untuk membuat Perda dan Perdasus sebagai tindakan
tegas dan nyata dalam melindungi hak-hak penduduk Dalam skala yang lebih besar, konflik terbuka yang
asli Papua. berlangsung selalu menyebabkan perempuan dan
anak-anak menjadi korban atau pihak yang dirugikan.
Berdasarkan laporan yang ditulis oleh Gereja Kemah
• Perempuan Injil Indonesia (GKII) daerah Mimika, Gereja Katolik

Berdasarkan tradisi, para perempuan di Papua merupakan


kelompok yang memiliki akses terhadap sumber daya
alam serta pasar tradisional. Jadi, setiap konflik yang
berhubungan dengan sumber daya alam dan akses
terhadap pasar membawa dampak yang berarti terhadap
kehidupan perempuan dan anak-anak. Pendekatan
Jender dan Pembangunan (Gender and Development
atau GAD) perlu dilaksanakan untuk memberikan
partisipasi yang setara, akses dan kontrol atas proses
pembangunan di Papua. Pada tahun 1999 hanya 0,06%
partisipasi perempuan di dalam badan perwakilan rakyat
di pelbagai kota, kabupaten dan propinsi. Pendekatan
jender dan Hak Asasi Manusia (HAM) juga perlu
dilakukan dalam melaksanakan program sosial apapun
di Papua termasuk yang berhubungan dengan HIV/
AIDS. Pendekatan jender ini perlu untuk memastikan
pembentukan kebijakan yang peka terhadap jender.
Peningkatan pelbagai sumber daya yang ditawarkan oleh
Otsus seiring dengan meningkatnya kekerasan terhadap
perempuan dan anak-anak termasuk kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT) di Papua yang tidak diikuti dengan
meningkatnya pengenalan terhadap UU KDRT (Undang-
undang mengenai kekerasan dalam rumah tangga).

21
Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

Tiga Raja Timika dan GKI Klasis Mimika; pelanggaran manusia (human security) di kalangan penduduk asli
atas hak asasi manusia yang menimbulkan korban Papua. Pada bulan Juni 2007, penunjukan komandan
(hampir semuanya perempuan dan anak-anak) terjadi militer Kabupaten Jayapura yang terindikasikan terlibat
sebagai akibat pembebasan sandera yang ditawan dalam kejahatan terhadap kemanusiaan di Timor Timur,
oleh gerilya beberapa tahun yang lampau. Tingginya membuahkan protes dari koalisi LSM yang mengeluhkan
angka kekerasan terhadap perempuan menunjukkan bahwa pihak yang berwenang Indonesia telah gagal
perlunya tindakan tegas dan nyata (affirnative action) menyerahkan dia ke Timor Timur untuk persidangan.
mengenai perempuan dan anak-anak termasuk program Kasus ini memperburuk kepercayaan terhadap aparat
yang sesuai untuk mereka yang selamat dari kekerasan keamanan. Menhankam telah menyatakan pada bulan
tersebut. Akan tetapi, selain dari para korban atau yang Maret 2006 bahwa Papua harus ditangani secara terpadu
selamat dari kekerasan, perempuan juga merupakan oleh lembaga-lembaga pemerintahan yang terkait guna
pembangun perdamaian yang aktif. Beberapa pemimpin memecahkan pelbagai masalah politik dan keamanan di
perempuan penting di Papua telah mendapatkan Papua dapat dihilangkan serta menghindarkan campur
reputasi dan pengakuan baik secara lokal, nasional tangan pihak luar yang ingin menginternasionalisasi
maupun internasional atas kerja keras mereka dalam permasalahan Papua. Dalam rangka membangun
membangun perdamaian. Dalam skala makro, beberapa lingkungan yang kondusif di Papua, Dephankam bersama
pemain penting lokal penting yang berkutat dalam dengan TNI meninjau pelaksanaan kerja TNI di Papua.
pelbagai masalah yang berhubungan dengan jender Sebelum melakukan tugasnya, setiap anggota TNI
misalnya tabloid lokal Jurnal Perempuan Papua yang selalu diberi pemahaman terlebih dahulu mengenai hak
berfokus terhadap permasalahan jender; perwakilan asasi manusia dan kebudayaan lokal. Namun demikian,
perempuan di MRP; BPP (Badan Pemberdayaan meskipun semua persiapan dan pengkajian di atas telah
Perempuan); organisasi masyarakat madani; serta di lakukan, beberapa kasus kekerasan secara acak
komisi F-DPRD yang menangani permasalahan jender. yang dilakukan oleh militer masih muncul, mulai dari
Koordinasi antar pelbagai lembaga yang bekerja dalam penyiksaan fisik terhadap seorang anggota masyarakat
permasalahan jender ini perlu dikembangkan sehingga setempat di Kurima, Wamena pada pertengahan tahun
tercapai sinergi dalam rangka meraih hasil-hasil yang 2007 sampai pelecehan fisik dan intimidasi terhadap
paling efektif dalam melindungi hak-hak perempuan para pemimpin informal dan formal pada bulan
sebagai kelompok yang tersisih di wilayah konflik. Di Oktober 2007 di Daerah Arso dan Waris, kabupaten
tingkat akar rumput, banyak perempuan telah memulai Keerom – perbatasan antara Papua dan Papua Nugini.
jaringan lokal untuk terlibat secara aktif di dalam Masyarakat asli Papua telah meminta Pemerintah dan
perubahan sosial. Misalnya, JPM (Jaringan Perempuan Komandan TNI untuk menarik seluruh personil Kopasus
Mimika) yang melaksanakan demonstrasi damai dari Kabupaten Keerom. Beberapa insiden kekerasan
terhadap distribusi alkohol yang dianggap sebagai di atas meningkatkan penolakan dari penduduk lokal
salah satu pemicu kekerasan di Papua. Inisiatif dan di Papua yang meminta perhatian yang lebih terhadap
jaringan berbasis masyarakat lokal harus diteruskan dan akuntabilitas keberadaan militer di Papua. Solusi yang
didukung. sesuai untuk permintaan di atas menentukan peranan
militer dalam membangun perdamaian positif.
• Militer
• Pemerintah Pusat
Kuatnya kehadiran militer di Papua merupakan salah
satu masalah yang seringkali disebut oleh pelbagai pihak. Implementasi kebijakan merupakan salah satu pemicu
Meskipun Papua memang merupakan suatu wilayah konflik di Papua. Kebijakan-kebijakan yang konsisten,
yang besar sekali untuk dipertahankan, tetapi saat ini terpadu dan saling terkait secara logis (mulai dari
terdapat lebih banyak tentara untuk setiap penduduk Pemerintah Pusat sampai desa) merupakan prasyarat
di Papua dibandingkan dengan tempat lain di Indonesia. bagi keamanan manusia (human security) yang lebih
Pada beberapa kasus tertentu, banyaknya pos-pos baik. Pembangunan kepercayaan perlu dimasukkan
militer dan/atau keberadaan polisi berhubungan dengan ke dalam kebijakan-kebijakan Pemerintah Pusat guna
periode paska kebijakan pemekaran wilayah. Di daerah- menghindarkan kesalahpahaman dan mendapatkan
daerah yang kaya akan sumber-sumber alam, persaingan usaha terpadu dengan masyarakat Papua dalam
memperebutkan sumber daya merupakan salah satu pelaksanakannya. Ruang untuk kebijakan-kebijakan
pemicu sengketa yang melibatkan militer. Keberadaan yang disalah artikan mungkin akan terjadi ketika
militer Indonesia masih membentuk ketidaknyamanan penduduk asli Papua tidak cukup terlibat dalam
yang berdampak terhadap rendahnya tingkat keamanan proses pembuatan kebijakan. Misalnya, kebijakan pada

