Anda di halaman 1dari 198

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Transportasi merupakan bidang kegiatan yang sangat penting
dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan menyadari pentingnya
peranan transportasi, maka lalu lintas dan angkutan jalan harus di tata
dalam suatu system transportasi yang sesuai dengan tingkat kebutuhan
lalu lintas dana pelayanan angkutan yang tertib, nyaman, cepat, lancar,
dan biayanya murah. Di era modern ini masyarakat mempunyai aktivitas
yang beragam dan untuk memenuhi aktivitas tersebut masyarakat
memerlukan adanya transportasi sebagai alat penunjang atau alat bantu
dalam melakukan aktivitasnya.
Transportasi adalah usaha untuk memindahkan manusia,barang
atau jasa dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan tujuan tertentu.
Proses perpindahan tersebut dapat melalui jalur darat, udara maupun
air, begitu pula untuk angkutan barang. Barang merupakan salah satu
komoditas ekonomi yang memerlukan alat angkut dalam proses
perpindahannya. Jenis alat angkut yang di perjual belikan di pasar
memerlukan jenis alat angkut yang bervariasi. Moda angkut barang
sebagai bagian dari system transportasi merupakan kebutuhan pokok
para pedagang dan pembeli berfungsi untuk memudahkan para penjual
dan pembeli membawa barang dagangannyqa menuju pasar atau dari
pasar.
Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dalam
menunjang keberhasilan pembangunan, terutama dalam bidang
ekonomi. Kegiatan ekonomi berkaitan dengan produksi, konsumsi dan
distribusi. Transportasi merupakan sarana penunjang dalam kegitan
tersebut. Misalnya, untuk mengangkut bahan baku menuju lokasi
produksi. Sistem transportasi diharapkan dapat meningkatkan pelayanan
mobilitas untuk pertumbuhan perekonomian masyarakat. Transportasi
diperlukan karena sumber kebutuhan manusia tidak terdapat dalam satu
lokasi. Sumber berupa bahan baku harus melalui tahap produksi yang
lokasinya tidak terlalu dekat dengan konsumen. Kesenjangan jarak
antara lokasi bahan baku, produksi dan konsumen itulah yang
melahirkan transportasi. Transportasi dapat menghubungkan antara
berbagai tempat yang memiliki kondisi dan potensi yang berbeda.
Kebutuhan transportasi semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk dan beragamnya aktivitas penduduk.
Semakin banyaknya jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan barang
dan jasa yang semakin beragam. Hal ini sesuai dengan penyataan yang
diungkapkan oleh Somantri (2014, hlm. 2) “seiring dengan peningkatan
jumlah penduduk dan semakin kompleksnya kegiatan penduduk di
perkotaan maka kebutuhan sarana transportasi semakin meningkat. Hal
ini ditunjukan dari semakin banyaknya kendaraan yang beroperasi di
jalan, baik kendaraan pribadi maupun umum.” Upaya untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, penduduk harus melakukan mobilitas ke tempat-
tempat tertentu. Apabila kebutuhan barang dan jasa tersebut tidak
diperoleh di tempat tinggalnya. Penduduk akan mendatangi pusat-pusat
pelayanan yang menyediakan berbagai kebutuhan hidup, berupa barang
dan jasa. Oleh karena itu, penduduk memerlukan pelayanan transportasi
yang dapat membawanya dari daerah asal menuju pusat pelayanan
yang dituju. Aksesibilitas yang baik akan memudahkan penduduk untuk
mencapai lokasi tujuan. Tanpa adanya transportasi yang memadai maka
penduduk kurang memiliki akses terhadap pusat-pusat pelayanan yang
dibutuhkan.
Penduduk membutuhkan pelayanan transportasi untuk berbagai
aktivitas dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Misalnya, pelajar
membutuhkan pelayanan transportasi untuk pergi ke sekolah, karyawan
untuk pergi bekerja, petani untuk pergi menjual hasil panennya ke pasar,
pedagang untuk pergi belanja bahan-bahan yang akan dijual. Selain itu,
penduduk juga membutuhkan pelayanan transportasi untuk
mengantarkan ke pusat-pusat kesehatan (rumah sakit, puskesmas,
klinik), berkunjung ke rumah saudara, teman, kerabat dan masih banyak
lagi. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Miro
(2012) bahwa kebutuhan perjalanan manusia dan barang timbul akibat
adanya kegiatan sosial ekonomi manusia. Namun, letak objek yang
dibutuhkan mempunyai jarak dari manusia yang membutuhkannya. Oleh
karena itu, manusia membutuhkan transportasi untuk mendukung dan
mempermudah dalam mendapatkan kebutuhan hidupnya.
B. TUJUAN DAN SASARAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan informasi jasa angkutan barang kepada
pemilik barang agar memperoleh informasi yang baik
seperti yang diharapkan. Informasi yang disajikan dalam
bentuk website diharpkan dapat memberikan pengaruh
besar terhadap pemilik barang. Serta membantu mengelola
pemesanan, perjadwalan, informasi perjalanan (tracking)
serta manajemen keuangan, kelola data agar cepat dan
lebih terstruktur.
2. Menghitung tingkat mobilitas penduduk non permanen di
Kecamatan Pangkajene, Kabupaten Sidrap
3. Menghitung tingkat kebutuhan masyarakat terhadap
transportasi local di Kecamaatan Pangkajene, Kabupaten
Sidrap
4. Memetakan zonasi kebutuhan transportasi lokal di
Kecamatan Pangkajene, Kabupaten Sidrap dengan
menggunakan

Adapun sasaran dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

A. Teridentifikasinya load factor (LF) penumpang dilihat dari


perbandingan antara produksi penumpang per segmen dan
kapasitas maksimal angkutan umum berdasarkan jam sibuk (peak
hour) dan jam tidak sibuk (off peak hour)
B. Teridentifikasinya load factor break even (LFBE) dilihat dari
perbandingan antara biaya operasi kendaraan (biaya langsung, dan
biaya tidak langsung) dan tarif angkutan umum (pendapatan) guna
melihat apakah pihak operator mengalami kerugian, keuntungan,
atau pada kondisi impas.
C. Teridentifikasinya jumlah armada angkutan umum optimal dilihat dari
perbandingan antara load factor pada jam sibuk dan jam tidak sibuk,
load factor break even dan jumlah armada angkutan umum
eksisting.
C. RUANG LINGKUP
a. Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah dalam penelitian ini adalah Pangkajene, yang
terletak di wilayah Sidrap Sidenrenreng Rappang dan merupakan
ibukota Sulawesi Selatan. Kabupaten Sidrap terdiri atas 12 Sub
Wilayah Kota/SWK yaitu Baranti, Duapitue, Kulo, Maritengngae,
Panca Lautang, Panca Rijang, Pitu Riase, Piti Riawa, Tellu Limpoe,
Watang Pulu, Watang Sidenreng.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidrap
2010/2022, Kabupaten dibagi menjadi 11 Sub Wilayah Kota yang
dilayani oleh 1 pusat pelayanan kota (PPK Alun-Alun) dan 11 Sub
Pusat Pelayanan Kota (SPK). Pusat pelayanan kota melayani
301972 jiwa dengan proporsi 49% laki-laki dan 51% perempuan.
b. Ruang Lingkup Subtansi
Adapun pembahasan lingkup substansinya yaitu mulai dari
pengumpulan data aspek geografis, aspek fisik dasar,aspek,aspek
karakteristik transportasi,aspek kondisi sarana transportasi. Adapaun
bahan analisis yaitu meliputi analisis kependudukan,transportasi
makro,analisis tingkat pelayanan jalan (level of service) dan analisis
sarana dan prasarana transportasi.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan yang digunakan dalam Laporan Transportasi ini
adalah sebagi berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang, tujuan dan sasaran, ruang lingkup dan
sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Menguraikan dasar-dasar teoridan referensi Laporan Transportasi
tersebut, meliputi dasar teori mengenai peluang pengembangan
angkutan khusus ke pusat kota/ sentral dalam tinjauan permintaan
perjalanan, penentuan rute/trayek, BOK, tarif dan kebutuhan jumlah
kendaraan.
BAB III METODOLOGI
Metodologi pemecahan masalah meliputi persiapan, identifikasi,
perumusan masalah, pengumpulan data, analisa data, pemecahan
masalah dan diagram alir.
BAB IV GAMBARAN UMUM
Berisikan mengenai gambaran secara umum wilayah penelitian
yaitu Kabupaten sidrap, serta gambaran umum mengenai trayek
angkutan yang melintas di wilayah penelitian.
BAB V ANALISIS
Hasil analisis deskriptif kuantitatif tingkat pelayanan trayek
angkutan Kabupaten Sidrap dan evaluasi akhir untuk mengetahui
Kawasan mana sajakah yang memiliki aksebilitas trayek angkutan umum
yang tinggi.
BAB VI PENUTUP
Berisi kesimpulan dari bab-bab sebelumnya serta saran-saran
yang berguna bagi perkembangan dan keberhasilan penelitian dalam
analisis studi lebih lanjut.
LAMPIRAN
BAB II

TINJAUAN KEBIJAKAN

1. Tinjauan Teori
Transportasi memiliki pengertian sebagai usaha memindahkan,
menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat
ke tempat lain, dimana di tempat lain ini objek tersebut lebih bermanfaat atau
dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu (Miro, 2002:4). Transportasi
merupakan hal yang penting dalam suatu sistem karena tanpa transportasi
hubungan antara satu tempat dengan tempat lain tidak terwujud dengan baik
(Bintarto, 1997).
Sistem Transportasi adalah suatu bentuk keterikatan dan keterikatan antara
penumpang, barang, prasarana dan sarana yang berinteraksi dalam rangka
perpindahan orang atau barang yang tercakup dalam suatu tatanan, baik
secara alami ataupun buatan/rekayasa. Sistem transportasi diselanggarakan
dengan maksud untuk mengkoordinasi proses pergerakan penumpang dan
barang dengan mengatur komponen-komponen di mana prasarana merupakan
media untuk proses transportasi, sedangkan sarana merupakan alat yang
digunakan dalam proses transportasi. Tujuan dari sistem transportasi adalah
untuk mencapai proses transportasi penumpang dan barang secara optimum
dalam ruang dan waktu tertentu, dengan mempertimbangkan factor keamanan,
kenyamanan dan kelancaran, serta efisiensi waktu dan biaya. Sistem
pergerakkan yang aman, cepat, nyaman, murah, handal dan sesuai dengan
lingkungannya dapat tercipta jika pergerakkan tersebut diatur oleh sistem
rekayasa dan manajemen lalu lintas yang baik (Tamin, 2008).

2. Sistem Transportasi
a. Interaksi Tata Guna Lahan dan Transportasi
Guna lahan memiliki keterkaitan yang erat dengan transportasi, hal ini
dikarenakan guna lahan baik dimasa sekarang maupun dimasa depan
menjadi masukan bagi perencanaan transportasi yang didesain untuk
melayani orang, perusahaan, dan lembaga-lembaga lain dengan kata lain
guna lahan membuat keinginan untuk bergerak (Kaiser et al., 1995).
Pola tata guna lahan kota yang sesuai dengan fungsi dan kegiatan
penduduk dapat digunakan untuk mengetahui bentuk, karakter atau profil
dari perjalanan penduduk kota. Profil atau karakter perjalanan penduduk
dapat digunakan untuk mengetahui dan memperkirakan kebutuhan akan
transportasi (demand transport). Demand transport merupakan basis
(dasar) yang dipakai untuk menetapkan berapa sarana (armada) angkutan
yang harus disediakan dimasa yang akan datang dan moda apa yang
sesuai dengan suatu kegiatan tertentu yang harus diadakan (Miro, 2005).
Bagaimana orang dan barang bergerak dari tempat asal ke tempat
tujuan sebenarnya merupakan suatu pilihan (seseorang bisa saja memilih
menggunakan angkutan kota, taksi atau mobil pribadi ke pusat kota
daripada menggunakan bus kota). Keputusan ini dibuat dengan
mempertimbangkan beberapa faktor seperti waktu, jarak, efisiensi, biaya,
keamanan, dan kenyamanan. Ahli geografi mengistilahkan perjalanan (trip)
sebagai suatu peristiwa, sedangkan tindakan berjalan (travel) sebagai
suatu proses.
Tata guna lahan merupakan salah satu dari penentu utama pergerakan
dan aktifitas. Aktifitas ini dikenal dengan istilah bangkitan perjalanan (trip
generation), yang menentukan fasilitas-fasilitas transportasi (bus, taksi,
angkutan kota atau mobil pribadi) yang akan dibutuhkan untuk melakukan
pergerakan. Ketika fasilitas tambahan di dalam sistem telah tersedia,
dengan sendirinya tingkat aksesibilitas akan meningkat (Khisty & Lall,
2006).
Gambar 2. 1 Siklus Tata Guna Lahan/ Transportasi
Sumber: Khisty & Lall (2006)

Perubahan aksesibilitas akan menentukan perubahan nilai lahan, dan


perubahan ini akan mempengaruhi penggunaan lahan tersebut. Jika
perubahan seperti ini benar-benar terjadi, maka tingkat bangkitan
perjalanan akan berubah dan akan menghasilkan perubahan pada seluruh
siklus. Perlu dicatat bahwa siklus ini merupakan penyederhanaan dari
kenyataan yang sebenarnya, dan kekuatan pasar tidak diperlihatkan.
Kendati demikian siklus ini memberikan ilustrasi tentang hubungan yang
fundamental antara Transportasi dan Tata Guna Lahan (Khisty & Lall,
2006).
Pendataan tata guna lahan merupakan hal pokok dalam telaah
perangkutan kota sebagai landasan untuk mengukur kaitan antara guna
lahan dengan pembangkit lalu lintas. Pendataan juga menyajikan berbagai
keterangan yang sangat diperlukan untuk menaksir tata guna lahan dimasa
depan. Guna lahan (dalam kota) menunjukkan kegiatan perkotaan yang
menempati suatu petak yang bersangkutan. Setiap petak lahan dicirikan
dengan tiga ukuran dasar, yaitu jenis kegiatan, intensitas penggunaan
lahan, serta hubungan antar guna lahan (Warpani, 1990).
b. Klasifikasi Jalan
Berdasarkan Undang-undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan,
klasifikasi jalan berdasarkan fungsinya dibedakan atas :
1) Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-
rata tinggi, dan jumlah jalan masuk (akses) dibatasi secara berdaya
guna.
2) Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak
sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk
dibatasi.
3) Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan
rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4) Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan
kecepatan rata-rata rendah.
Berdasarkan Undang-undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan,
klasifikasi jalan berdasarkan status jalan dibagi menurut kewenangan
pembinaannya, yaitu :
1) Jalan nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam
sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota
provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.
2) Jalan provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan
jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota
kabupaten/kota, atau antaribukota kabupaten/kota, dan jalan
strategis provinsi.
3) Jalan kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan
primer yang tidak termasuk jalan yang menghubungkan ibukota
kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan,
ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat
kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan
sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
4) Jalan kota, adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan
sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota,
menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan
antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang
berada di dalam kota.
5) Jalan desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan
kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan
lingkungan.
c. Konsep Aksesibilitas dan Mobilitas
Sistem tata guna lahan yang ditentukan polanya oleh kebijakan
pemerintah suatu wilayah dan bagaimana system transportasinya
melayani, akan memberikan tingkat kemudahan tertentu bagi berbagai
zona (atau guna-lahan) yang ada di wilayah tersebut untuk saling
berhubungan. Kalau dua buah petak lahan (zona) mudah dihubungkan,
selanjutnya akan terjadi mobilitas yang tinggi antara petak-petak lahan
tersebut. Itu berarti bahwa tingkat kemudahan (akses) dapat
mempengaruhi (meningkatkan dan menurunkan) mobilitas. (Miro, 2005).
1) Aksesibilitas
Menurut (Black, 1981) dalam (Miro, 2005), merupakan suatu
konsep yang menghubungkan (mnegkombinasikan): system tata
guna lahan secara geografis dengan system jaringan transportasi
yang menghubungkannya, di mana perubahan tata guna lahan,
yang menimbulkan zona-zona dan jarak geografis di suatu wilayah
atau kota, akan mudah dihubungkan oleh penyedia prasarana atau
sarana angkutan.
Mudahnya suatu lokasi dihubungkan dengan lokasi lainnya
lewat jaringan transportasi yang ada, berupa prasarana jalan dan
alat angkut yang bergerak di atasnya. Dengan perkataan lain suatu
ukuran kemudahan dan kenyamanan mengenai lokasi petak(tata)
guna lahan yang saling berpencar dapat berinteraksi
(berhubungan) satu sama lain. Dan mudah atau sulitnya lokasi-
lokasi tersebut dicapai melalui system jaringan transportasinya,
merupakan hal yang sangat subjektif, kualitatif, dan relatif sifatnya
( Tamin, O.Z., 1997 dalam Miro, 2005). Artinya, yang mudah bagi
orang lain belum tentu mudah bagi orang lain.
Salah satu variabel yang bisa menyatakan apakah ukuran
tingkat kemudahan pencapaian suatu tata guna lahan dikatakan
tinggi atau rendah adalah jarak fisik dua tata guna lahan (dalam
kilometer). Akan tetapi, faktor jarak ini tidak dapat sendirian saja
digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya tingkat akses tata
guna lahan. Faktor jarak tidak dapat diandalkan (Miro, 2005),
karena pada kenyataannya bisa terjadi bahwa dua zona yang
jaraknya berdekatan (misalkan sejarak 1,5 km), tidak dapat
dikatakan tinggi tingkat akses (pencapaiannya) apanila anatara
zona (guna lahan) yang satu dengan yang lain tiddek terdapat
prasarana jaringan transportasi yang menhubungkan.
Faktor lain adalah pola pengaturan tata guna lahan.
Keberagaman pola pengaturan tata guna lahan ini terjadi akibat
berpencarnya lokasi petak lahan secara geografis dan masing-
masing petak lahan tersebut berbeda pula jenis kegiatannya dan
intensitas (kepadatan) kegiatannya. Peramalan pola penyebaran
tata guna lahan yaitu dengan mempertimbangkat fakta bahwa:
a) Intensitas (tingkat pengunaan) lahan: semakin
berkuran/rendah, dengan semakin jauh jaraknya dari pusat
kota.
b) Kepadatan (banyak kegiatan/jenis kegiatan): semakin
berkurang/sedikit atau homogeny, dengan semakin jauh jarak
kegiatan tersebut dari pusat kota. (Miro, 2005).

Tabel 2. 1 Klasifikasi berbagai tingkat aksesibilitas secara kuantitatif

Black, 1981, hlm. 24

2) Mobilitas
Dapat diartikan sebagai tingkat kelancaran perjalanan, dan
dapat diukur melalui banyaknya perjalanan (pergerakan) dari suatu
lokasi ke lokasi lain sebagai akibat tingginya tingkat akses antara
lokasi-lokasi tersebut. Itu berarti, antara aksesibilitas dan mobilitas
terdapat hubungan searah, yaitu semakin tinggi akses, akan
semakin tinggi pula tingkat mobilitas orang, kedaraan ataupun
barang yang bergerak dari suatu lokasi ke lokasi lain.
d. Pola Jaringan Jalan
Jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah
yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarki.
Sebagai mana disebutkan dalam pasal 6 Peraturan Pemerintah No 34
tahun 2006 tentang jalan bahwa: Sistem jaringan jalan merupakan satu
kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan
sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarki.
Berkaitan jaringan jalan terdapat beberapa pola jaringan jalan menurut
Morlok (1978), adalah sebagai berikut:
1) Grid / kisi-kisi
Merupakan bentuk jaringan jalan pada sebagian besar kota yang
mempunyai jaringan jalan yang telah direncanakan. Jaringan ini
terutama cocok untuk situasi di mana pola perjalanan sangat
terpencar dan untuk layanan transportasi yang sama pada semua
area.
2) Radial
Jaringan jalan radial difokuskan pada daerah inti tertentu seperti
pada daerah perdagangan (CBD). Dalam sebagian besar kota,
jalan –jalan arteri radial dan kadang juga pada jalan ekspres dibuat
berdasarkan jaringan jalan kisi-kisi. Pola jalan seperti menunjukkan
pentingnya CBD dibandingkan dengan berbagai pusat kegiatan
lainnya di wilayah kota tersebut.
3) Cincin Radial
Jenis populer lainnya dari jaringan jalan, terutama untuk jalan-jalan
arteri utama dan jalan-jalan ekspres, adalah kombinasi bentuk-
bentuk radial dan cincin. Jaringan jalan ini tidak saja memberikan
akses yang baik menuju pusat kota, tetapi juga cocok untuk lalu
lintas dari dan ke pusat-pusat lainnya di luar daerah metropolitan
dan untuk menyalurkan menuju daerah metropolitan tadi dengan
memutar pusat-pusat kemacetan.
4) Spinal
Bentuk lain adalah jaringan jalan spinal yang biasa terdapat pada
jaringan transportasi antar kota pada banyak koridor perkotaan
yang telah berkembang pesat, seperti pada bagian timur laut
Amerika Serikat.
3. Kebijakan Wilayah Perencanaan
a. Peraturan Daerah tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 6
Tahun 2019 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang Tahun 2018 – 2023
b. PeraturanDaerahKabupatenSidenrengRappang Nomor 26 Tahun 2007
Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah 2005- 2025
c. Keputusan Bupati Sidenreng Rappang Nomor 276 Tahun 2016
Tentang Penetapan Status Ruas-ruas Jalan dan Jembatan Sebagai
Jalan dan Jembatan Kabupaten

4. Rencana Tata Ruang Wilayah


Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) merupakan produk rencana tata
ruang yang dihasilkan sebagai pedoman pelaksanaan penataaan ruang di
tingkat wilayah dan kabupaten/kota. Penyusunan rencana tata ruang
wilayah mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan
rencana tata ruang wilayah provinsi, pedoman dan petunjuk pelaksanaan
bidang penataan ruang dan rencana pembangunan jangka panjang daerah.
Penyusunan rencana tata ruang wilayah harus memperhatikan
perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi
penataan ruang kota, upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi kota, keselarasan aspirasi pembangunan kota, daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup, rencana pembangunan jangka panjang
daerah, rencana tata ruang wilayah kota yang berbatasan, dan rencana
tata ruang kawasan strategis kota.
Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Sidenreng Rappang
Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Sidenreng Rappang Tahun 2012-2032, mengenai rencana struktur ruang
wilayah meliputi, pusat-pusat kegiatan, system jaringan prasarana utama
dan system jaringan prasarana lainnya. Pada sistem jaringan prasarana
utama di Kabupaten Sidenreng Rappang merupakan sistem jaringan
transportasi darat yang terdiri atas sistem jaringan jalan dan sistem jaringan
perkeretaapian.
a. Sistem Jaringan Jalan
Sistem jaringan jalan membuat tentang jaringan jalan serta lalu lintas
dan angkutan umum. Jaringan jalan Kabupaten Sidenreng Rappang
memuat diantaranya:
1) jaringan jalan arteri yang merupakan sistem jaringan jalan nasional
yang ada di Kabupaten Sidenreng Rappang, terdiri atas:
a) ruas jalan batas Kabupaten Sidenreng Rappang – Bangkae
sepanjang 13,647 (tiga belas koma enam ratus empat puluh
tujuh) kilometer;
b) ruas jalan Bangkae – Pangkajene Sidenreng sepanjang 3,662
(tiga koma enam ratus enam puluh dua) kilometer;
c) ruas jalan Jenderal Sudirman sepanjang 3,785 (tiga koma tujuh
ratus delapan puluh lima) kilometer;
d) ruas jalan Pangkajene Sidenreng – Kalola sepanjang 34,196
(tiga puluh empat koma seratus sembilan puluh enam)
kilometer; dan ruas jalan Sultan Hasanuddin sepanjang 0,440
(nol koma empat ratus empat puluh) kilometer.
2) jaringan jalan kolektor primer K1 yang merupakan sistem jaringan
jalan nasional yang ada di Kabupaten Sidenreng Rappang, terdiri
atas:
a) ruas jalan batas Kabupaten Enrekang – Rappang sepanjang
7,834 (tujuh koma delapan ratus tiga puluh empat) kilometer;
dan
b) ruas jalan Rappang – Bangkae sepanjang 11,765 (sebelas
koma tujuh ratus enam puluh lima) kilometer.
3) jaringan jalan kolektor primer K2 yang merupakan sistem jaringan
jalan provinsi yang ada di Kabupaten Sidenreng Rappang, terdiri
atas:
a) ruas jalan batas Kabupaten Soppeng – Pangkejene Sidenreng
sepanjang 22,55 (dua puluh dua koma lima puluh lima)
kilometer;
b) ruas jalan Pangkejene Sidenreng – Rappang sepanjang 9,29
(sembilan koma dua puluh sembilan) kilometer; dan
c) ruas jalan batas Kabupaten Pinrang – Rappang sepanjang 8,50
(delapan koma lima puluh) kilometer; dan
d) ruas jalan Rappang – Bangkae sepanjang 11,765 (sebelas
koma tujuh ratus enam puluh lima) kilometer.
4) rencana pengembangan jalan lingkar luar Kabupaten Sidenreng
Rappang yaitu ruas jalan Watang Pulu – Maritengngae – Watang
Sidenreng sepanjang 10,6 (sepuluh koma enam) kilometer;
5) jaringan jalan kolektor primer K4 dan jaringan jalan lokal yang ada
di Kabupaten Sidenreng Rappang, tercantum dalam lampiran III
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan daerah
6) rencana pengembangan jaringan jalan lokal kabupaten yang belum
tercantum dalam lampiran III akan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bupati.
Sementara lalu lintas dan angkutan jalan Kabupaten Sidenreng
Rappang memuat diantaranya:
1) trayek angkutan yang meliputi:
a) trayek angkutan barang yaitu trayek Lawawoi – Pangkajene –
Tanru Tedong;
b) trayek angkutan penumpang antar kota dalam provinsi (AKDP)
terdiri atas:
(1) trayek Lawawoi – Pangkajene – Rappang – Kulo – Baranti;
(2) trayek Lawawoi – Pangkajene – Amparita – Bilokka;
(3) trayek Lawawoi – Pangkajene – Empagae – Tanru Tedong;
(4) trayek Lawawoi – Datae – Lancirang – Kampung Baru –
Pangkajene; dan
(5) trayek Lawawoi – Rappang – Kulo – Baranti – Pangkajene.
c) trayek angkutan penumpang perdesaan

2) terminal yang meliputi:


a) terminal penumpang tipe C di kawasan perkotaan Lawawoi
Kecamatan Watang Pulu, di kawasan perkotaan Pangkajene
Kecamatan Maritengngae, di kawasan perkotaan Tanru Tedong
Kecamatan Dua Pitue, di kawasan perkotaan Rappang
Kecamatan Panca Rijang, dan di kawasan perkotaan Amparita
Kecamatan Tellu Limpoe; dan
b) terminal barang di Kecamatan Watang Pulu, Kecamatan
Maritengngae, dan Kecamatan Dua Pitue;
3) fasilitas pendukung lalu lintas dan angkutan jalan ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
4) lalu lintas dan angkutan jalan di Kabupaten Sidenreng Rappang.
b. Sistem Jaringan Perkeretaapian
Sistem jaringan perkeretaapian di Kabupaten Sidenreng Rappang
ditetapkan dalam rangka mengembangkan interkoneksi dengan sistem
jaringan jalur pulau Sulawesi, terdiri atas:
1) Jaringan jalur kereta api yang merupakan jaringan jalur kereta api
umum antarkota lintas barat pulau Sulawesi bagian barat yang
menghubungkan Provinsi Sulawesi Tengah – Provinsi Sulawesi
Barat – Parepare – Sidenreng Rappang – Pangkajene Kepulauan –
Maros – Makassar – Sungguminasa –Takalar – Bulukumba –
Watampone – Parepare;
2) Stasiun kereta api diarahkan di Kecamatan Maritengngae yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
3) Fasilitas operasi kereta api yang diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
5. Rencana Detail Tata Ruang
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) merupakan produk rencana tata
ruang yang skala perencanaannya lebih kecil dibanding RTRW. RDTR
termasuk dalam rencana rinci tata ruang yang ada di Indonesia, selain dari
RTR Pulau dan RTR Kawasan Strategis Nasional. Termasuk dalam
rencana rinci, sehingga umumnya RDTR menjelaskan perencanaan tata
ruang di dalam kawasan perkotaan kabupaten/kota atau dalam ruang
lingkup skala kecamatan. RDTR mengatur mengenai pemanfaatan lahan
pada skala detil (1:5000). Setiap izin pemanfaatan ruang, termasuk di
dalamnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) mengacu pada RDTR yang
telah disahkan oleh Pemerintah Daerah.
Penyusunan RDTR sendiri telah diamanatkan dalam Undang-Undang
Penataan Ruang serta diatur lebih jauh di dalam peraturan menteri yang
diterbitkan pada tahun 2011 dan diperbaharui pada tahun 2018. Pada
peraturan tersebut diatur mengenai hal-hal serta muatan substansi yang
harus dipenuhi dalam menyusun dokumen RDTR, yang terdiri dari
dokumen RDTR dan Peraturan Zonasi (PZ). Adapun yang menjadi muatan
substansi dari RDTR adalah tujuan penataan Bagian Wilayah Perkotaan
(BWP); rencana struktur ruang; rencana pola ruang; penetapan sub BWP
yang diprioritaskan penanganannya; dan ketentuan pemanfaatan ruang.
Berdasarkan Peraturan Bupati Sidenreng Rappang Nomor 11 Tahun
2021 Tentang Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Pangkajene
Tahun 2021-2041, mengenai rencana struktur ruang meliputi, rencana
pengembangan pusat pelayanan, rencana jaringan transportasi dan
rencana jaringan prasarana. Untuk rencana jaringan transportasi di
Kabupaten Sidenreng Rappang terdiri atas:
a. Jaringan jalan arteri primer, terdiri atas :
a. Poros Bangkae - Pangkajene Sidrap yang melalui Blok B-1
b. Jalan Sultan Hasanuddin (Sidenreng) melalui Blok A-1 dan Blok A-
2;
c. Jalan Jenderal Sudirman (Sidenreng) melalui Blok A-1 dan Blok B-
1, Blok B
b. Jaringan jalan kolektor primer dua (JKP-2) terdiri atas:
a. Jalan poros Bts Soppeng - Pangkajene Sidrap melalui Blok A-1,
Blok A-2, Blok C-1, dan Blok C-2;
b. Jalan poros Pangkajene- Rappang melalui Blok A-1, Blok A-2.
c. Jaringan jalan kolektor primer empat (JKP-4) terdiri atas :
a. Jalan Alakkuang - SLTP No.5 yang melalui Blok B-1;
b. Jalan Allesalewoe - Pingiran Danau yang melalui Blok B-2;
c. Jalan Batu Lappa - BTN Arawa Permai yang melalui Blok B-1;
d. Jalan Lainungan - Bulumakkadae yang melalui Blok B-1 dan Blok
B-2;
e. Pangkajene - Empagae yang melalui Blok A-1 dan Blok A-2;
f. Jalan Soangeng – Bojoe yang melalui Blok B-2, Blok C-1 ,Blok C-2
dan Blok D-1;
g. Jalan Soangeng – Arawa yang melalui Blok B-1, Blok B-2,dan Blok
D-2;
h. Jalan Talumae – Aka akae yang melalui Blok C-1.
d. Jaringan jalan Lokal Primer terdiri atas :
a. Jalan Ganggawa yang melalui Blok A-1 dan Blok B-2;
b. Jalan Nene Malamo yang melalui Blok A-1;
c. Jalan Lanto Dg Pasewang melalui Sub BWP A Blok 1;
d. Jalan Wolter Monginsidi Blok A-1, Blok B-2, dan Blok C-1;
e. Jalan Pasar 1 melalui Blok A-1.
e. Jaringan jalan lingkungan sekunder terdapat diseluruh blok.
f. Terminal Penumpang Tipe C terdapat di Blok A-1.
6. Tataran Transportasi Wilayah Provinsi
Tataran Transportasi Wilayah Provinsi (Tatrawil) adalah tatanan
transportasi yang terorganisasi secara kesisteman dan antar moda terdiri
dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan
danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara,
dan transportasi pipa yang masing-masing terdiri dari sarana dan
prasarana yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan
perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan transportasi yang
efektif dan efisien, berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang
antar simpul atau kota wilayah, dan dari simpul atau kota wilayah ke simpul
atau kota nasional atau sebaliknya.
Fungsi dari Sistem Transportasi Nasional (sistranas) dan tatrawil yaitu
sebagai pedoman untuk pengembangan jaringan prasarana dan jaringan
pelayanan yang memfasilitasi perpindahan orang dan atau barang antar
simpul atau kota wilayah dan dari simpul kota wilayah ke simpul atau kota
nasional atau sebaliknya.
7. Tataran Transportasi Lokal (Tatralok)
Transportasi merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, yang
mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong, dan penunjang aktivitas
sosial, ekonomi dan budaya, bahkan penunjang aspek pertahanan
keamanan dan politik. Transportasi berwujud suatu sistem yang terdiri dari
sarana dan prasarana, yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya
manusia membentuk jaringan prasarana dan jaringan pelayanan.
Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran
transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (Sistranas)
diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi yang berkemampuan
tinggi dan diselenggarakan secara efektif dan efisien dalam menunjang dan
sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan; mendukung mobilitas
manusia dan barang serta jasa; mendukung pola distribusi nasional serta
mendukung pengembangan wilayah, peningkatan hubungan nasional dan
internasional yang lebih memantapkan perkembangan kehidupan
berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara.
Dalam pembangunan transportasi, baik Pemerintah Pusat, Pemerintah
Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota mempunyai tugas dan
peranan sesuai cakupan kewenangannya masing–masing, yaitu
berkewajiban untuk menyusun rencana dan merumuskan kebijakan,
mengendalikan dan mengawasi perwujudan transportasi. Salah satu
kewajiban dimaksud adalah menetapkan jaringan prasarana transportasi
dan jaringan pelayanan. Termasuk dalam tugasnya itu, kewajiban penting
adalah untuk melaksanakan tugas pembangunan sarana dan prasarana
transportasi yang tidak diusahakan, dengan prioritas daerah–daerah
tertinggal yang kurang berkembang.

