PENDIDIKAN
MAKALAH
Dosen Pembimbing :
Dr. H. Saraka,M.Pd
Disusun Oleh :
TAHER
PROGRAM PASCASARJANA
KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
KATA PENGANTAR
SWT , Sang Pemiliki sirkulasi Waktu, Sang Maha Tahu, Sang Maha Pemilik Segala Ilmu atas ijin – Nya
memberikan waktu kepada penyusun sehingga makalah berjudul Landasan historis dan filosofis
Pendidikan ini dapat diselesaikan sebagai salah satu bagian tugas dari mata kuliah Landasan
Pendidikan dibawah bimbingan yang penyusun banggakan yaitu bapak Dr. H. Saraka,M.pd.
Pembahasan makalah ini memasuki wilayah Landasan pendidikan yang ditinjau dari segi
historis dan filosofis, diharapkan dengan memahami sejarah dan landasan filosofis pendidikan kita
dapat memecahkan dan mengembangkan serta menjawab permasalahan dan tantangan dalam dunia
pendidikan yang kita hadapi saat ini. Melalui tinjauan masa lalu yang menghasilkan sistem , yang
sedikit banyak jika bukan seluruhnya, telah kita adopi saat ini dapat dijadikan landasan dalam
rancangan pendidikan untuk masa depan tanpa meninggalkan pendidikan masa lalu. Sebagaimana
dinyatakan oleh salah satu pakar pendidikan terkemukan dunia sebagai berikut:
“ masa lalu hanyalah masa lalu yang tidak lebih dari sebuah peristiwa. Jika hal itu
seluruhnya telah pergi dan terjadi, maka hanya ada satu alasan yang masuk akal terhadap
hal tersebut (sebagai bahan renungan) . Biarkanlah sukma terkubur bersama dengan
jasadnya. Tapi ilmu pengetahuan terhadap masa lalu merupakan kunci untuk memahami
saat ini. Sejarah sesuai dengan masa lalu, tapi masa lalu tersebut ialah sejarah saat ini ”.
Sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik ALLAH SWT sang Maha Pemilik Hikmah dan
Kebijaksanaan. Makalah sederhana ini tentu saja masih perlu penyempurnaan, untuk itu kritik dan
saran perbaikan, kami harapkan demi penyempurnaannya, sekaligus menambah wawasan bagi kita
semua. Terimaksih.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. LATAR BELAKANG
Sebagai guru yang memiliki kesempatan dan menekuni dunia pendidikan serta sebagai
salah satu pilar penggerak dan perancang pendidikan masa depan, kita memiliki pertanyaan
pertanyaan klasik yang krusial, bagaimanakah sistem pendidikan yang telah dilaksanakan di
masa lalu ? begitu pula pertanyaan – pertanyaan penting tentang sejarah pendidikan
pembelajaran ?
3. Apakah konsep – konsep dari orang terdidik yang mendominasi selama periode
5. Bagaimanakah teori – teori pendidikan dan kedudukan para pendidik di dunia barat
Mengapa ? mungkin kita bertanya demikian , haruskah kita peduli dengan masa lalu
sementara konsentrasi dan kepedulian kita saat ini adalah apa yang harus kita lakukan
Ide – ide John Dewey, salah satu filsuf pendidikan terkemuka dunia, menyarankan
sebuah hal yang masuk akal untuk penyelidikan dan penggunaan sejarah (pendidikan) masa
lalu. Kemudian dia, dalam bukunya Democracy and Education, menegaskan bahwa “ masa
lalu hanyalah masa lalu yang tidak lebih dari sebuah peristiwa. Jika hal itu seluruhnya telah
pergi dan terjadi, maka hanya ada satu alasan yang masuk akal terhadap hal tersebut.
Biarkanlah sukma terkubur bersama dengan jasadnya. Tapi ilmu pengetahuan terhadap
masa lalu merupakan kunci untuk memahami saat ini. Sejarah sesuai dengan masa lalu, tapi
Dewey menyatakan bahwa kamu adalah kamu yang sekarang karena masa lalumu.