22
Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) pada Perdasus. Terdapat diskusi yang berlangsung mengenai
tahun 2004 yang ditentukan secara pusat di Jakarta, sentralisasi dan desentralisasi beserta implikasi terkait.
menambah ketidakseimbangan antara pusat dengan Dialog terbuka antara Pemerintah Pusat dan Papua
daerah serta kompleksitas rendah diri dalam diri orang diperlukan sebagai media pembangunan kepercayaan
Papua. Riset yang dilakukan oleh Pokja (kelompok demi menjembatani perbedaan pandangan serta
kerja) Papua pada bulan November 2006 sampai Januari menyelaraskan pendekatan strategis umum yang
2007 menemukan bahwa kurangnya transparansi bermanfaat bagi Papua. Dalam kerangka yang lebih luas,
rencana dan agenda mengenai perubahan UU Otsus perwakilan politik seperti yang dijelaskan sebelumnya
menciptakan keresahan di antara masyarakat asli Papua dalam tulisan ini harus secepatnya ditangani terlebih
yang menganggap rencana perubahan tersebut sebagai dahulu guna memastikan dialog yang inklusif.
usaha Pemerintah Pusat guna mencampuri kewenangan
Pemerintah Propinsi Papua dan MRP. Masyarakat Papua
lebih memilih untuk memaksimalkan Otsus daripada 7. Pelaku Internasional
mengubahnya. Perbedaan persepsi antara pusat dan
daerah dapat dijembatani melalui partisipasi yang lebih Pandangan-pandangan yang ada mengenai keterlibatan
baik dari masyarakat Papua yang diikuti oleh proses internasional telah membawa baik harapan positif
yang transparan. maupun sejarah kekecewaan di Papua. Bantuan
internasional di Papua seharusnya meliputi tindakan
SetiapPresidenRepublikIndonesiamenerapkankebijakan tegas dan nyata (affirmative action) dalam pelaksanaan
tersendiri mengenai Papua. Presidan Abdurachman dan pengelolaan programnya dengan cara-cara yang
Wahid memberlakukan Otsus pada tahun 2001, bermartabat. Ini berarti memberikan lebih banyak ruang
khususnya pasal 76 UU No. 21/2001 yang menyatakan bagi pemanfaatn kearifan lokal dan pemberdayaan dari
bahwa pembagian teritorial harus disetujui oleh MRP. pada bertindak sebagai “agen-agen penyelamat” yang
Pengganti beliau, Presiden Megawati Soekarno Putri, lebih cenderung mengekspor para ahli atau sumber
menerbitkan Inpres No. 01/2003 mengenai pembentukan daya manusia dari luar Papua untuk memecahkan
Propinsi Irian jaya Barat yang mencakup wilayah Kepala pelbagai permasalahan setempat . Paling tidak mereka
Burung Papua tanpa mendapatkan persetujuan dari seharusnya memberikan ruang yang cukup untuk saling
MRP yang pada waktu itu belum terbentuk. Akibat dari bertukar atau berbagi pengetahuan, keterampilan
dua kebijakan yang berbeda ini menciptakan polarisasi dan kearifan dengan penduduk asli Papua. Strategi
di Papua antara yang pro dan kontra dari pembagian ini akan menghindarkan ketergantungan selain juga
wilayah, di mana dalam beberapa kasus memicu konflik meningkatkan rasa kepemilikan lokal dan kelanjutan
horisontal seperti perang suku yang terjadi di Timika. program tersebut. Keseragaman paradigma modern
Tekanan yang disebabkan oleh kebijakan pembagian homogen yang dibawa oleh pelbagai badan internasional
atau pemekaran wilayah di atas juga terjadi di tingkat seharusnya diubah dan disesuaikan dengan konteks
elit antara Pemerintah Propinsi Papua dengan Irian Jaya Papua. Sekarang ini ada banyak badan internasional
Barat. Untungnya, pada bulan April 2007 Pemerintah yang bekerja di Papua mulai dari badan-badan PBB,
Propinsi ini mengadakan pertemuan rekonsiliasi di kedutaan-kedutaan besar, organisasi-organisasi donor,
Biak guna menggali dasar hukum bagi Propinsi Irian misionaris dan LSM internasional dengan program yang
Jaya Barat. Mencapai suatu pemahaman bersama luas meliputi pengenalan jender, pengelolaan sumber
antara Pemerintah Pusat dan Papua mengenai inti daya alam, kesehatan, pendidikan, peningkatan
dari kebijakan desentralisasi adalah pekerjaan yang kapasitas, pengelolaan bencana alam, ekonomi lokal,
harus dikerjakan; Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dll. UNDP Papua bersama dengan Pemerintah Daerah
menerbitkan kebijakan baru bagi Papua melalui Inpres dan pelbagai pemangku kepentingan (stake holder)
No. 5/2007 mengenai percepatan pembangunan di menyelenggarakan koordinasi dan publikasi teratur
Propinsi Papua dan Irian Jaya Barat. Meskipun Menteri mengenai harmonisasi dalam rangka mendukung
Dalam Negeri dan Gubernur Propinsi Papua yakin bahwa program-program pengembangan manusia di Papua.
Inpres yang paling baru tersebut akan mendukung Banyaknya pelbagai badan internasional di Papua
pelaksanaan Otsus, namun kekhawatiran terjadi di memperlihatkan adanya perhatian yang baik terhadap
Papua mengenai adanya kemungkinan adanya ancaman Papua.
terhadap keberadaan Otsus dan mendorong Pemerintah
Pusat guna memberikan dukungan politik kepada Di antara pelbagai program ini, masih ada lebih banyak
Pemerintah setempat di Papua untuk membuat produk ruang yang dapat diberikan untuk kelompok yang paling
hukum pelaksanaan UU Otsus termasuk Perdasi dan rentan termasuk perempuan dan anak-anak. Misalnya,

