Anda di halaman 1dari 40

KARAKTERISTIK KONSISTENSI TANAH PADA BERBAGAI

PENGGUNAAN LAHAN DI DESA BOJONG KONENG,


KECAMATAN BABAKAN MADANG, KABUPATEN BOGOR

ARUNG SAMUDERA DEWA RUCI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Karakteristik


Konsistensi Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan di Desa Bojong Koneng,
Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 18 Desember 2018

Arung Samudera Dewa Ruci


NIM A14130034
ABSTRAK
ARUNG SAMUDERA DEWA RUCI. Karakteristik Konsistensi Tanah Pada
Berbagai Penggunaan Lahan di Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan
Madang, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan
ENNI DWI WAHJUNIE.

Pengolahan tanah akan menghasilkan hubungan timbal balik antara tanah,


dalam hal ini sifat fisik dan mekanik tanah dengan alat dan mesin pertanian. Alat
dan mesin pertanian menyebabkan pengolahan tanah semakin cepat dan mudah.
Penggunaan lahan yang berbeda dapat mempengaruhi sifat fisik tanah, sehingga
konsistensi tanah di berbagai penggunaan lahan berbeda-beda. Tujuan dari
penelitian ini adalah mengkaji sifat-sifat fisik tanah yang mempengaruhi
konsistensi seperti bobot isi, tekstur, dan kadar bahan organik tanah serta
karakteristik konsistensi tanah pada lahan hutan sekunder, tegalan dan kebun
campuran. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2017 - Juni 2018 yang
terdiri dari pengamatan konsistensi di lapangan dan analisis sifat-sifat fisik tanah.
Pengamatan konsistensi lapang dilakukan di Desa Bojong Koneng, Kecamatan
Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Analisis sifat-sifat fisik tanah dilakukan di
Laboratorium Fisika Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam
penelitian ini, pengukuran konsistensi diukur secara kualitatif dan kuantitatif.
Pengukuran kualitatif dilakukan di lapang pada saat tanah dalam keadaan basah,
lembab, dan kering. Sedangkan pengukuran kuantitatif dilakukan di laboratorium
dengan menentukan batas mengalir, melekat, dan menggolek, sehingga dapat
diperoleh nilai jangka olah dan indeks plastisitas tanah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kadar bahan organik tanah pada hutan sekunder lebih tinggi
dibandingkan tegalan dan kebun campuran. Kandungan klei dan bobot isi di lahan
tegalan lebih tinggi dibandingkan hutan sekunder dan kebun campuran. Konsistensi
basah pada tegalan, kebun campuran, dan hutan sekunder masing-masing termasuk
dalam kriteria sangat lekat, lekat, dan agak lekat. Konsistensi lembab semua
penggunaan lahan termasuk kriteria teguh, kecuali tegalan yang masuk dalam
kriteria sangat teguh. Pada keadaan kering, konsistensi tanah pada lahan tegalan
sangat keras, sedangkan hutan sekunder dan kebun campuran termasuk dalam
kriteria keras. Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan jangka olah pada tanah
tegalan, kebun campuran, dan hutan sekunder masing-masing sebesar 5,75 %,
10,59%, dan 11,34 %. Rendahnya nilai jangka olah dikarenakan oleh pengolahan
yang intensif, sedangkan jangka olah tanah yang semakin kecil menyebabkan kadar
air tanah pada selang yang sempit semakin sulit untuk diolah. Indeks plastisitas
tanah pada tanah tegalan, kebun campuran dan hutan sekunder masing-masing
sebesar 21,49%, 17,33%, dan 16,03%. Tingginya nilai indeks plastisitas
dikarenakan oleh kandungan klei yang tinggi dan bahan organik yang rendah.
Berdasarkan pengukuran konsistensi, lahan tegalan paling sulit diolah, sedangkan
lahan hutan sekunder paling mudah diolah.

Kata kunci: Indeks plastisitas, jangka olah, konsistensi basah, konsistensi lembab,
dan konsistensi kering.
ABSTRACT

ARUNG SAMUDERA DEWA RUCI. Soil Consistency Characteristic on Various


Land Use in Bojong Koneng Village, Babakan Madang District, Bogor Regency.
Supervised by DWI PUTRO TEJO BASKORO and ENNI DWI WAHJUNIE.

Agricultural soil tillage creates recripocal relationships between soil


(physical and mechanical characteristics) and also agricultural machineries and
tools. Agricultural machineries and tools makes soil tillage faster and easier. Land
use differences could influence soil physical characteristics, thus led to soil
consistency differences. This research aimed to study soil physical characteristics
that influenced consistency such as bulk density, particle density, texture, soil
organic matter content, and also soil consistency characteristics in secondary forest,
dry field, and mixed garden. This research was conducted on December 2017 – June
2018 that consisted of on-field consistency observation and soil physical
characteristics analysis. On-field consistency observation was performed in Bojong
Koneng Village, Babakan Madang District, Bogor Regency. Soil physical
characteristics was performed in Soil Physics Laboratory, Faculty of Agriculture,
Bogor Agricultural University. In this research, consistency measurement was
conducted with qualitative and quantitative method. Qualitative measurement was
performed in field for wet, moist, and dry.condition. Quantitative measurement was
performed in laboratory through liquid, plastic, and shrinkage limit, thus resulted in
soil plasticity index. The research results showed that soil organic matter content,
total porosity, agreggate stability in secondary forest were higher than dry field and
mixed-garden. Clay content and bulk density of dry field were higher than
secondary forest and mixed-garden. Wet consistency of dry field, mixed-garden,
and secondary forest were classified as very sticky, stick, and slightly sticky. Moist
consistency of all land use were tough, except dry field which classified as very
tough. In dry condition, soil consistency of dry field was very hard, meanwhile
secondary forest and mixed-garden were hard. Research results showed that tillage
range of dry field, mixed-garden, and secondary forest were following 5.75 %,
10.59%, dan 11.34 %. Intensive land utilization caused low tillage range value, thus
lower tillage range value made soil tillage become harder. Plasticity index of dry
field, mixed-garden, and secondary forest were following 21.49%, 17.33%, dan
16.03%. High clay content and low organic matter content caused higher plasticity
index. Based on consistency measurement, dry field soil was hardest to utilize and
secondary forest was easiest.

Keywords : dry consistency, moist consistency, plasticity index, tillage range, and
wet consistency.
KARAKTERISTIK KONSISTENSI TANAH PADA BERBAGAI
PENGGUNAAN LAHAN DI DESA BOJONG KONENG,
KECAMATAN BABAKAN MADANG, KABUPATEN BOGOR

ARUNG SAMUDERA DEWA RUCI


A14140038

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2017 ini ialah pengaruh
penggunaan lahan, dengan judul “Karakteristik Konsistensi Tanah pada Berbagai
Penggunaan Lahan di Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang,
Kabupaten Bogor”. Skripsi ini dapat diselesaikan karena bantuan dari beberapa
pihak, maka saya megucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc dan Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, MSi
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengetahuan dan
arahan hingga skripsi ini selesai.
2. Ir Wahyu Purwakusuma, MSc selaku dosen penguji skripsi atas saran dan
arahan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
3. Staff bagian Konservasi Tanah dan Air, staff bagian Kimia dan
Kesuburan Tanah dan Staff bagian Pengembangan Sumberdaya Fisik
Lahan atas bantuan dan dukungannya.
4. Kedua orang tua dan kedua saudara yang selalu memberikan doa restu
dan kasih sayangnya.
5. Sahabat terbaik Deva, Hadrian, Jalu, Zamil, Teguh, Ajri, Faisal, dan
Jauhar yang selalu memberikan semangat dan dukungan
6. Teman – teman Ilmu Tanah 50 dan 51 yang senantiasa membantu juga
memberikan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
7. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
penelitian dan penyusunan skripsi.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 18 Desember 2018

Arung Samudera Dewa Ruci


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
TINJAUAN PUSTAKA 2
Konsistensi 2
Angka-angka Atterberg 2
Indeks Plastisitas 3
Jangka Olah 4
Sifat-Sifat Fisik Tanah 4
Penggunaan Lahan 5
METODE 5
Tempat dan Waktu Penelitian 5
Bahan dan Alat 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Kondisi Umum Penggunaan Lahan 10
Sifat-sifat Fisik Tanah 11
Konsistensi Tanah 13
SIMPULAN DAN SARAN 22
Simpulan 22
Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 23
LAMPIRAN 24
RIWAYAT HIDUP 28
DAFTAR TABEL

1 Nilai angka-angka batas mengalir 3


2 Kriteria harkat angka-angka plastisitas tanah (Wirjodihardjo, 1953) 3
3 Kriteria harkat angka-angka jangka olah (Wirjodihardjo, 1953) 4
4 Penetapan sifat melekat (Soepardi, 1983) 7
5 Penetapan sifat plastis (Soepardi, 1983) 8
6 Penetapan konsistensi dalam keadaan lembab (Soepardi, 1983) 8
7 Penetapan konsistensi dalam keadaan kering (Soepardi, 1983) 9
8 Parameter pengamatan dan metode analisis 9
9 Tekstur pada berbagai penggunaan lahan 11
10 Nilai-nilai konsistensi tanah berbagai penggunaan lahan 14
11 Kriteria harkat angka-angka plastisitas di berbagai penggunaan lahan 16
12 Kriteria harkat jangka olah di berbagai penggunaan lahan 18
13 Penetapan konsistensi basah sifat melekat 20
14 Penetapan konsistensi basah sifat plastis 20
15 Penetapan konsistensi dalam keadaan lembab 21
16 Penetapan konsistensi dalam keadaan kering 21

