Disusun oleh:
Ari Arrahid M. Achmad - 4518042038
2
Agar permasalahan transportasi dapat diantisipasi dan diatasi, dibutuhkan mekanisme
dan sistem manajemen pengelolaan terpadu yang dapat memahami sesuatu yang
bersifat kompleks dalam pendekatan sistem dan adanya perubahan dinamis setiap
waktu.
3
cocok untuk terjemahan dari kata trip/travel atau ada pula yang menganggap
sebagai perpindahan yang dalam bahasa Inggrisnya adalah moving. Morlok
(1978) mendefinisikan transportasi sebagai “suatu tindakan, proses, atau hal yang
sedang dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lainnya”. Secara lebih spesifik,
transportasi didefinisikan sebagai “kegiatan pemindahan orang dan barang dari
suatu tempat ke tempat lainnya”. Dalam transportasi terdapat unsur pergerakan
(movement), dan secara fisik terjadi perpindahan atas orang atau barang dengan
atau tanpa alat pengangkutan ke tempat lain. Di sini pejalan kaki adalah
perpindahan orang tanpa alat pengangkut.
Sistem adalah suatu kelompok elemen atau subsistem yang bekerja sama untuk
mencapai tujuan tertentu. Karakteristik terpenting dari suatu sistem adalah
apabila ada suatu elemen atau subsistem yang tidak berfungsi, sehingga hal ini
mempengaruhi kelangsungan sistem tersebut secara keseluruhan, atau bahkan
membuatnya tidak berfungsi sama sekali.
Sistem Transportasi adalah suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara
penumpang, barang, prasarana dan sarana yang berinteraksi dalam rangka
perpindahan orang atau barang, yang tercakup dalam suatu tatanan, baik secara
alami ataupun buatan/rekayasa.
Sistem transportasi diselenggarakan dengan maksud untuk mengkoordinasi
proses pergerakan penumpang dan barang dengan mengatur
komponenkomponennya di mana prasarana merupakan media untuk proses
transportasi, sedangkan sarana merupakan alat yang digunakan dalam proses
transportasi.
2. Objek Yang Dipindahkan
Sistem transportasi, jika dilihat dari objek yang dipindahkan terbagi menjadi dua
yaitu manusia dan barang dan dapat pula berfungsi sebagai alat untuk
memindahkan, tergantung dari sisi mana melihatnya. Pemindahan manusia atau
barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana
yang digerakkan oleh manusia atau mesin.
3. Jalur dan Prasarana berhenti
Pergerakan lalu lintas terjadi karena kebutuhan yang tidak dipenuhi ditempat
manusia berada. Pemenuhan kebutuhan merupakan kegiatan yang harus
dilakukan setiap hari, misalnya pemenuhan kebutuhan akan pekerjaan,
pendidikan, hiburan, rekreasi dan lain-lain.
Pergerakan tersebut sebenarnya tidak perlu dilakukan kalau semua kebutuhan
tersedia pada satu tempat karena adanya pembatasan dan pengelompokkan tata
guna lahan. Setiap tata guna lahan mempunyai jenis kegiatan tertentu yang akan
meningkatkan pergerakan dan menarik pergerakan dalam proses pemenuhan
kebutuhan. Pergerakan yang berupa pergerakan manusia dan/atau barang jelas
memerlukan moda transportasi (sarana) dan media (Prasarana) tempat moda
transportasi bergerak, dalam hal ini yaitu jaringan jalan, laut atau udara.
4. Kendaraan
Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas Kendaraan
Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor. Kendaraan Bermotor adalah setiap
Kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain
Kendaraan yang berjalan di atas rel. Jenis Kendaraan dalam Transportasi
a. Pesawat
b. Mobil
c. Kapal
4
d. Bus
e. Motor
f. Kereta
g. Van
h. Sepeda
i. Sepeda Motor Listrik
j. Truk
Angkutan jalan adalah kendaraan yang diperbolehkan untuk menggunakan jalan,
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan
Pengemudi, yaitu meliputi sepeda motor, mobil penumpang, mobil bus,dan mobil
barang serta Kereta api dan kendaraan tidak bermotor. Kendaraan tidak termotor
adalah kendaraan yang tidak dilengkapi dengan motor penggerak, tetapi
digerakkan dengan tenaga manusia seperti sepeda, becak, atau digerakkan dengan
tenaga hewan seperti delman yang dilengkapi dengan 4 roda, sado, cidomo
(singkatan dari cikar dokar mobil) yang ditarik dengan tenaga kuda ataupun
gerobak yang ditarik oleh kerbau, sapi, kambing ataupun manusia. Transportasi
Laut meliputi kapal, feri, sampan dan Tranportasi udara : pesawat.
