A18 Asd 1
A18 Asd 1
Kata kunci: Indeks plastisitas, jangka olah, konsistensi basah, konsistensi lembab,
dan konsistensi kering.
ABSTRACT
Keywords : dry consistency, moist consistency, plasticity index, tillage range, and
wet consistency.
KARAKTERISTIK KONSISTENSI TANAH PADA BERBAGAI
PENGGUNAAN LAHAN DI DESA BOJONG KONENG,
KECAMATAN BABAKAN MADANG, KABUPATEN BOGOR
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2017 ini ialah pengaruh
penggunaan lahan, dengan judul “Karakteristik Konsistensi Tanah pada Berbagai
Penggunaan Lahan di Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang,
Kabupaten Bogor”. Skripsi ini dapat diselesaikan karena bantuan dari beberapa
pihak, maka saya megucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc dan Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, MSi
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengetahuan dan
arahan hingga skripsi ini selesai.
2. Ir Wahyu Purwakusuma, MSc selaku dosen penguji skripsi atas saran dan
arahan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
3. Staff bagian Konservasi Tanah dan Air, staff bagian Kimia dan
Kesuburan Tanah dan Staff bagian Pengembangan Sumberdaya Fisik
Lahan atas bantuan dan dukungannya.
4. Kedua orang tua dan kedua saudara yang selalu memberikan doa restu
dan kasih sayangnya.
5. Sahabat terbaik Deva, Hadrian, Jalu, Zamil, Teguh, Ajri, Faisal, dan
Jauhar yang selalu memberikan semangat dan dukungan
6. Teman – teman Ilmu Tanah 50 dan 51 yang senantiasa membantu juga
memberikan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
7. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
penelitian dan penyusunan skripsi.
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
TINJAUAN PUSTAKA 2
Konsistensi 2
Angka-angka Atterberg 2
Indeks Plastisitas 3
Jangka Olah 4
Sifat-Sifat Fisik Tanah 4
Penggunaan Lahan 5
METODE 5
Tempat dan Waktu Penelitian 5
Bahan dan Alat 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Kondisi Umum Penggunaan Lahan 10
Sifat-sifat Fisik Tanah 11
Konsistensi Tanah 13
SIMPULAN DAN SARAN 22
Simpulan 22
Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 23
LAMPIRAN 24
RIWAYAT HIDUP 28
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Konsistensi
Harjanto (2003) menyatakan bahwa konsistensi adalah salah satu sifat fisik
tanah yang menggambarkan ketahanan tanah pada saat memperoleh gaya atau
tekanan dari luar yang menggambarkan bekerjanya gaya kohesi (tarik menarik antar
partikel) dan adhesi (tarik menarik antar partikel dan air) dengan berbagai
kelembaban tanah. Penetapan konsistensi tanah dapat dilakukan dalam tiga kondisi,
yaitu: basah, lembab, dan kering. Konsistensi basah merupakan penetapan
konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah di atas kapasitas lapang (field
capacity). Konsistensi lembab merupakan penetapan konsistensi tanah pada kondisi
kadar air tanah kering udara. Konsistensi basah ditentukan dengan mudah tidaknya
tanah melekat pada jari (melekat atau tidak melekat) atau mudah tidaknya
membentuk bulatan dan kemampuanya mempertahankan bentuk tersebut (plastis
atau tidak plastis).
Menurut Baver (1956), konsistensi tanah dapat berubah-ubah dan
perubahannya berhubungan dengan kadar air yang terdapat dalam massa tanah.
Sifat ini dapat dirasakan pada waktu pengolahan tanah. Pada kadar air rendah, tanah
menjadi plastis dan sangat bergumpal karena pengaruh sementasi antar partikel-
partikel kering.
Angka-angka Atterberg
Batas Mengalir
Atterberg (1912) dalam Baver et al., (1972) mengatakan bahwa batas
mengalir atau batas plastis atas merupakan keadaan tanah dengan kandungan air
tertentu yang akan mengalir jika diberi tekanan kecil. Tanah dengan nilai batas
mengalir yang tinggi berarti mempunyai daya menahan air yang tinggi. Nilai-nilai
batas mengalir tertera pada Tabel 1. Selanjutnya Sowers (1961) dalam Black et al.,
(1965) mengemukakan dalam istilah operasional batas mengalir didefinisikan
sebagai kandungan air dimana alur trapezoidal selebar 2 mm dengan tebal tanah 1
cm dalam mangkok khusus pada alat casagrande yang akan tertutup bila mangkok
diketukan 25 kali pada lempeng karet yang keras.
