Anda di halaman 1dari 26

LANDASAN HISTORIS DAN FILOSOFIS

PENDIDIKAN

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Landasan Pendidikan

Dosen Pembimbing :
Dr. H. Saraka,M.Pd

Disusun Oleh :
TAHER

PROGRAM PASCASARJANA
KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim Alhamdulillahirobbilaalamin, puji syukur kehadirat kehadirat Allah

SWT , Sang Pemiliki sirkulasi Waktu, Sang Maha Tahu, Sang Maha Pemilik Segala Ilmu atas ijin – Nya

memberikan waktu kepada penyusun sehingga makalah berjudul Landasan historis dan filosofis

Pendidikan ini dapat diselesaikan sebagai salah satu bagian tugas dari mata kuliah Landasan

Pendidikan dibawah bimbingan yang penyusun banggakan yaitu bapak Dr. H. Saraka,M.pd.

Pembahasan makalah ini memasuki wilayah Landasan pendidikan yang ditinjau dari segi

historis dan filosofis, diharapkan dengan memahami sejarah dan landasan filosofis pendidikan kita

dapat memecahkan dan mengembangkan serta menjawab permasalahan dan tantangan dalam dunia

pendidikan yang kita hadapi saat ini. Melalui tinjauan masa lalu yang menghasilkan sistem , yang

sedikit banyak jika bukan seluruhnya, telah kita adopi saat ini dapat dijadikan landasan dalam

rancangan pendidikan untuk masa depan tanpa meninggalkan pendidikan masa lalu. Sebagaimana

dinyatakan oleh salah satu pakar pendidikan terkemukan dunia sebagai berikut:

“ masa lalu hanyalah masa lalu yang tidak lebih dari sebuah peristiwa. Jika hal itu

seluruhnya telah pergi dan terjadi, maka hanya ada satu alasan yang masuk akal terhadap

hal tersebut (sebagai bahan renungan) . Biarkanlah sukma terkubur bersama dengan

jasadnya. Tapi ilmu pengetahuan terhadap masa lalu merupakan kunci untuk memahami

saat ini. Sejarah sesuai dengan masa lalu, tapi masa lalu tersebut ialah sejarah saat ini ”.

Sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik ALLAH SWT sang Maha Pemilik Hikmah dan

Kebijaksanaan. Makalah sederhana ini tentu saja masih perlu penyempurnaan, untuk itu kritik dan

saran perbaikan, kami harapkan demi penyempurnaannya, sekaligus menambah wawasan bagi kita

semua. Terimaksih.

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. LATAR BELAKANG

Sebagai guru yang memiliki kesempatan dan menekuni dunia pendidikan serta sebagai

salah satu pilar penggerak dan perancang pendidikan masa depan, kita memiliki pertanyaan

besar yang dihadapkan ke kita tentang pentingnya penyelidikan terhadap sejarah

pendidikan. Bagaimanakah peran dan tinjauan tentang sejarah pendidikan ? atau

pertanyaan klasik yang krusial, bagaimanakah sistem pendidikan yang telah dilaksanakan di

masa lalu ? begitu pula pertanyaan – pertanyaan penting tentang sejarah pendidikan

seperti berikut ini :

1. Mengapa guru seharusnya menyelidiki sejarah pendidikan ?

2. Bagaimanakah pengelola pendidikan dan para pendidik di masa lalu mendefinisikan ;

kedudukan pendidikan, ilmu pengetahuan, pendidikan, sekolah, pengajaran dan

pembelajaran ?

3. Apakah konsep – konsep dari orang terdidik yang mendominasi selama periode

sejarah pendidikan barat?

4. Bagaimankah ide – ide pendidikan telah berubah melalui perjalanan waktu ?

5. Bagaimanakah teori – teori pendidikan dan kedudukan para pendidik di dunia barat

telah berkontribusi terhadap pendidikan modern ?

Mengapa ? mungkin kita bertanya demikian , haruskah kita peduli dengan masa lalu

sementara konsentrasi dan kepedulian kita saat ini adalah apa yang harus kita lakukan

dikelas kita besok ?

Ide – ide John Dewey, salah satu filsuf pendidikan terkemuka dunia, menyarankan

sebuah hal yang masuk akal untuk penyelidikan dan penggunaan sejarah (pendidikan) masa
lalu. Kemudian dia, dalam bukunya Democracy and Education, menegaskan bahwa “ masa

lalu hanyalah masa lalu yang tidak lebih dari sebuah peristiwa. Jika hal itu seluruhnya telah

pergi dan terjadi, maka hanya ada satu alasan yang masuk akal terhadap hal tersebut.

Biarkanlah sukma terkubur bersama dengan jasadnya. Tapi ilmu pengetahuan terhadap

masa lalu merupakan kunci untuk memahami saat ini. Sejarah sesuai dengan masa lalu, tapi

masa lalu tersebut ialah sejarah saat ini ”.

Dewey menyatakan bahwa kamu adalah kamu yang sekarang karena masa lalumu.

Harapan – harapan dan permasalahan – permasalahan mu adalah hasil dari sejarah masa

lalumu tersebut. Pandangan Dewey kemudian tentang pengalaman manusia menyarankan

bahwa sejarah pendidikan akan bernilai dengan alasan – alasan sebagai berikut :

1. Isu – isu dan permasalahan – permasalahan pendidikan berakar pada masa lalu oleh

karena itu penyelidikan terhadap sejarah pendidikan dapat membantu kita untuk

memahami dan memecahkan masalah – masalah kekinian.

2. Usaha – usaha nyata untuk menata ulang dan mereformasi pendidikan mulai

dengan situasi saat ini, yang merupakan produk dari masa lalu kita; dengan

menggunakan tinjauan dan telaahan masa lalu kita dapat merencang masa depan.

3. Penyelidikan terhadap pendidikan di masa lalu menyediakan dan menghadirkan

sebuah pandangan yang menjelaskan menerangkan secara nyata akan kegiatan –

kegiatan kita saat ini sebagai para guru atau pendidik.

Pencapaian terhadap penyelidikan sejarah pendidikan dari perspektif kepedulian kita

terhadap pendidikan saat ini barangkali akan membantu jika kita melihat dan belajar pada

pengalaman para pendidik di masa lalu untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan yang

akan kita hadapi sebagai seorang guru.


