Anda di halaman 1dari 156

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat lebih memilih angkutan online ketimbang angkutan

umum, maka tentu saja pengguna angkutan umum akan memilih layanan

online. Tidak hanya murah, tapi juga aman. Sebab penumpang bisa menunggu

dimanapun untuk dijemput ditempatnya dan diantar sampai tujuan. Berbeda

dengan angkutan umum lainnya kita harus menunggu disatu tempat dan

berdesak – desakkan. Belum lagi jika harus ‘ngetem’ menunggu penumpang

penuh di dalam mobil. Dan yang lebih mengerikan jika dalam angkutan

tersebut ada copet dan orang – orang yang berniat melecehkan. Apalagi jika

sang supir mengendarai mobil dengan cara ugal–ugalan. Awalnya ingin cepat

sampai tujuan, justru terkena banyak musibah dijalan.

Hal tersebut lah yang ingin dihindari oleh kebanyakan masyarakat.

Tidak heran jika akhirnya angkutan online mulai mendominasi jalanan kota–

kota. Keberadaan GoCar Uber dan Grab dan aplikasi sejenisnya tentunya

haruslah menantang angkutan konvensional untuk alami perubahan. Zaman

1
yang cepat berubah tidak bisa diimbangi dengan cara – cara yang lama,

apalagi jika karakter berkendara yang tidak berubah. Seperti sopir yang ugal–

ugalan dan juga merokok. Walaupun akan diterapkan batas tarif atas dan juga

bawah, hal itu tidak akan mengubah pilihan masyarakat terhadap angkutan

berbasis aplikasi.

Jadi yang perlu dilakukan adalah perbaikan karakter dan fasilitas.

Seandainya supir angkut memiliki karakter yang bagus dan kendaraan yang

bersih juga aman, tidaklah tertutup kemungkinan keberadaan angkutan umum

konvensional masih dapat bersaing. Walapun tidak jaminan untuk beberapa

tahun kedepan. Karena mau tidak mau, teknologi yang berkembang juga akan

merubah peradaban transportasi. 1

Berikut ini adalah beberapa alasan masyarakat menggunakan angkutan

berbasis aplikasi :

1. Dijemput di tempat dan diantar sampai tujuan

2. Lebih privacy

3. Cepat sampai tujuan

4. Tarif lebih murah (relatif dari jarak, jauh/dekat)

5. Relatif lebih aman dari tindak kejahatan

1
http://indonesiaone.org/inilah-alasan-masyarakat-lebih-pilih-angkutan-berbasis-aplikasi-
online/ dilihat pada tanggal 19 juni 2017 pukul 20.06 wib

2
Dalam menggunakan moda transportasi angkutan, konsumen

memperoleh hak-hak konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 5

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

yang dikenal sebagai 4 (empat) hak dasar konsumen, yang meliputi: hak

untuk mendapatkan keamanan ( the right of safety ); hak untuk mendapatkan

informasi (the right to be informed ); dan hak untuk memilih ( the right

to chose ); hak untuk di dengar (the right to be heard).

Pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen disebutkan hak dan kewajiban konsumen yaitu

sebagai berikut: 2

1. Hak untuk mendapatkan keamanan, ketenangan, keselamatan dalam

mengkonsumsi dan menikmati barang dan jasa;

2. Hak untuk memilih barang dan jasa yang diinginkan dan sesuai dengan

jaminan yang dijanjikan terhadap barang tersebut;

3. Hak untuk mendapatkan informasi yang benar mengenai kondisi dan

jaminan barang dan jasa yang dijanjikan;

4. Hak untuk didengarkan keluhannya atas barang dan jasa yang

dikonsumsi dan digunakan;

2
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen,UU No.8 Tahun 1999, LN
No.8 Tahun 1999, TLN No.3821, psl.4.

3
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian

sangketa perlindungan konsumen secara layak;

6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen dalam

menikmati barang dan jasa;

7. Hak untuk dilayani secara benar dan jujur tanpa adanya pembedaan

suku, ras, agama dalam mendapatkan barang dan jasa;

8. Hak untuk mendapatkan ganti rugi jika barang dan jasa yang diterima

tidak sesuai dengan yang dijanjikan;dan

9. Hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang

lain.

Jadi, dalam hal ini pengguna jasa multimoda transport adalah

konsumen selaku konsumen multimoda transport, maka konsumen tersebut

berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum terhadap hak-haknya

sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen, termasuk hak-haknya sebagaimana

ketentuan undang-undang yang berlaku di bidang pengangkutan.

Angkutan merupakan sarana untuk memindahkan barang atau

orang dari suatu tempat ke tempat lain yang dikehendaki. Atau

mengirim barang dari tempat asal ke tempat tujuan. Angkutan terdiri

dari angkutan orang dengan kendaraan bermotor seperti sepeda motor, mobil

4
penumpang, maupun tak bermotor dan angkutan barang. Dilihat dari

kepemilikannya angkutan dibedakan menjadi angkutan pribadi dan angkutan

umum.

Angkutan umum memiliki peranan penting dalam pembangunan

perekonomian, untuk menuju ke berlanjutan angkutan umum dibutuhkan

penanganan serius. Angkutan merupakan elemen penting dalam

perekonomian karena berkaitan dengan distribusi barang, jasa, dan tenaga

kerja, serta merupakan inti dari pergerakan ekonomi di kota, berbagai

bentuk moda angkutan umum dengan karakteristik dan tingkat pelayanan

yang diberikan mewarnai perkembangan system angkutan umum kota

yang seharusnya berorientasi pada keamanan dan kenyamanan sehingga

dapat bersaing dengan angkutan pribadi.3

Kegiatan dari transportasi memindahkan barang (commodity of goods)

dan penumpang dari satu tempat (origin atau port of call) ke tempat lain (part

of destination), maka dengan demikian pengangkut menghasilkan jasa

angkutan atau dengan perkataan lain produksi jasa bagi masyarakat yang

membutuhkan sangat bermanfaat untuk pemindahan atau pengiriman barang-

barangnya.4 Transportasi memiliki fungsi tempat dan waktu yang sangat

penting dimana barang akan memiliki nilai lebih di tempat tujuan

3
Abbas Salim. Manajemen Transportasi. (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1993) hlm 17
4
Soegijatna Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang Dan Penumpang,(Jakarta: Penerbit
Rineka Cipta, 1995), hlm. 1

5
dibandingkan berada di tempat asal orang atau barang tersebut, serta dengan

distribusi yang cepat untuk mencapai tempat tujuan maka barang tersebut

dapat memenuhi kebutuhan pada waktu yang tepat saat dibutuhkan.

Angkutan umum menjadi bagian penting dari pergerakan ekonomi

dimana angkutan umum berkaitan dengan distribusi barang, jasa serta

perpindahan tenaga kerja. Kebutuhan yang meningkat akan sarana transportasi

yang berusaha dipenuhi oleh angkutan umum dapat menunjang pembangunan

ekonomi di suatu wilayah. Ketersediaan jasa transportasi berkorelasi positif

dengan kegiatan ekonomi dan pembangunan dalam masyarakat. Jasa

transportasi mempunyai peranan yang sangat penting bukan hanya untuk

melancarkan arus barang dan mobilitas manusia, tetapi jasa transportasi juga

membantu tercapainya alokasi sumber daya ekonomi secara optimal yang

berarti kegiatan produksi dilaksanakan secara efektif dan efisien, kesempatan

kerja dan pendapatan masyarakat meningkat,untuk selanjutnya kesenjangan

antar daerah dapat ditekan serendah mungkin.5

Pembangunan ekonomi membutuhkan jasa angkutan yang cukup

serta memadai. Tanpa adanya angkuta sebagai sarana penunjang tidak dapat

diharapkan tercapainya hasil yang memuaskan dalam usaha pengembangan

ekonomi suatu negara.6

5
Rahardjo Adisasmita, Dasar-Dasar Ekonomi Transportasi,(Yogyakarta: 2010), hlm. 3
6
H.A. Abbas Salim, Op.Cit, ( Jakarta: PT Raja Grafindo, 1993) hlm. 1

6
Masyarakat yang melakukan kegiatan dengan tujuan yang

berbeda-beda membutuhkan sarana penunjang pergerakan berupa angkutan

pribadi (mobil, motor) maupun angkutan umum. Kebutuhan akan

angkutan penumpang tergantung fungsi bagi kegunaan seseorang

(personal place utility). Seseorang dapat mengadakan perjalanan untuk

kebutuhan pribadi atau untuk keperluan usaha.7

Jasa pengangkutan atau layanan pengangkutan memberikan

sumbangsih yang sangat besar kepada pembangunan ekonomi suatu negara.

Tanpa adanya pengangkutan sebagai sarana penunjang mobilitas manusia dan

barang, tidak dapat diharapkan tercapainya hasil yang memuaskan dalam

usaha pengembangan ekonomi suatu negara. Sehingga sangat diperlukan jasa

pengangkutan yang sesuai dengan kebutuhan lalu lintas dan pelayanan

pengangkutan yang tertib, nyaman, cepat, lancar dan berbiaya kompetitif.

Transportasi darat di daerah perkotaan memerlukan suatu sistem

transportasi yang efektif dan efisien untuk melayani pemindahan barang-

barang dan manusia dalam batas antar wilayah, sehingga berbagai sumber

daya yang ada dapat diperoleh dan dimanfaatkan untuk kepentingan seluruh

manusia. Terkhusus mengenai pemindahan barang-barang, kualitas jasa

7
Ibid

7
transportasi barang harus dilaksanakan secara efektif dan efisien dengan cara

lancar/cepat, aman, teratur, bertanggung jawab, dan murah.8

Manusia sebagai mahluk sosial mempunyai banyak kebutuhan yang

harus dipenuh untuk kesejahteraan hidupnya. Kebutuhan tersebut

dimungkinkan tidak dapat terpenuhi dalam satu lokasi. Oleh karena itu

manusia memerlukan transportasi untuk melakukan perpindahan orang

dan/atau barang dari satu tempat ketempat yang lain dengan menggunakan

kendaraan.9

Seiring dengan laju modernisasi dan perkembangan teknologi yang

begitu pesat, transportasi atau pengangkutan juga ikut mengalami

kemajuan yang begitu cepat. Berbagai layanan aplikasi seperti Uber,

GoCar dan GrabCar yang menyediakan jasa transportasi mulai

bermunculan dengan menawarkan berbagai kemudahan baik bagi

pengusaha angkutan maupun masyarakat sebagai pengguna, mulai dari

system pemesanan hingga sistem pembayaran yang serba dipermudah melalui

aplikasi canggih.

Angkutan berbasis aplikasi seperti GoCar, GrabCar dan Uber sangat

akrab bagi kita yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya dan juga dibeberapa

8
Rahardjo Adisasmita, Op.Cit, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015) hlm.35
9
Abbas Salim, Op.Cit, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2000) hlm.45

8
kota besar di indonesia dimana angkutan berbasis online sudah menggelar

layanannya disana.

Pada dasarnya cara kerja angkutan berbasis online ini adalah

mempermudah cara memesan layanan seperti angkutan untuk mengantar

orang dari tempat satu ketempat yang lain. Melalui aplikasi android/IOS

memberikan kemudahan dalam pemesanan dan menentukan tarif sesuai jarak

yang sudah tersedia diaplikasi pada saat pemesanan. Jika sebelumnya

seseorang ingin naik angkutan umum maka harus mencari dan menunggu

angkutan yang sesui dengan tujuannya, dengan angkutan berbasis online ini

dipermudah dengan aplikasi maka proses mencari driver dan tawar menawar

dipermudah dengan aplikasi, karena dengan aplikasi tersebut kita bisa

membedakan harga berbeda yang ditawarkan oleh GoCar, GrabCar dan Uber.

Cara kerja angkutan berbasis online untuk antar jemput , GoCar, GrabCar dan

Uber :

9
Untuk lebih jelasnya berikut penjelasannya

provider angkutan online memberikan


aplikasi kebutuhan. Menyediakan : 1.
pemilik kendaraan 2.Pengguna.

driver angkutan online yang menang lelang (bidding) akan mengantar pengguna/ penumpang.
penumpang. kebutuhan mencari kendaraan
angkutan dengan aplikasi

Mengingat proses pemesanan angkutan ini melalui aplikasi, maka

aplikasi tersebut dapat dikatakan sebagai jendela untuk berkomunikasi anatara

konsumen sebagai calon penumpang/pengguna jasa dan provider sebagai

penyedia aplikasi.

Dalam cara kerja provider untuk kendaraan online atau layanan antar

jemput, maka ada 3 objek yang akan terlibat dalam system kerja provider

yaitu konsumen, provider dan driver angkutan.10

1. Konsumen melakukan pemesanan melalui palikasi yang disediakan

dengan memasukan penjemputan dan alamat tujuan. Informasi tarif

10
Tanpa nama , sistem kerja gojek http://www.gojakgojek.com/2016/03/sudah-tahu-cara-
kerja-gojek-atau-sistem-kerja-gojek.html dilihat pada 2 juni 2017 pkl 19.23 wib

10
otomatis keluar setelah kedua alamat tersebut diisi sehingga konsumen

tau berapa ongkosnya nanti.

2. Selanjutnya aplikasi akan memproses pesanan tersebut dengan

menggunakan algoritma tertentu untuk pencarian driver yang akan

mengantarkan calon penumpang tersebut.

3. Driver yang berhasil memenangkan bidding (menang nge-bid), maka

ia berhak mengantar penumpang.

4. Driver akan menjemput penumpang sesuai alamat penjemputan dan

mengantarkan sampai tujuan.

5. Setelah sampai tujuan maka penumpang akan membayar ke driver

yaitu dengan cara cash atau kredit.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi dalam sendi-sendi

kehidupan juga sangat mempengaruhi sektor pengangkutan dengan hadirnya

moda transportasi yang didukung jaringan (online). Moda transportasi online

ini berbasis aplikasi yang dikembangkan untuk memudahkan pemakai

memperoleh akses kepada layanan transportasi. Sebagai moda penyedia

sarana aplikasi transportasi online, moda tranportasi ini digerakkan oleh

sebuah penyedia jasa yang melakukan aktivitasnya dalam sebuah aplikasi

online yang dapat diunduh di Play Store (untuk handphone android) atau di

App Store (untuk handphone berbasis ios seperti Iphone). Cara menikmatinya

11
sangat mudah. Cukup dengan melakukan pengisian biodata yang disediakan

dalam aplikasi, dan menyetujui persyaratan dan ketentuan yang telah

ditentukan oleh pihak pengembang aplikasi penyedia sarana aplikasi

transportasi online maka pemakai aplikasi sudah dapat menikmati layanan

yang telah disediakan. Dengan adanya pihak pengembang aplikasi transportasi

ini, pemakai aplikasi (user) merasa dimanjakan oleh pelayanan pemesanan

yang mudah dan harga yang kompetitif dengan harga yang ditetapkan oleh

moda transportasi konvensional. Selain itu, aplikasi penyedia sarana aplikasi

transportasi online ini, menjadi lahan pekerjaan yang strategis, tidak hanya

seseorang yang bekerja sehari-hari sebagai pengemudi melainkan seseorang

yang kesehariannya sebagai pegawai perusahaan maupun pegawai negeri juga

dapat bekerja sebagai penyedia jasa transportasi atau yang sering disebut

driver. Sehingga dengan adanya moda transportasi ini, memberikan alternatif,

bukan hanya kepada pemakai aplikasi, tetapi juga kepada masyarakat yang

berpenghasilan tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Pihak penyedia sarana aplikasi transportasi online (contoh : Go-Car,

Grab-Car, dan Uber) merupakan pihak yang mengembangkan aplikasi

menghubungkan antara penyedia jasa angkutan atau driver dengan pengguna

jasa atau pengguna aplikasi (umumnya dibentuklah perusahaan sehingga

dikenal istilah perusahaan penyedia sarana aplikasi transportasi online).

12
Adapun yang dimaksud dengan perusahaan penyedia sarana aplikasi online

adalah perusahaan yang menjalankan dan mengembangkan suatu teknologi

aplikasi yang kemudian digunakan untuk menghubungkan penyedia jasa atau

driver dan pengguna usaha atau pengguna aplikasi dalam hal ini adalah

penyedia jasa angkutan dan pemakai aplikasi. Perusahaan ini seperti Go-

Jek,Grab ,Uber pada umumnya menggunakan jenis perusahaan Perseroan

Terbatas (PT). Sedangkan penyedia jasa atau driver adalah orang perorangan

maupun badan hukum yang memiliki modal berupa kendaraan yang rincian

tugas, wewenang, dan tanggung jawab adalah menerima dan melaksanakan

order yang diberikan oleh perusahaan aplikasi berbasis aplikasi online baik

melalui aplikasi android maupun call centre atau yang diatur oleh pihak

penyedia aplikasi. Pengguna jasa atau pengguna aplikasi adalah orang

perorangan yang mengunduh dan menggunakan jasa aplikasi android berbasis

transportasi seperti Go-Jek, GrabCar, Uber, dan lain-lain.

Pengangkutan yang diselenggarakan oleh perusahaan penyedia sarana

aplikasi transportasi online tidak seperti jasa pengangkutan biasanya yang

pada dasarnya terdapat dua pihak Para pihak dalam pengangkutan ini terikat

oleh suatu perjanjian, yaitu perjanjian pengangkutan elektronik dan perjanjian

kerja sama (partnership). Sebagaimana layaknya suatu perjanjian yang

merupakan pengejewantahan dari hubungan hukum yang bersifat keperdataan,

13
maka di dalamnya terkandung hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan

dan dipenuhi. Eksistensi dari usaha perusahaan penyedia sarana aplikasi

transportasi online ini termuat di dalam Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan

Kendaraan Umum Tidak Dalam Trayek11. Pengaturannya sangat terbatas

hanya dalam penentuan tarif, akses data dan monitoring, bentuk perusahaan,

dan sistem pembayaran yang harus disesuaikan dengan Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam

Peraturan Menteri Perhubungan ini juga hanya memberikan payung hukum

terhadap eksistensi perusahaan penyedia sarana aplikasi transportasi online

yang menggunakan moda transportasi roda empat.

Dengan demikian Penulis merasa tertarik untuk mengangkat sebuah

judul “HUBUNGAN HUKUM ANTARA PEMILIK KENDARAAN

DENGAN KONSUMEN PENGGUNA JASA ANGKUTAN BERBASIS

ONLINE DITINAJAU DARI KUHPerdata”

11
Sebagai disclaimer: Permen ini masih berlaku pada saat penulis menyusun skripsi ini.

14
1.2 Rumusan Masalah

Dengan pendahuluan diatas dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai

berikut :

1. Bagaimanakah hubungan hukum antara pemilik kendaraan yang

memberi jasa angkutan dengan konsumen selaku pengguna jasa

angkutan yang berbasis online ditinjau dari Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata ?

2. Bagaimana peran pemerintah dalam mengawasi perkembangan jasa

angkutan berbasis online ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas maka tujuan

penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui hubungan hukum antara pemilik kendaraan yang

memberi jasa angkutan dengan konsumen pengguna jasa angkutan

yang berbasis online ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata

2. Untuk mengetahui peran pemerintah dalam mengawasi perkembangan

jasa angkutan berbasis online.

15
1.4 Pembatasan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini Penulis hanya membahas hubungan hukum

yang timbul antara pemilik kendaraan dengan konsumen pengguna jasa

angkutan berbasis online yang ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (yang selanjutnya ditulis KUHper) , serta peran pemerintah dalam

mengawasi perkembangan jasa angkutan berbasis online.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua kegunaan yaitu :

1. Manfaat teoritis

Membantu para akademis dalam upaya mengetahui hubungan hukum

yang terjadi antara pengguna jasa dengan driver angkutan berbasis

online dalam pengkajian lalulintas angkutan jalan

2. Manfaat Peraktis

Memberikan wawasan kepada aparat penegak hukum dalam

membantu tugasnya untuk menangani maupun menyelesaikan

perkara lalulintas angkutan jalan

1.6 Definisi Operasional

16
Definisi operasional merupakan sebagai landasan teoritis dalam

menganalisa pokok permasalahan, beberapa definisi yang digunakan

dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Hubungan Hukum : adalah suatu hubungan di antara para subjek hukum

yang diatur oleh hukum, dalam setiap hubungan hukum selalu terdapat

hak dan kewajiban. Menurut macamnya hubungan hukum itu ada dua,

yaitu hubungan hukum yang bersegi satu atau sepihak hanya ada satu

pihak yang berkewajiban melakukan suatu jasa yang berbuat sesuatu,

tidak berbuat sesuatu dan memberi sesuatu, sedangkan hubungan hukum

yang bersegi dua adalah hubungan hukum yang dapat menimbulkan hak

dan kewajiban bagi masing-masing pihak.12

2. Konsumen : adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang

tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

3. Jasa : adalah sesuatu yang diproduksi dan dikonsumsi secara simultan.

Jadi, jasa tidak pernah ada dan hasilnya dapat dilihat setelah terjadi.

Keserentakan produksi dan konsumsi merupakan perbedaan yang penting.

Jasa tidak dapat diproduksi di satu tempat dan dikirim ke tempat lain

seperti barang, juga tidak dapat disimpan. Semua karakteristik ini dapat

dihubungkan dengan keserentakan produksi dan konsumsi. jasa terdiri dari


12
 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006) hlm. 269

17
tindakan dan interaksi yang merupakan kontak sosial. Jasa lebih dari

sekadar hasil sesuatu yang tak terhalang, dan jasa merupakan interaksi

sosial antara produsendan konsumen.

4. Angkutan : adalah perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke

tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan

oleh manusia atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan

manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Di negara maju, mereka

biasanya menggunakan kereta bawah tanah (subway) dan taksi. Penduduk

di sana jarang yang mempunyai kendaraan pribadi karena mereka

sebagian besar menggunakan angkutan umum sebagai transportasi

mereka. Transportasi sendiri dibagi 3 yaitu, transportasi darat, laut, dan

udara. Transportasi udara merupakan transportasi yang membutuhkan

banyak uang untuk memakainya. Selain karena memiliki teknologi yang

lebih canggih, transportasi udara merupakan alat transportasi tercepat

dibandingkan dengan alat transportasi lainnya.

