Anda di halaman 1dari 33

CASE REFERAT

HEPATITIS B DALAM KEHAMILAN

Oleh:

Lewis Richart Adson Nggeolima, S.Ked


1008012038

PEMBIMBING:

dr. Hendriette Irene Mamo, SpOG

BAGIAN/ SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG
2015
HALAMAN PENGESAHAN

Case Referat ini diajukan oleh:

Nama : Lewis Richart Adson Nggeolima, S.Ked

Fakultas : Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang

Bagian : Obstetri dan Ginekologi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang

Referat ini telah disusun dan dilaporkan dalam rangka memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan
Klinik di Bagian/SMFObstetri dan Ginekologi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.

PEMBIMBING KLINIK

1. dr. Hendriette Irene Mamo, Sp. OG……………………………………

Ditetapkan di : Kupang
Tanggal : 2015
BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi virus hepatitis B (HBV) merupakan masalah kesehatan dunia. Organisasi

kesehatan dunia atau WHO memperkirakan bahwa lebih dari 2 miliar orang di dunia terinfeksi

HBV atau pernah terinfeksi HBV dan 350 juta orang di dunia menderita hepatitis kronis oleh

karena infeksi HBV ini, dan 1 juta orang diantaranya meninggal setiap tahunnya akibat penyakit

hati yang berkaitan dengan infeksi HBV. Penyebaran infeksi HBV kronis sangat bervariasi

secara global, di Asia misalnya, terutama negara-negara di Asia Tenggara prevalensinya

mencapai 8-15% dari populasi. Ini berarti di Asia Tenggara memiliki endemisitas yang cukup

tinggi terhadap hepatitis B. Sebagian besar penyebaran infeksi HBV terkait dengan usia pada

saat terinfeksi, yang berbanding terbalik dengan risiko kronisitas.(1,2)

Gambar 1. Prevalensi infeksi hepatitis B pada anak-anak 5-9 tahun (2005) (5)

Page 3
Gambar 2. Prevalensi infeksi hepatitis B pada orang dewasa 19-49 tahun (2005) (5)

Gambar 3. Infeksi hepatitis B berdasarkan usia (5)

Di daerah endemik, infeksi HBV dominan pada periode perinatal atau pada anak usia

dini. Infeksi kronis jauh lebih mungkin terjadi pada pasien bayi (90%) dan anak-anak (30%)

Page 4
sedangkan tingkat infeksi akut lebih sering ditemukan pada orang dewasa, namun tingkat

pengembangan dari infeksi akut menjadi infeksi kronis kurang dari 5% untuk pasien dewasa

yang terinfeksi HBV.(1,2,5)

Resiko penularan infeksi HBV dari ibu ke bayi berhubungan dengan status replikasi dari

virus itu sendiri yang dapat diihat dari adanya HBeAg pada ibu. Pada ibu dengan HBeAg positif,

90% mereka menularkan infeksi HBV pada anak mereka dibandingkan dengan anak dari ibu

dengan HBeAg negatif yang jumlahnya hanya sekitar 10-20% .(1)

Penularan infeksi dari ibu ke anak dikenal sebagai infeksi perinatal (periode perinatal

dimulai dari 28 minggu kehamilan dan berakhir pada 28 hari setelah melahirkan). Oleh karena

itu, istilah "transmisi perinatal" tidak benar-benar termasuk infeksi dan dengan demikian dapat

diganti dengan istilah "penularan ibu ke anak (MTCT/mother to child transmission)" yang

mempertimbangkan semua infeksi HBV baik sebelum lahir, pada saat lahir dan pada anak usia

dini. Untuk bayi baru lahir yang ibunya positif (HBsAg dan HBeAg) dengan tidak diberikannya

imunisasi setelah lahir, risiko untuk infeksi HBV kronis adalah 70% hingga 90% pada usia 6

bulan. Vaksinasi HBV dapat mencegah 70% -95% dari infeksi HBV pada bayi yang lahir dari

ibu HBeAg dan HBsAg positif. (1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian

Hepatitis adalah inflamasi dari hepar yang dapat disebabkan oleh terpaparnya hepar

Page 5
dengan bahan kimia tertentu, penyakit autoimun, atau infeksi bakteri tetapi paling sering

disebabkan oleh beberapa virus.(3)

Seorang ibu dikatakan mengidap atau menderita hepatitis B kronik apabila :

1. Bila ibu mengidap HBsAg positif untuk jangka waktu lebih dari 6 bulan dan tetap positif

selama masa kehamilan dan melahirkan.

2. Bila status HbsAg positif tidak disertai dengan peningkatan SGOT/PT maka, status ibu

adalah pengidap hepatitis B.

3. Bila disertai dengan peningkatan SGOT/PT pada lebih dari 3 kali pemeriksaan dengan

interval pemeriksaan setiap 2-3 bulan, maka status ibu adalah penderita hepatitis B

kronik.

4. Status HbsAg positif tersebut dapat disertai dengan atau tanpa HBeAg positif. (4)

2.2. Etiologi dan Faktor Risiko

Infeksi hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B virus (HBV), sebuah virus DNA

berkapsul yang dapat menginfeksi hepar dan menyebabkan nekrosis hepatoselular dan inflamasi.