23
Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

program pendayagunaan untuk mendukung penduduk karena hampir semua kesempatan diberikan kepada
asli dalam mengakses sumber-sumber daya alam organisasi non pemerintah yang formal khususnya
seharusnya melibatkan perempuan sebagai pemain mereka yang berkantor pusat di tingkat propinsi. Dalam
utama yang memiliki akses dan memelihara sumber- mendukung demokratisasi, hendaknya dukungan yang
sumber daya alam. Oleh karena beberapa anggota dari diberikan tidak hanya berkutat dalam kebijakan makro
kelompok rentan ini adalah orang-orang yang selamat yang melibatkan institusi formal besar saja, tetapi juga
dari kekerasan, seharusnya ada beberapa program diimbangi dengan peningkatan kapasitas masyarakat
yang ditawarkan guna mendukung mereka termasuk madani misalnya mendukung diciptakannya ruang yang
konseling dan pemulihan trauma. Meskipun beberapa lebih luas untuk kebebasan berekspresi. Masih dirasa
program telah mulai menyentuh perbaikan keadilan perlunya pendekatan partisipatif dan mudah dipahami
(restorative justice) terhadap perlindungan anak-anak, yang menawarkan pelbagai kesempatan setara bagi
tetapi program pemulihan yang berbasis masyarakat para pemain utama dalam perubahan sosial menuju
masih perlu dikembangkan dalam rangka menghadapi perdamaian positif.
beban masa lampau. Program dan kebijakan dalam
struktur makro penting guna memastikan perlindungan Beberapa badan internasional telah mulai lebih
atas hak-hak. Namun demikian, para pihak yang memperhatikan kerangka adat baik diadaptasi ke
terkena dampak (dalam hal ini perempuan dan anak- dalam program mereka (penghapusan kemiskinan,
anak sebagai orang-orang yang selamat dari kekerasan) pengelolaan sumber daya alam, jender, pemetaan
berhak mendapatkan dukungan serupa. Penyebaran kebudayaan dan penegakan hukum terpadu) maupun
program perlu mempertimbangkan keadaan geografis; sebagai alat penjajakan (misalnya membuat penjajakan
lebih banyak dukungan diberikan di daerah-daerah etnografi). Inisiatif-inisiatif seperti tersebut di atas
terpencil. Pekerjaan badan-badan internasional di Papua harus dilanjutkan dan diikuti dengan pemberian ruang
ditemukan lebih banyak di daerah pesisir di bandingkan yang lebih besar bagi masyarakat adat supaya berperan
dengan daerah dataran tinggi. Keadaan ini tidak aktif di dalam perubahan sosial (di tingkat akar rumput)
sesuai dengan usaha untuk meningkatkan kemudahan juga dalam peningkatan kapasitas dan koordinasi di
akses terhadap hak-hak dasar. Dataran tinggi Papua tingkat elit (di antara badan-badan yang mewakili
merupakan daerah yang paling banyak dihuni oleh masyarakat adat dan/atau menangani masalah-
penduduk asli Papua, yang pada saat bersamaan juga masalah yang berhubungan dengan adat) dalam rangka
merupakan daerah yang memiliki tingkat keamanan membangun kebijakan yang sesuai dengan kebudayaan
manusia yang paling rendah. Daerah-daerah tersebut setempat dan mendukung tindakan tegas dan nyata
di atas perlu mendapatkan program pendukung guna terhadap perlindungan penduduk asli Papua. Dukungan
mencapai pemerataan keadilan seperti yang diharapkan. perlu diberikan terhadap program pencegahan krisis,
Rendahnya tingkat akses (karena keterpencilannya) dan khususnya yang berhubungan dengan manajemen konflik
tingginya biaya (kurangnya alat transportasi di mana selama periode tenang yang berkisar mulai dari tingkat
beberapa daerah dapat diakses hanya dengan pesawat) masyarakat (misalnya melibatkan para pemimpin
adalah beberapa tantangan untuk dipertimbangkan tradisional dan perempuan, menangani kesenjangan
dalam mengelola program apapun di dataran tinggi atau antar kelompok masyarakat dan polarisasi), media
daerah terpencil lainnya. Program yang berfokus pada (jurnalisme damai) sampai dengan badan formal yang
tingkat desa dan masyarakat akar rumput masih banyak lebih besar (aparat keamanan, MRP, DPRD, Pemerintah
dibutuhkan karena lebih banyak badan internasional lokal). Sepertinya topik pembangunan perdamaian
ada di dalam skala administrasi yang lebih luas seperti masih memerlukan banyak dukungan meskipun telah
distrik, kota, kabupaten dan propinsi. Seperti dijelaskan diajukan oleh pelbagai organisasi non pemerintah. Ini
sebelumnya bahwa mayoritas penduduk di Papua juga berhubungan dengan seberapa banyak Pemerintah
tinggal di wilayah pedesaan. Terlebih lagi, program Indonesia akan memberikan ruang bagi badan
di pedesaan akan meningkatkan pengaliran dampak internasional untuk bekerja di Papua; pembicaraan yang
(trickle down effect) penyebaran kesejahteraan. Ini terpecah antara internasionalisasi dan nasionalisme
seharusnya diikuti dengan program berbasis masyarakat harus dijembatani dengan pembangunan kepercayaan.
yang sesuai yang akan memberikan ruang lebih besar Tampaknya pembangunan kepercayaan merupakan
