Anda di halaman 1dari 6

REFERENSI JURNAL UJI BIOPESTISIDA

Judul Jurnal Jenis Uji Metode


1. Efektivitas 2. Uji Daya Hambat 1. Setiap ekstrak nabati diencerkan 2%, kemudian
Biopestisida Ekstrak Nabati sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam cawan petri yg
Bacillus Subtilis terhadap Cendawan sudah ada 10 ml media PDA, lalu digoyangkan agar
BNt 8 dan Pestisida R. solani in vitro. homogen. Biarkan 10 menit agar suspensi terserap
Nabati untuk pada media. Biakan cendawan R. solani diletakkan
Pengendalian 3. Uji Antagonis antara di bagian tengah petri, lalu diinkubasi selama 3-7
Penyakit Hawar B. subtilis dan hari. Untuk perlakuan kontrol, hanya ditumbuhkan
Pelepah dan Upih Ekstrak Nabati in cendawan R. solani pada bagian tengah cawan petri
Daun Jagung vitro. tanpa pemberian ekstrak nabati. Kemampuan ekstrak
nabati dalam menghambat perkembangan cendawan
4. Uji Efektifitas R. solani adalah dengan mengukur diameter
Biopestisida B. pertumbuhan miselia cendawan menggunakan
subtilis dan Pestisida penggaris.
Nabati
2. Ekstrak nabati daun sirih, kenikir, rimpang kunyit,
5. Perlakuan di daun cengkeh, dan lengkuas diuji sifat antagonisnya
Lapangan
dengan formulasi B. subtilis (DifcoTM Nutrient
Agar). Sebanyak 10 ml media NA dituang ke dalam
cawan petri dan didinginkan hingga media tersebut
padat, kemudian dimasukkan 1 ml ekstrak nabati
konsentrasi 2% hingga tersebar merata pada
permukaan media (plating), dan didiamkan selama
10 menit agar suspensi terserap pada media. Pada
setiap cawan petri ditempatkan potongan kertas
saring berdiameter 1 cm yang sebelumnya telah
dicelupkan pada suspensi bakteri. Cawan petri
tersebut ditutup bagian tepinya dengan parafilm dan
diinkubasi pada suhu ruangan selama 24 jam. Untuk
perlakuan kontrol, hanya bakteri antagonis B.
subtilis yang diplating pada media NA tanpa ekstrak
nabati. Untuk mengetahui tingkat antagonisme
setiap ekstrak nabati dengan B. subtilis dilakukan
dengan mengukur zona bening sebagai zona
hambatan. Semakin jauh jarak zona bening, tingkat
antagonismenya makin tinggi. Kedua pengujian
disusun dalam rancangan acak lengkap dengan 3
ulangan. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan,
maka data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan analisis ragam dan dilanjutkan dengan
uji Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT)
pada taraf 5%.

3. Inokulum cendawan R. solani diisolasi dari tanaman


jagung yang menunjukkan gejala penyakit hawar
pelepah dan upih daun menggunakan media PDA.
Setelah diisolasi, biakan dimurnikan pada media
PDA dalam cawan petri lain dan diinkubasi selama
14 hari pada suhu 30 oC. Hasil pemurnian tersebut
diperbanyak lagi pada media PDA yang baru.
Inokulum patogen R. solani yang akan digunakan di
lapangan untuk inokulasi penyakit hawar pelepah
dan upih daun dibiakkan pada media sekam (200
g/kantong plastik) yang telah disterilkan selama 2
jam pada tekanan 15 pound per square inch (psi) di
dalam plastik tahan panas. Inokulum R. solani yang
akan dibiakkan dalam media sekam diambil dari
cawan petri dengan ukuran 1 cm2 sebanyak 2 blok.
Biakan tersebut disimpan pada suhu kamar selama 2
minggu.