3
Batas Melekat
Betas melekat merupakan kandungan air tanah ketika massa tanah berhenti
melekat pada logam (Tscheobotarioff, 1951). Menurut Sowers (1961) dalam Black
et al., (1965), batas melekat merupakan kandungan air dimana tanah tidak akan
lama melekat terhadap sendok baja yg digoreskan di atas permukaanya. Batas
melekat menunjukan kandungan air maksimum untuk pengolahan tanah pada kadar
air lebih tinggi tanah akan melekat pada alat-alat pertanian selama pengolahan tanah
(Baver et al., 1972).
Batas Menggolek
Batas menggolek atas atau batas plastis bawah adalah batas ketika
kandungan air tanah terendah ketika tanah mulai meremah bila digulung menjadi
benang-benang kecil yang berdiameter 3 mm (Black et al., 1965). Menurut Baver
et al. (1972), kandungan air pada batas menggolek tergantung jumlah dan sifat
bahan koloid yang ada dalam tanah. Selanjutnya Baver (1956) dan Baver et al.
(1972) mengatakan bahwa kadar air tanah sedikit di atas batas menggolek
menunjukan gaya kohesi antara pastikel-partikel tanah adalah maksimum.
Indeks Plastisitas
Jangka Olah
Jangka olah merupakan selisih antara batas melekat dan batas menggolek.
Jangka olah dapat digunakan untuk menentukan waktu pengolahan yang tepat,
sehingga tidak menimbulkan kerusakan yang ekstrim. Wirjodihardjo (1953)
berpendapat bahwa kadar air tanah untuk diolah harus diatas batas menggolek dan
dibawah batas melekat. Apabila pengolahan dilakukan pada kadar air di bawah
batas menggolek tanah menjadi keras, sedangkan kalau di atas batas melekat tanah
akan menjadi lumpur dan melekat pada alat pertanian. Sehubungan dengan hal
tersebut, Wirjodihardjo memberikan kriteria harkat jangka olah seperti yang
disajikan pada Tabel 3.
Tekstur
Tekstur merupakan salah satu sifat fisik tanah yang menentukan indeks
plastisitas tanah. Tekstur dan struktur mempengaruhi distribusi pori tanah yang
selanjutnya mempengaruhi kemampuan tanah menampung air dan proses hidrologi
lainnya (Asdak 2004). Tanah yang halus atau yang mempunyai luas permukaan
spesifik besar mempunyai kemampuan mengikat air lebih tinggi daripada tanah
berpasir atau yang mempunyai luas permukaan spesifik kecil. Hal ini dikarenakan
semakin kuat kemampuan tanah dalam mengikat air, maka semakin tinggi
kandungan liat dalam tanah sehingga tanah semakin padat (Kramer, 1983).
Bobot Isi
Bobot isi tanah merupakan nisbah bobot tanah dengan volume total tanah.
Bobot isi mempengaruhi keberagaman dan sebaran pori yang ada pada tanah.
Semakin tinggi bobot isi tanah, maka tanah semakin padat, sehingga memiliki
jumlah pori tanah yang rendah. Selain mempengaruhi pori yang ada pada tanah,
kepadatan tanah juga mempengaruhi pergerakan akar tanaman (Hardjowigeno
1985).
Bahan Organik
Buckman dan Brady (1969) mengatakan beberapa pengaruh bahan organik
di dalam tanah diantaranya adalah meningkatkan granulasi, menurunkan plastisitas
tanah, dan meningkatkan kemampuan tanah mengikat air. Menurut Greenland
(1985), bahan organik tanah akan menurunkan kekohesifan tanah, sehingga
menyebabkan indeks plastisitas tanah menjadi rendah.
