Anda di halaman 1dari 7

Makanan Khas Sumatera Utara

1. Dekke Na Niura

Masakan berbahan utama ikan mas ini awalnya hanya di


masak saat acara adat saja karena sejarahnya juga na
niura ini dulu makanan bagi para raja-raja suku batak,
tapi sekarang semua kalangan sudah bisa menikmatinya.
Proses pembuatan masakan ini cukup sederhana yaitu
hanya mengoleskan bumbu dan asam ke atas ikan yang
sudah dibersihkan.

2. Arsik
Sekilas terlihat mirip dengan na niura tapi ini berbeda,
berbahan utama ikan mas juga dan ditambah bumbu khas
daerah tapanuli. Perbedaan arsik ini dengan na niura
terletak pada proses pembuatannya, setelah ikan
dicampur dengan bumbu lain kemudian dimasak dengan
sedikit minyak dan air kemudian ditunggu sampai air
mengering dan bumbu meresap baru kemudian bisa
disantap.

3. Dali Ni Horbo

Makanan yang satu ini sangat unik karena menggunakan


bahan utama susu kerbau yang dibekukan. Proses
memasaknya hampir sama dengan memasak Arsik yaitu
dengan mencampurkan susu yang sudah dibekukan
dengan bumbu khas daerah Sumatera Utara dan salah
satunya yaitu andaliman.

4. Manuk Napinadar

Makanan yang juga dikenal dengan istilah ayam


napinadar ini merupakan salah satu jenis santapan yang
biasanya ditemukan pada acara-acara adat. Proses
pembuatan manuk napinadar termasuk sulit dan rumit.
Hal paling inti dari makanan satu ini adalah saos yang
terbuat dari darah ayam.Cara pembuatannya dimulai
dengan memanggang ayam sebentar, kemudian disiram
menggunakan saos darah ayam. Setelah itu ayam
dicampur dengan aneka bumbu halus yang biasanya
terbuat dari bawang putih dan andaliman.

5. Saksang

Makanan khas Sumatera Utara berikutnya adalah


saksang atau biasa juga disebut sangsang. Makanan yang
satu ini terbuat dari bahan baku daging babi atau daging
anjing. Daging tersebut dicincang, kemudian dimasak
menggunakan darah, rempah-rempah halus, serta santan.
Saksang merupakan makanan khas Sumatera Utara yang
berasal dari Batak ini merupakan menu wajib dalam
acara-acara adat.
Upacara Adat Dari Sumatera Utara
1. Hombo Batu ( Lompat Batu )
Hombo Batu atau bahasa populernya Lompat Batu
merupakan sebuah ritual yang berasal dari Desa Bawo
Mataluo Nias, Kabupaten Nias Selatan. Desa ini kaya
dengan situs megalitik atau batu besar berukir, dan di
dalamnya terdapat Omo Hada yaitu perumahan
tradisional khas Nias. Tujuan dari tradisi ini untuk
menentukan apakah seorang pemuda sudah dewasa dan
telah memenuhi syarat untuk menikah atau belum. Para
pemuda akan melompati batu yang tingginya lebih dari 2
meter, melalui sebuah batu kecil untuk pijakan ketika
melompati batu.
2. Tepuk Tepung Tawar
Tepuk Tepung Tawar merupakan salah satu bagian
prosesi yang sakral dalam upacara adat budaya Melayu.
Warga yang bersuku Melayu sangat banyak ditemukan di
kota Medan dan Sumatera Utara. Bahkan kerajaan
Melayu banyak meninggalkan situs sejarah, salah duanya
adalah Istana Maimun dan Masjid Raya Al Ma’sum.
Kini, tradisi Tepuk Tepung Tawar masih lestari di tengah
– tengah masyarakat Sumatera Utara.

3. Tarian Sigale-Gale
Sigale-gale adalah boneka kayu menyerupai manusia,
dan biasanya patung ini berada di rumah adat Batak Desa
Tomok. Boneka ini digerakkan oleh manusia yang
berada di belakang patung Sigale-gale. Menurut legenda
masyarakat suku Batak, Sigale-gale adalah putra tunggal
kesayangan dari raja Rahat. Namun Sigale-gale
meninggal karena sakit. Raja merasa sangat kehilangan
anaknya, kemudian demi mengobati kesedihan raja,
maka dibuatlah sebuah boneka kayu yang menyerupai
Sigale-gale.