HBV adalah salah satu virus terkecil yang diketahui dapat menginfeksi manusia, dan masih

termasuk ke dalam famili hepadnavirus. HBV juga dikenal sebagai virus onkogenik karena

merupakan salah satu fator resiko terbesar untuk terjadinya hepatoseluler karsinoma. Virus ini

dapat bersirkulasi dalam serum manusia (berukuran 42 nm), double-shelled particle, dengan

HBsAg yang merupakan komponen diluar kapsul dan komponen didalam nukleokapsul adalah

hepatitis B core antigen (HBcAg). HBV DNA dapat dideteksi dalam serum dan dapat digunakan

untuk memonitor replikasi virus. (5)

2.3. Patogenesis

Infeksi virus HBV biasanya ditularkan melalui perkutaneus atau mukosa yang terpapar

Page 6
dengan darah yang terinfeksi dan berbagai cairan tubuh lainnya, termasuk saliva, darah

menstruasi, cairan vagina, dan cairan mani.(5) Menurut teori, ada tiga rute yang mungkin untuk

transmisi HBV dari ibu yang terinfeksi kepada bayinya (1):

1. Transmisi transplasental dalam rahim.

a. Melewati barrier plasenta: darah ibu yang mengandung HbeAg positif dapat melewati

plasenta yang dapat diinduksi oleh kontraksi uterus selama kehamilan dan gangguan

barrier plasenta (seperti persalinan prematur atau abortus spontan).

b. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa HBV- DNA ada pada oosit wanita yang terinfeksi dan

sperma dari pria yang terinfeksi. Oleh karena itu, janin dapat terinfeksi HBV sejak konsepsi jika

salah satu pasangan terinfeksi HBV.

c. Kemungkinan lain transmisi intrauterin selain melalui darah ibu adalah melalui sekret

vagina yang mengandung virus.(1)

2. Transmisi saat melahirkan.

Transmisi HBV dari ibu ke janin saat persalinan dipercaya karena akibat dari terpaparnya

janin dengan sekret serviks dan darah yang terinfeksi saat persalinan.(1)

3. Transmisi postnatal selama perawatan atau melalui ASI.

Infeksi HBV dapat terjadi postnatal, bukan hanya karena transmisi dari ibu ke bayi namun

dapat pula antar anggota keluarga yang terinfeksi ke bayi. Selain itu, meskipun HBV-DNA

ada pada ASI ibu yang terinfeksi, menyusui bayi mereka bukan merupakan resiko

tambahan untuk transmisi HBV asalkan sudah diberikan imunoprofilaksis atau imunisasi

sesaat setelah lahir dan diberikan sesuai jadwal. Tidak perlu menunda menyusui hingga

bayi tersebut divaksin lengkap sesuai usia. (1,5)

2.4. Gejala Klinik

2.4.1 Fase Akut

Page 7
Fase pre-ikterik atau fase prodormal dari gejala awal sampai fase ikterik biasanya

berkisar antara 3 hingga 10 hari. Fase ini biasanya tidak memiliki gejala spesifik, namun

biasanya pasien merasa tidak enak badan, anorexia, mual, muntah, nyeri perut pada

kuadran kanan atas, demam, sakit kepala, myalgia, rash pada kulit, arthralgia dan

arthritis, dan urin berwarna gelap, gejala-gejala ini dapat terjadi 1 sampai 2 hari sebelum

fase ikterik. Fase ikterik biasanya terjadi selama 1 hingga 3 minggu dan ditandai dengan

ikterik, feses yang berwarna pucat atau keabu-abuan, dan hepatomegali (splenomegali

jarang terjadi). (6)

Hepatitis B akut terdiri dari fase ikterik dan fase resolusi. Fase ikterik ditandai dengan

sklera menjadi kuning dengan waktu rata-rata 90 hari sejak terinfeksi sampai menjadi

kuning. Pada pasien dengan bilirubin lebih dari 10 mg/dL, keluhan lemas dan kuning

biasanya berat dan keluhan dapat bertahan sampai beberapa bulan sebelum resolusi

sempurna. Gejala akut dapat berupa mual, muntah, nafsu makan menurun, demam, nyeri

perut dan ikterik.(7) McMahon dkk, melaporkan hanya sekitar 30-50% orang dewasa

mengalami fase ikterik pada hepatitis B akut, sedangkan pada bayi dan anak-anak lebih

jarang terjadi ikterik pada hepatitis B akut. Resolusi dari hepatitis B akut berhubungan

dengan eliminasi virus dari darah dan munculnya anti-HBs.(8) Pasien hepatitis B akut

dengan sistem imun yang baik dapat sembuh spontan pada lebih dari 95% pasien,

sedangkan sisanya dapat berkembang menjadi infeksi hepatitis B kronik atau hepatitis

fulminan walaupun jarang terjadi. (9)

2.4.2 Fase Kronik

Secara sederhana manifestasi klinis Hepatitis B Kronik dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu

Page 8
1 Hepatitis B kronik aktif. HbsAg positif dengan DNA VHB lebih dari 10 5 IU/ml didapatkan

kenaikkan ALT (alanin aminotransferase) yang menetap atau intermiten. Pada pasien sering

didapatkan tanda-tanda penyakit hati kronis. Pada biopsi hati didapatkan gambaran

peradangan yang aktif. Menurut status HBeAg pasien dikelompokkan menjadi Hepatitis B

Kronik HbeAg positif dan Hepatitis B Kronik HBeAg negatif.

2 Carrier VHB Inaktif ( Inactive HBV Carrier State). Pada kelompok ini HBsAg positif

dengan titer DNA VHB yang rendah yaitu kurang dari 105 IU/ml. Pasien menunjukkan

kadar ALT normal dan tidak didapatkan keluhan.

Pada hepatitis B tidak semua orang memiliki gejala dan tidak mengetahui dirinya telah

terinfeksi, khususnya pada anak-anak. Kebanyakan pada orang dewasa gejalanya terjadi setelah

3 bulan paparan. Jika telah kronis akan memunculkan gejala yang sama dengan infeksi akut

setelah bertahun-tahun.(10)

Masa Inkubasi infeksi hepatitis B adalah 90 hari (rata-rata 60-150 hari). Onset

penyakit ini sering tersembunyi dengan gejala klinik yang tergantung usia penderita.