1.2. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN

Penyajian makalah ini memfokuskan dan membatasi pembahasan pada landasan

historis dan filosofis pendidikan dari sistem pendidikan di zaman purbakala/primitif sampai

pada pengaruh pendidikan barat, yang dirincikan sebagai berikut:

1. Pendidikan pada Masyarakat Primitif.

2. Pendidikan pada Zaman Yunani Kuno.

3. Pendidikan pada Zaman Romawi Kuno.

4. Pengaruh Pembelajaran Arab (Islam) terhadap Pendidikan Barat.

5. Pendidikan dan Kebudayaan pada Zaman Pertangahan.

6. Pendidikan Humanisme Klasik Zaman Renaisance

7. Pendidikan dan Reformasi Keagamaan

8. Pengaruh Pencerahan Terhadap Dunia Pendidikan Barat


BAB II

PEMBAHASAN

1. Pendidikan pada Masyarakat Primitif.

Didalam rentang yang panjang hingga saat ini, manusia telah mengembangkan

menciptakan, melanjutkan, dan mentransfer aspek kecakapan hidup dan budaya yang

mereka miliki. Konsep budaya bertahan hidup inilah yang telah berlangung dari zaman

prasejarah hingga saat ini, yang menjadi landasan / peletak dasar berdirinya sekolah –

sekolah formal. Individu – individu/orang yang buta huruf atau tidak terpelajar menghadapi

masalah – masalah dan tantangan – tantangan bertahan hidup (dalam artian luas) di

lingkungan mereka yang membenturkannya dalam menghadapi kekuatan alam, binatang,

dan musuh – musuh lain manusia. Untuk bertahan hidup, sudah menjadi kodrat manusia

pasti membutuhkan makanan, tempat bernaung/pemukiman, kehangatan, dan pakaian.

Agar perubahan yang cepat dari lingkungan yang penuh tantangan didalam kehidupan yang

berkelanjutan untuk tetap bertahan hidup maka manusia mengambangkan kecakapan hidup

yang menjadi simpul – simpul dan rumusan budaya yang dihasilkan (R.F.Butts, A Cultural

History of Western Education. New York; McGraw Hill 1955,hal. vii – x , 1 – 8 )

Agar budaya dari kelompok tertentu tetap berlangsung dan bertahan maka budaya

tersebut harus di transfer dari kelompok tua dan dewasa kepada yang lebih muda atau anak

– anak. Karena anak – anak belajar ;bahasa, kecakapan/keterampilan, ilmu pengetahuan,

dan nilai – nilai sosial. Dapat dikatakan bahwa kegiatan mereka tersebut merupakan

perwujudan nyata dari proses pewarisan konsep dan budaya serta landasan pendidikan.

Pola dan rumusan awal pendidikan di zaman primitif meliputi ; 1)pembuatan alat atau

instrumen, 2) adat istiadat dari kehidupan kelompok, dan .3) pembelajaran bahasa.
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan cakupan pendidikan pada periode zaman

primitif.

Kelompok/masy Tujuan Kurikulum Agen Pengaruh


arakat sejarah Pendidikan Terhadap
dan periode Pendidikan
Barat
Masyarakat 1. Mengajarkan 1. Latihan 1. Orang Tua Penekanan pada
Primitif kecakapan keterampilan 2. Anggota aturan – aturan
7.000 – 5000 sm hidup berburu, Suku pendidikan
kelompok memancing dan Tertua informal dalam
2. merekatkan mengumpulkan 3. Pemuka pemahaman nilai
ikatan makanan Agama dan
kelompok 2. Ketarampilan keterampilan.
/Kemampuan
bercerita,
menyanyi,
berpuisi, menari
dan pengajaran
mitos.

Dari pemaparan tersebut diatas maka dapat diasumsikan beberapa kesimpulan tentang

Landasan Filosofis dan Landasan Historis Pendidikan, sebagai berikut :

a. Landasan Filosofis Pendidikan di Zaman Primitif :

Adanya kebutuhan untuk bertahan hidup dan mengajarkan kecakapan hidup

sederhana untuk menghadapi dan memecahkan masalah – masalah dan tantangan

– tantangan di lingkungan yang membenturkannya dalam menghadapi kekuatan

alam, binatang, dan musuh – musuh lain manusia. Untuk bertahan hidup, sudah

menjadi kodrat manusia pasti membutuhkan makanan, tempat

bernaung/pemukiman, kehangatan, dan pakaian.

b.Landasan Historis Pendidikan di Zaman Primitif :

Agar sistem pendidikan dan budaya dari kelompok tertentu tetap berlangsung dan

bertahan maka hal tersebut perlu di transfer dari kelompok tua dan dewasa kepada
yang lebih muda atau anak – anak. Karena anak – anak belajar ;bahasa,

kecakapan/keterampilan, ilmu pengetahuan, dan nilai – nilai sosial. Dapat dikatakan

bahwa kegiatan mereka tersebut merupakan perwujudan nyata dari proses pewarisan

konsep dan budaya serta landasan pendidikan. Pola dan rumusan awal pendidikan di

zaman primitif meliputi ; 1)pembuatan alat atau instrumen, 2) adat istiadat dari

kehidupan kelompok, dan .3) pembelajaran bahasa.

2. Pendidikan Pada Masyarakat Yunani Kuno

Ahli – ahli sejarah dan pendidikan pada masyarakat barat sering melakukan tinjauan

dan penelaahan terhadap Masyarakat Yunani Kuno lalu mengambil kesimpulan bahwa

budaya dan sistem pendidikan Yunani Kuno merupakan sumber dan referensi asli / dasar

dari pembentukan budaya Barat. Penyelidikan pada budaya klasik Yunani menerangkan

dengan jelas terhadap masalah – masalah dan tantangn – tantangan yang dihadapi oleh

para pendidik dimasa kini.

Beberapa pertanyaan mendasar yang seyogyanya dipecahkan pada pembahasan ini

seperti ; 1) Apakah model – model (pembelajaran) yang bermanfaat sehingga materi belajar

dapat ditiru dan difahami oleh anak –anak /peserta didik ? 2) Bagaimanakah (sistem)

pendidikan membantu dalam membentuk tatanan masyarakat yang baik? 3) Bagaimankah

pendidikan merefleksikan perubahan sosial, ekonomi, dan kondisi politik ? Bagaimanakah

pendidikan melayani manusia dalam mencari kebenaran ?