5. Angkutan Berbasis Online : Maksud dari angkutan berbasis online

adalah jenis angkutan dengan mobil pribadi yang memperoleh order dari

pelanggan via aplikasi HP dengan kalkulasi biaya otomatis tanpa

melibatkan tawar menawar.

18
1.7 Metode Penelitian

A. Metode Penelitian Hukum Normatif - Empiris

Metode penelitian hukum normatif-empiris ini pada dasarnya

merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan

adanya penambahan berbagai unsur empiris. Metode penelitian

normative-empiris mengenai implementasi ketentuan hukum normatif

(Undang-Undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum

tetrtentu yang terjadi dalam suatu masyarakat. Penelitian ini hanya

ditunjukan pada peraturan-peraturan tertulis sehingga penelitian ini

sangat erat hubungannya pada perpustakaan karena akan

membutuhkan data-data yang bersifat sekunder pada perpustakaan. 13

Metode penelitian hukum empiris adalah suatu metode

penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dilingkungan

masyarakat itu dikarenakan dalam penelitian ini meneliti orang dalam

hubungan hidup di masyarakat maka metode penelitian hukum empiris

dapat dikatakan sebagai penelitian hukum sosiologis.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan

13
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti..
2004). Hlm.50

19
secara intensif, terperinci dan mendalam terhadap keberadaan

angkutan berbasis online sebagai angkutan umum dimana

keberadaannya telah menjadi kebutuhan dalam masyarakat.

C. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat yuridis-empiris, yaitu pelaksanaan

ketentuan perundang-undangan harus dilaksanakan sesuai dengan apa

yang tercantum di dalam peraturan perundang-undangan tersebut.

Maksud dari penelitian ini adalah menganalisis permasalahan yang

dilakukan dengan cara memadukan bahan-bahan hukum ( yang

merupakan data sekunder) dengan data primer yang diperoleh dari

lapangan. Dalam penelitian ini ingin mengetahui bagaimana hubungan

hukum yang terjadi antara pemberi jasa dengan pengguna jasa

angkutan berbasis online yang harus sesuai dengan peraturan menteri

perhubungan nomer 26tahun 2017 tentang penyelenggara angkutan

orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek, dan

ditinjau dari kitab Undang-Undang hukum perdata tentang perjanjian

didalam bab VII buku III

D. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris

yaitu Metode penelitian hukum empiris adalah suatu metode

20
penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian

nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan

masyarakat. Dikarenakan dalam penelitian ini meneliti orang dalam

hubungan hidup di masyarakat maka metode penelitian hukum empiris

dapat dikatakan sebagai penelitian hukum sosiologis. Dapat dikatakan

bahwa penelitian hukum yang diambil dari fakta-fakta yang ada di

dalam suatu masyarakat, badan hukum atau badan pemerintah.14

E. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian yang digunakan adalah dilakukan

dengan 2 (dua) tahap yaitu :

a. Data primer

Data primer merupakan data yang berupa keterangan-keterangan

yang diperoleh secara langsung dari lapangan melalui wawancara

atau interaksi dengan pihak pihak yang dipandang mengetahui

obyek penelitian15.

b. Data sekunder

Data sekunder ialah data yang diperoleh dari penelitian

Kepustakaan (Library Research) Penelitian Kepustakaan yaitu

penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data yang


14
Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum.( Jakarta: Universitas Indonesia Press,
1986), hlm. 112
15
Husein umar, Metode penelitian skripsi dan tesis bisnis, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Pesada
2005), hlm 42

21
bersifat teoritis, dengan mempelajari sumber-sumber bacaan

yang erat hubunganya dengan permasalahan dalam penelitian

skripsi ini. Penelitian kepustakaan ini disebut data sekunder, yang

terdiri dari :

1. Bahan-bahan hukum primer, yaitu Peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan objek penelitian, diantaranya:

a) Peraturan menteri perhubungan nomor : 26 tahun 2017

tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan

Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

b) UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan

c) Kitab Undan g-Undang Hukum Perdata : Perjanjian diatur

di dalam babVII Buku III

d) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen

2. Bahan-bahan hukum sekunder yaitu bahan yang menjelaskan

bahan hukum primer berupa hasil penelitian dalam bentuk

buku-buku yang ditulis oleh para ahli, artikel, karya

ilmiah maupun pendapat para pakar hukum.16

16
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2005), hlm93

22
3. Bahan-bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan lain yang

ada relevansinya dengan pokok permasalahan yang

menjelaskan serta memberikan informasi tentang bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang berasal dari

situs internet, artikel, dan surat kabar.

F. Metode analisis dan penelitian

Berdasarkan metode pendekatan yang digunakan

dalam penyusunan skripsi ini, maka penguraian data-data

tersebut selanjutnya akan dianalisis dalam bentuk analisis yuridis

kualitatif, yaitu dengan cara menyusunnya secara sistematis,

menghubungkan satu sama lain terkait dengan permasalahan

yang diteliti dengan berlaku ketentuan peraturan perundang-

undangan yang lain, memperhatikan hirarki perundang-

undangan dan menjamin kepastian hukumnya, perundang-

undangan yang diteliti apakah betul perundang-undangan yang

berlaku dilaksanakan oleh para penegak hukum.17

1.8 Sistematika Penulisan

17
Zainudin ali , Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : sinar grafika , 2010 ), hlm 105

23
BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas tentang latar belakang dan pendahuluan serta rumusan

masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian,

hingga sistematika penulisan

BAB II TINJAUAN UMUM ATAS PERJANJIAN YANG DIATUR

DALAM KEPERDATAAN , SERTA PERIKATAN DASAR

DALAM PENGANGKUTAN

Bab ini membahas tinjauan umum tentang perjanjian, dasar hukum

perjanjian, Perikatan Dasar Dalam Pengangkutan,

BAB III TINJAUAN TENTANG TRANSPORTASI

Pada bab ini menjelaskan tentang pengertian umum transportasi

berdasarkan UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan.

BAB IV HUBUNGAN HUKUM ANTARA PEMILIK

KENDARAAN DENGAN KONSUMEN PENGGUNA

JASA ANGKUTAN BERBASIS ONLINE DITINJAU

DARI Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Bab ini membahas tentang hubungan hukum yang terjadi anatara pemberi

jasa angkutan dengan konsumen selaku pengguna jasa angkutan yang

24
berbasis online ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan

membahas bagaimana peran pemerintah dalam mengawasi perkembangan

jasa angkutan online.

BAB V PENUTUP

Bab ini adalah penutup serta kesimpulan dari semua bab diatas, serta

memberikan kesimpulan dan saran

25
BAB II

TINJAUAN UMUM ATAS PERJANJIAN YANG DIATUR DALAM

KEPERDATAAN SERTA PERIKATAN DASAR DALAM

PENGANGKUTAN

2.1 Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

A. Perjanjian Bernama (Nominat) dan Perjanjian Tidak Bernama

(Innominat).

Pengaturan umum mengenai perjanjian di Indonesia terdapat di

dalam Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

tentang Perikatan. Buku III KUHPerdata tersebut menganut sistem

terbuka (open system), artinya setiap orang bebas mengadakan

perjanjian yang berisi apa saja, baik perjanjian bernama (nominaat)

maupun perjanjian tidak bernama (innominaat), asalkan tidak

melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. ”Sedangkan pasal-pasal

dari Hukum Perjanjian yang terdapat dalam Buku III tersebut

merupakan apa yang dinamakan aanvulendrecht atau hukum

pelengkap (optional law), yang berarti bahwa pasal-pasal dalam Buku

26
III KUHPerdata boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-

pihak yang membuat perjanjian”.18 Kemudian, ”sistem terbuka dalam

KUHPerdata tersebut mengandung suatu asas yang disebut asas

kebebasan berkontrak, yang lazimnya disimpulkan dari Pasal 1338

ayat 1 KUHPerdata, dan dengan melihat pada Pasal 1319 KUHPerdata

maka diakui 2 (dua) macam perjanjian dalam Hukum Perjanjian yaitu

Perjanjian Nominaat dan Perjanjian Innominaat”.19

”Ketentuan tersebut menyatakan bahwa perjanjian apa saja,

baik yang diatur dalam KUHPerdata (nominaat) dan yang diatur di

luar KUHPerdata (innominaat) tunduk pada ketentuan-ketentuan

umum dari Buku III KUHPerdata yang ada dalam Bab I dan Bab II”.20

a. Perjanjian nominaat atau perjanjian bernama

yaitu perjanjian-perjanjian yang diatur di dalam Buku III

KUHPerdata dari Bab V sampai dengan Bab XVIII, seperti

Perjanjian Jual-Beli, Perjanjian Sewa-Menyewa, Perjanjian Tukar-

Menukar, dan sebagainya.

b. perjanjian innominaat atau perjanjian tidak bernama,

18
Subekti, R, Aneka Perjanjian, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 13
19
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika
2005), hlm. 6
20
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, ,
2001), hlm. 73

27
yaitu perjanjian yang terdapat di luar Buku III KUHPerdata,

yang timbul, tumbuh, berkembang dalam praktik dan masyarakat,

dengan kata lain perjanjian tersebut belum dikenal saat

KUHPerdata diundangkan. ”Timbulnya perjanjian ini karena

adanya asas kebebasan berkontrak sebagaimana tercantum dalam

Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata”.21 Asas kebebasan berkontrak

(Freedom of Contract) diatur di dalam Pasal 1338 ayat 1

KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “Semua persetujuan yang

dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya”. Asas ini merupakan asas yang paling penting

dalam hukum perjanjian, karena dari asas inilah tampak adanya

pernyataan dan ungkapan Hak Asasi Manusia dalam mengadakan

perjanjian. Selain itu asas ini juga merupakan dasar dari hukum

perjanjian. ”Asas kebebasan berkontrak tidak ditulis dengan kata-

kata banyak didalam Undang-Undang tetapi seluruh hukum

perdata kita didasarkan pada asas ini”.22 Artinya para pihak diberi

kebebasan untuk membuat dan mengatur sendiri isi perjanjian

tersebut, sepanjang tidak melanggar ketertiban umum dan

kesusilaan, memenuhi syarat sebagai perjanjian, tidak dilarang

21
Salim HS, Op. Cit., hlm. 1
22
Purwahid Patrik, Dasar-dasar Hukum Perikatan, (Bandung, Mandar Maju, 1994) hlm. 4

28
oleh undang- undang, sesuai dengan kebiasaan yang berlaku, dan

”sepanjang perjanjian tersebut dilaksanakan dengan itikad baik dan

mereka wajib melaksanakan perjanjian yang telah mereka buat

layaknya undang-undang”.23 Oleh karena Buku III KUHPerdata

bersistem terbuka dan pasal-pasalnya merupakan apa yang

dinamakan hukum pelengkap, maka para pihak boleh

mengenyampingkan pasal-pasal dalam hukum perjanjian jika

mereka menghendaki. ”Tetapi, jika dalam perjanjian tersebut para

pihak tidak mengatur mengenai sesuatu hal, maka bagi sesuatu hal

tersebut berlakulah ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata”. 24

Asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada para

pihak untuk:

a. Membuat atau tidak membuat perjanjian.

b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun.

c. Menentukan mengenai klausula/isi dalam perjanjian,

pelaksanaan, serta persyaratannya.

d. Menentukan bentuk perjanjian yaitu tertulis atau lisan.

e. Menentukan cara membuat perjanjian. 25

23
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung : Citra
AdityaBakti, 2001), hlm. 30
24
Subekti R. Hukum Perjanjian. (Jakarta: PT. Intermasa.. 1987), hlm. 13
25
Salim H.S, Op. Cit., hlm. 9

29
Pengangkutan sebagai suatu perjanjian tentunya memiliki konsep

seperti yang dikemukakan oleh Pasal 1313 KUHPerdata. Pasal

tersebut memberi definisi apa itu perjanjian (persetujuan). Pasal

1313 KUHPerdata: Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana

satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau

lebih. Dalam perjanjian pengangkutan pun para pihak bebas untuk

menentukan isinya perjanjiannya diantaranya kebebasan

menentukan hak dan kewajiban mereka. Asas kebebasan

berkontrak dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Supaya perjanjian

pengangkutan yg dibuat para pihak tersebut sah dan mengikat,

maka ia harus memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata

tentang syarat sahnya perjanjian. Pasal 1320 KUHPerdata:

a. Adanya Kesepakatan para pihak,

b. Kecakapan bertindak,

c. Suatu hal tertentu,

d. Sebab yang halal.

Pengertian perjanjian tersebut masih kurang jelas, oleh karena itu

para sarjana merumuskan pula definisi perjanjian, antara lain yaitu

Subekti, memberikan definisi perjanjian adalah sebagai, “suatu

perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada

30
seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan suatu hal”.26 Sedangkan pengertian perjanjian

menurut Wirjono Prodjodikoro, yaitu: “perjanjian adalah suatu

perhubungan hukum mengenai harta benda antar dua pihak, di

mana salah satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk

melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal,

sedang pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan janji itu”.27

B. Pengertian Perjanjian

Dalam praktik istilah kontrak atau perjanjian terkadang masih

dipahami secara rancu. Banyak pelaku bisnis mencampu-adukkan

kedua istilah tersebut seolah merupakan pengertian yang berbeda.

Burgerlijk Wetboek (selanjutnya disingkat BW) menggunakan istilah

Overeenkomst dan contract untuk pengertian yang sama. Hal ini jelas

dapat disimak dari judul buku III titel Kedua Tentang “Perikatan–

Perikatan yang lahir dari Kontrak atau Perjanjian” yang dalam bahasa

aslinya (Bahasa Belanda), yaitu : “Van Verbintenissen die uit contract

of overeenskomst geboren worden”. Pengertian ini juga didukung

pendapat banyak sarjana, antara lain: Jacob Hans Niewenhuis,

26
Subekti, Op. Cit., hlm. 1
27
Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian.(Bandung: Mandar Maju,2011), hlm.
4

31
Hofmann, J Satrio, Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan,

Mariam Darus Badrulzaman, Purwahid Patrik dan Tirtodiningrat yang

menggun akan istilah kontrak dan perjanjian dalam pengertian yang

sama.28

Subekti mempunyai pendapat yang berbeda dengan istilah

“perjanjian atau persetujuan” dengan kontrak. Menurut Subekti, istilah

kontrak mempunyai pengertian lebih sempit karena ditujukan kepada

perjanjian atau persetujuan yang tertulis. Sedangkan sarjana lain,

Pothier tidak memberikan pembedaan antara kontrak dan perjanjian,

namun membedakan pengertian contract dengan convention (pacte).

Disebut convention (pacte) yaitu perjanjian dimana dua orang atau

lebih menciptakan, menghapuskan (opheffen), atau mengubah

(wijzegen) perikatan. Sedangkan contract adalah perjanjian yang

mengharapkan terlaksananya perikatan. Melalui kontrak terciptalah

perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan hak dan

kewajiban pada masing-masing pihak yang membuat kontrak.29

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji

kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu hal.


28
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial,
(Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 13
29
F. Ibrahim AE & Nathaniela, 300 Contoh Surat Perjanjian (Kontrak) & Surat Resmi,
(Jakarta : Gudang Ilmu, 2011), hlm. 9

32
Sebagai perwujudan tertulis dari perjanjian, kontrak adalah salah

satu dari dua dasar hukum yang selain undang-undang (lihat Kitab

Undang-undang Hukum Perdata/ KUH Perdata Pasal 1233) yang dapat

menimbulkan perikatan. Perikatan adalah suatu keadaan hukum yang

mengikat satu ataulebih subjek hukum dengan kewajiban-kewajiban

yang berkaitan satu sama lain.

Istilah perjanjian berasal dari Bahasa Belanda yaitu Overeenkomst

dan perikatan (verbintenis). Di berbagai perpustakaan dipergunakan

bermacam-macam istilah seperti:

a. Dalam KUH Perdata (Soebekti dan Tjipto Sudibyo) digunakan

istilah perikatan untuk verbintenis dan perjanjian untuk

overeenkomst.

b. Utrecht, dalam bukunya Pengantar Hukum Indonesia

menggunakan istilah perutangan untuk verbintenis dan perjanjian

untuk overeenkomst.

c. Ihksan dalam bukunya Hukum Perdata Jilid 1 Menerjemahkan

verbintenis dengan perjanjian dan overeenkomst dengan

persetujuan.30

Hal tersebut berarti bahwa untuk Verbintenis terdapat tiga

istilah Indonesia, yaitu perikatan, perjanjian dan perutangan sedangkan


30
R. Soeroso, Perjanjian Di Bawah Tangan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 3

33
untuk istilah overeenkomst dipakai dua istilah, yaitu perjanjian dan

persetujuan. Pasal 1313 ayat (1) KUH Perdata menyebutkan bahwa

perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari pasal

1313 ayat (1) KUH Perdata, adapat diketahui bahwa suatu perjanjian

adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau

dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melaksanakan suatu

hal.31 Sedangkan KRMT Tirtodiningrat memberikan defenisi

perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat di

antara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat- akibat hukum

yang dapat dipaksakan oleh undang-undang.

Pembahasan tentang perjanjian kiranya tidak dapat dilepaskan

dari pembahasan tentang perikatan, hal tersebut disebabkan keduanya

mempunyai kaitan yang erat, dimana perjanjian merupakan salah satu

sumber atau yang menjadi sebab lahirnya perikatan, selain sumber

lainnya yaitu undang - undang. Jika bicara mengenai perjanjian dalam

aspek hukum, maka peraturan yang berlaku bagi perjanjian diatur

dalam buku ketiga KUH Perdata yang berjudul ‘tentang perikatan’

dalam buku ketiga tersebut ketentuan- ketentuan mengenai perjanjian

31
Ibid

34
terdapat dalam bab kedua. Perjanjian diatur dalam buku ketiga KUH

Perdata, karena perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan.

Hukum perikatan adalah peraturan-peraturan yang mengatur

hubungan hukum yang bersifat kehartaan antara dua orang atau lebih

dimana pihak yang satu berhak atas prestasi tertentu, sedangkan pihak

lainnya wajib memenuhi prestasi.

Dengan pengertian yang demikian, maka dalam suatu perikatan

terkait unsur-unsur sebagai berikut :

1. Adanya hubungan hukum

Hubungan hukum adalah suatu hubungan yang diatur

dan diakui oleh hukum. Hubungan yang diatur oleh hukum

bisa disebut dengan perikatan yang lahir karena undang-

undang. Sementara itu, hubungan yang diakui oleh hukum

disebut perikatan karena perjanjian, karena hubungan hukum

itu telah dibuat oleh para pihak (subjek hukum) sedemikian

rupa sehingga mengikat kedua belah pihak dan berlaku

sebagai undang-undang (hukum).

2. Antara seorang dengan satu atau beberapa orang

Perikatan itu bisa berlaku terhadap seorang dengan

satu atau dengan beberapa orang, yaitu para subjek hukum

35
atau para penyandang hak dan kewajiban yang diberikan oleh

hukum. Di samping perorangan, badan-badan hukum atau

perkumpulan dapat juga memiliki hak dan melakukan

perbuatan hukum seperti seorang manusia.

3. Melakukan atau tidak melakukan dan memberikan sesuatu

Dalam perikatan disebut juga dengan prestasi atau

objek dari perikatan. Dan jika subjek perikatan tidak

melakukan apa yang seharusnya dilakukan, atau melakukan

apa yang seharusnya dilakukan dan tidak memberikan

sesuatu yang mengikatnya, subjek perikatan tersebut telah

melakukan wanprestasi. Berdasarkan hal yang dijanjikan

untuk dilaksanakan (prestasi), perjanjian dibagi dalam tiga

macam, yaitu :

a. Perjanjian untuk memberikan/ menyerahkan suatu

barang;

b. Perjanjian untuk berbuat sesuatu;

c. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu.

Sebagai gambaran mengenai pengertian prestasi ini, dapat

dilihat dalam perjanjian ekspor/impor. Perjanjian ekspor/impor

pada hakikatnya merupakan perjanjian yang berisi perjanjian untuk

36
memberikan atau menyerahkan suatu barang. Di satu pihak,

penjual menyerahkan suatu barang sesuai dengan kualitas, jumlah

dan karakteristik tertentu kepada pembeli.Sementara itu, di pihak

lain, pembeli menyerahkan sejumlah uang sesuai dengan harga

yang disepakati.

Jika perikatan seseorang tidak memenuhi prestasi berarti yang

bersangkutan telah cedera janji (wanprestasi). Sebelum seseorang

dinyatakan wanprestasi, ia harus lebih dulu diperingatkan atau

dilakukan somasi (teguran). Di negara-negara maju yang menganut

civil law sistem, seperti Perancis, Belanda dan Jerman, pengadilan

memberikan asas itikad baik bukan hanya tahap penandatanganan dan

pelaksanaan kontrak, tetapi juga dalam tahap perundingan (the duty of

good faith in negotiation), sehingga janji-janji pra kontrak mempunyai

akibat hukum dan dapat dituntut ganti rugi jika janji tersebut

diingkari.32

Ada beberapa asas perjanjian yang dapat dikumpulkan di

dalam buku hukum perikatan, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Asas konsensualisme

Asas konsensualisme adalah bahwa lahirnya kontrak ialah

pada saat terjadinya kesepakatan.Dengan demikian, apabila


32
Suharmoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 3.

37
tercapai kesepakatan antara pihak, lahirlah kontrak, walaupun

kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu. Hal ini berarti bahwa

dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak

dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak

tersebut sudah bersifat obligatoirm yakni melahirkan kewajiban

bagi para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut.

2. Asas kebebasan berkontrak

Kebebasan berkontrak ini sebagian sarjana hukum biasanya

didasarkan pada pasal 1338 ayat (1) BW bahwa semua perjanjian

yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya. Demikian pula ada yang mendasarkan

pada pasal 1320 BW yang menerangkan tentang syarat

sahnya perjanjian. Kebebasan berkontrak memberikan

jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas

dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian,

diantaranya:

a. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjianatau

tidak.

b. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian.

c. Bebas menentukan isi klausul perjanjian.

38
d. Bebas menentukan bentuk perjanjian.

e. Kebebasan-kebeasan lainnya yang tidak bertentangan

dengan Perundang-Undangan.33

3. Asas mengikatnya kontrak

Setiap orang yang membuat kontrak, dia terlibat untuk

memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut

mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut

mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang -undang.