DAFTAR GAMBAR

1. Casagrande dan alat penetapan batas mengalir 6


2. Hutan sekunder 10
3. Tegalan 10
4. Kebun campuran 11
5. Kadar bahan organik berbagai penggunaan lahan 12
6. Bobot isi berbagai penggunaan lahan 13
7. Korelasi antara sifat-sifat fisik lahan dengan batas mengalir 15
8. Korelasi antara sifat-sifat fisik lahan dengan indeks plastisitas 17
9. Korelasi antara sifat-sifat fisik lahan dengan jangka olah 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tekstur berbagai penggunaan lahan 24


2 Bobot isi, dan Bahan Organik. 24
3 Grafik batas mengalir pada berbagai penggunaan lahan 25
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengelolahan tanah akan menghasilkan hubungan timbal balik antara tanah,


dalam hal ini sifat fisik dan mekanik tanah dengan alat dan mesin pertanian. Alat
dan mesin pertanian menyebabkan pengolahan tanah semakin cepat dan mudah.
Pengolahan tanah diharapkan dapat menciptakan media tanam yang mendukung
pertumbuhan akar, sehingga mampu menyediakan air dan hara bagi tanaman
sekaligus menopang tubuh tanaman. Olah tanah intensif mampu mengendalikan
keberadaan gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Manfaat yang
diberikan dari pengolahan tanah diharapkan mampu meningkatkan produksi
tanaman. Di sisi lain, olah tanah intensif dan penggunaan alat mesin pertanian
dalam pengolahan tanah dapat mengakibatkan pemadatan tanah. Pemadatan ini
akan menyebabkan tanah semakin sulit diolah, sehingga dapat mengganggu
produktivitas tanaman. Pengelolaan lahan yang intensif dan budidaya monokultur
tidak mengindahkan pendaurulangan bahan organik dan rotasi tanaman. Menurut
Bergeret (1977), kondisi ini mengakibatkan tanah sulit diolah, hilangnya bahan
organik tanah, degradasi tanah, dan penurunan produktivitas lahan.
Pengolahan tanah jangka panjang dapat mempengaruhi konsistensi tanah.
Menurut Harjanto (2003), konsistensi adalah salah satu sifat fisik tanah yang
menggambarkan ketahanan tanah pada saat memperoleh gaya atau tekanan dari luar.
Dengan demikian, konsistensi tanah menggambarkan mudah tidaknya tanah untuk
diolah. Pengetahuan mengenai konsistensi tanah diharapkan dapat menjadi alat
bantu dalam upaya perbaikan kerusakan tanah, seperti pemadatan tanah akibat alat
dan mesin pertanian. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka
dilakukan penelitian untuk melihat pengaruh penggunaan lahan hutan, tegalan dan
kebun campuran terhadap sifat-sifat fisik tanah seperti, tekstur, kandungan bahan
organik, dan karakteristik konsistensi tanah.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:


1. Mengkaji karakteristik konsistensi tanah pada lahan hutan sekunder, tegalan
dan kebun campuran.
2. Mengkaji sifat-sifat fisik tanah yang mempengaruhi konsistensi tanah
seperti tekstur, bobot isi, dan bahan organik tanah.
2

TINJAUAN PUSTAKA

Konsistensi

Harjanto (2003) menyatakan bahwa konsistensi adalah salah satu sifat fisik
tanah yang menggambarkan ketahanan tanah pada saat memperoleh gaya atau
tekanan dari luar yang menggambarkan bekerjanya gaya kohesi (tarik menarik antar
partikel) dan adhesi (tarik menarik antar partikel dan air) dengan berbagai
kelembaban tanah. Penetapan konsistensi tanah dapat dilakukan dalam tiga kondisi,
yaitu: basah, lembab, dan kering. Konsistensi basah merupakan penetapan
konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah di atas kapasitas lapang (field
capacity). Konsistensi lembab merupakan penetapan konsistensi tanah pada kondisi
kadar air tanah kering udara. Konsistensi basah ditentukan dengan mudah tidaknya
tanah melekat pada jari (melekat atau tidak melekat) atau mudah tidaknya
membentuk bulatan dan kemampuanya mempertahankan bentuk tersebut (plastis
atau tidak plastis).
Menurut Baver (1956), konsistensi tanah dapat berubah-ubah dan
perubahannya berhubungan dengan kadar air yang terdapat dalam massa tanah.
Sifat ini dapat dirasakan pada waktu pengolahan tanah. Pada kadar air rendah, tanah
menjadi plastis dan sangat bergumpal karena pengaruh sementasi antar partikel-
partikel kering.

Angka-angka Atterberg

Batas-batas konsistensi juga disebut batas-batas Atterberg, yang merupakan


indeks kemampuan tanah untuk diolah (Sowers, 1961 dalam Black, Ensmeyer,
White, dan Clark, 1965). Selanjutnya dikemukakan juga bahwa batas-batas ini
didefinisikan sebagai kandungan air yang diperlukan untuk menghasilkan
konsistensi tertentu dan biasanya ditetapkan di laboratorium. Menurut Baver (1956)
angka-angka Atterberg atau konsistensi tanah dipengaruhi oleh sifat fisik tanah,
penggunaan lahan, dan aktivitas yang terjadi diatasnya. Konsistensi tanah dapat
berubah-ubah dan perubahanya berhubungan dengan kadar air yang terdapat dalam
massa tanah, tekstur, bahan organik, dan kadar koloid dalam tanah. Batas-batas
konsistensi yang mencerminkan sifat-sifat fisik tanah di atas adalah sebagai berikut.

Batas Mengalir
Atterberg (1912) dalam Baver et al., (1972) mengatakan bahwa batas
mengalir atau batas plastis atas merupakan keadaan tanah dengan kandungan air
tertentu yang akan mengalir jika diberi tekanan kecil. Tanah dengan nilai batas
mengalir yang tinggi berarti mempunyai daya menahan air yang tinggi. Nilai-nilai
batas mengalir tertera pada Tabel 1. Selanjutnya Sowers (1961) dalam Black et al.,
(1965) mengemukakan dalam istilah operasional batas mengalir didefinisikan
sebagai kandungan air dimana alur trapezoidal selebar 2 mm dengan tebal tanah 1
cm dalam mangkok khusus pada alat casagrande yang akan tertutup bila mangkok
diketukan 25 kali pada lempeng karet yang keras.
3

Tabel 1. Nilai angka-angka batas mengalir


Batas Mengalir (% air) Harkat
< 20 Sangat rendah
20 – 30 Rendah
31 – 45 Sedang
46 – 70 Tinggi
71 – 100 Sangat tinggi

Batas Melekat
Betas melekat merupakan kandungan air tanah ketika massa tanah berhenti
melekat pada logam (Tscheobotarioff, 1951). Menurut Sowers (1961) dalam Black
et al., (1965), batas melekat merupakan kandungan air dimana tanah tidak akan
lama melekat terhadap sendok baja yg digoreskan di atas permukaanya. Batas
melekat menunjukan kandungan air maksimum untuk pengolahan tanah pada kadar
air lebih tinggi tanah akan melekat pada alat-alat pertanian selama pengolahan tanah
(Baver et al., 1972).

Batas Menggolek
Batas menggolek atas atau batas plastis bawah adalah batas ketika
kandungan air tanah terendah ketika tanah mulai meremah bila digulung menjadi
benang-benang kecil yang berdiameter 3 mm (Black et al., 1965). Menurut Baver
et al. (1972), kandungan air pada batas menggolek tergantung jumlah dan sifat
bahan koloid yang ada dalam tanah. Selanjutnya Baver (1956) dan Baver et al.
(1972) mengatakan bahwa kadar air tanah sedikit di atas batas menggolek
menunjukan gaya kohesi antara pastikel-partikel tanah adalah maksimum.

Indeks Plastisitas

Wirjodihardjo (1953) dan Sowers (1961) dalam Black et al., (1965)


mengatakan indeks plastisitas menunjukan derajat keteguhan tanah, yaitu derajat
hubungan antara bagian-bagian tanah. Sifat ini disebut plastisitan, yaitu sifat yang
dapat dibentuk dan diubah bentuknya tanpa mengalami kerusakan. Selanjutnya
Sowers (1961) dalam Black et al., (1965) beserta Sudarmo dan Djojoprawiro
(1985) mengatakan indeks plastisitas dapat diukur dari perbedaan antara batas
mengalir dan batas menggolek.
Wirjodihardjo (1953) memberikan kriteria untuk menilai harkat plastisitas
tanah seperti yang disajikan pada Tabel 2. Makin besar perbedaan batas mengalir
dan batas menggolek, maka semakin tinggi pula batas plastisitas tanah tersebut dan
tanah itu sukar pecah ketika diubah bentuknya.