bagi perkembagan masyarakat madani. Metode masalah penting di Papua yang meliputi wilayah luas
pencegahan konflik harus dimulai dari masyarakat. secara vertikal (negara dan rakyat), secara horisontal
Pelbagai organisasi yang berbasis masyarakat rumout (di antara anggota masyarakat madani) dan juga antara
belum cukup mendapatkan dukungan layak guna negara dan pihak-pihak luar (dalam hal ini badan-badan
melanjutkan dan membangun inisiatif-inisiatif mereka internasional) yang memerlukan dialog terbuka dan

24
Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

koordinasi yang bertujuan guna mencapai Papua yang • Katup Pengaman


lebih baik.
Dalam rangka menurunkan ketegangan sebagai bagian
dari pengelolaan konflik yang tepat, ada beberapa
8. Skenario Masa Depan elemen penting sebagai yang dapat diaplikasikan sebagai
katup pengaman di Papua. Elemen katup pengaman
• Pencegahan Krisis ini akan memainkan peran penting guna mencegah
agresi sosial sebagai akibat dari pelbagai keluhan yang
Periode tenang perlu mendapatkan perhatian sebagai terakumulasi. Secara umum, peningkatan kemudahan
strategi pencegahan krisis yang baik. Periode tenang akses terhadap hak-hak dasar yang mendukung
dalam konteks Papua masih mempunyai elemen-elemen pemerataan keadilan harus dilakukan sejalan dengan
keadilan negatif yang berisi keluhan-keluhan yang peningkatan tingkat keamanan manusia dan perbaikan
terakumulasi yang apabila tidak dikelola dengan benar, sektor keamanan. Elemen-elemen tersebut di bawah
mungkin merupakan bom waktu dari konflik terbuka. ini berada di dalam kerangka pembangunan yang sesuai
Pendekatan-pendekatan strategis ganda yang telah dengan konteks setempat atau yang dikenal sebagai
dilakukan di Papua (baik itu peningkatan penghidupan ethno-development yang mengakomodasi keikutsertaan
dan juga keamanan) mengakibatkan terpeliharanya masyarakat akar rumput guna berkembang, berdaya
perasaan takut dan teror, rendahnya tingkat keamanan dan dan memberikan kesempatan yang setara bagi
manusia dan mengganggu pembangunan kepercayaan seluruh lapisan masyarakat madani (bahkan orang-orang
antara Papua dengan Pemerintah Pusat. Para pengusaha yang paling miskin sekalipun) serta berlandaskan pada
konflik di dalam periode tenang berperan dalam pengetahuan kebudayaan. Ethno-development mengacu
meningkatkan ketegangan dengan mempermainkan kepada integritas kebudayaan dari penduduk asli yang
perasaan takut dan teror di dalam pikiran banyak menekankan peran-peran penting dari penduduk asli
orang melalui penyebarluasan kabar angin dan/atau sebagai wakil aktif dari perubahan sosial sekalipun
indoktrinasi info untuk membangun opini publik. Jadi, dalam sistem kapitalis modern. Ketahanan integritas
penting bagi para pemain lokal dari pelbagai tingkatan dari penduduk asli dan kebudayaan mereka yang
(misalnya media, para pemimpin informal termasuk mengesahkan kelanjutan dari perubahan yang terjadi,
perempuan, para pemimpin agama dan adat atau kepala dan integritas ini karena penduduk asli secara aktif
suku) untuk memisahkan diri mereka dari manipulasi berjuang untuk memasukkan apa yang terjadi terhadap
tersebut di atas dengan jalan menghormati dan toleransi diri mereka dengan prasyarat sistem dunia mereka
terhadap pelbagai perbedaan selain juga mempunyai sendiri. Pengungkapan integritas kebudayaan sebagai
kesadaran kritis mengenai hak-hak dan keadaan mereka bagian dari hak asasi manusia harus dinyatakan dan
secara menyeluruh. Hal ini memerlukan adanya sistem didukung oleh semua pemain utama (aparat keamanan,
peringatan dini atau early warning system (dari ruang Pemerintah dan semua lapisan masyarakat madani)
lingkup luas seperti propinsi sampai dengan desa) guna dan badan-badan internasional yang bekerja di Papua.
memperkuat persatuan sosial melawan pelbagai faktor Beberapa katup pengaman adalah sebagai berikut.
pemicu konflik. Keluhan-keluhan bersejarah yang berakar dari pelbagai
pandangan yang berbeda mengenai sejarah integrasi
Papua ke dalam negara Indonesia harus ditengahi di
dalam buku putih yang mengakomodasi penjelasan
kritis mengenai sejarah yang dimaksudkan. Harus ada
cukup ruang berkembang bagi penduduk asli Papua di
tingkat akar rumput dan bagian lainnya dari masyarakat
madani di Papua. Inisiatif-inisiatif murni yang berasal
dari masyarakat dan organisasi non pemerintah
harus didukung (melalui peningkatan kapasitas dan
pendidikan) serta memberikan ruang yang lebih besar
guna pengembangan secara konstruktif. Harus ada cukup
ruang dengan parameter yang jelas dan transparan bagi
pelaksanaan kebebasan berekspresi di Papua (misalnya
pertunjukan atau produk kebudayaan, presentasi
tertulis dan lisan,dan lain sebagainya). Pengakuan
mertabat kolektif harus diungkapkan melalui pelbagai