Harapan – harapan dan permasalahan – permasalahan mu adalah hasil dari sejarah masa
bahwa sejarah pendidikan akan bernilai dengan alasan – alasan sebagai berikut :
1. Isu – isu dan permasalahan – permasalahan pendidikan berakar pada masa lalu oleh
karena itu penyelidikan terhadap sejarah pendidikan dapat membantu kita untuk
2. Usaha – usaha nyata untuk menata ulang dan mereformasi pendidikan mulai
dengan situasi saat ini, yang merupakan produk dari masa lalu kita; dengan
menggunakan tinjauan dan telaahan masa lalu kita dapat merencang masa depan.
terhadap pendidikan saat ini barangkali akan membantu jika kita melihat dan belajar pada
pengalaman para pendidik di masa lalu untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan yang
historis dan filosofis pendidikan dari sistem pendidikan di zaman purbakala/primitif sampai
PEMBAHASAN
Didalam rentang yang panjang hingga saat ini, manusia telah mengembangkan
menciptakan, melanjutkan, dan mentransfer aspek kecakapan hidup dan budaya yang
mereka miliki. Konsep budaya bertahan hidup inilah yang telah berlangung dari zaman
prasejarah hingga saat ini, yang menjadi landasan / peletak dasar berdirinya sekolah –
sekolah formal. Individu – individu/orang yang buta huruf atau tidak terpelajar menghadapi
masalah – masalah dan tantangan – tantangan bertahan hidup (dalam artian luas) di
dan musuh – musuh lain manusia. Untuk bertahan hidup, sudah menjadi kodrat manusia
Agar perubahan yang cepat dari lingkungan yang penuh tantangan didalam kehidupan yang
berkelanjutan untuk tetap bertahan hidup maka manusia mengambangkan kecakapan hidup
yang menjadi simpul – simpul dan rumusan budaya yang dihasilkan (R.F.Butts, A Cultural
Agar budaya dari kelompok tertentu tetap berlangsung dan bertahan maka budaya
tersebut harus di transfer dari kelompok tua dan dewasa kepada yang lebih muda atau anak
dan nilai – nilai sosial. Dapat dikatakan bahwa kegiatan mereka tersebut merupakan
perwujudan nyata dari proses pewarisan konsep dan budaya serta landasan pendidikan.
Pola dan rumusan awal pendidikan di zaman primitif meliputi ; 1)pembuatan alat atau
instrumen, 2) adat istiadat dari kehidupan kelompok, dan .3) pembelajaran bahasa.
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan cakupan pendidikan pada periode zaman
primitif.
Dari pemaparan tersebut diatas maka dapat diasumsikan beberapa kesimpulan tentang
alam, binatang, dan musuh – musuh lain manusia. Untuk bertahan hidup, sudah
Agar sistem pendidikan dan budaya dari kelompok tertentu tetap berlangsung dan
bertahan maka hal tersebut perlu di transfer dari kelompok tua dan dewasa kepada
yang lebih muda atau anak – anak. Karena anak – anak belajar ;bahasa,
bahwa kegiatan mereka tersebut merupakan perwujudan nyata dari proses pewarisan
konsep dan budaya serta landasan pendidikan. Pola dan rumusan awal pendidikan di
zaman primitif meliputi ; 1)pembuatan alat atau instrumen, 2) adat istiadat dari
Ahli – ahli sejarah dan pendidikan pada masyarakat barat sering melakukan tinjauan
dan penelaahan terhadap Masyarakat Yunani Kuno lalu mengambil kesimpulan bahwa
budaya dan sistem pendidikan Yunani Kuno merupakan sumber dan referensi asli / dasar
dari pembentukan budaya Barat. Penyelidikan pada budaya klasik Yunani menerangkan
dengan jelas terhadap masalah – masalah dan tantangn – tantangan yang dihadapi oleh
seperti ; 1) Apakah model – model (pembelajaran) yang bermanfaat sehingga materi belajar
dapat ditiru dan difahami oleh anak –anak /peserta didik ? 2) Bagaimanakah (sistem)
Butir pembahasan pada pendidikan pada masyarakat Yunani Kuno, sebagai berikut:
a. Pendidikan Homeric
b.Pendidikan para Ahli Filsuf ; Guru – guru Pengembara
Socrates dan Plato ; sebagai filsuf moralitas
Aristotle ; yang berusaha merumuskan fenomena alam secara rasional/akal dan
menjelaskannya secara sistematis.