4. Mangongkal Holi
Mangongkal Holi adalah salah satu tradisi Batak yang
masih dilestarikan oleh sebagian etnis Batak sampai saat
ini. “Mangongkal” dalam bahasa Indonesia artinya
menggali, sedangkan “Holi” artinya tulang, sehingga
mangongkal holi adalah menggali tulang – dalam hal ini
menggali kuburan manusia untuk memindahkan tulang
orang yang sudah lama meninggal dunia ke kuburan
baru. Menurut kepercayaan, orang yang telah meninggal
dunia, maka bukanlah “tiada” melainkan mereka menuju
ke proses yang sempurna di alam keabadian dan
berkumpul dengan arwah satu keluarga. Sehingga
dengan adanya kepercayaan yang telah turun temurun,
maka etnis Batak pun melakukan prosesi upacara
Mangongkal Holi. Seringkali, Mangongkal Holi, bukan
hanya sekeda memindahkan ke kuburan yang baru, tetapi
membuat “Tugu Marga”.
Tarian Daerah Sumatera Utara
1. Tari Adat Souan
Tari ini berasal dari daerah Tapanuli Utara. Tari ini
merupakan tari ritual, dahulunya tari ini dibawakan oleh
dukun sambil membawa cawan berisi sesajen yang
Sebagai media penyembuhan penyakit bagi masyarakat
Tapanuli Utara.

2. Tari Adat Toping-Toping (Huda-Huda)


Toping-toping adalah jenis tarian tradisional dari suku
Batak Simalungun yang dilaksanakan pada acara duka
cita di kalangan keluarga Kerajaan. Toping-toping atau
huda-huda ini terdiri dari 2 (dua) bagian.Bagian pertama
yaitu huda-huda yang dibuat dari kain dan memiliki
paruh burung enggang yang menyerupai kepala burung
enggang. Bagian kedua adalah manusia memakai topeng
yang disebut topeng dalahi dan topeng ini dipakai oleh
kaum laki-laki dan wajah topeng juga menyerupai wajah
laki-laki dan kemudina topeng daboru dan yang memakai
topeng ini adalah perempuan karena topeng ini
menyerupai wajah perempuan (daboru).

3. Tari Adat Tor-Tor Sigale-Gale


SiGale-gale adalah nama sebuah patung yang terbuat dari
kayu yang berfungsi sebagai pengganti anak raja Samosir
yang telah meninggal. Untuk menghibur raja maka
dibuatlah patung kayu yang di beri nama sigale-gale dan
di gerakkan oleh manusia. Sigale-gale merupakan
pertunjukan kesenian dari daerah Tapanuli Utara.

4. Tari Adat Fataele

Tari Fataele adalah tarian adat yang berasal dari pulau


Nias. Tarian ini merupakan jenis tari perang dan menjadi
tradisi khas Nias yang sangat berhubungan dengan tradisi
hombo batu yakni tradisi lompat batu yang keduanya
lahir secara bersamaan. Tari ini menjadi salah satu jenis
tarian yang terkenal di Sumatera Utara khususnya Nias.
Dalam pertunjukan, tarian Sumatera Utara ini, penari
akan membawa gari atau pedang, baluse atau tameng dan
juga toho atau tombak sebagai properti ketika menari.
Tameng yang digunakan biasanya terbuat dari kayu
berbentuk menyerupai daun pisang pada tangan kiri.
Sedangkan pedang atau tombak akan dipegang pada
tangan kanan.
Pakaian Adat Daerah Sumatera Utara
1. Pakaian Adat Suku Mandailing

Tapanuli Selatan selain didiami oleh suku Angkola juga


didiami oleh suku Batak Mandailing termasuk Padang
Lawas. Pakaian adat Mandailing ini dilengkapi dengan
asesoris keemasan untuk mempercantiknya yang
menjadikan pakaian adat ini berbeda dengan pakaian
adat lainnya dari Batak. Baju adat Mandailing untuk
kaum pria dianamakan baju Godang dengan dilengkapi
oleh penutup kepala yang disebut dengan Ampu-ampu.
Untuk perempuannya, baju yang dipakainya adalah baju
Kurung dilengkapi dengan penutup kepala juga seperti
pria yang disebut dengan Bulang.

2. Pakaian Adat Suku Batak Toba

Suku batak Toba adalah masyarakat suku batak yang


tinggal di daerah danau Toba Sumatera Utara seperti
Tapanuli Tengah, Samosir, Toba Samosir, Hasundutan,
Humbang dan lain-lain. Pakaian adat Sumatera Utara
dari Batak Toba ini sangat khas dan terkenal yaitu
pakaian adat yang menggunakan bahan kain khas
bernama Ulos. Kain ulos ini jenisnya juga bermacam-
macam yang menjadi simbol dari orang Batak sendiri
seperti kain ulos Bolean, ulos Mangiring, ulos Pinan
Lobi-labu, ulos Antakantak, ulos Bintang. Maratur dan
ulos Pinuncaan.

3. Pakaian Adat Suku Nias

Suku Nias yang mendiami di daerah propinsi Sumatera


Utara ini agak berbeda dengan pakaian adat Sumatera
Utara pada umumnya karena berada pada pulau terpisah.
Pakaian dari suku Nias ini tidak memakai kain Ulos
sebagai bahannya seperti baju adat dari suku Batak tapi
ciri yang muncul cenderung pada motif, corak dan
warnanya. Ada perbedaan nama yang menambah
keunikan pakaian adat suku Nias ini karena antara laki-
laki dan perempuan memilki nama dan ciri yang berbeda.
Untuk laki-laki dinamakan Baro Oholu dengan pakaian
atasan yang disebut dengan Baru. Sedangkan
perempuannya adalah Oroba Si Oli yang dilengkapi
asesoris termasuk mahkota.