BAB III

METODOLOGI

A. Jenis Data
Dalam penelitian ini menggunakan dua sumber data sebagai sumber
data penelitian, yakni data primer dan data sekunder. Kedua data ini
digunakan karena mendekati dengan objek penelitian yang penulis
gunakan.
1. Data Primer

Data primer adalah data empirik yang diperoleh langsung dari


lapangan.Data empirik yang dimaksud adalah hasil wawancara dengan
beberapa pihak atau informan yang benar-benar berkompeten dan bersedia
memberikan data dan informasi yang dibutuhkan yang relevan dengan
kebutuhan penelitian.Salah satunya kepala bagian Data sekunder lainnya
diperoleh dari hasil telaah dari bacaan ataupun kajian pustaka, buku-buku
atau literature yang terkait dengan permasalahan yang sedang diteliti,
internet, dokumen, dan laporan yang bersumber dari lembaga terkait yang
relevan dengan kebutuhan data dalam penelitian.atau instansi yang terkait
dalam penelitian.
2. Data Sekunder

Selain data primer yang dimaksudkan, juga akan digunakan data


sekunder sebagai penunjang dan pelengkap dari data primer. Data
sekunder ini merupakan data yang sangat penting dalam suatu penelitian
hukum karena kecenderungan penelitian hukum yang bersifat deskriptif.
B. Kebutuhan Data

Data merupakan sekumpulan informasi atau juga keterangan– keterangan


dari suatu hal yang diperoleh dengan melalui pengamatan atau juga
pencarian ke sumber – sumber tertentu. Data yang diperoleh namun belum
diolah lebih lanjut dapat menjadi sebuah fakta atau anggapan. Sebagai
contoh, data yang diperoleh dari sebuah pe nelitian dengan menggunakan
metode-metode tertentu, dapat menjadi lebih kompleks untuk menyajikan
sebuah informasi baru atau bahkan solusi untuk menyelesaikan masalah
tertentu.

Adapun kebutuhan data yang dibutuhkan yaitu


Jenis Data
No Aspek Kebutuhan Tahun Sumber
Data Prime Sekunder
r
1 Kebijakan 1. Rencana Pembangunan Jangka Thn -  Badan Perencanaan
Wilayah Menengah Daerah (Rpjmd) Kabupaten Yg (Dokumen) Pembangunan, Penelitian
Kabupaten Sidenreng Rappang Tersed Dan
ia Pengembangan Daerah
Kabupaten Sidenreng
Rappang
2. Rencana Tata Ruang Wilayah (Rtrw) Thn -  Dinas Bina Marga, Cipta
Kabupaten Sidenreng Rappang Yg (Dokumen Karya Dan Tata
Tersed Dan Peta Ruang
ia Digital Kabupaten Sidenreng
(Shp)) Rappang
3. Rencana Detail Tata Ruang (Rdtr) Thn -  Dinas Bina Marga, Cipta
Kabupaten Sidenreng Rappang Yg (Dokumen Karya Dan Tata
Tersed Dan Peta Ruang
ia Digital Kabupaten Sidenreng
(Shp)) Rappang
4. Rencana Strategis (Renstra) Kabupaten Thn -  Dinas Bina Marga, Cipta
Sidenreng Rappang Yg (Dokumen Karya Dan Tata
Tersed Dan Peta Ruang
ia Digital Kabupaten Sidenreng
(Shp)) Rappang
2 Sosial 1. Jumlah Penduduk, Laju Pertumbuhan Badan Pusat Statistik
Kependudukan Penduduk Per Tahun, Distribusi 5  (Bps) Kabupaten
Persentase Penduduk, Kepadatan Tahun - (Dokumen) Sidenreng Rappang
Penduduk, Rasio Jenis Kelamin Terakh (Online)
Penduduk Menurut Kecamatan Di ir
Kabupaten
Sidenreng Rappang
3 Kebijakan 1. Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) Thn Dinas Perhubungan

Transportasi Kabupaten Sidenreng Rappang Yg - Kabupaten
(Dokumen)
Tersed Sidenreng Rappang
ia
Jenis Data
No Aspek Kebutuhan Tahun Sumber
Data Primer Sekunder
2. Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil) Thn Yg Dinas Perhubungan
Tersedi - Kabupaten Sidenreng
a (Dokumen) Rappang
3. Tataran Transportasi Nasional (Tatranas) Thn Yg Dinas Perhubungan
Tersedi - Kabupaten Sidenreng
a (Dokumen) Rappang
4. Data Transportasi Darat Dan Laut Kabupaten Thn Yg Dinas Perhubungan
Sidenreng Rappang Tersedi - Kabupaten Sidenreng
a (Dokumen) Rappang
5. Data Permintaan Penumpang Dan Thn Yg Dinas Perhubungan
Barang Kabupaten Sidenreng Tersedi - Kabupaten Sidenreng
Rappang a (Dokumen) Rappang
6. Jumlah Angkutan Umum Kabupaten Thn Yg Dinas Perhubungan
Sidenreng Rappang Tersedi - Kabupaten Sidenreng
a (Dokumen) Rappang
7. Jalur Transportasi Darat Dan Laut Thn Yg Dinas Perhubungan
Kabupaten Sidenreng Rappang Tersedi - Kabupaten Sidenreng
a (Dokumen) Rappang
8. Bangkitan Dan Tarikan Berdasarkan Tujuan Thn Yg Dinas Perhubungan
Dan Waktu Kabupaten Sidenreng Rappang Tersedi - Kabupaten Sidenreng
a (Dokumen) Rappang
9. Data Rute Angkutan Darat Dan Laut Thn Yg Dinas Perhubungan
Kabupaten Sidenreng Rappang Tersedi - Kabupaten Sidenreng
a (Dokumen) Rappang
10. Sistem Pergerakan Lalu Lintas Kabupaten Thn Yg Dinas Perhubungan
Sidenreng Rappang Tersedi - Kabupaten Sidenreng
a (Dokumen) Rappang
Jenis Data
No Aspek Kebutuhan Tahun Sumber
Data Primer Sekunder
11. Asal Dan Tujuan Pergerakan Rute 2022 Survey - Survey Lapangan
Trayek Angkutan Umum Kabupaten Lokasi
Sidenreng Rappang
12. Arus Lalu Lintas Kabupaten Sidenreng 2022 Survey - Survey Lapangan
Rappang Lokasi

13. Kecepatan Lalu Lintas Kabupaten 2022 Survey - Survey Lapangan


Sidenreng Rappang Lokasi

14. Pemilihan Rute Tercepat Kabuoaten 2022 Survey - Survey Lapangan


Sidenreng Rappang Lokasi

15. Data Lalu Lintas Harian Rata-Rata 2022 Survey - Survey Lapangan
Kabupaten Sidenreng Rappang Lokasi
(5 Titik Yaitu Pusat Kota, Kawasan
Daerah Permukiman, Jalan
Penghubung Kabupaten, Kawasan
Pinggiran, Kawasan Urban)
16. Kecapatan Angkutan Umum 2022 Survey - Survey Lapangan
Kabupaten Sidenreng Rappang Lokasi

17. Waktu Keberangkatan Antara Angkutan 2022 Survey - Survey Lapangan


Yang Satu Dengan Angkutan Yang Lokasi
Lain Di Kabupaten Sidenreng Rappang
18. Lama Waktu Perjalanan 2022 Survey - Survey Lapangan
Angkutan Umum Kabupaten Lokasi
Sidenreng Rappang
4 Fisik Sarana 1. Jenis Dan Status Jalan Kabupaten 2022 - - Dinas Bina Marga, Cipta
dan Prasarana Sidenreng Rappang (Data Eksisting Karya Dan Tata
Dan Rencana) Ruang
Jenis Data
No Aspek Kebutuhan Tahun Sumber
Data Primer Sekunder
(Dokumen
Dan
Peta)
2. Kondisi Jalan Di Kabupaten Sidenreng 2022 Survey - Survey Lapangan
Rappang Lokasi

3. Aksesibilitas Transportasi Di Kabupaten 2022 - Dinas Pupr Kabupaten


Sidenreng Rappang (Dokumen Sidenreng
Dan Peta) Rappang

4. Jumlah Angkutan Sampah Di 2022 -  Dinas Lingkungan Hidup


Kabupaten Sidenreng Rappang (Dokumen Kabupaten Sidenreng
Dan Peta) Rappang

5. Kondiisi Prasarana Halte Di Kabupaten 2022 Survey - Survey Lapangan


Sidenreng Rappang Lokasi

7. Kondisi Prasarana Terminal Kabupaten 2022 Survey - Survey Lapangan


Sidenreng Rappang Lokasi
Jenis Data
No Aspek Kebutuhan Tahun Sumber
Data Primer Sekund
er
9. Fasilitas Penunjang Terminal Kabupaten 2022 Survey - Survey Lapangan
Sidenreng Rappang Lokasi

5 Fisik Wilayah 1. Data Geomorfologi, Topografi, Thn Yg - Dinas Perindustrian,


Kabupaten Jenis Tanah Kabupaten Sidenreng Tersedia (Peta) Perdagangan, Energi Dan
Rappang Sumber Daya Mineral
2. Penggunaan Lahan (Tutupan Lahan) Thn Yg - Badan Perencanaan
Kabupaten Sidenreng Rappang Tersedia (Peta Pembangunan,
 Kawasan Hutan Digital Penelitian Dan
 Kawasan Pertanian (Shp)) Pengembangan Daerah
 Kawasan Perkebunan
 Kawasan Permukiman Dinas Ketahanan
 Kawasan Pertambangan Pangan Dinas
 Kawasan Pariwisata Kehutanan Dinas
Pertanian Dinas
Perkebunan
Dinas Pekerjaan
Umum,Perumahan Dan
Kawasan Permukiman

Dinas Dan Eergi Sumber


Daya Mineral

Dinas Kebudayaan
Dan Pariwisata
D. Metode pengumpulan data
Teknik perolehan data adalah cara yang dilakukan peneliti untuk
memperoleh data yang akan digunakan sebagai informasi untuk mencapai
tujuan penelitian. Pelaksanaan penelitian ini peneliti menggunakan beberapa
metode untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan untuk bahan
penelitian. Adapun metode pengumpulan data tersebut sebagai berikut:

1. Teknik Pengumpulan Data Primer :


a. Observasi
Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan dengan sistematis
terhadap fenomena-fenomena yang diteliti. Peneliti perlu melibatkan diri dalam
kegiatan survei lapangan maupun di instansi.Peneliti berusaha menangkap
proses intepretatif dari apa yang diamati yaitu tentang perkembangan
transportasi di kabupaten sidrap. Observasi terbentang mulai dari kegiatan
pengumpulan data yang formal hingga data yang tidak formal. Observasi dapat
menambah konteks maupun fenomena yang akan diteliti. Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan observasi partisipan, dimana peneliti ikut di dalam
kegiatan obyek yang diobservasi.
b. Dokumentasi

Menurut Burhan Bungin (2007:121), dokumentasi adalah salah satu metode


pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi penelitian sosial untuk
menelusuri data historis. Sedangkan menurut Sugiyono (2008:82), dokumen
merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu yang berbentuk tulisan, gambar
atau karya-karya monumental dari seseorang. metode dokumentasi ini
dipergunakan untuk mencari data Dalam kegiatan ini peneliti menyalin dokumen
yang berkaitan dengan pengadaan dan pengeluaran penelitian serta merekam
dan mencatat segala aktivitas yang berkaitan dengan laporan dengan tujuan untuk
mengetahui hal-hal apa saja yang sudah terjadi di lapangan dan agar bisa
dijadikan gambaran dan bahan penelitian.
c. Kuisioner
Pengambilan Data Kuisioner Untuk pengambilan data kuisioner dilakukan
dengan cara wawancara secara langsung dan menyebarkan selebaran berupa
pertanyaan yang menuju pada pokok pembahasan
d. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Wawancara dilakukan
dengan beberapa pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara yang memberikan jawaban atas pertenyaan itu (Moleong 2014). Pada
kegiatan ini peneliti melakukan tanya jawab langsung bersama masyarakat yang ada di
lokasi survei yakni di kabupaten sidrap untuk mencari informasi yang akan dikaji langsung
pada pihak yang berwenang di lapangan survey.

Teknik yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara terstuktur dan tidak
terstruktur. Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila
peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang
akan diperoleh. Sedangakan wawancara tidak terstruktur lebih bebas, dimana peneliti
tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan
lengkap untuk pengumpulan datanya sehingga suasannya akan lebih santai. Dalam
penelitian kualitatif, sering menggabungkan teknik pengamatan dengan wawancara. Jadi
selama pengamatan, peniliti juga melakukan interview kepada orang lain. Dalam
interview yang perlu dipersiapkan adalah alat-alat bantu, agar segala yang dipertanyakan
hasilnya dapat terekam baik. Alat-alat bantu dalam wawancara ini berupa buku catatan,
tape recorder, serta camera atau handycam. Jadi peneliti akan mengetahui dengan pasti
informasi yang akan diperoleh. Sehingga hasil peneliti juga akan lebih valid dan akurat.
Dari ketiga macam wawancara tersebut menurut peneliti yang tepat pada penelitian
ini menggunakan wawancara terstruktur dan juga wawancara tidak terstruktur
Wawancara terstruktur ditujukan kepada stakeholder yang terlibat serta mengetahui
tentang kondisi di wilayah penelitian tersebut. Adapun wawancara tidak terstruktur
ditujukan kepada masyarakat yang mengetahui kondisi di wilayah penelitian tersebut.
2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder
Kegiatan survei sekunder dilakukan untuk memperoleh data-data berupa dokumen
tertulis yang mendukung dalam proses perencanaan. Kegiatan ini merupakan studi
pendahuluan untuk mengatahui gambaran sarana transportasi yang akan direncanakan.
Adapun dokumen yang diperlukan seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Sidenreng Rappang tahun terbaru, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Kabupaten Sidenreng Rappang, Data dari Tatralok dan Tatrawil Kabupaten Sidenreng
Rappang Sulawesi Selatan tahun terbaru dan lainnya yang berkaitan sarana transportasi.
1. Lokasi dan waktu
a. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat atau objek untuk diadakan suatu penelitian.
Lokasi penelitian ada di kabupaten sidrap,sulawesi selatan. Peneliti mengambil
lokasi penelitian tersebut karena Karena kabupaten tersebut memiliki tranportasi
yang cukup baik sehingga peneliti ingin mencari informasi lebih lanjut tentang
bagaimana proses perkembangan transportasi yang ada di kabupaten sidrap
b. waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu 1 semester, yakni antara bulan
oktober 2022 sampai bulan Februari 2023.

B. Metode Analisis

Metode analisis data merupakan tahapan proses penelitian dimana data yang
sudah dikumpulkan dikelola untuk diolah dalam rangka menjawab permasalahan yang
ada. Manajemen dan proses pengolahan data inilah yang disebut dengan analisis data.
Tujuan dasar analisis adalah mengenali sejumlah data yang didapat dari
populasi tertentu, dalam rangka mendapatkan kesimpulan.Nantinya, kesimpulan
tersebut akan digunakan para pelaku analisis untuk menetapkan kebijakan, mengambil
keputusan dalam mengatasi suatu permasalahan.
Adapun macam-macam analisis, yaitu :
1. Proyeksi penduduk

Proyeksi penduduk (population projections) dan peramalan penduduk


(population forecast) sering dipergunakan sebagai dua istilah yang sering
dipertukarkan. Meskipun demikian, kedua istilah ini sebenarnya memiliki
perbedaan yang sangat mendasar. Berbagai literatur menyatakan proyeksi
penduduk sebagai prediksi atau ramalan yang didasarkan pada asumsi
rasional tertentu yang dibangun untuk kecenderungan masa yang akan
datang dengan menggunakan peralatan statistik atau perhitungan
matematik. Di sisi lain, peramalan penduduk ( population forecast) bisa saja
dengan/tanpa asumsi dan atau kalkulasi tanpa kondisi, syarat dan
pendekatan tertentu (Smith, et.al 2001). Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa peramalan adalah proyeksi, tetapi tidak semua proyeksi
membutuhkan peramalan.
Proyeksi penduduk adalah perhitungan kondisi masa depan yang mungkin
terjadi dengan menggunakan beberapa asumsi, seperti bila angka kelahiran,
kematian, dan migrasi saat ini tidak berubah. Manfaat proyeksi penduduk,
yaitu:
 Mengetahui keadaan penduduk pada masa kini, yaitu berkaitan dengan
penentuan kebijakan kependudukan serta perbandingan tingkat
pelayanan yang diterima penduduk saat ini dengan tingkat pelayanan
yang ideal
 Mengetahui dinamika dan karakteristik kependudukan di masa mendatang, yaitu
berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana
 Mengetahui pengaruh berbagai kejadian tehadap keadaan penduduk di masa
lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
Terdapat bermacam-macam metode yang dapat digunakan untuk memproyeksikan
penduduk, dimana metode-metode tersebut memiliki asumsi serta kelebihan dan
kelemahan masing-masing. Akan tetapi, dalam memilih metode yang akan digunakan
untuk proyeksi penduduk perlu mempertimbangkan beberapa hal, antara lain cakupan
wilayah studi dan wilayah perencanaan, jangka waktu proyeksi, dinamika
perkembangan wilayah studi, presisi dan tujuan penggunaan, ketersediaan data.
Berikut ini metode-metode yang dapat digunakan untuk memproyeksikan penduduk:
a. Metode Bunga Berganda

Dalam metode ini diperkirakan jumlah didasarkan atas adanya tingkat


pertambahan penduduk pada tahun sebelumnya yang relatif berganda dengan
sendirinya.
Perhitungan proyeksi penduduk menurut metode bunga berganda dengan rumus sebagai berikut
:

………………………. (1)

Dimana :

Pt : Jumlah penduduk di daerah yang diselisiki pada tahun t.

Pt + U : Jumlah Penduduk di daerah yang diselidiki pada tahun t+U

R : Tingkat (presentase) pertambahan penduduk rata-rata


setiap tahun (diperoleh dari data masa lalu)
b. Metode Kurva Polinominal

Asumsi dalam metode ini adalah kecenderungan dalam laju pertumbuhan


penduduk dianggap tetap atau dengan kata lain hubungan masa lampau
digunakan untuk memperkirakan perkembangan yang akan datang.
Rumus Kurva Polinomial adalah sebagai berikut :

Pt – Q = Pt – b (Q) ………………………. (2)


Dimana :

Pt : Jumlah penduduk pada tahun dasar.

Pt – Q : Jumlah penduduk pada tahun (t – Q)


Q : Selang waktu pada tahun dasar ke tahun (t – Q)

Dimana :

b nq -1 = b/ Q-1

b : Rata-rata pertambahan jumlah


penduduk tiap tahun bn :
Tambahan penduduk n tahun
c. Metode Regresi Linear
Metode ini merupakan penghalusan metode polinomial, karena akan memberikan
penyimpangan minimum atas data masa lampau dengan rumus:

Pt + U = P1 ( 1 + R ) ………………………. (3)

Dimana :

Pt : Jumlah penduduk daerah yang diselidiki pada tahun


t.

X : Nilai yang diambil dari variabel bebas a,b : Konstanta

Nilai a dan b dapat dicari dengan metode selisih kuadrat minimum yaitu :

………………………. (4)

Keterangan :

N : Jumlah tahun data pengamatan

Sehingga untuk kepentingan proyeksi rumus matematis regresi linier


atau ektrapolasi, menjadi :

Pt + U = a + bXt ………………………. (5)


d. Analisis Matriks Asal Tujuan (MAT)
MAT (Matrik Asal Tujuan) merupakan matriks berdimensi dua yang berisi
informasi mengenai besarnya pergerakan antar lokasi (zona) di dalam daerah
tertentu. Estimasi Matriks Asal Tujuan digunakan untuk mengetahui distribusi
perjalanan guna menganalisa kinerja jaringan jalan Kota (Sutrisni, 2014).
Analisis Pergerakan Penduduk Digunakan untuk mengetahui potensi pergerakan
yang terjadi pada Kota Parepare. Analisis ini didasarkan pada identifikasi pergerakan
orang yang dilakukan mengacu pada pendekatan terhadap pendapat responden
(masyarakat) dalam menghadapi berbagai pilihan alternatif kondisi. Analisis
pergerakan penduduk dimulai dengan melihat sebaran pergerakan menggunakan
metode Matriks Asal Tujuan (MAT), yaitu suatu matriks berdimensi dua yang berisi
informasi mengenai besarnya pergerakan antara lokasi (zona) di dalam daerah
tertentu Bentuk matriks asal- tujuan dapat diperlihatkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Matriks Asal Tujuan (MAT) Pergerakan

Dimana :

Tid = Pergerakan dari zona asal i ke zona tujuan d

Oi = Jumlah pergerakan yang berasal dari zona asal i

Dd = Jumlah pergerakan yang menuju ke zona d


(Tid) atau T = Total Matriks

 Model Gravity
Model Gravity adalah model sintetis (interaksi spasial) yang paling terkenal dan
paling sering dipergunakan karena sangat sederhana, mudah dimengerti dan
digunakan.
Model ini berasumsi bahwa ciri bangkitan dan tarikan pergerakan berkaitan
dengan beberapa parameter zona asal.

 Metode Hyman
Hyman menyatakan bahwa nilai faktor penyeimbang harus dipilih sehingga total
‘baris’ dan ‘kolom’ dari sel MAT sama dengan proporsi hasil pengamatan pada setiap
‘baris’ dan ‘kolom’. Juga, parameter β harus dipilih sehingga biaya rata-rata
perjalanan yang didapat dari pengamatan sama dengan yang dihasilkan dalam
proses pemodelan.
Langkah 1 :

Langkah 2 :

Langkah 3 :
Langkah 4 :

Berdasarkan hasil analisis data asal-tujuan pergerakan barang diketahui bahwa


besarnya permintaan perjalanan dari-ke kota tertentu dapat disimpulkan sejumlah
wilayah potensial angkutan dengan potensi lalu lintas barang yang cukup besar dan
di gambarkan dalam garis Desire Line. Dimana hasil olah data matriks tersebut
mnggambarkan lokasi Kota Parepare memiliki angka bangkitan dan tarikan terbesar
angkutan.
e. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas.
Derajat kejenuhandigunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja
simpang dan segmen jalan. Nilai derajat kejenuhan (DS) menunjukkan apakah
segmen jalan tersebut mempunyai masalahkapasitas atau tidak.
Derajat kejenuhan juga merupakan pencerminan kenyamanan pengemudi dalam
mengemudikan kendaraannya. Secara kualitatif dapat dikatakan bahwa kenyamanan
pengemudi meningkat dengan menurunnya rasio volume (V) lalu lintas terhadap
kapasitas (C) pada jalur yang dilalui.
Q
DS=
C
Dimana :
DS = Derajat Kejenuhan (degree of saturation)
Q = Volume lalu lintas yang melewati suatu segmen jalan per satuan waktu
(smp/jam)
C = Kapasitas jalan (smp/jam)

 Tarikan dan Bangkitan


Definisi bangkitan lalu-lintas Bangkitan lalu-lintas adalah banyaknya lalu-
lintas yang ditimbulkan oleh suatu zone atau daerah per satuan waktu. Jumlah
lalu-lintas bergantung pada kegiatan kota, karena penyebab lalu-lintas adalah
adanya kebutuhan manusia untuk melakukan kegiatan berhubungan dan
mengangkut barang kebutuhannya. Bangkitan pergerakan diasumsikan bahwa
bangkitan dan tarikan pergerakan sebagai fungsi dari beberapa atribut sosio-
ekonomi yang berbasis zona

(x1, x2, ... xn), P = f (x1, x2, ... xn)


(2-1) A = f (x1, x2, ... xn) (2-2)
dimana :
P = Bangkitan
A = Tarikan X1, X2 . . . Xn =
Perubah tata guna lahan Faktor penentu bangkitan Ada 10 faktor yang
menjadi penentu bangkitan lalulintas dan semuanya sangat mempengaruhi
volume lalu-lintas serta penggunaan sarana pengangankutan yang tersedia.
Kesepuluh faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Maksud perjalanan Maksud perjalanan merupakan ciri khas sosial suatu
perjalanan. Sekelompok orang yang melakukan perjalanan bersama-sama
(misalnya dalam satu kendaraan umum) bisa jadi mempunyai satu tujuan yang
sama tetapimaksud mereka mungkin saja berbeda, misalnya ada yang hendak
bekerja, belanja atau berwisata. Jadi maksud perjalanan merupakan faktor yang
tidak sama rata dalam satu kelompok perjalanan. 2. Penghasilan keluarga
Penghasilan merupakan ciri khas lain yang bersangkutan dengan perjalanan
seseorang. Faktor ini kontinue walaupun terdapat beberapa golongan
penghasilan. Penghasilan keluarga berkaitan erat dengan pemilikan kendaraan.
3. Pemilikan kendaraan Ciri khas yang ketiga ini pun merupakan faktor kontinu.
Pemilikan kendaraan umumnya erat sekali berkaitan dengan perjalanan
perorangan (per unit rumah), dan juga dengan kepadatan penduduk, penghasilan
keluarga, dan jarak dari Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).
4. Guna lahan di tempat asal Faktor ini merupakan ciri khas pertama dari
serangkaian ciri khas fisik. Karena guna lahan di tempat asal tidak sama, maka
faktor ini tidak kontinu, walaupun kerapatan penggunaan lahan bersifat kontinu.
Mempelajari tata guna lahan adalah cara yang baik untuk mempelajari lalu lintas
sebagai akibat adanya kegiatan, selama hal tersebut terukur, konstan, dan dapat
diramalkan.
5. Jarak dari PKK Faktor jarak ini merupakan faktor kontinu yang berlaku bagi
lalu-lintas orang maupun kendaraan. Faktor ini juga berkaitan erat dengan
kerapatan penduduk dan kepemilikan kendaraan.
6. Jauh perjalanan Jauh perjalanan merupakan ciri khas alami yang lain. Faktor
ini sangat perlu diperhatikan dalam mengatur peruntukan lahan dan cenderung
meminimumkan jarak serta menekan biaya bagi lalu-lintas orang maupun
kendaraan. Jauh dekatnya perjalanan juga sangatmempengaruhi seseorang
dalam memilih moda.
7. Moda perjalanan Moda perjalanan dapat dikatakan sisi lain dari maksud
perjalanan yang sering pula digunakan untuk mengelompokkan macam
perjalanan. Faktor ini tergolong ciri khas fisik, tidak kontinu, dan merupakan fungsi
dari faktor lain. Setiap moda mempunyai tempat khusus pula dalam perangkutan
kota serta mempunyai beberapa keuntungan di samping sejumlah kekurangan.
8. Penggunaan kendaraan Faktor ini merupakan fungsi tujuan perjalanan,
penghasilan, pemilikan kendaraan, dan jarak ke PKK. Penggunaan kendaraan
dinyatakan dengan jumlah (banyaknya) orang perkendaraan
9. Tata guna lahan di tempat tujuan Faktor ini adalah ciri khas fisik yang terakhir
yang pada hakikatnya sama saja dengan guna lahan di tempat asal.
10. Waktu Ciri khas terakhir adalah waktu, yang merupakan faktor kontinu.
Pengaruh waktu kurang diperhatikan dalam studi perangkutan di masa lalu, tetapi
sekarang memegang peranan penting. Prosedur umum adalah menentukan
volume lalu-lintas dalam waktu 24 jam selama hari kerja, dalam menentukan
presentasi volume lalu-lintas tertentu pada jam padat dari pada menelaah ciri
khas perjalanan pada jam tertentu.
f. Kapasitas Jalan
Kapasitas jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk menampung arus
atau volume lalu lintas yang ideal dalam satuan waktu tertentu, dinyatakan dalam
jumlah kendaraan yang melewati potongan jalan tertentu dalam satu jam (kend/jam),
atau dengan mempertimbangan berbagai jenis kendaraan yang melalui suatu jalan
digunakan satuan mobil penumpang sebagai satuan kendaraan dalam perhitungan
kapasitas maka kapasitas menggunakan satuan satuan mobil penumpangper jam
atau (smp)/jam.
Pada saat arus rendah kecepatan lalu lintas kendaraan bebas tidak ada
gangguan dari kendaraan lain, semakin banyak kendaraan yang melewati ruas jalan,
kecepatan akan semakin turun sampai suatu saat tidak bisa lagi arus/volume lalu
lintas bertambah, di sinilah kapasitas terjadi. Setelah itu arus akan berkurang terus
dalam kondisi arus yang dipaksakan sampai suatu saat kondisi macet total, arus tidak
bergerak dan kepadatan tinggi.
Adapun rumus di wilayah perkotaan ditunjukkan berikut ini :
C = Co x FCW x FCSP x FCSF x FCCS
Dimana :
Co = Kapasitas dasar (smp/jam), biasanya digunakan angka 2300 smp/jam
Fcw = Faktor penyesuaian lebar jalan
FCSP = Faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya utk jalan tak terbagi)
FCSF = Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kereb
FCCS = Faktor penyesuaian ukuran kota
BAB IV

GAMBARAN UMUM

A. Karakteristik fisik dasar kabupaten sidenreng rappang


a. Wilayah Administrasi Kabupaten
Sidenreng Rappang terletak di diantara 3043’– 4009’ Lintang Selatan dan
119041’-120010’ Bujur Timur kira-kira 183 Km di sebelah Utara Kota Makassar
(Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan). Kabupaten ini Terletak diantara 3043’-4009’
Lintang Selatan dan 119041’-120010’ Bujur Timur. Letak Kabupaten Sidenreng
Rappang berbatasan dengan:
 Sebelah Utara : Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Pinrang
 Sebelah Timur : Kabupaten Luwu dan Kabupaten Wajo
 Sebelah Selatan : Kabupaten Barru dan Kabupaten Soppeng
 Sebelah Barat : Kota Parepare dan Kabupaten Pinrang

Wilayah Administrasi Kabupaten Sidenreng Rappang dengan luas 1.883,25


Km2 terbagi dalam 11 Kecamatan dan 106 Desa/Kelurahan.

Tabel 4.1 Wilayah Kabupaten Sidenreng Rappang


no Kecamatan Luas (Ha) Jumlah Desa/Kelurahan
Kelurahan desa
1 Panca Lautang 15.393 3 7
2 Tellu LimpoE 10.320 6 3
3 Watang Pulu 15.131 5 5
4 Baranti 5.389 5 4
5 Panca Rijang 3.402 4 4
6 Kulo 7.500 - 6
7 MaritengngaE 6.590 7 5
8 Watang 12.081 3 5
Sidenreng
9 Pitu Riawa 21.043 2 10
10 Dua Pitue 6.999 2 8
11 Pitu Riase 84.477 1 11
188.325 36 68
Sumber: BPS kabupaten sidenreng rappang
Gambar 4.1 Peta Administrasi Kabupaten Sidenreng Rappang

Sumber : Penulis 2023


Gambar 4.2 Peta Geografi Kabupaten Sidenreng Rappang

Sumber : Penulis 2023


b. Kondisi Topografi

Topografi Kabupaten Sidrap berada pada kisaran lereng yang sangat bervariasi
terdiri atas kisaran lereng: 0 – 2 %, 2 – 15 %, 15 – 30 %, dan > 40 %. Kondisi topografi
Kabupaten Sidrap berada pada kisaran lereng yang sangat bervariasi terdiri atas
kisaran lereng: 0 – 2 %, 2 – 15 %, 15 – 30 %, dan > 40 %. Kondisi kelerengan yang ada
di Kabupaten Sidenreng Rappang terbagi dalam 4 (empat) kategori yaitu:

a. Lereng 0 – 2% meliputi 42,80% dari luas Kabupaten Sidenreng Rappang atau


sekitar 80.611 Ha, kelerengan ini tersebar di seluruh kecamatan. Jenis
penggunaannya adalah sawah, perkebunan rakyat, kolam masyarakat dan
perkampungan, Kecamatan yang mempunyai lereng 0–2% paling luas adalah
Kecamatan Watang Sidenreng yaitu 11.385 Ha atau 14,12 % dari luas areal
yang berlereng 0-2% dan yang tersempit adalah Kecamatan Panca Rijang
seluas 3.402 Ha (4,22%) luas areal yang berlereng 0–2%.
b. Lereng 2 – 15 % meliputi 4,6% dari luas Kabupaten Sidenreng Rappang atau
sekitar 8.790 Ha, kelerengan ini tersebar hanya tersebar pada 5 (lima)
Kecamatan, kelerengan ini baik dimanfaatkan untuk tanaman pertanian dengan
tetap memperhatikan usaha pengawetan tanah dan air. Jenis penggunaan saat
ini adalah sawah, perkebunan rakyat, hutan dan sebagian kecil perkampungan,
Kecamatan yang mempunyai lereng 2–15% paling luas adalah Pitu Riase seluas
3.457 Ha (39,33%), Watang Pulu seluas 2.306 Ha atau 26,23%, Panca Lautang
seluas 1.389 Ha (15,80), Pitu Riawa seluas 923 Ha (10,55%) dan Tellu LimpoE
seluas 715 Ha atau 8,13%. Sedangkan Kecamatan Baranti, Panca Rijang, Kulo,
MaritengngaE, Watang Sidenreng dan Dua pituE tidak terdapat jenis kelerengan
ini.
c. Lereng 15 – 40 % meliputi 16,68% dari luas Kabupaten Sidenreng Rappang atau
sekitar 31,414 Ha, kelerengan ini tersebar hanya tersebar pada 5 (lima)
Kecamatan, kelerengan ini masih cukup baik dimanfaatkan untuk usaha
pertanian dan perkebunan dengan tetap memperhatikan usaha pengawetan
tanah dan air. Jenis penggunaan saat ini adalah perkebunan rakyat, hutan dan
sebagian kecil perkampungan dan persawahan, Kecamatan yang mempunyai
lereng 15 – 40 paling luas adalah Kecamatan Pitu Riase seluas 20.483 Ha
(65,20%), Panca Lautang seluas 3.573 Ha atau 11,37%, Pitu Riase seluas 3.456
Ha (11%), Tellu LimpoE mempunyai luas dengan kelerengan 15 – 40% 2.244 Ha
(7,14%) dan Kecamatan Wattang Pulu seluas 1.658 Ha (5,28%). Sedangkan
kecamatan Baranti, Panca Rijang, Kulo, MaritengngaE, Watang Sidenreng dan
Dua PituE tidak terdapat jenis kelerengan ini.
d. Lereng di atas 40 % meliputi 34,31% dari luas Kabupaten Sidenreng Rappang
atau sekitar 64.614 Ha. Daerah ini merupakan daerah yang harus dihutankan
agar dapat berfungsi sebagai pelindung hidrologis serta menjaga keseimbangan
ekosistem dan lingkungan hidup, kelerengan ini tersebar hanya tersebar pada 5
(lima) kecamatan. Jenis penggunaan saat ini adalah perkebunan, sebagian
besar hutan lindung dan tanah yang rusak (kritis), kecamatan yang mempunyai
lereng di atas 40 persen paling luas adalah Kecamatan Pitu Riase seluas 50.811
Ha (78,64%), Pitu Riawa seluas 7.592 Ha (11,75%), Tellu LimpoE mempunyai
luas 2.524 Ha (3,91%), Panca Lautang seluas 2.138 Ha atau 3,31%, dan
Kecamatan Watang Pulu seluas 1.549 Ha(2,04 %).