Isocrates ; Sang pendidik dan ahli retorika.
Para generasi pembaca telah bergairah dan bersemangat dalam suasana tegang ketika
membaca puisi – puisi epik dan heroik dari Homer, the Illiad and Odyssey. Puisi epik
karangan dan rancangan Homer ini menetapkan tujuan pendidikan melalui cerita – cerita
dan puisi heroik, sehingga melalui tokoh heroik yang ditunjukkan dan diperkenalkan maka
anak – anak sebagai peserta didik dapat meniru dan memahami konsep – konsep
kepahlawanan, sikap ksatria. Melalui pembelajaran tentang karakter dan sifat dari para
heroik tersebut anak muda Yunani akan belajar tentang ; 1) karakter, sifat, tingkah laku, ciri
– ciri dan kualitas yang membuat hidup menjadi berharga. 2) tingkah laku dan karakter yang
diharapkan menjadi anak muda yang ksatria. 3) kelemahan pada karakter manusia akan
rasionalitas, dan demokrasi guna membentuk tatanan sosial dan politik nya. Sementara
itu ,Sparta sebagai musuh dan rival dari Athena , lebih menekankan pada pendidikan militer
Bagi Yunani, budaya – penyerapan dan partisipasi di dalam budaya – sangat penting
daripada sekolah formal. Melalui proses budaya anak muda Yunani belajar menjadi salah
satu unsur masyarakat dalam kehidupan sosial mereka. Kebanyakan di pusat – pusat kota
Yunani pendidikan formal disediakan untuk anak – anak muda pria. Di Athena contohnya
para anak putri umunya belajar tentang keterampilan dalam pengelolaan rumah tangga dan
menjadi ibu rumah tangga yang terampil. Sementara itu, berbeda dengan yang dilakukan di
Sparta, para putri muda Sparta lebih banyak bersekolah, yang meliputi latihan – latihan
atletik yang berat dan melelahkan untuk mempersiapkan mereka menjadi ibu yang sehat
Di pertengahan abad 50 sm, perubahan secara global akan kondisi ekonomi berakibat
pada berubahnya pula tatanan sosial dan pendidikan di Yunani, khususnya di Athena. Para
tuan – tuan tanah yang kaya raya dan aristokrat tidak lagi ditempatkan sebagai kelas yang
tertinggi karena goncangan perekonomian yang melanda mereka. Perubahan sosial ini
menghasilkan situasi dan kondisi baru bagi generasi baru pendidik yakni ahli – ahli filsuf.
Para filsuf tersebut menempati strata tertinggi ditatanan pendidik profesional yang
diharapkan mampu menciptkan metode – metode pengajaran yang beragam pada kelas –
kelas komersial di Athena dan Sparta sehingga menghasilkan generasi yang memiliki
kemampuan intelektual dan kecakapan retorika yang handal. Para filsuf tersebut juga
mengklaim bahwa mereka mampu mengajarkan ilmu dan kecakapan/skill apapun yang ingin
masyarakat yang tidak mampu dilakukan para ahli sebelumnya, meskipun, malangnya,
ternyata ada beberapa diantaranya ialah filsuf palsu atau gadungan yang menyesatkan.
Ilmu seperti pengajaran tata bahasa, logika, retorika kemudian menghasilkan ahli – ahli
retorika yang hebat, kesenian yang bebas, bahkan menghasilkan ahli advokat dan legislator
yang handal.