5
Penggunaan Lahan
METODE
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2017 - Juni 2018. Penelitian
ini terdiri dari dua kegiatan, yaitu pengamatan konsistensi lapang, pengamatan
konsistensi di laboratorium, dan analisis sifat-sifat fisik tanah. Pengamatan
konsistensi lapang dilakukan di Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan
Madang, Kabupaten Bogor. Analisis sifat-sifat fisik tanah dan konsistensi tanah di
laboratotium dilakukan di Laboratorium Fisika Tanah, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah utuh, contoh
tanah terganggu, serta bahan-bahan kimia untuk analisis laboratorium. Alat yang
digunakan pada penelitian ini adalah satu set casagrande, sudip, botol semprot,
oven, cawan alumunium, lempeng kaca, palu, saringan tanah 2 mm, dan kertas
label. Bahan yang digunakan adalah bahan kimia untuk menetapkan kadar bahan
organik, alat tulis, kalkulator, timbangan digital dan komputer.
Metode Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan pada tiga penggunaan lahan dengan jenis tanah yang
sama yaitu podsolik hutan sekunder, kebun campuran, dan tegalan. Ketiga
penggunaan lahan tersebut berada di Desa Bojong Koneng Kecamatan Babakan
Madang.
Pada setiap penggunaan lahan ditetapkan sebanyak tiga titik lokasi sebagai
ulangan pengukuran dengan jarak 50 m antar titik lokasi. Penetapan titik lokasi pada
6
hutan sekunder dan kebun campuran berjarak 100 cm dari tanaman utama,
sedangkan pada tegalan berjarak 50 cm dari tanaman utama. Penentuan titik lokasi
ditentukan dengan sistem grid (garis lurus).
Pengambilan contoh tanah dilakukan pada setiap penggunaan lahan yang
terdiri dari contoh tanah utuh dan contoh tanah terganggu pada kedalaman 0-20cm
dan 20-40 cm. Contoh tanah utuh digunakan untuk menganalisis konsistensi tanah
dalam keadaan kering, lembab, basah, dan bobot isi. Contoh tanah terganggu
digunakan untuk menganalisis tekstur tanah, kandungan bahan organik, dan
penetapan konsistensi tanah.
Pengamatan Lapang
Pengukuran konsistensi tanah dalam keadaan basah dan lembab dilakukan
dengan mengambil contoh tanah utuh pada kedalaman 0-20cm dan 20-40cm
kemudian ditetapkan klasifikasinya sesuai dengan keriteria yang telah ditetapkan
oleh Soepardi (1983). Sedangkan konsistensi tanah dalam keadaan kering
dilakukan dengan mengambil contoh tanah utuh yang telah dikering udarakan
selama satu hari kemudian ditetapkan keriterianya.
Indeks Plastisitas
Indeks plastisitas merupakan selisih antara batas mengalir dengan batas
menggolek yang dihitung menggunakan persamaan.
Jangka Olah
Jangka olah merupakan selisih antara batas melekat dengan batas
menggolek yang dihitung menggunakan persamaan.
Konsistensi Basah
Keadaan basah adalah keadaan ketika kandungan air tanah lebih besar dari
kapasitas lapang. Konsistensi dalam keadaan basah dinyatakan dalam dua sifat
yaitu sifat melekat dan sifat plastis (Soepardi, 1983).
Sifat melekat ditetapkan dengan memijat contoh tanah yang basah diantara
ibu jari dan telunjuk, kemudian ibu jari dan telunjuk direntangkan, lalu dinyatakan
sifat melekatnya menurut Tabel 5.
Soepardi (1983) menyatakan sifat plastis adalah sifat yang mudah dibentuk
menurut keinginan, namun tidak mudah patah. Untuk menetapkan sifat ini, ambil
8
dan pilin contoh tanah antara telunjuk dan ibu jari, sehingga membentuk pita.
Penetapan sifat plastis dengan memperhatikan Tabel 6.
Pengolahan Data
Data karakteristik tanah antara lain tekstur, bobot isi, kadar bahan organik
dan konsistensi tanah pada beberapa penggunaan lahan dianalisis dengan
menggunakan Microsoft Office Excel. Konsistensi tanah batas mengalir juga dapat
dianalisis menggunakan rumus BM = θm(N/25)0,12 dimana BM= Batas Mengalir
tanah θm= Kadar air(Gravimetrik) N = Jumlah Ketukan. Data-data yang diperoleh
dilapang adalah konsistensi dalam keadaan basah, lembab, dan kering.