Kasus yang fatal dilaporkan di USA sebesar 0,5-1 %. Sebagian infeksi akut VHB pada

orang dewasa menghasilkan penyembuhan yang sempurna dengan pengeluaran HBsAg

dari darah dan produksi anti HBs yang dapat memberikan imunitas untuk infeksi

berikutnya. Diperkirakan 2-10 % infeksi VHB menjadi kronis dan sering bersifat

asimptomatik dimana 15-25 % meninggal sebelum munculnya sirosis hepatis atau kanker

hati. Gejala akut dapat berupa mual, muntah, nafsu makan menurun, demam, nyeri perut

dan ikterik. (7)

Page 9
2.4.3 Laboratorium (11)

Hepatitis B surface antigen Mendeteksi protein pada permukaan virus


(HBsAg) hepatitis B. Jika hasilnya positif,
mengindikasikan bahwa orang tersebut
terinfeksi virus hepatitis B (akut atau kronis).

Hepatitis B e-antigen Menggambarkan replikasi dari virus hepatitis


(HBeAg) B. Beberapa pasien bisa saja tidak terdeteksi
memiliki HBeAg tapi positif terinfeksi virus
ini.

Hepatitis B surface antibody Menggambarkan imunitas atau kekebalan


(Anti HBs) tubuh seseorang terhadap HBsAg, baik karena
infeksi yang dialami atau karena vaksinasi.
Hepatitis B e antibody Menunjukkan imunitas seseorang yang
(Anti HBe) berespon terhadap virus yang bereplikasi.
Hepatitis B core antibody Menggambarkan sudah terinfeksi hepatitis
(Anti HBC) B.
Bisa terdapat IgG dan/atau IgM. IgM
menggambarkan infeksi akut dan dapat
menghilang jika infeksi sudah lama. Anti-
HBc (total) menggambarkan infeksi yang
akut, kronis atau sudah pernah terinfeksi
sebelumnya.
Hepatitis B virus DNA load Mengukur jumlah virus dalam darah dan
(HBV DNA) sebagai indikator seberapa aktifnya virus
tersebut bereplikasi.

2.5 Penatalaksanaan

2.5.1 Pada saat kehamilan

Profilaksis pada wanita hamil yang telah tereksposure dan rentan terinfeksi adalah

sebagai berikut:

1. Ketika kontak seksual dengan penderita hepatitis B terjadi dalam 14 hari

 Berikan vaksin VHB ke dalam musculus deltoideus. Tersedia 2 monovalen vaksin

VHB untuk imunisasi pre-post eksposure yaitu Recombivax HB dan Engerix-B. Dosis

Page 10
HBIg yang diberikan 0,06 ml/kgBB IM pada lengan kontralateral.

 Untuk profilaksis setelah tereksposure melalui perkutan atau luka mukosa, dosis kedua

HBIg dapat diberikan 1 bulan kemudian.

2. Ketika tereksposure dengan penderita kronis VHB

Pada kontak seksual, jarum suntik dan kontak nonseksual dalam rumah dengan penderita

kronis VHB dapat diberikan profilaksis post eksposure dengan vaksin hepatitis B dengan

dosis tunggal.(12)

Wanita hamil dengan carrier VHB dianjurkan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

 Tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan hepatotoksik seperti asetaminophen


 Jangan mendonorkan darah, organ tubuh, jaringan tubuh lain atau semen

 Tidak memakai bersama alat-alat yang dapat terkontaminasi darah seperti sikat gigi, alat

cukur dan sebagainya.

 Memberikan informasi pada ahli anak, kebidanan dan laboratorium bahwa dirinya

penderita hepatitis B carrier.

 Pastikan bayinya mendapatkan HBIg saat lahir, vaksin hepatitis B dalam 1 minggu

setelah lahir, 1 bulan dan 6 bulan kemudian.(12)

Beberapa obat antiviral Hepatitis B yang direkomendasikan pada ibu hamil menurut

American Association for the Study of Liver Disease Practice Guidelines Committee

ditampilkan pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Pengobatan Hepatitis B pada kehamilan (12)

Page 11
2.5.2 Pada Saat Persalinan

Persalinan pengidap VHB tanpa infeksi akut tidak berbeda dengan penanganan persalinan

umumnya.(13)

 Pada infeksi akut VHB dan adanya hepatitis fulminan persalinan pervaginam usahakan

dengan trauma sekecil mungkin dan rawat bersama dengan spesialis penyakit dalam

(spesialis hepatologi). Gejala hepatitis fulminan antara lain sangat ikterik, nyeri perut

kanan atas, kesadaran menurun, dan hasil pemeriksaan urin; warna seperti teh pekat,

Page 12
urobilin dan bilirubin positif, pada pemeriksaan darah selain urobilin dan bilirubin positif,

SGOT dan SGPT sangat tinggi biasanya diatas 1000.

 Pada ibu hamil dengan Viral Load tinggi dapat dipertimbangkan pemberian HBIG atau

lamivudin pada 1 – 2 bulan sebelum persalinan. Mengenai hal ini masih ada beberapa

pendapat yang menyatakan lamivudin tidak ada pengaruh pada bayi, tetapi ada yang

masih mengkhawatirkan pengaruh teratogenik obat tersebut.