Kehadiran para filsuf ini menjadikan dunia pendidikan bagi Yunani Kuno lebih terstruktur,
mampu menjadikannya figur yang baik dalam berpidato. 2) ujian berorasi skala besar
pada masyrakat digunakan sebagai model / tata cara berdeklamasi atau berpidato. 3)
penyelidikan mendalam terhadap retorika, tata bahasa dan logika.4) latihan orasi bagi
orator – orator muda yang kemudian akan dikritisi oleh para guru pengajar. 5) orasi
Filosofi Socrates ialah etika sederhana yang menyatakan bahwa seseorang mencari
dan menjalani kehidupan harus menggunakan moral yang mulia dan budi pekerti
yang baik. Socrates menyelam dalam alam pemikiran untuk menemukan prinsip –
Plato , yang merupakan murid dari Socrates, mencetuskan ide tentang kebenaran dan
nilai – nilai sejati. Teori Plato tentang ilmu pengetahuan ialah berdasarkan teori “
Reminiscence” yang mana individu – individu diarahkan untuk memanggil ide – ide
dan kebenaran – kebenaran yang pada saat kini masih tersembunyi didalam pikiran.
Teori ini menganggap bahwa jiwa seseorang, sebelum ia lahir, telah hidup di dalam
sebuah dunia ide spiritualistis, yang tidak lain adalah sumber segala kebenaran dan
ilmu pengetahuan.
Murid dari Plato yakni, Aristotle meupakan guru dan pembimbing dari Raja Alexander
Agung. Aristotle mendirikan “the Lyceum” yaitu sekolah filsafat Athena. Dan menulis
secara luas pelajaran seperti fisika, astronomi, pertanian, ilmu hewan, logika, etika,
dan metafisika. Sebagai filsuf realis, Aristotle menganggap bahwa realitas diposisikan
di dalam sebuah tatanan yang objektif. Objek, tersusun dari bentuk dan zat, eksis /
ada secara independen dari pengetahuan kita terhadap objektif tersebut. Manusia
Isocrates adalah ahli retorika Yunani yang penting didalam sejarah pendidikan Barat
karena segala hal dan kegiatan yang disusun berdasarkan koridor ilmu pengetahuan.
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan cakupan pendidikan pada periode Pendidikan
Landasan Filosofis dan Landasan Historis Pendidikan pada Masyarakat Yunani Kuno, sebagai
berikut :
Bagi Yunani, budaya – penyerapan dan partisipasi di dalam budaya – sangat penting
daripada sekolah formal. Melalui proses budaya anak muda Yunani belajar menjadi salah
satu unsur masyarakat dalam kehidupan sosial mereka. Kebanyakan di pusat – pusat kota
Yunani pendidikan formal disediakan untuk anak – anak muda pria. Di Athena contohnya
para anak putri umunya belajar tentang keterampilan dalam pengelolaan rumah tangga dan
menjadi ibu rumah tangga yang terampil. Sementara itu, berbeda dengan yang dilakukan di
Sparta, para putri muda Sparta lebih banyak bersekolah, yang meliputi latihan – latihan
atletik yang berat dan melelahkan untuk mempersiapkan mereka menjadi ibu yang sehat
diharapkan mampu menciptkan metode – metode pengajaran yang beragam pada kelas –
kelas komersial di Athena dan Sparta sehingga menghasilkan generasi yang memiliki
kemampuan intelektual dan kecakapan retorika yang handal. Para filsuf tersebut juga
mengklaim bahwa mereka mampu mengajarkan ilmu dan kecakapan/skill apapun yang ingin
masyarakat yang tidak mampu dilakukan para ahli sebelumnya, meskipun, malangnya,
ternyata ada beberapa diantaranya ialah filsuf palsu atau gadungan yang menyesatkan.