Uji korelasi Pearson yang menghubungkan konsistensi tanah dengan sifat-
sifat fisik tanah yang menunjukkan nilai korelasi -1 sampai 1 menandakan semakin
mendekati 1 atau -1, hubungannya semakin kuat, semakin mendekati 0 maka
hubungannya semakin lemah. Penafsiran nilai korelasi menurut (Sugiyono 2012)
tertera dibawah :
0,00 – 0,199 = korelasi sangat rendah
0,20 – 0,399 = korelasi rendah
0,40 – 0,599 = korelasi sedang
0,60 – 0,799 = korelasi kuat
0,80 – 1,000 = korelasi sangat kuat
10
Hutan Sekunder
Hutan sekunder merupakan suatu area yang didominasi berbagai jenis pohon
pada tingkat pertumbuhan maksimum yang meliputi hutan homogen dan hutan
heterogen (Sitorus 1989). Lokasi penelitian merupakan hutan sekunder yang
didominasi oleh pohon jati, pinus, serta tumbuhan penutup bawah seperti
melastoma, rerumputan, dan tanaman liar lainnya. Vegetasi yang rapat dan tinggi
menyebabkan serasah yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan penggunaan
lahan lainnya. Serasah yang disumbangkan dari sisa-sisa tumbuhan penutup
menjadi bahan organik tanah yang selanjutnya menjadi sumber energi bagi
organisme tanah, sehingga populasi dan aktivitasnya meningkat. Meningkatnya
aktivitas organisme tanah menyebabkan terbentuknya biopori, sehingga porositas
tanah meningkat. Tingginya bahan organik dan aktivitas perakaran vegetasi
diatasnya meningkatkan kelembaban tanah.
Tegalan
Tegalan merupakan suatu bentuk usaha tani tanaman semusim pada lahan
kering (Arsyad 2006). Tanaman yang terdapat pada lokasi ini adalah singkong.
Pengelolaan pada lahan ini cukup intensif. Hal tersebut terlihat dari pemberian
pupuk dan pengendalian gulma. Lahan ini tergolong miskin bahan organik. Hal ini
dikarenakan rendahnya jumlah serasah atau sisa tanaman singkong yang
disumbangkan terhadap tanah.
Gambar 3. Tegalan
11
Kebun Campuran
Kebun campuran merupakan suatu areal yang didalamnya terdapat
percampuran antara tanaman semusim (annual) dan tanaman tahunan (parennial)
pada suatu saat dan musim tertentu (Sitorus, 1989). Tanaman yang terdapat pada
lokasi penelitian adalah jati, pisang, dan singkong. Tumbuhan penutup yang ada
dibawahnya adalah rerumputan.
Sifat-sifat fisik tanah dipengaruhi oleh vegetasi dan teknik pengelolaan yang
ada pada lahan. Vegetasi memberikan serasah sebagai sumber bahan organik yang
mampu meningkatkan jangka olah tanah, sehingga mudah untuk diolah.
Pengolahan tanah yang intensif dan budidaya monokultur tanpa pendaurulangan
bahan organik dan rotasi tanaman mengakibatkan tanah sulit diolah. Oleh karena
itu, konsistensi tanah sangat erat kaitannya dengan sifat-sifat fisik yang ditimbulkan
akibat keberadaan vegetasi dan intensitas pengolahan tanah. Beberapa sifat fisik
yang mempengaruhi konsistensi adalah bobot isi tanah, kadar bahan organik,
tekstur, serta jenis dan tipe liat.
Tekstur
Tekstur mempengaruhi porositas yang ada pada tanah. Tekstur dan struktur
mempengaruhi penyebaran pori-pori pada tanah yang selanjutnya mempengaruhi
kemampuan tanah dalam mengikat air. Menurut Kramer (1983), kemampuan tanah
dalam mengikat air semakin tinggi seiring dengan meningkatnya kandungan klei
dalam tanah. Kandungan air di dalam tanah turut berpengaruh terhadap konsistensi
tanah. Tekstur di hutan sekunder, tegalan, dan kebun campuran disajikan dalam
Tabel 10.