4. Asas itikad baik

Asas itikad baik merupakan salah satu asas yang

dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan tentang itikad baik

ini diatur dalam pasal 1338 ayat (3) BW bahwa perjanjian

harus dilaksanakan dengan itikad baik. Begitu pentingnya itikad

baik tersebut sehingga dalam perundingan-perundingan atau

perjanjian antara para pihak, kedua belah pihak akan berhadapan

dalam suatu hubungan hukum khusus yang dikuasai oleh itikad

baik dan hubungan khusus ini membawa akibat lebih lanjut bahwa

kedua belah pihak itu harus bertindak dengan mengingat

kepentingan- kepentingan yang wajar dari pihak lain.

33
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada,2010), hlm. 4

39
C. Pengertian Perikatan

Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang

atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak

menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain

berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan itu. Pihak yang berhak

menuntut sesuatu dinamakan kreditur sedangkan pihak yang

berkewajiban untuk memenuhi dinamakan debitur atau si berhutang.

a. Subjek Perikatan, Subjek perikatan adalah mereka yang

memperoleh hak (kreditur) dan mereka yang dibebani kewajiban

(debitur) atas suatu prestasi.

b. Objek Perikatan, adalah hak pada kreditur dan kewajiban pada

debitur yang dinamakan prestasi.

c. Sumber Perikatan, adalah hubungan hukum dalam perikatan tidak

bias timbul dengan sendirinya, melainkan harus didahului oleh

adanya tindakan hukum yang dilakukan pihak- pihak, sehingga

menimbulkan hak di satu sisi dan kewajiban pada pihak lain. Suatu

perikatan terjadi karena adanya perjanjian/persetujuan atau karena

tindakan yang sesuai atau tidak sesuai dengan undang-undang.

40
Dengan demikian, sumber perikatan itu ada dua, yakni perjanjian

dan undang-undang.

d. Terjadinya Perikatan, ada dua terjadinya perikatan yaitu Pertama,

Persetujuan para pihak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1338

KUHPerdata yang menyatakan “Semua persetujuan yang dibuat

sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang - undang

bagi mereka yang membuatnya”. Kedua, Undang- undang,

sebagaimana dimaksud Pasal 1352 KUH Perdata, perikatan itu

dapat timbul dari undang-Undang saja atau dari undang-undang

karena perbuatan orang.

D. Sahnya Suatu Perjanjian

Kesepakatan kedua belah pihak yang lazim disebut

kesepakatan bagi mereka yang mengikatkan dirinya maksudnya bahwa

pihak-pihak yang mengadakan perjanjian kerja harus setuju/ sepakat,

seia-sekata mengenai hal-hal yang diperjanjikan. Apa yang

dikehendaki pihak yang satu dikehendaki pihak yang lain. Pihak

pekerja menerima pekerjaan yang ditawarkan dan pihak pengusaha

menerima pekerja tersebut untuk dipekerjakan.34

34
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2003), hlm. 57

41
Perjanjian harus memenuhi beberapa syarat tertentu supaya

dapat dikatakan sah.Dalam KUH Perdata ditemukan ketentuan yang

menyebutkan syarat sah suatu perjanjian, yakni pasal 1320. Menurut

Pasal 1320 KUH Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi

supaya suatu perjanjian sah, yaitu :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian;

c. Mengenai suatu hal tertentu;

d. Suatu sebab yang halal.

Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subjektif

karena mengenai orang-orang atau subjek-subjek yang mengadakan

perjanjian, sedangkan syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat

objektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau objek dari

perbuatan hukum yang dilakukan itu.

a. Kesepakatan

Yang dimaksud dengan kesepakatan ialah sepakatnya

para pihak yang mengikatkan diri, artinya kedua belah pihak

dalam suatu perjanjian harus mempunyai kemauan yang bebas

untuk mengikatkan diri, dan kemauan itu harus dinyatakan

dengan tegas secara atau secara diam. Dengan demikian suatu

42
perjanjian itu tidak sah apabila dibuat atau didasarkan kepada

paksaan, penipuan atau kekhilafan.

b. Kecakapan

Yang dimaksud kecakapan adalah adanya kecakapan

untuk membuat suatu perjanjian.Menurut hukum, kecakapan

termasuk kewenangan untuk melakukan tindakan hukum pada

umumnya, dan menurut hukum setiap orang adalah cakap

untuk membuat perjanjian kecuali orang-orang yang menurut

undang-undang dinyatakan tidak cakap. Cakap (bekwaam)

merupakan syarat umum untuk dapat melakukan perbuatan

hukum secara sah, yaitu harus sudah dewasa, sehat akal pikiran

dan tidak dilarang oleh suatu perundang-undangan untuk

melakukan sesuatu perbuatan tertentu. Dengan kata lain, orang

yang tidak cakap tidak memenuhi syarat untuk membuat

perjanjian.

Adapun orang yang tidak cakap menurut pasal 1330

KUH Perdata adalah :

1) Orang-orag yang belum dewasa;

2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;

43
3) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan

oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang

kepada siapa undang-undang telah melarang membuat

suatu persetujuan-persetujuan tertentu.

c. Suatu Hal Tertentu

Menurut KUH Perdata hal tertentu adalah :

1) Suatu hal tertentu yang diperjanjian dalam suatu perjanjian

adalah harus suatu hal atau suatu barang yang cukup jelas atau

tertentu yakni paling sedikit ditentukan jenisnya (Pasal 1333

KUH Perdata);

2) Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang

dapat menjadi pokok suatu perjanjian (Pasal 1332 KUH

Perdata);

d. Suatu Sebab yang Halal

Meskipun siapa saja dapat membuat perjanjian apa saja, tetap

ada pengecualian, yaitu sebuah perjanjian itu tidak boleh

bertentangan dengan undang-undang, ketentuan umum, moral dan

kesusilaan (Pasal 1335 KUH Perdata). Suatu sebab yang halal

merupakan syarat yang keempat atau terakhir agar suatu perjanjian

sah.Mengenai syarat ini, pasal 1335 KUH Perdata menyatakan

44
bahwa perjanjian tanpa sebab atau perjanjian yang telah dibuat

karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai

kekuatan. Dengan sebab (Bahasa Belanda oorzaak, Bahasa Latin

causa) ini dimaksudkan tiada lain daripada ini perjanjian. 35 Jadi,

yang dimaksud dengan sebab atau causa dari suatu perjanjian

adalah isi perjanjian itu sendiri. Setiap perjanjian semestinya

memenuhi keempat syarat diatas supaya sah. Perjanjian yang tidak

memenuhi keempat syarat tersebut mempunyai beberapa

kemungkinan. Jika suatu perjanjian tidak memenuhi dua syarat

yang pertama atau syarat subjektif maka salah satu pihak

mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian dibatalkan.

Pihak yang meminta pembatalan adalah pihak yang tidak cakap

atau pihak yang telah memberikan sepakat secara tidak bebas.

Sementara itu, perjanjian yang tidak memenuhi syarat objektif

mengakibatkan perjanjian itu batal demi hukum (null and woid).

Perjanjian semacam ini sejak semula dianggap tidak pernah ada.

Oleh karena itu, para pihak tidak mempunyai dasar untuk saling

menuntut.36

E. Berakhirnya Perjanjian

35
Budiman N. P. D. Sinaga, Hukum Kontrak & Penyelesaian Sengketa dari Perspektif
Sekretaris, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm, 18.
36
Ibid

45
Suatu perjanjian akan berakhir apabila segala perikatan yang

timbul dari perjanjian tersebut telah hapus seluruhnya, berakhirnya

perikatan tidak dengan sendirinya mengakibatkan berakhirnya

perjanjian, sedangkan berakhirnya perjanjian dengan sendirinya

mengakibatkan berakhirnya perikatan, dengan berakhirnya suatu

perjanjian maka perikatan-perikatan yang terdapat dalam perjanjian

akan secara otomatis berakhir.

Berdasarkan Pasal 1381 KUHPerdata, berakhirnya atau

hapusnya perjanjian karena hal-hal sebagai berikut :

1. Pembayaran

Pembayaran yang dimaksud pada bagian ini berbeda dari istilah

pembayaran yang dipergunakan dalam percakapan sehari-hari,

karena pembayaran dalam pengertian sehari-hari harus dilakukan

dengan menyerahkan uang sedangkan menyerahkan barang selain

uang tidak disebut sebagai pembayaran, tetapi pada bagian ini

yang dimaksud dengan pembayaran ialah segala pemenuhan

prestasi.

2. Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti dengan Penyimpanan atau

Penitipan.

46
Apabila seorang kreditor menolak pembayaran yang dilakukan

oleh debitur, debitur dapat malakukan penawaran pembayaran

tunai atas uangnya, dan jika kreditur masih menolak, debitur dapat

menitipkan uang atau barangnya di pengadilan. Penawaran

pembayaran yang diikuti dengan penitipan uang atau barang di

pengadilan, membebaskan debitur dan berlaku baginya sebagai

pembayaran asal penawaran itu dilakukan berdasarkan undang-

undang, dan apa yang dititipkan itu merupakan atas tanggungan si

kreditor.

3. Pembaruan Utang

Pembaruan Utang pada dasarnya merupakan penggatian objek atau

subjek kontrak lama dengan objek atau subjek kontrak yang baru.

Macam-macam pembaharuan utang adalah sebagai berikut:

a. Penggatian objek kontrak

b. Penggantian debitur

c. Penggantian kreditor

4. Perjumpaan Utang atau Kompensasi

Perjumpaan utang atau kompensasi ini terjadi jika antara dua pihak

saling berutang antara satu dan yang lain, sehingga apabila utang

tersebut masing-masing diperhitungkan dan sama nilainya, kedua

47
belah pihak akan bebas dari utangnya. Perjumpaan utang ini terjadi

secara hukum walaupun hal ini tidak diketahui oleh si debitur.

Perjumpaan ini hanya dapat terjadi jika utang terebut berupa uang

atau barang habis karena pemakaian yang sama jenisnya serta

dapat ditetapkan dan jatuh tempo.

5. Percampuran Utang

Apabila kedudukan kreditor dan debitur berkumpul pada satu

orang, utang tersebut hapus demi hukum. Dengan demikian,

percampuran utang tersebut juga dengan sendirinya menghapuskan

tanggung jawab penanggung utang. Namun sebaliknya, apabila

percampuran utang terjadi pada penanggung utang, tidak dengan

sendirinya menghapuskan utang pokok. Demikian pula

percampuran utang terhadap salah seorang dari piutang tanggung

-menanggung tersebut tidak dengan sendirinya menghapuskan

utang kawan-kawan berutangnya.

6. PembebasanUtang

Pembebasan Utang bagi kreditur tidak dipersangkakan, tetapi

harus dibuktikan, karena jangan sampai utang tersebut sudah

cukup lama tidak ditagih, debitur menyangka bahwa terjadi

pembebasan utang. Dengan pengembalian sepucuk tanda piutang

48
asli secara sukarela oleh kreditor, maka hal itu sudah merupakan

suatu bukti tentang pembebasan utangnya bahkan terhadap orang

lain yang turut berutang secara tanggung-menanggung.

7. Musnahnya Barang yang Terutang

Jika suatu barang tertentu yang dijadikan objek perjanjian musnah,

tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang, hapuslah

perikatannya, kecuali kalau hal tersebut terjadi karena kesalahan

debitur atau debitur telah lalai menyerakan sesuai dengan waktu

yang telah ditentukan.

8. Kebatalan atau Pembatalan

Kebatalan atau batal demi hukum suatu kontrak terjadi jaika

perjanjian tersebut tidak memenuhi syarata objektif dari syarat

sahnya kontrak, yaitu “suatu hal tertentu” dan “sebab yang halal”.

Jadi, apabila kontrak itu objeknya tidak jelas atau bertentangan

dengan undang-undang, ketertiban umum, atau kesusilaan, maka

kontrak tersebut batal demi hukum.

9. Berlakunya Syarat Batal

Hapusnya perikatan yang diakibatkan oleh berlakunya syarat batal

berlaku jika kontrak yang dibuat oleh para pihak dibuat dengan

syarat tangguh atau syarat batal.Karena apabila kontrak tersebut

49
dibuat dengan syarat tangguh dan nyatanya syarat yang dijadikan

syarat penangguhan tersebut tidak terpenuhi, kontrak tersebut

dengan sendirinya batal.

10. Kadaluwarsa

Kadaluwarsa atau lewat waktu juga dapat megakibatkan hapusnya

kontrak antara para pihak.Hal ini diatur dalam BW Pasal 1967 dan

seterusnya.

2.2 Perikatan Dasar Dalam Pengangkutan

A. Perjanjian Pengangkutan

Dalam Penyelenggaraan pengangkutan sangat diperlukan

adanya suatu Perjanjian, dimana perjanjian merupakan sumber

terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari

perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat

perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang - undang

dibuat atas dasar kehendak yang berhubungan dengan perbuatan

manusia yang terdiri dari dua pihak.37

Didalam Kegiatan Transportasi, Perjanjian yang digunakan

adalah perjanjian timbal balik, Artinya bahwa kedua belah pihak

pengangkut dan penumpang masing masing mempunyai kewajiban


37
Suharnoko, Op. Cit, hlm.117

50
sendiri. Dimana kewajiban pihak pengangkutan adalah

menyelenggarakan pengangkutan dari suatu tempat tujuan ke tempat

tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan kewajiban pihak

penumpang ialah membayar uang angkutan sebagai kontra prestasi

dari penyelenggara pengangkutan yang dilakukan oleh pengangkut.38

Secara umum perjanjian telah diatur dalam Buku Ketiga Kitab

Undang- undang Hukum perdata (KUHPerdata) yaitu tentang

perikatan. Perjanjian menurut pasal 1313 KUHPerdata adalah “

Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Sedangkan

angkutan adalah suatu keadaan pemindahan orang dan atau barang dari

suatu tempat lain dengan suatu tujuan tertentu, baik untuk memperoleh

nilai tambah untuk barang/komersial maupun untuk tujuan

nonkomersial.39

Dalam perjanjian pengangkutan terdapat beberapa unsur yang

harus diketahui40 yaitu :

1. Sifat Perjanjian adalah timbal balik baik diantara

pengangkut dengan penumpang atau pengirim barang ,


38
Uli Sinta, Pengangkutan:Suatu tinjauan Hukum multimoda Transport, Angkutan Laut,
Angkutan darat, dan angkutan udara Cet.ke 1, ( Medan: Usupress, 2006), hlm.62
39
E.Suherman, Aneka Masalah Hukum Kedirgantaraan (Bandung, Sinar Grafika, 2002),
hlm.293
40
Siti Nurbaiti,Hukum pengangkutan darat : jalan dan kereta api, (Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada, 2009), hlm.14

51
2. Penyelenggaraan pengangkutan didsarkan pada perjanjian

3. Istilah menyelenggarakan pengangkutan berarti

pengangkutan tersebut dapat dilakukan sendiri oleh

pengangkut atau dilakukan oleh orang lain atas perintahnya

4. Tempat Tujuan dalam pengangkutan barang, berarti barang

dapat diterima oleh pengirim sendiri atau orang lain

5. Istilah dengan selamat, mengandung arti apabila

pengangkutan tidak berjalan dengan selamat, maka

pengangkut harus bertanggung jawab untuk membayar

ganti kerugian kepada pengirim barang atau penumpang.

Jenis perjanjian dapat dikenal dengan adanya perjanjian

sepihak dan perjanjian timbal balik. Perjanjian sepihak merupakan

perjanjian dimana pihak yang satu mempunyai kewajiban dan pihak

lain mempunyai hak. Sedangkan perjanjian timbal balik merupakan

perjanjian yang membebankan hak dan kewajiban kepada kedua belah

pihak. Perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik,

dalam arti pengangkut mengikatkan diri untuk mengangkut

penumpang sampai di tempat tujuan dengan selamat, sedangkan

penumpang bersedia akan membayar biaya .

52
Secara Umum dalam Perjanjian pengangkutan antara

pengangkut dengan pengguna jasa, terkandung syarat-syarat umum

angkutan yang meliputi hak dan kewajiban di antara mereka,

diantaranya adalah41 :

1. Hak pengguna jasa angkutan untuk memperoleh pelayanan

sesuai dengan tingkat pelayanan yang disepakatinya,

misalnya Pemegang tiket tertentu akan memperoleh tingkat

pelayanan yang sesuai dengan tiket yang dimilikinnya,

begitu juga dengan pengirim barang, jika ingin barang

cepat tiba di tempat tujuan, maka ongkos barangnya pun

akan bertambah mahal. Sedangkan kewajibannya adalah

membayar biaya angkutan sesuai dengan tingkat pelayanan

yang dikehendakinya.

2. Kewajiban pengangkut adalah mengangkut penumpang

yang telah memiliki tiket atau pengiriman barang yang

telah memiliki dokumen angkutan, sesuai dengan tingkat

pelayanan yang disepakati sampai di tempat tujuan dengan

selamat dan berkewajiban membayar ganti kerugian sesuai

dengan syarat-syarat umum yang telah disepakati kepada

pengguna jasa serta memberikan pelayanan dalam batas-


41
Siti Nurbaiti, Op. Cit, hlm. 23

53
batas kewajaran sesuai dengan kemampuannya, sedangkan

hak pengangkut adalah berhak atas biaya angkut.

Dalam Penyelenggaran pengangkutan Tiket/Karcis sangatlah

penting dalam perjanjian pengangkutan karna merupakan bukti

terjadinya pengangkutan dan pembayaran biaya angkutan. Namun

dalam praktek pengangkutan itu sendiri khususnya pengangkutan

orang dengan angkutan kota bahwa terjadinya perjanjian

pengangkutan biasanya tidak harus dibuktikan dengan adanya

Tiket/karcis penumpang. Menurut Purwosutjipto, Karcis penumpang

atau dokumen angkutan bukanlah syarat mutlak adanya perjanjian

pengangkutan, tidak adanya karcis penumpang perjanjian

pengangkutan tidak akan batal.42

Mengenai kebiasaan yang hidup dalam praktek pengangkutan

tersebut dianggap sebagai hukum perdata yang tidak tertulis, yaitu

perbuatan yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Berupa kewajiban sebagaimana seharusnya pihak-pihak

harus berbuat;

2. Tidak bertentangan dengan UU atau kepatutan;

42
Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang, jilid 3, Hukum Pengangkutan, (Jakarta,
Djambatan, 2003), hlm. 10

54
3. Diterima oleh pihak-pihak karena adil dan masuk

akal(logis)

4. Menuju pada akibat hukum yang dikehendaki oleh para

pihak43

B. Asas-Asas Hukum Pengangkutan

Dalam setiap undang-undang yang dibuat, biasanya dikenal

sejumlah asas atau prinsip yang mendasari diterbitkannya undang-

undang tersebut. Asas-asas hukum merupakan pondasi suatu undang-

undang dan peraturan pelaksananya. Mertokusumo menyatakan bahwa

asas hukum bukan merupakan hukum konkrit, melainkan merupakan

pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar belakang

peraturan yang konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap

sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan

putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan

dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum dalam peraturan

konkrit tersebut.44

43
AbdulKadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat Dan Udara, Cetakan pertama,
(Bandung, aditya bakti, 1991), hlm. 86
44
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Liberty, 2003),
hlm. 34.

55
Di dalam hukum pengangkutan juga terdapat asas-asas hukum.

Asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofis yang

diklasifikasikan menjadi dua, yaitu asas hukum publik dan asas hukum

perdata. Berikut uraian kedua asas hukum pengangkutan tersebut.

a. Asas yang Bersifat Publik

Asas yang bersifat publik merupakan landasan hukum

pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak, yaitu

pihak-pihak dalam pengangkutan, pihak ketiga yang

berkepentingan dengan pengangkutan, dan pihak pemerintah

(penguasa). Asas bersifat publik terdiri atas:45

1) Asas Manfaat

Makna dari asas ini yaitu bahwa setiap pengangkutan

harus dapat memberikan nilai guna yang sebesar-besarnya bagi

kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat, dan

pengembangan peri kehidupan yang berkesinambungan bagi

warga negara.

2) Asas Usaha Bersama dan Kekeluargaan

Makna dari asas ini yaitu bahwa setiap

penyelenggaraan usaha pengangkutan dilaksanakan untuk

45
Muhammad Abdulkadir, Hukum Pengangkutan Niaga, (Bandung: Penerbit PT Citra Aditya
Bakti, 2013), hlm. 12

56
mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa yang dalam kegiatannya

dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai

semangat kekeluargaan.

3) Asas Adil dan Merata

Makna dari asas ini yaitu bahwa setiap

penyelenggaraan pengangkutan harus dapat memberikan

pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan

masyarakat, dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.

4) Asas Keseimbangan

Makna dari asas ini yaitu bahwa setiap

penyelenggaraan pengangkutan harus dengan keseimbangan

yang serasi antara sarana dan prasarana, antara kepentingan

pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan

masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan

internasional.

5) Asas Kepentingan Umum

Makna dari asas ini yaitu bahwa setiap

penyelenggaraan pengangkutan harus lebih mengutamakan

kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas.

6) Asas Keterpaduan

57
Makna dari asas ini yaitu bahwa setiap

penyelenggaraan pengangkutan harus merupakan kesatuan

yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan salinng

mengisi, baik intra maupun antarpengangkutan.

7) Asas Tegaknya Hukum

Makna dari asas ini yaitu bahwa pemerintah wajib

menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan

kepada setiap warga negara Indonesia agar selalu sadar dan taat

pada hukum dalam penyelenggaraan pengangkutan.

8) Asas Percaya Diri

Makna dari asas ini yaitu bahwa setiap

penyelenggaraan pengangkutan harus berlandaskan pada

kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri

sertabersendikan kepribadian bangsa.

9) Asas Keselamatan Penumpang

Makna dari asas ini yaitu bahwa setiap

penyelenggaraan pengangkutan penumpang harus disertai

dengan asuransi kecelakaan dan/atau asuransi kerugian lainnya.