Tabel 2. Kriteria harkat angka-angka plastisitas tanah (Wirjodihardjo, 1953)


Angka Plastisitas Harkat
0–5 Sangat rendah
6 – 10 Rendah
11 – 17 Sedang
18 – 30 Tinggi
31 – 43 Sangat tinggi
> 43 Ekstrim tinggi
4

Jangka Olah

Jangka olah merupakan selisih antara batas melekat dan batas menggolek.
Jangka olah dapat digunakan untuk menentukan waktu pengolahan yang tepat,
sehingga tidak menimbulkan kerusakan yang ekstrim. Wirjodihardjo (1953)
berpendapat bahwa kadar air tanah untuk diolah harus diatas batas menggolek dan
dibawah batas melekat. Apabila pengolahan dilakukan pada kadar air di bawah
batas menggolek tanah menjadi keras, sedangkan kalau di atas batas melekat tanah
akan menjadi lumpur dan melekat pada alat pertanian. Sehubungan dengan hal
tersebut, Wirjodihardjo memberikan kriteria harkat jangka olah seperti yang
disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria harkat angka-angka jangka olah (Wirjodihardjo, 1953)


Angka Jangka Olah Harkat
1–3 Sangat rendah
4–8 Rendah
9 – 15 Sedang
16 – 25 Tinggi
26 – 40 Sangat tinggi
>40 Ekstrim tinggi

Sifat-Sifat Fisik Tanah

Tekstur
Tekstur merupakan salah satu sifat fisik tanah yang menentukan indeks
plastisitas tanah. Tekstur dan struktur mempengaruhi distribusi pori tanah yang
selanjutnya mempengaruhi kemampuan tanah menampung air dan proses hidrologi
lainnya (Asdak 2004). Tanah yang halus atau yang mempunyai luas permukaan
spesifik besar mempunyai kemampuan mengikat air lebih tinggi daripada tanah
berpasir atau yang mempunyai luas permukaan spesifik kecil. Hal ini dikarenakan
semakin kuat kemampuan tanah dalam mengikat air, maka semakin tinggi
kandungan liat dalam tanah sehingga tanah semakin padat (Kramer, 1983).

Bobot Isi
Bobot isi tanah merupakan nisbah bobot tanah dengan volume total tanah.
Bobot isi mempengaruhi keberagaman dan sebaran pori yang ada pada tanah.
Semakin tinggi bobot isi tanah, maka tanah semakin padat, sehingga memiliki
jumlah pori tanah yang rendah. Selain mempengaruhi pori yang ada pada tanah,
kepadatan tanah juga mempengaruhi pergerakan akar tanaman (Hardjowigeno
1985).

Bahan Organik
Buckman dan Brady (1969) mengatakan beberapa pengaruh bahan organik
di dalam tanah diantaranya adalah meningkatkan granulasi, menurunkan plastisitas
tanah, dan meningkatkan kemampuan tanah mengikat air. Menurut Greenland
(1985), bahan organik tanah akan menurunkan kekohesifan tanah, sehingga
menyebabkan indeks plastisitas tanah menjadi rendah.
5

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap


plastisitas tanah. Penggunaan lahan mempengaruhi sifat-sifat fisik tanah dan
tingginya aktivitas yang terjadi. Perbedaan vegetasi dan teknik pengolahan
mempengaruhi sifat-sifat tanah. Hardjowigeno (2007) menyatakan bahwa vegetasi
berperan menghalangi butir air hujan agar tidak langsung jatuh ke permukaan tanah,
sehingga kekuatan menghancurkan tanah berkurang, mengurangi aliran permukaan
dan meningkatkan infiltrasi tanah, sehingga indeks plastisitas tanah berkurang.
Penggunaan lahan mempengaruhi kadar bahan organik yang disumbangkan
dan juga distribusi pori yang ada pada tanah. Tanaman hutan menyumbangkan
serasah yang lebih banyak dibandingkan tanaman penggunaan lahan lainnya.
Serasah yang telah menjadi bahan organik merupakan sumber energi bagi
organisme tanah menyebabkan meningkatnya aktivitas organisme tanah
(Soedarsono 1982). Tingginya aktivitas organisme tanah dapat memperbaiki sifat-
sifat tanah.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2017 - Juni 2018. Penelitian
ini terdiri dari dua kegiatan, yaitu pengamatan konsistensi lapang, pengamatan
konsistensi di laboratorium, dan analisis sifat-sifat fisik tanah. Pengamatan
konsistensi lapang dilakukan di Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan
Madang, Kabupaten Bogor. Analisis sifat-sifat fisik tanah dan konsistensi tanah di
laboratotium dilakukan di Laboratorium Fisika Tanah, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah utuh, contoh
tanah terganggu, serta bahan-bahan kimia untuk analisis laboratorium. Alat yang
digunakan pada penelitian ini adalah satu set casagrande, sudip, botol semprot,
oven, cawan alumunium, lempeng kaca, palu, saringan tanah 2 mm, dan kertas
label. Bahan yang digunakan adalah bahan kimia untuk menetapkan kadar bahan
organik, alat tulis, kalkulator, timbangan digital dan komputer.

Metode Penelitian

Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan pada tiga penggunaan lahan dengan jenis tanah yang
sama yaitu podsolik hutan sekunder, kebun campuran, dan tegalan. Ketiga
penggunaan lahan tersebut berada di Desa Bojong Koneng Kecamatan Babakan
Madang.
Pada setiap penggunaan lahan ditetapkan sebanyak tiga titik lokasi sebagai
ulangan pengukuran dengan jarak 50 m antar titik lokasi. Penetapan titik lokasi pada
6

hutan sekunder dan kebun campuran berjarak 100 cm dari tanaman utama,
sedangkan pada tegalan berjarak 50 cm dari tanaman utama. Penentuan titik lokasi
ditentukan dengan sistem grid (garis lurus).
Pengambilan contoh tanah dilakukan pada setiap penggunaan lahan yang
terdiri dari contoh tanah utuh dan contoh tanah terganggu pada kedalaman 0-20cm
dan 20-40 cm. Contoh tanah utuh digunakan untuk menganalisis konsistensi tanah
dalam keadaan kering, lembab, basah, dan bobot isi. Contoh tanah terganggu
digunakan untuk menganalisis tekstur tanah, kandungan bahan organik, dan
penetapan konsistensi tanah.

Pengamatan Lapang
Pengukuran konsistensi tanah dalam keadaan basah dan lembab dilakukan
dengan mengambil contoh tanah utuh pada kedalaman 0-20cm dan 20-40cm
kemudian ditetapkan klasifikasinya sesuai dengan keriteria yang telah ditetapkan
oleh Soepardi (1983). Sedangkan konsistensi tanah dalam keadaan kering
dilakukan dengan mengambil contoh tanah utuh yang telah dikering udarakan
selama satu hari kemudian ditetapkan keriterianya.

Pengukuran Batas Mengalir


Pengukuran batas mengalir menggunakan mangkuk pengukur (casagrande,
Gambar 1). Butiran tanah kering udara hasil penyaringan yang berukuran ≤ 2 mm
sebanyak 100 g, kemudian campur dengan air destilasi, diaduk merata sehingga
tanah berbentuk pasta. Masukkan pasta tanah ke dalam mangkuk pada perangkat
ketuk. Permukaan tanah pada mangkuk diratakan agar ketebalan tanah pasta sekitar
13 mm, kemudian buatlah alur tegak lurus dengan permukaan mangkuk
menggunakan alat pembuat alur agar pasta tanah terbagi dua sama besar. Putar
engkol perangkat ketuk dengan kecepatan 2 ketuk per detik sampai alur tertutup
sebagian. Catat jumlah ketukan (N) untuk mencapai penutupan alur. Ambil pasta
yang telah diketuk, kemudian timbang, masukan ke dalam cawan alumunium,
selanjutnya masukan kedalam oven untuk mengetahui kadar airnya.

Gambar 1. Casagrande dan alat penetapan batas mengalir


7

Pengukuran Batas Melekat


Batas mengalir (sticky limit) adalah kandungan air tanah ketika massa tanah
mulai tidak melekat pada sudip nikel yang digoreskan. Hal pertama yang harus
dilakukan untuk menentukan batas melekat adalah ambil contoh tanah kering udara
berukuran < 2 mm sebanyak 15 g, lalu letakkan di atas lempeng kaca, kemudian
dicampur dengan air dan aduk merata dengan sudip nikel sampai tanah tidak
melekat pada sudip ketika digoreskan. Pindahkan tanah yang sudah tidak melekat
pada sudip ke cawan alumunium, timbang tanah, dan masukan ke dalam oven
dengan suhu 105˚C untuk di hitung kadar airnya.

Pengukuran Batas Menggolek


Batas menggolek atau plastis merupakan kadar air tanah pada batas
perubahan dari agak padat menjadi plastis pada tanah dalam bentuk benang remah
setebal 3,2 mm. Kadar air ini ditetapkan secara gravimetrik dalam persen.

Indeks Plastisitas
Indeks plastisitas merupakan selisih antara batas mengalir dengan batas
menggolek yang dihitung menggunakan persamaan.

IP = Batas Mengalir – Batas Menggolek

Jangka Olah
Jangka olah merupakan selisih antara batas melekat dengan batas
menggolek yang dihitung menggunakan persamaan.

JO = Batas Melekat – Batas Menggolek

Konsistensi Basah
Keadaan basah adalah keadaan ketika kandungan air tanah lebih besar dari
kapasitas lapang. Konsistensi dalam keadaan basah dinyatakan dalam dua sifat
yaitu sifat melekat dan sifat plastis (Soepardi, 1983).
Sifat melekat ditetapkan dengan memijat contoh tanah yang basah diantara
ibu jari dan telunjuk, kemudian ibu jari dan telunjuk direntangkan, lalu dinyatakan
sifat melekatnya menurut Tabel 5.

Tabel 4. Penetapan sifat melekat (Soepardi, 1983)


Nilai Sebutan Penjelasan
0 Tidak lekat Bila kedua jari direntangkan contoh tanah
terlepas dan jatuh.
1 Agak lekat Bila kedua jari direntangkan, sebagian kecil
contoh tanah tinggal melekat pada kedua jari.
2 Lekat Bila kedua jari direnggangkan, tanah tertinggal,
melekat dan terasa ada gaya yang melawan.
3 Sangat lekat Bila kedua jari direnggangkan, tanah melekat
sekali, tenaga renggang sangat besar

Soepardi (1983) menyatakan sifat plastis adalah sifat yang mudah dibentuk
menurut keinginan, namun tidak mudah patah. Untuk menetapkan sifat ini, ambil
8

dan pilin contoh tanah antara telunjuk dan ibu jari, sehingga membentuk pita.
Penetapan sifat plastis dengan memperhatikan Tabel 6.