Alat transportasi diatas memiliki sebuah sejarah didalam perkembanganya, mulai
dari alat transportasi dengan kendaraan tidak bermotor yang menggunakan tenaga
hewan atau manusia, hingga kendaraan bermotor. Transportasi darat yang
termasuk dalam kategori kendaraan tidak bermotor, sekarang semakin terdorong
kepinggir oleh motorisasi angkutan, sehingga penggunaan kendaraan tidak
bermotor mulai ditinggalkan digantikan dengan kendaraan bermotor. Salah satu
contoh adalah fenomena yang terlihat didaerah Bekasi, di bekasi terdapat
kawasan bebas becak dan kendaraan tidak bermotor, hal tersebut sesuai Peraturan
Daerah (Perda) No 52 Tahun 1998 tentang Daerah Bebas Becak dan Kendaraan
Tidak Bermotor.
5. Manajemen dan Organisasi
Manajemen pengoprasian dan organisasi untuk masing-masing moda berbeda
disebabkan sifat, karakteristik dan jenis alat angkut yang digunakan tidak sama.
Transportasi merupakan salah satu bagian operasi yang sangat penting untuk
menciptakan customer value dan customer satisfaction yang tinggi. Oleh
karenanya perlu adanya manajemen transportasi yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Perencanaan meliputi kegiatan
penentuan lokasi pabrik, gudang penyimpan bahan baku, dan gudang distribusi
yang tepat untuk kecepatan pelayanan di bidang transportasi yang tinggi; kegiatan
alokasi pengiriman yang dapat meminimalkan biaya transportasi; kegiatan
loading; serta pemilihan sarana transportasi yang paling tepat.
5
1. Manfaat bagi Ekonomi
Kegiatan ekonomi memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia, saat ini
transportasi merupakan salah satu kegiatan yang menyangkut kebutuhan manusia
yakni dengan memindahkan manusia, hewan atau barang dari tempat asal
ketempat tujuan sehingga dapat terjadi transaksi “menyediakan jasa angkutan”.
2. Manfaat untuk Sosial
Trasnportasi memiliki fungsi terhadap sosial di antaranya;
a. Dapat menjadi pelayanan untuk masyarakat baik itu perorangan ataupun
kelompok.
b. Memendekan jarak antara tempat atau daerah.
c. Menyediakan jasa bagi perjalanan.
d. Pertukaran informasi dan lain-lain
3. Manfaat untuk Politis
Trasnportasi memiliki manfaat terhadap Politis di antaranya;
a. Dapat menciptakan persatuan
b. Dapat meningkatkan keamanan negara.
c. Pelayanan untuk masyarakat dapat diperluas.
d. Mempermudah dalam mengatasi permsalahan misalnya seperti menuju lokasi
bencana.
4. Manfaat untuk Kewilayaan
Dapat memudahkan dalam memenuhi berbagai macam kebutuhan bagi
daerahdaerah khususnya daerah yang sedang mengalami pembangunan.
6
pelayanan dengan memperhatikan keterkaitan antara kebutuhan dan
pelayanan transportasi baik intra maupun antar pulau yang diwujudkan
sebagai sistem jaringan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN) meliputi jaringan transportasi jalan, transportasi
kereta api, transportasi sungai dan penyeberangan, jalan rel dan jalan,
misalnya untuk pergerakan orang dan barang di pulau Jawa, Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Sedangkan untuk pulau kecil yang cenderung terbatas jaringan
prasarananya karena luas wilayah yang kecil dan tidak multi cities,
pengembangan transportasi dalam pulau diarahkan untuk mengoptimalkan
integritas dan kombinasi antar moda transportasi laut, penyeberangan, dan
jalan misalnya untuk pulau di kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara.
Pengembangan transportasi antar pulau untuk pulau besar diarahkan untuk
mengintegrasikan dan mengkombinasikan moda transportasi udara dengan
moda transportasi jalan, jalan dan rel atau antara moda transportasi laut
dan penyeberangan dengan moda transportasi jalan, jalan rel.