Asuransi kecelakaan termasuk dalam lingkup asuransi sosial

yang bersifat wajib. Keselamatan penumpang tidak hanya

58
diserahkan pada perlindungan asuransi, tetapi juga

penyelenggara perusahaan pengangkutan harus berupaya

menyediakan dan memelihara alat pengangkut yang memenuhi

standar26 keselamatan sesuai dengan ketentuan undang-

undang dan konvensi internasional.

b. Asas yang Bersifat Perdata

Asas yang bersifat perdata merupakan landasan hukum

pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak

dalam pengangkutan niaga, yaitu pengangkut dan penumpang atau

pengirim barang. Asas bersifat perdata terdiri atas:46

1) Asas Konsensual

Makna dari asas ini yaitu bahwa perjanjian

pengangkutan tidak diharuskan dalam bentuk tertulis, sudah

cukup dengan kesepakatan pihak-pihak. Akan tetapi, untuk

menyatakan bahwa perjanjian itu sudah terjadi atau sudah ada

harus dibuktikan dengan atau didukung oleh dokumen

pengangkutan.

2) Asas Koordinatif

46
Ibid.

59
Makna dari asas ini yaitu bahwa pihak-pihak dalam

pengangkutan mempunyai kedudukan setara atau sejajar, tidak

ada pihak yang mengatasi atau membawahi yang lain.

Walalupun pengangkut menyediakan jasa dan melaksanakan

perintah penumpang/pengirim barang, pengangkut bukan

bawahan penumpang/pengirim barang. Pengangkutan adalah

perjanjian pemberian kuasa.

3) Asas Campuran

Makna dari asas ini yaitu bahwa pengangkutan

merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberi

kuasa, penyimpanan barang, dan melakukan pekerjaan dari

pengirim kepada pengangkut. Ketentuan ketiga jenis perjanjian

ini berlaku pada pengangkutan, kecuali jika ditentukan lain

dalam perjanjian pengangkutan.

4) Asas tanpa Hak Retensi

Makna dari asas ini yaitu bahwa pengangkut tidak

menggunakan hak retensi (hak menahan barang). Penggunaan

hak retensi bertentangan dengan tujuan dan fungsi

60
pengangkutan. Pengangkut hanya mempunyai kewajiban

menyimpan barang atas biaya pemiliknya.

5) Asas Pembuktian dengan Dokumen

Makna dari asas ini yaitu bahwa setiap pengangkutan

selalu dibuktikan dengan dokumen angkutan. Tidak ada

dokumen angkutan berarti tidak ada perjanjian pengangkutan,

kecuali jika kebiasaan yang sudah berlaku umum, misalnya

pengangkutan dengan angkutan kota (angkot) tanpa tiket karcis

penumpang.

Diharapkan calon dan pengusaha pengangkutan mempunyai

kesadaran dalam memperjuangkan berlakunya asas-asas dalam

pengangkutan ini, sehingga dunia usaha pengangkutan nasional di

Indonesia dapat berjalan baik, seimbang antara pengusaha,

masyarakat, dan pemerintah, serta saling menguntungkan,

masyarakat memberikan penghasilan bagi pengusaha, pengusaha

memberikan fasilitas yang aman dan lancar, dan pemerintah

mendapatkan penghasilan dari pajak pengusaha.

2.3 Wanprestasi

61
Perikatan yang bersifat timbal balik senantiasa menimbulkan

sisi aktif dan sisi pasif. Sisi aktif menimbulkan hak bagi kreditor untuk

menuntut pemenuhan prestasi, sedangkan sisi pasif menimbulkan

beban kewajiban bagi kreditur untuk melaksanakan prestasinya. Pada

situasi normal antara prestasi dan kontrak prestasi akan saling

bertukar, namun pada kondisi tertentu pertukaran prestasi tidak

berjalan sebagaimana mestinya sehingga muncul peristiwa yang

disebut wanprestasi. Pelanggaran hak-hak kontraktual tersebut

menimbulkan kewajiban ganti rugi berdasarkan wanprestasi,

sebagaimana diatur dalam Pasal 1236 BW (untuk prestasi memberikan

sesuatu) dan Pasal 1239 BW (untuk prestasi berbuat sesuatu).

Selanjutnya, terkait dengan wanprestasi tersebut Pasal 1243 BW

menyatakan, bahwa :

Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak terpenuhinya suatu


perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah di
nyatakan lalai memenuhi periktannya, tetap melalaikannya, atau
jika suatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat
diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah
dilampauinya.

Wanprestasi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan

somasi. Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan

62
kewajiban sebagaimmana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat

antara kreditor dan debitor.47

Seorang debitor baru dapat dikatakan wanprestasi apabila telah

diberikan somasi oleh kreditor atau juru sita. Somasi itu minimal telah

dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditor atau juru sita. Apabila somasi

itu tidak diindahkannya, maka kreditor berhak membawa persoalan itu ke

pengadilan. Dan pengadilanlah yang akan menentukan apakah debitor

wanprestasi atau tidak.

Dengan adanya wanprestasi, pihak kreditor yang dirugikan sebagai

akibat kegagalan pelaksanaan kontrak oleh pihak debitur mempunyai hak

gugat dalam upaya menegakkan hak-hak kontraktualnya. Hal ini

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1267 BW yang menyatakan bahwa :

Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih :

memaksa pihak yang lain untuk memenuhi kontrak, jika hal itu masih

dapat dilakukan atau menuntut pembatalan persetujuan, dengan

penggantian biaya kerugian dan bunga.

Berdasarkan pasal inilah sehingga banyak sarjana menguraikan

pilihan tuntutan kreditor tersebut menjadi lima kemungkinan tuntutan

yaitu :

47
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta : Sinar Grafika, 2001),
hlm180.

63
1. Pemenuhan perjanjian,

2. Pemenuhan perjanjian disertai ganti kerugian,

3. Ganti kerugian saja,

4. Pembatalan perjanjian,

5. Pembatalan perjanjian disertai ganti kerugian.48

48
Ahmadi Miru, Hukum Perikatan : Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW, (Jakarta
: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm.30

64
BAB III

TINJAUAN TENTANG TRANSPORTASI

3.1 Pengertian Transportasi

Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan

penumpang dari suatu tempat ketempat lain.

Unsur-unsur transportasi meliputi:

1. Manusia yang membutuhkan

2. Barang yang dibutuhkan

3. Kendaraan sebagai alat atau sarana

4. Jalan dan terminal sebagai prasarana transportasi

5. Organisasi (pengelola transportasi)

Transportasi sebagai dasar untuk pembangunan ekonomi dan

perkembangan masyarakat serta pertumbuhan industrilisasi. Dengan adanya

transportasi menyebabkan adanya speialisasi atau pembagian pekerjaan

menurut keahlian sesuai dengan budaya, adat istiadat dan budaya suatu

65
bangsa dan daerah kebutuhan akan angkutan tergantung fungsi bagi

penggunaan seseorang.49

A. Pengertian Angkutan Umum

Angkutan pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang

dan atau barang dari satu tempat ke tempat yang lain. Tujuannya

membantu orang atau kelompok orang menjangkau berbagai tempat yang

dikehendaki atau mengirimkan barang dari tempat asalnya ke tempat

tujuannya. Prosesnya dapat dilakukan dengan menggunakan sarana

angkutan berupa kendaraan. Sementara Angkutan Umum Penumpang

adalah angkutan penumpang yang menggunakan kendaraan umum yang

dilakukan dengan sistem sewa atau bayar. Termasuk dalam pengertian

angkutan umum penumpang adalah angkutan kota (bus, minibus, dsb),

kereta api, angkutan air, dan angkutan udara.

Angkutan umum bersifat massal sehingga biaya angkut dapat

dibebankan kepada lebih banyak orang atau penumpang yang

menyebabkan biaya per penumpang dapat ditekan serendah mungkin.

Karena merupakan angkutan massal, perlu ada kesamaan diantara para

penumpang, antara lai kesamaan asal dan tujuan. Kesamaan ini dicapai

49
Rustian Kamaluddin., Ekonomi Transportasi (Karakteristik, Teori, dan Kebijakan),
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), hlm 47

66
dengan car pengumpulan di terminal dan atau tempat perhentian.

Kesamaa tujuan tidak selalu berarti kesamaan maksud. Angkutan umum

massal atau masstransit memiliki trayek dan jadwal keberangkatan yang

tetap. Pelayanan angkutan umum penumpang akan berjalan dengan baik

apabila tercipta keseimbangan antara ketersediaan dan permintaan.

B. Peranan Angkutan Umum

Angkutan umum berperan dalam memenuhi kebutuhan manusia

akan pergerakan ataupun mobilitas yang semkin meningkat, untuk

berpindah dari suatu tempat ke tempat lain yang berjarak dekat,

mencegah ataupun jauh. Angkutan umum juga berperan dalam

pengendalian lalu lintas, penghematan bahan bakar atau energy, dan

juga perencanaan dan pengembangan wilayah.

Esensi dari operasional angkutan umum adalah memberikan

layanan angkutan yang baik dan layak bagi masyarakat dalam

menjalankan kegiatannya, baik untuk masyarakat yang mampu memiliki

kendaraan pribadi sekalipun, dan terutama bagi masyarakat yang

terpaksa harus menggunakan angkutan umum. Ukuran pelayanan

angkutan umum yang baik adalah pelayanan yang aman, cepat, murah,

dan nyaman.

67
Beberapa fungsi transportasi yaitu:

a. Melancarkan arus barang dan manusia

b. Menunjang perkembangan dan pembangunan, menunjang dan

perangsang pemberian jasa bagi perkembangan perekonomian

C. Pengertian Pengangkutan

Kata ‘pengangkutan’ berasal dari kata dasar ‘angkut’ yang

berarti mengangkat dan membawa. Dalam kamus hukum tercantum

bahwa, pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut

dengan pengirim, di mana pengangkut mengikatkan diri untuk

menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu

tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim

mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.50

Pengangkutan berdasarkan Undang Undang No. 22 Tahun

2009 Tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah perpindahan

orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan.

Terdapat beberapa pendapat mengenai pengertian

pengangkutan dari para sarjana, diantaranya:

50
Setiawan Widagdo, Kamus Hukum, (Jakarta: PT. Prestasi Pustaka, 2012), hlm.413

68
b. Menurut Lestari Ningrum, pengangkutan adalah rangkaian

kegiatan (peristiwa) pemindahan penumpang dan/atau barang

dari satu tempat pemuatan (embargo) ke tempat tujuan

(disembarkasi) sebagai tempat penurunan penumpang atau

pembongkaran barang muatan. Rangkaian peristiwa

pemindahan tersebut meliputi kegiatan:51

1) Dalam arti luas

1) Memuat penumpang dan/atau barang ke dalam alat

pengangkut.

2) Membawa penumpang dan/atau barang ke tempat

tujuan.-Menurunkan penumpang atau membongkar

barang di tempat tujuan.

2) Dalam arti sempit-kegiatan membawa penumpang dan/atau

barang dari stasiun/terminal/pelabuhan/bandara tempat

tujuan.

c. Menurut Abdulkadir Muhammad, pengangkutan adalah proses

kegiatan membawa barang atau penumpang dari tempat

pemuatan ke tempat tujuan dan menurunkan barang atau

51
Lestari Ningrum, Usaha Perjalanan Wisata Dalam Perspektif Hukum Bisnis, (Bandung:
Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2004), hlm. 134.

69
penumpang dari alat pengangkutan ke tempat yang

ditentukan.52

d. Menurut A. Abdurrachman, yang dimaksud dengan

pengangkutan pada umumnya adalah pengangkutan barang

atau orang dari satu tempat ke tempat lain, alat- alat fisik yang

digunakan untuk pengangkutan semacam itu termasuk

kendaraan dan lain-lain.53

Berdasarkan pendapat para sarjana tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa pengangkutan adalah kegiatan pemindahan

penumpang dan/atau barang dengan menggunakan sarana angkut dari

suatu tempat tertentu ke tempat tujuan tertentu dengan imbalan jasa

dari pengirim atau penumpang sebagai harga dari pengangkutan

tersebut.

D. Jenis–Jenis Pengangkutan

1. Pengangkutan Darat

Pengangkutan darat dapat dilakukan dengan menggunakan

kereta api dan kendaraan umum, yang pengaturannya terdapat

dalam:

52
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara, (Bandung:
Penerbit PT. Citra Aditya Bakti,1991), hlm. 19
53
Abdurrachman, Ensiklopedia Ekonomi-Keuangan-Perdagangan, Inggris-Indonesia,
(Jakarta: Pradnya Paramita, 1982), hlm. 1113

70
1) Kitab Undang- Undang Hukum Dagang (KUHD), yakni dalam

Buku I Bab V bagian 2 dan 3, mulai Pasal 90 sampai dengan Pasal

98. Dalam bagian tersebut diatur sekaligus pengangkutan darat dan

perairan darat, namun hanyakhusus mengenai pengangkutan

barang.

2) Peraturan perundang-undangan, yakni Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (penggantiUndang-Undang

Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian) dan Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan (pengganti Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan).

2. Pengangkutan Laut

Pengangkutan laut dapat dilakukan dengan menggunakan kapal,

yang pengaturannya terdapat dalam:

1) KUHD, dalam Buku II Bab V tentang Perjanjian Charter Kapal,

Buku II Bab VA tentang Pengangkutan Barang-barang, dan Buku

II Bab VB tentang Pengangkutan Orang.

2) Peraturan perundang-undangan, yakni Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2008 tentang Pelayaran (pengganti Undang-Undang Nomor

21 Tahun 1992 tentang Pelayaran).

71
3. Pengangkutan Udara

Pengangkutan udara dapat dilakukan dengan menggunakan

pesawat udara, yang pengaturannya terdapat dalam Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (pengganti Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan).

E. Fungsi dan Tujuan Pengangkutan

Pada dasarnya kegiatan pengangkutan memiliki fungsi dan

tujuan sebagai berikut:54

a. Fungsi Pengangkutan

Fungsi pengangkutan ialah memindahkan barang atau orang

dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan maksud untuk

meningkatkan daya guna dan nilai.

b. Tujuan Pengangkutan

Pengangkutan diselenggarakan dengan tujuan untuk

membantu memindahkan barang atau manusia dari satu tempat ke

tempat lain secara efektif dan efisien. Dikatakan efektif karena

perpindahan barang atau orang tersebut dapat dilakukan sekaligus

atau dalam jumlah yang banyak sedangkan dikatakan efisien

54
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia III: Hukum
Pengangkutan, (Jakarta: Djambatan, 2003), hlm. 1

72
karena dengan menggunakan pengangkutan perpindahan itu

menjadi relatif singkat atau cepat dalam ukuran jarak dan waktu

tempuh dari tempat awal ke tempat tujuan.

F. Subjek Hukum dalam Pengangkutan

Subjek hukum pengangkutan dapat berstatus badan hukum,

persekutuan bukan badan hukum, dan perseorangan. Subjek hukum

pengangkutan adalah pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan

hukum pengangkutan, yaitu pihak-pihak dalam perjanjian

pengangkutan, antara lain:55

a. Pengangkut

Pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk

menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau penumpang.

Dapat berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan

Usaha Milik Swasta (BUMS), ataupun perorangan yang berusaha

di bidang jasa pengangkutan. Ciri dan karakteristik pengangkut,

antara lain:

1) Perusahaan penyelenggaraan angkutan.

2) Menggunakan alat pengangkut mekanik.

3) Penerbit dokumen angkutan.


55
Lestari Ningrum, Op.Cit, hlm. 140

73
b. Pengirim (Consigner, Shipper)

Pengirim adalah pihak yang mengingatkan diri pada

perjanjian pengangkutan untuk dapat membayar biaya angkutan

atas barang yang diangkut. Pengirim yang tidak mengambil

barangnya dari tempat penyimpanan yang ditetapkan dalam jangka

waktu yang ditetapkan, dikenakan biaya penyimpanan barang.

Apabila ada keterlambatan pemberangkatan oleh pengangkut,

pengangkut wajib membayar ganti rugi sejumlah biaya angkut

yang telah dibayar oleh pengirim. Ciri dan karakteristik pengirim,

antara lain:

1) Pemilik barang yang berstatus pihak dalam perjanjian.

2) Membayar biaya angkutan.

3) Pemegang dokumen angkutan.

c. Penumpang (Passanger)

Penumpang adalah orang yang mengikatkan diri untuk

membayar biaya angkutan atas dirinya yang diangkut atau semua

orang/badan hukum pengguna jasa angkutan, baik darat, laut,

maupun udara. Ciri dan karakteristik penumpang, antara lain:

1) Orang yang berstatus pihak dalam perjanjian.

2) Membayar biaya angkutan.

74
3) Pemegang dokumen angkutan.

d. Ekspeditur

Ekspeditur adalah orang/badan hukum yang pekerjaannya

mencarikan pengangkut barang di darat atau di perairan untuk

kepentingan pengirim. Ekspeditur adalah pengusaha yang

menjalankan perusahaan di bidang usaha ekspedisi muatan barang,

seperti ekspedisi muatan kereta api, ekspedisi muatan kapal laut

dan ekspedisi muatan pesawat udara. Ekspeditur mengurus

berbagai macam dokumen dan formalitas yang berlaku guna

memasukkan dan/atau mengeluarkan barang dari alat angkut atau

gudang stasiun/ pelabuhan/bandara. Ciri dan karakteristik

ekspeditur, antara lain:

1) Perusahaan perantara pencari pengangkut barang.

2) Bertindak untuk dan atas nama pengirim.

3) Menerima provisi dari pengirim.

e. Agen Perjalanan (Travel Agent)

Agen perjalanan adalah pihak yang mencarikan penumpang

bagi pengangkut. Agen perjalanan ini bertindak atas nama

pengangkut dan menyediakan fasilitas angkutan kepada

75
penumpang dengan cara menjual tiket/karcis kepada penumpang

dan penumpang membayar biaya angkutan yang kemudian oleh

agen perjalanan disetorkan kepada pengangkut dan pihak agen

perjalanan mendapat provisi dari pihak pengangkut. Hubungan

hukum yang terjadi adalah pemberian kuasa keagenan (contract of

representative agency). Ciri dan karakteristik agen perjalanan,

antara lain:

1) Perusahaan perantara pencari penumpang.

2) Bertindak untuk dan atas nama pengangkut.

3) Menerima provisi dari pengangkut.

f. Perusahaan Muat Bongkar (Stevedoring)

Perusahaan muat bongkar adalah perusahaan yang

menjalankan bisnis bidang jasa pemuatan barang ke kapal

(loading) dan pembongkaran barang dari kapal (Unloading).

Perusahaan ini merupakan perusahaan yang berdiri sendiri atau

dapat juga merupakan bagian dari perusahaan pengangkut. Apabila

perusahaan muat bongkar merupakan bagian dari perusahaan

pengangkut, dari segi hukum pengangkutan, perbuatan muat

bongkar adalah perbuatan pengangkut dalam penyelenggaraan

pengangkutan dan segala perbuatan melawan hukum yang

76
dilakukan oleh pengusaha muat bongkar dan pekerjanya

merupakan tanggung jawab pengangkut.

Apabila perusahaan muat bongkar merupakan perusahaan

yang berdiri sendiri, perbuatannya dapat sebagai pelaksanaan

pemberian kuasa dari pengirim dalam hal pemuatan atau

pelaksanaan pemberian kuasa dari penerima dalam hal

pembongkaran

g. Perusahaan Pergudangan (Warehousing)

Perusahaan pergudangan adalah perusahaan yang bergerak

di bidang bisnis jasa penyimpanan barang di dalam gudang

pelabuhan selama barang yang bersangkutan menunggu pemuatan

ke dalam kapal atau menunggu pengeluarannya dari gudang

pelabuhan yang berada di bawah pengawasan Dinas Bea dan

Cukai. Ada tiga macam gudang, yaitu:

1) Gudang bebas adalah gudang penyimpanan/penimbunan

barang yang sudah bebas dari segala kewajiban dan

pemeriksaan Dinas Bea dan Cukai.

2) Gudang entrepot adalah gudang penyimpanan/penimbunan

barang yang belum diketahui status dan tujuannya serta berada

77
di bawah pengawasan Dinas Bea dan Cukai karena tidak

dipenuhinya kewajiban oleh importirnya.

3) Gudang pabean adalah gudang penyimpanan/penimbunan

barang yang baru saja diturunkan dari kapal atau yang segera

akan dimuat ke kapal.

h. Penerima (Consignee )

Penerima adalah pengirim yang dapat diketahui dari

dokumen pengangkutan. Dapat berupa pembeli/importir atau pihak

yang memperoleh kuasa atau pengirim. Ciri dan karakteristik

penerima, antara lain:

1) Perusahaan atau perseorangan yang memperoleh hak dari

pengirim barang.

2) Dibuktikan dengan penguasaan dokumen angkutan.

3) Membayar atau tanpa membayar biaya angkutan.

G. Objek Hukum dalam Pengangkutan

Objek adalah segala sasaran yang digunakan untuk mencapai

tujuan hukum pengangkutan, yaitu terpenuhinya hak dan kewajiban

pihak-pihak secara benar, adil, dan bermanfaat. Objek hukum

pengangkutan terdiri atas:56


56
ibid

78
a. Barang Muatan (Kargo) Barang muatan yang dimaksud adalah

barang yang sah dan dilindungi oleh undang-undang, yaitu:

1) Barang sandang

2) Barang pangan

3) Barang rumah tangga

4) Barang pendidikan

5) Barang pembangunan

6) Hewan

b. Alat Pengangkut

Sebagai pengusaha yang menjalankan perusahaan angkutan,

pengangkut memiliki alat pengangkut sendiri atau menggunakan

alat pengangkut milik orang lain dengan perjanjian sewa. Alat

pengangkut terdiri dari :

1) Kereta Api

Kereta api adalah kendaraan dengan tenaga gerak,

bak berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan

kendaraan lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di

jalan rel. menurut kegunaannya, kereta api digolongkan

menjadi dua,yaitu:

79
a) Kereta api barang yang digunakan khusus untuk

mengangkut barang.

b) Kereta api penumpang yang digunakan khusus

untuk mengangkut penumpang.