Butir pembahasan pada pendidikan pada masyarakat Yunani Kuno, sebagai berikut:

a. Pendidikan Homeric
b.Pendidikan para Ahli Filsuf ; Guru – guru Pengembara
 Socrates dan Plato ; sebagai filsuf moralitas
 Aristotle ; yang berusaha merumuskan fenomena alam secara rasional/akal dan
menjelaskannya secara sistematis.
 Isocrates ; Sang pendidik dan ahli retorika.

Secara detail dijabarkan sebagai berikut :

a. Pendidikan Epik Homeric

Para generasi pembaca telah bergairah dan bersemangat dalam suasana tegang ketika

membaca puisi – puisi epik dan heroik dari Homer, the Illiad and Odyssey. Puisi epik

karangan dan rancangan Homer ini menetapkan tujuan pendidikan melalui cerita – cerita

dan puisi heroik, sehingga melalui tokoh heroik yang ditunjukkan dan diperkenalkan maka

anak – anak sebagai peserta didik dapat meniru dan memahami konsep – konsep

kepahlawanan, sikap ksatria. Melalui pembelajaran tentang karakter dan sifat dari para

heroik tersebut anak muda Yunani akan belajar tentang ; 1) karakter, sifat, tingkah laku, ciri

– ciri dan kualitas yang membuat hidup menjadi berharga. 2) tingkah laku dan karakter yang

diharapkan menjadi anak muda yang ksatria. 3) kelemahan pada karakter manusia akan

membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Masyarakat Athena lebih menekankan pada nilai – nilai pengajaran kemanusiaan,

rasionalitas, dan demokrasi guna membentuk tatanan sosial dan politik nya. Sementara

itu ,Sparta sebagai musuh dan rival dari Athena , lebih menekankan pada pendidikan militer

dan melaksanakan pemerintahan nya dengan nuansa militer yang diktator.

Bagi Yunani, budaya – penyerapan dan partisipasi di dalam budaya – sangat penting

daripada sekolah formal. Melalui proses budaya anak muda Yunani belajar menjadi salah

satu unsur masyarakat dalam kehidupan sosial mereka. Kebanyakan di pusat – pusat kota

Yunani pendidikan formal disediakan untuk anak – anak muda pria. Di Athena contohnya

para anak putri umunya belajar tentang keterampilan dalam pengelolaan rumah tangga dan

menjadi ibu rumah tangga yang terampil. Sementara itu, berbeda dengan yang dilakukan di

Sparta, para putri muda Sparta lebih banyak bersekolah, yang meliputi latihan – latihan
atletik yang berat dan melelahkan untuk mempersiapkan mereka menjadi ibu yang sehat

bagi para prajurit masa depan Sparta.

b. Pendidikan Para Filsuf

Di pertengahan abad 50 sm, perubahan secara global akan kondisi ekonomi berakibat

pada berubahnya pula tatanan sosial dan pendidikan di Yunani, khususnya di Athena. Para

tuan – tuan tanah yang kaya raya dan aristokrat tidak lagi ditempatkan sebagai kelas yang

tertinggi karena goncangan perekonomian yang melanda mereka. Perubahan sosial ini

menghasilkan situasi dan kondisi baru bagi generasi baru pendidik yakni ahli – ahli filsuf.

Para filsuf tersebut menempati strata tertinggi ditatanan pendidik profesional yang

diharapkan mampu menciptkan metode – metode pengajaran yang beragam pada kelas –

kelas komersial di Athena dan Sparta sehingga menghasilkan generasi yang memiliki

kemampuan intelektual dan kecakapan retorika yang handal. Para filsuf tersebut juga

mengklaim bahwa mereka mampu mengajarkan ilmu dan kecakapan/skill apapun yang ingin

masyarakat pelajari, bahkan mereka mampu berkontribusi dalam mobilitas sosialekonomi

masyarakat yang tidak mampu dilakukan para ahli sebelumnya, meskipun, malangnya,

ternyata ada beberapa diantaranya ialah filsuf palsu atau gadungan yang menyesatkan.

Ilmu seperti pengajaran tata bahasa, logika, retorika kemudian menghasilkan ahli – ahli

retorika yang hebat, kesenian yang bebas, bahkan menghasilkan ahli advokat dan legislator

yang handal.

Kehadiran para filsuf ini menjadikan dunia pendidikan bagi Yunani Kuno lebih terstruktur,

berikut merupakan beberapa filsuf yang dimaksud ,yakni:

1. Protagoras ; metodenya meliputi : 1) presenter hebat dalam berdeklamasi sehingga

mampu menjadikannya figur yang baik dalam berpidato. 2) ujian berorasi skala besar

pada masyrakat digunakan sebagai model / tata cara berdeklamasi atau berpidato. 3)
penyelidikan mendalam terhadap retorika, tata bahasa dan logika.4) latihan orasi bagi

orator – orator muda yang kemudian akan dikritisi oleh para guru pengajar. 5) orasi

publik yang dilakukan oleh murid di depa umum.

2. Socrates dan Plato ; sebagai filsuf moralitas

Filosofi Socrates ialah etika sederhana yang menyatakan bahwa seseorang mencari

dan menjalani kehidupan harus menggunakan moral yang mulia dan budi pekerti

yang baik. Socrates menyelam dalam alam pemikiran untuk menemukan prinsip –

prinsip semesta terhadap kebenaran, keindahan, dan ketuhanan.

Plato , yang merupakan murid dari Socrates, mencetuskan ide tentang kebenaran dan

nilai – nilai sejati. Teori Plato tentang ilmu pengetahuan ialah berdasarkan teori “

Reminiscence” yang mana individu – individu diarahkan untuk memanggil ide – ide

dan kebenaran – kebenaran yang pada saat kini masih tersembunyi didalam pikiran.

Teori ini menganggap bahwa jiwa seseorang, sebelum ia lahir, telah hidup di dalam

sebuah dunia ide spiritualistis, yang tidak lain adalah sumber segala kebenaran dan

ilmu pengetahuan.