Pengembangan transportasi antar pulau bagi pulau kecil yang biasanya
terangkum dalam kepulauan, diarahkan untuk mengintegrasikan dan
mengkombinasikan antara moda transportasi laut dan penyeberangan
dengan moda transportasi jalan, misalnya di Kepulauan Maluku. Dari sisi
demografi, pengembangan transportasi antar moda diarahkan untuk
penyediaan pelayanan yang disesuaikan dengan kepadatan populasi yang
terbagi dalam dua kategori yaitu untuk kawasan perkotaan (urban
transport) dan perdesaan (rural transport).
Untuk kawasan perkotaan, pengembangan transportasi disesuaikan dengan
tingkat populasi serta karakteristik wilayah. Untuk kota kecil dengan
populasi kurang dari 500 ribu jiwa, pengembangan transportasi di arahkan
untuk mengintegrasikan dan mengkombinasikan antara moda transportasi,
yang biasanya didominasi moda jalan. Untuk kota sedang dengan populasi
antara 500 ribu jiwa hingga satu juta jiwa, pengembangan transportasi
diarahkan untuk mengintegrasikan dan mengkombinasikan antara moda
transportasi yang biasanya didominasi moda jalan. Untuk kota besar
dengan populasi antara satu juta jiwa hingga dua juta jiwa, pengembangan
transportasi diarahkan untuk mengintegrasikan dan mengkombinasikan
antara moda transportasi, yang biasanya didominasi moda jalan, namun
untuk koridor tertentu perlu diarahkan adanya integrasi antara moda jalan
rel dengan moda jalan sesuai kondisi demand jasa angkutan.
Untuk kota besar dengan populasi antara dua juta jiwa hingga lima juta
jiwa, pengembangan transportasi diarahkan untuk mengintegrasikan dan
mengkombinasikan antar moda transportasi, dengan mengarahkan
integrasi antara moda jalan rel sebagai main back-bone dengan moda jalan.
Untuk kota raya dengan populasi diatas lima juta jiwa, pengembangan
transportasi diarahkan untuk mengintegrasikan dan mengkombinasikan
antara moda jalan rel sebagai main back-bone dengan moda jalan.
Untuk kawasan perdesaan, pengembangan transportasi disesuaikan
dengan tingkat populasi, sebaran populasi dan karakteristik wilayah.
7
Karena kawasan perdesaan biasanya terdiri dari beberapa kelompok
hunian yang menyebar, dengan jumlah penduduk kecil, maka
pengembangan transportasi diarahkan untuk mengintegrasikan dan
mengkombinasikan antara moda transportasi, yang biasanya didominasi
moda transportasi jalan.
3. Rencana Sistem Trasnportasi.
a. Tinjauan Transportasi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional.
Sistim jaringan transportasi nasional merupakan salah satu bagian
dalam rencana struktur ruang wilayah nasional yang diatur dalam
RTRWN, meliputi sistim jaringan transportasi darat (terdiri atas
jaringan jalan nasional, jaringan jalur kereta api dan jaringan
transportasi sungai, danau dan penyeberangan), sistem jaringan
transportasi laut (terdiri dari tatanan kepelabuhan dan alur pelayaran),
dan sistem jaringan transportasi udara (terdiri atas tatanan
kebandarudaraan dan ruang udara untuk penerbangan). Sistem
jaringan transportasi nasional juga berhubungan erat dengan sistem
perkotaan nasional. Sistem perkotaan nasional yang terdiri dari PKN,
PKW dan PKL dihubungkan dengan sistem jaringan transportasi
nasional tersebut di atas.
b. Gambaran Umum Perencanaan Tata Ruang Perkotaan.
Perencanaan tata ruang perkotaan berbeda dengan perencanaan tata
ruang wilayah karena intensitas kegiatan di perkotaan jauh lebih tinggi
dan lebih cepat berubah dibanding dengan intensitas pada wilayah di
luar perkotaan. Hal ini membuat perencanaan penggunaan lahan di
perkotaan harus lebih rinci dan harus diantisipasi jauh ke depan.
Sebetulnya, penataan ruang diperkotaan sudah lebih dulu diatur
ketimbang penataan ruang untuk keseluruhan wilayah. Penataan ruang
khusus untuk perkotaan sebetulnya sudah dimulai sejak zaman
Belanda. Setelah kemerdekaan ada pengaturan baru sejak tahun 1985
berupa surat keputusan bersama menteri dalam negeri dan menteri
pekerjaan umum, berupa pembagian wewenang antar menteri dalam
negeri dengan menteri pekerjaan umum dalam perencanaan kota.
Sesuai dengan surat keputusan bersama tersebut Departemen Dalam
Negeri bertanggung jawab di bidang administrasi perencanaan kota
sedangkan Departemen PU bertangung jawab di bidang teknik (tata
ruang) kota. Atas dasar pembagian wewenang itu, Menteri Pekerjaan
Umum mengeluarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.