Kondisi topografi untuk wilayah Kabupaten Sidenreng Rappang


bervariasi dengan daratan tertinggi adalah kecamatan Pitu Riase dengan ketinggian
rata-rata 1000 M diatas permukaan laut (dpl), dan dataran terendah berada di
Kecamatan MaritengngaE, Panca Rijang dan Baranti dengan ketinggian rata-rata mulai
dari 0 – 25 M dpl.
Gambar 4.3 Topografi Kabupaten Sidenreng Rappang

Sumber Penulis 2023


Gambar 4.4 peta Kemiringan Lereng Kabupaten Sidenreng Rappang

Sumber : Penulis 2023


Table 4.2 Topografi Kabupaten Sidenreng Rappang

no Kecamatan Datar Berbukit Bergunung Rawa,Danau Total


(%) (%) (%) (%) (%)
1 Panca Lautang 15 25 57 3 100
2 Tellu LimpoE 15 35 49 1 100
3 Watang Pulu 25 5 70 - 100
4 Baranti 100 - - - 100
5 Panca Rijang 97 3 - - 100
6 Kulo 90 5 5 - 100
7 MaritengngaE 100 - - - 100
8 Watang 85 15 - - 100
Sidenreng
9 Pitu Riawa 60 10 30 - 100
10 Dua Pitue 100 - - - 100
11 Pitu Riase 35 25 40 - 100
Sumber: Dinas Cipta Karya dan Pemukiman

c. Kondisi Geologi

Berdasarkan Peta Tinjauan tanah yang dikeluarkan oleh Lembaga Penelitian


Bogor Tahun 1966, maka jenis tanah yang ada di Kabupaten Sidenreng Rappang terdiri
dari alluvial, regosol, grumusol, mediteran dan Podsolit. Jenis tanah Alluvial meliputi
21,08 % dari luas wilayah Kabupaten Sidenreng Rappang yang paling luas terdapat
pada Kecamatan Pitu Riawa yaitu 12.110 Ha dan yang paling sempit pada Kecamatan
Panca Rijang yaitu 228 Ha. Bahkan ada 2 (dua) Kecamatan yang tidak terdapat jenis
tanah ini yaitu Kecamatan Kulo dan Watang Pulu. Fisik tanah ini berupa dataran dan
merupakan endapan tanah liat bercampur pasir halus hitam kelabu dengan daya
penahan air cukup baik dan tersedia cukup mineral yang berguna bagi tumbuh-
tumbuhan. Jenis tanah alluvial terdiri dari alluvial hidromorf daerah kering, alluvial
hidromorf, alluvial kelabu tua, alluvial cokelat kekelabuan.Jenis tanah Regosol seluas
19,74 % atau 37.174 Ha dari luas wilayah Kabupaten Sidenreng Rappang dan yang
terluas di Kecamatan Wattang Pulu yaitu 14.322 Ha atau sekitar 38,52 % dari luas areal
yang berjenis tanah regusol dan yang paling sempit terdapat di Kecamatan Panca
Rijang seluas 1.033 Ha.
Bahkan terdapat 3 (tiga) Kecamatan yang tidak terdapat jenis tanah ini yaitu Pitu
Riawa, Dua PituE dan Pitu Riase. Jenis tanah Regusol kadang–kadang terdiri dari
lapisan cadas terutama yang berpasir berwarna kelabu hitam sampai kelabu cokelat,
porositas sedang dan agak mudah kena erosi. Tanah regusol vulkanik baik untuk
tanaman padi, tebu, tembakau, palawija, sayuran dan beberapa jenis tanaman
perkebunan lainnya. Jenis tanah Grumosol seluas 1,20 % atau 2.251 Ha dari luas
wilayah Kabupaten Sidenreng Rappang dan yang terluas di Kecamatan MaritengngaE
yaitu 1.334 Ha atau sekitar 50,37 % dari luas areal yang berjenis tanah grumusol,
kemudian berturut-turut Kecamatan Watang Pulu seluas 809 Ha (35,94%) dan
Kecamatan Tellu LimpoE seluas 308 Ha atau sekitar 13,69%, sedangkan Kecamatan
lainnya tidak terdapat jenis tanah ini. Jenis tanah Mediteran seluas 11.416 Ha atau 6,06
% dari luas wilayah Kabupaten Sidenreng Rappang dan yang terluas di Kecamatan
Panca Lautang seluas 5.121 Ha (44,85%) dari luas areal yang berjenis tanah
mediteran, kemudian berturut-turut Kecamatan Pitu Riase yaitu 3.116 Ha atau sekitar
27,30%, Kecamatan Tellu Limpoe seluas 1.677 Ha (14,69%) dan kecamatan Pitu
Riawa seluas 1.502 Ha (13,69 %).

sedangkan Kecamatan lainnya tidak terdapat jenis tanah ini. Jenis tanah
mediteran tersebut terdiri dari kompleks mediteran cokelat kekelabuan dan regosol
kompleks mediteran cokelat regosol dan latosol. Jenis tanah Podsolit seluas 94.891 Ha
atau 50,39 % dari luas wilayah Kabupaten Sidenreng Rappang dan yang terluas di
Kecamatan Pitu Riase seluas 76.934 Ha (81,07%) dari luas areal yang berjenis tanah
Podsolit, kemudian berturut-turut Kecamatan Pitu Riawa yaitu 7.431 Ha atau sekitar
7,83%, Kecamatan Kulo seluas 5.408 Ha (5,70 %), Kecamatan Watang Sidenreng
seluas 2.977 Ha (3,14 %) dan Kecamatan Panca Rijang seluas 2.141 Ha (2,26 %),
sedangkan Kecamatan lainnya tidak terdapat jenis tanah ini. Sumber daya alam berupa
tanah dan tambang yang terkandung di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh struktur
batuan dan proses geologi yang terjadi. Berdasarkan pengamatan peta geologi yang
dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Geologi dan Pertambangan 1977, maka di
Kabupaten Sidenreng Rappang terdapat beberapa peristiwa geologi. Peristiwa geologi
yang ada dan mempunyai luasan yang paling luas adalah Alluvium dan Endapan Pantai
(Qac) yang mencapai 29,86 % dari luas Kabupaten Sidenreng Rappang, kemudian
peristiwa geologi Batuan Gn Api besifat Basah (TPv) seluas 38.788 Ha (20,60%),
Mulosa Sulawesi Sorasin (Tcm) seluas 30.638 Ha. Berdasarkan penjelasan jenis tanah
tersebut diatas, kondisi Geologi di masing-masing Kecamatan dapat dilihat pada tabel
di bawah ini:

Tabel 4.3 Jenis Tanah Berdasarkan Masing- Masing Kecamatan Kabupaten


Sidenreng Rappang
No Kecamatan Jenis Tanah
1 Panca Lautang - Kompleks Mediteran Cokelat regosol dan
Retosol
- Regosol Cokelat
- Alluvial Kekelabuan
- Alluvial Hidromorf
2 Tellu Limpoe - Alluvial Kelabu Tua
- Alluvial Hidromorf
- Alluvial Cokelat Kelabu
- Regosol Cokelat
3 Watang Pulu - Regosol Cokelat Kelabu
- Grumesol Kelabu tua
- Regosol Cokelat
4 Baranti - Alluvial Kelabu Tua
- Regosol Kekelabuan
- Alluvial Hidromorf
5 Panca Rijang - Alluvial Kelabu
- Padsolit Cokelat
- Kompleks Padsolit Cokelat Kekuningan &
Regosol
6 Kulo - Regosol cokelat kekelabuan
- Podsolit merah kekuningan
7 MaritengngaE - Alluvial Kelabu Tua
- Alluvial Cokelat Kelabu
- Grumesol Kelabu Tua
- Kompleks Padsolit Cokelat Kekuningan& regosol
- Regosol Cokelat Kelabuan
8 Watang Sidenreng - Regosol Cokelat Kelabuan
- Podsolit merah kekuningan
- Alluvial Cokelat Kelabu
9 Pitu Riawa - Alluvial Cokelat Kelabu
- Alluvial Hidromorf
10 Dua Pitue - Alluvial cokelat kelabu
- Alluvial Hidromorf
- Padsolit Merah kekuningan
- Kompleks Podsolit cokelat Kekuningan & regosol
11 Pitu Riase - Kompleks Mediteran Cokelat kekelabuan & regusol
- Podsolit cokelat
No Kecamatan Jenis Tanah
- Padsolit Merah kekuningan
Peta 4.5 Geologi Kabupaten Sidenreng Rappang

Sumber Penulis 202


e. Kondisi Hidrologi
secara konvensional dapat dikelompokkan sebagai air permukaan dan air
tanah. Sumber air permukaan di wilayah Kabupaten Sidrap bersumber dari air
permukaan. Sumber air tanah umumnya berasal dari air tanah dangkal dengan
kedalaman antara 5-10 meter, atau sumur dalam hasil pengeboran dengan
kedalaman antara 20-25 meter. Di Kabupaten Sidenreng Rappang terdapat tujuh (7)
Station Penakar Hujan (SPH) untuk menakar curah hujan antara lain di Tanru
Tedong, Rappang, Amparita, Bilokka, Baranti, Lawawoi, Pangkajene BPP Sereang.
Penyebaran curah hujan yang berbeda menyebabkan pola penyebaran tipe iklim
yang berbeda pula. Pada daerah yang mempunyai iklim C, rata-rata curah hujan
setiap tahun lebih dari 2.500 mm dan hari hujan bulanan lebih dari 10 hari. Dengan
demikian jumlah curah hujan yang tertinggi dalam waktu yang cukup lama. Curah
hujan tertinggi dijumpai pada bulan Desember, Januari, Februari dan kemudian
menurun mencapai nilai minimum sekitar bulan Agustus dan September. Pada
daerah yang mempunyai iklim D jumlah curah hujan tahunan berkisar antara 1.500-
2.000 mm dengan jumlah curah hujan bulanan berkisar 8-16 hari.

Dengan demikian jumlah curah hujan yang cukup tinggi terjadi dalam waktu
yang cukup lama. Pada daerah yang mempunyai iklim tipe E, jumlah curah hujan dapat
bervariasi. Curah hujan tersebut mencapai kurang dari 1.600 mm. Jumlah curah hujan
bulan berkisar antara 5-8 hari setiap bulan, dengan demikian jumlah curah hujan yang
cukup tinggi terjadi dalam waktu yang tidak begitu lama. Persentase curah hujan
bulanan erat kaitannya dengan kegiatan yang akan dilaksanakan terutama dalam
bidang pertanian. Persentase curah hujan bulanan ini menyatakan persentase jumlah
curah hujan yang jatuh pada tiap bulan.Pertumbuhansebagian besar untuk tanaman
tropik terletak antara 5–15 % (optimal: 8,3-11,5 %). Nilai dibawah 5 % menunjukkan
kondisi yang tidak menguntungkan, tetapi idealnya untuk masa pemasakan dan panen.
Nilai diatas 15 % menunjukkan curah hujan yang berkelebihan dan berkelembaban
yang cukup tinggi, sehingga menimbulkan problem dalam pemberantasan hama dan
penyakit tanaman. Ditempat yang mempunyai iklim yang berbeda akan menyebabkan
perbedaan persentase curah hujan bulanan.

Perbedaan ini disebabkan oleh waktu dan jumlah curah hujan. Pada wilayah
Kabupaten Sidenreng Rappang, terdapat 38 (Tiga Puluh Delapan) sungai yang
mengaliri berbagai Kecamatan. Di Kecamatan Panca Lautang terdapat 6 (enam) aliran
sungai sepanjang 33.750 M, Kecamatan Tellu LimpoE dengan panjang 18.000 M,
Kecamatan Watang Pulu dengan panjang 39.000 M, Kecamatan Baranti dengan
panjang 15 M, Kecamatan Panca Rijang dengan panjang 19.550 M, Kecamatan Kulo
dengan panjang 25.700 M, Kecamatan MaritengngaE dengan panjang 5.000 M,
Kecamatan Dua PituE dengan panjang 68.460 M, merupakan Kecamatan yang
memiliki aliran sungai terpanjang di Kabupaten Sidenreng Rappang, Kecamatan Pitu
Riawa dengan panjang 7.500 M. Untuk mengetahui lebih jelas, dapat diketahui nama,
panjang, lebar dan kedalaman sungai yang ada di Kabupaten Sidenreng Rappang
seperti tabel berikut ini:
Tabel 4.4 Nama Sungai, Panjang, Lebar dan Kedalaman Sungai di Kabupaten
Sidenreng Rappang,

No. Kecamatan Nama Sungai Panjang (M) Lebar (M) Kedalaman (M)
1. Panca Lautang - Bilokka 20.000 22 9
- Lokabatu 2.000 6 3
- Pape 2.000 2 3
- Cakkarella 1.500 2 2
- Bengkulu 5.000 6 2,5
- Sessanriu 3.250 13 2,5
- La Toling 5.000 5 2
2. Tellu LimpoE - 7.000 7 2,5
Pemantingan
- Watang 6.000 3 1,5
Lowa
3. Watang Pulu - BangkaE 5.000 10 8
- CakkaloloE 5.000 10 5
- AlekarajaE 11.000 8 3
- Lompengan 5.000 8 2,5
- DataE 3.000 6 2,5
- 4.000 5 2,5
Pabbaresseng
- Polojiwa 3.000 4 2,5
- Batu Pute 3.000 3 3
4. Baranti - Rappang 15.000 30 5
5. Panca Rijang - Rappang 10.000 25 8
- Poka 2.500 5 7
- Tellang 2.550 5 7
- Taccipi 4.500 6 5
6. Kulo - Pangkiri 4.200 10 8
- Kulo 7.500 7 5
- AnrelliE 2.000 7 6
- Anyuara 4.200 8 5
- Cinra Angin 7.500 8 5
7. MaritengngaE - Takkalasi 5.000 8 3
8. Dua PituE - Bila 15.100 70 4
- Baramasih 11.750 50 5
- Betao 10.085 50 3
- Tanru 4.250 100 5
Tedong
- Kalempang 6.375 80 4
- Lancirang 8.150 10 3
- Samallangi 2.500 8 2
- Loka 10.250 25 3
9. Pitu Riawa - AnabannaE 5.000 7 3
- Banjara 2.500 6 2,5
Sumber: Sidenreng Rappang dalam angka
Pengembangan pemanfaatan sumberdaya air untuk menunjang pembangunan
sektor pertanian khususnya tanaman pangan, dilaksanakan pula dengan kegiatan
pengembangan air bawah tanah, melalui penggunaan teknologi pompanisasi yang telah
dilaksanakan sejak tahun 1993. Rekapitulasi Pengembangan Air Tanah Kabupaten
Sidenreng Rappang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.5 Rekapitulasi Pengembangan Air Tanah Kabupaten Sidenreng Rappang

Daerah Lokasi Tahun Nomor Luas SWL Q/S Manfaat


Irigasi Operasi Sumur (Ha) (m) Lt/dt/m
Arawa Wt.Pulu 1.993 E.47.SR 0.00 4.75 0.00 Eksplo.
Maddenra Kulo 1.993 SDSR.66 7.70 5.75 0.65 Irigasi
Maddenra Kulo 1.993 E.48.SR 0.00 2.90 0.25 Eksplo.
Maddenra Kulo 1.993 SDSR.67 14.35 3.50 2.59 Irigasi
Maddenra Kulo 1.993 SDSR.68 17.65 3.70 2.71 Irigasi
Maddenra Kulo 1.993 E.49.SR 0.00 4.80 0.30 Irigasi
Maddenra Kulo 1.993 SDSR.69 18.25 2.75 1.26 Eksplo.
Mario P.Rijang 1.993 E.50.SR 0.00 4.30 0.00 Eksplo.
Rij.Panua P.Rijang 1.995 E.63.SR 0.00 0.00 0.00 Eksplo.
Rij.Panua P.Rijang 1.995 SDSR.149 35.54 0.00 0.00 Irigasi
Rij.Panua P.Rijang 1995 SDSR.150 19.87 0.00 0.00 Irigasi
Rij.Panua P.Rijang 1995 SDBT.153 35.00 0.00 0.00 Irigasi
Rij.Panua P.Rijang 1997 SDSR.192 18.00 7.00 0.69 Irigasi
Rij.Panua P.Rijang 1997 SDSR.193 0.00 21.00 0.26 Eksplo.
Sumber : Bidang Pengembangan SDA Dinas PSDA Kab. Sidenreng
Rappang

Jaringan irigasi di Kabupaten Sidenreng Rappang melayani areal sawah


seluas 48.710 hektar yang tersebar pada 11 wilayah kecamatan dan 101 Daerah
Irigasi. Pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi tersebut merupakan
kewenangan pemerintah pusat, propinsi, dan kabupaten/kota sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air.
Di Kabupaten Sidrap Jaringan irigasi ang menjadi tanggung jawab dan wewenang
pemerintah pusat adalah seluas 33.153 ha, pemerintah propinsi seluas 4.258 ha, dan
pemerintah kabupaten seluas 11.299 ha. Dari luas areal tersebut, masih terdapat areal
sawah seluas 2.000 hektar yang sama sekali belum potensial yang rencananya akan
diairi bendung Torere yang pembangunannya belum dapat direalisasikan.
Untuk mengairi areal sawah irigasi sebagaimana di kemukakan di atas,
pemerintah telah membangun infrastruktur jaringan irigasi, baik pada saluran pembawa
maupun saluran pembuang, suplesi dan saluran gendong. Panjang saluran induk
(pembawa) dari seluruh daerah irigasi adalah 37,49 km. Sedangkan panjang saluran
sekunder dan tersier, masing-masing adalah 210,39 km dan 444.890 km. Sebahagian
besar saluran induk dan saluran sekunder dalam kondisi yang masih baik, berkat
adanya pemeliharaan secara rutin/berkala dan perbaikan yang bersifat penanganan
darurat/insidentil yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten.
Sedangkan saluran tersier yang telah diserahkan pengelolaannya kepada kelompok
P3A, ternyata tidak mendapat perhatian yang baik, sehingga kondisi saluran tersebut
pada saat ini, sebahagian besar dalam keadaan yang tidak berfungsi dengan baik,
bahkan mengalami kerusakan yang sangat berat.
Gambar 4.6 Peta Hidrologi Kabupaten Sidenreng Rappang

Sumber : Penulis 2023


B. Karakteristik fisik
1. Tata guna lahan
Penggunaan lahan terbagi menjadi dua yaitu kawasan lindung dan kawasan
budidaya.Kawasan lindung terdiri dari kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka
alam, pelestarian alam dan cagar budaya, kawasan rawan bencana alam, dan
kawasan lindung geologi. Kawasan budidaya di kabupaten Sidenreng Rappang
terbagi atas peruntukan pemukiman, peruntukan sawah, peruntukan hutan rakyat,
peruntukan perkebunan, peruntukan kebun, peruntukan ladang, peruntukan tegalan,
peruntukan padang pengembalaan, peruntukan hutan negara. Secara lengkap
struktur penggunaan lahan di Kabupaten Sidenreng Rappang dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 4.6 Penggunaan Lahan di Kabupaten Sidenreng Rappang

No Peruntukan Luas Lahan (Ha)


2013 2014 2015 2016 2017*
1 Permukiman 25,189 26,179
2 Sawah 45 47,382 48,603 48,117
3 Hutan Rakyat 8 8,219 4,668 5,091
4 Tegal/kebun 18 16,736 18,543 17,483
5 Ladang/Huma 2 1,567 1,537 1,537
6 Perkebunan 18 18,678 16,923 19,663
7 Sementara tidak 4 3,797 3,797 3,226
diusahakan
8 Lainnya 9 9,235 3,946 5,836
9 Lahan Bukan Pertanian 71 70,792
10 Padang Pengembala 12,705 11,919 10,089 7,385
11 Hutan Negara 55,03 53,808
Jumlah 175,485 188,325 188,325 188,325
Sumber: Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan, 2016
Kawasan lahan sawah pada tahun 2013-2015 mengalami peningkatan di tahun
2013 mengalami kenaikan dari 44.959 menjadi 47.381 hektar di tahun 2014 dan
pada tahun 2015 sebesar 48.603. Hal ini disebabkan adanya cetak sawah baru.
Pada tahun 2016 mengalami penurun luas lahan menjadi 48.117 hektar. Hal ini
dikarenakan adanya alih fungsi lahan sawah menjadi lahan pemukiman dan
tegal/kebun.
Gambar 4.7 Peta Land Use Kabupaten Sidenreng Rappang

Sumber : Penulis 2023


Gambar 4.8 Peta Kawasan Hutan Kabupaten Sidenreng Rappang

Sumber : Penulis 2023


2. Kondisi Sarana
a. Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan adalah semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar
mengajar, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak agar pencapaian
tujuan pendidikan dan berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan efisien.Dasar
penyediaan sarana pendidikan adalah untuk melayani setiap unit administrasi
pemerintahan baik yang informal (RT, RW) maupun yang formal (Kelurahan,
Kecamatan), dan bukan didasarkan semata-mata pada jumlah penduduk yang akan
dilayani oleh sarana tersebut. 
Tabel 4.7 Jumlah Sarana Pendidikan Menurut Kecamatan
di Kabupaten Sidenreng Rappang, Tahun 2021
N Kecamata TK/ Raudatul SD Negeri/ MTs SMA SMK MA Perguru
Madrasa
o n Paud Athfal Swasta Negeri Negeri/ Negeri/ Negeri/ an
h
Negeri/ (RA) / Swasta Swasta Swasta Tinggi
Ibtidaiyah
Swasta Swast
(MI)
a
1 Panca 10 4 17 4 1 1 2 -
3
Lautang
2 Tellu 7 3 16 1 3 1 - 1 -
Limpoe
3 Watang 15 5 24 - 1 1 1 - -
Pulu
4 Baranti 21 1 26 - 2 1 - 2 -
5 Panca 20 2 24 1 1 2 1 1 1
Rijang
6 Kulo 4 1 12 - 1 - 1 1 -
7 Maritengg 20 8 28 4 5 2 2 4 4
ae
8 Watang 6 1 14 - 4 - - 4 -
Sidenreng
9 Pitu Riawa 14 - 25 2 1 1 1 1 -
1 Dua Pitue 12 2 23 2 2 1 - - -
0
1 Pitu Riase 11 4 26 1 2 1 1 2 -
1
Total 140 31 235 14 26 11 8 18 5
Sumber: Kabupaten Sidenreng Rappang Dalam Angka Tahun 2022

Dapat dilihat pada di atas bahwa jumlah sarana Pendidikan yang ada di Kabupaten
Sidenreng Rappang pada tahun 2021 ada sekitaran 388 sarana pendidikan. Dimana
sarana pendidikan tersebut terdiri atas 9 jenis sarana pendidikan.
Diantaranya yaitu 140 Unit TK/PAUD, Raudhatul Athfal (RA) 31 Unit, SD
Negeri/Swasta 235 Unit, Madrasah Ibtidaiyah (MI) 14 Unit, MTs Negeri/Swasta 26 Unit,
SMA Negeri/Swasta 11 Unit dan 8 Unit SMK, MA Negeri/Swasta 18, Perguruan Tinggi
Negeri/Swasta 5 Unit yang ada di Kabupaten Sidenreng Rappang.

Gambar 4.1 Sarana Pendidikan Kabupaten Sidenreng Rappang


Sumber: Survey 2022
b. Sarana Peribadatan

Sarana peribadatan merupakan sarana kehidupan untuk mengisi kebutuhan


rohani yang perlu disediakan di lingkungan perumahan yang direncanakan selain
sesuai peraturan yang ditetapkan, juga sesuai dengan keputusan masyarakat yang
bersangkutan. Oleh karena berbagai macam agama dan kepercayaan yang dianut oleh
masyarakat penghuni yang bersangkutan, maka kepastian tentang jenis dan jumlah
fasilitas peribadatan yang akan dibangun baru dapat dipastikan setelah lingkungan
perumahan dihuni selama beberapa waktu. Pendekatan perencanaan yang diatur
adalah dengan memperkirakan populasi dan jenis agama serta kepercayaan dan
kemudian merencanakan alokasi tanah dan lokasi bangunan peribadatan sesuai
dengan tuntutan planologis dan religius.

Dasar penyediaan ini juga akan mempertimbangkan pendekatan desain


keruangan unit- unit atau kelompok lingkungan yang ada. Hal ini dapat terkait dengan
bentukan grup bangunan / blok yang nantinya lahir sesuai konteks lingkungannya.
Penempatan penyediaan fasilitas ini akan mempertimbangkan jangkauan radius area
layanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani
area tertentu.
Tabel 4.8 Jumlah Sarana Peribadatan Menurut Kecamatan
di Kabupaten Sidenreng Rappang, Tahun 2021
No Kecamatan Masjid Musholla Gereja Gereja Pura Vihara
h Prosestan Katholik
1 Panca Lautang 33 5 - - - -
2 Tellu Limpoe 23 4 - - - -
3 Watang Pulu 46 7 - - - -
4 Baranti 46 10 - - - -
5 Panca Rijang 40 13 - - - -
6 Kulo 23 3 - - - -
7 Maritenggae 70 26 - - - -
8 Watang 25 4 - - - -
Sidenreng
9 Pitu Riawa 51 3 - - - -
10 Dua Pitue 38 1 - - - -
11 Pitu Riase 67 4 - - - -
Total 462 80 - - - -
Sumber: : Kabupaten Sidenreng Rappang Dalam Angka Tahun 2022
Berdasarkan pada tabel diatas bahwa jumlah sarana peribadatan yang ada di
Kabupaten Sidenreng Rappang pada tahun 2021 ada sebanyak 542 sarana
peribadatan. Dimana sarana peribadatan tersebut terdiri atas 6 jenis sarana
peribadatan. Diantarannya 462 Unit Masjid, 80 Unit Musholah, Untuk jenis sarana
peribadatan gereja prosestan, gereja katholik, pura, dan vihara tidak terdapat di
kabupaten Sidenreng Rappang.

Gambar 4.2 Sarana Peribadatan Kabupaten Sidenreng Rappang


Sumber: Survey 2022
c. Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan berfungsi memberikan pelayanan kesehatan kesehatan kepada


masyarakat, memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan
derajat kesehatan masyarakat sekaligus untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk.
Dasar penyediaan sarana ini adalah didasarkan jumlah penduduk yang dilayani oleh
sarana tersebut.

Dasar penyediaan ini juga akan mempertimbangkan pendekatan desain keruangan


unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Tentunya hal ini dapat terkait dengan
bentukan grup bangunan/blok yang nantinya terbentuk sesuai konteks lingkungannya.
Sedangkan penempatan penyediaan fasilitas ini akan mempertimbangkan jangkauan
radius area layanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk
melayani pada area tertentu.
Tabel 4.9 Jumlah Sarana Kesehatan Menurut Kecamatan
di Kabupaten Barru, Tahun 2021
No Kecamatan Ruma Rumah Puskesmas Posyandu Klinik/ Puskesdes
h Sakit Bersalin Balai
Kesehatan
1 Panca Lautang - - - 22 - 10
2 Tellu Limpoe - - - 27 - 5
3 Watang Pulu - - 2 31 - 6
4 Baranti - - - 33 - 8
5 Panca Rijang 1 - - 20 - 7
6 Kulo - - - 17 - 6
7 Maritenggae 2 - - 28 - 8
8 Watang - - - 19 - 7
Sidenreng
9 Pitu Riawa - - 2 44 - 7
10 Dua Pitue - - 1 34 - 8
11 Pitu Riase - - 2 35 - 12
Total 3 - 7 310 - 84
Sumber: : Kabupaten Sidenreng Rappang Dalam Angka Tahun 2022

Dasar penyediaan sarana ini adalah didasarkan jumlah penduduk yang dilayani
oleh sarana tersebut. Dasar penyediaan ini juga akan mempertimbangkan pendekatan
desain keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada.
Sehingga dapat dilihat pada tabel diatas bahwa jumlah sarana kesehatan yang ada
di Kabupaten Barru pada tahun 2021 ada sebanyak 404 sarana kesehatan. Dimana
sarana kesehatan tersebut terdiri atas 6 jenis sarana kesehatan.
Diantaranya yaitu 3 Unit Rumah Sakit Umum, 7 Unit Puskesmas, 4 Unit Klinik atau
Balai Kesehatan, Posyandu 310 Unit dan Puskesdes 84 Unit yang ada di Kabupaten
Sidenreng Rappang.

Gambar 4.3 Sarana Kesehatan Kabupaten Sidenreng Rappang


Sumber: Survey 2022

e. Sarana Perdagangan dan Jasa

Sarana perdagangan dan niaga ini tidak selalu berdiri sendiri dan terpisah dengan
bangunan sarana yang lain. Dasar penyediaan selain berdasarkan jumlah penduduk
yang akan dilayaninya, juga mempertimbangkan pendekatan desain keruangan unit-
unit atau kelompok lingkungan yang ada.
Tentunya hal ini dapat terkait dengan bentukan grup bangunan / blok yang
nantinya terbentuk sesuai konteks lingkungannya. Sedangkan penempatan penyediaan
fasilitas ini akan mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait dengan
kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani pada area tertentu.
Tabel 4.10 Jumlah Sarana Perdagangan dan Jasa Menurut Kecamatan
di Kabupaten Sidenreng Rappang, Tahun 2021
No Kecamatan Pasar Warung/ Minimarket/ Toko/ Restoran/
Kedai Swalayan Warung Rumah
Kelontong Makan
1 Panca Lautang 4 97 2 341 -
2 Tellu Limpoe 3 45 2 190 -
3 Watang Pulu 2 56 5 549 2
4 Baranti 2 25 7 521 -
5 Panca Rijang 1 89 12 612 -
6 Kulo 1 17 1 181 -
7 Maritenggae 2 86 20 1060 1
8 Watang 2 33 - 254 -
Sidenreng
9 Pitu Riawa 3 34 1 466 -
10 Dua Pitue 2 70 5 586 10
11 Pitu Riase 4 12 - 320 -
26 564 55 5060 13
Sumber: : Kabupaten Sidenreng Rappang Dalam Angka Tahun 2022

Dapat dilihat pada tabel diatas bahwa jumlah sarana perdagangan dan jasa di
Kabupaten Sidenreng Rappang ada sebanyak 5.718 Unit. Dimana jumlah sarana
perdagangan dan jasa ini ada 5 jenis. Diantaranya Pasar 26 unit, 564 Warung Kedai,
Minimarket 55 unit dan 5060 Unit Toko Dan Restoran/ Rumah makan 13 unit yang ada
di Kabupaten Sidenreng Rappang.