3,5
3,03
3 2,61
2,53
Bahan organik (%)
2,38
2,5
1,95 1,94
2
1,5
1
0,5
0
Hutan sekunder tegalan kebun
campuran
kedalaman 0-20 cm kedalaman 20-40 cm
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
Hutan tegalan kebun
sekunder campuran
Bobot isi lahan hutan sekunder, tegalan, dan kebun campuran pada
kedalaman 0-20 cm berturut-turut sebesar 0,93 g/cm3, 1,20 g/cm3, dan 1,09 g/cm3.
Sedangkan, bobot isi pada kedalaman 20-40 cm berturut-turut sebesar 0,98 g/cm3,
1,14 g/cm3, dan 1,22 g/cm3. Lahan tegalan memiliki bobot isi tertinggi dikarenakan
pengolahan yang lebih intensif dan lebih banyak pijakan kaki yang ditemukan
dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya. Hal tersebut menyebabkan
menurunnya pori tanah, sehingga bobot isi meningkat dan tanah menjadi lebih
padat. Bobot isi yang lebih rendah pada penggunaan lahan hutan sekunder
disebabkan oleh kadar bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan
lahan lainnya. Menurut Rachman et al. (2013), bahan organik dapat meningkatkan
aktivitas organisme tanah, serta mendorong pembentukan dan pemantapan agregat
tanah, sehingga menurunkan bobot isi dan menambah porositas tanah. Hal ini
menyebabkan tanah semakin gembur dan mudah diolah.
Konsistensi Tanah
tanah yang diamati di lapang meliputi konsistensi dalam keadaan basah, lembab,
dan kering. Pengamatan konsistensi tanah di laboratorium meliputi pengamatan
terhadap kadar air batas mengalir, kadar air batas melekat, kadar air batas
menggolek, jangka olah tanah, dan indeks plastisitas tanah. Indeks plastisitas tanah
merupakan selisih antara batas mencair dan batas menggolek, sedangkan jangka
olah tanah merupakan selisih antara batas melekat dan batas menggolek.
Konsistensi dalam pertanian dapat digunakan sebagai parameter mudah-tidaknya
tanah untuk diolah. Hasil parameter konsistensi tanah tersaji dalam Tabel 12.
Batas Mengalir
Batas mengalir merupakan keadaan tanah dengan kandungan air tertentu yg
akan mengalir jika diberi tekanan kecil. Tanah dengan nilai batas mengalir yang
tinggi berarti mempunyai daya menahan air yang tinggi. Batas mengalir tiap
penggunaan lahan berbeda seperti yang ditunjukan pada Tabel 12.
Batas mengalir ditetapkan dengan menggunakan metode Cassagrande yang
kemudian diinterpolasi menggunakan Microsoft Office Excel berdasarkan hasil
persamaan dari titik pengambilan sampel (Lampiran 3). Batas mengalir di berbagai
penggunaan lahan berbeda-beda pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm. Pada
kedalaman 0-20 cm, batas mengalir tertinggi terdapat pada lahan tegalan yaitu
sebesar 59,28%, diikuti oleh lahan kebun campuran sebesar 55.04%, dan hutan
sekunder sebesar 50,67%. Pada kedalaman 20-40 cm, nilai batas mengalir tertinggi
terdapat pada lahan tegalan yaitu sebesar 64,02%, diikuti oleh lahan kebun
campuran sebesar 59,23%, dan lahan hutan sekunder sebesar 51,19%.
15
66 66
64 64
62
62
60
% Kadar Air
60
58
% Kadar Air
58 56
56 y = 0,65x + 15,45 54
y = 42,68x + 9,62
54 R² = 0,55 52
R² = 0,93
52 50
50 48
50 55 60 65 70 75 0,9 1 1,1 1,2 1,3
66
64
62
60
58
% Kadar Air
56
54
52
y = -10,74x + 82,42
50
R² = 0,74
48
1,5 2 2,5 3 3,5
% Kadar Bahan Organik
Indeks Plastisitas
Indeks plastisitas menunjukan derajat keteguhan tanah, yaitu derajat
hubungan antara bagian-bagian tanah dan sifat ini disebut plastisitan. Plastisitas
adalah sifat yang dapat dibentuk dan diubah bentuknya tanpa mengalami kerusakan.