640/KPTS/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang Kota dan Menteri
Dalam Negeri mengeluarkan PERMENDAGRI Nomor 2 Tahun 1987
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota.
Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) adalah suatu rencana
pemanfaatan ruang kota, yang berisikan rencana pembangunan kota
yang terkait dengan ruang, sehingga tercapai tata ruang yang dituju
dalam kurun waktu tertentu di masa yang akan datang. Rencana
8
program pembangunan kota disusun untuk 20 tahun kedepan dan
dibagi dalam tahapan lima tahunan. Dalam hal ini harus dipadukan
pendekatan sektoral dan pendekatan regional (ruang). Sesuai dengan
Keputusan Mentri PU No. 640/KPTS/1986, ada empat tingkatan
Rencana Tata Ruang Kota, yaitu sebagai berikut:
1) Rencana Umum Tata Ruang Perkotaan.
Rencana Umum Tata Ruang Perkotaan menggambarkan posisi
kota yang direncanakan terhadap kota lain secara nasional dan
hubungannya dengan wilayah belakangnya.
2) Rencana Umum Tata Ruang Kota.
Rencana Umum Tata Ruang Kota menggambarkan pemanfaatan
ruang kota secara keseluruhan.
3) Rencana Detail Tata Ruang kota
Rencana Detail Tata Ruang Kota mengambarkan pemanfaatan
ruang kota secara lebih rinci.
4) Rencana Teknik Ruang Kota.
Rencana Teknik Ruang Kota menggambarkan rencana geometri
pemanfaatan ruang kota sehingga sudah bisa menjadi pedoman
dalam penentuan sait (site) pembangunan/konstruksi di kota.
Sesuai dengan Keputusan Menteri PU No. 640/KPTS/1986
setidaktidaknya harus berisikan hal-hal sebagai berikut:
1) Kebijaksanaan pengembangan penduduk kota.
2) Rencana pemanfaatan ruang kota.
3) Rencana struktur pelayanan kegiatan kota.
4) Rencana sistem transportasi.
5) Rencana sistem jaringan utilitas kota.
9
Strategi jam masuk/keluar • Mendorong agar waktu
(kantor/sekolah) pergerakan tidak terjadi secara
Pergeseran
bersamaan
Waktu
Batasan waktu pergerakan • Kendaraan angkut barang berat
(angkutan barang) bergerak pada waktu tertentu
Road Pricing • Electronic road pricing
Pergeseran Rute Jalan khusus angkutan • Area licensing system Truck
umum • only Lane
Pembatasan jumlah
keterisian kendaraan • Three in one
pribadi
Peningkatan pelayanan
• Carpooling and Vanpooling
angkutan umum
Pergeseran Pengembangan moda • Ridesharing MRT
Moda telekomunikasi • (subway)
• Teleworking
• Bicycling
Menurut Reploge dalam Broaddus dkk (2010) kebijakan TDM ini bertujuan
menyediakan pilihan-pilihan moda transportasi dalam mendukung tujuan kebijakan
yang lebih luas, mempromosikan pilihan-pilihan perjalanan yang lebih efisien,
mengurangi perjalanan kendaraan motor yang tidak perlu, dan mengurangi jarak
perjalanan. Berdasarkan tujuan dan kebijakan konsep TDM tersebut maka dapat
disimpulkan menjadi dua tujuan pokok dari konsep TDM (Kusumantoro dkk, 2009),
yakni:
1. Memberikan berbagai alternatif pilihan perjalanan melalui jenis skenario TDM,
perubahan permintaan perjalanan diantaranya yaitu perubahan waktu perjalanan,
perubahan rute perjalanan, perubahan lokasi tujuan, dan perubahan moda perjalanan.
Pada dasarnya perubahan-perubahan tersebut dapat dilihat dari perilaku pelaku
perjalanan.
2. Mengurangi permintaan perjalanan dengan mengurangi jarak perjalanan dan
mengurangi jumlah perjalanan. Tujuan ini diukur dari indikasi pengurangan
kemacetan yang diduga menjadi salah satu permasalahan transportasi.