2) Kendaraan Umum

Kendaraan umum adalah alat yang dapat bergerak

di jalan, terdiri dari kendaraan bermotor dan kendaraan

tidak bermotor yang digerakkan oleh peralatan teknik yang

berada pada kendaraan itu dan dipungut bayaran bagi yang

menggunakan fasilitas ini. Kendaraan umum wajib

dilakukan pendaftaran, tujuannya adalah untuk:

a) Mengumpulkan data yang dapat digunakan

untuk tertib administrasi, pengendalian

kendaraan yang dioperasikan di Indonesia.

b) Mempermudah penyidikan pelanggaran atau

kejahatan yang menyangkut kendaraan yang

bersangkutan serta dalam rangka perencanaan,

rekayasa, dan manajemen lalu lintas dan

angkutan jalan.

80
c) Memenuhi kebutuhan data lainnya dalam

rangka perencanaan pembangunan nasional.

3) Kapal Niaga

Kapal niaga adalah kendaraan air dengan bentuk

dan jenis apa pun, yang digerakkan dengan tenaga

mekanik, termasuk kendaraan yang berdaya dukung

dinamis. Beberapa jenis kapal niaga, yaitu:

a) Kapal yang digerakkan dengan tenaga mekanik

adalah kapal yang mempunyai penggerak mesin

(kapal motor, kapal uap).

b) Kapal yang berdaya dukung dinamis adalah

jenis kapal yang dapat dioperasikan di

permukaan air atau di atas permukaan air

dengan menggunakan daya dukung dinamis

yang diakibatkan oleh kecepatan dan/atau

rancang bangun kapal itu sendiri (jet foil).

c) Kapal penumpang (passanger ship) adalah

kapal yang dibangun khusus untuk mengangkut

penumpang. Kapal ini terdiri dari beberapa

geladak dan tiap geladak terdiri dari kamar

81
d) kamar penumpang berbagai kelas, sepertiKapal

Kambuna dan Kerinci.

e) Kapal barang penumpang (cargo-passanger

ship) adalah kapal yang dibangun untuk

mengangkut barang dan penumpang bersama-

sama. Kapal ini terdiri dari beberapa geladak

untuk barang dan kamar untuk penumpang.-

Kapal barang dengan akomodasi penumpang

terbatas, yaitu kapal barang biasa, tetapi

diizinkan membawa penumpang dalam jumlah

terbatas, yaitu maksimum dua belas orang yang

ditempatkan dalam kamar, bukan di geladak

(dek). Kapal wajib didaftarkan. Di Indonesia

sistem pendaftaran kapal adalah sistem tertutup,

dalam arti hanya kapal-kapal yang memenuhi

persyaratan tertentu yang dapat didaftarkan di

Indonesia, yaitu kapal harus berukuran isi kotor

sekurang-kurangnya 20 m3 atau yang dinilai

sama dengan itu serta dimiliki oleh warga

negara Indonesia atau21 badan hukum yang

82
didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia. Syarat tanda

pendaftaran kapal adalah groose acte. Kapal

juga harus memiliki tanda kebangsaan, yang

diperoleh berdasarkan negara di mana kapal

tersebut didaftarkan. Kapal yang telah

didaftarkan dan mempunyai tanda kebangsaan

dapat dibebani beban hipotik, berarti oleh

hukum kapal tersebut dianggap sebagai barang

tetap, sehingga dapat dijadikan jaminan utang.

4) Pesawat Udara

Pesawat udara niaga adalah setiap alat yang dapat

terbang di atmosfer karena daya angkat dari reaksi udara,

digunakan untuk umum dan dipungut bayaran. Pesawat

udara niaga yang dioperasikan di Indonesia wajib

mempunyai tanda pendaftaran. Pesawat udara sipil yang

dapat memperoleh tanda pendaftaran Indonesia adalah

pesawat udara yang tidak didaftarkan di Negara lain dan

memenuhi salah satu ketentuan sebagai berikut:

83
a) Dimiliki oleh warga negara Indonesia atau oleh

badan hukum Indonesia.

b) Dimiliki oleh warga negara asing/badan hukum

asing dan dioperasikan oleh warga negara

Indonesia atau badan hukum Indonesia untuk

jangka waktu pemakaiannya minimal 2 (dua)

tahun secara terus-menerus berdasarkan suatu

perjanjian sewa beli, sewa guna usaha, atau

bentuk perjanjian lainnya.

c) Dimiliki oleh instansi pemerintah.

d) Dimiliki oleh lembaga tertentu yang diizinkan

pemerintah.

Tanda kebangsaan pesawat udara wajib

dimiliki setelah mempunyai tanda pendaftaran pesawat

udara. Pesawat udara yang telah didaftarkan dan

mempunyai tanda kebangsaan dapat dibebani hipotik,

pengembanannya harus didaftarkan, dan ketentuan

yang berlaku baginya adalah Kitab Undang-undang

Hukum Perdata (KUH Perdata).

84
H. Asas-Asas Hukum Pengangkutan

Dalam setiap undang-undang yang dibuat, biasanya dikenal

sejumlah asas atau prinsip yang mendasari diterbitkannya undang-

undang tersebut. Asas-asas hukum merupakan pondasi suatu undang-

undang dan peraturan pelaksananya. Mertokusumo menyatakan bahwa

asas hukum bukan merupakan hukum konkrit, melainkan merupakan

pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar belakang

peraturan yang konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap

sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan

putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan

dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum dalam peraturan

konkrit tersebut.57

Di dalam hukum pengangkutan juga terdapat asas-asas hukum.

Asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofis yang

diklasifikasikan menjadi dua, yaitu asas hukum publik dan asas hukum

perdata. Berikut uraian kedua asas hukum pengangkutan tersebut.

a. Asas yang Bersifat Publik

Asas yang bersifat publik merupakan landasan hukum

pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak, yaitu

57
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta, Liberty, 2003),
hlm. 34.

85
pihak-pihak dalam pengangkutan, pihak ketiga yang

berkepentingan dengan pengangkutan, dan pihak pemerintah

(penguasa). Asas bersifat publik terdiri atas:58

1) Asas Manfaat

Makna dari asas ini yaitu bahwa setiap pengangkutan

harus dapat memberikan nilai guna yang sebesar-besarnya bagi

kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat, dan

pengembangan peri kehidupan yang berkesinambungan bagi

warga negara.

2) Asas Usaha Bersama dan Kekeluargaan

Makna dari asas ini yaitu bahwa setiap

penyelenggaraan usaha pengangkutan dilaksanakan untuk

mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa yang dalam kegiatannya

dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai

semangat kekeluargaan.

3) Asas Adil dan Merata

Makna dari asas ini yaitu bahwa setiap

penyelenggaraan pengangkutan harus dapat memberikan

pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan

masyarakat, dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.


58
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2013), hlm. 12

86
4) AsasKeseimbangan

Makna dari asas ini yaitu bahwa setiap

penyelenggaraan pengangkutan harus dengan keseimbangan

yang serasi antara sarana dan prasarana, antara kepentingan

pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan

masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan

internasional.

5) Asas Kepentingan Umum

Makna dari asas ini yaitu bahwa setiap

penyelenggaraan pengangkutan harus lebih mengutamakan

kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas.

6) Asas Keterpaduan

Makna dari asas ini yaitu bahwa setiap

penyelenggaraan pengangkutan harus merupakan kesatuan

yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan salinng

mengisi, baik intra maupun antarpengangkutan.

7) Asas Tegaknya Hukum

Makna dari asas ini yaitu bahwa pemerintah wajib

menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan

87
kepada setiap warga negara Indonesia agar selalu sadar dan taat

pada hukum dalam penyelenggaraan pengangkutan.

8) Asas Percaya Diri

Makna dari asas ini yaitu bahwa setiap

penyelenggaraan pengangkutan harus berlandaskan pada

kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri

sertabersendikan kepribadian bangsa.

9) Asas Keselamatan Penumpang

Makna dari asas ini yaitu bahwa setiap

penyelenggaraan pengangkutan penumpang harus disertai

dengan asuransi kecelakaan dan/atau asuransi kerugian lainnya.

Asuransi kecelakaan termasuk dalam lingkup asuransi sosial

yang bersifat wajib. Keselamatan penumpang tidak hanya

diserahkan pada perlindungan asuransi, tetapi juga

penyelenggara perusahaan pengangkutan harus berupaya

menyediakan dan memelihara alat pengangkut yang memenuhi

standar26 keselamatan sesuai dengan ketentuan undang-

undang dan konvensi internasional.

b. Asas yang Bersifat Perdata

88
Asas yang bersifat perdata merupakan landasan hukum

pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak

dalam pengangkutan niaga, yaitu pengangkut dan penumpang atau

pengirim barang. Asas bersifat perdata terdiri atas:59

1) Asas Konsensual

Makna dari asas ini yaitu bahwa perjanjian

pengangkutan tidak diharuskan dalam bentuk tertulis, sudah

cukup dengan kesepakatan pihak-pihak. Akan tetapi, untuk

menyatakan bahwa perjanjian itu sudah terjadi atau sudah ada

harus dibuktikan dengan atau didukung oleh dokumen

pengangkutan.

2) Asas Koordinatif

Makna dari asas ini yaitu bahwa pihak-pihak dalam

pengangkutan mempunyai kedudukan setara atau sejajar, tidak

ada pihak yang mengatasi atau membawahi yang lain.

Walalupun pengangkut menyediakan jasa dan melaksanakan

perintah penumpang/pengirim barang, pengangkut bukan

bawahan penumpang/pengirim barang. Pengangkutan adalah

perjanjian pemberian kuasa.

3) Asas Campuran
59
Ibid

89
Makna dari asas ini yaitu bahwa pengangkutan

merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberi

kuasa, penyimpanan barang, dan melakukan pekerjaan dari

pengirim kepada pengangkut. Ketentuan ketiga jenis perjanjian

ini berlaku pada pengangkutan, kecuali jika ditentukan lain

dalam perjanjian pengangkutan.

4) Asas tanpa Hak Retensi

Makna dari asas ini yaitu bahwa pengangkut tidak

menggunakan hak retensi (hak menahan barang). Penggunaan

hak retensi bertentangan dengan tujuan dan fungsi

pengangkutan. Pengangkut hanya mempunyai kewajiban

menyimpan barang atas biaya pemiliknya.

5) Asas Pembuktian dengan Dokumen

Makna dari asas ini yaitu bahwa setiap pengangkutan

selalu dibuktikan dengan dokumen angkutan. Tidak ada

dokumen angkutan berarti tidak ada perjanjian pengangkutan,

kecuali jika kebiasaan yang sudah berlaku umum, misalnya

pengangkutan dengan angkutan kota (angkot) tanpa tiket karcis

penumpang.

90
Diharapkan calon dan pengusaha pengangkutan mempunyai

kesadaran dalam memperjuangkan berlakunya asas-asas dalam

pengangkutan ini, sehingga dunia usaha pengangkutan nasional di

Indonesia dapat berjalan baik, seimbang antara pengusaha,

masyarakat, dan pemerintah, serta saling menguntungkan,

masyarakat memberikan penghasilan bagi pengusaha, pengusaha

memberikan fasilitas yang aman dan lancar, dan pemerintah

mendapatkan penghasilan dari pajak pengusaha.

I. Dokumen Angkutan

Dalam pengadaan perjanjian pengangkutan tidak ada peraturan

perundangan yang mensyaratkan adanya suatu bentuk tertentu, sehingga

perjanjian pengangkutan dapat dibuat dalam bentuk tertulis atau lisan,

asal diantara para pihak terdapat persetujuan kehendak. Sekalipun

demikian dalam praktik perjanjian pengangkutan selalu dibuat dalam

bentuk tertulis, yaitu dokumen angkutan,60 atau juga biasa disebut surat

angkutan.

Ketentuan pengaturan mengenai dokumen angkutan pada

umumnya tidak tercantum di dalam KUHD. Hanya aturan mengenai

dokumen angkutan untuk pengangkutan laut yang tercantum, seperti

60
H. M. Hudi Asrori S., Mengenal Hukum Pengangkutan Udara, (Yogyakarta: Kreasi
Wacana, 2010), hlm. 41.

91
pada Pasal 454 KUHD tentang perjanjian charter kapal, Pasal 504 dan

506 KUHD tentang konosemen, serta Pasal 90 KUHD tentang dokumen

dalam perjanjian pengangkutan darat yang disebut surat muatan.

Dalam Pasal 90 KUHD ditentukan bahwa dokumen/surat

angkutan merupakan perjanjian antara pengirim atau ekspeditur dan

pengangkut atau nakhoda. Sebetulnya tanpa dokumen/surat angkutan,

apabila tercapai persetujuan kehendak antara kedua belah pihak

perjanjian telah ada, sehingga dokumen/surat angkutan hanya

merupakan surat bukti belaka mengenai perjanjian angkutan.

Dokumen/surat angkutan dinyatakan telah mengikat bukan hanya ketika

dokumen/surat angkutan tersebut telah ditandatangani pengirim atau

ekspeditur, melainkan juga ketika pengangkut/nakhoda telah menerima

barang angkutan beserta dokumen/surat angkutan tersebut.61

Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, terdapat pengertian

mengenai dokumen, yaitu bahwa dokumen adalah sesuatu yang tertulis

atau tercetak, yang dapat dipakai sebagai bukti atau keterangan. 62

Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

dokumen angkutan adalah sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat

dipakai sebagai bukti adanya perjanjian pengangkutan antara pihak

61
Sution Usman Adji, dkk, Hukum Pengangkutan di Indonesia, ( Jakarta: Penerbit Rineka
Cipta, 1991),hlm.1
62
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Op.Cit., hlm. 361.

92
pemakai jasa angkutan dengan pengangkut. Dalam hal ini meliputi

pengangkutan orang dan pengang kutan barang.

Dalam praktik, dokumen angkutan yang biasa ada secara umum

baik dalam pengangkutan laut, darat, maupun udara ada tiga macam,

antara lain:63

1) Tiket penumpang, untuk pengangkutan orang.

2) Tiket bagasi, untuk pengangkutan bagasi.

3) Surat muatan, untuk pengangkutan barang.

J. Penyelenggaraan Pengangkutan

Apabila diperinci, proses penyelenggaraan pengangkutan baik

melalui kereta api, darat, perairan, maupun udara selalu meliputi lima

tahap kegiatan, antara lain:64

a. Tahap Persiapan

Pada tahap ini, penumpang atau pengirim mengurus

penyelesaian biaya pengangkutan dan dokumen pengangkutan

serta dokumen-dokumen lainnya yang diperlukan bagi

pengangkutan barang, misalnya, dokumen perpajakan dan

dokumen perizinan. Pengangkut menyediakan alat pengangkut

63
H. M. Hudi Asrori S, Op.Cit., hlm. 43.
64
Ibid

93
pada hari, tanggal, dan waktu yang telah disepakati berdasarkan

dokumen pengangkutan yang telah diterbitkan. Pengurusan biaya

pengangkutan dan dokumen pengangkutan serta dokumen-

dokumen lainnya oleh penumpang atau pengirim dapat diwakilkan

oleh pihak la in, seperti agen perjalanan ataupun perusahaan

ekspedisi muatan.

b. Tahap Pemuatan

Pada tahap ini penumpang yang sudah memiliki karcis/tiket

penumpang dapat naik dan masuk alat pengangkut yang telah

disediakan oleh pengangkut di stasiun, terminal, pelabuhan, atau

bandara tertentu berdasarkan peraturan dan tata tertib yang

berlaku. Pada pengangkutan barang, pengirim atau ekspeditur yang

mewakilinya menyerahkan barang kepada pengangkut untuk

dimuat dalam alat pengangkut. Atau pengirim menyerahkan

barang kepada perusahaan jasa di bidang muat bongkar untuk

dimuat ke dalam alat pengangkut.

c. Tahap Pengangkutan

Pada tahap ini, pengangkut menyelenggarakan pengangkutan,

yaitu kegiatan memindahkan penumpang atau barang dari tempat

pemberangkatan ke tempat tujuan dengan menggunakan alat

94
pengangkut yang sesuai dengan jenis perjanjian pengangkutan.

Tempat pemberangkatan dan tempat tujuan itu adalah stasiun,

terminal, pelabuhan, dan bandara. Ditempat pemberangkatan dan

tempat tujuan dilakukan pemeriksaan atau pengecekan dokumen

dan barang yang diangkut guna menetapkan apakah penumpang

atau barang yang diangkut itu sah menurut undang -undang atau

tidak sah untuk dapat dilakukan tindakan pengamanan.

d. Tahap Penurunan/Pembongkaran

Pada tahap ini, penumpang diturunkan dari alat pengangkut

karena angkutan sudah berakhir di tempat tujuan, sedangkan pada

pengangkutan barang kegiatannya adalah pembongkaran barang

dari alat pengangkut. Pada tahap ini, pengangkut menyerahkan

barang kepada penerima dan penerima menyerahkan

pembongkaran barangnya kepada perusahaan jasa dibidang usaha

muat bongkar dan meletakkannya di tempat yang telah disepakati.

Penerima menyerahkan pengurusan selanjutnya kepada ekspeditur,

baik mengenai barang maupun dokumen.

e. Tahap Penyelesaian

Pada tahap ini, pihak-pihak menyelesaikan persoalan yang

terjadi selama atau sebagai akibat pengangkutan. Penumpang yang

95
mengalami kecelakaan, luka, atau meninggal dunia diselesaikan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan kesepakatan. Pada

pengangkutan barang, pengangkut menerima biaya angkutan dan

biaya-biaya lain nya dari penerima jika belum di bayar oleh

pengirim. Pengangkut menyelesaikan semua klaim ganti kerugian

yang menjadi tanggung jawabnya jika itu timbul akibat

penyelenggaraan pengangkutan.

3.2 Tinjauan Tentang Angkutan Jalan

A. Kendaraan angkutan

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) pada Pasal 137 Ayat (2) ditentukan

bahwa angkutan orang dan/atau barang dapat menggunakan kendaraan

bermotor dan kendaraan tidak bermotor. Kendaraan bermotor dan

kendaraan tidak bermotor masih terbagi lagi, sebagai berikut:

a. Kendaraan Bermotor

Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh

peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas

96
rel.65 Dalam UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Pasal 47 Ayat

(2), kendaraan bermotor terbagi atas:

b. Sepeda motor

Sepeda motor adalah kendaraan bermotor beroda dua

dengan atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta

samping atau kendaraan bermotor beroda tiga tanpa rumah-

rumah.66

c. Mobil penumpang

Mobil penumpang adalah kendaraan bermotor angkutan orang yang

memiliki tempat duduk maksimal delapan orang, termasuk untuk

pengemudi atau yang beratnya tidak lebih dari 3.500 kilogram.

d. Mobil bus Mobil

bus adalah kendaraan bermotor angkutan orang yang memiliki

tempat duduk lebih dari delapan orang, termasuk untuk pengemudi

atau yang beratnya lebih dari 3.500 kilogram.67

e. Mobil barang

Mobil barang adalah kendaraan bermotor yang dirancang

sebagian atau seluruhnya untuk mengangkut barang.68

65
Indonesia, Undang-Undang Tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan, UU No.22 Tahun
2009, LN No.22 Tahun 2009, TLN No.5025, psl 1 angka 8
66
Ibid, psl 1 angka 20
67
Ibid, psl 1 angka 11
68
Ibid, psl 1 angka 12

97
f. Kendaraan khusus

Kendaraan khusus adalah kendaraan bermotor yang

dirancang khusus yang memiliki fungsi dan rancang bangun

tertentu, antara lain:

1) Kendaraan bermotor Tentara Nasional Indonesia.

2) Kendaraan bermotor Kepolisian Negara Republik Indonesia.

3) Alat berat antara lain bulldozer, traktor, mesin gilas

(stoomwaltz),forklift, loader, excavator, dan crane

4) Kendaraan khusus penyandang cacat.69

g. Kendaraan tidak Bermotor

Kendaraan tidak bermotor adalah setiap kendaraan yang

digerakkan oleh tenaga manusia dan/atau hewan.70

B. Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum

Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum

terdiri atas angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam

trayek dan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam

trayek.71

1. Angkutan Umum Dalam Trayek


69
Indonesia, Undang-Undang Tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan, Loc.Cit, psl 47 (2) e
70
Ibid, psl 1 angka 9
71
Peraturan Peran Pemerintah Tentang Angkutan Jalan, PP No.74 Tahun 2014. Loc.Cit, psl
21

98
Jenis pelayanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum

dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a terdiri

atas:72

a) Angkutan lintas batas negara;

b) Angkutan antarkota antarprovinsi;

c) Angkutan antarkota dalam provinsi;

d) Angkutan perkotaan; atau

e) Angkutan perdesaan.

Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum

dalam trayek harus memenuhi kriteria:73

a) Memiliki rute tetap dan teratur;

b) Terjadwal, berawal, berakhir, dan menaikkan atau

menurunkan penumpang di terminal untuk angkutan

antarkota dan lintas batas negara; dan

c) Menaikkan dan menurunkan penumpang pada tempat

yang ditentukan untuk angkutan perkotaan dan perdesaan.

tempat yang ditentukan sebagaimana dimaksud di atas

dapat berupa:74

(1) Terminal;

72
Ibid, psl 1 angka 22
73
Ibid, psl 23 (1)
74
Ibid, psl 23 (2)

99
(2) halte; dan/atau

(3) rambu pemberhentian Kendaraan Bermotor Umum.

Kendaraan yang dipergunakan untuk pelayanan angkutan

orang dalam Trayek meliputi:75

a) Mobil penumpang umum; dan/atau

b) Mobil bus umum.

2. Angkutan Umum Tidak Dalam Trayek

Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum

tidak dalam trayek terdiri atas:

a. Angkutan orang dengan menggunakan taksi

Pelayanan angkutan orang dengan menggunakan taksi

merupakan pelayanan dari pintu ke pintu dengan wilayah operasi

dalam kawasan perkotaan. taksi diklasifikasikan menjadi:76

1) reguler; dan

2) eksekutif.

Sistem pembayaran pada pelayanan angkutan orang dengan

menggunakan taksi dilakukan berdasarkan argometer yang dilengkapi

dengan alat pencetak bukti pembayaran.77

b. Angkutan orang dengan tujuan tertentu

75
Ibid, psl 23 (3)
76
Ibid, psl 42 (2)
77
Ibid, psl 42 (4)

100
Pelayanan angkutan orang dengan tujuan tertentu merupakan

angkutan yang melayani paling sedikit meliputi antar jemput,

keperluan sosial, atau karyawan.78 Kendaraan yang dipergunakan

untuk pelayanan angkutan orang dengan tujuan tertentu paling

sedikit:79

1) Mobil penumpang umum; atau

2) Mobil bus umum.