Gambar 4.4 Sarana Perdagangan dan Jasa Kabupaten Sidenreng Rappang


Sumber: Survey 2022
C. Kependudukan (Time Series 5 Tahun)

Analisis time series merupakan suatu metode analisis statistika yang ditujukan
untuk melakukan suatu prediksi atau peramalan pada masa yang akan datang. Untuk
melakukan peramalan dengan baik maka dibutuhkan berbagai macam informasi (data)
yang cukup banyak dan diamati dalam periode waktu yang relatif cukup panjang.
Sebagai salah satu pilihan untuk menggambarkan trend masa depan, analisistime
series dapat mencerminkan dinamika variable dari waktu ke waktu yang digunakan.
Data penduduk di Kabupaten sidrap 5 tahun terakhir berdasarkan data dari BPS
Kabupaten Sidrap dalam angka Tahun 2017-2021 jumlah penduduk Kabupaten Sidrap
di tahun 2017 sebanyak 289,787 dan pada tahun 2018 mengalami pertambahan
penduduk .sehingga jumlah penduduk keseluruhan adalah 372,230 jiwa, bertambahnya
jumlah penduduk dapat disebabkan oleh adanya fertilitas yang tinggi di banding
mortalitas, selanjutnya pada tahun 2019 juga mengalami pertambahan penduduk
menjadi 299,123 jiwa atau bertambah sebanyak 2.536 jiwa dan pada tahun 2020
mengalami Penambahan jumlah penduduk yaitu sebanyak 301,972, sehingga jumlah
penduduk di Kabupaten Sidrap pada tahun 2020 sebanyak 301,972 jiwa, pada tahun
2021 jumlah penduduk di Kabupaten Sidrap 319,990 jiwa. pertumbuhan penduduk di
kabupaten Sidenreng Rappang dapat di lihat pada tabel berikut :

Tabel Jumlah Penduduk Kabupaten Sidenreng Rappang Menurut Kecamatan


Tahun 2017-2021
No Kecamatan Tahun
2017 2018 2019 2020 2021
1 panca lautang 17,203 17,151 17,091 17,018 19,179
2 tellu limpo e 22,700 23,812 23,903 23,972 25,726
3 watang pulu 34,235 35,904 36,747 37,592 37,186
4. baranti 29,763 39,313 30,562 30,785 33,256
5 panca rijang 28,389 28,779 30,562 291,001 31,808
6 kulo 12,031 12,256 28,947 12,449 13,939
7 maritengae 49,563 50,767 12,358 51,861 54,291
8 watang 17,703 17,893 26,390 18,037 20,201
sienreng
9 pitu riawa 25,984 26,269 29,547 26,489 29,663
10 ua pitu e 28,775 29,300 17,885 29,783 31,389
11 pitu riase 22,526 23,681 40,655 24,885 23,350
Jumlah 289,787 372,230 299,123 301,972 319,990
Gambar 5.1 Peta Kependudukan Kabupaten Sidenreng Rappang

Sumber : Penulis 2023


D. Kondisi Jaringan Transportasi

1. ) Kondisi Jaringan Transportasi

 Jaringan Transportasi Jalan


Transportasi jalan yang merupakan moda transportasi unggul yang tetap
dikembangkan dalam jangka panjang karena perannya yang sangat dominan bagi
pergerakan orang dan barang baik internal kota Pangkajene Kabupaten Sidrap
maupun pergerakan regional antar kota Pangkajene Kabupaten Sidrap dengan
Kabupate/Kota perbatasan (Parepare- Enrekang-Pinrang-Wajo-Soppeng)
Kondisi jaringan jalan sebagai wadah informasi kebutuhan mutlak bagi pengguna
kendaraan dan pejalan kaki dalam melancarkan mobilitas pergerakannya dengan
kondisi aman, lancar dan nyamandi wilayah ini relatif belum memadai,
walaupunsebagai fasilitas jaringan jalan yang diharapkan telah terbangun.
Pengembangan jaringa transportasi jalan diarahkan pada fungsi jaringan untuk
menjamin kelancaran pergerakan barang dari produksi sampai ke daerah pemasaran
dan pergerakan orang antar pusat-pusat permukiman.
Jaringan transportasi jalan pada Kabupaten Sidrap diharapkan dapat
menghubungkan antar ibukota kecamatan dan pedesaan dengan aksebilitas
terpendek, waktu yang singkat dengan biaya yang murah. Oleh karena itu, jaringan
transportasi local Kabupaten Sidrap memerlukan keterpaduan intra moda seperti
antara angkutan bus besar/sedang;minibus;mikrolet “pete-pete”;ojek
motor,bentor/dokar/becak/sepeda.
a. Jalan arteri primer yaitu jalan yang menghubungkan kota jenjang ke satu yang
terletak berdampingan atu menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang
kedua. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh arteri adalah :
 Kecepatan rencana minimum 60 km/jam
 Lebar badan jalan minimum delapan meter
 Kapasitas lebih besar daripada volume lalulintas rata-rata
 Lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik lalu lintas
local dan kegiatan local.
 Jalan masuk dan kapasitas jalan
 Tidak terputus walaupun memasuki kota
 Persyaratan teknik jalan masuk ditetapkan oleh Menteri
Jalan yang termaksud jalan arteri primer diwilayah Kabupaten Sidrap adalah jalan
dari arah kota Pangkajene – kota Pare-pare – kota Pangkajene Kabupaten Sidrap
kea rah Kabupaten Enrekang – Kabupaten Pinrang – Kabupaten Wajo/Luwu. Dimana
yang akan datang perlu adanya peningkatan jalan (pelebaran dan peningkatan
konstruksinya), mengingat ruas jalan poros ini semakin menunjukkan volume
lalulintas yang semakin meningkat.

b. Jalan Kolektor primer yaitu jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan
kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang
ketiga. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan kolektor primer adalah:

 Kecepatan rencana minimum 40 km/jam


 Lebar badan jalan minimum tujuh meter
Usulan program pengembangan jaringan jalan, antara lain :
 Program pelebaran jalan untuk meningkatkan kinerja pelayanan
 Perbaikan saluran drainase jalan
 Pembuatan trotoar
 Pengecetan kerb
 Peningkatan kualitas jalan (tanah-aspal-lapen)
 Pengaspalan permukaan jalan (overlay)
Gambar 4.10 Peta Jaringan Jalan Kabupaten sidrap

Sumber : Penulis 2023


 Angkutan Umum (Microbus)
Pelaku perjalanan yang berpendapatan rendah (< Rp.1000.000;-) degan
jarak tempuh perjalanan menengah jauh (>5km) memilih moda angkutan umum,
selain karena pertimbangan jarak, juga biaya transportasi yang rendah, jika
dibandingkan dengan menggunakan kendraan pribadi. Semakin meningkat
pendapatan pelaku perjalanan dan waktu tempuh yang semakin lama dalam
mencapai tujuan, akan menurunkan penggunaan moda angkutan umum
Gambar 4.11 Peta Transportasi Kabupaten Sidenreng Rappang

Sumber : Penulis 2023


E. Kondisi Sarana Transportasi
a. Sarana angkutan umum kota
Angkutan umum perkotaan adalah merupakan salah satu tulang punggung
ekonomi perkotaan dimana kota yang baik dan sehat dapat ditandai dengan melihat
kondisi sistem angkutan perkotaannya. Hal ini disebaban karena transportasi tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan umat manusia selama hal itu dibutuhkan dalam
pendistribusian bahan, pergerakan aktifitas manusia maupun barang sebagai
komponen mikro suatu perekonomian. Sektor transportasi harus mampu
memberikan kemudahan bagi seluruh masyarakat dalam segala kegiatan di semua
lokasi yang berbeda dan tersebar dengan krateristik fisik yang berbeda
pula.Transportasi yang aman dan lancar,selain mencerminkan keteraturan kota juga
mencerminkan kelancaran kegiatan perekonomian kota. Angkutan umum perkotaan
sangat dibutuhkan oleh masyarakat perkotaan.Hal ini disebabkan karena sebagian
besar masyarakat perkotaan yang berpenghasilan menegah ke bawah akan
menggunakan angkutan umum untuk menunjang kegiatan sehari-hari sehingga
mobilitas jasa angkutan umum ini sangat dirasakan penting keberadaannya.Selain
itu,angkutan umum harus direncanakan dan dikordinasikan sebaik- baiknya
sehingga pelayanan angkutan umum bisa menjamah setiap inci dari daerah
perkotaan yang ada khususnya daerah pemukiman,daerah perkantoran dan
pertokoan berpendapat,transportasi perkotaan saat ini sudah merupakan masalah
utama yang sulit dipecahkan terutama di kota-kota besar,karena sudah
mengganggu aktifitas penduduk.Telah kita ketahui, bahwa kemacetan akan
menimbulkan berbagai dampak negatif,baik terhadap pengemudinya sendiri
maupun ditinjau segi ekonomi dan lingkungan.Segi ekonomi yang berupa
kehilangan waktu karena waktu perjalanan lama serta bertambahnya biaya operasi
kendaraan. Terhadap lingkungan yang berupa peningkatan polusi udara karena gas
racun CO serta peningkatan gangguang suara kendaraan ( kebisingan ).Masalah
transportasi yang lain adalah masalah parkir,masalah ini tidak hanya terbatas di
Kota-kota besar saja.Tidak ada fasilitas parkir di dekat pasar-pasar. Beberapa
supermarket hanya mempunyai tempat parkir yang begitu sempit,yang hanya dapat
menampung beberapa kendaraan roda empat saja.Beberapa gedung
pertunjukan/gedung bioskop bahkan tidak mempunyai pasilitas parkir untuk
kendaraan roda empat.
Masalah lain yang tak kalah pentingnya ialah fasilitas angkutan umum.
Angkutan umum perkotaan, yang saat ini didomonasi oleh angkutan bus dan
mikrolek masih terasa kurang nyaman,kurang aman dan kurang efisien.Selain
itu,ketertiban berlalu lintas masih sangat rendah.Tingkat kecelakaan,kematian akibat
kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas. Dalam pengembangan transportasi
perkotaan pemerintah mengambil suatu kebijakan sistem transportasi massal yang
tertib,lancar,aman dan nyaman dan efisien serta terjangkau oleh semua lapisan
pemakai jasa transportasi,mangatasi kemacetan dan gangguan lalu lintas,serta
mempertahankan kualitas lingkungan.Kebijakan lain adalah meningkatkan sistem
jaringan jalan antar kota agar transportasi dalam kota tidak terganggu dan dapat
berfungsi baik dalam melayani aktifitas lokal dan dalam melayani daerah
sekitarnya.Mengembangkan keterpaduan antar dan intermoda,sesuai dengan
rencana tata ruang kota serta pemanfaatan ruang,jalur,koridor transportasi massal
sebagai pusat-pusat kegiatan baru,dan mengembangkan manajemen transportasi
perkotaan untuk mencapai tingkat efisien dan kualitas pelayanan yang tinggi.
Kencenderungan perjalan orang dengan angkutan pribadi di daerah perkotaan
akan meningkat terus bila kondisi sistem transportasi tidak diperbaiki lebih
mendasar.Berarti akan lebih banyak lagi kendaraan pribadi yang digunakan karena
pelayanan angkutan umum seperti saat ini tidak dapat diharapkan lagi.Peningkatan
kecenderungan perjalanan dengan angkutan pribadi adalah dampak fenomena
pertumbuhan daerah perkotaan.
 Meningkatnya aktivitas ekonomi kurang terlayani oleh angkutan umum
yang memadai.
 Meningkatnya harga tanah di Pusat kota mengakibatkan tersebarnya
lokasi permukiman jauh dari pusat kota atau bahkan sampai keluar kota
yang tidak tercakup oleh jaringan layanan angkutan umum.
 Dibukanya jalan baru semakin merangsang penggunaan angkutan pribadi
karena biasanya di jalan baru tersebut belum terdapat jaringan layanan
angkutan umum pada saat itu.
 Tidak tersedianya angkutan lingkungan atau angkutan pengumpan yang
menjembatani perjalanan sampai kejalur utama layanan angkutan umum.
 Kurang terjaminnya kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan tepat
waktu, kebutuhan akan lama perjalanan yang diderita dalam pelayanan
angkutan umum.
Selain itu,hal yang perlu diperhatikan adalah semakin bergesernya daerah
perumahan dari pusat kota ke daerah pinggiran yang disebabkan karena harga
lahan di daerah pusat kota yang semakin mahal,
Angkutan umum diperkotaan sangat dibutuhkan karena tingkat aktivitas dan
mobilitas masyarakat perkotaan sangat tinggi dalam suatu pergerakan,dan harus
ditunjang oleh sarana transportasi angkutan massal yang mempunyai kinerja yang
baik,untuk mencegah terjadinya kemacetan di jalan
Gambar 4.12 Peta Rute Angkutan Umum Kabupaten Sidrap

Sumber : Penulis 2023


b. Halte
Halte atau shalter merupakan tempat berhentinya penumpang yang akan
menaikkan barang atau menurubkan penumpang dalam suatu arus jalan.
Kabupaten Sidendreng Rappang hanya memiliki 1 (satu) halte untuk jalan di jalan
Nasional serta sebagian lainnya hanya ditentukan oleh rambu pemberhentian bus.
Adapun jumlah tempat pemberhentin angkutan umum/shalter yang dibutuhkan dan
yang terpasang.
c. Parkir
 Parkir khusus untuk angkutan umum harus dipertimbangkan agar tidak
mengganggu lalu lintas, di tempatkan pada dekat dari daerah dimana
tujuan penumpang angkutan umum.
 Pembatasan waktu parkir untuk memberikan kesempatan lebih banyak
kendaraan untuk parkir di tempat tersebut, yaitu saling bergantian parkir,
seperti di pertokoan atau warung makan.
 Pengontrolan petugas petugas parkir yang ditempatkan ditempat tempat
parkir untuk efesiensi tempat parkir.
Adapun kondisi parkir di kabupaten sidenreng rappang sebagai berikut:

Gambar 4.5 Kondisi Parkiran Kabupaten Sidenreng Rappang


Sumber: Survey 2022

d. Pendestrian

Istilah pejalan kaki atau pedestrian berasal dari bahasa Latin


pedesterpedestris yaitu orang yang berjalan kaki atau pejalan kaki. Pedestrian juga
berasal dari kata pedos bahasa Yunani yang berarti kaki sehingga pedestrian dapat
diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang berjalan kaki Pedestrian merupakan
jalur pejalan kaki yang umumnya sejajar dengan sumbu jalan dan lebih tinggi dari
permukaan perkerasan jalan untuk menjamin keselamatan pejalan kaki yang
bersangkutan. Jalur pedestrian saat ini dapat berupa trotoar, pavement, sidewalk,
pathway, plaza dan mall. Di kabupaten sidrap itu sendiri sudah memiliki fasilitas
pendestrian.untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar sebagai berikut:

Gambar 4.6 Kondisi Trotoar Kabupaten Sidenreng Rappang


Sumber: Survey 2022
BAB 5

ANALISIS

A. Analisis Kependudukan

Proyeksi penduduk (population projections) dan peramalan penduduk


(population forecast) sering dipergunakan sebagai dua istilah yang sering
dipertukarkan. Meskipun demikian, kedua istilah ini sebenarnya memiliki
perbedaan yang sangat mendasar. Berbagai literatur menyatakan proyeksi
penduduk sebagai prediksi atau ramalan yang didasarkan pada asumsi rasional
tertentu yang dibangun untuk kecenderungan masa yang akan datang dengan
menggunakan peralatan statistik atau perhitungan matematik. Di sisi lain,
peramalan penduduk ( population forecast) bisa saja dengan/tanpa asumsi dan
atau kalkulasi tanpa kondisi, syarat dan pendekatan tertentu (Smith, et.al 2001).
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa peramalan adalah proyeksi, tetapi tidak
semua proyeksi membutuhkan peramalan.
Proyeksi penduduk adalah perhitungan kondisi masa depan yang mungkin
terjadi dengan menggunakan beberapa asumsi, seperti bila angka kelahiran,
kematian, dan migrasi saat ini tidak berubah. Manfaat proyeksi penduduk, yaitu:
a. Mengetahui keadaan penduduk pada masa kini, yaitu berkaitan
dengan penentuan kebijakan kependudukan serta perbandingan
tingkat pelayanan yang diterima penduduk saat ini dengan tingkat
pelayanan yang ideal
b. Mengetahui dinamika dan karakteristik kependudukan di masa
mendatang, yaitu berkaitan dengan penyediaan sarana dan
prasarana
c. Mengetahui pengaruh berbagai kejadian tehadap keadaan
penduduk di masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
Rumus yang digunakan untuk memproyeksi penduduk adalah sebagai berikut
:

Pn = Po (1+ r)n ……….. (1)

Dimana :

Pn atau Pt = jumlah penduduk pada tahun n atau t

P = jumlah penduduk pada tahun awal (penduduk dasar)

r = angka pertumbuhan penduduk

n atau t = periode waktu dalam tahun

e = bilangan pokok dari sistem logaritma natural yang besarnya sama


dengan 2,7182818

Data penduduk di Kabupaten sidrap 5 tahun terakhir berdasarkan data dari


BPS Kabupaten Sidrap dalam angka Tahun 2017-2021 jumlah penduduk Kabupaten
Sidrap di tahun 2017 sebanyak 289,787 dan pada tahun 2018 mengalami
pertambahan penduduk .sehingga jumlah penduduk keseluruhan adalah 372,230
jiwa, bertambahnya jumlah penduduk dapat disebabkan oleh adanya fertilitas yang
tinggi di banding mortalitas, selanjutnya pada tahun 2019 juga mengalami
pertambahan penduduk menjadi 299,123 jiwa atau bertambah sebanyak 2.536 jiwa
dan pada tahun 2020 mengalami Penambahan jumlah penduduk yaitu sebanyak
301,972, sehingga jumlah penduduk di Kabupaten Sidrap pada tahun 2020
sebanyak 301,972 jiwa, pada tahun 2021 jumlah penduduk di Kabupaten Sidrap
319,990 jiwa. pertumbuhan penduduk di kabupaten Sidenreng Rappang dapat di
lihat pada tabel 5.1
Tabel 5.1 pertumbuhan penduduk di kabupaten sienreng Rappang berdasarkan
kecamatan

No Kecamatan Tahun
2017 2018 2019 2020 2021
1 panca lautang 17,203 17,151 17,091 17,018 19,179
2 tellu limpo e 22,700 23,812 23,903 23,972 25,726
3 watang pulu 34,235 35,904 36,747 37,592 37,186
4. baranti 29,763 39,313 30,562 30,785 33,256
5 panca rijang 28,389 28,779 30,562 291,001 31,808
6 kulo 12,031 12,256 28,947 12,449 13,939
7 maritengae 49,563 50,767 12,358 51,861 54,291
8 watang 17,703 17,893 26,390 18,037 20,201
sienreng
9 pitu riawa 25,984 26,269 29,547 26,489 29,663
10 ua pitu e 28,775 29,300 17,885 29,783 31,389
11 pitu riase 22,526 23,681 40,655 24,885 23,350
Jumlah 289,787 372,230 299,123 301,972 319,990
Sumber: Data BPS kabupaten Sidenreng Rappang

Tabel 5.2Jumlah Penduduk di Kabupaten Sidrap Sidenreng Rappang pada


tahun 2016-2020

Tahun
r per 5
No. Kecamatan
Tahun
2016 2017 2018 2019 2020

1 Maritenggae 49563 50767 51329 51861 54291 2.3%

2 Watang Pulu 34235 35904 36747 37592 37186 2.1%

3 Watang Sidenreng 17703 17893 17972 18037 20201 3.4%

4 Baranti 29763 30313 30562 30785 33256 2.8%

5 Panca Rijang 28389 28779 28947 29101 31808 2.9%

6 Kulo 12031 12256 12358 12449 13939 3.7%

7 Pitu Riawa 25984 26269 26390 26489 29663 3.4%

8 Dua Pitue 28775 29300 29547 29783 31389 2.2%

9 Pitu Riase 22526 23681 24227 24885 23359 0.9%

10 Tellu Limpoe 23700 23812 23903 23972 25726 2.1%

11 Panca lautang 17203 17151 17091 17018 19179 2.8%

Jumlah 289872 296125 299073 301972 319997 2.5%

Sumber : BPS Kabupaten Sidrap Sidenreng Rappang tahun 2016-2022


Adapun rumus yang digunakan dalam menghitung rasio (r) jumlah penduduk
mendatang yaitu :

Pt = P0 ( 1+r )n………………………………. (1)

Keterangan :
Pt = Jumlah penduduk tahun akhir (jiwa)
Po = Jumlah penduduk tahun awal (jiwa)
r = angka pertumbuhan penduduk
n = tahun akhir-tahun awal
Rumus diatas dapat digunakan dalam menghitung rasio dan memproyeksi
jumlah penduduk mendatang. Sebelum memproyeksikan jumlah penduduk,
terlebih dahulu menentukan angka pertumbuhan penduduk atau rasio (r) per-
tahun dan per-lima tahun. Berikut rumus perhitungannya
 Menentukan rasio (r) per-lima tahun:
Pt = P0 ( 1+r )n

P2016 = P2020 ( 1+r )4

49563 = 54291 ( 1+r )4


54291
= ( 1+r )4
49563
1,095 = ( 1+r )4
( 1+r ) = √4 1,095
r = 1,023−1
r = 0,023
r = 2,3 %
 Menentukan rasio (r) per tahun:
Pt = P0 ( 1+r )n

P2019 = P2020 ( 1+r )1

51861 = 54291 ( 1+r )1


54291
= ( 1+r )1
51861
1,046 = ( 1+r )1
r = 1,046−1
r = 0,046 %
r = 4,6 %
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut menunjukkan angka pertumbuhan
penduduk atau rasio Kabupaten Sidenreng Rappang pada tiap tahunnya
sebesar 4,6% dan di tiap lima tahunnya sebesar 2,3%. Dari angka ini dapat
digunakan untuk menghitung proyeksi jumlah penduduk 20 tahun mendatang.
Berikut rumus perhitungan proyeksi penduduk:

Pt = P0 ( 1+r )n

P2025 = P2020 ( 1+r )n

P2025 = 54291 ( 1+0,023 )5

P2025 = 54291 ( 1,023 )5

Pt = 54291 (1,120)

Pt = 6083

Berikut hasil proyeksi jumlah penduduk di Kabupaten Sidenreng Rappang dari


tahun 2025 hingga tahun 2040

Tabel 5.3 Proyeksi per 5 tahun Jumlah Penduduk Kabupaten Sidenreng


Rappang Dari Tahun 2025 hingga tahun 2040

Proyeksi per 5 Tahun


No. Kelurahan/Desa
2025 2030 2035 2040

1 Maritenggae 60830 68179 76404 85621

2 Watang Pulu 41235 45725 51241 57422

3 Watang Sidenreng 23825 28099 31488 35287

4 Baranti 38204 43889 49183 55116

5 Panca Rijang 36666 42267 47366 53080

6 Kulo 16755 20140 22569 25292


7 Pitu Riawa 35003 41304 46286 51870

8 Dua Pitue 34993 39011 43717 48990

9 Pitu Riase 24444 25579 28664 32122

10 Tellu Limpoe 28504 31581 35391 39660

11 Panca lautang 21971 25170 28206 31609

Jumlah 362440 410943 460516 516068

Sumber : Penulis 2023

Berdasarkan tabel tersebut, dapat diamati jumlah penduduk Kabupaten


Sidenreng Rappang ditiap tahun proyeksinya meningkat. Pada tahun 2020,
jumlah penduduk Kabupaten Sidenreng Rappang berjumlah 319997 jiwa yang
diproyeksi mengalami peningkatan 20 tahun mendatang dengan jumlah
penduduk 516068 jiwa.
Gambar 5.2 Peta Proyeksi Penduduk Kabupaten Sidenreng Rappang

Sumber : Penulis 2023


B. Transportasi Makro
Bangkitan dan tarikan pergerakan adalah tahapan permodelan yang
memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna
lahan dan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu zona atau tata guna lahan. Hasil
keluaran dari perhitungan bangkitan dan tarikan lalu lintas berupa jumlah kendaraan,
orang, atau angkutan barang persatuan waktu, misalkan kendaraan/jam. Bangkitan
dan tarikan pergerakan tergantung dari dua aspek tata guna lahan yaitu jenis tata
guna lahan dan jumlah aktivitas (dan intensitas) pada tata guna lahan tersebut.
Distribusi pergerakan adalah tahapan permodelan yang memperkirakan sebaran
pergerakan yang meninggalkan suatu zona atau yang menuju zona. Distribusi
pergerakan dapat direprsentasikan dalam bentuk garis keinginan atau dalam bentuk
Matriks Asal Tujuan (MAT).

Pemilihan moda adalah tahapan dalam memutuskan pemilihan moda yang biasanya
sangat dipengaruhi oleh tingkat ekonomi, kepemilikan kendaraan dan biaya
transportasi.

Pemilihan rute adalah tahapan transportasi yang dilakukan untuk memilih rute yang
diinginkan, yang sangat bergantung pada alternatif terpendek, tercepat, dan
termurah.

a. Ananlisis Matriks Asal Tujuan


Analisis yang dilakukan dengan mengolah data dengan menggunakan
pendekatan secara sistematik pada penelitian ini analisis kuantitatif digunakan yaitu
Matriks Asal Tujuan (MAT) yang digunakan untuk menganalisis pergerakan
penduduk.

Arus lalu lintas dinyatakan sebagai fungsi MAT yang berfungsi sebagai model
kebutuhanakan transportasi dengan parameternya. Jadi dasar pemikirnya adalah
menerapkan sistem model kebutuhan akan transportasi untuk perkiraan jumlah
pergerakan selama selang waktu tertentu. Tujuan utamanya untuk menafsirkan
parameter model tersebut dengan menggunakan informasi data arus lalu lintas.
Berdasarkan hasil survei mengenai perjalanan sehari-hari penduduk kawasan
Kabupaten Sidrap, diketahui sebaran jalan penduduk tersebar secara varatif ke
P.jene yang dimana sebagai tarikan perjalanan. Pada hasil Analisis Matriks Asal
Tujuan, pergerakan yang memiliki rating paling tinggi yaitu berada pada Kecamatan
Pitu Riase.

Tabel 5.4 Distribusi Pergerakan menuju Kecamatan Pitu Riase Kabupaten Sidrap

KECAMATAN TUJUAN
Maritengngae

Panca Rijang
Watang Pulu

Tellu Limpoe
Pitu Riawa
Sidenreng

Pitu Riase
Dua Pitue

Lautang
Watang

Beranti

Panca
 

Kulo
Maritengnga
  6.3 6.7 9.7 9 16.4 13 22.4 32.5 8.5 15.1
e
Watang Pulu 6.3   13.1 9 10.7 15.7 19 28.3 37 12.8 19.2
Watang 12.
6.7 12.8   10.1 18 16.4 15.8 27.3 9.3 14.6
Sidenreng 8
KECAMATAN ASAL

Beranti 9.7 9 12.8   3.7 6.8 17.1 24.5 30 18.2 24.8


Panca Rijang 9 10.7 10.1 3.7   7.9 13.5 20.7 26.7 17 23.4
Kulo 15.7 15.7 18 6.8 7.9   20.6 25.9 27.9 24.8 31.3
17.
Pitu Riawa 13 19 16.4 13.5 20.6   9.6 22.3 14.2 17.7
1
24.
Dua Pitue 22.4 28.3 15.8 20.7 25.9 9.6   15.1 23.4 25.7
5
Pitu Riase 32.5 37 27.3 30 26.7 27.9 22.3 15.1   36.5 40
18.
Tellu Limpoe 8.5 12.8 9.3 17 24.8 14.2 23.4 36.5   6.6
2
Panca 24.
15.1 19.2 14.6 23.4 31.3 17.7 25.7 40 6.6  
Lautang 8
Sumber : hasil Analisis 2023
Gambar 5.3 Peta Matrisk Asal Tujuan Kabupaten Sidrap Sidenreng Rappang

Sumber : Penulis, 2023


Gambar 5.4 Peta Jarak Antar Zona Kabupaten Sidrap

Sumber : Penulis, 2023


Gambar 5.5 Peta Titik Lalu Lintas Harian Kabupaten Sidrap

Sumber : Penulis, 2023


Table 5.5 Distribusi Pergerakan menuju Kecamatan Tujuan Kabupaten Sidrap
KECAMATAN TUJUAN oi Oi E
Sumber :

Limpoe
ngngae

Beranti

Lautan
Marite

Watan

Watan
g Pulu

Rijang
Panca

Riawa
 

Panca
Riase
Pitue

Tellu
Hasil Analisis

Kulo

Dua
Pitu

Pitu
g
2023      
Maritengng 139.
  6.3 6.7 9.7 9 16.4 13 22.4 32.5 8.5 15.1 1
ae 6 139.6
Watang 171.
6.3   13.1 9 10.7 15.7 19 28.3 37 12.8 19.2 1
Pulu 1 171.1
Watang 143.
6.7 12.8   12.8 10.1 18 16.4 15.8 27.3 9.3 14.6 1
Sidenreng 8 143.8
156.
Beranti 9.7 9 12.8   3.7 6.8 17.1 24.5 30 18.2 24.8 1
6 156.6
KECAMATAN ASAL

Panca 142.
9 10.7 10.1 3.7   7.9 13.5 20.7 26.7 17 23.4 1
Rijang 7 142.7
195.
Kulo 16.4 15.7 18 6.8 7.9   20.6 25.9 27.9 24.8 31.3 1
3 195.3
163.
Pitu Riawa 13 19 16.4 17.1 13.5 20.6   9.6 22.3 14.2 17.7 1
4 163.4
211.
Dua Pitue 22.4 28.3 15.8 24.5 20.7 25.9 9.6   15.1 23.4 25.7 1
4 211.4
295.
Pitu Riase 32.5 37 27.3 30 26.7 27.9 22.3 15.1   36.5 40 1
3 295.3
Tellu 171.
8.5 12.8 9.3 18.2 17 24.8 14.2 23.4 36.5   6.6 1
Limpoe 3 171.3
Panca 218.
15.1 19.2 14.6 24.8 23.4 31.3 17.7 25.7 40 6.6   1
Lautang 4 218.4
139. 143. 156. 163. 211. 218.
dd 171.1 142.7 195.3 295.3 171.3
  6 8 6 4 4 4      
209. 256.6 215. 234. 214.0 292.9 245. 317. 442.9 256.9 327. 3013.3
Dd
  4 5 7 9 5 5 1 1 5 5 6   5  
  E 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5      
Keterangan :
oi = Pergerakan pada masa yang akan dating
Oi = Pergerakan pada masa sekarangE = Tingkat pertumbuhan .
Dari data yang diolah dalam Matriks Asal Tujuan perjalanan tersebut
tercatat beberapa kecamatan yang memiliki tarikan perjalanan yang cukup
besar. Tampak pada tabel diatas, sebaran perjalanan penduduk kawasan
Kabupaten Sidrap pada masing-masing Kecamatan digambarkan melalui
desire line untuk mengetahui permintaan perjalanan yang potensi sebagai
berikut.

Adapun hasil analisis data pada tabel adalah jarak antar zona a ke
zona b, zona a ke zona c dan dst. Dimana sampel tersebut diambil
langsung pada lokasi setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Sidrap itu
sendiri. Dimana hasil oi diperoleh dari jumlah keseluruhan jarak setiap
Kecamatan dan hasil Oi diperoleh dari hasil oi yang dikalikan dengan hasil
E sehingga mendapatkan hasil Oi. Sama halnya hasil pada dd didapatkan
dari hasil keseluruhan jarak setiap Kecamatan dan Dd adalah hasil dari dd
yang dikalikan dengan E. dan hasil 3013,35 dihasilkan dari jumlah
keseluruhan Dd.

b. Distribusi Pergerakan
Besar pergerakan angkutan barang di Indonesia dapat
direpresentasikan dengan matrik asal tujuan (MAT) ataupun dengan
diagram garis keinginan (desire line). Distribusi perjalanan juga dapat
direpresentasikan dalam bentuk Desire Lines, yang merupakan garisgaris
yang menghubungkan antar pusat zona pada suatu peta, dengan warna
garis menunjukkan besaran pergerakannya. Selain itu output dari
permodel simulasi jaringan jalan adalah potensi Demand yang
digambarkan dalam Desire Line, dimana desire line tersebut dapat
memprediksikan seberapa besar pergerakan perjalanan pada masa
mendatang (Dwi, 2017). Berdasarkan desire line dapat terlihat secara
visual lokasi mana saja yang ramai dikunjungi. Dari Gambar Desire Line
Pergerkan di Kabupaten Wajo diatas dapat dilihat bahwa arus lalulintas
dan jaringan jalan terjadi dari dan ke Kecamatan Tempe, dimana garis
tesebut menggambarkan besarnya pergerakan yang terjadi.
No. Jalur Pergerakan Jarak (km)
1. Kec. Maritenggae ke Kec. Watang Pulu 6,3
2. Kec. Maritenggae ke Kec. Watang Sidenreng 6,7
3. Kec. Maritenggae ke Kec. Baranti 9,7
4. Kec. Maritenggae ke Kec. Panca Rijang 9
5. Kec. Maritenggae ke Kec. Kulo 16,4
6. Kec. Maritenggae ke Kec. Pitu Riawa 13
7. Kec. Maritenggae ke Kec. Dua Pitue 22,4
8. Kec. Maritenggae ke Kec. Pitu Riase 32,5
9. Kec. Maritenggae ke Kec. Tellu Limpoe 8,5
10. Kec. Maritenggae ke Kec. Panca Lautang 15,1
Table 5.6 Jalur Pergerakan Kecamatan Maritenga e Kabupaten Sidrap

Sumber : hasil analisis, 2023

Table 5.7 Jalur Pergerakan Kecamatan Watang Pulu Kabupaten Sidrap

No. Jalur Pergerakan Jarak (km)


1. Kec. Watang Pulu ke Kec. Maringgae 6,3
2. Kec. Watang Pulu ke Kec. Watang Sidenreng 13,1
3. Kec. Watang Pulu ke Kec. Baranti 9
4. Kec. Watang Pulu ke Kec. Panca Rijang 10,7
5. Kec. Watang Pulu ke Kec. Kulo 15,7
6. Kec. Watang Pulu ke Kec. Pitu Riawa 19
7. Kec. Watang Pulu ke Kec. Dua Pitue 28,3
8. Kec. Watang Pulu ke Kec. Pitu Riase 37
9. Kec. Watang Pulu ke Kec. Tellu Limpoe 12,8
10. Kec. Watang Pulu ke Kec. Panca Lautang 19,2
Sumber : hasil analisis, 2023

No. Jalur Pergerakan Jarak (km)


1. Kec. Watang Sidenreng ke Kec. Watang Pulu 12,8
2. Kec. Watang Sidenreng ke Kec. Maritenggae 6,7
3. Kec. Watang Sidenreng ke Kec. Baranti 12,8
4. Kec. Watang Sidenreng ke Kec. Panca 10,1
Rijang
5. Kec. Watang Sidenreng ke Kec. Kulo 18
6. Kec. Watang Sidenreng ke Kec. Pitu Riawa 16,4
7. Kec. Watang Sidenreng ke Kec. Dua Pitue 15,8
8. Kec. Watang Sidenreng ke Kec. Pitu Riase 27,3
9. Kec. Watang Sidenreng ke Kec. Tellu Limpoe 9,3
10. Kec. Watang Sidenreng ke Kec. Panca 14,6
Lautang
Table 5.8 Jalur Pergerakan Kecamatan Watang Sidenreng Kabupaten
Sidrap

Sumber : hasil analisis, 2023

No. Jalur Pergerakan Jarak (km)


1. Kec.Baranti ke Kec. Watang Pulu 9
2. Kec. Baranti ke Kec. Watang Sidenreng 12,8
3. Kec. Baranti ke Kec. Maritenggae 9,7
4. Kec. Baranti ke Kec. Panca Rijang 3,7
5. Kec. Baranti ke Kec. Kulo 6,8
6. Kec. Baranti ke Kec. Pitu Riawa 17,1
7. Kec. Baranti ke Kec. Dua Pitue 24,5
8. Kec. Baranti ke Kec. Pitu Riase 30
9. Kec. Baranti ke Kec. Tellu Limpoe 18,2
10. Kec. Baranti ke Kec. Panca Lautang 24,8
Table 5.9 Jalur Pergerakan Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap

Sumber : hasil analisis, 2023

No. Jalur Pergerakan Jarak (km)


1. Kec.Panca Rijang ke Kec. Watang Pulu 10,7
2. Kec. Panca Rijang ke Kec. Watang 10,1
Sidenreng
3. Kec. Panca Rijang ke Kec. Baranti 3,7
4. Kec. Panca Rijang ke Kec. Maritenggae 9
5. Kec. Panca Rijang ke Kec. Kulo 7,9
6. Kec. Panca Rijang ke Kec. Pitu Riawa 13,5
7. Kec. Panca Rijang ke Kec. Dua Pitue 20,7
8. Kec. Panca Rijang ke Kec. Pitu Riase 26,7
9. Kec. Panca Rijang ke Kec. Tellu Limpoe 17
10. Kec. Panca Rijang ke Kec. Panca Lautang 23,4
Table 5.10 Jalur Pergerakan Kecamatan Panca Rijang Kabupaten Sidrap

Sumber : hasil analisis, 2023

No. Jalur Pergerakan Jarak (km)


1. Kec. Kulo ke Kec. Watang Pulu 15,7
2. Kec. Kulo ke Kec. Watang Sidenreng 18
3. Kec. Kulo ke Kec. Baranti 6,8
4. Kec. Kulo ke Kec. Panca Rijang 7,9
5. Kec. Kulo ke Kec. Maritenggae 16,4
6. Kec. Kulo ke Kec. Pitu Riawa 20,6
7. Kec. Kulo ke Kec. Dua Pitue 25,9
8. Kec. Kulo ke Kec. Pitu Riase 27,9
9. Kec. Kulo ke Kec. Tellu Limpoe 24,8
10. Kec. Kulo ke Kec. Panca Lautang 31,3
Table 5.11 Jalur Pergerakan Kecamatan Kulo Kabupaten Sidrap

Sumber : hasil analisis, 2023

No. Jalur Pergerakan Jarak (km)