Dalam Ferguson (2000), TDM didefinisikan sebagai suatu istilah umum untuk strategi
dan program yang mendorong penggunaan infrastruktur transportasi secara lebih efisien,
atau suatu cara untuk mempengaruhi perilaku pelaku perjalanan, dengan tujuan
mengurangi besarnya kebutuhan akan perjalanan atau menyebarkan kebutuhan tersebut
dalam ruang dan waktu. Dalam konsep TDM ini, pembatasan kebutuhan akan
transportasi tidak berarti membatasi jumlah perjalanan, tetapi pendekatan untuk
mengelola proses perjalanan tersebut agar menghindari terjadinya perjalanan pada
waktu yang bersamaan dan/atau terjadi pada lokasi atau tempat yang bersamaan pula.
10
Terdapat tiga taksonomi TDM menurut Ferguson yaitu voluntarism, markets, dan
regulation. Berikut adalah tabel taksonomi TDM.
Tabel 2. Taksonomi TDM
Voluntarism Alternative Modes Public transit
Ridesharing
Non-Motorized
Transportation
Alternative Time Flextime/Flexible hours
Staggered shift
Compressed work weeks
Markets Road Pricing Congestion pricing
Pollution pricing
Noise pricing
Parking Pricing Parking requirements
Income taxes
Noise pollution
Regulation Travel Restriction Infrastructure
Vehicle ownership
Development Restriction Development guidance
Growth management Impact
fees
Sumber: Ferguson (2000)
Batasan yang akan dibahas dalam penelitian ini akan dibatasi pada dua strategi TDM
yang diduga tepat dalam menangani kemacetan di Koridor Urip Sumoharjo yaitu
dengan taksonomi voluntarism yang berorientasi pada perubahan moda (alternative
modes/mode shift) dan perubahan waktu (alternative time/time shift).
1. Pergeseran Moda (Mode Shift)
Pergeseran moda perjalanan merupakan salah satu upaya untuk mengatasi
kemacetan di perkotaan yang disebabkan tingginya penumpukan kendaraan di ruas
jalan tertentu yang juga berakibat pada penurunan tingkat pelayanan jalan. Oleh
sebab itu, diperlukan moda yang lebih efektif seperti penyediaan jalur three in one,
ridesharing: carpool, vanpool dan buspool, public transit: bus dan rail yang
disebut juga kendaraan bermotor, dan bicycling dan walking yang disebut juga
kendaraan tidak bermotor (Ferguson 2000:65). Oleh karena itu, upaya untuk
menangani kemacetan lalu lintas dengan mengandalkan perbesaran kapasistas
(supply) dinilai tidak lagi efektif melainkan akan lebih efektif dan efisien apabila
difokuskan pada pemilihan alternatif moda perjalanan. a. Ridesharing
Bentuk lain dari para pelaku pergerakan adalah ridesharing, dimana
pergerakan dilakukan dengan moda yang sama dan bahkan dapat mengangkut
lebih dari satu orang dalam perjalanan tertentu. Kendaraan tersebut dapat
berupa pickup truck, van atau bus pribadi (Misch dkk, 1981 dalam Ferguson,
2000). Selanjutnya, Ridesharing dibagi menjadi tiga yaitu carpools, vanpools,
dan Buspools. Berikut beberapa penjelasan tentang masing-masing alternatif
moda.
Carpools adalah moda dari rideshare yang cukup informal yang dibentuk oleh
sekelompok orang atau suatu badan yang memiliki kepentingan yang sama.
Selain itu, carpools juga sangat efisien apabila digunakan untuk perjalanan
jauh atau bagi orang-orang yang memiliki jadwal ke tempat kerja/sekolah yang
sama (Mahmood dkk, 2009). Sedangkan vanpools dapat membawa bahkan
lebih dari tujuh penumpang yang dikelola langsung oleh lembaga pemerintah,
pengusaha swasta, dan/atau secara perorangan (Ferguson, 2000:75). Buspool
11
juga merupakan salah satu bentuk dari moda perjalanan ridesharing namun
sedikit berbeda dengan carpools dan vanpools, dimana rute perjalanan dan
operator moda untuk buspool tidak dibebaskan akan tetapi ditetapkan secara
langsung oleh lembaga publik ataupun swasta. Buspool hanya dapat digunakan
pada kegiatan seperti pasar, pusat perdagangan, dan sebagainya. Peraturan
lembaga publik pun diperlukan agar mencegah eksistensi buspool untuk tidak
menyaingi rute eksisting bus swasta ataupun publik (Ferguson, 2000:77).