Tabel 5. Penetapan sifat plastis (Soepardi, 1983)


Nilai Sebutan Penjelasan
0 Tidak plastis Tidak dapat dibentuk bulat atau pita
1 Agak Plastis Dapat dibentuk bulatan atau pita, tetapi mudah
sekali berubah bentuknya
2 Plastis Tanah dapat dibentuk bulatan atau pita.
Tekanan yang sedang dapat merubah bentuknya
dengan mudah
3 Sangat plastis Contoh tanah dapat dibentuk bulatan atau pita,
tetapi susah diubah bentuknya

Konsistensi Dalam Keadaan Lembab


Penetapan konsistensi dalam keadaan lembab dilakukan pada kandungan air
antara keadaan kering dan kapasitas lapang. Caranya adalah sebagai berikut :
genggam segumpal tanah yang lembab, lalu berikan tekanan antara jari-jari dan
telapak tangan. Tentukan konsistensinya menurut Tabel 7.

Tabel 6. Penetapan konsistensi dalam keadaan lembab (Soepardi, 1983)


Nilai Sebutan Penjelasan
0 Lepas Tanpa kohesi, tanah lepas bebas.
1 Sangat gembur Contoh tanah dapat dihancurkan dengan tekanan
tenaga yang sangat lembut.
2 Gembur Contoh tanah hancur dengan tekanan tenaga
lembut.
3 Teguh Contoh tanah hancur dengan tekanan tenaga
sedang.
4 Sangat teguh Contoh tanah hanya dapat dihancurkan dengan
tekanan yang kuat.
5 Ekstrim teguh Contoh tanah hancur setelah ditekan dengan
tenaga yang sangat kuat.

Konsistensi Dalam Keadaan Kering


Penetapan konsistensi dilakukan dengan cara mengambil tanah yang kering
patahkan dengan tangan (Soepardi, 1983). Penetapan sifat konsistensi tanah
tersebut menurut pedoman pada Tabel 8.
9

Tabel 7. Penetapan konsistensi dalam keadaan kering (Soepardi, 1983)


Nilai Sebutan Penjelasan
0 Lepas Tanpa kohesi, tanah lepas bebas
1 Lunak Dengan tekanan yang kecil tanah pecah menjadi
butir-butir.
2 Agak keras Dengan mudah dapat dihancurkan dalam
genggaman atau dengan telunjuk dan ibu jari.
3 Keras Dapat dihancurkan dengan tenaga sedang dalam
genggaman atau dengan telunjuk dan ibu jari.
4 Sangat keras Dapat dipecahkan dengan susah payah atau
memerlukan tenaga yang besar dalam
genggaman atau dengan telunjuk dan ibu jari.
5 Ekstrim keras Tidak dapat dihancurkan dalam genggaman.

Analisis Sifat-sifat Tanah


karakteristik fisik tanah berupa tekstur, bobot isi, dan konsistensi tanah.
Analisis karakteristik kimia tanah berupa kadar bahan organik tanah. Metode
analisis karakteristik fisik dan kimia tanah tersaji pada Tabel 9.

Tabel 8. Parameter pengamatan dan metode analisis


Parameter Sifat-sifat Tanah Metode Analisis
Bobot Isi Clod
Tekstur Pipet
Bahan organik Walkley & Black
Konsistensi Tanah Cassagrande

Pengolahan Data
Data karakteristik tanah antara lain tekstur, bobot isi, kadar bahan organik
dan konsistensi tanah pada beberapa penggunaan lahan dianalisis dengan
menggunakan Microsoft Office Excel. Konsistensi tanah batas mengalir juga dapat
dianalisis menggunakan rumus BM = θm(N/25)0,12 dimana BM= Batas Mengalir
tanah θm= Kadar air(Gravimetrik) N = Jumlah Ketukan. Data-data yang diperoleh
dilapang adalah konsistensi dalam keadaan basah, lembab, dan kering.
Uji korelasi Pearson yang menghubungkan konsistensi tanah dengan sifat-
sifat fisik tanah yang menunjukkan nilai korelasi -1 sampai 1 menandakan semakin
mendekati 1 atau -1, hubungannya semakin kuat, semakin mendekati 0 maka
hubungannya semakin lemah. Penafsiran nilai korelasi menurut (Sugiyono 2012)
tertera dibawah :
0,00 – 0,199 = korelasi sangat rendah
0,20 – 0,399 = korelasi rendah
0,40 – 0,599 = korelasi sedang
0,60 – 0,799 = korelasi kuat
0,80 – 1,000 = korelasi sangat kuat
10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penggunaan Lahan

Hutan Sekunder
Hutan sekunder merupakan suatu area yang didominasi berbagai jenis pohon
pada tingkat pertumbuhan maksimum yang meliputi hutan homogen dan hutan
heterogen (Sitorus 1989). Lokasi penelitian merupakan hutan sekunder yang
didominasi oleh pohon jati, pinus, serta tumbuhan penutup bawah seperti
melastoma, rerumputan, dan tanaman liar lainnya. Vegetasi yang rapat dan tinggi
menyebabkan serasah yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan penggunaan
lahan lainnya. Serasah yang disumbangkan dari sisa-sisa tumbuhan penutup
menjadi bahan organik tanah yang selanjutnya menjadi sumber energi bagi
organisme tanah, sehingga populasi dan aktivitasnya meningkat. Meningkatnya
aktivitas organisme tanah menyebabkan terbentuknya biopori, sehingga porositas
tanah meningkat. Tingginya bahan organik dan aktivitas perakaran vegetasi
diatasnya meningkatkan kelembaban tanah.

Gambar 2. Hutan sekunder

Tegalan
Tegalan merupakan suatu bentuk usaha tani tanaman semusim pada lahan
kering (Arsyad 2006). Tanaman yang terdapat pada lokasi ini adalah singkong.
Pengelolaan pada lahan ini cukup intensif. Hal tersebut terlihat dari pemberian
pupuk dan pengendalian gulma. Lahan ini tergolong miskin bahan organik. Hal ini
dikarenakan rendahnya jumlah serasah atau sisa tanaman singkong yang
disumbangkan terhadap tanah.

Gambar 3. Tegalan
11

Kebun Campuran
Kebun campuran merupakan suatu areal yang didalamnya terdapat
percampuran antara tanaman semusim (annual) dan tanaman tahunan (parennial)
pada suatu saat dan musim tertentu (Sitorus, 1989). Tanaman yang terdapat pada
lokasi penelitian adalah jati, pisang, dan singkong. Tumbuhan penutup yang ada
dibawahnya adalah rerumputan.

Gambar 4. Kebun campuran


Sifat-sifat Fisik Tanah

Sifat-sifat fisik tanah dipengaruhi oleh vegetasi dan teknik pengelolaan yang
ada pada lahan. Vegetasi memberikan serasah sebagai sumber bahan organik yang
mampu meningkatkan jangka olah tanah, sehingga mudah untuk diolah.
Pengolahan tanah yang intensif dan budidaya monokultur tanpa pendaurulangan
bahan organik dan rotasi tanaman mengakibatkan tanah sulit diolah. Oleh karena
itu, konsistensi tanah sangat erat kaitannya dengan sifat-sifat fisik yang ditimbulkan
akibat keberadaan vegetasi dan intensitas pengolahan tanah. Beberapa sifat fisik
yang mempengaruhi konsistensi adalah bobot isi tanah, kadar bahan organik,
tekstur, serta jenis dan tipe liat.

Tekstur
Tekstur mempengaruhi porositas yang ada pada tanah. Tekstur dan struktur
mempengaruhi penyebaran pori-pori pada tanah yang selanjutnya mempengaruhi
kemampuan tanah dalam mengikat air. Menurut Kramer (1983), kemampuan tanah
dalam mengikat air semakin tinggi seiring dengan meningkatnya kandungan klei
dalam tanah. Kandungan air di dalam tanah turut berpengaruh terhadap konsistensi
tanah. Tekstur di hutan sekunder, tegalan, dan kebun campuran disajikan dalam
Tabel 10.