 Persalinan sebaiknya jangan dibiarkan berlangsung lama, khususnya pada ibu dengan

HbsAg positif. Wong menyatakan persalinan berlangsung lebih dari 9 jam, sedangkan

Surya menyatakan persalinan berlangsung lebih dar 16 jam, sudah meningkatkan

kemungkinan penularan VHB intrauterin. Persalinan pada ibu hamil dengan titer VHB

tinggi (3,5 pg/ml) atau HbsAg positif, lebih baik seksio sesarea. Demikian juga jika

persalinan yang lebih dari 16 jam pada pasien pengidap HbsAg positif.(13)

2.5.3 Pada Masa Nifas

Menyusui bayi tidak merupakan masalah. Pada penelitian telah dibuktikan bahwa

penularan melalui saluran cerna membutuhkan titer virus yang jauh lebih tinggi dari

penularan parenteral.(13)

2.5.4 Pada Neonatus

Indonesia masih merupakan negara endemis tinggi untuk Hepatitis B, di dalam

populasi, angka prevalensi berkisar 7-10%. Pada ibu hamil yang menderita Hepatitis B,

transmisi vertikal dari ibu ke bayinya sangat mungkin terjadi, apalagi dengan hasil

pemeriksaan darah HbsAg positif untuk jangka waktu 6 bulan, atau tetap positif selama

kehamilan dan pada saat proses persalinan, maka risiko mendapat infeksi hepatitis kronis

Page 13
pada bayinya sebesar 80 sampai 95%. Perlu adanya komunikasi aktif antara ibu, dengan

dokter kandungan, dokter anak, atau dengan bidan penolong agar memanajemen terhadap

BBL dapat segera dimulai. (14)

Penanganan secara multidisipliner antara dokter spesialis penyakit dalam,

spesialis kebidanan & kandungan dan spesialis anak. Satu minggu sebelum taksiran

partus, dokter spesialis anak mengusahakan vaksin hepatitis B rekombinan dan

imunoglobulin hepatitis B. Pada saat partus, dokter spesialis anak ikut mendampingi,

apabila ibu hamil ingin persalinan diltolong bidan, hendaknya bidan diberitahukan

masalah ibu tersebut, agar bidan dapat juga memberikan imunisasi yang diperlukan. Ibu

yang menderita hepatitis akut atau test serologis HBsAg positif, dapat menularkan

hepatitis B pada bayinya. (14)

 Berikan dosis awal Vaksin Hepatitis B (VHB) 0,5 ml segera setelah lahir, seyogyanya

dalam 12 jam sesudah lahir disusul dosis ke-2, dan ke-3 sesuai dengan jadwal imunisasi

hepatitis.

 Bila tersedia pada saat yang sama beri Imunoglobulin Hepatitis B 200 IU IM (0,5 ml)

disuntikkan pada paha yang lainnya, dalam waktu 24 jam sesudah lahir (sebaiknya dalam

waktu 12 jam setelah bayi lahir).

Mengingat mahalnya harga immunoglobulin hepatitis B, maka bila orang tua tidak

mempunyai biaya, dilandaskan pada beberapa penelitian, pembelian HBIg tersebut tidak

dipaksakan. Dengan catatan, imunisai aktif hepatitis B tetap diberikan secepatnya.

 Yakinkan ibu untuk tetap menyusui dengan ASI, apabila vaksin diatas sudah diberikan

(Rekomendasi CDC), tapi apabila ada luka pada puting susu dan ibu mengalami Hepatitis

Akut, sebaiknya tidak diberikan ASI. (14)

Page 14
Tatalaksana khusus sesudah periode perinatal :

a. Dilakukan pemeriksaan anti HBs dan HBsAg berkala pada usia 7 bulan (satu bulan setelah

penyuntikan vaksin hepatitis B ketiga) 1, 3, 5 tahun dan selanjutnya setiap 1 tahun.

1) Bila pada usia 7 bulan tersebut anti HBs positif, dilakukan pemeriksaan ulang anti HBs

dan HBsAg pada usia 1, 3, 5 dan 10 tahun.

2) Bila anti HBs dan HBsAg negatif, diberikan satu kali tambahan dosis vaksinasi dan satu

bulan kemudian diulang pemeriksaan anti HBs. Bila anti HBs positif, dilakukan

pemeriksaan yang sama pada usia 1, 3, dan 5 tahun seperti pada butir a.

3) Bila pasca vaksinasi tambahan tersebut anti HBs dan HBsAg tetap negatif, bayi

dinyatakan sebagai non responders dan memerlukan pemeriksaan lanjutan yang tidak

akan dibahas pada makalah ini karena terlalu teknis.

4) Bila pada usia 7 bulan anti HBs negatif dan HBsAg positif, dilakukan pemeriksaan

HBsAg ulangan 6 bulan kemudian. Bila masih positif, dianggap sebagai hepatitis kronis

dan dilakukan pemeriksaan SGOT/PT, USG hati, alfa feto protein, dan HBsAg, idealnya

disertai dengan pemeriksaan VHB-DNA setiap 1-2 tahun.

b. Bila HBsAg positif selama 6 bulan, dilakukan pemeriksaan SGOT/PT setiap 2-3 bulan. Bila

SGOT/PT meningkat pada lebih dari 2 kali pemeriksaan dengan interval waktu 2-3 bulan,

pertimbangkan terapi anti virus. (14)

2.6 Pengaruh Terhadap Kehamilan dan Bayi

Dilaporkan 10-20 % ibu hamil dengan HBsAg positif yang tidak mendapatkan

imunoprofilaksis menularkan virus pada neonatusnya dan ± 90 % wanita hamil dengan

seropositif untuk HBsAg dan HBeAg menularkan virus secara vertikel kepada janinnya dengan

Page 15
insiden ± 10 % pada trimester I dan 80-90% pada trimester III. Adapun faktor predisposisi

terjadinya transmisi vertikal adalah:

1. Titer DNA VHB yang tinggi

2. Terjadinya infeksi akut pada trimester III

3. Pada partus memanjang yaitu lebih dari 9 jam(14)

Sedangkan ± 90 % janin yang terinfeksi akan menjadi kronis dan mempunyai

risiko kematian akibat sirosis atau kanker hati sebesar 15-25 % pada usia dewasa

nantinya. Infeksi VHB tidak menunjukkan efek teratogenik tapi mengakibatkan insiden

Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR ) dan Prematuritas yang lebih tinggi diantara ibu

hamil yang terkena infeksi akut selama kehamilan. Dalam suatu studi pada infeksi

hepatitis akut pada ibu hamil (tipe B atau non B) menunjukkan tidak ada pengaruh

terhadap kejadian malformasi kongenital, lahir mati atau stillbirth, abortus, ataupun

malnutrisi intrauterine. Pada wanita dengan karier VHB tidak akan mempengaruhi

janinnya, tapi bayi dapat terinfeksi pada saat persalinan (baik pervaginam maupun

perabdominal) atau melalui ASI atau kontak dengan karier pada tahun pertama dan kedua

kehidupannya. Pada bayi yang tidak divaksinasi dengan ibu karier mempunyai

kesempatan sampai 40 % terinfeksi VHB selama 18 bulan pertama kehidupannya dan

sampai 40% menjadi karier jangka panjang dengan risiko sirosis dan kanker hepar

dikemudian harinya. (14)

Ibu hamil yang karier VHB dianjurkan untuk memberikan bayinya Imunoglobulin

Hepatitis B (HBIg) sesegera mungkin setelah lahir dalam waktu 12 jam sebelum disusui

untuk pertama kalinya dan sebaiknya vaksinasi VHB diberikan dalam 7 hari setelah lahir.

Page 16
Imunoglobulin merupakan produk darah yang diambil dari darah donor yang memberikan

imunitas sementara terhadap VHB sampai vaksinasi VHB memberikan efek. Vaksin

hepatitis B kedua diberikan sekitar 1 bulan kemudian dan vaksinasi ketiga setelah 6 bulan

dari vaksinasi pertama.(14)

Tes hepatitis B terhadap HBsAg dianjurkan pada semua wanita hamil pada saat

kunjungan antenatal pertama atau pada wanita yang akan melahirkan tapi belum pernah

diperiksa HbsAg-nya. Lebih dari 90 % wanita ditemukan HbsAg positif pada skreening

rutin yang menjadi karier VHB. Tetapi pemeriksaan rutin wanita hamil tua untuk

skreening tidak dianjurkan kecuali pada kasus-kasus tertentu seperti pernah menderita

hepatitis akut, riwayat tereksposure dengan hepatitis, atau mempunyai kebiasaan yang

berisiko tinggi untuk tertular seperti penyalahgunaan obat-obatan parenteral selama

hamil, maka test HbsAg dapat dilakukan pada trimester III kehamilan. HbsAg yang

positif tanpa IgM anti HBc menunjukkan infeksi kronis sehingga bayinya harus mendapat

HBIg dan vaksin VHB.(14)

BAB III

LAPORAN KASUS

I. Identitas

Nama : Ny. Yuna Ataupah

Page 17
Umur : 32 Tahun

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Soe

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

MRS : 10 Juli 2015 Pkl. 23.58 WITA

II. Anamnesis

Keluhan Utama : mata kuning

Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke RSUD Prof. W.Z Yohanes

melalui triase membawa rujukan dari RSUD Soe dengan diagnosa G3P2A0 AH2, 32-33

minggu, J/T/H + hiperbilirubinemia ec. Hepatitis B Viral Infection.

Pasien mengaku awalnya mata pasien berwarna kuning secara tiba-tiba sejak + 1

minggu SMRS yang disertai dengan demam. Selain itu, pasien juga merasa badannya

lemas serta kedua kakinya membengkak. Pasien juga mengaku saat BAK, urinnya

berwarna kuning pekat seperti warna teh, sedangkan BAB-nya normal seperti biasa.

Riwayat penyakit dahulu :-

Riwayat Obstetri :

HPHT : 3-10-2014

TP : 10-07-2015

UK : 40-41 minggu

Riwayat ANC : 2 Kali di Pustu

Riwayat persalinan :

Page 18
1. Tunggal : Aterm/Spontan/Rumah/Dukun/Laki-laki/2010/BB?gram/Sehat

2. Gemeli :

 Rumah/ dukun/ 2011/ Aterm/ Spontan /Laki-laki /BB?gram / Meninggal

 Rumah sakit/ bidan/ 2011/ Aterm/ Spontan /Laki-laki /1900gram/Sehat

III. Pemeriksaan Fisik

Kesadaran : Compos Mentis

TD : 110/ 70 mmHg

N : 88 x/menit

S : 36,8

RR : 19 x/menit

Mata : Conjungtiva pucat -/-, Sklera ikterik +/+

Leher : struma (-), pembesaran KGB (-)

Cor : S1S2 reg, murmur(-), gallop (-)

Pulmo : BN Vesiculer +/+, rhonki -/- , wheezing -/-

Abd :

L1 : TFU 2 jari bpx (29 cm)

L2 : punggung kanan

L3 : Letak kepala

L4 : kepala belum masuk pintu atas panggul

DJJ : 135 x/menit

Ekstremitas : akral hangat, edema +/+ pada ekstremitas bawah

VT : V/V tidak ada kelainan, portio tebal, pembukaan negatif, kantong ketuban utuh.