3. Aristotle ; yang berusaha merumuskan fenomena alam secara rasional/akal dan

menjelaskannya secara sistematis.

Murid dari Plato yakni, Aristotle meupakan guru dan pembimbing dari Raja Alexander

Agung. Aristotle mendirikan “the Lyceum” yaitu sekolah filsafat Athena. Dan menulis

secara luas pelajaran seperti fisika, astronomi, pertanian, ilmu hewan, logika, etika,

dan metafisika. Sebagai filsuf realis, Aristotle menganggap bahwa realitas diposisikan

di dalam sebuah tatanan yang objektif. Objek, tersusun dari bentuk dan zat, eksis /

ada secara independen dari pengetahuan kita terhadap objektif tersebut. Manusia

merupakan perwujudan dari rasionalitas, Oleh karena itu mereka memiliki


kemampuan megetahui dan mengobservai hukum – hukum alam yang membangun

dan menyusun mereka.

Di dalam bidang pendidikan Aristotle meletakkan landasan teori pendidikan yang

menyatakan bahwa komunitas yang baik didasarkan pada penanaman pada

rasionalitas. Ia memandang bahwa pendidikan ditanamkan diantara dua elemen,

yakni, rasionalita seseorang secara individu dan rasionalitas masyarakat.

4. Isocrates ; Sang pendidik dan ahli retorika.

Isocrates adalah ahli retorika Yunani yang penting didalam sejarah pendidikan Barat

karena dia mengembangkan pembangunan teori pendidikan yang baik yang

berdasarkan kecakapan retorika dan ilmu pengetahuan. Bagi Isocrates, pendidikan

mempunyai objektifitas yang mengandung peranan penting bagi pelayanan publik

karena segala hal dan kegiatan yang disusun berdasarkan koridor ilmu pengetahuan.

Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan cakupan pendidikan pada periode Pendidikan

Masyarakat Yunani Kuno .

Kelompok/ Tujuan Pendidikan Kurikulum Agen Pengaruh


masyarakat Terhadap
sejarah dan Pendidikan
periode Barat
Masyarakat 1. Untuk Athena ; 1. Athena ; Athena; untuk
Yunani menanamkan kecakapan guru privat mengembangkan
Kuno identitas tanggung membaca, menulis, dan karakter mulia
1.600 –300 jawab aritmatika, drama, sekolah, tiap individu
sm kewarganegaraan musik, pendidikan filsuf Dan pendidikan
warganya fisik, sastra dan 2. Sparta;gur bebas pada tiap
2. Athena; untuk puisi. u dan individu
mengembangkan pemimpin
karakter mulia tiap Sparta; latihan dan militer Sparta ; konsep
individu lagu militer serta militer terpusat.
Sparta ; untuk taktik perang.
mengembangkan
para prajurit dan
pemimpin militer.
Dari pemaparan tersebut diatas maka dapat diasumsikan beberapa kesimpulan tentang

Landasan Filosofis dan Landasan Historis Pendidikan pada Masyarakat Yunani Kuno, sebagai

berikut :

a. Landasan Filosofis Pendidikan pada Masyarakat Yunani Kuno.

Bagi Yunani, budaya – penyerapan dan partisipasi di dalam budaya – sangat penting

daripada sekolah formal. Melalui proses budaya anak muda Yunani belajar menjadi salah

satu unsur masyarakat dalam kehidupan sosial mereka. Kebanyakan di pusat – pusat kota

Yunani pendidikan formal disediakan untuk anak – anak muda pria. Di Athena contohnya

para anak putri umunya belajar tentang keterampilan dalam pengelolaan rumah tangga dan

menjadi ibu rumah tangga yang terampil. Sementara itu, berbeda dengan yang dilakukan di

Sparta, para putri muda Sparta lebih banyak bersekolah, yang meliputi latihan – latihan

atletik yang berat dan melelahkan untuk mempersiapkan mereka menjadi ibu yang sehat

bagi para prajurit masa depan Sparta.

Para filsuf menempati strata tertinggi ditatanan pendidik profesional yang

diharapkan mampu menciptkan metode – metode pengajaran yang beragam pada kelas –

kelas komersial di Athena dan Sparta sehingga menghasilkan generasi yang memiliki

kemampuan intelektual dan kecakapan retorika yang handal. Para filsuf tersebut juga

mengklaim bahwa mereka mampu mengajarkan ilmu dan kecakapan/skill apapun yang ingin

masyarakat pelajari, bahkan mereka mampu berkontribusi dalam mobilitas sosialekonomi

masyarakat yang tidak mampu dilakukan para ahli sebelumnya, meskipun, malangnya,

ternyata ada beberapa diantaranya ialah filsuf palsu atau gadungan yang menyesatkan.

Ilmu seperti pengajaran tata bahasa, logika, retorika kemudian menghasilkan ahli – ahli

retorika yang hebat, kesenian yang bebas, bahkan menghasilkan ahli advokat dan legislator

yang handal.
b.Landasan Historis Pendidikan pada Masyarakat Yunani Kuno

Puisi epik karangan dan rancangan Homer ini menetapkan tujuan pendidikan melalui

cerita – cerita dan puisi heroik, sehingga melalui tokoh heroik yang ditunjukkan dan

diperkenalkan maka anak – anak sebagai peserta didik dapat meniru dan memahami konsep

– konsep kepahlawanan, sikap ksatria. Melalui pembelajaran tentang karakter dan sifat dari

para heroik tersebut anak muda Yunani akan belajar tentang ; 1) karakter, sifat, tingkah

laku, ciri – ciri dan kualitas yang membuat hidup menjadi berharga. 2) tingkah laku dan

karakter yang diharapkan menjadi anak muda yang ksatria. 3) kelemahan pada karakter

manusia akan membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Masyarakat Athena lebih menekankan pada nilai – nilai pengajaran kemanusiaan,

rasionalitas, dan demokrasi guna membentuk tatanan sosial dan politik nya. Sementara

itu ,Sparta sebagai musuh dan rival dari Athena , lebih menekankan pada pendidikan militer

dan melaksanakan pemerintahan nya dengan nuansa militer yang diktator.