Tabel 9. Tekstur pada berbagai penggunaan lahan


Pasir Debu Klei
Penggunaan Lahan Kedalaman (cm) Kelas Tekstur
(%) (%) (%)
0-20 8.36 35.79 55.84
Hutan Klei
20-40 9.35 26.40 64.24
0-20 13.89 24.67 61.42
Tegalan Klei
20-40 12.19 16.50 71.30
0-20 8.77 32.95 58.27
Kebun Campuran Klei
20-40 9.10 22.57 68.32
12

Tabel 10 menunjukkan ketiga penggunaan lahan memiliki kelas tekstur


yang sama yaitu klei. Hal tersebut karena tanah pada ketiga penggunaan lahan
memiliki bahan induk yang sama. Meskipun memiliki tekstur yang sama, tetapi
nilai fraksi klei ketiga penggunaan lahan berbeda (Lampiran 1). Pada lapisan 0-20
cm, fraksi klei tertinggi ditemukan pada lahan tegalan yaitu sebesar 61,72%, diikuti
dengan lahan kebun campuran sebesar 58,27%, dan hutan sekunder sebesar
55,84%. Pada lapisan 20-40 cm, fraksi klei tertinggi terdapat pada lahan tegalan
yaitu sebesar 71,30%, diikuti dengan lahan kebun campuran sebesar 68,32%, dan
hutan sekunder sebesar 64,24%. Tekstur merupakan salah satu sifat fisik tanah yang
menentukan indeks plastisitas tanah, semakin tinggi kandungan liat dalam tanah
maka nilai indeks plastisitas akan semakin tinggi.
Mineralogi tanah sangatlah memengaruhi tekstur tanah yang terbentuk,
salah satunya adalah mineral klei. Mineral klei tanah-tanah merah seperti Podsolik
Merah Kuning, Latosols, Lateritik, dan Mediteran Merah Kuning sering didominasi
oleh kaolinit (Prasetyo 2009). Hal yang sama juga ditemui pada tanah-tanah yang
memiliki bahan induk sedimen masam di Bogor (Subardja dan Sudarsono 2005).
Oleh karena itu, dapat diduga mineral klei pada tanah lokasi penelitian didominasi
oleh kaolinit. Mineral kaolinit tesusun dari 1 lembar Si-oktahedron dan 1 Al-
tetrahedron yang saling berikatan satu sama lain, sehingga mineral ini tergolong
mineral klei tipe 1:1 yang berakivitas rendah (Munir 1996). Tanah yang didominasi
kaolinit memiliki kapasitas tukar kation (KTK) rendah (3-15 cmol/kg) karena
rendahnya aktivitas substitusi isomorfik dan muatan permanen yang sedikit (Munir
1995; Prasetyo 2009). Dominasi kaolinit mengindikasikan tingkat pelapukan
intensif akibat pencucian basa-basa yang tinggi dengan lingkungan masam dan
drainase baik (Prasetyo 2009). Adanya dominasi mineral klei kaolinit inilah yang
menyebabkan kelas tekstur tanah ketiga jenis penggunaan lahan tergolong klei.

Kadar Bahan Organik


Vegetasi yang tumbuh memegang peranan penting dalam kadar bahan
organik tanah. Banyaknya sisa vegetasi yang telah mati dan melapuk akan
mempengaruhi kadar bahan organik tanah. Kadar bahan organik ketiga penggunaan
lahan ditampilkan pada Gambar 5.

3,5
3,03
3 2,61
2,53
Bahan organik (%)

2,38
2,5
1,95 1,94
2
1,5
1
0,5
0
Hutan sekunder tegalan kebun
campuran
kedalaman 0-20 cm kedalaman 20-40 cm

Gambar 5. Kadar bahan organik berbagai penggunaan lahan


13

Gambar diatas menunjukkan kadar bahan organik tiap penggunaan lahan


yang berbeda-beda. Kadar bahan organik di hutan sekunder sebesar 3,03%
(kedalaman 0-20 cm) dan 2,53% (kedalaman 20-40 cm). Kadar bahan organik di
tegalan sebesar 2,38% (kedalaman 0-20) dan 1,95% (kedalaman 20-40 cm). Di sisi
lain, kadar bahan organik kebun campuran sebesar 2,61% (kedalaman 0-20 cm) dan
1,70% (kedalaman 20-40 cm). Tegalan memiliki kadar bahan organik terendah
karena tanaman singkong menyumbangkan serasah ke dalam tanah dalam jumlah
yang sedikit. Berbeda dengan tegalan, lahan hutan memiliki kadar bahan organik
tertinggi karena memiliki vegetasi dengan tingkat keragaman dan kerapatan tajuk
yang tinggi, sehingga banyak menyumbangkan sisa-sisa tanaman yang selanjutnya
menjadi bahan organik tanah.
Bobot Isi (Bulk Density)
Nilai bobot isi pada tanah menggambarkan kondisi kepadatan tanah. Nilai
bobot isi ketiga penggunaan lahan ditampilkan pada Gambar 6.

1,4 1,2 1,22


1,2 1,091,14
0,930,98
Bobot isi (g/cm3)

1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
Hutan tegalan kebun
sekunder campuran

kedalaman 0-20 cm kedalaman 20-40 cm

Gambar 6. Bobot isi berbagai penggunaan lahan

Bobot isi lahan hutan sekunder, tegalan, dan kebun campuran pada
kedalaman 0-20 cm berturut-turut sebesar 0,93 g/cm3, 1,20 g/cm3, dan 1,09 g/cm3.
Sedangkan, bobot isi pada kedalaman 20-40 cm berturut-turut sebesar 0,98 g/cm3,
1,14 g/cm3, dan 1,22 g/cm3. Lahan tegalan memiliki bobot isi tertinggi dikarenakan
pengolahan yang lebih intensif dan lebih banyak pijakan kaki yang ditemukan
dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya. Hal tersebut menyebabkan
menurunnya pori tanah, sehingga bobot isi meningkat dan tanah menjadi lebih
padat. Bobot isi yang lebih rendah pada penggunaan lahan hutan sekunder
disebabkan oleh kadar bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan
lahan lainnya. Menurut Rachman et al. (2013), bahan organik dapat meningkatkan
aktivitas organisme tanah, serta mendorong pembentukan dan pemantapan agregat
tanah, sehingga menurunkan bobot isi dan menambah porositas tanah. Hal ini
menyebabkan tanah semakin gembur dan mudah diolah.

Konsistensi Tanah

Konsistensi tanah merupakan kombinasi sifat yang dipengaruhi oleh


kekuatan mengikat antar butir-butir tanah (Harjanto 2003). Pengamatan pada
konsistensi tanah meliputi pengamatan di lapangan dan laboratorium. Konsistensi
14

tanah yang diamati di lapang meliputi konsistensi dalam keadaan basah, lembab,
dan kering. Pengamatan konsistensi tanah di laboratorium meliputi pengamatan
terhadap kadar air batas mengalir, kadar air batas melekat, kadar air batas
menggolek, jangka olah tanah, dan indeks plastisitas tanah. Indeks plastisitas tanah
merupakan selisih antara batas mencair dan batas menggolek, sedangkan jangka
olah tanah merupakan selisih antara batas melekat dan batas menggolek.
Konsistensi dalam pertanian dapat digunakan sebagai parameter mudah-tidaknya
tanah untuk diolah. Hasil parameter konsistensi tanah tersaji dalam Tabel 12.

Tabel 10. Nilai-nilai konsistensi tanah berbagai penggunaan lahan


penggunaan Kedalaman Batas Batas Batas Jangka Indeks
Lahan Mengalir Melekat Menggolek Olah Plastisitas
(%KA)
Hutan 0-20 50,67 46,64 35,45 11,19 15,22
Sekunder 20-40 51,19 45,85 34,36 11,49 16,83
0-20 59,28 47,08 40,55 6,52 18,73
Tegalan
20-40 64,02 44,74 39,77 4,97 24,25
Kebun 0-20 55,04 49,95 39,18 10,77 15,86
Campuran 20-40 59,23 50,84 40,43 10,41 18,80

Batas Mengalir
Batas mengalir merupakan keadaan tanah dengan kandungan air tertentu yg
akan mengalir jika diberi tekanan kecil. Tanah dengan nilai batas mengalir yang
tinggi berarti mempunyai daya menahan air yang tinggi. Batas mengalir tiap
penggunaan lahan berbeda seperti yang ditunjukan pada Tabel 12.
Batas mengalir ditetapkan dengan menggunakan metode Cassagrande yang
kemudian diinterpolasi menggunakan Microsoft Office Excel berdasarkan hasil
persamaan dari titik pengambilan sampel (Lampiran 3). Batas mengalir di berbagai
penggunaan lahan berbeda-beda pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm. Pada
kedalaman 0-20 cm, batas mengalir tertinggi terdapat pada lahan tegalan yaitu
sebesar 59,28%, diikuti oleh lahan kebun campuran sebesar 55.04%, dan hutan
sekunder sebesar 50,67%. Pada kedalaman 20-40 cm, nilai batas mengalir tertinggi
terdapat pada lahan tegalan yaitu sebesar 64,02%, diikuti oleh lahan kebun
campuran sebesar 59,23%, dan lahan hutan sekunder sebesar 51,19%.
15

66 66
64 64
62
62
60
% Kadar Air

60
58

% Kadar Air
58 56
56 y = 0,65x + 15,45 54
y = 42,68x + 9,62
54 R² = 0,55 52
R² = 0,93
52 50
50 48
50 55 60 65 70 75 0,9 1 1,1 1,2 1,3

% Kadar Liat Bobot Isi (g/cm3)

66
64
62
60
58
% Kadar Air

56
54
52
y = -10,74x + 82,42
50
R² = 0,74
48
1,5 2 2,5 3 3,5
% Kadar Bahan Organik