Page 19
IV. Pemeriksaan Penunjang

11/07/2015 03/08/2015
(kontrol poli)
Darah Lengkap
RBC 4,37 x 106/uL 4,57 x 106/uL
HGB 9,8 g/dL 12,0 g/dL
HCT 31,7 % 37,7 %
MCV 72,5 fl 82,5 fl
MCH 22,4 pg 26,3 pg
WBC 12,13 x 103/uL 5,94 x 103/uL
PLT 247 x 103/uL 355 x 103/uL
Kimia Darah
Cl 111 mmol/L
Albumin 2,3 mg/L
SGPT 95 U/L
SGOT 91 U/L
HbSAg Positif
Kimia Urin Lengkap
Berat Jenis 1.025
pH 6.0
Leukosit Negatif
Nitrit Positif
Protein (+) 1
Glukosa Negatif
Keton Negatif
Urobilinogen Negatif
Bilirubin (+) 3
Eritrosit Negatif

Page 20
USG tgl 13 Juli 2015

Hasil :

 Janin tunggal hidup

 Air ketuban cukup

 Plasenta menutupi OUI

 Usia gestasi 31 minggu

Kesimpulan : Plasenta Previa Totalis

V. Diagnosa

G3P2A0 AH2, 31-32 minggu, J/T/H + plasenta previa totalis + Hepatitis B Viral Infection

Page 21
VI. Penatalaksanaan Selama Perawatan di RS

Tanggal Perjalanan penyakit Instruksi


11/07/15 S/ mata kuning, kaki bengkak, urin warna teh P/
pekat, rasa panas dalam. Observasi
O/ Kesadaran : Compos Mentis Rencana USG
TD : 110/60 mmHg Dexa 2 x 6 mg (2 hari)
N : 80 x/menit Konsul interna
S : 36,5
RR : 24 x/menit
Mata : Conjungtiva pucat -/-, Sklera ikterik +/+
Cor : S1S2 reg, murmur(-), gallop (-)
Pulmo : BN Ves +/+, rhonki -/- , wheezing -/-
Abd : cembung, striae (+)
L1 : TFU 2 jari bpx (29 cm)

L2 : punggung kanan

L3 : Letak kepala

L4 : kepala belum masuk pintu atas

panggul

DJJ : 135 x/menit


Ekstremitas = edema pada tungkai bawah +/+
A/ G3P2A0 AH2, 31-32 minggu, J/T/H +
Hepatitis B Viral Infection

Page 22
12/07/15 S/ nyeri kepala, nyeri pinggang, urin warna teh P/
pekat Dexa 2 x 6 mg (hari II)
O/ Kesadaran : Compos Mentis Pro USG besok
TD : 130/ 90 mmHg
N : 81 x/menit
S : 36,7
RR : 20 x/menit
Mata : Conjungtiva pucat -/-, Sklera ikterik +/+
Cor : S1S2 reg, murmur(-), gallop (-)
Pulmo : BN Ves +/+, rhonki -/- , wheezing -/-
Abd : cembung, striae (+)
L1 : TFU 2 jari bpx (29 cm)

L2 : punggung kanan

L3 : Letak kepala

L4 : kepala belum masuk PAP

Ektremitas bawah edema +/+


A/ G3P2A0 AH2, 31-32 minggu, J/T/H +
Hepatitis B Viral Infection

Page 23
13/07/15 S/ nyeri pinggang, BAK cokelat tua P/
O/ Kesadaran : Compos Mentis Dexa 2 x 6 mg (hari III)
TD : 130/ 90 mmHg USG hari ini
N : 86 x/menit
S : 36,4
RR : 20 x/menit
Mata : Conjungtiva pucat -/-, Sklera ikterik +/+
Cor : S1S2 reg, murmur(-), gallop (-)
Pulmo : BN Ves +/+, rhonki -/- , wheezing -/-
Abd : Abd : cembung, striae (+)
L1 : TFU 2 jari bpx (29 cm)

L2 : punggung kanan

L3 : Letak kepala

L4 : kepala belum masuk PAP

Ektremitas bawah edema +/+

A/ G3P2A0 AH2, 31-32 minggu, J/T/H +

Hepatitis B Viral Infection


18/07/201 S/ Pasien partus spontan di ruang bersalin.
5 Lahir bayi perempuan dengan BB 1900
gram, panjang badan 36 cm, A/S 8/9, bayi
dirawat di NHCU karena BBLR.

Page 24
01/08/201 S/ tidak ada keluhan P/
5 O/ Kesadaran : Compos Mentis Konsul interna
(Kontrol TD : 100/ 70 mmHg
Poliklinik) N : 78 x/menit
S : 36,7
RR : 20 x/menit
Mata : Conjungtiva pucat-/-, Sklera ikterik +/+
Cor : S1S2 reg, murmur(-), gallop (-)
Pulmo : BN Ves +/+, rhonki -/- , wheezing -/-
Abd : TFU 2 jari atas simpisis
A/ post partum spontan H-14 + Hepatitis B
Viral infection.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pemeriksaan Fisik

Pasien datang dengan keluhan mata yang berwarna kuning sejak + 1 minggu SMRS.

Pasien juga mengeluhkan urinnya berwarna seperti teh pekat. Kuning atau ikterik atau

jaundice dapat muncul pada fase ikterik dan akan jelas nampak secara klinis bila kadar

bilirubin total mencapai 20 hingga 40 mg/l. Ikterik ini dapat disertai dengan hepatomegali

atau splenomegali. Fase ikterik biasanya mulai dalam 10 hari Sekitar 4 hingga 12 minggu

kemudian, ikterik akan menghilang.(15)

Page 25
4.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium (HBsAg, SGOT, SGPT)

Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan hasil HBsAg pada pasien ini positif. HBsAg

mendeteksi protein pada permukaan virus hepatitis B. Jika hasilnya positif,

mengindikasikan bahwa orang tersebut terinfeksi virus hepatitis B (akut atau kronis).

