Anda di halaman 1dari 8

KASUS HIPOTETIK 1

Dokter AA, berstatus pegawai negeri sipil, sudah lama berprofesi sebagai dokter jaga unit gawat
darurat di rumah sakit kabupaten. Ia memiliki seorang istri sebagai ibu rumah tangga dan 2 orang
anak yang masih kecil. Untuk meningkatkan pelayanannya di UGD beliau dengan biaya sendiri
maupun “dibantu” oleh farmasi sering mengikuti kursus-kursus kegawatdaruratan di ibukota
propinsi maupun jakarta, seperti ATLS, ACLS, PPGD, serta program pendidikan dokter
berkelanjutan. Banyak pasien2 yang datang ke UGD ia tangani dengan segala keterbatasan, alat-
alat yang serba tidak ada...obat yang ada terbatas.
Di rumah sakit kabupaten tersebut dokter jaga di UGD sangat terbatas, dengan sebagian dokter
PTT, dokter TKS. Sebagai tenaga pns daerah, penghasilannya hanya dari gaji pns dengan sedikit
insentif jaga. Dari dokter2 jaga, sebagian besar diantaranya merangkap sebagai ibu rumah
tangga..sehingga tidak jarang dokter AA bertugas menggantikan sejawatnya yang berhalangan
(datang bulan, anak sakit, kedatangan tamu jauh)..Kerelaannya untuk berkorban sering tidak
dimengeri oleh istrinya yang tercinta..”kamu juga manusia! Punya bini ama anak2 yang perlu kasih
sayang! Gara2 sering gantiin teman2mu aku jadi JABLAI!!”
Bila tidak bertugas di UGD, di sore hari ia membuka praktek pribadi di ruang tamu rumah dinasnya
yang ia sulap menjadi kamar periksa pasien..hal ini sering membuat ia dicemberutin oleh ibu
mertuanya yang sering berkunjung untuk menengok istri dan anak-anaknya. Dalam prakteknya ia
melakukan dispencing obat yang ia beli dari kota propinsi berupa obat generik mengingat daya beli
masyarakat sekitarnya kurang mampu, jasanya dengan obat 3 macam ia tarik 20-25ribu saja,
terkadang termasuk suntikan...sedang yang mampu banyak berobat ke kota propinsi. Kata orang-
orang, berobat kepadanya murah meriah! Banyak pasien yang datang berobat, tidak jarang
dibayar oleh hasil bumi, atau ternak peliharaan...ada juga karena tidak mampu dokter AA
merelakan tidak menerima imbalan jasa..
Bahan diskusi 1: Beneficence

Check List Beneficence

Kriteria Ada Tidak Ada


1. Mengutamakan altruisme (menolong tanpa pamrih, rela
berkorban untuk kepentingan orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga/sesuatu tak hanya sejauh
menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan/manfaatnya lebih banyak
dibandingkan dengan keburukannya
5. Paternalisme bertanggung jawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan-baik-minimal manusia
7. Pembatasan goal-based
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat-darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium diluar kepantasan
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus-menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan Golden Rule Principle
KASUS HIPOTETIK 2