Gambar 7. Korelasi antara sifat-sifat fisik tanah dengan batas mengalir


Kandungan liat memiliki korelasi cukup kuat dengan kadar air batas mengalir.
Hal ini menunjukkan semakin tinggi kandungan liat dalam tanah maka kadar air
batas mengalir tanah semakin tinggi (Gambar 7). Hal ini sesuai dengan pendapat
Wesley (1973) yang menyatakan bahwa klei menunjukan sifat plastisitas dan
kohesifitas. Kondisi ini menyebabkan bagian-bagian penyusun tanah akan saling
berikatan dan melekat, sehingga mempengaruhi nilai dari batas mengalir.
Kandungan liat yang lebih tinggi menyebabkan nilai batas mengalir pada lahan
tegalan lebih tinggi daripada penggunaan lahan lainnya (Lampiran 1 dan Tabel 12).
Hubungan korelasi kadar air batas mengalir dengan bobot isi tanah tergolong
dalam nilai korelasi sangat kuat (Gambar 7). Hal ini menunjukkan semakin tinggi
bobot isi maka ruang pori semakin rendah dan tanah semakin padat. Bobot isi tanah
yang tinggi menyebabkan tanah lebih mudah dalam mengikat air. Korelasi yang
kuat antara bobot isi dengan kadar air mengalir ditunjukkan dengan lahan tegalan
yang memiliki kadar air batas mengalir dan bobot isi tanah paling tinggi, sedangkan
hutan sekunder paling rendah (Lampiran 2 dan Tabel 12).
Kandungan bahan organik tanah memiliki korelasi yang kuat dengan kadar
air batas mengalir (Gambar 7). Hal ini menunjukkan semakin tinggi kandungan
bahan organik, maka sifat kekohesifan dalam tanah akan menurun, sehingga kadar
air batas mengalir ikut turun. Hanafiah (2007) menyatakan bahwa semakin tinggi
kandungan bahan organik, maka semakin remah struktur tanahnya. Struktur yang
remah menyebabkan tanah lebih mudah melalukan air, begitupun sebaliknya. Nilai
dari batas mengalir yang tinggi dipengaruhi oleh kandungan bahan organik
16

sebagaimana yang tertera pada Lampiran 2. Hutan sekunder memiliki kandungan


bahan organik tertinggi yaitu sebesar 3,03% pada kedalaman 0-20 cm dan 2,53%
pada kedalaman 20-40 cm, diikuti oleh lahan kebun campuran sebesar 2,61% (0-20
cm) dan 1,94% (20-40 cm), serta tegalan sebesar 2,34% (0-20 cm) dan 1,95% (20-
40 cm). Bahan organik tanah berperan penting terhadap perubahan karakteristik
sifat-sifat fisik tanah dan kohesifitas tanah. Tingginya bahan organik tanah akan
menurunkan kohesifitas tanah yang mengakibatkan tanah memiliki kemampuan
daya menahan air yang tinggi. Atterberg (1992) dalam Baver et al (1972)
mengemukakan bahwa tanah dengan batas mengalir yang tinggi mempunyai daya
menahan air yang tinggi.

Indeks Plastisitas
Indeks plastisitas menunjukan derajat keteguhan tanah, yaitu derajat
hubungan antara bagian-bagian tanah dan sifat ini disebut plastisitan. Plastisitas
adalah sifat yang dapat dibentuk dan diubah bentuknya tanpa mengalami kerusakan.
Nilai indeks plastisitas berbagai penggunaan lahan berbeda-beda disajikan pada
Tabel 14.

Tabel 11. Kriteria harkat angka-angka plastisitas di berbagai penggunaan lahan


penggunaan Indeks klasifikasi menurut
Kedalaman
Lahan Plastisitas (% air) Wirjodiharjo (1953)
Hutan 0-20 15,22 Sedang
Sekunder 20-40 16,83 Sedang
0-20 18,73 Tinggi
Tegalan
20-40 24,25 Tinggi
Kebun 0-20 15,86 Sedang
Campuran 20-40 18,80 Tinggi

Tabel diatas menunjukan indeks plastisitas berbagai penggunaan lahan yang


berbeda-beda pada kedalaman 0 – 20 cm dan 20 – 40 cm. Pada kedalaman 0 – 20
cm, indeks plastisitas tertinggi terdapat pada penggunaan lahan tegalan yaitu
sebesar 18,73% kadar air, diikuti oleh lahan kebun campuran sebesar 15,86% kadar
air, dan hutan sekunder sebesar 15,22% kadar air. Pada kedalaman 20 – 40 cm,
indeks plastisitas tertinggi terdapat pada penggunaan lahan tegalan yaitu sebesar
24,25% kadar air, diikuti oleh kebun campuran sebesar 18,80% kadar air, dan hutan
sekunder memiliki indeks plastisitas sebesar 16,83% kadar air.
17

26 26
24 24
22 22

% Kadar Air
% Kadar Air

20 20
18 18
16
16
14 y = 0,47x - 11,68
R² = 0,74 14 y = 21,77x - 5,66
12 R² = 0,62
12
10 0,9 1 1,1 1,2 1,3
55 60 65 70 75
% Liat Bobot Isi (g/cm3)

26

24

22
% Kadar Air

20

18
y = -6,37x + 33,62
16 R² = 0,66
14
1,6 2,1 2,6 3,1
% Bahan Organik

Gambar 8 Korelasi antara sifat-sifat fisik lahan dengan indeks plastisitas


Kandungan bahan organik tanah berkorelasi kuat terhadap indeks plastistitas
tanah (Gambar 8), namun nilainya negatif. Hal ini menunjukkan indeks plastisitas
semakin menurun seiring dengan meningkatnya kandungan bahan organik.
Menurut Greenland (1985), bahan organik tanah akan menurunkan kekohesifan
tanah, sehingga mengakibatkan indeks plastisitas tanah menjadi rendah. Proses ini
menyebabkan hutan sekunder memiliki indeks plastisitas lebih rendah
dibandingkan penggunaan lahan lainnya. Bahan organik yang lebih rendah pada
lapisan bawah juga menyebabkan indeks plastisitas pada kedalaman 20-40 cm lebih
tinggi daripada kedalaman 0-20 cm. Hal ini ditemui pada semua penggunaan lahan.
Selain bahan organik, kandungan klei akan meningkat seiring bertambahnya
kedalaman. Hal ini didukung oleh hasil uji korelasi yang menunjukkan bahwa
kandungan klei berkorelasi kuat terhadap indeks plastisitas (Gambar 8). Kandungan
klei bertambah sesuai dengan bertambahnya kedalaman pada semua penggunaan
lahan, sehingga indeks plastisitas pada kedalaman 20 – 40 cm lebih tinggi
dibandingkan kedalaman 0 – 20 cm. Wesley (1973) mengatakan bahwa kandungan
klei menggambarkan sifat plastisitas dan kohesifitas tanah. Melalui kohesi, bagian-
bagian penyusun tanah akan saling berikatan dan melekat satu sama lain. Hal ini
menyebabkan tanah semakin plastis. Dengan demikian, kandungan klei yang
semakin tinggi menyebabkan indeks plastisitasnya semakin meningkat.
Proses kohesi juga dipengaruhi oleh bobot isi tanah. Bobot isi yang lebih
tinggi menyebabkan kohesi semakin kuat, sehingga indeks plastisitasnya juga lebih
tinggi. Hal ini terlihat dari hasil uji korelasi yang menunjukkan korelasi yang kuat
18

antara bobot isi dengan indeks plastisitas (Gambar 8). Menurut klasifikasi indeks
plastisitas yang telah ditetapkan oleh Wijodihardjo (1953), hutan sekunder, kebun
campuran, dan tegalan pada lokasi penelitian tergolong dalam klasifikasi sedang
sampai tinggi.

Jangka Olah
Jangka olah merupakan selisih antara batas melekat dengan batas
menggolek. Jangka olah tanah merupakan selang kadar air tanah dalam keadaan
aman untuk dilakukan pengolahan tanah. Parameter ini digunakan untuk
menentukan waktu pengolahan yang tepat, sehingga tidak menimbulkan kerusakan
pada alat pertanian. Jangka olah pada berbagai penggunaan lahan berbeda-beda
seperti yang ditunjukan pada Tabel 15.

Tabel 12. Kriteria harkat jangka olah di berbagai penggunaan lahan

Penggunaan
Kedalaman Jangka klasifikasi menurut
Lahan Olah (% air) Wirjodiharjo (1953)
Hutan 0-20 8,13 Rendah
Sekunder 20-40 8,52 Rendah
Rataan 8,33 Rendah
0-20 19,44 Tinggi
Tegalan 20-40 19,73 Tinggi
Rataan 19,59 Tinggi
Kebun 0-20 12,36 Tinggi
Campuran 20-40 10,89 Tinggi
Rataan 11,63 Tinggi

Tabel 15 menunjukan jangka olah pada berbagai penggunaan lahan. Nilai dari
jangka olah berbeda-beda pada tiap penggunaan lahan dan kedalaman. Pada
kedalaman 0-20 cm, nilai jangka olah tertinggi terdapat pada lahan hutan yaitu
sebesar 11,19%, diikuti oleh lahan kebun campuran sebesar 10,77%, dan tegalan
sebesar 6,52%. Pada kedalaman 20-40 cm, lahan hutan memiliki nilai jangka olah
tertinggi yaitu sebesar 11,49%, diikuti oleh lahan kebun campuran sebesar 10,41%,
dan tegalan sebesar 4,97%. Rendahnya jangka olah pada tegalan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya tingginya kandungan klei dan kandungan pasir pada
lahan tegalan (Lampiran 1). Hal ini menyebabkan kohesifitas tanah lebih tinggi,
agregat tanah cenderung mudah lekat pada alat dan tanah akan sangat keras ketika
kering. Oleh karena itu, semakin kecil jangka olah maka tanah semakin sulit diolah
untuk memperoleh keadaan yang baik bagi pertumbuhan tanaman.
Kandungan bahan organik berpengaruh terhadap nilai jangka olah. Menurut
Greenland (1985), bahan organik tanah akan menurunkan kohesifitas tanah. Lahan
hutan sekunder memiliki kandungan bahan organik yang tinggi (Lampiran 2).
Tingginya bahan organik pada lahan hutan sekunder dapat memperbaiki struktur
tanah dan menurunkan bobot isi tanah, sehingga tanah lebih mudah untuk diolah.
Namun, hasil uji korelasi menunjukkan bahwa kandungan bahan organik hanya
memiliki korelasi yang sedang terhadap jangka olah tanah (Gambar 9). Dengan
demikian, pengaruh bahan organik terhadap jangka olah relatif tidak terlalu kuat
19

pada ketiga jenis penggunaan lahan.