4. Uji efektivitas dilakukan di KP Bajeng, Gowa pada


bulan Maret hingga Juni 2015. Sebanyak 10
perlakuan yang diuji yaitu, perlakuan tunggal
formulasi B. subtilis, 3 perlakuan tunggal pestisida
nabati terbaik hasil seleksi in vitro, 3 perlakuan
kombinasi formulasi B. subtilis + pestisida nabati
terbaik hasil seleksi in vitro, fungisida bahan aktif
mankozeb, kontrol positif (air steril dengan inokulasi
R. solani), dan kontrol negatif (air steril tanpa
inokulasi R. solani). Perlakuan disusun dalam
rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan.
Penelitian menggunakan varietas Anoman, ditanam
dengan jarak tanam 75 x 20 cm, satu biji perlubang.
Perlakuan formulasi B. subtilis dan pestisida nabati
diberikan sebanyak dua kali, yaitu pada saat
perlakuan/ perendaman benih dan saat patogen
diinokulasikan. Perendaman benih dilakukan selama
24 jam dengan konsentrasi 5 mL/L untuk setiap
perlakuan ekstrak nabati dan 8 g/Kg benih untuk
perlakuan formulasi. Benih yang telah diberi
perlakuan/direndam kemudian ditanam. Tanaman
yang berumur 4 minggu (kecuali perlakuan tanpa
inokulasi R. solani) masing-masing diinokulasikan
dengan 10 g inokulum R. solani ke bagian pangkal
tanaman dengan cara ditabur. Perlakuan formulasi
B. subtilis dan pestisida nabati diberikan kembali
dengan cara menyemprotkan formulasi B. subtilis
dan pestisida nabati ke tiap pangkal tanaman yang
baru saja diinokulasikan dengan dosis aplikasi 2
Kg/ha formulasi bakteri B. subtilis dan 3 L/ha
ekstrak nabati. Variabel yang diamati adalah skor
penyakit, tinggi tanaman pada 2, 4, dan 6 minggu
setelah inokulasi (msi), dan hasil panen. Skor
penyakit hawar pelepah kemudian ditansformasi ke
rumus persentase serangan yaitu :

2. Uji Efektivitas
Biopestisida 1. Benih cabai merah varietas Jetset disemai dalam
sebagai media tanah steril. Bibit cabai yang telah
Pengendali berkecambah dipindahkan dalam bumbunan daun
Biologi
pisang. Selanjutnya dipindahkan ke dalam campuran
terhadap
Penyakit media tanah dan pupuk kandang (1:1) dalam polibag
Antraknos pada kapasitas 5 kg.
Cabai Merah
2. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman
tanaman setiap hari, penyiangan gulma, serta
pengendalian hama dan penyakit lainnya selain
antraknos. Pengendalian terhadap hama dengan
menggunakan insektisida profenofos 500EC (2 cc/l
air) dengan cara disemprotkan ke seluruh bagian
tanaman dengan interval 1 minggu.

3. Colletotrichum gloeosporioides koleksi bagian


proteksi tanaman Balitsa Lembang diperbanyak pada
media PDA steril dalam cawan petri.

4. Kedua biopestisida yang diuji masing-masing kadar


0,7; 0,35; dan 0,175 g/l air, disemprotkan pada
seluruh bagian tanaman. Penyemprotan dilakukan
pada tanaman cabai berumur 70 hari setelah tanam
(HST) dengan interval waktu 7 hari hingga panen
akhir menggunakan alat semprotan hama dan
penyakit.

5. Colletrotichum gloeosporioides diinokulasi- kan


pada saat muncul buah pertama, yaitu pada umur ±
70 HST dengan populasi suspensi konidia (4-
5)x106/ml dengan penambahan Tween 80. Suspensi
diaduk menggunakan magnetic stirrer. Inokulasi
dilakukan pada setiap tanaman dengan cara pelukaan
salah satu buah cabai sebagai sum- ber inokulum.
Pelukaan dengan jarum, kemudian pada bagian yang
terluka diteteskan suspensi cendawan C.
gloeosporioides.