Selain itu, didapatkan SGOT pada pasien ini sebesar 91 U/L dan SGPT pada pasien ini

sebesar 95 U/L. Dengan hasil pemeriksaan sebesar ini, mengindikasikan bahwa telah

terjadi kerusakan sel hepar (hepatocellular damage). Saat terjadi kerusakan pada sel-sel

hati, maka SGPT akan dilepaskan ke aliran darah dan sebagai tandanya, akan ditemukan

kadar yang melebihi normal yaitu 10-32 U/L (pada perempuan sekitar 9-24 U/L). (15)

4.2. Penatalaksanaan

Pasien ini baru mengeluhkan gejala matanya berwarna kuning + 1 minggu sebelum

masuk rumah sakit. Diketahui juga tidak ada riwayat penyakit dahulu. Bagi penderita

hepatitis B yang akut tidak ada terapi khusus dan spesifik. Pemberian terapi kortikosteroid

(dalam kasus ini adalah dexamethasone) hanya dapat digunakan untuk pasien dengan

hepatitis kronik aktif yang simptomatis, HBsAg negatif, dan memiliki lesi yang cukup

besar dari pemeriksaan histopatologi. Pada pasien, ini diberikan dexamethasone bertujuan

untuk pematangan paru janin, mengingat usia kehamilan yang baru 31-32 minggu. Terapi

untuk hepatitis B akut cukup dengan terapi suportif yaitu dengan keseimbangan nutrisi

yang cukup. Obat antiviral yang spesifik seperti lamivudine, dapat diberikan namun obat

ini belum dievaluasi untuk pengobatan hepatitis B akut. (15) Pada pasien ini, hanya diberikan

dexamethasone 2 x 6 mg. Pasien juga dikonsulkan ke ahli penyakit dalam namun belum

ada jawaban. Setelah beberapa hari dirawat di ruang rawat inap kelas 3, pasien

Page 26
diperbolehkan pulang untuk rawat jalan dan nanti akan dikonsulkan ke bagian penyakit

dalam melalui poliklinik. Setelah dua hari pasien di rumah, pasien datang lagi dengan

keluhan nyeri perut bagian bawah. Di ruang rawat inap, pasien mengalami pecah ketuban

dan kemudian dibawa ke ruang bersalin dan partus spontan (hasil USG plasenta previa

totalis  kesalahan pembacaan). Lahir bayi perempuan dengan BB 1900 gram, panjang

badan 36 cm, A/S 8/9, bayi dirawat di NHCU karena BBLR.

Perhatikan hal-hal berikut pada pasien yang hamil dengan infeksi hepatitis:

 Persalinan pervaginam diusahakan dengan trauma sekecil mungkin dan rawat

bersama dengan spesialis penyakit dalam (spesialis hepatologi).

 Pada ibu hamil dengan Viral Load tinggi dapat dipertimbangkan pemberian HBIG

atau lamivudin pada 1 – 2 bulan sebelum persalinan. Mengenai hal ini masih ada

beberapa pendapat yang menyatakan lamivudin tidak ada pengaruh pada bayi,

tetapi ada yang masih mengkhawatirkan pengaruh teratogenik obat tersebut.

 Persalinan sebaiknya jangan dibiarkan berlangsung lama, khususnya pada ibu

dengan HbsAg positif. (Wong menyatakan persalinan berlangsung lebih dari 9

jam, sedangkan Surya menyatakan persalinan berlangsung lebih dar 16 jam) jika

berlangsung lama maka dapat meningkatkan kemungkinan penularan VHB

intrauterin.

 Persalinan pada ibu hamil dengan titer VHB tinggi (3,5 pg/ml) atau HbsAg

positif, lebih baik seksio sesarea. Demikian juga jika persalinan yang lebih dari

16 jam pada pasien pengidap HbsAg positif.(16)

Pada masa nifas, menyusui bayi bukan merupakan masalah. Pada penelitian telah

Page 27
dibuktikan bahwa penularan melalui saluran cerna membutuhkan titer virus yang jauh

lebih tinggi dari penularan parenteral.(13)

Untuk bayi yang lahir dari ibu dengan infeksi HBV, penanganan secara

multidisipliner antara dokter spesialis penyakit dalam, spesialis kebidanan & kandungan

dan spesialis anak. Satu minggu sebelum taksiran partus, sebaiknya dokter spesialis anak

mengusahakan vaksin hepatitis B rekombinan dan imunoglobulin hepatitis B. Pada saat

partus, dokter spesialis anak ikut mendampingi, apabila ibu hamil ingin persalinan

diltolong bidan, hendaknya bidan diberitahukan masalah ibu tersebut, agar bidan dapat

juga memberikan imunisasi yang diperlukan. Ibu yang menderita hepatitis akut atau test

serologis HBsAg positif, dapat menularkan hepatitis B pada bayinya.

 Berikan dosis awal Vaksin Hepatitis B (VHB) 0,5 ml segera setelah lahir, seyogyanya

dalam 12 jam sesudah lahir disusul dosis ke-2, dan ke-3 sesuai dengan jadwal imunisasi

hepatitis.

 Bila tersedia pada saat yang sama beri Imunoglobulin Hepatitis B 200 IU IM (0,5 ml)

disuntikkan pada paha yang lainnya, dalam waktu 24 jam sesudah lahir (sebaiknya dalam

waktu 12 jam setelah bayi lahir).

Mengingat mahalnya harga immunoglobulin hepatitis B, maka bila orang tua tidak

mempunyai biaya, dilandaskan pada beberapa penelitian, pembelian HBIg tersebut tidak

dipaksakan. Dengan catatan, imunisai aktif hepatitis B tetap diberikan secepatnya.

 Yakinkan ibu untuk tetap menyusui dengan ASI, apabila vaksin diatas sudah diberikan

(Rekomendasi CDC), tapi apabila ada luka pada puting susu dan ibu mengalami Hepatitis

Akut, sebaiknya tidak diberikan ASI.

Tatalaksana khusus sesudah periode perinatal :

Page 28
 Dilakukan pemeriksaan anti HBs dan HBsAg berkala pada usia 7 bulan

(satu bulan setelah penyuntikan vaksin hepatitis B ketiga) 1, 3, 5 tahun dan selanjutnya

setiap 1 tahun.