12 13
11 12
10 11
9 10
% Kadar Air

% Kadar Air
8
8
7
7
6
6
5 y = -0,24x + 24,67 y = -19,46x + 30,63
5
R² = 0,27 R² = 0,69
4 4
55 60 65 70 75 0,9 1 1,1 1,2 1,3
% Liat Bobot Isi (g/cm3)
12
11
10
% Kadar Air

9
8
7
6
5 y = 3,76x + 0,17
R² = 0,32
4
1,8 2,3 2,8 3,3
% Bahan Organik

Gambar 9 Korelasi antara sifat-sifat fisik lahan dengan jangka olah


Hasil uji korelasi yang menunjukkan adanya pengaruh kandungan liat
terhadap jangka olah, meskipun korelasinya tidak terlalu kuat karena nilainya masih
tergolong rendah (Gambar 9). Tanah lokasi penelitian yang diduga didominasi oleh
kaolinit memiliki klei dengan aktivitas rendah. Klei beraktivitas rendah memiliki
stabilitas agregat yang rendah dibandingkan klei beraktivitas tinggi. Namun,
kondisi mengembang-mengerut pada klei beraktivitas tinggi dapat merusak agregat
tanah (Bronick dan Lal 2005). Hal ini menyebabkan tanah relatif lebih mudah
diolah dibandingkan tanah beraktivitas klei tinggi.
Berdasarkan hasil uji korelasi, bobot isi memiliki korelasi kuat terhadap
jangka olah tanah (Gambar 9). Hal ini tidak terlepas dari pengaruh bahan organik
dan kandungan klei di dalam tanah. Menurut Rachman et al (2013), bahan organik
dapat meningkatkan aktivitas organisme tanah serta mendorong pembentukan dan
pemantapan agregat tanah yang meningkatkan kegemburan tanah, sehingga
menurunkan bobot isi dan menambah porositas tanah. Sementara itu, kandungan
klei yang tinggi menyebabkan bobot isi tanah semakin tinggi karena kohesivitas
tanahnya semakin besar (Wesley 1973). Bobot isi yang lebih rendah pada lahan
dengan kandungan bahan organik tinggi seperti hutan sekunder menyebabkan
jangka olah tanah semakin tinggi, sehingga pengolahan tanah menjadi lebih mudah.
Hal sebaliknya terjadi pada tanah tegalan yang memiliki kangungan klei dan bobot
20

isi lebih tinggi (Lampiran 1 dan Lampiran 2), sehingga tanah semakin sulit diolah
Dengan demikian, bobot isi yang meningkat menyebabkan jangka olah tanah
semakin turun sebagaimana hasil uji korelasi yang menunjukkan arah kurva
menurun.

Konsistensi Dalam Keadaan Basah


Keadaan basah adalah keadaan ketika kandungan air tanah lebih besar dari
kapasitas lapang. Konsistensi dalam keadaan basah dinyatakan dalam dua sifat
yaitu sifat melekat dan sifat plastis. Nilai konsistensi basah berbeda-beda pada
berbagai penggunaan lahan, seperti yang disajikan pada Tabel 16 dan 17.

Tabel 13. Penetapan konsistensi basah sifat melekat


Penggunaan Kedalaman Kriteria
Penjelasan
Lahan (cm) (Soepardi 1983)
0-20 Sangat Lekat Bila kedua jari direnggangkan, tanah
Tegalan melekat sekali, tenaga renggang sangat
20-40 Sangat Lekat besar.
0-20 Lekat Bila kedua jari direnggangkan, tanah
Kebun
tertinggal, melekat dan terasa ada gaya
Campuran 20-40 Lekat yang melawan.
0-20 Agak Lekat Bila kedua jari direntangkan, sebagian
kecil contoh tanah tinggal melekat
pada kedua jari.
Hutan
20-40 Lekat Bila kedua jari direnggangkan, tanah
tertinggal, melekat dan terasa ada gaya
yang melawan.

Tabel diatas menunjukan sifat melekat berbagai penggunaan lahan pada


kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm. Pada penggunaan lahan tegalan dan kebun
campuran, perbedaan kriteria sifat melekat tidak dapat dibedakan pada kedalaman
0-20 cm dan 20-40 cm. Hal ini diduga karena tercampurnya bahan organik dengan
tanah pada kedua rentang kedalaman tersebut. Lain halnya dengan lahan hutan
sekunder yang dapat dibedakan antar kedalamannya. Hal ini dikarenakan bahan
organik di lapisan atas tanah hutan yang tinggi, sehingga terdapat perbedaan sifat
melekat yang lebih nyata.

Tabel 14. Penetapan konsistensi basah sifat plastis


Penggunaan Kedalaman Kriteria
Penjelasan
Lahan (cm) (Soepardi 1983)
0-20 Sangat Plastis Contoh tanah dapat dibentuk
Tegalan bulatan atau pita, tetapi susah
20-40 Sangat Plastis diubah bentuknya.
0-20 Plastis Tanah dapat dibentuk bulatan
Kebun atau pita. Tekanan yang sedang
Campuran 20-40 Plastis dapat merubah bentuknya dengan
mudah.
0-20 Plastis Tanah dapat dibentuk bulatan
atau pita. Tekanan yang sedang
Hutan
20-40 Plastis dapat merubah bentuknya dengan
mudah.
21

Tabel diatas menunjukan sifat plastis berbagai penggunaan lahan pada


kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm. Pada ketiga penggunaan lahan, penetapan sifat
plastis tidak dapat di bedakan antar kedalaman. Hal ini diduga karena penetapan
konsistensi basah sifat melekat bersifat kualitatif yang sangat ditentukan oleh
sensitifitas dan subjektivitas pengamat. Sifat tanah yang plastis menunjukkan
kohesivitas tanah yang kuat pada ketiga jenis penggunaan lahan.

Konsistensi Dalam Keadaan Lembab


Penetapan konsistensi dalam keadaan lembab dilakukan pada kandungan air
antara keadaan kering dan kapasitas lapang. Nilai konsistensi dalam keadaan
lembab berbeda-beda pada berbagai penggunaan lahan, seperti yang disajikan pada
Tabel 18.
Tabel 15. Penetapan konsistensi dalam keadaan lembab
Penggunaan Kedalaman Kriteria
Penjelasan
Lahan (cm) (Soepardi 1983)
0-20 Sangat Teguh Contoh tanah hanya dapat dihancurkan
Tegalan
20-40 Sangat Teguh dengan tekanan yang kuat.
Kebun 0-20 Teguh Contoh tanah hancur dengan tekanan
Campuran 20-40 Teguh tenaga sedang.
0-20 Teguh Contoh tanah hancur dengan tekanan
Hutan
20-40 Teguh tenaga sedang.

Tabel 18 menunjukan kriteria konsistensi tanah dalam keadaan lembab


berbagai penggunaan lahan pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm. Pada ketiga
penggunaan lahan, penetapan kriteria tidak dapat di bedakan antar kedalaman. Hal
ini diduga karena penetapan kriteria konsistensi dalam keadaan lembab bersifat
kualitatif yang sangat ditentukan oleh sensitifitas dan subjektivitas pengamat.
Selain itu, lahan tegalan tergolong dalam kriteria sangat teguh. Hal ini dikarenakan
kandungan liat di lahan tegalan lebih besar dari pada lahan lainnya dan bahan
organik tanah di lahan tegalan lebih sedikit dari penggunaan lahan lainnya,
sehingga kohesivitas tanah meningkat dan tanah semakin plastis. Kondisi ini
menyebabkan tanah tegalan menjadi sangat teguh ketika ditetapkan kriterianya.

Konsistensi Dalam Keadaan Kering


Penetapan konsistensi dalam keadaan kering dilakukan pada kadar air
kering udara. Nilai konsistensi dalam keadaan kering berbeda-beda pada berbagai
penggunaan lahan. Seperti yang disajikan pada Tabel 19.