3) Angkutan orang untuk keperluan pariwisata; dan

4) Angkutan orang di kawasan tertentu.

C. Pengusahaan Angkutan

1. Perusahaan Angkutan

Perusahaan angkutan umum adalah badan hukum yang

menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan

Kendaraan Bermotor Umum.80 Perusahaan angkutan umum

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) harus berbentuk

badan hukum Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Badan hukum Indonesia sebagaimana

dimaksud berbentuk:81

78
Ibid, psl 43 (1)
79
Ibid, psl 43 (2)
80
Ibid, psl 1 (12)
81
Ibid psl 79

101
a. Badan usaha milik negara;

b. Badan usaha milik daerah;

c. Perseroan terbatas; atau

d. Koperasi.

2. Perizinan Angkutan

Perusahaan angkutan umum yang menyelenggarakan

angkutan orang dan/atau barang wajib memiliki:82

a. izin penyelenggaraan angkutan orang dalam Trayek

b. izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam Trayek;

c. izin penyelenggaraan angkutan barang khusus. Kewajiban

memiliki izin sebagaimana dimaksud tidak berlaku untuk

pengangkutan orang sakit dengan menggunakan ambulans

atau pengangkutan jenazah.83

Izin sebagaimana dimaksud diatas berupa dokumen

kontrak dan/atau kartu elektronik yang terdiri dari:84

1) Surat keputusan izin penyelenggaraan angkutan;

2) surat pernyataan kesanggupan untuk memenuhi kewajiban

melayani angkutan sesuai dengan izin yang diberikan; dan

3) kartu pengawasan.

82
Ibid, psl 78 (1)
83
Ibid, psl 78 (2)
84
Ibid, psl 81 (1)

102
Izin sebagaimana tersebut diatas diberikan kepada pimpinan

Perusahaan angkutan umum dan berlaku selama 5 (lima) tahun.

D. Tarif Angkutan

1. Tarif Penumpang

Tarif Penumpang terdiri atas:

a. Tarif penumpang untuk angkutan orang dalam trayek, terdiri

atas85:

1) Tarif kelas ekonomi; Penetapan tarif kelas ekonomi

dilakukan oleh:

a) Menteri, untuk angkutan orang yang melayani

trayek an tarkota antarprovinsi, angkutan

perkotaan, dan angkutan perdesaan yang wilayah

pelayanannya melampaui wilayah provinsi;

b) Gubernur, untuk angkutan orang yang melayani

trayek antarkota dalam provinsi serta angkutan

perkotaan dan perdesaan yang melampaui batas 1

(satu) kabupaten/kota dalam satu provinsi;

c) Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta, untuk

angkutan orang yang melayani trayek yang

85
Ibid, psl 100 (1)

103
seluruhnya berada dalam wilayah Provinsi Daerah

Khusus Ibukota Jakarta;

d) Bupati, untuk angkutan orang yang melayani

trayek perkotaan dan perdesaan yang wilayah

pelayanannya dalam kabupaten; dan

e) walikota, untuk angkutan orang yang melayani

trayek perkotaan yang wilayah pelayanannya

dalam kota.

b. Tarif kelas non ekonomi, ditet apkan oleh perusahaan

angkutan umum

c. Tarif penumpang untuk angkutan orang tidak dalam trayek.

Penetapan tarif penumpang untuk angkutan orang tidak

dalam trayek dibedakan atas:86

1) Tarif Penumpang untuk Angkutan orang tidak dalam

trayek dengan menggunakan taksi, besaran tarif

diusulkan oleh setiap perusahaan angkutan umum

kepada:87

(a) Menteri, untuk taksi yang wilayah operasinya

melampaui wilayah provinsi.

86
Ibid, psl 102
87
Ibid, psl 103 (1)

104
(b) Gubernur, untuk taksi yang wilayah operasinya

melampaui wilayah kota atau wilayah

kabupaten dalam 1 (satu) wilayah provinsi; atau

(c) Bupati/walikota, untuk taksi yang wilayah

operasinya berada di dalam wilayah

kabupaten/kota. Berdasarkan usulan perusahaan

angkutan umum, Menteri, gubernur, atau

bupati/walikota memberikan persetujuan sesuai

dengan kewenangannya.88

2) Tarif Penumpang untuk angkutan orang tidak dalam

trayek dengan tujuan tertentu, pariwisata, dan di

kawasan tertentu. Besaran tarif ditetapkan berdasarkan

kesepa katan antara pengguna jasa dan perusahaan

angkutan umum.

3.3 Tanggung Jawab Pengangkut

A. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Pegangkut

Istilah tanggung jawab dalam arti liability dapat diartikan sebagai

tanggung gugat dan merupakan bentuk spesifik dari tanggung jawab


88
Ibid, psl 103 (2)

105
hukum menurut hukum perdata. Tanggung gugat merujuk pada posisi

seseorang atau badan hukum yang dipandang harus membayar suatu

kompensasi atau ganti rugi setelah adanya peristiwa hukum. 89 Dalam

hukum pengangkutan dikenal tiga prinsip tanggung jawab, antara

lain:90

1. Tanggung Jawab karena Kesalahan (Fault Liability) Prinsip

tanggung jawab berdasarkan kesalahan dalam beberapa literatur

dibidang angkutan dikenal juga dengan istilah fault liability.

Berdasarkan prinsip ini, pengangkut harus bertanggung jawab

atas kerugian yang diderita oleh penumpang, pengirim/penerima

barang atau pihak ketiga, karena kesalahannya dalam

melaksanakan angkutan.91 Pihak yang menderita kerugian wajib

membuktikan kesalahan pengangkut. Prinsip ini diatur dalam

Pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum

(illegal act) sebagai aturan umum.

Bila dilihat dari sudut pandang penumpang, dalam hal ini

adalah pihak yang harus membuktikan kesalahan dari pihak

pengangkut, sangatlah berat bagi penumpang untuk

89
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2008), hlm.258.
90
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 43.
91
Wiwoho Soedjono, Hukum Perkapalan dan Pengangkutan Laut di Indonesia, (Jakarta
Bina Aksara, 1980), hlm. 129.

106
membuktikannya. Dalam beberapa kasus penerbangan sering

kali penumpang yang mengalami kecelakaan dan menuntut

adanya penggantian kerugian mengalami kesulitan dalam

membuktikan kesalahan penumpang disebabkan minimnya dan

atau ketidakpahamannya atas kondisi-kondisi yang mungkin

menyebabkan suatu pesawat udara mengalami kecelakaan.

Seiring dengan adanya ketimpangan beban pembuktian tersebut,

maka asas ini telah banyak ditinggalkan atau tidak lagi dipakai

sebagai landasan dalam mengukur tanggung jawab pihak

pengangkut.

2. Tanggung Jawab berdasarkan Praduga (Presumption Liability )

Prinsip ini menentukan bahwa pengangkut dianggap selalu

bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari

pengangkutan yang diselenggarakannya. Akan tetapi, bila

pengangkut dapat membuktikan bahwa dia tidak bersalah, dia

dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti kerugian.

Yang dimaksud ‘tidak bersalah’ adalah:

a) Tidak melakukan kelalaian.

b) Telah berupaya melakukan tindakan yang perlu unuk

menghindari kerugian.

107
c) Peristiwa yang terjadi tidak mungkin dihindari.

Asas ini lebih dirasakan adil dalam hal pembebanan

pembuktian suatu kesalahan karena pihak pengangkut dianggap

lebih mengetahui keadaan/kondisi penyebab armadanya yang

mengalami kecelakaan.

3. Tanggung Jawab Mutlak ( Absolute Liability )

Prinsip ini menentukan bahwa pengangkut harus bertanggung

jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam44 pengangkutan

yang diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada

tidaknya unsur kesalahan pengangkut. Prinsip ini tidak mengenal

beban pembuktian, unsur kesalahan tidak perlu dipersoalkan.

Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan

alasan apa pun yang menimbulkan kerugian itu. Asas tanggung

jawab ini hanya dikhususkan apabila kecelakaan armada mengenai

pihak ketiga, yaitu orang dan/atau barang yang tidak ada

hubungannya dengan kegiatan usaha pengangkutan tersebut.

Misalkan sebuah bus menabrak rumah penduduk di pinggir jalan

yang mengakibatkan penghuninya mengalami kecelakaan dan/atau

kematian. Dalam hal ini pihak pengangkut wajib memberikan

penggantian sebesar kerugian yang diderita pihak ketiga tersebut

108
tanpa mempersoalkan apa penyebabnya bus menabrak rumah

tersebut.

B. Tanggung Jawab Pengangkut Berdasarkan Kitab Undang

Undang Hukum Dagang

Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, pihak-pihak dapat

membuat ketentuan yang membatasi tanggung jawab pihak dalam

perjanjian. Dalam hal ini pengangkut dapat membatasi tanggung jawab

berdasarkan kelayakan.

Perjanjian dibuat secara tertulis, biasanya pembatasan

dituliskan secara tegas dalam syarat-syarat atau klausula perjanjian

akan tetapi apabila perjanjian dibuat secara tidak tertulis maka

kebiasaan yang berintikan kelayakan atau keadilan memegang peranan

penting, disamping ketentuan Undang Undang karena bagaimanapun

pihak-pihak dilarang menghapus sama sekali tanggung jawab.92

Untuk angkutan laut bahwa pengangkut dapat membebaskan

diri dari tanggung jawab apabila dapat membuktikan bahwa kerugian

ditimbulkan oleh hal-hal di luar kekuasaannya.93

C. Tanggung Jawab Pengangkut Berdasarkan Kitab Undang

Undang Hukum Perdata

92
Indonesia, Kitab Undang Undang Hukum Dagang, Psl 470 ayat 1
93
Ibid , Psl 522

109
Pengangkut wajib membayar ganti kerugian atas biaya, kerugian

yang diderita dan bunga yang layak diterima, bila ia tidak dapat

menyerahkan atau tidak merawat sepatutnya untuk menyerahkan

barang muatan.94

Tanggung jawab berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang

Undang Hukum Perdata Setiap orang bertanggung jawab untuk

kerugian-kerugian yang ditimbulkan karena perbuatan melawan

hukum yang dilakukannya.

Tanggung jawab pengangkut dibatasi dengan ketentuan Pasal

1247 dan Pasal 1248 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, kerugian

penerimaan dan pengiriman barang menjadi beban pengangkut yang

dibatasi dengan syarat sebagai berikut :

a. Kerugian dapat diperkirakan secara layak, pada saat

timbulnya perikatan.

b. Kerugian itu harus merupakan akibat langsung dari

tidak terlaksananya perjanjian pengangkutan.

D. Tanggung Jawab Pengangkut Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

94
Indonesia, Kitab Undang Undang Hukum Perdata, Psl 1236

110
Penyedia jasa angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian

yang diderita oleh penumpang dan/atau pemilik barang. 95 Apa bila

terjadi kecelakaan sampai terjadinya kematian maka pihak pengemudi,

penyedia jasa angkutan umum wajib memberikan bantuan kepada ahli

waris berupa biaya pengobatan dan biaya pemakaman dengan tidak

menghilangkan tuntutan perkara pidana.96

Kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan cedera maka pihak

pengemudi dan penyedia jasa angkutan umum wajib memberikan

bantuan berupa biaya pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan

perkara pidana (Pasal 235 Ayat (2)UULLAJ).Pengangkut dapat

membebaskan diri dari tanggung jawab apabila ia dapat membuktikan

bahwa kerugian bukan timbul karena kesalahannya

3.4 Pengangkutan Dengan Aplikasi Berbasis Teknologi Informasi

Untuk meningkatkan kemudahan pemesanan pelayanan jasa

angkutan orang tidak dalam trayek, Perusahaan angkutan umum dapat

menggunakan aplikasi berbasis teknologi informasi sebagaimana diatur

dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 26

Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan

95
Indonesia, Undang-Undang Tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan, Loc.Cit, psl 234 (1)
96
Ibid, psl 235 (1)

111
Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek (selanjutnya disingkat PM 26

Tahun 2017 ).

Untuk meningkatkan kemudahan pembayaran dan pelayanan

perusahaan angkutan umum dapat melakukan pembayaran secara tunai

atau menggunakan aplikasi berbasis teknologi informasi, baik dilakukan

secara mandiri atau bekerjasama dengan perusahaan/lembaga penyedia

aplikasi berbasis teknologi informasi. Perusahaan/lembaga penyedia

aplikasi berbasis teknologi informasi yang memfasilitasi dalam pemberian

pelayanan angkutan orang tidak boleh bertindak sebagai penyelenggara

angkutan umum dan wajib bekerjasama dengan perusahaan angkutan

umum yang berbentuk badan hukum Indonesia dan telah memiliki izin

penyelenggaraan angkutan97. Adapun izin yang dimaksud berupa dokumen

kontrak dan/atau kartu elektronik yang terdiri atas 98:

1. Surat keputusan izin penyelenggaraan angkutan.

2. Surat pernyataan kesanggupan untuk memenuhi keajiban

melayani angkutan sesuai dengan izin yang diberikan; dan

3. Kartu pengawasan.

Perusahaan/Lembaga penyedia aplikasi berbasis teknolgi

informasi yang memfasilitasi dalam pemberian pelayanan angkutan

97
Departemen Perhubungan, Peraturan Menteri Perhubungan tentang Angkutan Orang
Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek , Permen hub No.26 tahun 2017, psl.51.
98
Ibid, psl.28 ayat (1)

112
orang tidak boleh bertindak sebagaimana penyelenggara angkutan

umum. Tindakan yang dimaksud meliputi kegiatan:99

1. Menetapkan tarif dan memungut bayaran;

2. Merekrut pengemudi;

3. Memberikan layanan akses aplikasi kepada orang perorangan

sebagai penyedia jasa angkutan; dan

4. Memberikan layanan akses aplikasi kepada perusahaaan

angkutan umum yang belum memiliki izin penyelenggaraan

angkutan orang tidak dalam trayek;

Mengenai tata cara penggunaan aplikasi berbasis teknologi informasi,

wajib mengikuti ketentuan di bidang informasi dan transaksi elektronik sesuai

dengan peratuan perundang-undangan.100 Sebagaimana dirumuskan dalam

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik (UUITE), bahwa transaksi elektronik adalah

“perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan

komputer, dan/atau media elektronik lainnya”. Transaksi menggunakan sarana

elektronik dapat dilakukan dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat

sesuai dengan Pasal 17 Ayat (1) UUITE. Pada pembahasan berikutnya

materinya dibatasi transaksi elektronik dalam lingkup hukum privat. Dalam

99
Ibid, psl.51 ayat (3).
100
Ibid, psl.50 ayat (4).

113
transaksi elektronik antara pihak-pihak hanya mengandalkan itikad baik,

karena memang transaksi elektronik dikenal di dunia maya yang tidak saling

mempertemukan antara pihak-pihak yang bertransaksi sesuai dengan Pasal 17

Ayat (2) UUITE yang menentukan bahwa para pihak yang melakukan

transaksi elektronik wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau

pertukaran informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik selama transaksi

berlangsung.101

Dalam lingkup hukum privat transaksi elektronik dapat pula diartikan

sebagai perjanjian yang dilakukan dengan menggunakan media teknologi

informasi dan komunikasi.

Perjanjian sebagaimana di rumuskan dalam Pasal 1313 KUH Perdata

adalah "suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap satu orang lain atau lebih". Subekti mengartikan perjanjian

adalah "suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di

mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal".102

Suatu perjanjian agar mempunyai kekuatan mengikat terhadap kedua

belah pihak, maka harus dibuat memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian.

Syarat sahnya perjanjian yang dimaksud adalah sebagaimana ditentukan

dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu:

101
https://www.academia.edu/5380371/TINJAUAN_TENTANG_DASAR_HUKUM_TRAN
SAKSI_ELEKTRONIK_DI_INDONESIA.com Diakses pada tgl 3 juli 2017 pkl 21.34wib
102
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2004), hlm.1

114
1) Sepakat mereka yang mengikatkan;

2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3) Suatu hal tertentu;

4) Suatu sebab yang diperkenankan.

Syarat pertama dan kedua disebut sebagai syarat subjektif karena

kedua syarat tersebut harus dipenuhi oleh subjek hukum. Sedangkan syarat

ketiga dan keempat disebut sebagai syarat objektif karena kedua syarat

tersebut harus dipenuhi oleh objek perjanjian. Tidak dipenuhinya syarat

subjektif akan mengakibatkan suatu perjanjian menjadi dapat dibatalkan.

Maksudnya ialah perjanjian tersebut menjadi batal apabila ada yang

memohonkan pembatalan. Sedangkan tidak dipenuhinya syarat objektif akan

megakibatkan perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum, artinya sejak

semula dianggap tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah

sada suatu perikatan.103

Berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata yang mengatur bahwa:

“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya”

Mengandung maksud bahwa Buku III KUHPerdata menganut asas kebebasan

berkontrak, maksudnya bahwa:

103
A.Qirom Syamsudin Meliala, Pokok – Pokok Hukum Perjanjian Beserta
Perkembangannya, Cet., I, (Yogyakarta: Liberty, 1985). hlm10-11

115
“Setiap orang boleh mengadakan perjanjian apa saja, walaupun belum atau

tidak diatur dalam undang-undang.”

Walaupun berlaku asas ini, kebebasan berkontrak tersebut dibatasi

oleh tiga hal, yaitu tidak dilarang oleh Undang-Undang, tidak bertentangan

dengan kesusilaan dan ketertiban umum”.104

104
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hlm.84

116
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Hubungan Hukum Antara Pemilik Kendaraan Yang Memberi Jasa

Angkutan Dengan Konsumen Selaku Pengguna Jasa Angkutan Yang

Berbasis Online Ditinjau Dari KUHPerdata

Hubungan hukum pemilik kendaraan dengan konsumen ialah

antara pemberi jasa (pemilik kendaraan) dengan pengguna jasa

(konsumen), adalah hubungan pemberian jasa (antaran/angkutan). Namun

demikian, hubungan yang terjadi dalam pengangkutan ini tidak seperti

seperti halnya dalam perjanjian perburuhan di mana dua belah pihak tidak

sama tinggi yaitu majikan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari

pada buruh. Di dalam hubungan hukum perjanjian pengangkutan terdapat

beberapa pendapat, yaitu :

a. Pelayanan berkala artinya hubungan kerja antara pengirim dan

pengangkut tidak bersifat tetap, hanya kadang kala saja bila

pengirim membutuhkan pengangkutan atau tidak terus menerus,

117
berdasarkan atas ketentuan Pasal 1601 Kitab Undang Undang

Hukum Perdata.

b. Pemborongan sifat hukum perjanjian pengangkutan bukan

pelayanan berkala tetapi pemborongan sebagaimana dimaksud

Pasal 1601 b Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Pendapat ini

didasarkan atas ketentuan Pasal 1617 Kitab Undang Undang

Hukum Perdata (Pasal penutup dari bab VII A tentang pekerjaan

pemborongan).

Pengangkutan sebagai suatu perjanjian tentunya memiliki konsep

seperti yang dikemukakan oleh Pasal 1313 KUHPerdata. Pasal tersebut

memberi definisi apa itu perjanjian (persetujuan). Pasal 1313 KUHPerdata:

Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Pengaturan umum

mengenai perjanjian di Indonesia terdapat di dalam Buku III Kitab Undang-

undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tentang Perikatan. Buku III

KUHPerdata tersebut menganut sistem terbuka (open system), artinya setiap

orang bebas mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, baik perjanjian

bernama (nominaat) maupun perjanjian tidak bernama (innominaat), asalkan

tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. ”Sedangkan pasal-pasal dari

Hukum Perjanjian yang terdapat dalam Buku III tersebut merupakan apa yang

118
dinamakan aanvulendrecht atau hukum pelengkap (optional law), yang berarti

bahwa pasal-pasal dalam Buku III KUHPerdata boleh disingkirkan manakala

dikehendaki oleh pihak- pihak yang membuat perjanjian”. Kemudian, ”sistem

terbuka dalam KUHPerdata tersebut mengandung suatu asas yang disebut asas

kebebasan berkontrak, yang lazimnya disimpulkan dari Pasal 1338 ayat 1

KUHPerdata, dan dengan melihat pada Pasal 1319 KUHPerdata maka diakui

2 (dua) macam perjanjian dalam Hukum Perjanjian yaitu Perjanjian Nominaat

dan Perjanjian Innominaat”. Perjanjian innominaat atau perjanjian tidak

bernama, yaitu perjanjian yang terdapat di luar Buku III KUHPerdata, yang

timbul, tumbuh, berkembang dalam praktik dan masyarakat, dengan kata lain

perjanjian tersebut belum dikenal saat KUHPerdata diundangkan. ”Timbulnya

perjanjian ini karena adanya asas kebebasan berkontrak sebagaimana

tercantum dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata”. Dalam perjanjian

pengangkutan pun para pihak bebas untuk menentukan isinya perjanjiannya

diantaranya kebebasan menentukan hak dan kewajiban mereka. Asas

kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Supaya perjanjian

pengangkutan yg dibuat para pihak tersebut sah dan mengikat, maka ia harus

memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya

perjanjian. Pasal 1320 KUHPerdata:

1. Adanya Kesepakatan para pihak,

119
2. Kecakapan bertindak,

3. Suatu hal tertentu,

4. Sebab yang halal.

Dalam perjanjian pengangkutan orang, ada 2 (dua) subjek hukum

yaitu Pengangkut dan Penumpang. Keduanya merupakan pendukung hak dan

kewajiban dalam hubungan hukum pengangkutan, yaitu pihak-pihak yang

terlibat secara langsung dalam proses perjanjian sebagai pihak dalam proses

pengangkutan.

Angkutan berbasis aplikasi seperti GoCar, GrabCar dan Uber sangat

akrab bagi kita yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya dan juga dibeberapa

kota besar di indonesia dimana angkutan berbasis online sudah menggelar

layanannya disana.