Ilmu seperti pengajaran tata bahasa, logika, retorika kemudian menghasilkan ahli – ahli
retorika yang hebat, kesenian yang bebas, bahkan menghasilkan ahli advokat dan legislator
yang handal.
b.Landasan Historis Pendidikan pada Masyarakat Yunani Kuno
Puisi epik karangan dan rancangan Homer ini menetapkan tujuan pendidikan melalui
cerita – cerita dan puisi heroik, sehingga melalui tokoh heroik yang ditunjukkan dan
diperkenalkan maka anak – anak sebagai peserta didik dapat meniru dan memahami konsep
– konsep kepahlawanan, sikap ksatria. Melalui pembelajaran tentang karakter dan sifat dari
para heroik tersebut anak muda Yunani akan belajar tentang ; 1) karakter, sifat, tingkah
laku, ciri – ciri dan kualitas yang membuat hidup menjadi berharga. 2) tingkah laku dan
karakter yang diharapkan menjadi anak muda yang ksatria. 3) kelemahan pada karakter
rasionalitas, dan demokrasi guna membentuk tatanan sosial dan politik nya. Sementara
itu ,Sparta sebagai musuh dan rival dari Athena , lebih menekankan pada pendidikan militer
pandidikannya di belahan timur Mediterania, di sisi lain di belahan dunia Barat Mediterania,
nya di Semenanjung Italia melalui wilayah Barat Mediterania. Di dalam perjalanan dari
bentuk Negara Republik yang Kecil menjadi Kerajaan yang Megah dan Besar, Orang – orang
nya, kemudian mereka memfokuskan diri pada pembenahan administrasi, hukum, dan
sangat tertarik dengan pendidikan , politik praktis dan kemampuan administrasi. Pendidikan
ideal bagi bangsa Romawi diberikan teladan dan contoh oleh konsep orator, yakni Isocrates.
Orator Romawi merupakan orang – orang yang terdidik yang liberal dan berpandangan luas
negeri sipil, dan politisi. Cicero dan Quintilian ialah tokoh yang sangat berpengaruh di zaman
tersebut.
Cicero, yang merupakan senator yang berbeda dan unggul dibandingkan yang lain,
telah melakukan penyelidikan dan penelitian tentang tata bahasa, sastra, sejarah, dan
retorika antara Yunani dan Latin. Dia menilai dan sangat menghargai antara kaum tua
bangsa Romawi terhadap nilai – nilai praktis dan kegunaan sesuatu serta perhatian bangsa
konsep Romawi dan Yunani terhadap konsep manusia yang terdidik (Aubrey Gwynn, 1966).
Konsep Romawi menyebutkan bahwa hasil – hasil latihan orator adalah dengan
dan universalitas atau humanitas. Cicero merekomendasikan bahwa setiap orator, sebagai
manusia yang berfikir rasional, seharusnya dididik dengan seni kebebasan dan seharusya
Cicero juga menganjurkan pada para pendidik untuk mengajarkan unsur – unsur
kebahasaan seperti tata bahasa, puisi dan sastra. Dia juga yakin bahwa untuk menghasilkan
orator yang ulung dan hebat mestinya diajarkan juga pada mereka tentang seni bebas, etika,
psikologi,ilmu pengetahuan militer,farmasi,ilmu alam,geograpi,astronomi,sejarah, hukum,
dan filsafat, dengan penekanan pada pembelajaran sejarah. Cicero juga menekankan
pendidikan moral dengan menggunakan aturan Hukum Dua Belas Tabe Klasik Romawi , yang
Terlahir dengan nama lengkap Marcus Fabius Quintilianus (35 – 95 sm) yang bekerja
sebagai asisten pengacara/ahli hukum yang merupakan landasan awalnya sebagai ahli
retorika yang kemudian memberikan nya kedudukan sebagai ahli retorika latin pertama.
Sebagai ahli terkemuka retorika Romawi, Quintilian mengabdi pada kerajaan Romawi.
Selanjutnya, program – program pendidikan orator Quintilian ialah refleksi dari kenyataan –
kenyataan yang terjadi di kerajaan / imperium Romawi, yang diatur oleh titah daripada
Berbeda dengan Cicero yang merupakan abdi bagi senat Roma, Quintilian ialah juga sebagai
Pada tahun 94 sm berdiri lah Quintilian’s Institute Oratoria yang memfokuskan pada
berdasarkan pada tingkat / taraf dari perkembangan dan tahapan pertumbuhan manusia.