Suatu ketika dokter AA saat hendak makan siang di rumahnya, tiba-tiba pintu rumahnya digedor
keras , saat dibuka oleh sang istri, tampak seorang perawat UGD dengan terengah-engah
meminta tolong dokter AA untuk segera ke UGD karena datang bapak camat dengan nyeri dada
kiri saat sedang membuka rapat di kantor bupati sedang dokter jaganya gugup dengan
kedatangan camat dengan nyeri dada dan sesak....”baik saya akan segera kesana!” jawabnya
segera...saat menengok istrinya tampak cemberut...”susah-susah masak sayur asam! Belum
selesai dicicipi sudah pergi lagi!”ujar ketus sang istri sambil meleos masuk ke dalam
rumah...dengan tertunduk lemas dokter AA segera berlari ke UGD, di dalam benaknya terbayang
masakan sayur asam, ikan jambal roti dengan tahu goreng yang masih hangat, dicocol sambal
terasi, menu favoritnya...
Saat tiba di UGD, sdh penuh sesak dengan orang-orang yang merupakan anak buahnya, aparat,
pengawal..tampak pak camat berbaring lemah di tempat tidur pemeriksaan dengan selang oksigen
terpasang dalam hidungnya, begitu pun infus terpasang di pergelangan tangan kirinya. Di dalam
benaknya dokter AA mencoba mengingat-ingat lagi hasil pelatihan ACLS yang ia ambil satu tahun
yang lalu..dengan tenang ia mencoba untuk berkomunikasi dengan camat walau ia sadar sangat
sulit untuk menganamnesa penderita dengan nyeri dada dan sesak..”tadi saat ikut rapat tiba2 saya
tidak enak pada dada kiri, rasa berat seperti ditindih benda berat” jawab camat terbata-bata
menahan nyeri...”perawat! pasang monitor! siapkan morfin! Siapkan semua peralatan resusitasi!
Letakkan dekat saya..mana alat DC shock?dorong kesini!” perintah dokter AA sambil meraba
denyut nadi camat kemudian memasang manset tensimeter..dengan tergopoh-gopoh perawat
berlarian menyiapkan semua peralatan yang diperintah oleh dokter AA...dengan keringat yang
bercucuran, dokter AA trus memantau perkembangan camat, ia naikkan O2 menjadi 8 lt/m
mengganti selang menjadi sungkup..”tarik nafas dalam ya pa..bapak tenang saja..kita coba tolong
bapak” sedang ruang UGD telah penuh sesak dengan anggota keluarga...istri dan anak2 pak
camat berdatangan, mengerubungi sang bapak...”maaf bu, tolong beri tempat untuk bapak dan
saya, tim medis untuk bekerja!” hardik dokter AA kepada anggota keluarga yang hanya
merusuhkan saja pekerjaannya...apalagi ya?pertanyaan di benak dokter AA mencoba
mengingatkan kembali saat skill lab di ACLS...ini sudah, itu sudah, pasang ini, pasang itu, nilai ini,
nilai itu..terus berkutat didalam benaknya...namun tiba2 di monitor tampak gambaran ventriker
fibrilasi...pa camat pun tidak sadar...”mana DC shock? cepat siapkan!”...1x...gak respon..2x jg tidak
ada respon...3x...tampak di monitor irama jantung kembali sinus dengan bradikardia...injeksi
lidocain ia berikan kepada camat yang tampak masih terbujur lemas...hawa panas terasa
menyengat tubuh dokter AA namun rasa kepuasan terpancar dari rona wajahnya, dengan badan
lemas ia terduduk..satu episode kehidupan dokter AA sebagai pelayan kesehatan di daerah telah
terlampaui
Bahan diskusi 2: NORMALEFICENCE

Check List Nonmaleficence

Kriteria Ada Tidak ada


1. Menolong pasien emergensi
2. Kondisi untuk menggambarkan criteria ini adalah :
- pasien dalam keadaan amat berbahaya (darurat)/beresiko
hilangnya sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami
resiko minimal)
3. Mengobati pasien yang luka
4. Tidak membunuh pasien (tidak melakukan euthanasia)
5. Tidak menghina/mencaci maki/memanfaatkan pasien
6. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
7. Mengobati secara tidak proporsional
8. Tidak mencegah pasien dari bahaya
9. Menghindari misrepresentasi dari pasien
10. Tidak membahayakan kehidupan pasien karena kelalaian
11. Tidak memberikan semangat hidup
12. Tidak melindungi pasien dari serangan
13. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
/ kerumah-sakitan yang merugikan pihak
pasien/keluarganya
KASUS HIPOTETIK 3

Seorang ibu membawa bayinya yang sedang batuk pilek ke dokter praktek swasta. Setelah
menunggu giliran beberapa saat akhirnya ibu masuk ke ruang periksa dengan harap-harap cemas
tentang penyakit anaknya.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter ternyata si bayi terkena
pasien terkena demam berdarah. Dokter menyaran untuk di rawat di rumah sakit. Setelah
beberapa saat berpikir si ibu menolak saran dokter. Kemudian dokter menjelaska kembali
konsekuensi yang harus diterima oleh si ibu bila tidak segera membawa bayinya ke rumah
sakit.Akan tetapi si ibu tetap meminta rawat jalan.Akhirnya dokter menerima keputusan ibu dan
meminta ibu untuk menandatangani pernyataan meolak untuk dirujuk ke rumah sakit. Dokter
menyarankan bila nanti dalam perawatan dirumah keadaan semakin buruk ibu segera
membawanya ke rumah sakit.
Bahan diskusi 3: AUTONOMI

Check List Autonomi

Kriteria Ada Tidak Ada


1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai
martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan
(pada kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil
keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi autonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam
membuat keputusan, termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien
pada kasus non emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan
pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
KASUS HIPOTETIK 4