Nilai indeks plastisitas berbagai penggunaan lahan berbeda-beda disajikan pada
Tabel 14.
26 26
24 24
22 22
% Kadar Air
% Kadar Air
20 20
18 18
16
16
14 y = 0,47x - 11,68
R² = 0,74 14 y = 21,77x - 5,66
12 R² = 0,62
12
10 0,9 1 1,1 1,2 1,3
55 60 65 70 75
% Liat Bobot Isi (g/cm3)
26
24
22
% Kadar Air
20
18
y = -6,37x + 33,62
16 R² = 0,66
14
1,6 2,1 2,6 3,1
% Bahan Organik
antara bobot isi dengan indeks plastisitas (Gambar 8). Menurut klasifikasi indeks
plastisitas yang telah ditetapkan oleh Wijodihardjo (1953), hutan sekunder, kebun
campuran, dan tegalan pada lokasi penelitian tergolong dalam klasifikasi sedang
sampai tinggi.
Jangka Olah
Jangka olah merupakan selisih antara batas melekat dengan batas
menggolek. Jangka olah tanah merupakan selang kadar air tanah dalam keadaan
aman untuk dilakukan pengolahan tanah. Parameter ini digunakan untuk
menentukan waktu pengolahan yang tepat, sehingga tidak menimbulkan kerusakan
pada alat pertanian. Jangka olah pada berbagai penggunaan lahan berbeda-beda
seperti yang ditunjukan pada Tabel 15.
Penggunaan
Kedalaman Jangka klasifikasi menurut
Lahan Olah (% air) Wirjodiharjo (1953)
Hutan 0-20 8,13 Rendah
Sekunder 20-40 8,52 Rendah
Rataan 8,33 Rendah
0-20 19,44 Tinggi
Tegalan 20-40 19,73 Tinggi
Rataan 19,59 Tinggi
Kebun 0-20 12,36 Tinggi
Campuran 20-40 10,89 Tinggi
Rataan 11,63 Tinggi
Tabel 15 menunjukan jangka olah pada berbagai penggunaan lahan. Nilai dari
jangka olah berbeda-beda pada tiap penggunaan lahan dan kedalaman. Pada
kedalaman 0-20 cm, nilai jangka olah tertinggi terdapat pada lahan hutan yaitu
sebesar 11,19%, diikuti oleh lahan kebun campuran sebesar 10,77%, dan tegalan
sebesar 6,52%. Pada kedalaman 20-40 cm, lahan hutan memiliki nilai jangka olah
tertinggi yaitu sebesar 11,49%, diikuti oleh lahan kebun campuran sebesar 10,41%,
dan tegalan sebesar 4,97%. Rendahnya jangka olah pada tegalan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya tingginya kandungan klei dan kandungan pasir pada
lahan tegalan (Lampiran 1). Hal ini menyebabkan kohesifitas tanah lebih tinggi,
agregat tanah cenderung mudah lekat pada alat dan tanah akan sangat keras ketika
kering. Oleh karena itu, semakin kecil jangka olah maka tanah semakin sulit diolah
untuk memperoleh keadaan yang baik bagi pertumbuhan tanaman.
Kandungan bahan organik berpengaruh terhadap nilai jangka olah. Menurut
Greenland (1985), bahan organik tanah akan menurunkan kohesifitas tanah. Lahan
hutan sekunder memiliki kandungan bahan organik yang tinggi (Lampiran 2).
Tingginya bahan organik pada lahan hutan sekunder dapat memperbaiki struktur
tanah dan menurunkan bobot isi tanah, sehingga tanah lebih mudah untuk diolah.
Namun, hasil uji korelasi menunjukkan bahwa kandungan bahan organik hanya
memiliki korelasi yang sedang terhadap jangka olah tanah (Gambar 9). Dengan
demikian, pengaruh bahan organik terhadap jangka olah relatif tidak terlalu kuat
19
12 13
11 12
10 11
9 10
% Kadar Air
% Kadar Air
8
8
7
7
6
6
5 y = -0,24x + 24,67 y = -19,46x + 30,63
5
R² = 0,27 R² = 0,69
4 4
55 60 65 70 75 0,9 1 1,1 1,2 1,3
% Liat Bobot Isi (g/cm3)
12
11
10
% Kadar Air
9
8
7
6
5 y = 3,76x + 0,17
R² = 0,32
4
1,8 2,3 2,8 3,3
% Bahan Organik
isi lebih tinggi (Lampiran 1 dan Lampiran 2), sehingga tanah semakin sulit diolah
Dengan demikian, bobot isi yang meningkat menyebabkan jangka olah tanah
semakin turun sebagaimana hasil uji korelasi yang menunjukkan arah kurva
menurun.