1. Kec. Pitu Riawa ke Kec. Watang Pulu 19
2. Kec. Pitu Riawa ke Kec. Watang Sidenreng 16,4
3. Kec. Pitu Riawa ke Kec. Baranti 17,1
4. Kec. Pitu Riawa ke Kec. Panca Rijang 13,5
5. Kec. Pitu Riawa ke Kec. Kulo 20,6
6. Kec. Pitu Riawa ke Kec. Maritenggae 13
7. Kec. Pitu Riawa ke Kec. Dua Pitue 9,6
8. Kec. Pitu Riawa ke Kec. Pitu Riase 22,3
9. Kec. Pitu Riawa ke Kec. Tellu Limpoe 14,2
10. Kec. Pitu Riawa ke Kec. Panca Lautang 17,7
Table 5.12 Jalur Pergerakan Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap

Sumber : hasil analisis, 2023

No. Jalur Pergerakan Jarak (km)


1. Kec. Dua Pitue ke Kec. Watang Pulu 28,3
2. Kec. Dua Pitue ke Kec. Watang Sidenreng 15,8
3. Kec. Dua Pitue ke Kec. Baranti 24,5
4. Kec. Dua Pitue ke Kec. Panca Rijang 20,7
5. Kec. Dua Pitue ke Kec. Kulo 25,9
6. Kec. Dua Pitue ke Kec. Pitu Riawa 9,6
7. Kec. Dua Pitue ke Kec. Maritenggae 22,4
8. Kec. Dua Pitue ke Kec. Pitu Riase 15,1
9. Kec. Dua Pitue ke Kec. Tellu Limpoe 23,4
10. Kec. Dua Pitue ke Kec. Panca Lautang 25,7
Table 5.13 Jalur Pergerakan Kecamatan Dua Pitu e Kabupaten Sidrap

Sumber : hasil analisis, 2023

No. Jalur Pergerakan Jarak (km)


1. Kec. Pitu Riase ke Kec. Watang Pulu 37
2. Kec. Pitu Riase ke Kec. Watang Sidenreng 27,3
3. Kec. Pitu Riase ke Kec. Baranti 30
4. Kec. Pitu Riase ke Kec. Panca Rijang 26,7
5. Kec. Pitu Riase ke Kec. Kulo 27,9
6. Kec. Pitu Riase ke Kec. Pitu Riawa 22,3
7. Kec. Pitu Riase ke Kec. Dua Pitue 15,1
8. Kec. Pitu Riase ke Kec. Maringgae 32,5
9. Kec. Pitu Riase ke Kec. Tellu Limpoe 36,5
10. Kec. Pitu Riase ke Kec. Panca Lautang 40
Table 5.14 Jalur Pergerakan Kecamatan Pitu Riase Kabupaten Sidrap

Sumber : hasil analisis, 2023

No. Jalur Pergerakan Jarak (km)


1. Kec. Tellu Limpoe ke Kec. Watang Pulu 12,8
2. Kec. Tellu Limpoe ke Kec. Watang Sidenreng 9,3
3. Kec. Tellu Limpoe ke Kec. Baranti 18,2
4. Kec. Tellu Limpoe ke Kec. Panca Rijang 17
5. Kec. Tellu Limpoe ke Kec. Kulo 24,8
6. Kec. Tellu Limpoe ke Kec. Pitu Riawa 14,2
7. Kec. Tellu Limpoe ke Kec. Dua Pitue 23,4
8. Kec. Tellu Limpoe ke Kec. Pitu Riase 36,5
9. Kec. Tellu Limpoe ke Kec. Maritenggae 8,5
10. Kec. Tellu Limpoe ke Kec. Panca Lautang 6,6
Table 5.15 Jalur Pergerakan Kecamatan Tellu Limpo e Kabupaten Sidrap

Sumber : hasil analisis, 2023

No. Jalur Pergerakan Jarak (km)


1. Kec. Panca Lautang ke Kec. Watang Pulu 19,2
2. Kec. Panca Lautang ke Kec. Watang Sidenreng 14,6
3. Kec. Panca Lautang ke Kec. Baranti 24,8
4. Kec. Panca Lautang ke Kec. Panca Rijang 23,4
5. Kec. Panca Lautang ke Kec. Kulo 31,3
6. Kec. Panca Lautang ke Kec. Pitu Riawa 17,7
7. Kec. Panca Lautang ke Kec. Dua Pitue 25,7
8. Kec. Panca Lautang ke Kec. Pitu Riase 40
9. Kec. Panca Lautang ke Kec. Tellu Limpoe 6,6
10. Kec. Panca Lautang ke Kec. Maringgae 15,1
Table 5.16 Jalur Pergerakan Kecamatan Panca Lautang Kabupaten
Sidrap

Sumber : hasil analisis, 2023

c. Analisis Pemilihan Moda


Menurut Morlok (1984), dalam merencanakan transportasi perlu
memahami prinsip dan Teknik untuk memperkirakan permintaan atas
jasa transportasi. Permintaan jasa transportasi merupakan cerminan
kebutuhan akan transport dari pemakaian sistem tersebut (manusia atau
angkutan barang). Maka permintaan akan jasa transport merupakan
dasar yang penting dalam mengevaluasi perencanaan transpotasi.
Tanpa mengetahui permintaannya mungkin akan meleset dan
menghasilkan sistem yang tidak sesuai dengan daya yang langkah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan moda menurut tamin


(1997) dapat di kelompokkan sebagai berikut :

1. Ciri pengguna jalan


 Ketersediaan atau pemilikan kendaraan pribadi
 Pemilikan Surat izin Mengemudi (SIM)
 Struktur rumah tangga (pasangan muda, keluarga dengan anak,
pension, bujangan, dan lain-lain).
 Pendapatan
 Factor lain misalnya keharusan menggunakan monil ke tempat
bekerja dan keperluan mengantar anak sekolah
2. Ciri pergerakan
 Tujuan pergerakan misalnya pergerakan ke tempat kerja di
negara maju lebih muda menggunakan angkutan umum karena
ketepatan waktu dan tingkat pelayanan di bandingkan monil
pribadi, tapi berbeda dengan di negara
berkembangmenggunakan mobil pribadi lebih tepat waktu,
nyaman yang tidak dipenuhi oleh angkutan umum.
 Waktu terjadinya pergerakan missal ingin bergerak atau
berkendara di malam hari kendaraan pribadi lebih di butuhkan
karena malam hari angkutan umum kurang.
 Jarak jalanan. Semakin jauh perjalanan, akan cenderung
menggunakan kendaraan umum di bandingkan dengan
kendaraan pribadi.
3. Ciri fasilitas transportasi
 Waktu perjalanan, waktu menunggu di pemberhentian bus,
waktu berjalan kaki ke pemberhentian bus, waktu selama
bergerak dan lain-lain.
 Biaya transportasi (tarif, biaya bahan bakar, dan lain-lain)
 Ketersediaan ruang dan tarif parkir.
4. Ciri kota atau zona, beberapa ciri yang mempengaruhi pemilihan
moda adalah jarak dari pusat kota dan kepadatan penduduk.
Analisis pemilihan moda bertujuan untuk mengetahui proporsi
orang yang akan menggunakan setiap moda. Proses ini dilakukan
dengan maksud untuk mengkalibrasi model pemilihan moda pada
tahun dasar dengan mengetahui perubahan bebas (atribut) yang
mempengearuhi pemilihan moda tersebut. Pemilihan moda sangat
sulit untuk di model karena banyak factor yang sulit dikuantifikasi
misalnya kenyamanan, keamanan, kendala, atau ketersediaan
moda saat diperlukan.
d. Analisis Pemilihan Rute
Perkembangan konsep tentang transportasi planning sangat pesat.
Salah satu diantaranya yang terkenal ialah model perencanaan
transportasi empat tahap (four step models). Model ini menggabungkan
teori seri sub model dimana hal tersebut dilaksanakan secara tersendiri
maupun bersama sama.
Tujuan proses memiloih jalur atau pemilihan rute adalah
mengelompokkan perilaku orang dalam menentukan jalur sesuai dugaan
atau perkiraan pengguna jalan merupakan rute terbaik. Menurut Tamin
(2000), dalam menentukan pemilihan rute, pergerakan antar kawasan
pada moda tertentu dibebankan ke jalur tertentu. Jadi, pada permodelan
pemilihan rute ini bisa ditentukan, pengendara memilih jalur mana oleh
setiap ruas jalan yang lain.
Tujuan pemilihan rute adalah mengelompokkan perilaku
pengemudi dalam memeilih rute yang dalam pandanganpengendara
adalah rute terbaik. Dengan mengalikasikan setiap pergerakan antar
zona kepada berbagai rute yang paling sering digunakan oleh pengguna
jalan untuk bergerak dari zona asal ke zona tujuan. Dari berbagai
pendekatan yang ada, pendekatan yang digunakan dalan menentukan
pemilihan rute adalah cost atau ongkos pergerakan dan nilai waktu, biaya
pergerakan dianggap senilai dengan jarak tempuh.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilih rute menueurt Tamin
(2000) yaitu :
a) Waktu tempuh
Waktu tempuh adalah total perjalanan yang dibutuhkan
termasuk berhenti dan tundaan. Waktu temouh biasanya bisa
dilakukan dengan dua cara yaitu pengamatan bergerak dan
mendokumentasikan berapa waktu tempuhnya.
b) Nilai waktu
Nilaoi wkatu adalah sejumlah uang yang dikeluarkan pelaku
perjalanan dalam rangka menghemat satu unit waktu perjalan.
Nilai waktu biasanya sebanding dengan pendapatan perkapita.
c) Biaya perjalanan
Biaya perjalanan dapat dinyatakan dalam bentuk uang, waktu,
tempuh, jarak atau kombinasi ketiganya yang biasa disebut
biaya. Diasumsikan total biaya perjalanan sepanjang rute
tertentu adalah jumlah dari biaya setiap ruas jalan yang dilalui.
d) Biaya operasi kendaraan
Biaya operasi kendaraan terdiri menggunakan BBm, oli, biaya
penggantian, biaya perawatan kendaraan dan upah atau gaji
supir.
Proses pengalokasian pergerakan tersebut menghasilkan suatu
pola tertentu yang arus pergerkannya dapat dikatakan berada
dalam keadaan seimbang jika setiap pelaku perjalann tidak
dapat lagi mencari rute yang lebih baik untuk mencapai zona
tujuannya karena mereka telah bergerak pada rute terbaik yang
telah tersedia. Kondisi ini disebut kondisi keseimbangan
jaringan jalan.

Pemilihan rute akan memodelkan pelaku pergerakan dalam


memilih rute yang menurut mereka merupakan rute terbaiknya. Model
pemilihan rute dapat di klasifikasikan berdasarkan beberapa faktor
pertimbangan yang di dasari pengamatan bahwa tidak setiap pengendara
yang berasal dari zona asal ke zona tujuan akan memilih rute yang persis
sama, khususnya di daerah perkotaan.

Hal ini disebabkan adanya :

a) Perbedaan persepsi pribadi tentang apa yang di artikan


dengan biaya perjalanan karena adanya perbedaan
kepentingan atau informasi yang tidak jelas dan tidak tepat
mengenai kondisi lalu lintas pada saat itu.
b) Peningkatan biaya karena adanya kamacetan pada suatu
ruas jalan yang menyebabkan kinerja beberapa rute lain
menjadi lebih tinggi, sehingga meningkatkan peluang untuk
memilih rute tersebut.
Table 5.17 Rute Dua Pitue Kabupaten Sidrap

Rute Dua Pitue


Rute Perjalanan Rute Rute
Perjalanan Perjalanan
Dua Pitue – Kulo 36.8 110
Dua Pitue - Panca Rijang 27.2 82
Dua Pitue – Baranti 31.3 94
Dua Pitue - Pitu Riawa 10.2 30
Dua Pitue - Watang Sidenreng 16.6 50
Dua Pitue - Watang Pulu 29.8 89
Dua Pitue – Maritengngae 23.5 71
Dua Pitue - Pitu Riase 17.0 51
Dua Pitue - Tellu Limpoe 29.3 88
Dua Pitue - Panca Lautang 36.6 110

Sumber : hasil analisis, 2023


Pola pergerakan penduduk Kawasan Kabupaten Sidrap dan
prioritas penentuan rute menjadi input data dalam analisis ini. Proses
pemilihan rute dilakukan menggunakan aplikasi ArcGIS ESRI dengan
memilih tiga jalur alternatif. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk rute
yang mampu menghubungkan titik asal dan titik tujuan perjalanan dalam
waktu dan jarak yang singkat.
Gambar 5.6 Peta Rute Perjalanan (Zona Panca Lautang) Kabupaten Sidrap Sidenreng Rappang

Sumber : Penulis, 2023


Gambar 5.7 Peta Rute Perjalanan (Zona Dua Pitue) Kabupaten Sidrap Sidenreng Rappang

Sumber : Penulis, 2023


Gambar 5.8 Peta Rute Perjalanan ( Zona Tellu Limpoe) Kabupaten Sidrap Sidenreng Rappang

Sumber : Penulis, 2023


Gambar 5.9 Peta Rute Perjalanan (Zona Watang Pulu) Kabupaten Sidrap Sidenreng Rappang

Sumber : Penulis, 2023


Gambar 5.10 Peta Rute Perjalanan ( Zona Maritengngae) Kabupaten Sidrap Sidenreng Rappang

Sumber : Penulis, 2023


Gambar 5.11 Peta Perjalanan (Zona Kulo) Kabupaten Sidrap Sidenreng Rappang

Sumber : Penulis, 2023


Gambar 5.12 Peta Rute Perjalanan (Zona Pitu Riawa) Kabupaten Sidrap Sidenreng Rappang

Sumber : Penulis, 2023


Gambar 5.13 Peta Rute Perjalanan (Zona Baranti) Kabupaten Sidrap Sidenreng Rappang

Sumber : Penulis, 2023


Gambar 5.14 Peta Rute Perjalanan (Zona Watang Sidenreng) Kabupaten Sidrap Sidenreng Rappang

Sumber : Penulis, 2023


Gambar 5.15 Peta Rute Perjalanan (Zona Panca Rijang) Kabupaten Sidrap Sidenreng Rappang

Sumber : Penulis, 2023


A. Analisis Tingkat Pelayanan Jalan (Level Of Servis)
a. Volume Lalu Lintas

Volume lalu lintas adalah banyaknya kendaraan yang melewati suatu titik atau
garis tertentu pada suatu penampang melintang jalan.Data pencacahan volume lalu
lintas adalah informasi yang diperlukan untuk fase perencanaan, desain, manajemen
sampai pengoperasian jalan (Sukirman 1994).
Menurut Sukirman (1994), volume lalu lintas menunjukan jumlah kendaraan yang
melintasi satu titi pengamatan dalam satu satuan waktu (hari, jam, menit).
Sehubungan dengan penentuan jumlah dan lebar jalur, satuan volume lalu lintas
yang umum dipergunakan adalah lalu lintas harian rata-rata, volume jam
perencanaan dan kapasitas. Jenis kendaraan dalam perhitungan ini diklasifikasikan
dalam 3 macam kendaraan yaitu :
 Kendaraan Ringan (Light Vechicles = LV)
Indeks untuk kendaraan bermotor dengan 4 roda (mobil penumpang),
 Kendaraan berat ( Heavy Vechicles = HV)
Indeks untuk kendaraan bermotor dengan roda lebih dari 4 ( Bus, truk 2
gandar, truk 3 gandar dan kombinasi yang sesuai),
 Sepeda motor (Motor Cycle = MC)
Indeks untuk kendaraan bermotor dengan 2 roda.
Kendaraan tak bermotor (sepeda, becak dan kereta dorong), parkir pada badan
jalan dan pejalan kaki anggap sebagai hambatan samping.
Data jumlah kendaraan kemudian dihitung dalam kendaraan/jam untuk setiap
kendaraan, dengan faktor koreksi masing-masing kendaraan yaitu : LV=1,0; HV =
1,3; MC = 0,40
Arus lalu lintas total dalam smp/jam adalah :
Qsmp = (emp LV × LV + emp HV × HV + emp MC × MC) ……………... (3-1)
Keterangan:
Q : volume kendaraan bermotor ( smp/jam)
EmpLV : nilai ekivalen mobil penumpang untuk kendaraan ringan
EmpHV : nilai ekivalen mobil penumpang untuk kendaraan berat
EmpMC : nilai ekivalen mobil penumpang untuk sepeda motor
LV : notasi untuk kendaraan ringan
HV :notasi untuk kendaraan berat
MC :notasi untuk sepeda motor
Tabel 5.18 Keterangan EMP
Jenis Kendaraan Nilai Satuan (smp/jam)
Kendaraan Berat (HV) 1,3
Kendaraan Ringan (LV) 1
Kendaraan Motor (MC) 0,5
Kendaraan Tidak bermotor 7
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel hasil analisis volume Lalu Lintas
Kabupaten Sidenreng Rappang Sebagai Berikut:
Tabel 5.19 Volume Lalu lintas Terminal P.Jene
Terminal p.jene,14-11-2022(sore)
Volume Lalu Lintas Volume Lalu Lintas
(Kend/jam) EM (smp/jam)
Moda Hari
P
Selata Jumla Selata jumla
Utara n h Utara n h
Kendaraan Senin ,14-11-2022 0.5 0 0.5 3.5 0 3.5
Tidak
Bermotor Minggu,27-11-2022 0.5 1 1.5 7 3.5 7 10.5
Senin ,14-11-2022 328 195.5 523.5 164 164 328
MC Minggu,27-11-2022 520 513 1033 0.5 260 260 520
Senin ,14-11-2022 253 156 409 253 253 506
LV Minggu,27-11-2022 272.5 228.5 501 1 272.5 272.5 545
Senin ,14-11-2022 41 52 93 53.3 53.3 106.6
HV Minggu,27-11-2022 25 32.5 57.5 1.3 32.5 32.5 65
1440. 1042. 2084.
Total 5 1178.5 2619 3 1042.3 6
720.2 1309. 521.1 1042.
Rata-Rata Perhari 5 589.25 5 5 521.15 3
Sumber : Hasil Survey Lapangan
Berdasarkan Tabel Diatas Setelah Dilakukan analisis Volume Lalu Lintas di Terminal
P.Jene Memiliki untuk Arah Utara Memiliki Total 1042,3 Volume Lalu Lintas (smp/jam) Dan
rata-rata Perhari 521.15
Sedangkan untuk Arah Selatan Memiliki Total 1042.3 Volume Lalu Lintas (smp/jam) Yang
Memiliki rata-rata Per hari 1042,3.
Terminal p.jene,(Pagi)

Volume Lalu Lintas Volume Lalu Lintas


(Kend/jam) (smp/jam)
Moda Hari EMP
Selata Jumla
Utara Utara Selatan jumlah
n h
Senin ,14-11-
0.5 270 270.5 3.5 1890 1893.5
Kendaraan Tidak 2022
7
Bermotor Minggu,27-11-
0 0 0 0 0 0
2022
Senin ,14-11-
270 28.5 298.5 135 135 270
2022
MC 0.5
Minggu,27-11- 252.
505 508 1013 252.5 505
2022 5
Senin ,14-11- 156. 156.
230 386.5 156.5 313
2022 5 5
LV 1
Minggu,27-11-
307 298.5 605.5 307 307 614
2022
Senin ,14-11- 27.9
21.5 8.5 30 27.95 55.9
2022 5
HV 1.3
Minggu,27-11- 22.7
17.5 19.5 37 22.75 45.5
2022 5
905.
Total 1278 1363 2641 2791.7 3696.9
2
452. 1395.8 1848.4
Rata-Rata Perhari 639 681.5 1320.5
6 5 5
Tabel Volume 5.20 Lalu lintas Terminal P.Jene ()

Sumber : Hasil Survey Lapangan


Berdasarkan Tabel Diatas Setelah Dilakukan analisis Volume Lalu Lintas Pada Pagi
Hari di Terminal P.Jene Memiliki untuk Arah Utara Memiliki Total 905,2 Volume Lalu Lintas
(smp/jam) Dan rata-rata Perhari 452,6
Sedangkan untuk Arah Selatan Memiliki Total 2791,7 Volume Lalu Lintas (smp/jam) Yang
Memiliki rata-rata 1395.85 per Hari.
Tabel 5.21 Volume Lalu lintas Bundaran Maritenga e (Pagi)
Bundaran,14-11-2022(Pagi)

Volume Lalu Lintas Volume Lalu Lintas


(Kend/jam) EM (smp/jam)
Moda Hari
P
Selata Jumla
Utara Utara Selatan jumlah
n h
Senin ,14-11-
1 0 1 7 0 7
Kendaraan Tidak 2022
7
Bermotor Minggu,27-11-
0.5 1 1.5 3.5 7 10.5
2022
Senin ,14-11-
344.5 394.5 739 172.25 172.25 344.5
2022
MC 0.5
Minggu,27-11-
488 481.5 969.5 244 244 488
2022
LV Senin ,14-11- 343 289 632 1 343 343 686
2022
Bundaran,14-11-2022(Pagi)
Minggu,27-11-
321.5 283.5 605 321.5 321.5 643
2022
Senin ,14-11-
49 16 65 63.7 63.7 127.4
2022
HV 1.3
Minggu,27-11-
15 13 28 19.5 19.5 39
2022
1562. 1174.4 1170.9 2345.
Total 1478.5 3041
5 5 5 4
781.2 587.22 585.47 1172.
Rata-Rata Perhari 739.25 1520.5
5 5 5 7
Sumber : Hasil Survey Lapangan
Berdasarkan Tabel Diatas Setelah Dilakukan analisis Volume Lalu Lintas Pada pagi
Hari di Bundaran Maritengga’e Kabupaten Sidenreng Rappang untuk Arah Utara Memiliki
Total 1174,45 Volume Lalu Lintas (smp/jam) Dan rata-rata Perhari 587,225,Sedangkan untuk
Arah Selatan Memiliki Total 1170,95 Volume Lalu Lintas (smp/jam) Yang Memiliki rata-rata
1172,7 .
Tabel Vol 5.22 volume Lalu lintas Bundaran Maritengga e (Sore)
Bundaran,14-11-2022(sore)
Volume Lalu Lintas Volume Lalu Lintas
(Kend/jam) EM (smp/jam)
Moda Hari
P
Utar Selata Selata jumla
Jumlah Utara
a n n h
Senin ,14-11-
0 0.5 0.5 0 3.5 3.5
Kendaraan Tidak 2022
7
Bermotor Minggu,27-
0.5 1 1.5 3.5 7 10.5
11-2022
Senin ,14-11- 494. 247.2
449 943.5 247.25 494.5
2022 5 5
MC 0.5
Minggu,27-
488 481.5 969.5 244 244 488
11-2022
Senin ,14-11-
438 394.5 832.5 438 438 876
2022
LV 1
Minggu,27- 321.
283.5 605 321.5 321.5 643
11-2022 5
Senin ,14-11-
37.5 24.5 62 48.75 48.75 97.5
2022
HV 1.3
Minggu,27-
15 13 28 19.5 19.5 39
11-2022
1322.
Total 1795 1647.5 3442.5   1329.5 2652
5
897. 1721.2 661.2
Rata-Rata Perhari 823.75   664.75 1326
5 5 5
Sumber : Hasil Survey Lapangan
Berdasarkan Tabel Diatas Setelah Dilakukan analisis Volume Lalu Lintas
Pada Sore Hari di Bundaran Maritengga’e Kabupaten Sidenreng Rappang untuk Arah
Utara Memiliki Total 1329,5 Volume Lalu Lintas (smp/jam) Dan rata-rata Perhari
587,225,Sedangkan untuk Arah Selatan Memiliki Total 661,25 Volume Lalu Lintas
(smp/jam) Yang Memiliki rata-rata 664,75 per Hari.
Tabel 5.23 Volume Lalu lintas Pasar Sentral Amparita (Pagi)

Pasar sentral Amparit,14-11-2022(Pagi)

Volume Lalu Lintas Volume Lalu Lintas


(Kend/jam) (smp/jam)
Moda Hari EMP
Selata Selata
Utara Jumlah Utara jumlah
n n
Senin ,14-
0.5 0 0.5 3.5 0 3.5
Kendaraan Tidak 11-2022
7
Bermotor Minggu,27-
1 0.5 1.5 7 3.5 10.5
11-2022
Senin ,14-
328 195.5 523.5 164 164 328
11-2022
MC 0.5
Minggu,27- 221.2
442.5 436.5 879 221.25 442.5
11-2022 5
Senin ,14-
253 156 409 253 253 506
11-2022
LV 1
Minggu,27-
360 345 705 360 360 720
11-2022
Senin ,14-
41 52 93 53.3 53.3 106.6
11-2022
HV 1.3
Minggu,27-
37.5 26.5 64 48.75 48.75 97.5
11-2022
1463. 1110. 2214.
Total 1212 2675.5 1103.8
5 8 6
731.7 1337.7 1107.
Rata-Rata Perhari 606 555.4 551.9
5 5 3
Sumber : Hasil Survey Lapangan
Berdasarkan Tabel Diatas Setelah Dilakukan analisis Volume Lalu Lintas Pada
Pagi Hari di Kabupaten Sidenreng Rappang untuk Arah Utara Memiliki Total 1110,8
Volume Lalu Lintas (smp/jam) Dan rata-rata Perhari 555,4,Sedangkan untuk Arah
Selatan Memiliki Total 1103,8 Volume Lalu Lintas (smp/jam) Yang Memiliki rata-rata
551,9 per Hari.
Tabel 5.24 Volume Lalu lintas Pasar Amparita (Sore )
Pasar sentral Amparit,14-11-2022(sore)
Volume Lalu Lintas Volume Lalu Lintas
(Kend/jam) EM (smp/jam)
Moda Hari
P
Selata Jumla Selata jumla
Utara Utara
n h n h
Senin ,14-
Kendaraan 0.5 0 0.5 3.5 0 3.5
11-2022
Tidak 7
Minggu,27
Bermotor 0.5 1 1.5 3.5 7 10.5
-11-2022
Senin ,14-
328 195.5 523.5 164 164 328
11-2022
MC 0.5
Minggu,27
488 481.5 969.5 244 244 488
-11-2022
Senin ,14-
253 156 409 253 253 506
11-2022
LV 1
Minggu,27
321.5 283.5 605 321.5 321.5 643
-11-2022
Pasar sentral Amparit,14-11-2022(sore)
Senin ,14-
41 52 93 53.3 53.3 106.6
11-2022
HV 1.3
Minggu,27
15 13 28 19.5 19.5 39
-11-2022
1447. 1062. 2124.
Total 1182.5 2630 1062.3
5 3 6
723.7 531.1 1062.
Rata-Rata Perhari 591.25 1315 531.15
5 5 3
Sumber : Hasil Survey Lapangan

Berdasarkan Tabel Diatas Setelah Dilakukan analisis Volume Lalu Lintas Pada Sore Hari
di Pasar Sentral Amparita Kabupaten Sidenreng Rappang untuk Arah Utara Memiliki Total
1062,3 Volume Lalu Lintas (smp/jam) Dan rata-rata Perhari 531,15,Sedangkan untuk Arah
Selatan Memiliki Total 1062,3 Volume Lalu Lintas (smp/jam) Yang Memiliki rata-rata 531,15
per Hari.
Tabel 5.25 Volume Lalu lintas Kantor Desa Bapangi (Pagi)
Kantor Desa Bapangi,14-11-2022(Pagi)

Volume Lalu Lintas Volume Lalu Lintas


(Kend/jam) (smp/jam)
Moda Hari EMP
Selata Jumla
Utara Utara Selatan jumlah
n h
Senin ,14-
Kendaraa 1 0.5 1.5 7 3.5 10.5
11-2022
n Tidak 7
Minggu,27-
Bermotor 1 0 1 7 0 7
11-2022
Senin ,14-
262 227 489 131 131 262
11-2022
MC 0.5
Minggu,27-
211.5 216.5 428 105.75 105.75 211.5
11-2022
Senin ,14-
161.5 110.5 272 161.5 161.5 323
11-2022
LV 1
Minggu,27-
134 172.5 306.5 134 134 268
11-2022
Senin ,14-
27 16.5 43.5 35.1 35.1 70.2
11-2022
HV 1.3
Minggu,27-
32 23 55 41.6 41.6 83.2
11-2022
Total 830 766.5 1596.5 622.95 612.45 1235.4
311.47 306.22
Rata-Rata Perhari 415 383.25 798.25 617.7
5 5
Sumber : Hasil Survey Lapangan
Berdasarkan Tabel Diatas Setelah Dilakukan analisis Volume Lalu Lintas Pada
Pagi Hari di Kantor Desa Bapangi Kabupaten Sidenreng Rappang untuk Arah Utara
Memiliki Total 622,95 Volume Lalu Lintas (smp/jam) Dan rata-rata Perhari
311,475,Sedangkan untuk Arah Selatan Memiliki Total 612,45 Volume Lalu Lintas
(smp/jam) Yang Memiliki rata-rata 306,225 per Hari.
Tabel 5.26 Volume Lalu lintas Kantor Desa Bapangi (Sore)

Kantor Desa Bapangi,14-11-2022(Sore)

Volume Lalu Lintas Volume Lalu Lintas


(Kend/jam) (smp/jam)
Selata Jumla EM jumla
Moda Hari Utara n h P Utara Selatan h
Senin ,14-
Kendaraa 11-2022 1 0.5 1.5 7 3.5 10.5
n Tidak Minggu,27
Bermotor -11-2022 0 0.5 0.5 7 0 3.5 3.5
Senin ,14-
11-2022 339 228 567 169.5 169.5 339
Minggu,27
MC -11-2022 272.5 232.5 505 0.5 136.25 136.25 272.5
Senin ,14-
11-2022 216 173 389 216 216 432
Minggu,27
LV -11-2022 188 174.5 362.5 1 188 188 376
Senin ,14-
11-2022 21.5 16 37.5 27.95 27.95 55.9
Minggu,27
HV -11-2022 21.5 27 48.5 1.3 27.95 27.95 55.9
1059. 1911. 1545.
Total 5 852 5   772.65 772.65 3
529.7 955.7 386.32 386.32 772.6
Rata-Rata Perhari 5 426 5   5 5 5
Sumber : Hasil Survey Lapangan
Berdasarkan Tabel Diatas Setelah Dilakukan analisis Volume Lalu Lintas
Pada Sore Hari di Kantor Desa Bapangi Kabupaten Sidenreng Rappang untuk Arah
Utara Memiliki Total 772,65 Volume Lalu Lintas (smp/jam) Dan rata-rata Perhari
366,325,Sedangkan untuk Arah Selatan Memiliki Total 772,65 Volume Lalu Lintas
(smp/jam) Yang Memiliki rata-rata 386,325 per Hari.
Tabel 5.27 Volume Lalu lintas Smp 2 Pamcarijang (Pagi)

smp 2 pancarijang (poros enrekang),14-11-2022(Pagi)

Volume Lalu Lintas Volume Lalu Lintas


(Kend/jam) (smp/jam)
Selata EM Selata jumla
Moda Hari Utara n Jumlah P Utara n h
Senin ,14
-11-2022 0 0.5 0.5 0 3.5 3.5
Kendaraan Minggu,2
Tidak 7-11-
Bermotor 2022 1 0 1 7 7 0 7
Senin ,14
-11-2022 278 322.5 600.5 139 139 278
Minggu,2
7-11-
MC 2022 339 378 717 0.5 169.5 169.5 339
Senin ,14
-11-2022 143.5 224 367.5 143.5 143.5 287
Minggu,2
7-11-
LV 2022 327 284.5 611.5 1 327 327 654
Senin ,14
-11-2022 37 31.5 68.5 48.1 48.1 96.2
Minggu,2
7-11-
HV 2022 38 34 72 1.3 49.4 49.4 98.8
1163. 1763.
Total 5 1275 2438.5 883.5 880 5
581.7 1219.2 441.7 881.7
Rata-Rata Perhari 5 637.5 5 5 440 5
Sumber : Hasil Survey Lapangan
Berdasarkan Tabel Diatas Setelah Dilakukan analisis Volume Lalu Lintas Pada Pagi
Hari di Smp 2 Pancarijang (Poros Enrekang) Kabupaten Sidenreng Rappang untuk
Arah Utara Memiliki Total 883,5 Volume Lalu Lintas (smp/jam) Dan rata-rata Perhari
441,75,Sedangkan untuk Arah Selatan Memiliki Total 880 Volume Lalu Lintas
(smp/jam) Yang Memiliki rata-rata 440 per Hari.
Tabel 5.28 Volume Lalu lintas Smp 2 Pamcarijang (Sore)
smp 2 pancarijang (poros enrekang),14-11-2022(Sore

Volume Lalu Lintas Volume Lalu Lintas


(Kend/jam) (smp/jam)
Utar Selata Jumla EM Selata
Moda Hari a n h P Utara n jumlah
Senin ,14
-11-2022 0.5 0 0.5 3.5 0 3.5
Kendaraa Minggu,2
n Tidak 7-11-
Bermotor 2022 0.5 0.5 1 7 3.5 3.5 7
Senin ,14
-11-2022 393 380 773 196.5 196.5 393
Minggu,2
7-11-
MC 2022 0.5 0.5 1 0.5 0.25 0.25 0.5
Senin ,14 298.
-11-2022 5 337.5 636 298.5 298.5 597
Minggu,2
7-11- 493.
LV 2022 5 432.5 926 1 493.5 493.5 987
Senin ,14
-11-2022 39 34 73 50.7 50.7 101.4
Minggu,2
7-11-
HV 2022 46.5 38 84.5 1.3 60.45 60.45 120.9
1106. 1103.
Total 1272 1223 2495 9 4 2210.3
1247. 553.4 1105.1
Rata-Rata Perhari 636 611.5 5 5 551.7 5
Sumber : Hasil Survey Lapangan
Berdasarkan Tabel Diatas Setelah Dilakukan analisis Volume Lalu Lintas Pada
Sore Hari di Smp 2 Pancarijang (Poros Enrekang) Kabupaten Sidenreng Rappang
untuk Arah Utara Memiliki Total 1106,9 Volume Lalu Lintas (smp/jam) Dan rata-rata
Perhari 553,45,Sedangkan untuk Arah Selatan Memiliki Total 1103,4 Volume Lalu
Lintas (smp/jam) Yang Memiliki rata-rata 551,7per Hari.
b. Komposisi Lalu Lintas Berbasis Jenis Kendaraan
Menurut Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014 (PKJI 2014), komposisi lalu
lintas dibagi menjadi empat jenis kendaraan yaitu :
 Kendaraan Ringan , yaitu kendaraan bermotor as dua dengan empat roda
dan jarak as 2,0 – 3,0 m. Kendaraan ringan meliputi: Sedan, jeep, kombi,
angkot, minibus, minibox, pickup
 Kendaraan Berat, yaitu kendaraan bermotor dengan roda lebih dari empat
roda. Kendaraan berat meliputi : Bus, truk kecil, truk dua sumbu, bus kecil,
truk gandeng, truk tiga sumbu
 Sepeda Motor, yaitu kendaraan bermotor dengan roda dua atau tiga roda.
Kendaraan bermotor meliputi : sepeda motor, kendaraan tiga roda.
 Kendaraan tak bermotor, yaitu kendaraan yang digerakkan oleh orang atau
manusia. Kendaraan tak bermotormeliputi : sepeda, becak, kereta kuda,
kereta dorong.
Untuk lebih jelasnya lagi dapat dilihat pada table berikut ini:

1. Jalan Bau Massape

Dari Hasil Tabel klasifikasi Berbasis Jenis Kendaraan Di Jalan Bau Massape
Hari Kerja Untuk Jenis Sepeda Motor (MC) , Kendaraan Ringan (LV), Kendaraan Berat
(HV) Dipagi Hari Memiliki Total Kendaraan Sebanyak 1811 , dan Di Sore Hari Memiliki
Total Kendaraan Sebanyak 2053. Sedangkan Klasifikasi Berbasis Jenis Kendaraan di

Jalan Bau Massape Hari Libur Jenis Kendaraan tdk bermotor Sepeda Motor (MC) ,
Kendaraan Ringan (LV), Kendaraan Berat (HV) Dipagi Hari Memiliki Total Kendaraan
Sebanyak 3311, dan Di Sore Hari Memiliki Total Kendaraan Sebanyak 3188 .