25
Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

kebijakan yang sesuai dengan kebudayaan setempat kesalahan dalam strategi intervensi. Badan-badan
yang meliputi wilayah leluhur, obyek sakral budaya, internasional ikut serta dalam membangun modal sosial
pelbagai praktek tradisional, dll. Perbedaan-perbedaan dengan memasukkan peningkatan kapasitas di dalam
yang menyebabkan adanya polarisasi di pelbagai setiap program, memperkuat persatuan sosial dan
lapisan harus diatasi secara damai dengan pendekatan menemukan kepentingan bersama yang mengikat di
manusiawi melalui dialog terbuka. Pelaksanaan Otsus antara pelbagai pemain utama yang berbeda di Papua.
harus diikuti dengan peningkatan sistem penyaluran Dengan cara ini, tidak hanya celah di dalam kesenjangan
sumber daya yang professional guna meningkatkan antar kelompok masyarakat yang akan menurun, tetapi
kemudahan akses terhadap hak-hak dasar dan memacu pembangunan kepercayaan antar kelompok yang
mengalirnya dampak bagi penduduk asli Papua di berbeda juga akan meningkat. Tindakan tegas dan
pedesaan atau daerah-daerah terpencil dan khususnya nyata (affirmative action ) tidak hanya diberlakukan di
kelompok yang terpinggirkan (misalnya perempuan dan dalam masyarakat, tetapi juga di dalam manajemen
anak-anak juga orang-orang yang terstigma yang tinggal program badan-badan internasional tersebut, termasuk
di daerah-daerah yang terstigma seperti zona-zona misalnya dalam proses seleksi partner-partner lokal
merah). Sistem penyaluran sumber daya yang profesional dalam pelaksanaan program terkait. Memastikan
sebagai dasar dari pemerintahan yang baik, didukung kesempatan yang sama terbuka bagi seluruh lapisan
dengan peraturan khusus (perdasus dan Perdasi) pemain lokal termasuk organisasi non pemerintah yang
sebagai tindakan tegas dan nyata guna meningkatkan berkarakter asli setempat merupakan suatu contoh
pemerataan keadilan, yang juga akan mengurangi tindakan tegas dan nyata dalam pengelolaan program.
penyimpangan sosial (misalnya korupsi, perputaran Organisasi non pemerintah yang besar dan terkenal
kaum elit, dll) dalam proses penyalurannya. Kebutuhan biasanya berbasis di tingkat nasional atau propinsi
mendesak untuk membangun sistem penyaluran sumber serta memiliki pelbagai kesempatan untuk terlibat
daya yang profesional juga membutuhkan peningkatan dalam pasar industri penyandang dana; lain halnya
kapasitas dan dukungan struktural termasuk koordinasi dengan beberapa inisiatif lokal atau organisasi non
antar lembaga resmi terkait yang membuat peraturan pemerintah yang berskala lebih kecil yang memiliki
daerah khusus seperti Pemerintah lokal, legislatif kesempatan yang lebih kecil pula. Keadaan ini terjadi
dan MRP. Koordinasi di antara kaum elit harus diikuti karena masih kurangnya investasi dalam peningkatan
dengan peningkatan kapasitas yang mirip di tingkat kapasitas pada organisasi non pemerintah yang berskala
desa sebagai institusi yang berhubungan langsung lebih kecil ini. Tingkat pencapaian strategi intervensi
dengan akar rumput sebagai target utamanya. Jadi, harus diungkapkan secara kritis; tidak hanya kesuksesan
perlu adanya usaha terpadu dari skala luas atau makro yang berorientasi proyek, tetapi lebih kepada investasi
sampai dengan akar rumput. terhadap pengembangan dan pelengkapan inisiatif lokal
dengan keterampilan-keterampilan manajerial yang
diperlukan. Keberadaan badan-badan internasional
9. Rekomendasi bagi badan internasional harus menghindarkan industrialisasi atau pembuatan
masalah sosial menjadi suatu komoditi persaingan
• Mengelola kesenjangan antar kelompok masyarakat memperebutkan proyek di antara pelbagai organisasi
non pemerintah dan badan-badan internasional yang
Kesenjangan antar kelompok masyarakat yang ada bekerja di Papua. Paradigma harus diubah dari orientasi
di Papua disebabkan oleh pelbagai macam faktor, proyek menjadi rasa kepemilikan lokal; badan-badan
seperti lokasi geografis (antara pesisir dan dataran internasional harus berperan sebagai fasilitator di
tinggi), kelompok etnis (antara penduduk Papua bandingkan menjadi pelaku. Pasar pekerjaan di dalam
atau antara Penduduk Papua dan non-Papua), jender industri penyandang dana ini harus menghindarkan “brain
(ketidakseimbangan hubungan kekuasaan antara drain” di mana sumber daya manusia dan pengetahuan
perempuan dan laki-laki), dll. Ketidakseimbangan dipakai untuk mempertahankan kondisi yang tidak adil
horisontal atau kesenjangan antar kelompok masyarakat dan bukannya mengurangi celah kesenjangan serta
ini harus diperhitungkan dalam strategi intervensi. memperbesar kesempatan bagi banyak lapisan guna
Sampai mana kehadiran internasional mempengaruhi berpartisipasi dalam perubahan sosial. Para pemain
tingkat perbedaan yang ada (secara kebudayaan, “utama” dari perubahan sosial hanya beredar di antara
ekonomi dan sosial); apakah meningkatkan atau beberapa lembaga tertentu atau “kaum elit aktifis”.
menurunkan perbedaan. Penjajakan akibat yang sesuai Jadi, bukannya mengelola kesenjangan antar kelompok
mengenai kesenjangan antar kelompok masyarakat masyarakat yang sudah ada, kehadiran badan-badan
harus dikembangkan guna menghindarkan terjadinya internasional malah memicu adanya tambahan