3. PENDIDIKAN PADA MASYARAKAT ROMAWI

Pada saat Yunani sedang mengembangkan konsep – konsep budaya dan

pandidikannya di belahan timur Mediterania, di sisi lain di belahan dunia Barat Mediterania,

yakni negara Romawi sedang menggabungkan dan mengkombinasikan kedudukan politik

nya di Semenanjung Italia melalui wilayah Barat Mediterania. Di dalam perjalanan dari

bentuk Negara Republik yang Kecil menjadi Kerajaan yang Megah dan Besar, Orang – orang

Romawi terkonsentrasi dengan peperangan dan politik.

Setelah bangsa Romawi mampu menciptakan dan membentuk kerajaan / imperium

nya, kemudian mereka memfokuskan diri pada pembenahan administrasi, hukum, dan

diplomasi/politik yang diperlukan untuk mempertahankan tatanan kerajaan yang telah


mereka bangun. Jika bangsa Yunani terfokus pada filsafat, maka Bangsa Romawi justru

sangat tertarik dengan pendidikan , politik praktis dan kemampuan administrasi. Pendidikan

ideal bagi bangsa Romawi diberikan teladan dan contoh oleh konsep orator, yakni Isocrates.

Orator Romawi merupakan orang – orang yang terdidik yang liberal dan berpandangan luas

didalam kehidupan kemasyarakatan yang menjelma sebagai senator, pengacara, pegawai

negeri sipil, dan politisi. Cicero dan Quintilian ialah tokoh yang sangat berpengaruh di zaman

tersebut.

a. CICERO ; Sang Orator Ulung

Cicero, yang merupakan senator yang berbeda dan unggul dibandingkan yang lain,

telah melakukan penyelidikan dan penelitian tentang tata bahasa, sastra, sejarah, dan

retorika antara Yunani dan Latin. Dia menilai dan sangat menghargai antara kaum tua

bangsa Romawi terhadap nilai – nilai praktis dan kegunaan sesuatu serta perhatian bangsa

Yunani terhadap kemanusiaan dan kebudayaan bebas.

Cicero menghasilkan sebuah karya, yaitu : “ de Oratore” mengkombinasikan konsep –

konsep Romawi dan Yunani terhadap konsep manusia yang terdidik (Aubrey Gwynn, 1966).

Konsep Romawi menyebutkan bahwa hasil – hasil latihan orator adalah dengan

memenangkan debat dan argumen – argumen di sebuah forum. Cicero menambahkan

pandangan Yunani terhadap pendidikan retorika dengan menekankan budaya kebebasan

dan universalitas atau humanitas. Cicero merekomendasikan bahwa setiap orator, sebagai

manusia yang berfikir rasional, seharusnya dididik dengan seni kebebasan dan seharusya

menggunakan pendidikan yang mereka perolah untuk kepentingan masyarakat umum.

Cicero juga menganjurkan pada para pendidik untuk mengajarkan unsur – unsur

kebahasaan seperti tata bahasa, puisi dan sastra. Dia juga yakin bahwa untuk menghasilkan

orator yang ulung dan hebat mestinya diajarkan juga pada mereka tentang seni bebas, etika,
psikologi,ilmu pengetahuan militer,farmasi,ilmu alam,geograpi,astronomi,sejarah, hukum,

dan filsafat, dengan penekanan pada pembelajaran sejarah. Cicero juga menekankan

pendidikan moral dengan menggunakan aturan Hukum Dua Belas Tabe Klasik Romawi , yang

diantaranya menyebutkan untuk menghormati orang tua, menjaga harta/tanah yang

dimiliki, dan untuk melayani negara.

b. QUINTILIAN ; Sang Guru Retorika.

Terlahir dengan nama lengkap Marcus Fabius Quintilianus (35 – 95 sm) yang bekerja

sebagai asisten pengacara/ahli hukum yang merupakan landasan awalnya sebagai ahli

retorika yang kemudian memberikan nya kedudukan sebagai ahli retorika latin pertama.

Sebagai ahli terkemuka retorika Romawi, Quintilian mengabdi pada kerajaan Romawi.

Selanjutnya, program – program pendidikan orator Quintilian ialah refleksi dari kenyataan –

kenyataan yang terjadi di kerajaan / imperium Romawi, yang diatur oleh titah daripada

keputusan kelompok / kesepakatan bersama yang membentuk suatu argumen retoris.

Berbeda dengan Cicero yang merupakan abdi bagi senat Roma, Quintilian ialah juga sebagai

seorang guru yang memimpin ranah pendidikan di zaman tersebut di Romawi.

Pada tahun 94 sm berdiri lah Quintilian’s Institute Oratoria yang memfokuskan pada

teori retorika, penyelidikan tentang retorika, pendidikan retorika, kemampuan berdeklamasi

dan berbicara di depan publik. Quintilian mengenalkan bahwa pembelajaran harus

berdasarkan pada tingkat / taraf dari perkembangan dan tahapan pertumbuhan manusia.

Adapun tingkatan yang dimaksud berdasrkan teori Quintilian ada 3 tahap yakni ;

Tahap Pertama, ditahapan ini usia potensial untuk dilakukan pembelajaran berusia

dari lahir sampai pada usia tujuh tahun. Anak diberikan kepedulian, perhatian dan dipenuhi

segala kebutuhan dasarnya. Bagi orang tua dan pendidik perlu mempelajari pedagogi untuk

memahami lebih mendalam tentang bakat anak juga harus secara terus menerus
mengenalkan cara pengucapan yang benar dalam menggunakan bahasa dalam bebiasaan

sehari - hari, termasuk menggunakan jasa pelayan / pengasuh dari Yunani, sehingga dengan

mendengarkan dan memahami dari usia dini tentang cara pengucapan yang benar dan cara

bertutur yang benar pula diharapkan menghasilkan anak – anak berbakat di bidang orator

dan retorika di masa depan.

Tahap Kedua, pembelajarn pada tahapan ini dimulai dari (7) usia tujuh tahun sampai

dengan (14) empat belas tahun. Di tahapan ini, anak – anak belajar dari pengalaman –

pengalaman yang bermanfaat, membentuk ide – ide yang jelas, dan melatih ingatan

mereka. Anak – anak mampu menuliskan bahasa yang mereka gunakan dalam bertutur.