Gambar 5.16 Geometri Jalan Bau Massape


Sumber : Penulis, 2022

Tabel 5.29 Klasifikasi Berbasis Jenis Kendaraan di Jalan Bau Massape (Senin)

Jalan Bau Massape, 14-11-2022(senin)

Kendaraan tdk
MC LV HV
bermotor
Total
Waktu
Kendaraan
Utar selata Utar Selata Utar Selata
Utara Selatan
a n a n a n

Pagi 0 1 540 437 313 460 43 17 1811


Sore 1 0.5 656 391 506 312 82 104 2053

Sumber : Hasil Survey Lapangan


Tabel 5.30 Klasifikasi Berbasis Jenis Kendaraan di Jalan Bau Massape (Minggu)
Jalan Bau Massape, 26-11-2022(Minggu)
Kendaraan
MC LV HV
tdk bermotor
Total
Waktu
Kendaraan
Uta Selata Utar Selata Utar Selata Utar Selata
a n a n a n a n

pagi 0 0 1010 1016 614 597 35 39 3311

sore 1 2 1040 1026 545 459 50 65 3188

Sumber : Hasil Survey Lapangan

2. Jalan Jendral Sudirman


Dari Hasil Tabel klasifikasi Berbasis Jenis Kendaraan Di Jalan Jendral
Hari Kerja Untuk Jenis Kendaraan tdk bermotor Sepeda Motor (MC) ,
Sudirman
Kendaraan Ringan (LV), Kendaraan Berat (HV) Dipagi Hari Memiliki Total
Kendaraan Sebanyak 2874 , dan Di Sore Hari Memiliki Total Kendaraan
Sebanyak 3677. Sedangkan Klasifikasi Berbasis Jenis Kendaraan Di Jalan
Hari Libur Jenis Kendaraan tdk bermotor Sepeda Motor (MC) ,
Jendral Sudirman
Kendaraan Ringan (LV), Kendaraan Berat (HV) Dipagi Hari Memiliki Total
Kendaraan Sebanyak 1938 , dan Di Sore Hari Memiliki Total Kendaraan
Sebanyak 3208 .

Gambar 5.17. Geometri Jalan Jendral Sudirman


Sumber : Penulis, 2022
Tabel 5.31 Klasifikasi Berbasis Jenis Kendaraan di bundaran maritengngae
(Selasa)

Jalan Jendral Sudirman , 15-11-2022 (selasa)

Kendaraan tdk
MC LV HV
bermotor Total
Waktu
Kendaraan
Utara Selatan Utara Selatan Utara Selatan Utara Selatan

Pagi 2 0 689 789 686 578 98 32 2874

sore 0 1 989 898 876 789 75 49 3677

Sumber : Hasil Survey Lapangan

Tabel 5.32 Klasifikasi Berbasis Jenis Kendaraan di Jalan Jendral Sudirman (Sabtu)
Jalan Jendral Sudirman, 26-11-2022 (sabtu)

Kendaraan
MC LV HV
tdk bermotor
Total
Waktu
Kendaraan
Utar Selata Utar Selata Utar Selata Utar Selata
a n a n a n a n

Pagi 1 0 569 455 348 543 7 15 1938

sore 1 2 976 963 643 567 30 26 3208

Sumber : Hasil Survey Lapangan

Dari Hasil Tabel klasifikasi Berbasis Jenis Kendaraan Di di Jalan Jendral


SudirmanHari Kerja Untuk Jenis Kendaraan tdk bermotor Sepeda Motor (MC) ,
Kendaraan Ringan (LV), Kendaraan Berat (HV) Dipagi Hari Memiliki Total Kendaraan
Sebanyak 2874 , dan Di Sore Hari Memiliki Total Kendaraan Sebanyak 3677.
Sedangkan Klasifikasi Berbasis Jenis Kendaraan Di Bundaran Maritengga’e Hari Libur
Jenis Kendaraan tdk bermotor Sepeda Motor (MC) , Kendaraan Ringan (LV),
Kendaraan Berat (HV) Dipagi Hari Memiliki Total Kendaraan Sebanyak 1938 , dan Di
Sore Hari Memiliki Total Kendaraan Sebanyak 3208 .

3. Jalan A.P Pettarani


Dari Hasil Tabel klasifikasi Berbasis Jenis Kendaraan Di Jalan A.P Pettarani
Hari Kerja Untuk Jenis Kendaraan tdk bermotor Sepeda Motor (MC) , Kendaraan
Ringan (LV), Kendaraan Berat (HV) Dipagi Hari Memiliki Total Kendaraan Sebanyak
2074 , dan Di Sore Hari Memiliki Total Kendaraan Sebanyak 2965. Sedangkan
Klasifikasi Berbasis Jenis Kendaraan Di SMP 2 pancarijang Hari Libur Jenis
Kendaraan tdk bermotor Sepeda Motor (MC) , Kendaraan Ringan (LV), Kendaraan
Berat (HV) Dipagi Hari Memiliki Total Kendaraan Sebanyak 2800 , dan Di Sore Hari
Memiliki Total Kendaraan Sebanyak 3979 .

Gambar 5.18 Geometri Jalan Jendral Sudirman


Sumber : Penulis, 2022
Tabel 5.33 Klasifikasi Berbasis Jenis Kendaraan di Jalan A.P Pettarani (Senin)
Jalan A.P Pettarani(poros enrekang), 13-11-2022 (senin)

Kendaraan tdk
MC LV HV
bermotor
Wakt Total
u Kendaraan
Utar Selata Utar Selata Utar Selata Utar Selata
a n a n a n a n

Pagi 0 1 556 645 287 448 74 63 2074

sore 1 0 786 760 597 675 78 68 2965

Sumber : Hasil Survey Lapangan

Jalan A.P Pettarani(poros enrekang), 15-11-2022 (senin)

Kendaraan tdk
MC LV HV
bermotor
Wakt Total
u Kendaraan
Utar Selata Utar Selata Utar Selata Utar Selata
a n a n a n a n

Pagi 2 0 678 756 654 569 76 65 2800

sore 1 1 979 1015 987 865 93 38 3979

Tabel 5.34 Klasifikasi Berbasis Jenis Kendaraan di Jalan A.P Pettarani (Senin)

Sumber : Hasil Survey Lapangan

Dari Hasil Tabel klasifikasi Berbasis Jenis Kendaraan Di SMP 2 pancarijang Hari
Kerja Untuk Jenis Kendaraan tdk bermotor Sepeda Motor (MC) , Kendaraan Ringan
(LV), Kendaraan Berat (HV) Dipagi Hari Memiliki Total Kendaraan Sebanyak 2074 ,
dan Di Sore Hari Memiliki Total Kendaraan Sebanyak 2965. Sedangkan Klasifikasi
Berbasis Jenis Kendaraan Di SMP 2 pancarijang Hari Libur Jenis Kendaraan tdk

bermotor Sepeda Motor (MC) , Kendaraan Ringan (LV), Kendaraan Berat (HV) Dipagi
Hari Memiliki Total Kendaraan Sebanyak 2800 , dan Di Sore Hari Memiliki Total
Kendaraan Sebanyak 3979 .

4. Jalan Poros Pangkajene-Anabinua


Dari Hasil Tabel klasifikasi Berbasis Jenis Kendaraan Di Jalan Poros
Pangkajene Anabinua Hari Kerja Untuk Jenis Kendaraan tdk bermotor Sepeda
Motor (MC) , Kendaraan Ringan (LV), Kendaraan Berat (HV) Dipagi Hari Memiliki
Total Kendaraan Sebanyak 3683 , dan Di Sore Hari Memiliki Total Kendaraan
Sebanyak 3298. Sedangkan Klasifikasi Berbasis Jenis Kendaraan Di SMP 2

pancarijang Hari Libur Jenis Kendaraan tdk bermotor Sepeda Motor (MC) ,
Kendaraan Ringan (LV), Kendaraan Berat (HV) Dipagi Hari Memiliki Total
Kendaraan Sebanyak 1746 , dan Di Sore Hari Memiliki Total Kendaraan Sebanyak
1996.

Gambar 5.19 Geometri Jalan Jalan Poros


Pangkajene-Anabinua
Sumber : Penulis, 2022
Tabel 5.35 Klasifikasi Berbasis Jenis Kendaraan di Jalan Jalan Poros
Pangkajene-Anabinua (Senin)

Jalan Jalan Poros Pangkajene-Anabinua, 14-11-2022 (senin)

Kendaraan tdk
MC LV HV
bermotor Total
Waktu
Kendaraan
Utara Selatan Utara Selatan Utara Selatan Utara Selatan

Pagi 2 1 879 918 697 912 84 190 3683

sore 1 1 885 873 720 690 75 53 3298


Sumber : Hasil Survey Lapangan

pasar sentral amparita, 27-11-2022 (minggu)

Kendaraan tdk
MC LV HV
bermotor Total
Waktu
Kendaraan
Utara Selatan Utara Selatan Utara Selatan Utara Selatan

Pagi 1 0 580 367 322 356 67 53 1746

sore 1 0 654 523 342 332 79 65 1996

Tabel 5.36 Klasifikasi Berbasis Jenis Kendaraan di Jalan Jalan Poros Pangkajene
Anabinua (Minggu)

Sumber : Hasil Survey Lapangan

5. Jalan Batu Ceper sidrap-Soppeng


Dari Hasil Tabel klasifikasi Berbasis Jenis Kendaraan Di Jalan Batu Ceper sidrap-
Soppeng Hari Kerja Untuk Jenis Kendaraan tdk bermotor Sepeda Motor (MC) , Kendaraan
Ringan (LV), Kendaraan Berat (HV) Dipagi Hari Memiliki Total Kendaraan Sebanyak
1612 , dan Di Sore Hari Memiliki Total Kendaraan Sebanyak 1989. Sedangkan Klasifikasi
Berbasis Jenis Kendaraan Di Kantor Desa Bapangi (Jalan Poros Soppeng-Sidrap ) Hari

Libur Jenis Kendaraan tdk bermotor Sepeda Motor (MC) , Kendaraan Ringan (LV),
Kendaraan Berat (HV) Dipagi Hari Memiliki Total Kendaraan Sebanyak 1518 , dan Di Sore
Hari Memiliki Total Kendaraan Sebanyak 1833.
Gambar 5.20 Geometri Jalan Jalan Batu Ceper
Sumber : Penulis, 2022

Tabel 5.37 Klasifikasi Berbasis Jenis Kendaraan Jalan Batu Ceper


( Sidrap- Soppeng ) (Senin)
Jalan Batu Ceper (jalan poros soppeng-sirap), 14-11-2022 (Senin)

Kendaraan tdk
MC LV HV
bermotor
Wakt Total
u Kendaraan
Utar Selata Utar Selata Utar Selata Utar Utar
a n a n a n a a

Pagi 2 1 524 454 323 221 54 33 1612

sore 1 0 678 456 432 346 43 32 1989

Sumber : Survey Lapangan

Tabel 5.38 Klasifikasi Berbasis Jenis Kendaraan kantor Jalan Batu Ceper (jalan poros
soppeng-sidrap) ()
Jalan Batu Ceper (jalan poros soppeng-sirap), 27-11-2022 (Minggu)

Kendaraan tdk
MC LV HV
bermotor
Wakt Total
u Kendaraan
Utar Selata Utar Selata Utar Selata Utar Utar
a n a n a n a a

Pagi 2 0 423 433 3268 345 64 46 1581

sore 0 1 545 465 376 349 43 54 1833

Sumber : Hasil Survey Lapangan


c. Komposisi Lalu Lintas Berbasis Fungsi Kendaraan
Jenis kendaraan lalu lintas di Kabupaten Sidenreng Rappang dibagi menjadi 3 jenis
:
a. Kendaraan ringan ( Light Vehicles = LV )
Meliputi kendaraan bermotor 2 as beroda empat dengan jarak as 2,0-3,0 m
(termasuk mobil penumpang, kopata, mikro bus, pick-up dan truck kecil sesuai sistem
klasifikasi Bina Marga).
 Mobil Penumpang, di Kabupaten Sidenreng Rappang terdapat mobil penumpang
seperti mobil Travel dan mobil angkutan umum (massal).
 Mobil pick-up, di Kabupaten Sidenreng Rappang terdapat mobil pick-up. Dimana
mobil pick-up ini mengangkut barang-barang entah dalam lingkup Kabupaten
Sidenreng Rappang dan antar Kabupaten lain.
b. Kendaraan berat ( Heavy Vehicles = HV )
Meliputi kendaraan bermotor dengan jarak as lebih dari 3,5 m biasanya beroda
lebih dari empat (bus, truk dua as truk kombinasi sesuai klasifikasi Bina
Marga).
 Truk dua as truk kombinasi, di Kabupaten Sidenreng Rappang terdapat kendaraan
truk dua as truk kombinasi. Dimana truk ini termasuk dalam kategori mobil yang
mengangkut barang dalam skala besar yang memiliki rute perjalanan antar
Kabupaten. Jadwal operasional truk ini dimulai dari sore hari sampai dengan pagi
hari di Kabupaten Sidenreng Rappang.
Untuk masyarakat Kabupaten Sidenreng Rappang sendiri memiliki jenis
kendaraan pribadi, Angkot dan angkutan umum. Namun, kebanyakan masyarakat
lebih banyak memiliki kendaraan pribadi.
d. Kecepatan Lalu Lintas

Kecepatan tempuh merupakan kecepatan rata-rata dari perhitungan lalu lintas


yang dihitung berdasarkan panjang segmen jalan dibagi dengan waktu tempuh rata-
rata kendaraan dalam melintasinya (HCM, 1994).Pada umumnya kecepatan dibagi
menjadi tiga jenis sebagai berikut ini.
1. Kecepatan setempat (Spot Speed), yaitu kecepatan kendaraan pada suatu saat
diukur dari suatu tempat yang ditentukan.
2. Kecepatan bergerak (Running Speed), yaitu kecepatan kendaraan rata-rata
pada suatu jalur pada saat kendaraan bergerak dan didapat dengan membagi
panjang jalur dibagi dengan lama waktu kendaraan bergerak menempuh jalur
tersebut.
3. Kecepatan perjalanan (Journey Speed), yaitu kecepatan efektif kendaraan
yang sedang dalam perjalanan antara dua tempat dan merupakan jarak antara
dua tempat dibagi dengan lama waktu kendaraan menyelesaikan perjalanan
antara dua tempat tersebut. MKJI menggunakan kecepatan tempuh sebagai
ukuran utama kinerja segmen jalan. Kecepatan tempuh merupakan kecepatan
ratarata (km/jam) arus lalu lintas dari panjang ruas jalan dibagi waktu tempuh
rata-rata kendaraan yang melalui segmen jalan tersebut. (MKJI 1997).
Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat tabel Waktu tempuh Kendaraan (TT)
Di Kabupaten Sidenreng Rappang Sebagai Berikut:
Tabel 5.39 Kecepatan Perjalanan
Rata-rata kecepatan perjalanan Nilai
angkot 1 angkot 2 rata2 (km/jam) Bobot
45km/jam 60 km/jam 48 3
Sumber : Hasil Survey Lapangan

Dari hasil tabel rata-rata kecepatan perjalanan (km/jam) adalah waktu yang
dibutuhkan untuk menempuh suatu trayek dari awal sampai akhir. Rata rata kecepatan
perjalanan angkutan umum sebesar 48 km/jam.

e. Waktu Tempuh Kendaraan


waktu tempuh (TT) adalah waktu rata-rata yang dipergunakan kendaraan untuk
menempuh segmen jalan dengan panjang tertentu, termasuk tundaan, waktu henti, waktu
tempuh rata-rata kendaraan didapat dari 8 membandingkan panjang segmen jalan L (km)
(MKJI 1997, Handayani Nur A, 2007). Waktu tempuh merupakan waktu rata-rata yang
dihabiskan kendaraan saat melintas pada panjang segmen jalan tertentu, termasuk di
dalamnya semua waktu henti dan waktu tunda (HCM, 1994).Untuk lebih jelasnya dapat kita
lihat tabel Waktu tempuh Kendaraan (TT) Di Kabupaten Sidenreng Rappang Sebagai Berikut:

dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan per lajur.
Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas adalah sebagai berikut :

C = CO ˣ FCW ˣ FCSP ˣ FCSF ˣ FCCS (smp/jam)

Dengan :

C = Kapasitas (smp/jam)

CO = Kapasitas dasar (smp/jam)

FCW = Faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas


FCSP = Faktor penyesuaian pemisah arah

FCSF = Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan

FCCS = Faktor penyesuaian untuk ukuran kota

Kapasitas dasar (CO) adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melintasi
suatu penampang pada suatu jalur atau jalan selama satu jam, dalam keadaan jalan dan
lalu lintas yang mendekati ideal yang bisa dicapai. Kapasitas segmen jalan untuk kondisi
tertentu (geometri, pola arus lalu lintas dan faktor lingkungan), dinyatakan dalam smp/jam.

Kapasitas dasar (CO) kapasitas segmen jalan pada kondisi geometri, ditentukan
berdasarkan tipe jalan, dapat dilihat pada Tabel.

Tabel 5.40 Kapasitas Dasar (CO) Jalan Perkotaan


Tipe jalan Kapasitas dasar Catatan
(smp/jam)
Empat lajur terbagi atau 1650 Per lajur
jalan satu arah
Empat lajur tak-terbagi 1500 Per lajur
Dua lajur tak-terbagi 2900 Total dua arah
Sumber : MKJI 1997

Faktor penyesuaian untuk lebar jalan (FC W ) adalah faktor penyesuaian


untuk kapasitas dasar akibat lebar jalan. Faktor penyesuaian lebar jalan
ditentukan berdasarkan lebar jalan efektif yang dapat dilihat pada Tabel
Tabel 5.41 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Lebar Jalan ( FCw)
Tipe Jalan lebar efektif FCW
Jalur lalu lintas (WC)
(m)

Empat lajur terbagi atau Per lajur


jalan satu arah 3,00 0,92
3,25 0,96
3,50 1,00
3,75 1,04
4,00 1,08

Empat lajur tak terbagi Per lajur


3,00 0,91
3,25 0,95
3,50 1,00
3,75 1,05
4,00 1,09

Dua lajur tak terbagi Total kedua arah


5 0,56
6 0,87
7 1,00
8 1,14
9 1,25
10 1,29
11 1,34

Sumber : MKJI 1997

Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah (FCSP) adalah faktor


penyesuaian kapasitas dasar akibat pemisah arah lalu lintas. Faktor penyesuaian
pemisahan arah dapat dilihat pada Tabel
Pemisah arah SP %-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30

Dua lajur 2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88


FCSP
Empat lajur 1,00 0,98 0,97 0,95 0,94
4/2
Tabel 5.42 Faktor Penyesuaian Pemisah Arah

Sumber : MKJI 1997

Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping (FCSF) adalah faktor


penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat hambatan samping. Nilai faktor
penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping ini dapat dilihat pada tabel
Tipe jalan kelas Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan
hambatan lebar bahu
samping FCSF
Lebar bahu efektif
WS
d 0,5 1,0 1,5 2,0

4/2 D VL 0,96 0,98 1,01 1,03


L 0,94 0,97 1,00 1,02
M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,88 0,92 0,95 0,98
VH 0,84 0,88 0,92 0,96

4/2 UD VL 0,96 0,99 1,01 1,03


L 0,94 0,97 1,00 1,02
M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,87 0,91 0,94 0,98
VH 0,80 0,86 0,90 0,95

2/2 UD VL 0,94 0,96 0,99 1,01


atau jalan L 0,92 0,94 0,97 1,00
satu-arah M 0,89 0,92 0,95 0,98
H 0,82 0,86 0,90 0,95
VH 0,73 0,79 0,85 0,91

Tabel 5.43 Faktor Penyesuaian Kapasitas Hambatan Samping ( FCsf )

Sumber : MKJI 1997

Faktor penyesuaian ukuran kota (FCCS) adalah faktor penyesuaian untuk


kapasitas dasar didasarkan pada jumlah penduduk. Faktor penyesuaian ukuran
kota dapat dilihat pada tabel
Tabel 5.44 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota ( FCcs)
Ukuran kota (juta penduduk) Faktor penyesuaian untuk ukuran kota

<0,1 0,86
0,1-0,5 0,90
0,5-1,0 0,94
1,0-3,0 1,00
>3,0 1,04
Sumber : MKJI 1997
1. Jalan Bau Massape
Untuk mendapatkan hasil perhitungan kapasitas jalan (C) yaitu dengan menggunakan
rumus diatas, adapun cara perhitungannya yaitu sebagai berikut:
 Perhitungan Co
Dimana Co ini didapatkan dari kapasitas dasar (Co), yang dimana Terminal Pekae ini
memiliki 1 jalur lalu lintas (kiri dan kanan) dengan 2 lajur, sehingga masuk dalam tipe jalan 2
lajur tak terbagi yang memiliki nilai 2900 total 2 arah.
Jadi jika nilai 2900 ini untuk total 2 arah sedangkan di Terminal Pekae ini memiliki 2
lajur maka nilai 2900 akan dikali 2 sehingga didapatkan jumlah Co sebesar 5800.
Co = 2900 x 2
Co = 5800
 Perhitungan FCw

Dimana FCw ini didapatkan dari Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalulintas (FCw),
yang dimana untuk mendapatkan nilai ini menggunakan lebar jalur/lebar jalan. Untuk Jalan
Bau Massape ini memiliki lebar jalan sebesar  7 meter. Sehingga untuk mendapatkan nilai
FCw ini, lebar jalan akan dibagi 1, hal ini dikarenakan jalan ini hanya memiliki 1 jalur saja.
FCw = 7/1
FCw = 7
Didapatkan bahwa nilai FCw sebesar 7, sehingga masuk dalam 2 lajur tak terbagi
dengan nilai total 2 arah yaitu 7 dimana nilai FCw nu=ya sebesar 1,00.
 Perhitungan FCsf
Dimana FCsf ini didapatkan dari Faktor penyesuaian hambatan samping (FCsf), yang
dimana untuk mendapatkan nilai ini menggunakan lebar bahu jalan/kereb. Untuk jalan di
Jalan Bau Massape ini menggunakan bahu jalan dengan lebar sebesar 0,5 meter.
Sehingga untuk mendapatkan nilai FCsf ini, lebar bahu jalan dapat diliat pada tabel
Faktor penyesuaian hambatan samping. Karena lebar bahu jalan yang didapatkan sebesar
0,5 meter sehingga masuk dalam tipe jalan 2 lajur tak terbagi dengan kelas hambatan
sedang dan lebih dari 2 meter kemudian didapatkan nilai FCsf sebesar 1,01.
 Perhitungan Fces
Dimana FCes ini didapatkan dari Faktor penyesuaian ukuran kota (FCes), yang dimana
untuk mendapatkan nilai ini menggunakan jumlah penduduk Kabupaten Barru. Untuk jumlah
penduduk Kabupaten Barru didapatkan jumlah penduduk sebesar 319.990 ribu jiwa.
Sehingga untuk mendapatkan nilai FCes ini, jumlah penduduk Kabupaten Sidrap dapat
diliat pada tabel Faktor penyesuaian ukuran kota. Karena jumlah penduduk Kabupaten
Sidrap sebesar 319.990 ribu jiwa sehingga masuk dalam ukuran kota 0.1-0.5 sehingga
didapatkan factor penyesuaiannya sebesar 0.90.
 Perhitungan Kapasitas Jalan
Dimana untuk mendapatkan nilai kapasitas jalan (C) yaitu dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
C = 5800 x 1.00 x 0.01 x 0.90
C = 52.2
Sehingga didapatkan nilai kapasitas jalan (C) dari Jalan di Jalan Bau Massape  ini
sebesar 52.2.
FC FC FC
Waktu co w sf s C

14-11-2022 580 1,0 1,0 0,9 52,


(senin)  0 0 1 0 2

Fc FC
Waktu Co w sf Fcs C

 26-11-2022 580 1,0 1,0 0,9 52,


(sabtu) 0 0 1 0 2

2. Jalan Jendral Sudirman

Untuk mendapatkan hasil perhitungan kapasitas jalan (C) yaitu dengan menggunakan
rumus diatas, adapun cara perhitungannya yaitu sebagai berikut:
 Perhitungan Co
Dimana Co ini didapatkan dari kapasitas dasar (Co), yang dimana Jalan Jendral
Sudirman ini memiliki 1 jalur lalu lintas (kiri dan kanan) dengan 2 lajur, sehingga masuk
dalam tipe jalan 2 lajur tak terbagi yang memiliki nilai 2900 total 2 arah.
Jadi jika nilai 2900 ini untuk total 2 arah sedangkan di Terminal Pekae ini memiliki 2
lajur maka nilai 2900 akan dikali 2 sehingga didapatkan jumlah Co sebesar 5800.
Co = 2900 x 2
Co = 5800
 Perhitungan FCw

Dimana FCw ini didapatkan dari Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalulintas (FCw),
yang dimana untuk mendapatkan nilai ini menggunakan lebar jalur/lebar jalan. Untuk Jalan
Jendral Sudirman ini memiliki lebar jalan sebesar  7 meter.Sehingga untuk mendapatkan
nilai FCw ini, lebar jalan akan dibagi 1, hal ini dikarenakan jalan ini hanya memiliki 1 jalur
saja.
FCw = 10/1
FCw = 10
Didapatkan bahwa nilai FCw sebesar 10, sehingga masuk dalam 2 lajur tak terbagi
dengan nilai total 2 arah yaitu 7 dimana nilai FCw nu=ya sebesar 1,29.
 Perhitungan FCsf
Dimana FCsf ini didapatkan dari Faktor penyesuaian hambatan samping (FCsf), yang
dimana untuk mendapatkan nilai ini menggunakan lebar bahu jalan/kereb. Untuk jalan di
Jalan Bau Massape ini menggunakan bahu jalan dengan lebar sebesar 2 meter.
Sehingga untuk mendapatkan nilai FCsf ini, lebar bahu jalan dapat diliat pada tabel
Faktor penyesuaian hambatan samping. Karena lebar bahu jalan yang didapatkan sebesar 2
meter sehingga masuk dalam tipe jalan 2 lajur tak terbagi dengan kelas hambatan sedang
dan lebih dari 2 meter kemudian didapatkan nilai FCsf sebesar 1,00.
 Perhitungan Fces
Dimana FCes ini didapatkan dari Faktor penyesuaian ukuran kota (FCes), yang dimana
untuk mendapatkan nilai ini menggunakan jumlah penduduk Kabupaten Barru. Untuk jumlah
penduduk Kabupaten Sidrap didapatkan jumlah penduduk sebesar 319.990 ribu jiwa.
Sehingga untuk mendapatkan nilai FCes ini, jumlah penduduk Kabupaten Sidrap dapat
diliat pada tabel Faktor penyesuaian ukuran kota. Karena jumlah penduduk Kabupaten
Sidrap sebesar 319.990 ribu jiwa sehingga masuk dalam ukuran kota 0.1-0.5 sehingga
didapatkan factor penyesuaiannya sebesar 0.90.
 Perhitungan Kapasitas Jalan
Dimana untuk mendapatkan nilai kapasitas jalan (C) yaitu dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
C = 5800 x 1.29 x 1,00 x 0.90
C = 6.734
Sehingga didapatkan nilai kapasitas jalan (C) dari Jalan di Jalan Bau Massape  ini
sebesar 6.734.

Waktu co FCw FCsf FCs C

14-11-2022 (senin)  5800 1.29 1,00 0,90 6.734

Waktu Co Fcw FCsf Fcs C

 26-11-2022 (sabtu) 5800 1,00 1,01 0,90 52,2


3. Jalan A.P Pettarani

Untuk mendapatkan hasil perhitungan kapasitas jalan (C) yaitu dengan menggunakan
rumus diatas, adapun cara perhitungannya yaitu sebagai berikut:
 Perhitungan Co
Dimana Co ini didapatkan dari kapasitas dasar (Co), yang dimana Jalan Jalan A.P
Pettarani ini memiliki 1 jalur lalu lintas (kiri dan kanan) dengan 2 lajur, sehingga masuk
dalam tipe jalan 2 lajur tak terbagi yang memiliki nilai 2900 total 2 arah.Jadi jika nilai 2900 ini
untuk total 2 arah sedangkan di Jalan Andi Pettarani ini memiliki 2 lajur maka nilai 2900
akan dikali 2 sehingga didapatkan jumlah Co sebesar 5800.
Co = 2900 x 2
Co = 5800
 Perhitungan FCw

Dimana FCw ini didapatkan dari Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalulintas (FCw), yang
dimana untuk mendapatkan nilai ini menggunakan lebar jalur/lebar jalan. Untuk Jalan
Bau Massape

ini memiliki lebar jalan sebesar  7 meter.


Sehingga untuk mendapatkan nilai FCw ini, lebar jalan akan dibagi 1, hal ini
dikarenakan jalan ini hanya memiliki 1 jalur saja.
FCw = 7/1
FCw = 7

Didapatkan bahwa nilai FCw sebesar 10, sehingga masuk dalam 2 lajur tak terbagi
dengan nilai total 2 arah yaitu 7 dimana nilai FCw nu=ya sebesar 1,00.
 Perhitungan FCsf
Dimana FCsf ini didapatkan dari Faktor penyesuaian hambatan samping (FCsf), yang
dimana untuk mendapatkan nilai ini menggunakan lebar bahu jalan/kereb. Untuk jalan di
Jalan Bau Massape ini menggunakan bahu jalan dengan lebar sebesar 0.5 meter.
Sehingga untuk mendapatkan nilai FCsf ini, lebar bahu jalan dapat diliat pada tabel
Faktor penyesuaian hambatan samping. Karena lebar bahu jalan yang didapatkan sebesar
0.5 meter sehingga masuk dalam tipe jalan 2 lajur tak terbagi dengan kelas hambatan
sedang dan lebih dari 0.5 meter kemudian didapatkan nilai FCsf sebesar 0,94.
 Perhitungan Fces
Dimana FCes ini didapatkan dari Faktor penyesuaian ukuran kota (FCes), yang dimana
untuk mendapatkan nilai ini menggunakan jumlah penduduk Kabupaten Sidrap. Untuk
jumlah penduduk Kabupaten Sidrap didapatkan jumlah penduduk sebesar 319.990 ribu jiwa.
Sehingga untuk mendapatkan nilai FCes ini, jumlah penduduk Kabupaten Sidrap dapat
diliat pada tabel Faktor penyesuaian ukuran kota. Karena jumlah penduduk Kabupaten
Sidrap sebesar 319.990 ribu jiwa sehingga masuk dalam ukuran kota 0.1-0.5 sehingga
didapatkan factor penyesuaiannya sebesar 0.90.
 Perhitungan Kapasitas Jalan
Dimana untuk mendapatkan nilai kapasitas jalan (C) yaitu dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
C = 5800 x 1.00 x 0,94 x 0.90
C = 4.907
Sehingga didapatkan nilai kapasitas jalan (C) dari Jalan di Jalan Bau Massape  ini
sebesar 4.907.

FC FC FC
Waktu co w sf s C

14-11-2022 580 1.0 0.9 0,9 4.90


(senin)  0 0 4 0 7

Fc FC Fc
Waktu Co w sf s C

 26-11-2022 580 1,0 1,9 0,9 4.90


(sabtu) 0 0 4 0 7

4. Jalan Poros Pangkajene- Anabinua

Untuk mendapatkan hasil perhitungan kapasitas jalan (C) yaitu dengan menggunakan
rumus diatas, adapun cara perhitungannya yaitu sebagai berikut:
 Perhitungan Co
Dimana Co ini didapatkan dari kapasitas dasar (Co), yang dimana Jalan poros
pangkajene - anabuana ini memiliki 1 jalur lalu lintas (kiri dan kanan) dengan 2 lajur,
sehingga masuk dalam tipe jalan 2 lajur tak terbagi yang memiliki nilai 2900 total 2 arah.
Jadi jika nilai 2900 ini untuk total 2 arah sedangkan di Jalan pangakeje -anabuana ini
memiliki 2 lajur maka nilai 2900 akan dikali 2 sehingga didapatkan jumlah Co sebesar 5800.
Co = 2900 x 2
Co = 5800
 Perhitungan FCw

Dimana FCw ini didapatkan dari Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalulintas (FCw), yang
dimana untuk mendapatkan nilai ini menggunakan lebar jalur/lebar jalan. Untuk Jalan
Bau Massape

ini memiliki lebar jalan sebesar  9 meter.