 Bila pada usia 7 bulan tersebut anti HBs positif, dilakukan pemeriksaan

ulang anti HBs dan HBsAg pada usia 1, 3, 5 dan 10 tahun.

 Bila anti HBs dan HBsAg negatif, diberikan satu kali tambahan dosis

vaksinasi dan satu bulan kemudian diulang pemeriksaan anti HBs. Bila anti HBs positif,

dilakukan pemeriksaan yang sama pada usia 1, 3, dan 5 tahun seperti pada butir

 Bila pasca vaksinasi tambahan tersebut anti HBs dan HBsAg tetap negatif,

bayi dinyatakan sebagai non responders dan memerlukan pemeriksaan lanjutan yang tidak

akan dibahas pada makalah ini karena terlalu teknis.

 Bila pada usia 7 bulan anti HBs negatif dan HBsAg positif, dilakukan

pemeriksaan HBsAg ulangan 6 bulan kemudian. Bila masih positif, dianggap sebagai

hepatitis kronis dan dilakukan pemeriksaan SGOT/PT, USG hati, alfa feto protein, dan

HBsAg, idealnya disertai dengan pemeriksaan VHB-DNA setiap 1-2 tahun.

 Bila HBsAg positif selama 6 bulan, dilakukan pemeriksaan SGOT/PT setiap

2-3 bulan. Bila SGOT/PT meningkat pada lebih dari 2 kali pemeriksaan dengan interval

waktu 2-3 bulan, pertimbangkan terapi anti virus.

Page 29
BAB V

KESIMPULAN

 Seorang wanita 32 tahun datang ke RS membawa rujukan dari RSUD Soe

dengan diagnosa G3P2A0 AH2, 32-33 minggu, J/T/H + hiperbilirubinemia ec. Hepatitis

B Viral Infection. Pasien mengaku awalnya mata pasien berwarna kuning secara tiba-tiba

sejak + 1 minggu SMRS yang disertai dengan demam.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan sklera ikterik dan pasien dalam keadaan hamil

anak ketiga dengan tinggi fundus uteri sebesar 29 cm dan kepala janin belum masuk pintu

atas panggul.

Selama dirawat di RS, pasien mendapatkan penanganan yang kurang sesuai. Pasien juga

dikonsulkan ke bagian penyakit dalam untuk ditangani lebih lanjut, namun belum ada jawaban.

Page 30
Setelah beberapa hari dirawat di ruang rawat inap kelas 3, pasien diperbolehkan pulang untuk

rawat jalan dan nanti akan dikonsulkan ke bagian penyakit dalam melalui poliklinik. Setelah dua

hari pasien di rumah, pasien datang lagi dengan keluhan nyeri perut bagian bawah. Di ruang

rawat inap, pasien mengalami pecah ketuban dan kemudian dibawa ke ruang bersalin dan partus

spontan (hasil USG plasenta previa totalis  kesalahan pembacaan). Lahir bayi perempuan

dengan BB 1900 gram, panjang badan 36 cm, A/S 8/9, bayi dirawat di NHCU karena BBLR.

DAFTAR PUSTAKA

1. Navabaksh B. Hepatitis B Virus Infection During Pregnancy : Transmission and


Prevention. Iran: Midle East Journal of Digestive Diseases; 2011. p. 92-102.

2. Khakhkhar Vipul. Sero-Prevalence of Hepatitis B Amongst Pregnant Women Attending


the Antenatal Clinic of a Tertiary Care Hospital, Jamnagar (Gujarat).Jamnagar:
National Journal of Medical Research; 2012. p. 362-65.

3. Olaitan AO. Prevalence of Hepatitis B Virus and Hepatitis C Virus in ante-natal patients
in Gwagwalada-Abuja, Nigeria. Nigeria: Deprtment of Biological Sciences; 2010. p. 48-
50

4. Indarso F. Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir yang Bermasalah. Surabaya; 2011.

5. Guidelines for the Prevention, Care and Treatment of Persons with Chronic Hepatitis B
Infection. World Health Organization. 2015.

Page 31
6. Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable Diseases. Centers for Disease
Control and Prevention. 2015. 13th edition. p. 149-74

7. Gerberding JL, Snider DE, Popovic T. A Comprehensive Immunization Strategy to


Eliminate Transmission of Hepatitis B Virus Infection in the United States. Cent. Dis.
Control Prev. 2005;54
8. Shiffman ML. Management of Acute Hepatitis B. Clin. Liver Dis. 2010;14:75–91

9. Tillmann HL, Zachou K, Dalekos GN. Management of Severe Acute to Fulminant


Hepatitis. Liver Int. 2011;1–10

10. Department of Health & Human Service. Center for Disease Control and Prevention,

Hepatitis B General Information. Cent. Dis. Control. 2010

11. Government of Western Australia. Department of Health. Women and Newborn Health
Service. King Edward Memorial Hospital. Antenatal Care Hepatitis B in Pregnancy.
Australia. 2015

12. Apuzzio J, Block JM, Cullison S, Cohen C, Leong SL, London WT, et al. Chronic
Hepatitis B in Pregnancy. Female Patient (Parsippany). 2012;37(April)

13. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014.
p. 906 – 907

14. Shiffman ML. Management of Acute Hepatitis B. Clin. Liver Dis. 2010;14:75–91

15. World Health Organization. Hepatitis B. 2002;2.

16. Giles ML, Grace R, Tai A, Michalak K, Walker SP. Prevention of Mother to Child
Transmission of Hepatitis B Virus During Pregnancy and The Puerperium. Aust. New

Page 32
Zeal. J. Obstet. Gynaecol. 2013

Page 33

Anda mungkin juga menyukai