26
Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

ketidaksetaraan di antara lembaga atau aktor pelaku dipekerjakan oleh badan-badan internasional dengan
perubahan sosial. para anggota masyarakat lokal yang mendorong
transformasi kewenangan kepada penduduk lokal,
• Memberantas Perasaan Rendah Diri lebih bagus dibandingkan hanya “mengekspor” atau
menerbangkan dan mendatangan “para ahli” dari luar
Berdasarkan kerumitan konflik di Papua, strategi masyarakat tersebut. Lebih banyaknya kewenangan
intervensi harus mendukung kesinambungan melalui yang diberikan kepada masyarakat lokal sejalan dengan
program partisipatif yang berfokus pada masyarakat. pelaksanaan program, dapat mencegah ketergantungan.
Intervensi ini tidak dapat dilakukan dengan cara Ini berarti bahwa kesinambungan sama pentingnya
“tabrak lari” dan/atau melakukan program jangka dengan memberikan ruang kepada masyarakat lokal
pendek. Program harus ditujukan untuk memperbaiki untuk tumbuh dan berkembang. Dari sisi ini, diluar
akar permasalahan dari konflik dengan membuka dari organisasi non pemerintah, inisiatif dan asosiasi
akses terhadap keadilan atau memperbesar berbasiskan masyarakat setempat (paguyuban)
pemerataan keadilan bagi penduduk asli Papua dan selayaknya diberikan perhatian dan dukungan yang
kelompok marginal lainnya, mengelola konflik dengan cukup pula.
mendukung pembentukan kebijakan yang selaras
dengan kebudayaan, harus dilaksanakan di tingkat • Perlindungan terhadap kelompok rentan
masyarakat. Oleh karena Papua kaya budaya, maka
strategi intervensi harus disesuaikan dengan pemetaan Penjajakan yang dapat dimengerti diikuti dengan
kebudayaan di Papua. Secara terperinci ini berarti intervensi program strategis terhadap kelompok-
adanya persyaratan dalam menyelidiki dan mengerti kelompok yang rentan di Papua harus dikembangkan.
secara benar struktur dan karakteristik (sistem nilai- Badan-badan internasional dapat memberikan kontribusi
nilai dan kebudayaan) yang ada di dalam masyarakat dalam memberikan kesempatan yang setara bagi para
bersangkutan. Fokus yang lebih ditekankan pada tingkat pemain lokal termasuk kelompok-kelompok rentan
masyarakat mungkin dapat dilakukan dengan jalan untuk ikut serta secara aktif dalam menyelesaikan
mengadopsi kearifan, kebudayaan dan kebutuhan lokal konflik di antara mereka sendiri. Beberapa kelompok
dalam proses perencanaan partisipatif, manajemen dan rentan dalam kalangan penduduk asli papua memerlukan
pengawasan. Investasi pada peningkatan kapasitas yang perhatian lebih termasuk kelompok yang secara
memerlukan program jangka panjang akan berharga geografis terasing karena tinggal di pelbagai daerah
guna membangun kesinambungan dan melaksanakan terpencil dan/atau yang distigmakan secara politik,
program secara bermartabat dengan memberikan sehingga menyebabkan tingkat akses yang rendah
ruang bagi penduduk setempat untuk menyelesaikan terhadap hak-hak dasar mereka serta menempatkan
permasalahan mereka secara mandiri. Pendekatan mereka pada posisi rentan terhadap kemungkinan
partisipatif ini juga akan memperkecil atau bahkan adanya kekerasan atau pelanggaran hak asasi manusia.
menghapus kompleksitas perasaan rendah diri penduduk Rendahnya akses (kurangnya alat transportasi) untuk
asli Papua. Pertukaran pengetahuan, keterampilan dan mencapai dan/atau larangan dari pemerintah lokal
pengalaman melalui penghormatan terhadap nilai- atau aparat keamanan untuk memasuki daerah-daerah
nilai dan kebudayaan lokal antara orang-orang yang tempat tinggl kelompok rentan ini membuat mereka
“tidak terlihat”. Setiap orang berhak mempunyai hak-
hak yang setara untuk terlibat dalam kemajuan. Program
intervensi harus memfasilitasi kesetaraan kesempatan
dan memastikan keterlibatan dari kelompok rentan
ini. Kelompok rentan yang lainnya adalah orang-orang
yang selamat dari kekerasan termasuk perempuan dan
anak-anak. Beban dari masa lampau (misalnya karena
kekerasan) harus diangkat terlebih dahulu sebelum
ikut aktif dalam perubahan sosial. Orang-orang yang
selamat dari kekerasan ini akan mempunyai kesempatan
yang lebih kecil jika mereka masih membawa beban
dari masa lampau tadi. Jadi, strategi intervensi yang
memungkinkan seperti pemulihan masyarakat dan
perbaikan keadilan harus diberikan. Di sisi lain, strategi
makro lainnya harus dilakukan dengan mendorong