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press.
Asdak C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta
(ID): Gadjah Mada University Press.
Baskoro DPT, Manurung HD. 2005. Pengaruh Metode Pengukuran dan Waktu
Pengayakan Basah Terhadap Nilai Indeks Stabilitas Agregat. Jurnal Tanah
dan Lingkungan 7(2): 54-57.
Baver, L. D. 1956. Soil Physic. 3𝑡ℎ ed. New York (US) : John wiley and sons, Inc.
Baver. L. D, Gardner. W. H, Gardner WR. 1972. Soil Physics. 4th Ed. New York
(US): John Wiley and Sons Inc.
Bergeret, A. 1977. Ecologically viable system and production. Ecodevelopment
New. 3 Oktober 1997 : 3-26.
Black, C. A. , D. D. Evans, L. E. Ensmeyer, J. L. White, and F. E. Clark. 1965.
Methode of Soil Analysis. Part 1. Wisconsin (US) : America soc. Agro. Inc.
Publisher.
Bronick CJ, Lal R. 2005. Soil structure and management : A review. Geoderma
124 : 3-22.
Buckman, H. O. and N. C. Brady. 1969. The Nature and Properties of Soil. 7𝑡ℎ ed.
New York (US) : The McMillan Co.
Greenland, D. 1985. Physical aspect of soil management for rice-based cropping
system. In Soil and Rice. IRRI, Los Banos, Laguna, Philippines.
Hanafiah KA. 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo
Persada.
Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.
Harjanto, T. 2003. Hubungan Antara Tingkat Pemadatan Tanah dengan Kuat Geser
pada Tanah Latosol Dramaga Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Islami T, WH Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. Semarang (ID):
IKIP Semarang Press.
Jambak MKFA, DPT Bakoro, ED Wahjunie. 2017. Karaktersitik Sifat Fisik Tanah
pada Sistem Pengolahan Tanah Konservasi (Studi Kasus: Kebun Percobaan
Cikabayan). Buletin Tanah dan Lahan. 1(1): 44-50.
Kemper WD, RC Rosenau. 1986. Aggregate stability and size distribution. Methods
of Soil Analysis. Wisconsin (US): Madison.
Kramer, P. J. 1983 Plant and Soil Water Relationships. New Delhi (IN) : Tata
McGraw-Hill Publishing Company Ltd.
Munir M. 1996. Geologi dan Mineralogi Tanah. Malang (ID) : Pustaka Jaya.
Prasetyo BH. 2009. Tanah merah dari berbagai bahan induk di Indonesia : Prospek
dan strategi pengelolaannya. Jurnal Sumberdaya Lahan 3(1) : 47-60.
Sitorus SRP. 1989. Survai Tanah dan Penggunaan Lahan. Bogor (ID): IPB.
Sugiono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta
Soedarsono. 1982. Mikrobiologi Tanah. Departemen Mikrobiologi. Fakultas
Pertanian. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
24
LAMPIRAN
40%
Kadar Air %
30%
20%
10%
0%
20 21 22 23 24 25 26 27
Jumlah ketukan
Jumlah Ketukan
26
57%
57%
Kadar Air %
y = -0,00x + 0,64
56%
56%
55%
55%
20 21 22 23 24 25 26
Jumlah Ketukan
59%
58%
57%
56%
55%
54%
24,5 25 25,5 26 26,5 27 27,5 28 28,5
Jumlah Ketukan
27
63%
62%
61%
60%
59%
58%
24,5 25 25,5 26 26,5 27 27,5 28 28,5
Jumlah Ketukan
64%
63%
y = -0,01x + 0,99
62%
61%
60%
59%
23 24 25 26 27 28 29
Jumlah Ketukan
28
RIWAYAT HIDUP