* Pengamatan dilakukan pada setiap hari panen dan


penghitungan dilakukan pada saat panen terakhir
3. Pemanfaatan Uji pengamatan pada 1. Pembuatan larutan pestisida nabati dari daun
Pestisida larva yang dimasukkan tembakau, tapak liman, daun kayu kuning dan daun
Nabati Pada ke tanaman setelah sirih hijau.. Berdasarkan metode pada penelitian [5],
Pengendalian disemprotkan pestisida maka digunakan konsentrasi 10 % atau 100 gram/1
Hama Plutella nabati liter air. Bagian daun tembakau, tapak liman, daun
Xylostella kayu kuning dan daun sirih hijau masing-masing
Tanaman Sawi sebanyak 100 gram dicuci kemudian ditambahkan
(Brassica air sebanyak 1 liter dan diblender. Setelah itu
juncea L.) disaring agar tidak terdapat kotoran yang
Menuju menyumbat sprayer kemudian direndam selama 24
Pertanian jam.
Ramah 2. Penyiapan larva Plutella xylostella sebagai bahan uji
Lingkungan diambil dari Sawah di dusun Purwareja,
Hargobinangun Pakem yang berada di bawah
pengawasan Dinas Pertanian Kabupaten Sleman,
dan di TOM (Tani Organik Merapi), Cangkringan,
Sleman, selanjutnya dipelihara di laboratorium
biologi. Jenis larva yang diambil untuk penelitian
adalah jenis larva yang telah mencapai tahap instar
3.
3. Penyiapan benih Sawi. Benih Sawi dibeli di Toko
Pertanian (Toko Tani Maju) lalu dilakukan
pembibitan dengan menggunakan tray semai di
kebun biologi, FMIPA, UNY . Setelah bibit sawi
memiliki daun tiga lembar (berumur 3 minggu),
maka bibit sawi dipindahkan ke pot. Bibit Sawi
dipilih sebanyak 30 individu untuk digunakan
penelitian. Tanaman Sawi yang dijadikan untuk
sampel (disemprot dengan obat nabati) berumur 21
hari setelah tanam (HST).
4. Ulat yang telah diperoleh (mencapai tahap instar 3)
kemudian dimasukkan satu persatu pada tanaman
sawi yang telah berusia 21 hari setelah tanam. Untuk
setiap tanaman diberikan ulat sebanyak 5 larva.
Aplikasi ulat ini dilakukan pada sore hari karena di
sore hari ulat aktif menyerang tanaman sawi.
Menurut Lubis (2004) sepuluh larva tiap tanaman
merupakan ambang ekonomi pada tanaman sayuran
daun termasuk sawi. Namun demikian karena
jumlah ulat yang diperoleh terbatas, maka setiap
tanaman hanya diberikan 5 larva.
5. Larva dibiarkan selama satu hari tanpa pemberian
pestisida nabati. Setelah masuk hari kedua, aplikasi
penyemprotan pestisida nabati dilakukan. Setelah itu
diamati setiap gejala yang timbul dari larva tersebut
(mati atau menjadi pupa). Penyemprotan pestisida
nabati diulang lagi satu hari setelah pengamatan,
selanjutnya 1 hari setelah penyemprotan dilakukan
pengamatan lagi untuk menghitung jumlah Plutella
yang mati atau menjadi pupa, demikian seterusnya
dilakukan penyemprotan sampai 3 kali. Panen . Sawi
dapat dipanen antara 28-32 hari dengan ciri sawi
telah memanjang agak membulat dan daun cukup
lebar. Sawi dibersihkan selanjutnya ditimbang untuk
memperoleh bobot basah tanaman.

*Parameter yg diamati : Moralitas hama (persentase hama


yang mati) dan berat sawi tanah (dilakukan
penimbangan).
4. Bio-Pestisida 1. Uji Rendmen 1. Perlakuan Bio-Pestisida
Berbasis 2. Uji Residu Perlakuan biopestisida pada tanaman Tomat
Ekstrak dikelompokkan menjadi 3 yaitu sebagai kontrol
Tembakau Dari dengan tidak menggunakan pestisida,
Limbah menggunakan pestisida sintetis dan dengan
Puntung Rokok biopestisida. Masing – masing mendapatkan
Untuk perlakuan terdiri dari 5 tanaman Tomat.
Tanaman Penanaman ditargetkan berlangsung selama 45
Tomat hari.
(Lycopersicum
esculentum) 2. Pengujian uji rendemen dilakukan untuk
mengetahui persentase ekstrak nikotin dari 1 kg
puntung rokok yang menghasilkan 250 gram
tembakau dengan ekstraksi maserasi.

Uji efektivitas biopestisida dilakukan untuk


mengetahui pengaruh dari bio pestisida terhadap
tanaman Tomat. Pengujian efektivitas dari
biopestisida dilakukan dengan cara menghitung
intensitas serangan hama.