Adapun tingkatan yang dimaksud berdasrkan teori Quintilian ada 3 tahap yakni ;
Tahap Pertama, ditahapan ini usia potensial untuk dilakukan pembelajaran berusia
dari lahir sampai pada usia tujuh tahun. Anak diberikan kepedulian, perhatian dan dipenuhi
segala kebutuhan dasarnya. Bagi orang tua dan pendidik perlu mempelajari pedagogi untuk
memahami lebih mendalam tentang bakat anak juga harus secara terus menerus
mengenalkan cara pengucapan yang benar dalam menggunakan bahasa dalam bebiasaan
sehari - hari, termasuk menggunakan jasa pelayan / pengasuh dari Yunani, sehingga dengan
mendengarkan dan memahami dari usia dini tentang cara pengucapan yang benar dan cara
bertutur yang benar pula diharapkan menghasilkan anak – anak berbakat di bidang orator
Tahap Kedua, pembelajarn pada tahapan ini dimulai dari (7) usia tujuh tahun sampai
dengan (14) empat belas tahun. Di tahapan ini, anak – anak belajar dari pengalaman –
pengalaman yang bermanfaat, membentuk ide – ide yang jelas, dan melatih ingatan
mereka. Anak – anak mampu menuliskan bahasa yang mereka gunakan dalam bertutur.
Lebih lanjut para pendidik lebih menekankan pada pembelajaran menulis dan membaca.
Para guru – yang kompeten – ahli membaca dan menulis dalam pengajarannya harus
pemahamannya.
Tahap Ketiga, pembelajaran diusia 15 tahun sampai dengan dewasa dan matang ini,
Quintilian menekankan pembelajaran pada seni beraliran bebas serta tata bahasa Yunani
dan Latin pada tingkat sekolah menengah atas. Termasuk sastra Yunani dan Romawi,
Setelah mempelajari tata bahasa dan seni bebas orator yang berpotensial lalu belajar
dari sang orator itu sendiri (William M.Smail, Quintilian on Education.1966). untuk
mempengaruhi publik pendengar atau audience orator seyogyanya harus dipercaya terlebih
dahulu. Pemikiran, program dan teori – teori Quintilian secara signifikan diaplikasikan pada
sistem pendidikan Barat pada sistem pembelajaran dan pengajarannya. Untuk
kefahaman dan kemampuan dari pelajar/siswa. Dia juga merekomendasikan bahwa guru
harus memotivasi para siswa serta dapar menciptakan dan mengkondisikan pembalajaran
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan cakupan pendidikan pada periode Pendidikan
Masyarakat Romawi .
Berikut ini merupakan landasan filosofis dan historis pendidikan pada zaman Romawi:
Jika bangsa Yunani terfokus pada filsafat, maka Bangsa Romawi justru sangat
Pendidikan ideal bagi bangsa Romawi diberikan teladan dan contoh oleh konsep
orator, yakni Isocrates. Orator Romawi merupakan orang – orang yang terdidik
menjelma sebagai senator, pengacara, pegawai negeri sipil, dan politisi. Cicero dan
konsep – konsep Romawi dan Yunani terhadap konsep manusia yang terdidik
(Aubrey Gwynn, 1966). Konsep Romawi menyebutkan bahwa hasil – hasil latihan
berusia dari lahir sampai pada usia tujuh tahun. Anak diberikan kepedulian,
dari usia dini tentang cara pengucapan yang benar dan cara bertutur yang benar
pula diharapkan menghasilkan anak – anak berbakat di bidang orator dan retorika
di masa depan.