Sehingga untuk mendapatkan nilai FCw ini, lebar jalan akan dibagi 1, hal ini
dikarenakan jalan ini hanya memiliki 1 jalur saja.
FCw = 9/1
FCw = 9
Didapatkan bahwa nilai FCw sebesar 9, sehingga masuk dalam 2 lajur tak terbagi
dengan nilai total 2 arah yaitu 9 dimana nilai FCw nu=ya sebesar 1,25
 Perhitungan FCsf
Dimana FCsf ini didapatkan dari Faktor penyesuaian hambatan samping (FCsf), yang
dimana untuk mendapatkan nilai ini menggunakan lebar bahu jalan/kereb. Untuk jalan di
Jalanporos pangkajene – anabuana ini menggunakan bahu jalan dengan lebar sebesar 2
meter.
Sehingga untuk mendapatkan nilai FCsf ini, lebar bahu jalan dapat diliat pada tabel
Faktor penyesuaian hambatan samping. Karena lebar bahu jalan yang didapatkan sebesar 2
meter sehingga masuk dalam tipe jalan 2 lajur tak terbagi dengan kelas hambatan sedang
dan lebih dari 2 meter kemudian didapatkan nilai FCsf sebesar 1,02.
 Perhitungan Fces
Dimana FCes ini didapatkan dari Faktor penyesuaian ukuran kota (FCes), yang dimana
untuk mendapatkan nilai ini menggunakan jumlah penduduk Kabupaten Sidrap. Untuk
jumlah penduduk Kabupaten Sidrap didapatkan jumlah penduduk sebesar 319.990 ribu jiwa.
Sehingga untuk mendapatkan nilai FCes ini, jumlah penduduk Kabupaten Sidrap dapat
diliat pada tabel Faktor penyesuaian ukuran kota. Karena jumlah penduduk Kabupaten
Sidrap sebesar 319.990 ribu jiwa sehingga masuk dalam ukuran kota 0.1-0.5 sehingga
didapatkan factor penyesuaiannya sebesar 0.90.
 Perhitungan Kapasitas Jalan
Dimana untuk mendapatkan nilai kapasitas jalan (C) yaitu dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
C = 5800 x 1.00 x 0,94 x 0.90
C = 130.5
Sehingga didapatkan nilai kapasitas jalan (C) dari Jalan di Jalan Bau Massape  ini
sebesar 130.5.

Waktu co FCw FCsf FCs C

14-11-2022 (senin)  5800 1.25 0.02 0,90 130.5

Waktu Co Fcw FCsf Fcs C

 26-11-2022 (sabtu) 5800 1,25 0.02 0,90 130.5

5. Jalan Batu Ceper

Untuk mendapatkan hasil perhitungan kapasitas jalan (C) yaitu dengan menggunakan
rumus diatas, adapun cara perhitungannya yaitu sebagai berikut:
 Perhitungan Co
Dimana Co ini didapatkan dari kapasitas dasar (Co), yang dimana Jalan Batu Ceper ini
memiliki 1 jalur lalu lintas (kiri dan kanan) dengan 2 lajur, sehingga masuk dalam tipe jalan 2
lajur tak terbagi yang memiliki nilai 2900 total 2 arah.
Jadi jika nilai 2900 ini untuk total 2 arah sedangkan di Jalan Andi Pettarani ini memiliki 2
lajur maka nilai 2900 akan dikali 2 sehingga didapatkan jumlah Co sebesar 5800.
Co = 2900 x 2
Co = 5800
 Perhitungan FCw

Dimana FCw ini didapatkan dari Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalulintas (FCw), yang
dimana untuk mendapatkan nilai ini menggunakan lebar jalur/lebar jalan. Untuk Jalan
Batu Ceper ini memiliki lebar jalan sebesar  9 meter.Sehingga untuk mendapatkan nilai
FCw ini, lebar jalan akan dibagi 1, hal ini dikarenakan jalan ini hanya memiliki 1 jalur
saja.

FCw = 7/1
FCw = 7
Didapatkan bahwa nilai FCw sebesar 7, sehingga masuk dalam 2 lajur tak terbagi
dengan nilai total 2 arah yaitu 7 dimana nilai FCw nu=ya sebesar 1,00
 Perhitungan FCsf
Dimana FCsf ini didapatkan dari Faktor penyesuaian hambatan samping (FCsf), yang
dimana untuk mendapatkan nilai ini menggunakan lebar bahu jalan/kereb. Untuk jalan di
Jalan Batu Ceper ini menggunakan bahu jalan dengan lebar sebesar 1 meter.
Sehingga untuk mendapatkan nilai FCsf ini, lebar bahu jalan dapat diliat pada tabel
Faktor penyesuaian hambatan samping. Karena lebar bahu jalan yang didapatkan sebesar 1
meter sehingga masuk dalam tipe jalan 2 lajur tak terbagi dengan kelas hambatan sedang
dan lebih dari 2 meter kemudian didapatkan nilai FCsf sebesar 0.98.
 Perhitungan Fces
Dimana FCes ini didapatkan dari Faktor penyesuaian ukuran kota (FCes), yang dimana
untuk mendapatkan nilai ini menggunakan jumlah penduduk Kabupaten Sidrap. Untuk
jumlah penduduk Kabupaten Sidrap didapatkan jumlah penduduk sebesar 319.990 ribu jiwa.
Sehingga untuk mendapatkan nilai FCes ini, jumlah penduduk Kabupaten Sidrap dapat
diliat pada tabel Faktor penyesuaian ukuran kota. Karena jumlah penduduk Kabupaten
Sidrap sebesar 319.990 ribu jiwa sehingga masuk dalam ukuran kota 0.1-0.5 sehingga
didapatkan factor penyesuaiannya sebesar 0.90.
 Perhitungan Kapasitas Jalan
Dimana untuk mendapatkan nilai kapasitas jalan (C) yaitu dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
C = 5800 x 1.00 x 0,94 x 0.90
C = 5.115
Sehingga didapatkan nilai kapasitas jalan (C) dari Jalan di Jalan Bau Massape  ini
sebesar 5.115.

FC FC FC
Waktu co w sf s C

14-11-2022 580 1.0 0.9 0,9 5.11


(senin)  0 0 8 0 5

Fc FC Fc
Waktu Co w sf s C

 26-11-2022 580 1,0 0.9 0,9 5.11


(sabtu) 0 0 8 0 5

 Derajat kejenuhan
Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio arus jalan terhadap kapasitas,
yang digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan
segmen jalan. Nilai DS menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai
masalah kapasitas atau tidak.

Persamaan dasar untuk menentukan derajat kejenuhan adalah sebagai berikut :

DS =
C
Dengan :
DS = Derajat kejenuhan

Q = Arus lalu lintas (smp/jam)

C = Kapasitas (smp/jam)

Derajat kejenuhan digunakan untuk menganalisis perilaku lalu lintas Dapat ilihat Pada Tabel
Berikut ini:
1. Jalan Bau Masampe
Tabel 5.45 Derajat Kejenuhan Jalan Bau Masampe

Jalan Bau Massampe


Vol. Kapasit
N Arus as Q/
Waktu
o (smp/ja (smp/ja C
m) m)
07:00- 35.
1 1848.45 52
09:00 4
16:00-
2 1042.3 52 20
18:00
55.
Total 2890.75 104
4
Sumber : Hasil Analisis

Berdasarkan Hasil analisis Derajat Kejenuhan Di Titik LHR Jalan Bau Masampe yang
dimana di waktu 07-09-00 vol.Arus( smp/jam ) dibagi kapastas memperoleh hasil 35.4.
Sedangkan di Waktu 16-00-18-00 memperoleh hasil 20.
2. JendralSudirman
Tabel 5.46 Derajat Kejenuhan Jalan Jendral Sudirman
Jalan Jendral Sudirman
Kapasita
Vol. Arus
N s
Waktu (smp/jam Q /C
o (smp/jam
)
)
07:00- 0.17
1 09:00 1172.7 6,734 4
16:00- 0.19
2 18:00 1326 6,734 7
0.37
Total 2498.7 13468
1
Sumber : Hasil Analisis
Berdasarkan Hasil analisis Derajat Kejenuhan Di Titik LHR Jalan Jendral
Sudirman yang dimana di waktu 07-09-00 vol.Arus( smp/jam ) dibagi kapastas
memperoleh hasil 0.174. Sedangkan di Waktu 16-00-18-00 memperoleh hasil 0.197.

3. Jalan A.P Pettarani

Tabel 5.47 Derajat Kejenuhan Jalan A.P Pettarani


Jl. A.P Pettarani
Kapasita
Vol. Arus
N s
Waktu (smp/jam Q /C
o (smp/jam
)
)
07:00-
1 1105.15 4,907 0.03
09:00
16:00-
2 881.75 4,907 0.04
18:00
Total 1986.9 9,814 0.07
Sumber : Hasil Analisis
Berdasarkan Hasil analisis Derajat Kejenuhan Di Titik LHR Jalan A.P
Pettarani yang dimana di waktu 07-09-00 vol.Arus( smp/jam ) dibagi kapastas
memperoleh hasil 0.03. Sedangkan di Waktu 16-00-18-00 memperoleh hasil 0.04.
4. Jalan Poros Pangkajene – Anabinua
Tabel 5.48 Derajat Kejenuhan Jalan Poros Pangkajene - Anabinua
Jalan poros Pangkajene- Anabinua
Vol. Kapasit
N Arus as
Waktu Q /C
o (smp/ja (smp/ja
m) m)
07:00- 8.485
1 1107.3 131
09:00 1
16:00- 8.140
2 1062.3 131
18:00 2
16.62
Total 2169.6 261
5
Sumber : Hasil Analisis
Berdasarkan Hasil analisis Derajat Kejenuhan Di Titik LHR Jalan Poros
Pangkajne – Anabuana yang dimana di waktu 07-09-00 vol.Arus( smp/jam ) dibagi
kapastas memperoleh hasil 8.4851. Sedangkan di Waktu 16-00-18-00 memperoleh
hasil 8.1402.
5. Jalan Batu Ceper
Tabel 5.49 Derajat Kejenuhan Jalan Batu Ceper
JL. Batu Ceper
Vol. Kapasit
N Arus as
Waktu Q /C
o (smp/ja (smp/ja
m) m)
07:00-
1 881.75 882 1
09:00
16:00- 0.32
2 1105.15 3,401
18:00 5
1.32
Total 1986.9 4282.75
5

Berdasarkan Hasil analisis Derajat Kejenuhan Di Titik LHR Jalan Ceper yang
dimana di waktu 07-09-00 vol.Arus( smp/jam ) dibagi kapastas memperoleh hasil 1.
Sedangkan di Waktu 16-00-18-00 memperoleh hasil 0.325.
f. Analisis Persimpangan
Persimpangan merupakan bagian penting dari sistem jaringan jalan, lancar
tidaknya pergerakan dalam suatu jaringan jalan sangat ditentukan oleh pengaturan
pergerakan di persimpangan, secara umum kapasitas persimpangan dapat dikontrol
dengan mengendalikan arus lalu lintas dalam sistem jaringan jalan tersebut.
Sehingga persimpangan dapat dikatakan sebagai bagian dari suatu jaringan jalan
yang merupakan daerah penting atau kritis dalam melayani arus lalu lintas
(Prasetyanto, 2013). Persimpangan merupakan daerah dimana dua atau lebih ruas
jalan bertemu atau bersilangan. Persimpangan dapat bervariasi dari persimpangan
sederhana yang terdiri dari pertemuan dua ruas jalan sampai persimpangan
kompleks yang terdiri dari pertemuan beberapa ruas jalan (Prasetyanto, 2013).
Tingkat kelancaran lalu lintas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Kondisi pergerakan pengguna jalan dan penggunaan lahan sekitar ruas
jalan;
2. Kondisi persimpangan jalan;
3. Kondisi volume lalu lintas di persimpangan;
4. Kondisi trase jalan;
5. Kondisi kecepatan kendaraan;
6. Kondisi hambatan samping di sekitar persimpangan.
Terjadinya kemacetan di persimpangan biasanya terjadi konflik akibat
beragam jenis pergerakan dan hambatan-hambatan yang terjadi disekitar
persimpangan.Konflik di persimpangan biasanya terjadi antara kendaraan dengan
kendaraan, kendaaran dengan pejalan kaki, dan kendaraan yang terhambat lajunya
oleh hambatan samping yang terjadi di ruas jalan.
Persimpangan Sebidang (Intersection) Persimpangan sebidang (Intersection)
adalah persimpangan dimana ruas jalan bertemu pada suatu bidang. Persimpangan
sebidang terdiri atas beberapa bentuk, yaitu:
a. Simpang tiga
b. Simpang empat
c. Simpang banyak
d. Simpang bergeser
Untuk lebih jelasnya maka bentuk-bentuk simpang tersebut dapat dilihat pada
Gambar
Pergerakan Arus Lalu Lintas di Persimpangan Pada persimpangan terdapat empat
jenis pergerakan arus lalu lintas yang dapat menimbulkan konflik, yaitu:
1. Pemisahan (Diverging) Gerakan berpencar atau berpisah dari kendaraan di
persimpangan. Konflik dapat terjadi pada saat kendaraan melakukan
pergantian jalur atau gerakan membelok.
2. Penggabungan (Merging) Gerakan bergabungnya satu kendaraan terhadap
kendaraan lain pada persimpangan.
3. Persilangan (Crossing) Gerakan kendaraan melakukan gerakan memotong
terhadap kendaraan lain dari arah yang bersilangan pada persimpangan.
4. Jalinan (Weaving) Gerakan memisah kemudian bergabung atau berpisah dari
beberapa kendaraan. Untuk lebih jelasnya maka bentuk-bentuk simpang
tersebut dapat dilihat pada Gambar
a. Simpang Tidak Bersinyal
Simpang tidak bersinyal adalah suatu persimpangan yang terdiri dari
beberapa lengan yang dilihat dari bebarapa kondisi antara lain, Kondisi Geometrik,
Kondisi Lingkungan dan Konsidi lalu-lintas.
Jenis-jenis Pengaturan Pada Persimpangan Tidak Bersinyal Dalam
persimpangan tak bersinyal ada banyak pengaturan persimpangannya, salah
satunya yaitu rambu-Rambu lalu lintas adalah bagian dari perlengkapan jalan yang
memuat lambang, huruf, angka, kalimat dan atau perpaduan di antaranya, yang
digunakan untuk memberikan peringatan, larangan, perintah dan petunjuk bagi
pemakai jalan, ada banyak jenis rambu yang sering digunakan di Indonesia, dan
diantaranya adalah:
1. Rambu Yeild Rambu Yield biasanya dipasang pada jalan arah minor pada
simpang. Pengemudi yang melihat rambu ini diwajibkan untuk memperlambat
laju kendaraannya dan baru boleh meneruskan perjalanannya bilamana
kondisi lalu-lintas cukup aman.
2. Rambu Stop Berbeda dengan rambu Yield, pengemudi yang melihat rambu
pada rambu stop ini diwajibkan untuk menghentikan kendaraannya pada garis
stop, sekalipun tidak ada kendaraan yang datang dari arah lain, dan baru
boleh meneruskan perjalanannya bila mana kondisi lalu-lintas cukup aman,
rambu stop biasanya dipasang pada jalan arah minor pada simpang.
Pemasangan rambu Stop pada seluruh kaki simpang ini dilakukan dengan
pertimbangan:
 Jarak pandangan tidak memenuhi syarat karena kondisi geometrik maupun
oleh sebab lainnya,
 Angka kecelakaan cukup tinggi,
 Adanya simpangan dengan kendaraan lain yang mendapat prioritas seperti
kereta api misalnya. Terdapat dua macam pemasangan rambu stop ini, yakni:
1) Two Way Stop Sign, yakni pemasangan rambu stop dari dua arah,
biasanya dari arah jalan minor. 2) Multy Way Stop Sign. Yakni pemasangan
rambu stop pada seluruh kaki simpang. Pemasangan rambu stop pada
seluruh kaki simpang ini dilakukan dengan pertimbangan:
 Angka kecelakaan sudah cukup tinggi yakni lebih besar dari 5 kejadian per
tahun.
 Rata-rata tundaan kendaraan mencapai lebih dari 30 detik.
 Arus kendaraan dari masing-masing pendekat minimal sudah mencapai 500
kendaraan per jam selama 8 jam operasi tertinggi per hari.
 Pertimbangan untuk memakai lampu sinyal belum ada dananya.
Penggunaan Sinyal Hal yang perlu dikaji pada penggunaan fase sinyal
takni berupa penentuan fase sinal serta menghitung waktu antar hijau dan waktu
hilang.
1. Penentuan Fase Sinyal 24 Hal yang perlu ditentukan pada perhitungan untuk
rencana fase sinyal yang lain dari yang digambarkan pada Form SIG-I, maka
rencana fase sinyal harus dipilih sebagai alternative permulaan untuk keperluan
evaluasi. Biasanya pengaturan dua fase dicoba sebagai kejadian dasar, karena
biasanya menghasilkan kapasitas yang lebih besar dan tundaa rata-rata lebih
rendah daripada tipe fase sinyal lain dengan pengatur fase yang biasa dengan
pengatur fase konvensional.
2. Waktu Antar Hijau dan Waktu Hilang Untuk analisa operasional dan perencanaan,
disarankan untuk membuat suatu perhitungan rinci waktu antar hijau untuk waktu
pengosongan dan waktu hilang. Pada analisa yang dilakukan bagi keperluan
perancangan, waktu antar hijau berikut (kuning + merah semua ) dapat dianggap
sebagai nilai normal, nilai normal waktu antar hijau dilihat berdasarkan ukuran
simpang atau lebar jalan rata-rata.
Gambar 5.21 Peta Analisis Persimpangan Kabupaten Sidrap

Sumber : Penulis, 2023


g. Analisis Kerja Bundaran
Bundaran umumnya dipergunakan pada daerah perkotaan dan luar kota
sebagai titik pertemuan antara beberapa ruas jalan dengan tingkat arus lalu lintas
sedang karena mempunyai tingkat kecelakaan lalu lintas relatif lebih rendah
dibandingkan jenis persimpangan bersinyal maupun tak bersinyal (Departemen
Pekerjaan Umum, 1997).Adapun Peta Hasil Analisis Di Kabupaten Sidrap Sebagai
Berikut:
Gambar 5.22 Peta Analisis Bundaran

Sumber : Penulis 2023


h. Tingkat Pelayanan Jaringan Jalan
Tingkat pelayanan atau Level of Service adalah tingkat pelayanan dari suatu jalan
yang menggambarkan kualitas suatu jalan dan merupakan batas kondisi pengoperasian.
Tingkat pelayanan suatu jalan merupakan ukuran kualitatif yang digunakan United States
Highway Capacity Manual (USHCM 1985) yang menggambarkan kondisi operasional lalu
lintas dan penilaian oleh pemakai jalan. Tingkat pelayanan suatu jalan menunjukan
kualitas jalan diukur dari beberapa faktor, yaitu kecepatan dan waktu tempuh, kerapatan
(density), tundaan (delay), arus lalu lintas dan arus jenuh (saturation flow) serta derajat
kejenuhan (degree of saturation).

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pelayanan jalan yaitu :


1. Kondisi Fisik Jalan
a. Lebar jalan pada persimpangan
Pada jalan satu arah lebar jalan yang menuju persimpangan diukur dari permukaan kerb
sampai permukaan kerb lainnya. Sedangkan pada jalan dua arah, yang dimaksud dengan
lebar jalan adalah jarak dari permukaan kerb sampai pembagi dengan lalu lintas yang
berlawanan arah atau median.

b. Jalan Satu Arah dan Jalan Dua Arah


Pada pengoperasiaannya jalan satu arah lebih banyak menguntungkan daripada
jalan dua arah. Hal ini dapat terlihat pada sebagian besar jalan di kota-kota di Indonesia,
kebanyakan pada pengoperasiaan jalan satu arah jarang dijumpai adanya gerakan
membelok, sehingga tidak menyebabkan berkurangnya kapasitas suatu jalan.

c. Median
Median merupakan daerah yang memisahkan arah lalu-lintas pada segmen jalan.
Median yang direncanakan dengan baik meningkatkan kapasitas.

2.Kondisi Lingkungan
a. Faktor Jam Sibuk (Peak Traffic Factor, PHF)
Faktor jam sibuk menunjukkan bahwa arus lalu lintas tidak selalu konstan selama 1
jam penuh. Dalam analisa tentang kapasitas dan tingkat pelayanan sebuah ruas jalan,
biasanya PHF ditetapkan berdasarkan periode 15 menit.

b. Pejalan Kaki (Pedestrian)


Perlengkapan bagi para pejalan kaki, sebagaimana pada kendaraan bermotor,
sangat perlu terutama di daerah perkotaan dan untuk jalan masuk ke atau keluar dari
tempat tinggal. Dalam Keputusan Direktur Jenderal Bina Marga No. 76/KPTS/Db/1999
jalur pejalan kaki adalah lintasan yang diperuntukkan untuk berjalan kaki, dapat berupa
trotoar, penyeberangan sebidang (penyeberangan zebra atau penyeberangan pelikan),
dan penyeberangan tak sebidang.

c. Kondisi Parkir

Pengaruh dari kendaraan yang parkir di atas lebar efektif jalan seringkali jauh lebih
besar daripada banyaknya ruang yang digunakan. Oleh karena itu dibutuhkan tempat
yang dapat menampung kendaraan tersebut jika tidak tersedia maka kapasitas jalan
tersebut akan berkurang.

d. Pedagang Kaki Lima

Pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar, depan toko dan tepi jalan sangat
mengganggu aktivitas lalu lintas sehingga mengurangi kapasitas suatu ruas jalan.

Sedangkan tingkat pelayanan ditentukan dalam skala interval yang terdiri dari enam
tingkat, dapat dilihat pada tabel

Tabel 5.50 Karakteristik Tingkat Pelayanan

Tingkat Pelayanan Jalan Rasio Q/C Karakteristik


Arus bebas, volume
rendah dan kecepatan
A <0,60 tinggi pengemudi dapat
memilih kecepatan yang
dikehendaki
Arus stabil, kecepatan
sedikit terbatas oleh lalu-
B 0,60< Q /C <0,70 lintas, pengemudi masih
dapat kebebasan dalam
memilih
kecepatannya
Arus stabil,
C 0,70< Q /C <0,80 kecepatandapat dikonrol
oleh lalu-lintas

Arus mulai tidak stabil,


D 0,80< Q /C <0,90 kecepatan
rendah
Arus tidak stabil,
E 0,90< Q /C < 1 kecepatan rendah dan
berbeda-beda, volume
mendekati kapasitas
Arus yang terhambat,
kecepatan rendah,
F >1 volume diatas
kapasitas,sering terjadi
kemacetan yang cukup
Tingkat Pelayanan Jalan Rasio Q/C Karakteristik
lama
Adapun tingkat pelayanan jaringan jalan di Kabupaten Sidenreng Rappang Dapat dilihat
di 5 titik LHR sebagai berikut:
1. Jalan Bau Masampe
Adapun untuk mendapatkan tingkat pelayanan jaringan jalan yaitu dengan melakukan
perhitungan perbandingan antara volume lalu lintas dengan kapasitas dasar jalan (V/C).
Dengan melakukan perhitungan terhadap nilai LOS, maka dapat diketahui klasifikasi jalan
atau tingkat pelayanan pada suatu ruas jalan tertentu.
Untuk menentukan tingkat pelayanan jaringan jalan dari titik LHR Jalan Bau Massampe
yaitu dari data hasil derajat kejenuhan yang ada pada tabel di atas. Sehingga didapatkan
bahwa titik LHR Jalan Bau Masaampe ini masuk dalam Tingkat Layanan (LOS) Tipe A.
Hal ini disebabkan oleh dalam data derajat kejenuhan titik LHR ini memiliki nilai DS (DSL
dan DSR) hanya 0.0 saja. Dimana Tingkat Layanan (LOS) Tipe A ini memiliki kondisi arus
bebas dengan kecepatan tinggi, pengemudi memilih kecepatan yang diinginkan tanpa
hambatan. 
2. Jalan jendral Sudirman
Untuk menentukan tingkat pelayanan jaringan jalan dari titik LHR Jalan Jendral Sudirman
yaitu dari data hasil derajat kejenuhan yang ada pada tabel di atas. Sehingga didapatkan
bahwa titik LHR Jalan Jendral Sudirman ini masuk dalam Tingkat Layanan (LOS) Tipe A.
Hal ini disebabkan oleh dalam data derajat kejenuhan titik LHR ini memiliki nilai DS (DSL
dan DSR) hanya 0.0 saja. Dimana Tingkat Layanan (LOS) Tipe A ini memiliki kondisi arus
bebas dengan kecepatan tinggi, pengemudi memilih kecepatan yang diinginkan tanpa
hambatan.
3. Jalan A.P Pettarani
Untuk menentukan tingkat pelayanan jaringan jalan dari titik LHR Jalan A.P Pettarani
yaitu dari data hasil derajat kejenuhan yang ada pada tabel di atas. Sehingga didapatkan
bahwa titik LHR Jalan A.P Pettarani ini masuk dalam Tingkat Layanan (LOS) Tipe A.
Hal ini disebabkan oleh dalam data derajat kejenuhan titik LHR ini memiliki nilai DS (DSL
dan DSR) hanya 0.0 saja. Dimana Tingkat Layanan (LOS) Tipe A ini memiliki kondisi arus
bebas dengan kecepatan tinggi, pengemudi memilih kecepatan yang diinginkan tanpa
hambatan.
4. Jalan Poros Pangkajene - Anabinua
Untuk menentukan tingkat pelayanan jaringan jalan dari titik LHR Jalan Poros
Pangkajene- Anabinua yaitu dari data hasil derajat kejenuhan yang ada pada tabel di atas.
Sehingga didapatkan bahwa titik LHR Jalan Poros Pangkajene - Anabinua ini masuk dalam
Tingkat Layanan (LOS) Tipe A.
Hal ini disebabkan oleh dalam data derajat kejenuhan titik LHR ini memiliki nilai DS (DSL
dan DSR) hanya 0.0 saja. Dimana Tingkat Layanan (LOS) Tipe A ini memiliki kondisi arus
bebas dengan kecepatan tinggi, pengemudi memilih kecepatan yang diinginkan tanpa
hambatan.
5. Jalan Batu ceper
Untuk menentukan tingkat pelayanan jaringan jalan dari titik LHR Jalan Batu Ceper yaitu
dari data hasil derajat kejenuhan yang ada pada tabel di atas. Sehingga didapatkan bahwa
titik LHR Jalan Batu Ceper  ini masuk dalam Tingkat Layanan (LOS) Tipe A.
Hal ini disebabkan oleh dalam data derajat kejenuhan titik LHR ini memiliki nilai DS (DSL
dan DSR) hanya 0.0 saja. Dimana Tingkat Layanan (LOS) Tipe A ini memiliki kondisi arus
bebas dengan kecepatan tinggi, pengemudi memilih kecepatan yang diinginkan tanpa
hambatan.
2. Analisis Sarana Dan Prasarana Transportasi
a. Angkutan Umum
 Kinerja Angkutan Umum
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1993 Tentang
Angkutan Jalan angkutan umum adalah pemindahan orang dan atau barang dari suatu
tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan bermotor yang disediakan untuk
dipergunakan untuk umum dengan dipungut bayaran.Pengertian angkutan umum adalah
angkutan atau kendaraan yang digunakan untuk umum secara luas. Angkutan pada
dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang dan atau barang dari satu tempat ke
tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang menjangkau berbagai tempat
yang dikehendaki atau mengirimkan barang dari  tempat asalnya ke tempat tujuannya.
Prosesnya dapat dilakukan dengan menggunakan sarana angkutan berupa kendaraan.
Sementara Angkutan Umum Penumpang adalah angkutan penumpang yang
menggunakan kendaraan umum yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar. Termasuk
dalam pengertian angkutan umum penumpang adalah angkutan kota (bus, minibus, dsb),
kereta api, angkutan air, dan angkutan udara (Warpani, 1990).

Angkutan Umum Penumpang bersifat massal sehingga  biaya angkut dapat


dibebankan kepada lebih banyak orang atau penumpang yang menyebabkan biaya per
penumpang dapat ditekan serendah mungkin. Karena merupakan angkutan massal, perlu
ada kesamaan diantara para penumpang, antara lain kesamaan asal dan tujuan. Kesamaan
ini dicapai dengan cara pengumpulan di terminal dan atau tempat perhentian. Kesamaan
tujuan tidak selalu berarti kesamaan maksud. Angkutan umum massal atau masstransit
memiliki trayek dan jadwal keberangkatan yang tetap.
Pelayanan angkutan umum penumpang akan berjalan dengan baik apabila tercipta
keseimbangan antara ketersediaan dan permintaan. Oleh karena itu, Pemerintah perlu turut
campur tangan dalam hal ini (Warpani, 1990).

Load Factor adalah nilai persentase yang diperoleh dari hasil perbandingan antara
jumlah penumpang dalam suatu kendaraan dengan tempat duduk (seat capacity). (Morlock,
1978). Dengan rumus :

Psg = Total penumpang yang diangkut

C = Kapasitas kendaraan

Tabel 5.51 Rata-Rata Faktor Muat (Load Factor)

Kolom 1&2
Load Factor
Weekda Weeken
y d
0.38 0.62
2 3
Sumber: Hasil Angkutan Umum

Dari hasil tabel perhitungan rata-rata faktor muatan (load factor) pada hari
weekday sebesar 0,38 dengan bobot 1 dan pada hari weekend sebesar 0,62 dengan
bobot 1.

Tabel 3.52 Rata-Rata Kecepata Perjalanan (km/jam)

Kolom 3
Rata-rata kecepatan perjalanan Nilai
angkot 1 angkot 2 rata2 (km/jam) Bobot
45km/jam 60 km/jam 48 3
Sumber: Hasil Angkutan Umum

Dari hasil tabel rata-rata kecepatan perjalanan (km/jam) adalah waktu yang
dibutuhkan untuk menempuh suatu trayek dari awal sampai akhir. Rata rata
kecepatan perjalanan angkutan umum sebesar 48km/jam.

Tabel 5.53 Rata-Rata Waktu antara/headway


Kolom 4
Headway
weekda Nilai Bobot
weekend rata2 (menit)
y
2 15 9.5 3
Sumber: Hasil Angkutan Umum

Dari hasil tabel waktu antara/headway adalah interval waktu yang dibutuhkan
untuk mendapatkan angkutan berikutnya. Rata rata waktu antara angkutan umum
menghasilkan bobot sebesar 3.

Tabel 5.54 Rata-Rata Waktu Perjalanan

Kolom 5
Rata-rata waktu perjalanan
Nilai
angkot angkot Bobot
rata2 (menit/km)
1 2
9.25 4.60 6.925 2
Sumber: Hasil Angkutan Umum

Dari hasil table rata-rata waktu perjalanan, adalah waktu yang dibutuhkan
untuk menempuh satu kilometer dari panjang trayek. Waktu perjalanan dari segmen
awal sampai segmen akhir, waktu yang dibutuhkan dalam melakukan perjalanan
termasuk waktu menurunkan dan menaikkan penumpang satuan yang digunakan
menit/km. Sehingga besaran waktu perjalanan diekspresikan sebagai berikut:

Waktu Perjalanan = Panjang Trayek / Kecepatan

Tabel 5.55 Waktu Pelayanan (jam)

Kolom 6
Waktu Pelayanan Nilai Bobot
06.00 - 18.00 (12 jam) 1
Sumber: Hasil Angkutan Umum

Dari hasil table waktu pelayanan adalah waktu yang dibutuhkan angkutan
untuk memberikan pelayanan kepada pengguna mulai dari awal hingga akhir
operasi. Waktu perjalanan angkutan umum di kabupaten pinrang mulai pukul 6 pagi
smpai dengan pukul 18.00 malam (12 jam )

Tabel 5.56 Frekwensi


Kolom 7
Frekuensi
Nilai
Headwa Frekuens Bobot
y i
9.5 6 2
Sumber: Hasil Angkutan Umum

Dari hasil tabel Frekwensi, adalah jumlah angkot yang beroperasi selama
waktu antara tertentu. Dalam perhitungan selanjutnya digunakan satuan
kendaraan/jam yang berarti jumlah angkot yang beroperasi melewati titik tertentu
selama satu jam. Perhitungan frekwensi/ritasi ini dapat dihitung dengan rumus :

Frekwensi = 60/Headway

Tabel 2.57 Jumlah Kendaraan Yang Beroperasi (%)

Kolom 8
Jumlah Kendaraan
beroperasi (%) Rata-Rata Bobot
52 112 82 2
Sumber: Hasil Angkutan Umum

Jumlah kebutuhan kendaraan umum dapat dihitung dengan rumus:

V = 2(RT + TT)/HD

Dimana:

V = Jumlah kendaraan

RT = Route time, yaitu waktu yang dibutuhkan angkutan untuk menempuh


trayek (dari awal sampai akhir trayek dan sebaliknya), pada rumus di atas
waktu tempuh berangkat sama dengan waktu kembali.

TT = Terminal time, yaitu waktu istirahat (waktu menunggu)


keberangkatan di awal trayek maupun di akhir trayek, pada rumus di atas
terminal time di awal trayek dianggap sama dengan di ujung trayek.

HD = Headway, yaitu frekwensi pelayanan angkot.

Tabel 5.58 Rata-Rata Waktu Tunggu Penumpang (Menit)

Rata-rata waktu tunggu Nilai


weekday weekend Rata-rata Bobot
1 8 5 3
Sumber: Hasil Angkutan Umum

Dari hasil tabel rata-rata waktu tunggu penumpang adalah waktu tunggu rata-
rata yang dibutuhkan untuk mendapatkan Angkutan. Berdasarkan analisis waktu
tunggu penumpang yaitu sekitar 30 menit. Waktu tunggu ini adalah 1⁄2 dari waktu
antara (headway) atau interval waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan angkutan
dari Angkutan yang satu ke Angkutan berikutnya.

Tabel 5.59 Awal dan Akhir Waktu Pelayanan

 Awal Dan Akhir


Waktu Pelayanan Nilai
Bobot
 Jam Total
06.00 - 18.00 (12 jam)  1
Sumber: Hasil Angkutan
Umum

Dari hasil tabel awal dan akhir waktu pelayanan, adalah waktu perjalanan
rata-rata yang dibutuhkan Angkutan mulai dari awal hingga akhir operasi.