b. Public Transit
Public Transit adalah bagian dari moda transportasi yang sudah lama dikenal
oleh para pelaku perjalanan yang beroperasi dari pusat kota ke luar area
perkotaan (suburban) seperti kereta api (rail) dan bus besar (big buses) (Black,
1989 dalam Ferguson, 2000:66). Jarak dan jalur kereta api (rail) dari pusat kota
ke wilayah pinggiran kota yang jauh tidak dapat dijadikan sebagai alternatif
atau tindakan TDM (Warner, 1978 dalam Ferguson, 2000:67). Selain itu,
terkait rail, dilihat dari segi perencanaan, pembangunan dan pelaksanaanya
pun butuh waktu dan biaya yang cukup besar dan membutuhkan kerjasama
antar stakeholder pembangunan sehingga jenis public transit ini tidak menjadi
bagian dari TDM. Sama halnya dengan rail, big buses pun secara relatif
memakan biaya yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan sebagian besar
strategi TDM lainnya.
12
Menurut Ferguson (2000) alternatif waktu berbeda dengan strategi alternatif moda,
dimana alternatif waktu cenderung memperhatikan pola penggunaan lahan
dan kegiatan daripada perilaku perjalanan. Alternatif waktu atau alternatif waktu
bekerja mempunyai beberapa pilihan diantaranya adalah waktu fleksibel (flextime),
pemadatan waktu kerja (compressed work week), dan pergeseran berjenjang
(staggered shifts) (Ferguson, 2000:84-89). Flextime memungkinkan karyawan
untuk bekerja pada waktu yang fleksibel. Hal ini berarti bahwa alternatif tersebut
memberikan pilihan waktu kerja yang fleksibel bagi setiap karyawan agar
menghindari waktu pergerakan yang bersamaan, misalnya dari semua karyawan
yang bekerja pada waktu yang bersamaan pada pukul 08.00 hingga pukul 16.30 –
beberapa mungkin dapat bekerja pada 07.30-17.00, dan yang lainnya bekerja mulai
dari pukul 09.00 hingga pukul 17.30 sehingga dengan perbedaan waktu jam kerja
di atas akan mengubah perilaku perjalanan yang seringkali terjadi pada waktu yang
sama. Sedangkan compressed work week memberikan hari bekerja karyawan lebih
sedikit, misalnya 10 jam per hari mulai dari hari senin hingga kamis dalam
seminggu yang sebelumnya adalah 8 jam per hari dalam seminggu (Ferguson,
2000:89). Demikian pula staggered shifts membedakan jadwal masuk/keluar kerja
dari beberapa kelompok karyawan yang bekerja sedikit berbeda dengan flextime,
dimana staggered shift memberikan perbedaan jam masuk/keluar kerja pada setiap
karyawan berdasarkan perbedaan pergerakan karyawan dengan
jenjang/tingkat/jabatan tertentu.
Dengan demikian beberapa alternatif di atas akan dijadikan pertimbangan untuk
mendorong dan mengubah perilaku pelaku perjalanan.
13
Bawakaraeng. Jalan Urip Sumoharjo ini terdiri atas 2 arah serta lebar
lalulintasnya 3,25 meter. Koridor Jalan Urip Sumoharjo merupakan koridor yang
mempunyai kepadatan lalulintas yang tinggi, karena disamping penggunaan
lahan yang potensial membangkitkan lalulintas yang merupakan asal dan tujuan
pergerakan juga adanya arus lalulintas yang melewati jalan tersebut menuju pusat
dan luar kota.
3. Penggunaan Lahan di Kawasan Studi
Karakteristik penggunaan lahan di koridor Urip Sumoharjo didominasi oleh lahan
terbangun seperti perdagangan dan jasa, perkantoran, peribadatan, dan fasilitas
pendidikan. Sedangkan lahan non terbangun berupa taman kota dan taman
bangunan. Koridor Urip Sumoharjo tergolong cukup padat dikarenakan skala
pelayanan oleh masing-masing kegiatan merupakan layanan nasional. Hal ini
dapat dilihat dari beberapa kantor pemerintahan seperti Kantor Gubernur, Gedung
Keuangan Negara, dan Kantor Gabungan Dinas Kota Makassar. Selain itu untuk
fasilitas pendidikan memiliki layanan secara nasional yakni terdapat Universitas
Bosowa dan Universitas Muslim Indonesia.
4. Jumlah Kendaraan di Kota Makassar
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan
(2015) jumlah kendaraan bermotor meningkat setiap tahunnya, hal ini berarti
bahwa semua kegiatan pergerakan yang dilakukan oleh masyarakat Kota
Makassar hampir seluruhnya menggunakan kendaraan bermotor. Berikut data
jumlah kendaraan pada tahun 2013 dan 2014.