Tahap Kedua, pembelajarn pada tahapan ini dimulai dari (7) usia tujuh tahun
sampai dengan (14) empat belas tahun. Di tahapan ini, anak – anak belajar dari
pengalaman – pengalaman yang bermanfaat, membentuk ide – ide yang jelas, dan
melatih ingatan mereka. Anak – anak mampu menuliskan bahasa yang mereka
matang ini, Quintilian menekankan pembelajaran pada seni beraliran bebas serta
tata bahasa Yunani dan Latin pada tingkat sekolah menengah atas. Termasuk
gimnastik dipelajari juga. Setelah mempelajari tata bahasa dan seni bebas orator
yang berpotensial lalu belajar tentang ilmu retorika, yang di aplikasikan dalam
Pada abad ke 10 dan 12, Sistem pembalajaran Arab memiliki pengaruh nyata terhadap
perkembangan pendidikan barat (western). Terutama sekali pada evolusi dari sistem
tinggi). Dari adanya persentuhan dengan pelajar – pelajar dan sarjana – sarjana dari Arab di
Utara Afrika dan Spanyol, pendidik dari Barat belajar cara dan pemikiran baru tentang
Ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan yang lainnya dari Arab berakar dari
refolusi keagamaan yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW yang telah mengenalkan
Agama Islam. Yang kemudian disebarkan oleh pengikutnya melalui Afrika Utara dan Spanyol
dan wilayah – wilayah lainnya. Beberapa kontribusinya antara lain : 1) pengembangan dalam
Tahun – tahun antara kejatuhan Roma dan bangkitnya era Renaissance telah ditandai
oleh ahli – ahli sejarah sebagai abad pertengahan atau periode pertengahan. Era dari
budaya dan pendidikan Barat ini mulai dari akhir periode klasik dari Yunani Kuno dan
pembelajaran dan kemudian suatu kebangkitan kembali dari pendidik – pendidik sistem
sekolah. Dengan tidak adanya kekuatan; kewenangan politik berpusat; tatanan kehidupan , ,
sosial kemasyarakatan, dan pendidikan telah dibawa dan diarahkan pada suatu tiruan dan
jemaah gereja, koor nyayian gereja, sekolah – sekolah biara, di bawah arahan gereja
sekolah biara dan sekolah katedral yang menawarkan sebuah kurikulum umum. Sekolah
yang menyediakan pendidikan dasar juga sama baiknya dalam melakukan pelatihan yang
dilakukan oleh ahli serikat gereja dan juga pedagang. Para ksatria / prajurit menerima
pelatihan mereka didalam taktik militer dan kode kesatriaan dan kesopanan di istana.Pada
Pada abad ke 12 ini, pendidik pertengahan telah mengembangkan sistem skolastik, yakni
Para praktisi dan pelaku pendidikan pada sekolah dalam hal ini yang merupakan
pengajar ialah para kaum pendeta dipanggil dan dipercaya dalam keagamaan dan dan
menjadi alasan sebagai sumber pelengkap akan kebenaran. Mereka menerima kitab Injil dan
tulisan – tulisan dari pendeta – pendeta / Bapa gereja sebagai sumber dari kata dan
pernyataan Tuhan dan alasan sebagai manusia yang dipercaya. Ahli skolastik percaya bahwa
pemikiran dan otak manusia dapat mengambil kesimpulan terhadap pelajaran jika memiliki
sandaran dan sumber dari kitab suci mereka. Ketika ahli skolastik tersebut menemukan
pekerjaan yang telah dilakukan oleh Aristotle dan dan filsuf Yunani lainnya yang mengadopsi
sistem dan pembelajaran Arab, mereka akhirnya menemui permasalahan dan tantangan
Saint Thomas Aquinas, seorang ahli teologi Dominika, berkonsentrasi pada ajaran
kepercayaan yang bersumber pada kitab Injil dan prinsip – prinsip rasionalitas dari Yunani
yang diwakili oleh ajaran Aristotle, dalam memahami hubungan antara tuhan dan manusia
agama, cinta – kasih sayang, dan pembelajaran (John W.Donohu, St.Thoma Aquinas and
formal. Menurut dia pendidikan informal harus menghubungkan penuh hati – hati dengan
Pendidikan informal meliputi semua agen dan pelaksana yang mungkin terlibat
dengan siswa seperti keluarga, teman, dan lingkungan, yang dapat mengembangkan dan
Ia menyatakan bahwa guru harus memilih dan menseleksi bahasa yang efektif yang
digunakan untuk menyampaikan pelajaran kepada siswa. Di dalam hal kurikulum Aquinas
mengikuti tradisi seni bebas/liberal yang muatan kurikulum nya yaitu : Logika, Matematika,
Filsafat alam dan moral, metafisika, dan teologi yang disusun bagi perguruan dan sekolah
Para ahli skolastik dan Aquinas telah mendefinisikan ide – ide tentang makna
pendidikan, ilmu pengetahuan alam, dan tujuan sekolah. Bagi ahli skolastik, ilmu
pengetahuan bersumber dari dua hal sebagai pelengkap dan pendukung yang
menguntungkan yakni : kepercayaan (keagamaan) dan akal. Oleh karena itu maka sistem
pendidikan yang disusun berdasarkan ajaran agama (kristen) yang bersumber dari kitab Injil
dan diaplikasikan oleh unsur – unsur gereja. Dan sebagai tambahan bahwa akibat dari
adanya peperangan salib maka terjadi persentuhan dalam bidang pendidikan dan kemudian
sistem tersebut diadopsi yang berasal dari Sistem sekolah Arab dan Yunani Byzantine yang
memiliki para pakar pendidik seperti Aristotle, Euclid, Ptolemy, Galen, dan Hippokrates.