27
Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

pembentukan kebijakan publik yang memihak pada perlindungan terhadap penduduk asli Papua sampai
kelompok rentan termasuk para korban kekerasan, pada tingkat desa. Strategi intervensi lainnya harus
kelompok yang terlantar: dari obyek perubahan sosial memastikan kesinambungan akibat dari program
menjadi subyek atau pemain aktif dari perubahan tersebut dalam menyentuh kelompok rentan. Ada
sosial. banyak badan-badan internasional yang telah bekerja
di Papua untuk mendukung pelaksanaan Otsus. Seluruh
• Meluruskan penyimpangan badan internasional ini harus berupaya supaya tidak
menjadi bentuk lain dari “kiriman berkat” (cargo
Merujuk kembali pada penjelasan sebelumnya mengenai cult) yang memberikan ide penyelamatan dengan
akar penyebab kekecewaan, ada beberapa penyimpangan jalan mencurhakan pelbagai sumber daya dari luar.
di dalam konteks Papua yang memerlukan pendekatan Strategi intervensi harus mempunyai kebijakan yang
yang sensitif terhadap konflik; kebijakan publik ganda seimbang baik dalam konteks (misalnya berhubungan
(pendekatan keamanan dan peningkatan penghidupan), dengan penyebaran keadilan) dan pada para pelaku
politik perwakilan, polarisasi dan masyarakat yang (misalnya menghapuskan kompleksitas rasa rendah
anomik. Strategi intervensi yang mengadaptasi diri). Mendukung program mandiri di Papua akan
pendekatan yang sensitif terhadap konflik dalam mempertegas martabat dari penduduk asli Papua di
meluruskan penyimpangan-penyimpangan ini sifatnya tanah mereka sendiri, seperti salah satu pepatah; “
mengandung strategi pencegahan krisis, promosi hak- Apa yang dapat kita lakukan atau tidak, apa yang kita
hak asasi manusia dan usaha terpadu dalam koordinasi anggap mungkin atau tidak, jarang sekali merupakan
dalam tingkat elit (termasuk koordinasi antar lembaga) kemampuan kita yang sebenarnya. Lebih merupakan
serta memperkuat masyarakat madani di tingkat akar kepercayaan mengenai siapa kita.” Pengertian
rumput. Strategi intervensi harus mempertimbangkan mendalam mengenai kerumitan permasalahan di Papua
and memaparkan penyimpangan-penyimpangan di atas termasuk penyimpangan-penyimpangannya tidak dapat
karena mereka memebentuk karakter dalam proses dilepaskan dari kerangka nasional yakni hubungannya
perubahan sosial serta menentukan tingkat keamanan dengan pemerintah Pusat. Selain dari pada pelbagai
manusia di Papua. Badan-badan internasional harus kekurangan yang ada di tingkat lokal termasuk
menyadari sepenuhnya penyimpangan –penyimpanagan kurangnya sistem penyaluran profesional dalam
tersebut ketika bekerja di zona konflik seperti pemerataan kesejahteraan; tingkat keamanan manusia
Papua; sejauh mana kehadiran mereka berpengaruh dari kelompok rentan di daerah-daerah terpencil juga
dalam peningkatan atau penurunan intensitas konflik dipengaruhi oleh konstelasi perdamaian yang ditandai
setempat. Informasi terkini yang dibagikan di antara oleh kurangnya modal sosial antara negara dengan
badan-badan internasional selayaknya tidak hanya aparat keamanannya dan rakyatnya. Pada akhirnya,
mengenai pemetaan para pelaku mengenai “siapa resolusi konflik yang sebenarnya berada di tangan kedua
melakukan apa”, namun juga melengkapi mereka pihak (Jakarta dan Papua) sebagai pelaku utama dalam
dengan informasi yang diperbaharui secara teratur mencapai perdamaian positif di Papua.
mengenai konteks keamanan manusia (human security)
secara menyeluruh di Papua. Kesadaran kritis mengenai
konteks Papua secara menyeluruh akan meningkatkan Wamena, Januari 2008
sensitivitas mengenai keamanan manusia; mendukung Yulia Sugandi *)
pembangunan kebijakan yang sesuai dengan kebudayaan
setempat dan ramah lingkungan, serta menghindarkan
badan-badan internasional dalam membawa dampak *) Yulia Sugandi memiliki pengalaman kerja di berbagai
yang merugikan. lembaga internasional, antara lain Asia Europe Foundation,
Friedrich Ebert Stiftung, Peace Brigades International dan
UNDP Papua dalam wacana perdamaian positif dan keadilan
yang merata (distributive justice). Dilandasi oleh komitmen
10. Catatan Akhir untuk mengeksplorasi dan mendukung konteks yang me-
mungkinkan masyarakat untuk menegaskan identitas mer-
Keluhan-keluhan di Papua mulai ditanggapi sejak eka secara terhormat; ia melaksanakan penelitian lapangan
lahirnya Otsus. Pelaksanaan desentralisasi secara di beberapa pulau di Indonesia (antara lain Sulawesi, Su-
serius harus terus dipelihara. Dukungan lebih jauh matera, Kalimantan, dan Papua) dan menempuh pendidikan
guna menciptakan konteks positif untuk mencapai di Universitas Gadjah Mada dan University of Joensuu-Fin-
landia. Saat ini, ia merupakan kandidat doktor pada Institut
keadilan pemerataan keadilan masih perlu dilanjutkan
Etnologi, University of Muenster-Jerman dan dalam proses
untuk mewujudkan filsafat penting dari Otsus, yaitu penyelesaian Disertasinya dengan tema konsep kehormatan
kolektif Hubula di Lembah Palim, Papua.