14
3.2 ANALISIS KETERKAITAN KOMPONEN SISTEM TRANSPORTASI DAN
PERENCANAAN RUANG
Penyebab kemacetan di ruas jalan Urip Sumoharjo mempengaruhi empat sistem
transportasi, yaitu:
1. Sistem Kegiatan
Puncak macet umumnya terjadi pada jam tertentu seperti pada pagi hari saat
siswa-siswi berangkat ke sekolah dan karyawan berangkat ke kantor, siang hari
saat siswa-siswi pulang sekolah. Tingginya volume kendaraan disebabkan karena
banyaknya pergerakan menuju kantor dan sekolah secara bersamaan.
2. Sistem Pergerakan
Banyaknya pergerakan ke sekolah dapat menyebabkan menumpuknya volume
kendaraan di waktu-waktu tertentu, seperti pada waktu berangkat sekolah pukul
7.00 dan waktu pulang sekolah dan kerja pukul 17.00.
3. Sistem Kelembagaan
Maraknya pengendara yang melakukan pelanggaran lalu lintas juga
menyebabkan kemacetan di ruas jalan Urip Sumoharjo.
4. Sistem Jaringan
Selain karena adanya pergerakan dan kegiatan, salah satu penyebab kemacetan di
ruas Jalan Urip Sumoharjo karena sistem jaringan di sekitarnya. Jalan Urip
Sumoharjo merupakan jenis jalan arteri primer, yaitu menghubungkan antar
kabupaten/kota, namun seringnya terjadi kemacetan di persimpangan jalan Urip
Sumoharjo-Dr.Leimena, simpul jalan Urip Sumoharjo-Tol Reformasi-AP.
Pettarani, Urip Sumoharjo-Pongtiku, karena geometrik jalan yang tidak
sebanding dengan banyaknya kendaraan.
15
Sementara pihak Samsat menerangkan pihaknya juga tidak memiliki kewenangan
untuk membatasi jumlah kendaraan bermotor. Samsat sebatas melakukan proses
pendataan administrasi kendaraan bermotor. Permasalahan kemacetan, memang mesti
dibahas bersama seluruh instansiterkait dan stakeholder.
16
setiap bangunan menurut jenis kegiatan yang berada di koridor tersebut. Untuk
mengetahui besarnya bangkitan pergerakan yang dihasilkan dari suatu bangunan
menurut jenis kegiatan tertentu maka digunakan tabel jumlah bangkitan sebagai
dasar perhitungan bangkitan keseluruhan bangunan yang berada di jalan Urip
Sumoharjo seperti berikut ini.
Tabel . Jumlah Bangkitan Pergerakan Kegiatan Perkantoran di Koridor
Urip Sumoharjo (smp/jam)
Perkantoran Total Bangkitan
Waktu Pergerakan per
Motorcyle Light Vehicle
Pergerakan (jam) Jam Kerja
(MC) (LC)
(smp/jam)
07.00-08.00 12 18 30
08.00-09.00 9,2 31 40,2
09.00-10.00 1,2 8 9,2
Perkantoran Total Bangkitan
Waktu Pergerakan per
Motorcyle Light Vehicle
Pergerakan (jam) Jam Kerja
(MC) (LC)
(smp/jam)
10.00-11.00 0,8 8 8,8
11.00-12.00 16,8 34 50,8
12.00-13.00 8,8 28 36,8
13.00-14.00 12,4 24 36,4
14.00-15.00 1,2 22 23,2
15.00-16.00 0,4 5 5,4
16.00-17.00 13,2 30 43,2
17.00-18.00 6,8 23 29,8
Total 82,8 231 313,8
Sumber: Gomes (2017)
Seperti terlihat pada tabel 5, sebagian besar dari para pekerja rutin pada jenis
kegiatan perkantoran berangkat ke tempat kerja menggunakan light vehicle. Di
samping itu, total bangkitan pergerakan dengan menggunakan light vehicle paling
tinggi terlihat pada siang hari, yakni dari jam 11.00 hingga jam 15.00. Selain itu,
penggunaan motorcycle juga dilihat cukup tinggi pada saat jam-jam sibuk
terutama pada saat siang hari yakni jam 11.00 hingga jam 14.00. Selanjutnya
adalah jumlah bangkitan pergerakan pada kegiatan perdagangan dan jasa, dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6. Jumlah Bangkitan Pergerakan Kegiatan Perdagangan dan Jasa di
Koridor Urip Sumoharjo (smp/jam)
Perdagangan dan Jasa Total Bangkitan
Waktu Pergerakan per
Motorcyle Light Vehicle
Pergerakan (jam) Jam Kerja
(MC) (LC)
(smp/jam)
07.00-08.00 16 4 19,4
08.00-09.00 8,8 10 18.8
09.00-10.00 2,8 14 16,8
10.00-11.00 3,6 19 22,6
11.00-12.00 4,8 12 16,8
12.00-13.00 13,2 16 29,2
17
13.00-14.00 6,8 10 16,8
14.00-15.00 5,6 21 26,6
15.00-16.00 6,8 15 21,8
16.00-17.00 4,8 19 23,8
17.00-18.00 22 20 42
Total 95,2 160 255,2
Sumber: Gomes (2017)
Seperti yang dilihat pada tabel di atas, bangkitan pergerakan (dalam smp/jam)
yang dihasilkan oleh jenis kegiatan perkantoran pada jam-jam sibuk lebih besar
jumlahnya dibandingkan perdagangan dan jasa. Hal ini berarti bahwa pada
jamjam sibuk, secara keseluruhan bangkitan pergerakan yang disumbang oleh
jenis kegiatan perkantoran lebih besar dibandingkan bangkitan pergerakan yang
dihasilkan oleh kegiatan perdagangan dan jasa.