Beberepa universitas yang berdiri antara abad 12 dan 15 masehi yakni ; Universitas Padua
dan Universitas Naples di Italia, Universitas Montpellier, Orleans, dan Toulouse di Perancis,
Renaissance yang terjadi pada abad ke 14 masehi dan puncaknya pada abad ke 15
menjadi saksi terhadap ketertarikan manusia terhadap aspek – aspek ke manusiaan Yunani
dan Latin. Zaman ini juga merupakan periode transisi antara era pertangahan dan era
modern. Praktisi pendidikan yang beraliran humanis klasik Renaisance memiliki kesamaan
dengan model skolastik abad pertengahan, menemukan para pendahulu dari ahli – ahli
pendidikan mereka di masa lalu dan menekankan pada naskah – naskah klasik sebagai tolok
ukur dan sumber sistem pendidikan mereka (artinya bahwa mereka mengadopsi dan
memperbaharui sistem pendidikan dari Yunani, Latin bahkan Romawi) . Mekipun begitu,
tidak seperti para ahli skolastik, pendidik beraliran humanis lebih tertarik dengan
pusat dunia. Ahli yang ada pada periode ini seperti Dante, Petrarch, dan Boccaccio.
dan pendidikan mereka pada bidang seni, sastra dan arsitektur, yang lalu memproklamirkan
lebih dahulu ada. Pihak istana yang merupakan didikan logika skolastik tidak lagi menjadi
model orang yang berpendidikan. Berikut ini salah satu pakar pendidik di era Renaissance:
Dia yang lahir di Rotterdam , Belanda tahun 1465 – 1536 masehi merupakan pelopor
sistem pendidikan sekolah klasik ala Renaissance. Kritisinya tentang pembelajaran klasikal
bahasa ialah dia menasehatkan bahwa guru seharusnya menghubungkan dengan baik
antara pembelajaran bahasa dengan arkeologi, astronomi, etimologi, sejarah, dan kitab Injil.
Alasannya ialah bahwa willayah ini berkaitan dengan penyelidikan literature klasik.
bahwa pendidikan bagi anak – anak harus dimulai secepat dan sedini mungkin. Orang Tua
memiliki tanggung jawab sangat vital bagi pendidikan anak – anak mereka. Anak seharusnya
menerima pembelajaran denga cara – cara yang baik dan mendengarkan cerita – cerita yang
makna dan isi lebih penting daripada penguasaan gaya dan tata bahasa. Siswa seharusnya
mengerti makna melalui ; percakapan dari bahasa yang akan membuat pembelajaran
Erasmus sangat peduli dengan isi dan tidak hanya gaya yang tampak terihat dengan
jelas pada metode pengajarannya. Bagi pengajar bahasa dia merekomendasikan, guru
pelajaran yang diterima siswa, 3) mendiskusikan alur dasar, 4) menganalisa gaya penulis, 5)
memperhatikan pelajaran moral dari pelajaran yan dipelajari, 6) menjelaskan isu – isu