Tabel 16. Penetapan konsistensi dalam keadaan kering


Penggunaan Kedalaman Kriteria
Penjelasan
Lahan (cm) (Soepardi 1983)
0-20 Sangat Keras Contoh tanah hanya dapat dipecahkan dengan
susah payah atau memerlukan tenaga yang besar
Tegalan
20-40 Sangat Keras dalam genggaman atau dengan telunjuk dan ibu
jari.
0-20 Keras Contoh tanah dapat dihancurkan dengan tenaga
Kebun Campuran sedang dalam genggaman atau dengan telunjuk
20-40 Keras dan ibu jari.
22

0-20 Keras Contoh tanah dapat dihancurkan dengan tenaga


Hutan sedang dalam genggaman atau dengan telunjuk
20-40 Keras dan ibu jari.
Tabel 19 menunjukan kriteria konsistensi tanah dalam keadaan kering
berbagai penggunaan lahan pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm. Penetapan
kriteria konsistensi ketiga jenis penggunaan lahan tidak dapat dibedakan antar
kedalaman. Hal ini diduga karena konsistensi dalam keadaan kering bersifat
kualitatif yang sangat ditentukan oleh sensitivitas dan subjektivitas pengamat.
Selain itu, perbedaan kriteria sangat dirasakan pada lahan tegalan yang diduga
karena kandungan liat di lahan tegalan lebih besar dari pada lahan lainnya dan
bahan organik tanah di lahan tegalan lebih rendah dari penggunaan lahan lainnya,
Hal ini menyebabkan kondisi dilahan tegalan termasuk dalam kategori sangat keras
ketika ditetapkan kriterianya.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Konsistensi basah tegalan, kebun campuran, dan hutan sekunder masing-


masing tergolong dalam kriteria sangat lekat, lekat, dan agak lekat.
Konsistensi lembab lahan hutan sekunder dan kebun campuran tergolong ke
dalam kriteria teguh, sedangkan tegalan sangat teguh. Konsistensi kering
lahan hutan sekunder dan kebun campuran tergolong dalam kriteria keras,
sedangkan tegalan sangat keras. Secara kuantitatif, konsistensi
menghasilkan batas mengalir, melekat, dan menggolek untuk menentukan
jangka olah dan indeks plastisitas tanah. Kadar air batas mengalir tertinggi
diperoleh lahan tegalan dan yang terendah diperoleh hutan sekunder.
Sementara itu, indeks plastisitas tertinggi berada pada lahan tegalan dan
hutan sekunder memiliki indeks plastisitas terendah. Jangka olah tertinggi
terdapat pada lahan hutan, sedangkan jangka olah terendah terdapat pada
lahan tegalan. Berdasarkan pengukuran konsistensi, lahan tegalan lebih sulit
diolah, sedangkan lahan hutan lebih mudah diolah.
2. Kadar bahan organik hutan sekunder lebih tinggi dibandingkan tegalan dan
kebun campuran. Kandungan klei dan bobot isi pada lahan tegalan lebih
tinggi dibandingkan hutan sekunder dan kebun campuran. Hal ini
mempengaruhi konsistensi lahan tegalan, sehingga lebih sulit untuk diolah.

Saran

Tindakan pengelolaan tanah dengan konservasi tanah dan air serta


penambahan bahan organik pada tanah perlu dilakukan. Hal tersebut bertujuan
menjaga dan memperbaiki sifat-sifat tanah yang dapat mempengaruhi konsistensi
tanah.
23

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press.
Asdak C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta
(ID): Gadjah Mada University Press.
Baskoro DPT, Manurung HD. 2005. Pengaruh Metode Pengukuran dan Waktu
Pengayakan Basah Terhadap Nilai Indeks Stabilitas Agregat. Jurnal Tanah
dan Lingkungan 7(2): 54-57.
Baver, L. D. 1956. Soil Physic. 3𝑡ℎ ed. New York (US) : John wiley and sons, Inc.
Baver. L. D, Gardner. W. H, Gardner WR. 1972. Soil Physics. 4th Ed. New York
(US): John Wiley and Sons Inc.
Bergeret, A. 1977. Ecologically viable system and production. Ecodevelopment
New. 3 Oktober 1997 : 3-26.
Black, C. A. , D. D. Evans, L. E. Ensmeyer, J. L. White, and F. E. Clark. 1965.
Methode of Soil Analysis. Part 1. Wisconsin (US) : America soc. Agro. Inc.
Publisher.
Bronick CJ, Lal R. 2005. Soil structure and management : A review. Geoderma
124 : 3-22.
Buckman, H. O. and N. C. Brady. 1969. The Nature and Properties of Soil. 7𝑡ℎ ed.
New York (US) : The McMillan Co.
Greenland, D. 1985. Physical aspect of soil management for rice-based cropping
system. In Soil and Rice. IRRI, Los Banos, Laguna, Philippines.
Hanafiah KA. 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo
Persada.
Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.
Harjanto, T. 2003. Hubungan Antara Tingkat Pemadatan Tanah dengan Kuat Geser
pada Tanah Latosol Dramaga Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Islami T, WH Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. Semarang (ID):
IKIP Semarang Press.
Jambak MKFA, DPT Bakoro, ED Wahjunie. 2017. Karaktersitik Sifat Fisik Tanah
pada Sistem Pengolahan Tanah Konservasi (Studi Kasus: Kebun Percobaan
Cikabayan). Buletin Tanah dan Lahan. 1(1): 44-50.
Kemper WD, RC Rosenau. 1986. Aggregate stability and size distribution. Methods
of Soil Analysis. Wisconsin (US): Madison.
Kramer, P. J. 1983 Plant and Soil Water Relationships. New Delhi (IN) : Tata
McGraw-Hill Publishing Company Ltd.
Munir M. 1996. Geologi dan Mineralogi Tanah. Malang (ID) : Pustaka Jaya.
Prasetyo BH. 2009. Tanah merah dari berbagai bahan induk di Indonesia : Prospek
dan strategi pengelolaannya. Jurnal Sumberdaya Lahan 3(1) : 47-60.
Sitorus SRP. 1989. Survai Tanah dan Penggunaan Lahan. Bogor (ID): IPB.
Sugiono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta
Soedarsono. 1982. Mikrobiologi Tanah. Departemen Mikrobiologi. Fakultas
Pertanian. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
24

Subardja D, Sudarsono. 2005. Pengaruh kualitas lahan terhadap produktivitas


jagung pada tanah volkanik dan batuan sedimen di daerah Bogor. Jurnal
Tanah dan Iklim 23 : 38-47.
Tschebotarioff, G. F. 1951. Soil Mechanics, Foundations and Earth Structures.
New York (US) : McGraw-Hill Book Company Inc.
Wesley. L. D. 1973. Mekanika Tanah. Jakarta (ID) : Badan Penerbit Pustaka Umum.
Wirjodihardjo, M. W. 1953. Ilmu Tubuh Tanah. Jilid II. Jakarta (ID) : Noodholf-
Kolf NV.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Tekstur berbagai penggunaan lahan


Tekstur (%)
Penggunaan Lahan Kedalaman
Pasir Debu Klei
0-20 8,367 35,791 55,842
Hutan
20-40 9,353 26,402 64,245
Rata-Rata 8,860 31,097 60,044
0-20 13,895 24,679 61,426
Tegalan
20-40 12,194 16,501 71,304
Rata-Rata 13,045 20,590 66,365
0-20 8,771 32,959 58,270
Kebun Campuran
20-40 9,103 22,575 68,322
Rata-Rata 8,937 27,767 63,296

Lampiran 2. Bobot isi, dan Bahan Organik.


Bahan
Penggunaan Lahan Kedalaman Bobot Isi
Organik
g/cm3 %
0-20 0,94 3,03
Hutan
20-40 0,98 2,53
Rata-Rata 0,96 2,78
0-20 1,20 2,38
Tegalan
20-40 1,23 1,95
Rata-Rata 1,22 2,17
0-20 1,10 2,61
Kebun Campuran
20-40 1,15 1,94
Rata-Rata 1,12 2,28
25

Lampiran 3. Grafik batas mengalir pada berbagai penggunaan lahan

Grafik Batas Mengalir Hutan (0-20)cm


60%
y = 0,01x + 0,23
50%

40%
Kadar Air %

30%

20%

10%

0%
20 21 22 23 24 25 26 27
Jumlah ketukan

Grafik Batas Mengalir Hutan (20-40)cm


56%
55%
54%
53%
Kadar Air %

52% y = 0,00x + 0,39


51%
50%
49%
48%
47%
46%
21 22 23 24 25 26 27

Jumlah Ketukan
26

Grafik Batas Mengalir


Kebun Campuran (0-20) cm
58%

57%

57%
Kadar Air %

y = -0,00x + 0,64
56%

56%

55%

55%
20 21 22 23 24 25 26
Jumlah Ketukan

Grafik Batas Mengalir


Kebun Campuran (20-40) cm
64%
63%
62%
61%
Kadar Air %

60% y = -0,01x + 0,73

59%
58%
57%
56%
55%
54%
24,5 25 25,5 26 26,5 27 27,5 28 28,5
Jumlah Ketukan
27

Grafik Batas Mengalir Tegalan (0-20)cm


66%
65%
64%
y = 0,02x + 0,07
Kadar Air %

63%
62%
61%
60%
59%
58%
24,5 25 25,5 26 26,5 27 27,5 28 28,5
Jumlah Ketukan

Grafik Batas Mengalir Tegalan (20-40)cm


67%
66%
65%
Kadar Air %

64%
63%
y = -0,01x + 0,99
62%
61%
60%
59%
23 24 25 26 27 28 29
Jumlah Ketukan
28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Karawang, 7 Agustus 1995. Penulis adalah anak ke dua


dari bapak John Kennedy dan ibu Suharmi. Penulis mempunyai 2 saudara, yaitu
Sunday Geometri Kennedy dan Nico Mancanegara. Penulis menyelesaikan
pendidikan dasar di SDN Cikampek Timur 3 pada tahun 2007 dan pendidikan
menengah pertama diselesaikan pada tahun 2010 di SMPN 1 Kota Baru. Tahun
2013 penulis lulus dari SMAN 1 Jatisari, kemudian melanjutkan pendidikan ke
perguruan tinggi. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB), melalui jalur
SNMPTN Undangan pada Departemen Ilmu Tanah dan Manajemen Sumberdaya
Lahan, Fakultas Pertanian IPB pada tahun yang sama.
Selama mengikuti perkuliahan dari mulai tingkat pertama, penulis akti dalam
berbagai kegiatan yang diadakan oleh kampus IPB, antara lain anggota HMIT
(Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah) periode 2015-2016. Penulis juga ikut dalam
beberapa kegiatan kepanitiaan seperti anggota magang BEM A IPB pada tahun
2014, anggota acara Pekan Olahraga Tanah (PORTAN) tahun 2015, dan anggota
acara Cross Country Ilmu Tanah 2016.

Anda mungkin juga menyukai