28
Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

Kata-kata Penting KKR


Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Adat
Mengacu pada kebiasaan atau kebudayaan, yang Kopassus
dipunyai oleh setiap kelompok etnis dan terdiri atas Komandan pasukan khusus
pengetahuan, tingkah laku, aturan-aturan, hukum-
hukum dan sistem-sistem untuk menjelaskan dan Koteka
mengatur individu dan kehidupan di dalam hukum Penutup penis sebagai pakaian adat laki-laki di dataran
masyarakat adat. tinggi

Barisan merah putih LBHMAP


Terdiri atas masyarakat sipil yang membentuk diri Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat Adat Papua
mereka sebagai barikade pembela Negara Kesatuan
Republik Indonesia LMA
Lembaga Musyawarah Adat
BIN
Badan Intelijen Nasional LPDAP
Lembaga Penjaga Dusun Adat Papua
BPN
Badan Pertanahan National Makar
Penyerangan terhadap pemerintah
BPP
Badan Pemberdayaan Perempuan Modal sosial
Mempunyai peran penting sebagai “lem” yang mengikat
CSOs masyarakat untuk membangun sebuah keberadaan
Civil Society Organizations – Organsasi Masyarakat yang damai. Modal sosial mencerminkan inti dari
madani atau organisasi non pemerintah norma-norma kerja sama untuk mengelola hubungan;
penyimpangan sosial yang adalah cerminan dari
DOM kurangnya modal sosial.
Daerah operasi militer
MPR
DPRD Majelis Permusyawaratan Rakyat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
MRP
DPR RI Majelis Rakyat Papua
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
NKRI
DPRP Negara Kesatuan Republik Indonesia
Dewan Perwakilan Rakyat Papua
OKB
FKPM Orang Kaya Baru
Forum Kemitraan Polisi Masyarakat
OPM
Inpres Organisasi Papua Merdeka
Instruksi Presiden
Otsus
JPM Otonomi khusus
Jaringan Perempuan Mimika
PDP
Presidium Dewan Papua
KAP Papua
Kamar Adat Pengusaha Papua Perda
Peraturan Daerah

29
Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan mengenai Papua

Perda Provinsi Papua UNTEA


Peraturan Daerah Provinsi Papua United Nations Temporary Administration – Badan PBB
yang mengurusi Pemerintahan Sementara
Perdasi
Peraturan Dearah Istimewa UU
Undang-Undang
Perdasus
Peraturan Dearah Khusus UU KDRT
Undang-undang mengenai Kekerasan Dalam Rumah
Pilkada Tangga
Pemilihan kepala daerah langsung
Yadupa
PP Yayasan Anak Dusun Papua
Peraturan Pemerintah

PTD
Papua Tanah Damai

Raperdasus
Rancangan Peraturan Daerah Khusus

Respek
Rencana strategis pembangunan kampung

RT/RW
Rukun Tetangga/Rukun Warga

RUU
Rancangan Undang-Undang

Satgas Papua
Satuan tugas Papua

Satgas merah putih


Satuan Tugas merah putih – pro integrasi Indonesia

SKP
Sekretariat Keadilan dan Perdamaian, Keuskupan
Jayapura

SLT
Subsidi langsung tunai

Tanah ulayat
Tanah adat bersama

TNI
Tentara Nasional Indonesia

Ulayat
Hak-hak adat bersama

30

Anda mungkin juga menyukai