Lebih lanjut para pendidik lebih menekankan pada pembelajaran menulis dan membaca.

Para guru – yang kompeten – ahli membaca dan menulis dalam pengajarannya harus

mengajarkan bahasa tutur maupun tulisan dengan perlahan dan mendalam

pemahamannya.

Tahap Ketiga, pembelajaran diusia 15 tahun sampai dengan dewasa dan matang ini,

Quintilian menekankan pembelajaran pada seni beraliran bebas serta tata bahasa Yunani

dan Latin pada tingkat sekolah menengah atas. Termasuk sastra Yunani dan Romawi,

sejarah,mitologi,musik,geometri,astronomi,dan gimnastik dipelajari juga.

Setelah mempelajari tata bahasa dan seni bebas orator yang berpotensial lalu belajar

tentang ilmu retorika, yang di aplikasikan dalam pelajaran drama,

puisi,sejarah,hukum,filsafat dan retorika.

Bagi Quintilian, kesempurnaan oratoris / retorika tergantung pada keluhuran moral

dari sang orator itu sendiri (William M.Smail, Quintilian on Education.1966). untuk

mempengaruhi publik pendengar atau audience orator seyogyanya harus dipercaya terlebih

dahulu. Pemikiran, program dan teori – teori Quintilian secara signifikan diaplikasikan pada
sistem pendidikan Barat pada sistem pembelajaran dan pengajarannya. Untuk

mengantisipasi kebutuhan para pendidik modern terahdap perbedaan individual pelajar

Quintilian merekomendasikan bahwa pembelajaran yang dirancang mestinya sesuai dengan

kefahaman dan kemampuan dari pelajar/siswa. Dia juga merekomendasikan bahwa guru

harus memotivasi para siswa serta dapar menciptakan dan mengkondisikan pembalajaran

yang menarik dan attraktif.

Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan cakupan pendidikan pada periode Pendidikan

Masyarakat Romawi .

Kelompok/ Tujuan Pendidikan Kurikulu Agen Pengaruh


masyarakat m Terhadap
sejarah dan Pendidikan Barat
periode
ROMAWI  Untuk mengembangkan Bacaan , Sekolah Penekanan pada
750 – 450 pemahaman dan tulisan,arit umum dan kemampuan untuk
sm tanggung jawab matika,hhu sekolah menggunakan
kewarganegaraan dalam kum dua khusus, pendidikan untuk
sistem republik yang belas guru,sekola pengembangan
kemudian berubah tabel,huku h – sekolah kecakapan
menjadi kerajaan. m, dan retorika. administrasi,
 Untuk mengembangkan filsafat. berkaitan dengan
kecakapan pada tatanan pendidikan dan
sistem adminstrasi dan tanggung jawab
militer. kewarganegaraan

Berikut ini merupakan landasan filosofis dan historis pendidikan pada zaman Romawi:

a. Landasan Filosofis Pendidikan Zaman Romawi

Adanya kebutuhan dalam pembenahan administrasi, hukum, dan

diplomasi/politik yang diperlukan untuk mempertahankan tatanan kerajaan yang

telah mereka bangun melalui pendidikan , politik praktis dan kemampuan

administrasi yang diaplikasikan melalui pembelajaran retorika, oratoris yang

kemudian di kembangkan oleh Cicero dan Quintilian di bawah kendali imperium.


b. Landasan Historis Pendidikan Zaman Romawi

Jika bangsa Yunani terfokus pada filsafat, maka Bangsa Romawi justru sangat

tertarik dengan pendidikan , politik praktis dan kemampuan administrasi.

Pendidikan ideal bagi bangsa Romawi diberikan teladan dan contoh oleh konsep

orator, yakni Isocrates. Orator Romawi merupakan orang – orang yang terdidik

yang liberal dan berpandangan luas didalam kehidupan kemasyarakatan yang

menjelma sebagai senator, pengacara, pegawai negeri sipil, dan politisi. Cicero dan

Quintilian ialah tokoh yang sangat berpengaruh di zaman tersebut.

Cicero menghasilkan sebuah karya, yaitu : “ de Oratore” mengkombinasikan

konsep – konsep Romawi dan Yunani terhadap konsep manusia yang terdidik

(Aubrey Gwynn, 1966). Konsep Romawi menyebutkan bahwa hasil – hasil latihan

orator adalah dengan memenangkan debat dan argumen – argumen di sebuah

forum. Cicero menambahkan pandangan Yunani terhadap pendidikan retorika

dengan menekankan budaya kebebasan dan universalitas atau humanitas. Cicero

merekomendasikan bahwa setiap orator, sebagai manusia yang berfikir rasional,

seharusnya dididik dengan seni kebebasan dan seharusya menggunakan

pendidikan yang mereka perolah untuk kepentingan masyarakat umum. Cicero

juga menganjurkan pada para pendidik untuk mengajarkan unsur – unsur

kebahasaan seperti tata bahasa, puisi dan sastra.

Sedangkan Quintilian Pada tahun 94 sm berdiri lah Quintilian’s Institute

Oratoria yang memfokuskan pada teori retorika, penyelidikan tentang retorika,

pendidikan retorika, kemampuan berdeklamasi dan berbicara di depan publik.

Quintilian mengenalkan bahwa pembelajaran harus berdasarkan pada tingkat /


taraf dari perkembangan dan tahapan pertumbuhan manusia. Adapun tingkatan

yang dimaksud berdasrkan teori Quintilian ada 3 tahap yakni ;

Tahap Pertama, ditahapan ini usia potensial untuk dilakukan pembelajaran

berusia dari lahir sampai pada usia tujuh tahun. Anak diberikan kepedulian,

perhatian dan dipenuhi segala kebutuhan dasarnya. Termasuk menggunakan jasa

pelayan / pengasuh dari Yunani, sehingga dengan mendengarkan dan memahami

dari usia dini tentang cara pengucapan yang benar dan cara bertutur yang benar

pula diharapkan menghasilkan anak – anak berbakat di bidang orator dan retorika

di masa depan.