3. Uji residu dilakukan untuk mengetahui apakah


masih terdapat residu pestisida di dalam buah
Tomat, serta faktor apa saja yang mempengaruhi
keberadaan residu tersebut pada tanaman Tomat
yang menggunakan pestisida sintetik,
biopestisida, dan tanpa pestisida. Metode uji
residu pestisida dimodifikasi dari Fennol et al.,
(2007) dengan menggunakan alat Gas
Chromatography- Mass Spectrometri (GC-MS)
yang dapat mendeteksi komponen atau senyawa
dalam sampel. Sebelum melakukan pengujian
menggunakan GC-MS dilakukan prosedur
preparasi sampel yang akan diuji. Preparasi
sampel dilakukan dengan cara: Tomat yang telah
dipanen kemudian dicuci dan ditimbang sebanyak
10 gram. Dimasukkan kedalam blender
ditambahkan 100 mL campuran aseton-n heksa
(5:95 v/v) selanjutnya dilumatkan selama 2-3
menit. Kemudian disaring melalui corong yang
telah diberi saringan glass woll ditampung dalam
labu ukur 200 mL. Blender dan corong dibilas 3
kali, setiap kali dengan n-heksan dan dicampur
dengan hasil saringan, kemudian ditambah n-
heksan sampai batas tanda. Sejumlah 200 mL
saringan di pekatkan dengan rotary evaporator
sehingga volume menjadi 2 mL. Larutan hasil
yang telah dipekatkan dengan rotary evaporator
pada suhu 60°C. Kemudian disuntikkan sejumlah
1 μl kedalam kromatografi gas dengan kondisi
pengukuran pada GC-MS diatur sebagai berikut :
suhu injeksi : 250 °c, mode injeksi : splits, mode
kontrol aliran : tekanan, tekanan : 78,2 kPa, aliran
total : 23,4 mL/min, aliran kolom : 0,97 mL/min,
kecepatan linier : 37,0 cm/min, pembacaan MS :
0 – 39,5 min.

5. Uji Efektivitas Dilakukan perlakuan 1. Persemaian benih tanaman, persiapan media


Biopestisida pada tanaman dan tanam, dan pertanaman : Benih cabai merah
sebagai pathogen untuk varietas Jetset disemai dalam media tanah steril.
Pengendali mengetahui efektivitas Bibit cabai yang telah berkecambah dipindahkan
Biologi biopestisida dalam bumbunan daun pisang. Selanjutnya
terhadap dipindahkan ke dalam campuran media tanah dan
Penyakit pupuk kandang (1:1) dalam polibag kapasitas 5
Antraknos pada kg.
Cabai Merah
2. Pemeliharaan : Pemeliharaan tanaman meliputi
penyiraman tanaman setiap hari, penyiangan
gulma, serta pengendalian hama dan penyakit
lainnya selain antraknos. Pengendalian terhadap
hama dengan menggunakan insektisida
profenofos 500EC (2 cc/l air) dengan cara
disemprotkan ke seluruh bagian tanaman dengan
interval 1 minggu.

3. Perbanyakan cendawan patogen C.


gloeosporioides : Colletotrichum gloeosporioides
koleksi ba- gian proteksi tanaman Balitsa
Lembang diperban yak pada media PDA steril
dalam cawan petri.

4. Aplikasi biopestisida PfMBO 001 50 WP dan


BsBE 001 50 WP 0,7g/l : Kedua biopestisida
yang diuji masing-masing kadar 0,7; 0,35; dan
0,175 g/l air, disemprotkan pada seluruh bagian
tanaman. Penyemprotan dilakukan pada tanaman
cabai berumur 70 hari setelah tanam (HST)
dengan interval waktu 7 hari hingga panen akhir
menggunakan alat semprotan hama dan penyakit.

5. Inokulasi cendawan C. gloeosporioides :


Colletrotichum gloeosporioides diinokulasi- kan
pada saat muncul buah pertama, yaitu pada umur
± 70 HST dengan populasi suspensi konidia (4-
5)x106/ml dengan penambahan Tween 80.
Suspensi diaduk menggunakan magnetic stirrer.
Inokulasi dilakukan pada setiap tanaman dengan
cara pelukaan salah satu buah cabai sebagai sum-
ber inokulum. Pelukaan dengan jarum, kemudian
pada bagian yang terluka diteteskan suspensi
cendawan C. gloeosporioides.

Anda mungkin juga menyukai