Pada dasarnya cara kerja angkutan berbasis online ini adalah

mempermudah cara memesan layanan seperti angkutan untuk mengantar

orang dari tempat satu ketempat yang lain. Melalui aplikasi android/IOS

memberikan kemudahan dalam pemesanan dan menentukan tarif sesuai jarak

yang sudah tersedia diaplikasi pada saat pemesanan. Jika sebelumnya

seseorang ingin naik angkutan umum maka harus mencari dan menunggu

angkutan yang sesui dengan tujuannya, dengan angkutan berbasis online ini

dipermudah dengan aplikasi maka proses mencari driver dan tawar menawar

120
dipermudah dengan aplikasi, karena dengan aplikasi tersebut kita bisa

membedakan harga berbeda yang ditawarkan oleh GoCar, GrabCar dan Uber.

Cara kerja angkutan berbasis online untuk antar jemput , GoCar, GrabCar dan

Uber :

Untuk lebih jelasnya berikut penjelasannya

provider angkutan online


memberika aplikasi kebutuhan.
Menyediakan : 1. pemilik kendaraan 2.
Pengguna

driver angkutan online pengguna/


penumpang. kebutuhan mencari
kebutuhan mencari penumpang dengan aplikasi kendaraan angkutan dengan
yang disediakan aplikasi

Mengingat proses pemesanan angkutan ini melalui aplikasi, maka

aplikasi tersebut dapat dikatakan sebagai jendela untuk berkomunikasi anatara

konsumen sebagai calon penumpang/pengguna jasa dan provider sebagai

penyedia aplikasi.

Pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk

menyelenggarakan pengangkutan orang (penumpang) dan/atau barang.

121
Sedangkan penumpang adalah orang yang mengikatkan diri untuk membayar

biaya pengangukutan dan atas dasar itu dia berhak untuk memperoleh jasa

pengangkutan. Dengan demikian maka masing-masing pihak mempunyai

tanggung jawab dalam kegiatan pengangkutan.

Pada hakikatnya tanggung jawab terdiri dari dua aspek, yaitu

tanggung jawab yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya (responsibility) dan

tanggung jawab ganti rugi (liability). Perusahaan angkutan umum

bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang, pengirim

atau pihak ketiga karena kelalaiannya dalam melaksanakan pelayanan

pengangkutan. Selain itu pengangkut juga wajib memenuhi standar

pelayanan minimal angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum yang

meliputi keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan,

dan keteraturan (Pasal 2 Ayat (2) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 46

Tahun 2012 Tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang Dengan

Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek) sebagai hak setiap

pengguna jasa angkutan umum.105

Selama pelaksanaan pengangkutan keselamatan orang atau barang

yang diangkut pada dasarnya berada dalam tanggung jawab perusahaan

pengangkutan umum, oleh karena itu sudah sepatutnya apabila kepada

105
http://apbisma.blogspot.co.id/2014/04/perlindungan-hukum-terhadap-penumpang.html
diakses pada tanggal 30 Juli 2017 pukul 12.11 wib

122
perusahaan angkutan umum dibebankan tanggung jawab terhadap setiap

kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim, yang timbul karena

pengangkutan yang dilakukannya (Pasal 234 UULLAJ).

Perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang

diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan

penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak

dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan penumpang (Pasal 191 dan

Pasal 192 Ayat (10 UULLAJ).

Penumpang adalah orang yang berada di kendaraan selain pengemudi

dan awak kendaraan. Dengan mengikatkan diri setelah membayar atau

berjanji akan membayar uang atau tiket angkutan umum sebagai

kontraprestasi dalam perjanjian pengangkutan maka seseorang telah sah

sebagai penumpang angkutan umum. Apabila mengalami kecelakaan diri,

yang diakibatkan oleh penggunaan alat angkutan umum, selama penumpang

yang bersangkutan berada dalam angutan tersebut, yaitu saat naik dari tempat

pemberangkatan sampai turun di empat tujuan berhak atas ganti rugi. Jadi

penumpang adalah salah satu pihak dalam perjanjian pengangkutan darat,

sedangkan pihak lawannya adalah pengangkut. Tiket penumpang merupakan

syarat dalam perjanjian pengangkutan darat tetapi bukan merupakan syarat

123
mutlak sebab tidak adanya tiket penumpang tidak berarti tidak ada perjanjian

pengangkutan.

Dalam menggunakan moda transportasi angkutan, konsumen

memperoleh hak-hak konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 5

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

yang dikenal sebagai 4 (empat) hak dasar konsumen, yang meliputi: hak

untuk mendapatkan keamanan ( the right of safety ); hak untuk mendapatkan

informasi ( the right to be informed ); dan hak untuk memilih ( the

right to chose ); hak untuk di dengar ( the right to be heard).

Pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen disebutkan hak dan kewajiban konsumen yaitu

sebagai berikut: 106

1. Hak untuk mendapatkan keamanan, ketenangan, keselamatan

dalam mengkonsumsi dan menikmati barang dan jasa;

2. Hak untuk memilih barang dan jasa yang diinginkan dan sesuai

dengan jaminan yang dijanjikan terhadap barang tersebut;

3. Hak untuk mendapatkan informasi yang benar mengenai kondisi

dan jaminan barang dan jasa yang dijanjikan;

106
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen,UU No.8 Tahun
1999, LN No.8 Tahun 1999, TLN No.3821, psl.4

124
4. Hak untuk didengarkan keluhannya atas barang dan jasa yang

dikonsumsi dan digunakan;

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya

penyelesaian sangketa perlindungan konsumen secara layak;

6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen

dalam menikmati barang dan jasa;

7. Hak untuk dilayani secara benar dan jujur tanpa adanya

pembedaan suku, ras, agama dalam mendapatkan barang dan jasa;

8. Hak untuk mendapatkan ganti rugi jika barang dan jasa yang

diterima tidak sesuai dengan yang dijanjikan;dan

9. Hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

yang lain.

Jadi, dalam hal ini pengguna jasa multimoda transport adalah

konsumen selaku konsumen multimoda transport, maka konsumen tersebut

berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum terhadap hak-haknya

sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen, termasuk hak-haknya sebagaimana

ketentuan undang-undang yang berlaku di bidang pengangkutan.

Perlindungan hukum bagi penumpang adalah suatu masalah besar

dengan persaingan global yang terus berkembang sehingga perlindungan

125
hukum sangat dibutuhkan dalam persaingan global. Sebagai bentuk

perlindungan bagi pengguna jasa angkutan maka perusahaan pengangkutan

memiliki kewajiban antara lain :107

1. Menyediakan alat pengangkut yang akan digunakan untuk

menyelenggarakan pengangkutan,

2. Menjaga keselamatan orang (penumpang) dan/atau barang yang

diangkutnya. Dengan demikian maka sejak pengangkut menguasai

orang (penumpang) dan/atau barang yang akan diangkut, maka

sejak saat itulah pengangkut mulai bertanggung jawab (Pasal 1235

KUHPerdata).

3. Kewajiban yang disebutkan dalam Pasal 470 KUHD yang

meliputi:

a. Mengusahakan pemeliharaan perlengkapan atau

peranakbuahan alat pengangkutnya;

b. Mengusahakan kesanggupan alat pengangkut itu untuk dipakai

menyelenggarakan pengangkutan menurut persetujuan;

c. Memperlakukan dengan baik dan melakukan penjagaan atas

muatan yang diangkut.

107
H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 6 (Jakarta :
Djambatan, 2003), hlm 168

126
4. Mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim

barang karena lalai dalam melaksanakan pelayanan angkutan

5. Mengasuransikan tanggung jawabnya.

Perkembangan di dunia bisnis angkutan tentu harus pula diikuti

dengan jaminan/perlindungan hukum sebagai proteksi bagi pengguna jasa

angkutan. Dengan adanya jaminan/perlindungan hukum yang diberikan maka

pengguna jasa akan senantiasa merasa aman dan nyaman dalam mengunakan

jasa angkutan.

Sebagai salah satu bentuk terobosan dalam bisnis angkutan umum,

perusahaan angkutan umum berbasis aplikasi online seperti Koperasi Jasa

Trans Usaha Bersama dan Koperasi jasa PPRI yang memiliki izin

penyelenggaraan angkutan umum dan bermitra dengan perusahaan/lembaga

penyedia aplikasi berbasis teknologi infomasi Uber dan GrabCar juga tidak

luput dari kewajiban memberikan jaminan perlindungan bagi setiap pengguna

jasanya.

Adanya kewajiban perusahaan angkutan umum untuk

mengasuransikan taggung jawabnya berdasarkan Pasal 188 UULLAJ, serta

kewajiban untuk melakukan perawatan kendaraan dan uji berkala dianggap

dapat memberi rasa aman bagi para pengguna jasa angkutan umum. Asuransi

adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri

127
kepada seseorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk

memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau

kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya

karena suatu peristiwa yang tak tertentu (Pasal 246 KUHD). 108 Undang-

Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang perasuransian memberikan definisi

asuransi sebagai perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan

pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan

asuransi sebagai imbalan untuk:

a. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis

karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan

keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang

mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena

terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya

tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya

tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan

dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Dengan demikian hubungan hukum yang terjadi antara pemilik

kendaraan dengan pemberi jasa angkutan dengan konsumen selaku pengguna

108
Fitria Hilda, pengertian asuransi, https://fitriahilda.wordpress.com/pengertian-asuransi/
diakses pada tanggal 30 Juli 2017 Pukul 16.00

128
jasa angkutan yang berbasis online adalah hubungan pemberian jasa yang

didasarkan atas asas kebebasan berkontrak, karena asas kebebasan berkontrak

sebagaimana tercantum dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata”. 109 Asas

kebebasan berkontrak (Freedom of Contract) diatur di dalam Pasal 1338 ayat

1 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “Semua persetujuan yang dibuat

secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Asas ini merupakan asas yang paling penting dalam hukum perjanjian, karena

dari asas inilah tampak adanya pernyataan dan ungkapan Hak Asasi Manusia

dalam mengadakan perjanjian. Selain itu asas ini juga merupakan dasar dari

hukum perjanjian.110

Artinya perjanjian antara konsumen dengan penyedia jasa

pengangkutan adalah asas kebebasan berkontrak yaitu perjanjian innominaat

atau perjanjian tidak bernama. yaitu perjanjian yang terdapat di luar Buku III

KUHPerdata, yang timbul, tumbuh, berkembang dalam praktik dan

masyarakat, dengan kata lain perjanjian tersebut belum dikenal saat

KUHPerdata diundangkan. ”Timbulnya perjanjian ini karena adanya asas

kebebasan berkontrak sebagaimana tercantum dalam Pasal 1338 ayat 1

KUHPerdata”.111 Asas kebebasan berkontrak (Freedom of Contract) diatur di


109
Salim HS., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, cet. 3, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2005) hlm. 1
110
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung : Citra
AdityaBakti, 2001) hlm 30
111
Salim HS., Op.Cit hlm 1

129
dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “Semua

persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya”. Asas ini merupakan asas yang paling penting

dalam hukum perjanjian, karena dari asas inilah tampak adanya pernyataan

dan ungkapan Hak Asasi Manusia dalam mengadakan perjanjian. Selain itu

asas ini juga merupakan dasar dari hukum perjanjian. ”Asas kebebasan

berkontrak tidak ditulis dengan kata-kata banyak didalam Undang-Undang

tetapi seluruh hukum perdata kita didasarkan pada asas ini”.112 Artinya para

pihak diberi kebebasan untuk membuat dan mengatur sendiri isi perjanjian

tersebut, sepanjang tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan,

memenuhi syarat sebagai perjanjian, tidak dilarang oleh undang- undang,

sesuai dengan kebiasaan yang berlaku, dan ”sepanjang perjanjian tersebut

dilaksanakan dengan itikad baik dan mereka wajib melaksanakan perjanjian

yang telah mereka buat layaknya undang-undang”. 113 Oleh karena Buku III

KUHPerdata bersistem terbuka dan pasal-pasalnya merupakan apa yang

dinamakan hukum pelengkap, maka para pihak boleh mengenyampingkan

pasal-pasal dalam hukum perjanjian jika mereka menghendaki. ”Tetapi, jika

dalam perjanjian tersebut para pihak tidak mengatur mengenai sesuatu hal,

maka bagi sesuatu hal tersebut berlakulah ketentuan-ketentuan dalam

112
Purwahid Patrik, Dasar-dasar Hukum Perikatan, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hlm. 4

113
Munir Fuady, Op.Cit. hlm. 30

130
KUHPerdata”.114 Asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada

para pihak untuk:

1) Membuat atau tidak membuat perjanjian.

2) Mengadakan perjanjian dengan siapapun.

3) Menentukan mengenai klausula/isi dalam perjanjian, pelaksanaan,

serta persyaratannya.

4) Menentukan bentuk perjanjian yaitu tertulis atau lisan.

5) Menentukan cara membuat perjanjian.

Pengangkutan sebagai suatu perjanjian tentunya memiliki konsep

seperti yang dikemukakan oleh Pasal 1313 KUHPerdata. Pasal tersebut

memberi definisi apa itu perjanjian (persetujuan). Pasal 1313 KUHPerdata:

Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Dalam perjanjian

pengangkutan pun para pihak bebas untuk menentukan isinya perjanjiannya

diantaranya kebebasan menentukan hak dan kewajiban mereka. Asas

kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Supaya perjanjian

pengangkutan yg dibuat para pihak tersebut sah dan mengikat, maka ia harus

memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya

perjanjian. Pasal 1320 KUHPerdata:


114
Subekti. Op.Cit hlm. 13

131
1. Adanya Kesepakatan para pihak,

2. Kecakapan bertindak,

3. Suatu hal tertentu,

4. Sebab yang halal.

Sebagaimana asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan

untuk siapa saja membuat perjanjian, yaitu bebas mengadakan perjanjian

dengan siapa pun, menentukan isi perjanjiannya yaitu berupa jasa antaran

yang diberikan untuk mengantar ke tempat tujuan konsumen yang sudah

tertera diaplikasi serta mengenai pembayaran yang sudah disepakati pada saat

konsumen memesan jasa angkutan melalui aplikasi tersebut.

Perjanjian pengangkutan adalah suatu perjanjian di mana satu pihak

menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu

tempat ke lain tempat, sedangkan pihak yang lain menyanggupi akan

membayar ongkosnya.

Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan nama satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (Pasal 1313 Kitab

Undang Undang Hukum Perdata).

Perjanjian pengangkutan merupakan timbal balik dimana pihak

pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang

132
dari dan ke tempat tujuan tertentu, dan pengiriman barang membayar

biaya/ongkos angkutan sebagaimana yang disetujui bersama.

Perjanjian pengangkutan menimbulkan akibat hukum bagi pelaku

usaha dan penumpang sebagai hal yang dikehendaki oleh kedua belah pihak.

Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik dikenal sebagai

pembeda/pembagian perjanjian karena menimbulkan hak dan kewajiban para

pihak maka perjanjian pengangkutan disebut perjanjian timbal balik, yaitu

konsumen mendapat hak layanan pengangkutan dengan kewajiban membayar

biaya pengangkutan, penyelenggara angkutan, memperoleh hak menerima

pembayaran jasa pengangkutan dengan kewajiban menyelenggarakan

pelayanan angkutan.

Perjanjian pengangkutan perlu mendapatkan pengaturan yang

memadai dalam Undang undang Hukum Perikatan yang mana diketahui

dalam B.W. kita tidak terdapat pengaturannya tentang perjanjian ini yang

dapat dianggap sebagai peraturan induknya.

Pengangkutan pada hakekatnya sudah diliputi oleh pasal (ketentuan)

dari hukum perjanjian dalam KUHPerdata. akan tetapi oleh Undang Undang

telah ditetapkan berbagai peraturan khusus yang bermaksud untuk

kepentingan umum, membatasi kemerdekaan dalam hal membuat perjanjian

pengangkutan yaitu meletakkan berbagai kewajiban pada pihak si pengangkut.

133
Perjanjian pengangkutan tidak di syaratkan harus tertulis, cukup

dengan lisan, asal ada persesuaian kehendak (konsensus) sehingga dapat di

artikan bahwa untuk adanya suatu perjanjian pengangkutan cukup dengan

adanya kesepakatan (konsensus) diantara para pihak. Dalam praktek sehari-

hari, dalam pengangkutan darat terdapat dokumen yang disebut denga surat

muatan (vracht brief) seperti dimaksud dalam pasal 90 Kitab Undang Undang

Hukum Dagang.

Pengangkutan melalui laut terdapat dokumen konosemen yakni tanda

penerimaan barang yang harus diberikan pengangkut kepada pengirim barang.

Dokumen tersebut bukan merupakan syarat mutlak tentang adanya perjanjian

pengangkutan karena tidak adanya dokumen tersebut tidak membatalkan

perjanjian pengangkutan yang telah ada (Pasal 454,504 dan 90 Kitab Undang

Undang Hukum Dagang). Jadi dokumen-dokumen tersebut tidak merupakan

unsur-unsur dari perjanjian pengangkutan

Asas perjanjian pengangkutan

Ada empat asas pokok yang mendasari perjanjian pengangkutan:

1. Asas Konsensual

Asas ini tidak mensyaratkan bentuk perjanjian angkutan secara

tertulis, sudah cukup apabila ada persetujuan kehendak antara pihak-

134
pihak. Dalam kenyataannya, hampir semua perjanjian pengangkutan darat,

laut, dan udara dibuat secara tidak tertulis, tetapi selalu didukung

dokumen pengangkutan. Dokumen pengangkutan bukan perjanjian tertulis

melainkan sebagai bukti bahwa persetujuan diantara pihakpihak itu ada.

Perjanjian pengangkutan tidak dibuat tertulis karena kewajiban dan

hak pihak-pihak telah ditentukan dalam Undang Undang. Mereka hanya

menunjuk atau menerapkan ketentuan Undang-Undang.

2. Asas Koordinasi

Asas ini mensyaratkan kedudukan yang sejajar antara pihak-pihak

dalam perjanjian pengangkutan walaupun perjanjian pengangkutan pada

perjanjian perburuan tidak berlaku pada perjanjian pengangkutan.

3. Asas Campuran

Perjanjian pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis

perjanjian, yaitu pemberian kuasa dari pengirim kepada pengangkut,

penyimpan barang dari pengirim kepada pengangkut, dan melakukan

pekerjaan pengangkutan yang diberikan oleh pengirim kepada pengangkut

dan jiika dalam perjanjian pengangkutan tidak diatur lain, maka diantara

ketentuan ketiga jenis perjanjian itu dapat diberlakukan karena hal ini ada

hubungannya dengan asas konsensual.

4. Asas Tidak Ada Hak Retensi

135
Penggunaan hak retensi bertentangan dengan fungsi dan tujuan

pengangkutan. Penggunaan hak retensi akan menyulitkan pengangkut

sendiri, misalnya penyediaan tempat penyimpanan, biaya penyimpanan,

penjagaan dan perawatan barang.

Perjanjian pengangkutan mempunyai tujuan untuk melindungi hak

dari penumpang yang kurang terpenuhi oleh ulah para pelaku usaha angkutan

umum karena dengan adanya perjanjian pengangkutan maka memberikan

jaminan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.

Kitab Undang Undang Hukum Perdata Pasal 1338 ayat (3) telah

memberikan suatu asas keadilan yaitu asas pelaksanaan perjanjian secara

itikad baik jaminan keadilan itu juga di pedomani pada Pasal 1337 Kitab

Undang Undang Hukum Perdata bahwa suatu perjanjian akan dapat dibatal

kan jika bertentangan dengan Undang Undang Kesusilaan yang baik dan atau

ketertiban umum.

Perjanjian pengangkutan dibuat agar maka para pelaku usaha angkutan

umum harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi sewaktuwaktu terhadap

penumpang karena menyangkut penumpang melebihi kapasitas.

Undang Undang Lal u Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 192 ayat (1)

ka pelaku usaha angkutan umum merugikan penumpang maka pelaku usaha

angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita seperti

136
meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali

disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau

karena kesalahan penumpang.

Sifat Perjanjian Pengangkutan

Pengangkutan barang dan atau orang itu merupakan suatu pekerjaan

tertentu yang harus dilaksanakan oleh pengangkut dan atas

terselenggarakannya pengangkutan oleh karena itu pengangkut berhak atas

pembayaran upah.

Perjanjian pengangkutan pada umumnya dalam hubungan hukum

antara pengangkut dengan pemakai jasa pengangkutan berkedudukan sama

tinggi dan sama rendah, atau bersifat sederajat. Hal ini tidak seperti dalam

perjanjian perburuhan di mana dua belah pihak tidak sama tinggi yaitu

majikan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari pada buruh Mengenai

sifat hukum perjanjian pengangkutan terdapat beberapa pendapat, yaitu :

1. Pelayanan berkala artinya hubungan kerja antara pengirim dan pengangkut

tidak bersifat tetap, hanya kadang kala saja bila pengirim membutuhkan

pengangkutan atau tidak terus menerus, berdasarkan atas ketentuan Pasal

1601 Kitab Undang Undang Hukum Perdata.

2. Pemborongan sifat hukum perjanjian pengangkutan bukan pelayanan

berkala tetapi pemborongan sebagaimana dimaksud Pasal 1601 b Kitab

137
Undang Undang Hukum Perdata. Pendapat ini didasarkan atas ketentuan

Pasal 1617 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (Pasal penutup dari bab

VII A tentang pekerjaan pemborongan).

Perjanjian pengangkutan mempunyai sifat adalah perjanjian timbal

balik yang artinya masing-masing pihak mempunyai kewajiban sendiri-sendiri

dimana pihak pengangkut berkewajiban untuk menyelenggarakan

pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu

dengan selamat, sedangkan pengiriman berkewajiban untuk membayar uang

angkutan.

Perjanjian pengangkutan dalam pengangkutan barang maupun

penumpang antara pengangkut dengan pemakai jasa pengangkutan dapat

disebutkan empat syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang

Undang Hukum Perdata, yaitu :

1. Adanya kesepakatan antara para pihak.

2. Adanya kecakapan unutk membuat sebuah perjanjian.

3. Suatu hal tertentu.

4. Suatu sebab yang halal.

Syarat yang pertama dan kedua adalah syarat yang menyangkut

subyeknya, sehingga disebut syarat subyektif, yaitu syarat yang harus

dipenuhi oleh subyek perjanjian (sepakat dan cakap) seperti disebutkan dalam

138
Pasal 1330 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, tak cakap untuk membuat

suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh

di bawah pengampuan.