Tahap Kedua, pembelajarn pada tahapan ini dimulai dari (7) usia tujuh tahun

sampai dengan (14) empat belas tahun. Di tahapan ini, anak – anak belajar dari

pengalaman – pengalaman yang bermanfaat, membentuk ide – ide yang jelas, dan

melatih ingatan mereka. Anak – anak mampu menuliskan bahasa yang mereka

gunakan dalam bertutur.

Tahap Ketiga, pembelajaran diusia 15 tahun sampai dengan dewasa dan

matang ini, Quintilian menekankan pembelajaran pada seni beraliran bebas serta

tata bahasa Yunani dan Latin pada tingkat sekolah menengah atas. Termasuk

sastra Yunani dan Romawi, sejarah,mitologi,musik,geometri,astronomi,dan

gimnastik dipelajari juga. Setelah mempelajari tata bahasa dan seni bebas orator

yang berpotensial lalu belajar tentang ilmu retorika, yang di aplikasikan dalam

pelajaran drama, puisi,sejarah,hukum,filsafat dan retorika.


4. PENGARUH PEMBALAJARAN ISLAMIS ARAB PADA PENDIDIKAN BARAT

Pada abad ke 10 dan 12, Sistem pembalajaran Arab memiliki pengaruh nyata terhadap

perkembangan pendidikan barat (western). Terutama sekali pada evolusi dari sistem

sekolah abad pertengahan ( dibawah pemikiran filosofis pembelajaran menengah dan

tinggi). Dari adanya persentuhan dengan pelajar – pelajar dan sarjana – sarjana dari Arab di

Utara Afrika dan Spanyol, pendidik dari Barat belajar cara dan pemikiran baru tentang

matematika, ilmu pengetahuan alam, farmasi, dan filsafat.

Ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan yang lainnya dari Arab berakar dari

refolusi keagamaan yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW yang telah mengenalkan

Agama Islam. Yang kemudian disebarkan oleh pengikutnya melalui Afrika Utara dan Spanyol

dan wilayah – wilayah lainnya. Beberapa kontribusinya antara lain : 1) pengembangan dalam

ilmu pengetahuan matematika, 2) Penerjemahan literatur Yunani kedalam bahasa Arab.

5. BUDAYA DAN PENDIDIKAN PADA ABAD PERTENGAHAN

Tahun – tahun antara kejatuhan Roma dan bangkitnya era Renaissance telah ditandai

oleh ahli – ahli sejarah sebagai abad pertengahan atau periode pertengahan. Era dari

budaya dan pendidikan Barat ini mulai dari akhir periode klasik dari Yunani Kuno dan

Romawi dan berakhir pada awal era modern.

Periode pertengahan pertama – tama dicirikan dengan sebuah penolakan terhadap

pembelajaran dan kemudian suatu kebangkitan kembali dari pendidik – pendidik sistem

sekolah. Dengan tidak adanya kekuatan; kewenangan politik berpusat; tatanan kehidupan , ,

sosial kemasyarakatan, dan pendidikan telah dibawa dan diarahkan pada suatu tiruan dan

penyatuan oleh gereja Katolik Latin dibawah pimpinan Paus di Roma.


Selama periode ini, tradisi pembelajaran pada tingkat dasar diadakan oleh pendeta /

jemaah gereja, koor nyayian gereja, sekolah – sekolah biara, di bawah arahan gereja

pembantu/wilayah. Sedangkan pada tingkat menengah diadakan oleh, antara sekolah –

sekolah biara dan sekolah katedral yang menawarkan sebuah kurikulum umum. Sekolah

yang menyediakan pendidikan dasar juga sama baiknya dalam melakukan pelatihan yang

dilakukan oleh ahli serikat gereja dan juga pedagang. Para ksatria / prajurit menerima

pelatihan mereka didalam taktik militer dan kode kesatriaan dan kesopanan di istana.Pada

periode pertengahan ini dikenal pula tokoh pendidik yakni ; Aquinas.

Aquinas : Pendidikan Sistem Skolastik

Pada abad ke 12 ini, pendidik pertengahan telah mengembangkan sistem skolastik, yakni

suatu metode penyelidikan/inquiri, ilmu pengetahuan, dan pengajaran.

Para praktisi dan pelaku pendidikan pada sekolah dalam hal ini yang merupakan

pengajar ialah para kaum pendeta dipanggil dan dipercaya dalam keagamaan dan dan

menjadi alasan sebagai sumber pelengkap akan kebenaran. Mereka menerima kitab Injil dan

tulisan – tulisan dari pendeta – pendeta / Bapa gereja sebagai sumber dari kata dan

pernyataan Tuhan dan alasan sebagai manusia yang dipercaya. Ahli skolastik percaya bahwa

pemikiran dan otak manusia dapat mengambil kesimpulan terhadap pelajaran jika memiliki

sandaran dan sumber dari kitab suci mereka. Ketika ahli skolastik tersebut menemukan

pekerjaan yang telah dilakukan oleh Aristotle dan dan filsuf Yunani lainnya yang mengadopsi

sistem dan pembelajaran Arab, mereka akhirnya menemui permasalahan dan tantangan

terhadap perdamaian dari tinjauan filsafat dan prinsip – prinsip keagamaan.

Saint Thomas Aquinas, seorang ahli teologi Dominika, berkonsentrasi pada ajaran

bahwa perlu mengkombinasikan dan mengupayakan penyatuan secara damai antara

kepercayaan yang bersumber pada kitab Injil dan prinsip – prinsip rasionalitas dari Yunani
yang diwakili oleh ajaran Aristotle, dalam memahami hubungan antara tuhan dan manusia

juga termasuk prinsip – prinsip ketuhanan agama kristen.

Di dalam karyanya yang berjudul De Magistro atau Tentang Guru, Aquinas

mendiskusikan dan menyebutkan pekerjaan guru salah satunya ialah mengombinasikan

agama, cinta – kasih sayang, dan pembelajaran (John W.Donohu, St.Thoma Aquinas and

Education.1968). Aquinas juga mengenalkan tentang pendidikan informal dan pendidikan

formal. Menurut dia pendidikan informal harus menghubungkan penuh hati – hati dengan

disiplin dari sekolah formal.