18
dapat diatur secara fleksibel (flextime) dengan tetap memperhitung 8 jam/hari
kerja.
b. Carpool dapat diterapkan pada setiap jam kerja, mulai dari jam 07:00 hingga
18:00, namun untuk menurunkan nilai DS pada saat jam puncak yakni antara
jam 13:00 hingga jam 14:00 diperlukan adanya kombinasi dari kedua
skenario (carpool dan flextime). Misalnya, beberapa pekerja yang berasal dari
lokasi berdekatan dan mempunyai flextime yang sama dapat melakukan
pergerakan menuju tempat kerja secara bersama-sama pada waktu yang
bersamaan.
4.3 KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah:
1. Dari hasil identifikasi bangkitan pergerakan yang diperoleh melalui data yang
diperoleh dari penelitian sebelumnya, perhitungan jumlah bangkitan yang
dihasilkan dari masing-masing yakni kegiatan perkantoran dan kegiatan
perdagangan dan jasa dikonversi ke dalam satuan smp/jam. Dalam penelitian ini,
pergerakan yang diamati adalah pergerakan para pekerja rutin. Dari hasil
identifikasi ditemukan bahwa bangkitan yang dihasilkan oleh kegiatan
perkantoran lebih tinggi dibandingkan dengan bangkitan pergerakan yang
dihasilkan jenis kegiatan perdagangan dan jasa.
2. Perlu adanya dukungan regulasi dari pihak pemerintah dan sektor swasta dalam
penerapan skenario TDM yakni vanpool, carpool, flextime di koridor Urip
Sumoharjo. Selain itu, diperlukan penyesuaian lebih lanjut dalam penerapan
skenario TDM pada kedua jenis kegiatan (perkantoran dan perdagangan dan jasa)
dalam menangani jumlah pekerja dan kondisi wilayah serta dapat menghindari
resiko bertambahnya travel time.
19
DAFTAR PUSTAKA
Andrea Broaddus, Tood Litman . (2010). Manajemen Permintaan Transportasi.
Singapore: GTZ.
Badan Pusat Statistik Kota Makassar. (2020). Kecamatan Panakukkang Dalam Angka
2019. Makassar: Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan. (2016). Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut
Kabupaten/Kota dan Jenis Kendaraan di Provinsi Sulawesi Selatan 2015.
Makassar: Badan Pusat Statistik
Iwan P.Kusumantoro, I., Martha, E., & Kipuw, D. (2009). Level of Effectiveness of the
Implementation of Transport Demand Management (TDM) Strategy in
Indonesian Cities. Proceedings of the Eastern Asia Society for Transportation Studies,
Vol.7.
Mahmood, M., Abdul, M., & Akhter, S. (2009). Traffic Management System and Travel
Demand Management (TDM) Strategies: Suggestions for Urban Cities in
Bangladesh. Asian Journal of Management and Humanity Sciences, Vol. 4, No. 2-3, pp.
161-178.
Massara, A., Hatta, P. A. H. H., & Purbani, I. A. (2020). Model Bangkitan Pergerakan
Kendaraan (Studi Kasus Kawasan Kampus Universitas Muhammadiyah Makassar).
Jurnal Teknik Sipil MACCA, 5(1), 25-34.
20