Dokter CC hari ini bertugas di poliklinik umum rsu daerah kabupaten, selesai visite pagi di bangsal
penyakit dalam, ia bergegas ke poliklinik karena waktu sudah menunjukkan pukul 9.15
pagi..dengan langkah cepat ia menuju ruang poliklinik....”trus dok, ada pasien yang belum sempat
dokter lihat, tadi dia sedang keluar saat dokter visite”ungkap perawat itu kembali...”ya ya nanti
saya lihat siang!”jawab cepat dokter CC...saat masuk ruang poliklinik tampak ruangan sdh penuh
sesak pasien mengantri, begitu pun diluar...dokter CC segera duduk di kursi dokter dan perawat
poliklinik langsung memanggil pasien pertama, “banyak zus pasien hari ini?”tanya dokter CC
kepada perawatnya, “iya dok, dari tadi pasiennya sudah menunggu, kemana aja sih dok?kan hari
senin sperti biasanya pasien banyak dok!”jawab perawat sambil mempersilahkan pasien pertama
dan kedua untuk duduk.. sebut pa gading, dengan keluhan demam dan flu sedang pa samad
dengan batuk-batuk..dengan sigap dokter CC meminta kedua pasiennya untuk membuka bajunya
kemudian menempelkan stetoskopnya sebentar pada dada pasien dan segera menulis resep..”pa,
ini saya kasih resep, bapak kena infeksi ya, habis obat kontrol keluhan masih ada datang lagi ya
pa”jelas dokter CC sambil menulis di statusnya...”pasien selanjutnya zus”..perawat kemudian
mempersilahkan pasien ke3 dan 4, ibu inem dan ibu bejo datang dengan keluhan yang sama
seperti pa samad, dokter CC pun melakukan hal yang sama, namun stetoskopnya hanya ditempel
di luar baju, kemudian kembali menulis resep dan memberiksan penjelasan yang sama pula...hal
sama ia lakukan untuk pasien2 berikutnya dengan keluhan yang beragam, dengan cepat dokter
CC menyelesaikan satupersatu pasiennya, namun saat pasien ke 8, sebut namanya nona titin,
hendak dipersilahkan untuk periksa di tempat tidur periksa karena keluhan benjolan di
payudara...telepon poli berdering, ketika diangkat ada telepon untuk dokter CC dari kantor
dipanggil oleh wadir pelayanan..”halo, maaf pa nanti selesai dari periksa pasien nanti saya akan
segera kesana, lagi banyak pasiennya pa” jawab dokter CC dengan wajah kesal..dokter CC
segera kembali ke bilik periksa, “maaf mba titin, apa bisa dibuka baju dengan bhnya?saya mau
periksa sebentar” pinta dokter CC, dengan wajah memerah dan malu2 titin membuka baju dan
bhnya..dokter CC segera memeriksa sedang titin malu untuk menatap wajah dokter CC...”sudah,
silahkan gunakan kembali bajunya, memang ada benjolan, nanti saya konsulkan kepada dokter
bedah ya”jelas dokter CC..kemudian dokter CC kembali ke mejanya untuk menulis surat konsul,
telepon berdering kembali, ketika diangkat, “dokter CC, ini Iman dok, dari UGD, apa dokter bisa
kesini sebentar, ada pasien kecelakaan, tidak sadarkan diri dok!”..”siapa dokter jaganya pagi ini?
saya lagi banyak pasien di poliklinik!” jawab dokter CC, “dokter DD lagi pulang sebentar dok
karena ditelepon dari rumahnya anaknya demam, sedang dokter FF lagi ke bank tadi, dokter GG
gak bisa dihubungi dok, veronica trus dari hpnya dok..bisa ya dok?pasien sdh kami pasang infus
dengan selang oksigen dok!kepalanya bocor pa, banyak perdarahan...!”jelas iman kemudian, “iya,
iya saya kesana sekarang!” “Zus, sebentar tahan dulu pasien2nya saya mau ke UGD dulu ada
pasien gawat, nanti saya teruskan..!”jelas dokter CC sambil berlari ke arah UGD...ketika keluar dari
ruang poliklinik, tampak masih banyak pasien yang menunggu dengan raut muka kesal...”kapan bu
kami diperiksa?tadi kami menunggu lama dokter belum datang, sekarang dokter pergi lagi!”tanya
pasien, pa andi, pasien tua yang sudah lama menunggu karena dapat nomor urut ke 18..”saya kan
Cuma mau melanjutkan obat aja koq nunggu lama.
Bahan diskusi 4: JUSTICE

Check List Justice

Kriteria Ada Tidak Ada


1. Memberlakukan segala sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia
lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam
posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien (affordability, equality,
accessibility, availability, quality)
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan (yang paling dirugikan)
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relatif sama dengan kebutuhan
pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai dengan kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusi keuntungan dan kerugian (biaya,
beban, sanksi) secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat
dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alasan
sah/tepat
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan
penyakit/gangguan kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA,
status sosial, dll

Anda mungkin juga menyukai