Pendidikan informal meliputi semua agen dan pelaksana yang mungkin terlibat

dengan siswa seperti keluarga, teman, dan lingkungan, yang dapat mengembangkan dan

meningkatkan keunggulan dan kebajikan individu/siswa. Sementara itu, sekolah, sebagai

pelaksana pendidikan formal melakukan proses pembelajaran melalui pembelajaran formal.

Ia menyatakan bahwa guru harus memilih dan menseleksi bahasa yang efektif yang

digunakan untuk menyampaikan pelajaran kepada siswa. Di dalam hal kurikulum Aquinas

mengikuti tradisi seni bebas/liberal yang muatan kurikulum nya yaitu : Logika, Matematika,

Filsafat alam dan moral, metafisika, dan teologi yang disusun bagi perguruan dan sekolah

yang lebih tinggi.

Para ahli skolastik dan Aquinas telah mendefinisikan ide – ide tentang makna

pendidikan, ilmu pengetahuan alam, dan tujuan sekolah. Bagi ahli skolastik, ilmu

pengetahuan bersumber dari dua hal sebagai pelengkap dan pendukung yang

menguntungkan yakni : kepercayaan (keagamaan) dan akal. Oleh karena itu maka sistem

pendidikan yang disusun berdasarkan ajaran agama (kristen) yang bersumber dari kitab Injil

dan diaplikasikan oleh unsur – unsur gereja. Dan sebagai tambahan bahwa akibat dari

adanya peperangan salib maka terjadi persentuhan dalam bidang pendidikan dan kemudian
sistem tersebut diadopsi yang berasal dari Sistem sekolah Arab dan Yunani Byzantine yang

memiliki para pakar pendidik seperti Aristotle, Euclid, Ptolemy, Galen, dan Hippokrates.

Beberepa universitas yang berdiri antara abad 12 dan 15 masehi yakni ; Universitas Padua

dan Universitas Naples di Italia, Universitas Montpellier, Orleans, dan Toulouse di Perancis,

Universitas Oxford, Cambridge di Inggris, Universitas Erfurt, Heidelberg, dan Cologne di

Jerman, Universitas St.Andrew dan Aberdeen di Skotlandia, Eropa. Dll.

6. Humanisme Klasik Era Renaissance.

Renaissance yang terjadi pada abad ke 14 masehi dan puncaknya pada abad ke 15

menjadi saksi terhadap ketertarikan manusia terhadap aspek – aspek ke manusiaan Yunani

dan Latin. Zaman ini juga merupakan periode transisi antara era pertangahan dan era

modern. Praktisi pendidikan yang beraliran humanis klasik Renaisance memiliki kesamaan

dengan model skolastik abad pertengahan, menemukan para pendahulu dari ahli – ahli

pendidikan mereka di masa lalu dan menekankan pada naskah – naskah klasik sebagai tolok

ukur dan sumber sistem pendidikan mereka (artinya bahwa mereka mengadopsi dan

memperbaharui sistem pendidikan dari Yunani, Latin bahkan Romawi) . Mekipun begitu,

tidak seperti para ahli skolastik, pendidik beraliran humanis lebih tertarik dengan

pengalaman – pengalaman kebumian manusia daripada pandangan bahwa Tuhan sebagai

pusat dunia. Ahli yang ada pada periode ini seperti Dante, Petrarch, dan Boccaccio.

Pengaruh dari Renaisance nampak sangat di Itali yang memfokuskan pembangunan

dan pendidikan mereka pada bidang seni, sastra dan arsitektur, yang lalu memproklamirkan

bahwa mereka adalah “penjaga ilmu pengetahuan”.


Di sisi lain, pendidikan humanis klasik menantang model skolastik / sekolahan yang

lebih dahulu ada. Pihak istana yang merupakan didikan logika skolastik tidak lagi menjadi

model orang yang berpendidikan. Berikut ini salah satu pakar pendidik di era Renaissance:

Erasmus : Sang Pelopor Reformasi yang Kritis

Dia yang lahir di Rotterdam , Belanda tahun 1465 – 1536 masehi merupakan pelopor

sistem pendidikan sekolah klasik ala Renaissance. Kritisinya tentang pembelajaran klasikal

bahasa ialah dia menasehatkan bahwa guru seharusnya menghubungkan dengan baik

antara pembelajaran bahasa dengan arkeologi, astronomi, etimologi, sejarah, dan kitab Injil.

Alasannya ialah bahwa willayah ini berkaitan dengan penyelidikan literature klasik.

Berkenaan dengan pentingnya masa kanak – kanak, erasmus merekomendasikan

bahwa pendidikan bagi anak – anak harus dimulai secepat dan sedini mungkin. Orang Tua

memiliki tanggung jawab sangat vital bagi pendidikan anak – anak mereka. Anak seharusnya

menerima pembelajaran denga cara – cara yang baik dan mendengarkan cerita – cerita yang

bermanfaat terhadap perkembangan kepribadian mereka. Erasmus yakin bahwa memahami

makna dan isi lebih penting daripada penguasaan gaya dan tata bahasa. Siswa seharusnya

mengerti makna melalui ; percakapan dari bahasa yang akan membuat pembelajaran

menjadi menarik, permainan dan adu pertunjukkan juga dianjurkan.

Erasmus sangat peduli dengan isi dan tidak hanya gaya yang tampak terihat dengan

jelas pada metode pengajarannya. Bagi pengajar bahasa dia merekomendasikan, guru

semestinya ; 1) mempresentasikan biografi pengarang, 2) menguji jenis – jenis tema dari

pelajaran yang diterima siswa, 3) mendiskusikan alur dasar, 4) menganalisa gaya penulis, 5)

memperhatikan pelajaran moral dari pelajaran yan dipelajari, 6) menjelaskan isu – isu

filosofis yang timbul dari pelajaran yang dipelajari.


.

3. Pendidikan pada Zaman Yunani Kuno.

4. Pendidikan pada Zaman Romawi Kuno.

5. Pengaruh Pembelajaran Arab (Islam) terhadap Pendidikan Barat.

6. Pendidikan dan Kebudayaan pada Zaman Pertangahan.

7. Pendidikan Humanisme Klasik Zaman Renaisance

8. Pendidikan dan Reformasi Keagamaan

9. Pengaruh Pencerahan Terhadap Dunia Pendidikan Barat

Anda mungkin juga menyukai