Undang Undang telah melarang membuat perjanjian terhadap dua

syarat terakhir mengenai obyeknya atau syarat obyektif, yaitu syarat yang

harus dipenuhi oleh subyek perjanjian (hal tertentu dan sebab yang halal)

sesuai dengan Pasal 1332 Kitab Undang Undang Hukum Perdata

menyebutkan hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat

menjadi pokok suatu perjanjian.

Kitab Undang Undang Hukum Perdata Menurut Pasal 1338 ayat (1)

menjelaskan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

Undang Undang bagi mereka yang membuatnya.

4.2 Peran Pemerintah Dalam Mengawasi Perkembangan Jasa Angkutan

Berbasis Online

Peran Pemerintah sebagai regulator dalam mengawasi angkutan

berbasis online merujuk pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26

tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan

139
Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. peran pemerintah dalam angkutan

berbasis online adalah sebagai regulator dan menyediakan petugas untuk

mengawasi transportasi online, peran pemerintah juga memberi perlindungan

terhadap konsumen, dengan undang-undang perlindungan konsumen, agar

tidak terjadi sesuatu yang bias merugikan konsumen

Perkembangan teknologi yang begitu pesat khususnya teknologi

informasi dan komunikasi yang terhubung dengan internet ikut

mempengaruhi dunia usaha pengangkutan. Berbagai aplikasi berbasis

teknologi informasi terus dikembangkan untuk memudahkan

pengusaha angkuan umum dan pengguna jasa angkuan umum.

Aplikasi berbasis teknologi informasi adalah hasil inovasi yang

dikembangkan oleh para pelaku usaha yang melihat adanya peluang

bisnis dengan menghubungkan masyarakat sebagai pengguna jasa dengan

pelaku usaha. Akses ke pasar yang secara mudah dan cepat, menjadi nilai

jual dari aplikasi berbasis teknologi informasi. Karenanya, penggunaan

teknologi juga tidak lepas dari unsur-unsur seperti penggunaan uang

elektronik, penyimpanan data elektronik, dan unsur-unsur lain yang

merupakan bagian dari perdagangan elektronik.

Saat ini bermunculan berbagai perusahaan aplikasi berbasis

teknologi informasi yang berfungsi mempertemukan antara masyarakat

140
sebagai pengguna jasa angkutan umum dan pengusaha angkutan umum

secara efektif dan efisien seperti Uber dan GrabCar.

Uber dan GrabCar berstatus perseroan terbatas (PT) setelah

memperoleh izin penanaman modal asing (PMA) dari Badan Koordiasi

Penanaman Modal (BKPM). Izin tersebut berupa izin portal website. 115

Uber dan GrabCar mengembangkan aplikasi berbasis teknologi

informasi yang menghubungkan antara penumpang dan pengusaha

angkutan sewa.

Grabcar, Gocar dan Uber tidak berkedudukan sebagai

perusahaan penyelenggara angkutan umum karena keduanya tidak

memiliki izin berdasarkan Pasal 173 Ayat (1) UULLAJ yaitu:

1. Izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek;

2. Izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek;

dan/atau

3. Izin penyelenggaraan angkutan barang khusus atau alat berat.

Oleh karena itu Uber dan GrabCar hanya berstatus

perusahaan penyedia aplikasi sebagai salah satu cara transaksi dalam

rangka memberikan kemudahan akses bagi konsumen dalam memesan

115
Hani Nur Fajrina, CNN Indonesia, hhttp://m.cnnindonesia.com/teknologi
20160401185956-185-121084/menkominfo-grabcar-dan-uber-berbadan-hukum/ diakses pada tanggal
1 agustus 2017 pkl 13.35

141
kendaraan sewa.116 Pengaturan terhadap taksi online akan terus

dikembangkan. Yang menunjukkan angkutan online itu juga ada pada plat

nomornya, angkutan online akan memiliki plat nomor yang menunjukkan

sebagai kendaraan angkutan umum, meski nopol kendaraannya warna hitam.

Perbedaan nopol kendaraan yakni, jika angkutan umum konvensional

menggunakan plat nomor kendaraan warna kuning. Sedangkan plat nomor

taksi online tetap warna hitam. Yang menunjukkan angkutan online itu juga

ada pada plat nomornya yang akan disiapkan plat nomor kendaraan tersebut

akan berubah dengan huruf di belakangnya antara UA sampai UZ.117

Penyelenggaraan angkutan dengan aplikasi berbasis teknologi

informasi seperti Uber dan GrabCar saat ini diatur dalam Peraturan

Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2017 Tentang

Penyelenggaraan Angkutan dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak

Dalam Trayek.

Penggunaan aplikasi berbasis teknologi informasi dapat dilakukan

secara mandiri oleh perusahaan angkutan atau bekerjasama dengan

perusahaan/lembaga penyedia aplikasi berbasis teknologi informasi yang

berbadan hukum indonesia. Berdasarkan ketentuan tersebut Uber, GoCar

dan GrabCar hanya berstatus sebagai penyedia aplikasi yang bekerja


116
Hasil Wawancara dengan Indra Gunawan, Kepala Seksi Angkutan Orang Dalam Trayek
Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, Pada Tanggal 25 juli 2017
117
https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3461384/polisi-plat-nomor-taksi-online-tetap-
warna-hitam-tapi-umum diakses pada 06 agustus 2017 pukul 19.03 wib

142
sama dengan perusahaan angkutan umum yang telah memiliki izin

penyelenggaraan angkutan.

Izin penyelenggaraan angkutan sewa tersebut dapat diperoleh

setelah memenuhi beberapa syarat antara lain:

1) Memiliki paling sedikit 5 (lima) kendaraan dengan

dibuktikan dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK)

atas nama perusahaan dan surat tanda bukti lulus uji berkala

kendaraan bermotor;

2) Memiliki tempat penyimpanan kendaraan (pool);

3) Menyediakan fasilitas pemeliharaan kendaraan (bengkel)

yang dibuktikan dengan dokumen kepemilikan atau perjanjian

kerjasama dengan pihak lain;

4) Mempekerjakan pengemudi yang memiliki Surat Izin Mengemudi

(SIM) Umum sesuai golongan kendaraan.

Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Direktorat jenderal

Perhubungan darat, kedua Koperasi tersebut telah memiliki Izin

penyelengaraan angkutan dengan armada/kendaraan atas nama

perusahaan, telah diuji teknis kendaraan (KIR), serta pengemudi

dengan SIM A Umum berjumlah ratusan, namun kenyataannya ada

ribuan armada yang beroperasi. Koperasi Jasa Trans Usaha Bersama,

143
Koperasi Jasa PPRI serta perusahaan sejenis lainnya diberi waktu hingga

1 (satu) tahun untuk mendaftarkan semua kendaraan dan pengemudi

sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017

Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor

Umum Tidak Dalam Trayek.

Disisi lain pihak Uber, Gocar dan GrabCar sebagai perusahaan/

lembaga penyedia aplikasi berbasis teknologi informasi yang

memfasilitasi pemberian pelayanan angkutan orang, diwajibkan untuk

segera melaporkan kepada Direk torat Jenderal Perhubungan Darat meliputi:

1) Profil Penyedia Jasa Aplikasi berbasis internet;

2) Memberikan akses operasional pelayanan;

3) Data seluruh perusahaan angkutan umum yang bekerjasama;

4) Data seluruh kendaraan dan pengemudi;

5) Layanan pelanggan berupa telepon,email, dan alamat kantor

penyedia aplikasi berbasis teknologi informasi.

Uber dan GrabCar tidak memiliki izin usaha di bidang angkutan

umum, melainkan mengantongi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Hal ini

disebabkan, karena dalam praktiknya, skema jual beli yang terjadi melalui

aplikasi berbasis teknologi informasi terbagi menjadi dua jalur, yakni:118

118
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt56739f735626d/apakah-perusahaan-aplikasi-
ojek-harus-berizin-perusahaan-angkutan-Umum diakses pada tgl 1 agustus 2017 pkl 19.55 wib

144
1) Transaksi Langsung, yakni konsumen langsung memesan barang

dan jasa kepada pelaku usaha penyedia melalui teknologi aplikasi,

lalu barang dan jasa disediakan langsung dari penyedia.

2) Transaksi melalui Penghubung, yakni konsumen memesan

barang dan jasa kepada pelaku usaha yang

menyediakan jasa penghubung, kemudian pelaku usaha

tersebut melakukan pemesanan kepada pelaku usaha penyedia

yang cocok dengan pesanan konsumen. Selanjutnya, penyedia

barang dan jasa yang akan menyerahkan barang dan jasa

kepada konsumen yang melakukan pemesanan di awal.

Dari kedua jalur tersebut, aplikasi Uber GoCar dan GrabCar

termasuk kedalam jalur transaksi melalui penghubung. Hampir semua badan

usaha yang menyediakan jasa penghubung antara konsumen dan pelaku

usaha penyedia barang dan jasa melalui teknologi aplikasi memiliki status

sebagai badan hukum perseroan terbatas. Izin dan persyaratan yang

dimiliknya adalah Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda

Daftar Perusahaan (TDP). Serta, apabila terdapat investor asing yang

memiliki saham dalam perusahaan tersebut, maka akan tunduk pada

145
rezim perizinan di bawah BKPM dengan memperhatikan Daftar Negatif

Investasi.119

Sebagai pelaku usaha penghubung, Uber, GoCar dan GrabCar

tidak perlu memiliki izin untuk memperdagangkan jasa yang

dihubungkan melalui aplikasi berbasis teknologi informasi. Hal ini mengingat

tanggung jawab atas perdagangan jasa tersebut ada pada produsen jasa yang

melaksanakan kegiatan pengangkutan.

Karena Uber dan GrabCar bukan sebagai perusahaan

penyelenggara angkutan umum, maka tentu tanggung jawab yang dimilikinya

tidak sama dengan tanggung jawab yang dimiliki perusahaan

penyelenggara angkutan pada umumnya. Oleh karena itu Uber dan

GrabCar beserta perusahaan sejenis lainnya secara tegas menyatakan diri

sebagai perusahaan teknologi, karena kegiatan usaha mereka adalah

menjalankan dan mengembangkan suatu teknologi aplikasi yang

kemudian digunakan untuk menghubungkan pelaku usaha dan pengguna

jasa.

Persoalan keberadaan Grab Car , GoCar dan Uber sudah ada sejak

awal mula kemunculannya. Akar masalahnya bukan karena Grab dan Uber

menggunakan aplikasi online. Sebab menteri perhubungan tidak pernah

119
http://strategihukum.net/peran-pemerintah-dalam-mengatur-bisnis-jasa-berbasis-teknologi-
aplikasi diakses pada 1 agustus 2017 pkl 22.18 wib

146
mempersoalkan aplikasi online atau tidak online untuk angkutan umum.

Menteri perhubungan justru mendorong pemanfaatan aplikasi TI agar

angkutan umum menjadi lebih efisien.120 Hal itu sudah ia buktikan bahkan

sejak menjadi Dirut PT KAI. Perubahan drastis wajah KAI kini, tidak bisa

dilepaskan dari digunakannya aplikasi berbasis online.

Persoalan yang terjadi adalah karena Grab Car , GoCar dan Uber

masuk ke bisnis angkutan umum, maka sudah seharusnya mereka mengikuti

regulasi yang mengatur angkutan umum di Indonesia, sesuai dengan

ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Di antaranya menyangkut badan hukum

penyelenggara angkutan umum, sarana yaitu kendaraan yang digunakan, dan

pengemudinya. Dengan atau tanpa aplikasi online, semua yang bergerak di

sektor angkutan umum harus tunduk kepada ketentuan yang bersumber dari

undang-undang tersebut, beserta aturan turunannya yang masih sah berlaku.

Menteri perhubungan sudah memanggil pengelola Uber, GoCar dan Grab Car

agar mematuhi ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan angkutan

umum. Hal serupa juga dilakukan Dirjen Perhubungan Darat, baik secara

langsung maupun imbauan melalui media massa. Namun permintaan dan

seruan itu tidak pernah ditanggapi. Mereka selalu menjawab sebagai penyedia

120
Hasil Wawancara dengan Indra Gunawan, Kepala Seksi Angkutan Orang Dalam Trayek
Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, Pada Tanggal 25 juli 2017

147
aplikasi, bukan perusahaan transportasi. Dengan kilah itu mereka terus

mengembangkan operasi bisnisnya, tanpa sedikit pun menggubris Undang-

undang dan peraturan turunannya. Karena tidak memenuhi ketentuan Undang-

undang dan peratutan yang ada, maka angkutan umum berbasis aplikasi

dengan sendirinya adalah ilegal. Ilegalitas angkutan umum berbasis aplikasi

inilah yang menjadi alasan Pemprov DKI Jakarta melarang angkutan umum

berbasis aplikasi beroperasi di wilayah Jakarta. Beberapa kali Dinas

Perhubungan DKI Jakarta melalukan penertiban dengan menangkap angkutan

umum berbasis aplikasi tersebut. Sekali lagi, yang jadi persoalan bukan

aplikasi onlinenya, melainkan penyelenggaraan angkutan umum yang tidak

mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Tetapi langkah

penertiban itu ternyata tidak efektif. Angkutan umum berbasis aplikasi Grab

Car dan Uber terus berkembang dan semakin diminati masyarakat. Di sisi

lain, baik Grab Car, GoCar maupun Uber tidak menunjukkan itikad untuk

mematuhi peraturan yang ada. Ini yang membedakan keduanya dengan Grab

Taxi. Grab Taxi adalah taksi berbasis aplikasi yang bisa beroperasi legal

karena bersedia memenuhi ketentuan yang ada, melalui kerjasama dengan

operator taksi resmi dan terdaftar.

Pada dasarnya masyarakat akan selalu membutuhkan barang dan jasa

yang mereka konsumsi. Pelaku Usaha akan selalu terus berinovasi untuk

148
mendapatkan keuntungan, mencari peluang dengan menciptakan solusi.

Kepentingan Pemerintah disini adalah memastikan agar kepentingan umum

terlayani dengan baik, tanpa harus membatasi kreativitas Pelaku Usaha.

Namun tidak tinggal diam, pelaku usaha juga berupaya memenuhi persyaratan

bisnisnya.

Respons terhadap angkutan berbasis Teknologi Aplikasi atau Tech

Based Business Platforms pun bermacam-macam. Pemerintah, baik

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, harus dapat menyikapi

pertumbuhan teknologi aplikasi sebagai sarana bisnis di Indonesia secara

proporsional, dengan melakukan identifikasi secara efektif terhadap

permasalahan hukum yang terjadi, siapa subjek hukum yang diatur, dan

substansi peraturan seperti apa yang dikeluarkan untuk mengaturnya.

Dari analisis terhadap skema kegiatan angkutan berbasis online yang

dilakukan melalui teknologi aplikasi yang menggunakan sistem elektronik,

terdapat banyak aspek-aspek kegiatan yang dinilai perlu diatur oleh

Pemerintah sehingga dapat memberikan kepastian hukum terhadap

penyelenggaraan kegiatan tersebut. Baik kepada masyarakat sebagai

konsumen, pelaku usaha yang terlibat, maupun terhadap lingkungan

masyarakat Indonesia sendiri secara luas.

149
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akhirnya mengeluarkan

payung hukum yang mengizinkan beroperasinya angkutan berbasis teknologi

informasi, seperti Uber, GoCar dan GrabCar. Payung hukum tersebut berupa

Peraturan Menteri nomor 26 tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Angkutan

Orang Tidak Dalam Trayek121. Meskipun telah mendapatkan izin, Uber Taxi

dan GrabCar serta berbagai perusahaan angkutan berbasis online terlebih

dahulu harus memenuhi sejumlah persyaratan. Pertama, perusahaan berbasis

online harus memiliki izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam

trayek. Pengurusan izin tersebut dikenakan biaya, sebagai Penerimaan Negara

Bukan Pajak (PNBP). Kedua, perusahaan harus memiliki badan hukum

Indonesia. Baik Uber maupun Grab telah memilih badan hukum koperasi.

Berdasarkan daftar ‘progres pemenuhan persyaratan izin penyelenggaraan

angkutan’, kedua perusahaan 'telah memiliki akte pendirian koperasi'. Untuk

memenuhi syarat pertama, yaitu izin penyelenggaraan angkutan, perusahaan

harus mempunyai sejumlah hal, yaitu paling sedikit lima kendaraan dengan

bukti surat tanda nomor kendaraan (STNK) atas nama perusahaan, memiliki

tempat penyimpanan kendaraan, menyediakan fasilitas bengkel, dan

mempekerjakan pengemudi yang memiliki surat izin mengemudi (SIM).

121
Ada 14 poin dalam ketentuan ini yang dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum tetap
berdasarkan hasil putusan Mahkamah Agung No. 37 P/HUM/2017 tentang Uji Materi terhadap
Peraturan Menteri Perhubungan No. 26 Tahun 2017, namun demikian pada saat penulis menulis
skripsi ini, ketentuan ini masih berlaku

150
Penggunaan aplikasi berbasis teknologi informasi dapat dilakukan

secara mandiri oleh perusahaan angkutan umum atau bekerja sama

dengan perusahaan/lembaga penyedia aplikasi berbasis teknologi

informasi yang berbadan hukum indonesia. Berdasarkan ketentuan

tersebut GrabCar, GoC ar dan Uber hanya berstatus sebagai penyedia

aplikasi yang bekerja sama dengan perusahaan angkutan umum yang

telah memiliki izin penyelenggaraan angkutan.

Izin penyelenggaraan angkutan sewa tersebut dapat diperoleh

setelah memenuhi beberapa syarat antara lain:

1) Memiliki paling sedikit 5 (lima) kendaraan dengan

dibuktikan dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK)

atas nama perusahaan dan surat tanda bukti lulus uji berkala

kendaraan bermotor;

2) Memiliki tempat penyimpanan kendaraan (pool);

3) Menyediakan fasilitas pemeliharaan kendaraan (bengkel)

yang dibuktikan dengan dokumen kepemilikan atau perjanjian

kerjasama dengan pihak lain;

4) Mempekerjakan pengemudi yang memiliki Surat Izin

Mengemudi (SIM) Umum sesuai golongan kendaraan.

151
Sehingga GrabCar GoCar dan Uber sudah mempunyai payung hukum

dan wajib memenuhi persyaratan yang diatur dalam Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor 26 tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Angkutan

Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

Peran Pemerintah sebagai regulator dalam mengawasi angkutan

berbasis online, pemerintah juga harus menyediakan petugas untuk

pengawasan angkutan agar mematuhi peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Peran pemerintah dalam mengawasi transportasi online juga memberi

perlindungan terhadap konsumen, dengan undang-undang perlindungan

konsumen. Konsumen juga harus merasa nyaman dengan kendaraan yang

digunakan,kendaraan pun harus memenuhi standar kelayakan yang telah

diatur.

Mobil pengendara wajib berasuransi, sehingga pemerintah punya

Kewajiban memberikan asuransi bila terjadi kecelakaan, berikut kewajiban

dan tanggung jawab pemerintah :

1) Pemerintah menyediakan dan/atau memperbaiki pengaturan,

sarana, dan Prasarana Lalu Lintas yang menjadi penyebab

kecelakaan;

152
2) Pemerintah menyediakan alokasi dana untuk pencegahan dan

penanganan Kecelakaan Lalu Lintas;

3) Pemerintah mengembangkan program asuransi Kecelakaan Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan;

4) Pemerintah membentuk perusahaan asuransi Kecelakaan Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

153
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Hubungan hukum pemilik kendaraan dengan konsumen ialah antara

pemberi jasa (pemilik kendaraan) dengan pengguna jasa (konsumen),

adalah hubungan pemberian jasa (antaran/angkutan). Namun

demikian, hubungan yang terjadi dalam pengangkutan ini tidak seperti

seperti halnya dalam perjanjian perburuhan di mana dua belah pihak

tidak sama tinggi yaitu majikan mempunyai kedudukan yang lebih

tinggi dari pada buruh. Di dalam hubungan hukum perjanjian

pengangkutan terdapat beberapa pendapat, yaitu :

c. Pelayanan berkala artinya hubungan kerja antara pengirim dan

pengangkut tidak bersifat tetap, hanya kadang kala saja bila

pengirim membutuhkan pengangkutan atau tidak terus menerus,

berdasarkan atas ketentuan Pasal 1601 Kitab Undang Undang

Hukum Perdata.

154
d. Pemborongan sifat hukum perjanjian pengangkutan bukan

pelayanan berkala tetapi pemborongan sebagaimana dimaksud

Pasal 1601 b Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Pendapat ini

didasarkan atas ketentuan Pasal 1617 Kitab Undang Undang

Hukum Perdata (Pasal penutup dari bab VII A tentang pekerjaan

pemborongan).

4) Peran Pemerintah dalam mengawasi angkutan adalah sebagai regulator

(Pembuat aturan/ peraturan/ kebijakan) atas jasa angkutan yang

berbasis online merujuk pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor

26 tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan

Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Selain sebagai

regulator dan pemerintah juga berkewajiban untuk menyediakan

petugas untuk mengawasi transportasi online, dan memberi

perlindungan terhadap konsumen dengan diberlakukannya undang-

undang perlindungan konsumen, agar tidak terjadi sesuatu yang bisa

merugikan konsumen. Konsumen juga harus merasa nyaman dengan

kendaraan yang digunakan, kendaraan pun harus memenuhi standar

kelayakan yang telah diatur.

155
5.2 Saran

1. Seharusnya aplikasi tersebut memungkinkan adanya perubahan lokasi

yang dituju jika terjadi saat penumpang ingin merubah tujuan, agar

tidak ada yang dirugikan dan tarif tetap dikenakan jarak terjauh.

2. Setiap transaksi antara pengemudi dengan penyedia jasa harus ter-

backup servernya ke perusahaan untuk pelaporan sehingga pemerintah

bisa melihat jangkauan yang dilalui dari backup data perusahaan jika

terjadi tindak pidana yang dilakukan pengemudi kepada konsumen

selaku pengguna jasa.

156

Anda mungkin juga menyukai