 Persepsi Masyarakat Terhadap Angkutan Umum


Terkait dengan Manajemen Kebutuhan Transportasi (MKT), dapat dilihat
kecenderungan masyarakat Kabupaten Sidrap termasuk dalam dampak pergeseran
moda dimana proses pergerakan terjadi pada lokasi dan waktu yang sama, tetapi
dengan moda transportasi berbeda. Dalam hal ini moda transportasi Kabupaten
Sidrap sebelumnya adalah becak dan bendi yang tergantikan dengan adanya
Bentor dan Angkot, dimana jumlah pergerakan yang terjadi adalah tetap. Oleh
karena itu Manajemen Kebutuhan Transportasi (MKT) dirancang untuk jumlah
pergerakan yang tetap akan terjadi.
Berdasarkan persepsi masyarakat terhadap penggunaan Angkot sebagai
moda transportasi di Kabupaten Sidrap dapat diuraikan bahwa Angkot lumayan
memegang peranan penting sebagai angkutan umum masyarakat karena tingkat
aksesibilitas dan mobilitas yang cukup lumayan tinggi dengan jangkauan wilayah
pelayanan yang cukup luas. Namun tidak sejalan dengan tingkat kemacetan dan
kesemrawutan lalu lintas perkotaan yang diakibatkan oleh Angkot sehingga
masyarakat mengeluarkan persepsi bahwasanya perlu dilakukan penanganan
terhadap Angkot pada pusat-pusat terjadi kemacetan agar kesemrawutan lalu lintas
kota dapat diatasi.Tetapi seiring Berjalanya Waktu Masyarakat yang Ada Di
Kabupaten Sidrap Sudah Kurang Menggunakan Angkutan Umum, Karena Lebih
Memilih Memakai Kendaraan Pribadi.Adapun Hari Yang cukup Lumayan Ramai
Memakai Ankutan Umum Yakni di hari Pasar seperti Hari Rabu Dan Sabtu.

Pembentukan pergerakan dibedakan atas pembangkit dan penarik. Potensi


pergerakan masih terkonsentrasi di pusat kota, yaitu pada zona tarikan, baik
pergerakan internal maupun pergerakan antar zona, pusat kota terlihat sangat
dominan dalam jumlah perjalanan penduduk Kabupaten Sidrap. Hal ini menunjukkan
adanya persebaran fasilitas kota sebagian besar terkonsentrasi di kawasan pusat
kota

Strategi tahap pertama yang dilakukan dalam penanganan Angkot adalah


melakukan perbaikan prasarana jalan, khususnya perbaikan kualitas disertai dengan
pelebaran jalan selanjutnya dilakukan tahap perencanaan rute seefektif dan
seefisien mungkin, dan tahap terakhir adalah memaksimalkan kinerja angkutan
umum seperti bus dan angkot yang melayani masyarakat dalam jangkauan lebih
luas. Ketiga strategi ini merupakan strategi prioritas yang harus dijalankan oleh
pemerintah daerah Kabupaten Sidrap Untuk kenyamanan masyarakat Yang Ada Di
Kabupaten Sidrap.

b. Terminal

 Analisis Antrian
     Perhitungan Tingkat efektivitas pelayanan terminal dilakukan pada 4 waktu
yaitu pagi dan sore pada hari kerja (weekdays) dan hari libur (weekend). Adapun
hasil survey lapangan analisis antrian pada Kabupaten sidenreng Rappang di
Terminal P. jene sebagai berikut:
Tabel 5.60 Kedatangan Moda Angkutan Hari Kerja Kabupaten Sidenreng Rappang
Weekday
Pukul 07.00-08.00 Pukul 16.00-17.00
N Wakt Jenis Waktu Pelayanan Jenis Waktu Pelayanan
Waktu
o u Moda (detik) Moda (detik)
1 7,08 Angkot 18 16,14 Angkot 24
2 7,13 Angkot 20 16,26 Angkot 18
Mobil Mobil
3 7,17 17 16,39 20
pribadi Pribadi
Mobil
4 7,25 20 16,45 Angkot 22
pribadi
5 7,28 Angkot 15 16,56 Angkot 23
Mobil
6 7,32 Angkot 20 16,58 20
Pribadi
7 7,36 Angkot 25      
8 7,39 Angkot 18      
9 7,42 Angkot 20      
Mobil
10 7,45 23      
pribadi
11 7,43 Angkot 17      
12 7,50 Angkot 16      
13 7,53 Angkot 19      
Mobil
14 7,56 17      
pribadi
Jumla
Jumlah 14 265 ( 18.93 ) 6 127 ( 21.17 )
h
Sumber : Survey Lapangan, 2023

   Berdasarkan tabel diatas maka perhitungan metode antrian dilakukan dengan


menggunakan rumus: 
1.   Kedatangan Moda Angkutan Pukul 07.00 – 08.00 (Weekday) 
        Tingkat Kedatangan (λ) = 14 kendaraan/jam. Waktu pelayanan (Rata-Rata) =
20.8 detik/kendaraan, sehingga dapat ditentukan besarnya tingkat pelayanan (μ)
yaitu: 
(μ) = 3600
         18.93
                                                             = 190.18 kendaraan/Jam
                                                             = 14 / 190.18
                                                             = 0.073 < 1 (memenuhi syarat)         
  Perhitungan disiplin antrian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui
kondisi antrian yang terjadi berdasarkan hasil perhitungan antrian FIFO, yaitu: 
•   Jumlah rata-rata kendaraan didalam system:
 =           14/1      .
        (190.18 -14/1)

    =  0.80

•   Panjang antrian rata-rata

=               (14/1)^2              .
        190.18 ( 190.18 - 14/1 )
    = 0.005

•   Waktu menunggu rata-rata di dalam antrian 

 =               (14/1)                .
        190.18 (190.18 - 14/1)
    = 0,0004
     Berdasarkan hasil perhitungan diatas menunjukkan bahwa kondisi disiplin antrian
sangat sepi sehingga tidak terjadi antrian kendaraan pada loket pelayanan tingkat
kedatangan moda angkutan.
1.   Kedatangan Moda Angkutan Pukul 16.00 – 17.00 (Weekday) 
       Tingkat Kedatangan (λ) = 6 kendaraan/jam. Waktu pelayanan (Rata-Rata) =
20.33 detik/kendaraan, sehingga dapat ditentukan besarnya tingkat pelayanan (μ)
yaitu: 

(μ) = 3600
         21.17
                                                             = 170.05 kendaraan/Jam
                                                             = 6 / 170.05
                                                             = 0.035 < 1 (memenuhi syarat)
         
 Perhitungan disiplin antrian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui kondisi
antrian yang terjadi berdasarkan hasil perhitungan antrian FIFO, yaitu: 
•   Jumlah rata-rata kendaraan didalam system:

 =           6/1      .
        (170.05-6/1)

    =  0.036

•   Panjang antrian rata-rata

=               (6/1)^2              .
       170.05 (170.05 - 6/1)
    = 0.001
•   Waktu menunggu rata-rata di dalam antrian 

=               (6/1)                .
        170.05 (170.05 - 6/1)
    = 0.0002
     Berdasarkan hasil perhitungan diatas menunjukkan bahwa kondisi disiplin antrian
sangat sepi sehingga tidak terjadi antrian kendaraan pada loket pelayanan tingkat
kedatangan moda angkutan.
1.   Kedatangan Moda Angkutan Pukul 07.00 – 08.00 (Weekend) 
    Dalam analisis antrian diperlukan data hasil survey lapangan terhadap
kedatangan moda angkutan di terminal pada Kabupaten Barru yaitu Terminal
Pakkae, berikut adalah tabel hasil survey lapangan Terminal Kabupaten Barru.
Tabel 5.61 Kedatangan Moda Angkutan Hari Libur Kabupaten Sidenreng Rappang
Weekend
Pukul 07.00-08.00 Pukul 16.00-17.00
Jenis Waktu Pelayanan Waktu Pelayanan
No Waktu Waktu Jenis Moda
Moda (detik) (detik)
1 7,03 Angkot 20 16,07 Angkot 21
2 7,06 Angkot 19 16,15 Angkot 20
3 7,10 Angkot 20 16,20 Angkot 22
Mobil Mobil
4 7,13 19 16,25 19
pribadi Pribadi
5 7,16 Angkot 20 16,30 Angkot 22
6 7,18 Angkot 19 16,34 Angkot 20
Mobil Mobil
7 7,24 20 16,39 19
pribadi Pribadi
8 7,27 Angkot 18 16,42 Angkot 21
Mobil
9 7,32 20 16,46 Angkot 19
pribadi
Mobil
10 7,34 21      
pribadi
11 7,37 Angkot 19      
12 7,40 Angkot 20      
13 7,42 Angkot 19      
Mobil
14 7,45 21      
pribadi
15 7,47 Angkot 22      
16 7,49 Angkot 19      
17 7,51 Angkot 20      
Mobil
18 7,53 19      
pribadi
19 7,55 Angkot 23      
Jumlah 19 358 (18.84) Jumlah 9 183 ( 20.33 )
Sumber : Survey Lapangan, 2023

      Tingkat Kedatangan (λ) = 19 kendaraan/jam. Waktu pelayanan (Rata-Rata) =


18.84 detik/kendaraan, sehingga dapat ditentukan besarnya tingkat pelayanan (μ)
yaitu: 
(μ) = 3600
         18.84 
                                                             = 191.09 kendaraan/Jam
                                                             = 19 / 191.09
                                                             = 0.10 < 1 (memenuhi syarat)
         
 Perhitungan disiplin antrian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui kondisi
antrian yang terjadi berdasarkan hasil perhitungan antrian FIFO, yaitu: 
•   Jumlah rata-rata kendaraan didalam system:
 =           19/1      .
        ( 191.09 -19/1)

     =  0.110

•   Panjang antrian rata-rata

=               (19/1)^2              .
        191.09 (191.09 - 19/1)
    = 0.1010
•   Waktu menunggu rata-rata di dalam antrian 

 =               (19/1)                .
       191.09 (191.09 - 19/1)
    = 0.0005
     Berdasarkan hasil perhitungan diatas menunjukkan bahwa kondisi disiplin antrian
sangat sepi sehingga tidak terjadi antrian kendaraan pada loket pelayanan tingkat
kedatangan moda angkutan.

1. Kedatangan Moda Angkutan 16.00-17.00 (weekend)


    Tingkat Kedatangan (λ) = 11 kendaraan/jam. Waktu pelayanan (Rata-Rata) =
20.09 detik/kendaraan, sehingga dapat ditentukan besarnya tingkat pelayanan (μ)
yaitu: 
(μ) = 3600
         20.33
                                                             = 177.08 kendaraan/Jam
                                                             = 9 / 177.08
                                                             = 0.05 < 1 (memenuhi syarat)
         
 Perhitungan disiplin antrian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui kondisi
antrian yang terjadi berdasarkan hasil perhitungan antrian FIFO, yaitu: 
•   Jumlah rata-rata kendaraan didalam system:

=           9/1      .
        ( 177.08 -9/1)

    =  0.053

•   Panjang antrian rata-rata

   =               (9/1)^2              .
        177.08 (177.08 - 11/1)
    = 0.0028
•   Waktu menunggu rata-rata di dalam antrian

 =               (9/1)                .
       177.08 (177.08 - 9/1)
    = 0.0003
     Berdasarkan hasil perhitungan diatas menunjukkan bahwa kondisi disiplin antrian
sangat sepi sehingga tidak terjadi antrian kendaraan pada loket pelayanan tingkat
kedatangan moda angkutan.
 Analisis Kinerja Terminal (CSI dan IPA)
a. Validitas Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data primer dengan
menyebarkan kuisioner secara acak di Terminal Pangkajene Kabupaten
Sidenreng Rappang. Adapun respon yang terkumpul sebanyak 30. Terdapat dua
analisis dalam kuisioner yaitu analisis kinerja dan harapan dengan masing-masing
pertanyaan yang berbeda untuk mengetahui kepuasan pelayanan terminal.

Tabel Reabilitas Uji Validitas Kuesioner Terminal Pangkajene


Kabupaten Sidenreng Rappang
Reliability Statistics
Cronbach's N of
Alpha Items
.721 38
Sumber: Penulis 2023

Dari tebel reabilitas tersebut, nilai koefisien alfa (cronbach’s alpha) adalah
0,721. Terdapat 38 pertanyaan dalam kuisioner dengan tingkat signifikasi 5%.
Reabilitas dari data ini mencukupi karena koefisien alfa ≥ 0,7.
b. Hasil Customer Satisfaction Index (CSI)
CSI merupakan metode analisis dalam mungukur tingkat kepuasan
konsumen/pengguna terhadap suatu produk atau jasa yang digunakan. Metode ini
terbagi dalam 5 tahap sebagai berikut:
 Menentukan Mean Importance Score (MIS) dan Mean Satisfaction Score
(MSS)
MIS adalah rata-rata kepentingan dan MSS adalah kepuasan setiap responden
dengan rumus :

n n

MSS =
∑ ❑ Xi MIS = ∑ ❑Yi
i=1 i=1
n n

Keterangan:
𝑌𝑖 = Nilai kepentingan atribut ke 𝑖
𝑋𝑖 = Nilai kepuasan ke 𝑖
𝑛 = Jumlah konsumen/responden
Tabel 5.62 Perhitungan MIS dan MSS
Indikator Kinerja Harapan
Aksesibilitas 0 0
Tarif
1,09 2,87
Terjangkau
Kapasitas 0 0
Keteraturan 0,69 3,43
Tepat Waktu 2,16 0
Keterpaduan 1,06 0
Keamanan 1,03 3,63
Kenyamanan 2,53 3,5
Jumlah 8,56 13,43
Sumber: Penulis 2023

Dari hasil perhitungan, diketahui nilai kinerja berjumlah 8,56 dan nilai
harapan berjumlah 13,43. Jika diamati, Indikator Aksesibilitas, Kapasitas, Tepat
Waktu dan Keterpaduan mendapatkan nilai 0. Hal ini disebabkan pada indikator
tersebut diperoleh non-valid.
 Menghitung Weight Factor (WF)
WF merupakan bobot presentase nilai MIS per atribut terhadap total MIS
seluruh atribut, dengan rumus:

MISi
p
𝑊𝐹 =
∑ ❑ MISi X 100%
t =1

Keterangan:
𝑀𝐼𝑆𝑖 = Nilai rata-rata kepentingan ke-𝑖
p

∑ ❑ MISi = Total rata-rata kepentingan dari ke-𝑖 ke- p


t =1

Tabel 5.63 Perhitungan WF


Indikator Kinerja Harapan WF
Aksesibilitas 0 0 0,00
Tarif
1,09 2,87 21,37
Terjangkau
Kapasitas 0 0 0,00
Keteraturan 0,69 3,43 25,54
Tepat Waktu 2,16 0 0,00
Keterpaduan 1,06 0 0,00
Keamanan 1,03 3,63 27,03
Kenyamanan 2,53 3,5 26,06
100,0
8,56 13,43
Jumlah 0
Sumber: Penulis 2023

Dari tabel 5.63 dengan 8 indikator, diketahui nilai WF tertinggi adalah indikator
keamanan sebesar 27,03.
 Menghitung Weight Score (WS)
WS merupakan bobot perkalian antara WF dengan rata-rata tingkat kepuasan
masing-masing atribut atau MSS dengan rumus:

𝑊𝑆𝑖 = 𝑊𝐹𝑖 𝑥 𝑀𝑆𝑆𝑖


Tabel 5.64 Perhitungan WS
Indikator Kinerja Harapan WF WS
Aksesibilitas 0 0 0 0
Tarif 23,29
1,09 2,87 21,37
Terjangkau
Kapasitas 0 0 0 0
Keteraturan 0,69 3,43 25,54 17,62
Tepat Waktu 2,16 0 0 0
Keterpaduan 1,06 0 0 0
Keamanan 1,03 3,63 27,03 27,84
Kenyamanan 2,53 3,5 26,06 65,93
100,0 134,6
8,56 13,43
Jumlah 0 9
Sumber: Penulis 2023

Berdasarkan tabel 5.64, diperoleh jumlah nilai WS dengan 8 indikator


sebesar 134,69. Diketahui nilai WS tertinggi adalah indikator kenyamanan sebesar
65,93. Namun terdapat beberapa indikator dengan nilai WS adalah 0 yang
dipengaruhi nilai pada kinerja dan harapan yang mendapat nilai 0.
 Menentukan Skala CSI
Skala kepuasan konsumen yang umum dipakai dalam interpretasi indeks
adalah skala 0 sampai 1 atau 0 sampai 100. Berikut rumus menentukan CSI.

𝐶𝑆 I =
∑ ❑ MIS X 100%
t =1
HS
Keterangan:
p

∑ ❑ MIS = Total rata-rata skor kepentingan dari-𝑖 ke-p


t =1
HS = High Scaled (jumlah skala maksimum yang
digunakan yaitu 5)

Tabel 5.65 Perhitungan CSI


Indikator Kinerja Harapan WF WS CSI(%)
Aksesibilitas 0 0 0 0 0%
Tarif 23,29 47%
1,09 2,87 21,37
Terjangkau
Kapasitas 0 0 0 0 0%
Keteraturan 0,69 3,43 25,54 17,62 35%
Tepat Waktu 2,16 0 0 0 0%
Keterpaduan 1,06 0 0 0 0%
Keamanan 1,03 3,63 27,03 27,84 56%
Kenyamanan 2,53 3,5 26,06 65,93 132%
134,6 34%
8,56 13,43 100,00
Jumlah 9
Sumber: Penulis 2023

Berdasarkan tabel 5.65, diperoleh jumlah nilai CSI dengan 8 indikator


sebesar 34%. Diketahui nilai CSI tertinggi adalah indikator kenyamanan sebesar
132%. Namun terdapat beberapa indikator dengan nilai CSI adalah 0 yang
dipengaruhi oleh nilai pada kinerja dan harapan yang mendapat nilai 0.

Tabel 5.66 Kriteria Penilaian CSI


No Nilai Index (100%) Kriteria
1 80% < satisfaction index ≤ 100% Sangat Puas
2 60% < satisfaction index ≤ 80% Puas
3 40% < satisfaction index ≤ 60% Cukup Puas
4 20% < satisfaction index ≤ 40% Kurang Puas
5 0% < satisfaction index ≤ 20% Tidak Puas
Sumber: Panduan Survei Kepuasan Konsumen PT. Sucofindo 2004

Berdasarkan nilai CSI yang diperoleh yaitu 34%. Sehingga dengan


memperhatikan tabel 5.66 kriteria penilaian CSI, maka nilai CSI masuk dalam
kriteria Kurang Puas. Oleh karena itu, dapat disimpulkan nilai CSI atau tingkat
kepuasan dianggap kurang puas oleh pengguna jasa/pengunjung termina
Pangkajene Kabupaten Sidenreng Rappang.
c. Hasil Importance Performance Analysis (IPA)
IPA merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui kepuasan
pelanggan dengan cara mengukur tingkat kepentingan dan tingkat
pelaksanaannya.

Gambar 5.23 Diagram Kartesius IPA Terminal Pangkajene Kabupaten


Sidenreng Rappang

Sumber: Penulis 2023

Berdasarkan Diagram kartesius pada Gambar 5.15, terdapat indikator-indikator yang


berada dalam 4 kuadran dengan masing-masing memiliki tingkat prioritas yang
berbeda.
 Kuadran I (Prioritas Utama)
Indikator-indikator yang berada pada kuadran ini dianggap sangat penting
oleh pengunjung, tetapi kinerjanya tidak memuaskan. Indikator-indikator ini menjadi
prioritas utama untuk segera dilakukan perbaikan oleh pengelola Terminal
Pangkajene Kabupaten Sidenreng Rappang. Berdasarkan diagram Kartesius,
terdapat 3 indikator yang termasuk ke dalam kuadran I yaitu, Keamanan,
Keteraturan, dan Tarif Terjangkau.
 Kuadran II (Pertahankan Prestasi)
Indikator yang berada pada kuadran ini dianggap sangat penting oleh
pengunjung dan kinerja pelayanannya sangat memuaskan. Berdasarkan diagram
Kartesius, tidak terdapat indikator dalam kuadran II. Kuadran ini menjelaskan
indikator yang dapat menarik perhatian pengunjug dan harus dipertahankan.
Sehingga pada pengelolaan Terminal Pangkajene Kabupaten Sidenreng Rappang
tidak terdapat indikator yang dapat dijadikan daya tarik.
 Kuadran III (Prioritas Rendah)
Indikator-indikator yang masuk ke dalam kuadran ini merupakan Indikator
yang dianggap kurang penting oleh pengunjung karena dirasa kurang berpengaruh
terhadap kepuasan pengunjung dan pada kenyataannya tidak terlalu diperhatikan.
Berdasarkan diagram Kartesius, terdapat 3 indikator yang termasuk ke dalam
kuadran III yaitu, Aksesibilitas, Kapasitas, dan Keterpaduan.
Meskipun keberadaan item ini tidak terlalu dianggap penting oleh pengunjung, namun
demikian Indikator-indikator tersebut harus tetap diperhatikan sesuai tingkat
kebutuhannya, sehingga tetap dapat mempertahankan kinerja dan kualitas yang
telah diberikan.
 Kuadran IV (Berlebihan)
Indikator-indikator yang berada pada kuadran ini dianggap tidak terlalu
penting oleh pengunjung, tetapi pelayanannya memuaskan. Berdasarkan diagram
Kartesius, terdapat 2 indikator yang termasuk ke dalam kuadran IV yaitu,
kenyamanan dan Tepat Waktu. Peningkatan pada Indikator-indikator dalam kuadran
ini dapat dipertimbangkan kembali karena pengaruh terhadap manfaat yang
dirasakan oleh pengunjung sangat kecil dan sebaiknya disesuaikan dengan
kebutuhan agar tidak menimbulkan dampak berlebihan.
c. Halte
Halte atau shalter merupakan tempat berhentinya penumpang yang akan
menaikkan barang atau menurubkan penumpang dalam suatu arus jalan.
Kabupaten Sidendreng Rappang hanya memiliki 1 (satu) halte untuk jalan di jalan
Nasional serta sebagian lainnya hanya ditentukan oleh rambu pemberhentian bus.
Adapun jumlah tempat pemberhentin angkutan umum/shalter yang dibutuhkan dan
yang terpasang.
 Transit Oriented Development (TOD)
Transit Oriented Development (TOD) memiliki prinsip dan kunci penerapan
agar sesuai dengan sasaran kinerja standar TOD. Wirasmoyo (2019), menyebutkan
bahwa prinsip dan kunci penerapan sasaran kinerja standar TOD terdiri
dari walk atau berjalan kaki, cycle atau bersepeda, connect atau
menghubungkan, transit atau angkutan umum, mix atau pembauran, densify atau
memadatkan, compact atau merapatkan, dan shift atau beralih. Prinsip walk dapat
terlaksana dengan tepat didukung dengan pengembangan infrastruktur pejalan kaki
yang aman, lengkap, dan dapat diakses oleh berbagai kalangan termasuk
masyarakat dengan disabilitas, dilengkapi dengan fasilitas jalan seperti penerangan,
pepohonan pelindung, dan arah jalan. Prinsip cycle ditujukan untuk memberikan
prioritas transportasi tidak bermotor yang terjangkau guna mencapai tujuan jarak
pendek. Sementara itu, prinsip connect dapat dilakukan dengan menciptakan
jaringan jalan dan jalur pejalan kaki yang padat dan terhubung satu sama lain.
Prinsip transit, dikembangkan dengan menempatkan pembangunan di sekitar
jaringan umum angkutan massal dengan akses menuju layanan angkutan umum
cepat dan berkala, serta menghubungkan dan mengintegrasikan pengguna jalan.
Prinsip pembauran dilakukan dengan mempertimbangkan keseimbangan, seperti
perencanaan pengembangan dengan tetap memperhatikan tata guna lahan,
pendapatan dan demografi guna menghasilkan perjalanan jarak dekat sehingga
dapat ditempuh dengan berjalan kaki, bersepeda, dan memaksimalkan angkutan
umum. Sementara itu, prinsip densify dikembangkan dengan pengoptimalan
kepadatan ruang dan penyesuaian kapasitas angkutan umum.
Prinsip compact dilakukan dengan pengembangan dan pembangunan transportasi
umum pada wilayah dengan jarak kebutuhan pelayanan yang pendek secara
terintegrasi. Prinsip terakhir, yaitu shift dilakukan dengan meningkatkan mobilitas
angkutan umum, regulasi parkir, dan penggunaan jalan.

Pengembangan Transit Oriented Development (TOD) di kota- kota Indonesia,


terutama kota besar di Indonesia dapat memberikan beberapa dampak positif,
seperti mengurangi penggunaan kendaraan pribadi sehingga angka kemacetan,
polusi udara, dan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan pun menurun. Selain itu,
masyarakat kota juga akan memiliki gaya hidup yang lebih aktif dan sehat karena
masyarakat akan cenderung berjalan kaki pada saat mengakses lokasi dengan jarak
yang dekat. Pengembangan transportasi umum dilengkapi sarana dan prasarana
yang memadai dan nyaman juga diharapkan dapat meningkatkan minat masyarakat
untuk menggunakan transportasi umum tersebut sehingga hal ini dapat berdampak
pada peningkatan pendapatan daerah dari tarif angkutan yang ada. Hal ini tentunya
juga selaras dengan meningkatnya potensi nilai tambah melalui bertambahnya nilai
properti yang berkelanjutan sesuai dengan investasi angkutan. Pengembangan
transportasi umum dari segi ekonomi juga dapat dilihat pada dampak positifnya
dalam peningkatan akses pekerjaan dan kesempatan ekonomi bagi masyarakat
kota. Sementara itu, dari segi mobilitas kota, mobilitas yang terjadi pada kota dapat
diperluas dengan tetap mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi dan
dapat mengurangi biaya transportasi.

Banyaknya dampak positif dari dikembangkaannya Transit Oriented


Development (TOD) di kota- kota Indonesia, seperti pengembangan sarana dan
prasarana transportasi umum tidak menjamin banyaknya antusiasme masyarakat
kota. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya masyarakat kota yang kurang atau bahkan
tidak mendukung, dan berminat dalam penggunaan transportasi umum akibat
ketergantungannya pada kendaraan pribadi. Seperti yang terjadi di beberapa kota di
Indonesia, banyak masyarakat yang kurang tertarik dan berminat dalam
menggunakan transportasi umum karena beberapa alasan, seperti penempatan titik
transit yang tidak memperhatikan sebaran guna lahan berupa representasi dari zona
bangkitan dan tarikan sebagai titik-titik demand (Purbo, 2017). Selain itu, tidak
adanya fasilitas yang dapat memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi
masyarakat untuk menuju moda maupun perpindahan antarmoda, seperti
ketidakjelasan rute transportasi umum dalam kota juga menjadi salah satu penyebab
ketidaktertarikan masyarakat dalam menggunakan transportasi umum.

 Menurunnya minat masyarakat terhadap penggunaan transportasi umum


mengakibatkan adanya ketergantungan yang tinggi terhadap kendaraan pribadi
sebagai cara dalam memenuhi pergerakan atau mobilitas masyarakat kota sehingga
hal ini dapat menghambat pengembangan Transit Oriented Development (TOD)
guna mewujudkan kota yang efisien. Hal ini menandakan bahwasanya dalam
pengembangan Transit Oriented Development (TOD) juga diperlukan adanya cara
dan kebijakan yang tepat oleh pemerintah. Beberapa cara dan kebijakan yang dapat
dilakukan adalah dengan menjalin kerja sama dan kolaborasi yang kuat
antar stakeholders dalam seluruh proses pengembangan TOD, merencanakan
kebijakan TOD secara terpadu dengan rencana induk transportasi perkotaan yang
memuat aspirasi kebutuhan masyarakat, menyusun dan menjalankan mekanisme
koordinasi pengembangan TOD yang lebih efektif, serta memprioritaskan
peningkatan kenyamanan dan keamanan bagi pengguna sarana transportasi. Selain
itu, hal yang dapat dilakukan adalah merumuskan kebijakan TOD dengan
menyeimbangkan kepentingan umum dan swasta melalui koordinasi perencanaan
transportasi dan tata ruang berdasarkan karakteristik wilayahnya. Penerapan
beberapa kebijakan tersebut dengan baik dan tepat, diharapkan dapat mewujudkan
pengembangan Transit Oriented Development (TOD) guna mewujudkan kota yang
efisien. 

 Faktor Penunjang

Tabel 5.67 Standar Faktor Penunjang


Faktor Pendukung Skor
No Bobot
Penentuan Lokasi Halte 3 2 1

Dekat dengan kawasan


1 0,122 0 – 50 m 50 – 200 m 200 – 400 m
perkantoran (A1)

Dekat dengan kawasan


2 0,123 0 – 50 m 50 – 200 m 200 – 400 m
pendidikan (B1)

Dekat dengan kawasan


3 0,153 0 – 50 m 50 – 200 m 200 – 400 m
perdagangan dan jasa (C1)

Dekat dengan kawasan


4 0,084 0 – 50 m 50 – 200 m 200 – 400 m
rekreasi (D1)

Dekat dengan kawasan


5 0,194 0 – 50 m 50 – 200 m 200 – 400 m
permukiman (E1)

Dekat dengan persimpangan 50 – 200


2 0,069 200 – 400 m -
jalan (F1) m

Berada di jalur pedestrian


3 0,139 Ada - -
(G1)

Arteri Kolektor Primer, Kolektor


4 Klasifikasi Fungsi Jalan (H1) 0,116
Primer Arteri Sekunder Sekunder

Tabel 5.68 Standar Faktor Penghambat


Skor
Faktor Pendukung Penentuan Lokasi Halte Bobot
3 2 1
50 – 100
Dekat dengan fasilitas kesehatan (I2) 0 – 50 m 100 – 150 m 0,629
m
50 – 100
Dekat dengan fasilitas peribadatan (J2) 0 – 50 m 100 – 150 m 0,371
m

 Klasifikasi Penggabungan
Tabel 5.69 Klasifikasi Penggabungan
Klasifikasi Potensial Skor Bobot Potensial Halte (Faktor Pendukung – Faktor
Halte Penghambat)
Tidak Berpotensial < 1,2
Cukup Berpotensial 1,2 – 1,4
Berpotensial 1,4 – 1,8
Sangat Berpotensial > 1,8
Gambar5. 24 Peta Penentuan Halte Kabupaten Sidrap
Sumber : Penulis 2023
Gambar 5.25 Peta Buffer Kawasan Perkantoran
Sumber : Penulis 2023
Gambar 5.26 Peta Buffer Kawasan Perdagangan Dan Jasa
Sumber : Penulis 2023

Gambar 5.27 Peta Buffer Kawasan Rekreasi


Sumber : Penulis 2023

Gambar 5.28 Peta Buffer Kawasan Permukiman


Sumber : Penulis 2023

Gambar 5.29 Peta Buffer Kawasan Perkantoran


Sumber : Penulis 2023

Gambar 5.30 Peta Buffer Kawasan Persimpangan Jalan


Sumber : Penulis 2023
Gambar 5.31 Peta Buffer Kawasan Kesehatan
Sumber : Penulis 2023
Gambar 5.32 Peta Buffer Kawasan Peribadatan
Sumber : Penulis 2023
d. Parkir

Parkir khusus untuk angkutan umum harus dipertimbangkan agar tidak


mengganggu lalu lintas, di tempatkan pada dekat dari daerah dimana tujuan
penumpang angkutan umum.
 Pembatasan waktu parkir untuk memberikan kesempatan lebih banyak
kendaraan untuk parkir di tempat tersebut, yaitu saling bergantian parkir,
seperti di pertokoan atau warung makan.
 Pengontrolan petugas petugas parkir yang ditempatkan ditempat tempat
parkir untuk efesiensi tempat parkir.Adapun Kondisi Parkir Di Kabupaten
Sidenrend Rappang Adalah Sebagai Berikut :

Sumber : Hasil Survey Lapangan

e. Pedestrian (Trotoar)
Istilah pejalan kaki atau pedestrian berasal dari bahasa Latin pedesterpedestris
yaitu orang yang berjalan kaki atau pejalan kaki. Pedestrian juga berasal dari kata pedos
bahasa Yunani yang berarti kaki sehingga pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan
kaki atau orang yang berjalan kaki Pedestrian merupakan jalur pejalan kaki yang
umumnya sejajar dengan sumbu jalan dan lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan
untuk menjamin keselamatan pejalan kaki yang bersangkutan. Jalur pedestrian saat ini
dapat berupa trotoar, pavement, sidewalk, pathway, plaza dan mall. Di kabupaten sidrap
itu sendiri sudah memiliki fasilitas pendestrian.untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar
sebagai berikut:
Sumber : Hasil Survey Lapangan
BAB VI

PENUTUP

KESIMPULAN

Dengan menyadari pentingnya peranan transportasi, maka lalu lintas dan


angkutan jalan harus di tata dalam suatu system transportasi yang sesuai
dengan tingkat kebutuhan lalu lintas dana pelayanan angkutan yang tertib,
nyaman, cepat, lancar, dan biayanya murah.Di era modern ini masyarakat
mempunyai aktivitas yang beragam dan untuk memenuhi aktivitas tersebut
masyarakat memerlukan adanya transportasi sebagai alat penunjang atau alat
bantu dalam melakukan aktivitasnya.

Moda angkut barang sebagai bagian dari system transportasi merupakan


kebutuhan pokok para pedagang dan pembeli berfungsi untuk memudahkan para
penjual dan pembeli membawa barang dagangannyqa menuju pasar atau dari
pasar.Transportasi dapat menghubungkan antara berbagai tempat yang memiliki
kondisi dan potensi yang berbeda.

Oleh karena itu, penduduk memerlukan pelayanan transportasi yang dapat


membawanya dari daerah asal menuju pusat pelayanan yang dituju. Misalnya,
pelajar membutuhkan pelayanan transportasi untuk pergi ke sekolah, karyawan
untuk pergi bekerja, petani untuk pergi menjual hasil panennya ke pasar, pedagang
untuk pergi belanja bahan-bahan yang akan dijual.

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidrap 2010/2022,


Kabupaten dibagi menjadi 11 Sub Wilayah Kota yang dilayani oleh 1 pusat
pelayanan kota (PPK Alun-Alun) dan 11 Sub Pusat Pelayanan Kota (SPK).

Adapaun bahan analisis yaitu meliputi analisis kependudukan,transportasi


makro,analisis tingkat pelayanan jalan (level of service) dan analisis sarana dan
prasarana transportasi.Hasil analisis deskriptif kuantitatif tingkat pelayanan trayek
angkutan Kabupaten Sidrap dan evaluasi akhir untuk mengetahui Kawasan mana
sajakah yang memiliki aksebilitas trayek angkutan umum yang tinggi.
SARAN

 Bagi Pemerintah Kabupaten Sidenreng Rappang Dapat mendukung kegiatan


yang mampu mengurangi pengguna kendaraan pribadi di Kabupaten Sidrap,
dan lebih memberikan promosi yang dapat menarik perhatian dalam
penggunaan Angkutan Umum Di Kabupaten Sidrap.
 Bagi Masyarakat Kabupaten Sidenreng Rappang Perlu mengerti dalam
pembangunan infrastruktur transportasi Kabupaten Sidenreng Rappang yang
sudah meningkat setiap tahunnya, serta membantu dalam pemahaman
dengan adanya alat transportasi umum di Kabupaten Sidrap dengan tujuan
dan manfaat bagi masyarakat Kabupaten Sidrap.

Anda mungkin juga menyukai