4. Pakaian Adat Suku Pak-Pak

Pakpak Barat dan Dairi menjadi tempat tinggal suku


Pakpak yang memiliki pakaian adat dengan berbahan
kain yang disebut dengan kain Oles. Pakaian ini
delengkapi dengan asesoris termasuk penutup kepala
yang disebut dengan bulang-bulang, rante abak, ucang,
borgot, tongket dan sebagainya. Untuk kaum lelakinya
memakai baju yang namanya Merapi-api dengan bahan
kain Beludru dan perempuannya bentuk pakaian yang
dimilikinya mirip dengan pakaian Melayu
Rumah Adat Daerah Sumatera Utara
1. Rumah Adat Bolon
Rumah adat Bolon yang ada di provinsi Sumatera Utara
ini biasanya disebut Rumah Balai Batak Toba, dan telah
diakui oleh Nasional sebagai perwakilan rumah adat
Sumatera Utara. Dilihat dari bentuknya, rumah adat ini
berbentuk persegi panjang, termasuk kategori rumah
panggung. Dan hampir keseluruhannya bangunannya
terbuat dari bahan alam. Rumah panggung ini umumnya
dihuni oleh 4-6 keluarga yang hidup bersama-sama.

2. Rumah Adat Karo


Rumah adat Karo ini biasanya disebut sebagai rumah adat
Siwaluh Jabu. Siwaluh Jabu sendiri memiliki makna
sebuah rumah yang dihuni oleh delapan keluarga. Masing-
masing keluarga mempunyai peran tersendiri didalam
rumah tersebut. Penempatan keluarga-keluarga dalam
rumah Karo ditentukan oleh adat Karo. Secara umum,
rumah adat ini terdiri atas Jabu Jahe (hilir) dan Jabu Julu
(hulu). Jabu Jahe juga dibagi menjadi dua bagian, yakni
Jabu ujung kayu dan Jabu rumah sendipar ujung kayu.

3. Rumah Adat Nias


Rumah adat Nias dinamai Omo Hada, bentuk rumah adat
ini adalah panggung tradisional orang Nias. Selain itu,
juga terdapat rumah adat Nias dengan desain yang
berbeda, yaitu Omo Sebua. Omo Sebua ini merupakan
rumah tempat kediaman para kepala negeri (Tuhenori),
kepala desa (Salawa), atau kaum bangsawan.
Rumah adat ini dibangun diatas tiang-tiang kayu nibung
yang tinggi dan besar, serta beralaskan Rumbia. Bentuk
denahnya ada yang bulat telu, ini di daerah Nias Utara,
Timur, dan Barat. Sedangkan ada pula yang persegi
panjang yaitu didaerah Nias Tengah dan Selatan.

4. Rumah Adat Batak Toba


Rumah Balai Batak Toba merupakan rumah adat dari
daerah Sumatera Utara (Sumut). Sudah disingguh diatasm
rumah ini terbagi atas dua bagian yaitu jabu parsakitan dan
jabu bolon. Berdasarkan fungsi, Jabu parsakitan adalah
tempat penyimpanan barang. Tempat ini juga terkadang
dipakai sebagai tempat untuk pembicaraan terkait dengan
hal-hal adat. Sedangkan Jabu bolon adalah rumah keluarga
besar. Rumah ini tidak memiliki sekat atau kamar
sehingga keluarga tinggal dan tidur bersama. Rumah Balai
Batak Toba juga dikenal sebagai Rumah Bolon.
Senjata Tradisional Daerah Sumatera Utara
1. Piso Gaja Dompak
Senjata tradisional Sumatera Utara pertama yang masih
ada hingga sekarang adalah piso gaja dompak. Benda ini
termasuk beda bersejarah karena dipercaya sudah ada pada
masa Kerajaan Batak. Kenapa disebut piso gaja dompak
hal ini dikarenakan pada pisau tersebut ada ukiran yang
berbentuk gajah. Secara umum piso gaja Dompak
memiliki bentuk seperti pisau pada umumnya. Namun,
jika dicermati lebih detail ukuran serta keruncingan senjata
ini sedikit lebih besar. Karena dianggap senjata pusaka,
piso gaja dompak tidak diperuntukkan untuk membunuh.

2. Tongkat Tunggal Panaluan


Namanya adalah tongkat tunggal panaluan. Meski
namanya adalah tongkat, nyatanya senjata ini adalah
tombak yang dianggap sakti oleh masyarakat. Menurut
sejarah, tombak ini hanya ada satu dan dimiliki oleh Raja
Batak. Maka dari itu keberadaannya sangat dijaga sampai
sekarang. Dan saat ini tongkat tunggal panaluan sudah
disimpan di sebuah museum Gereja Katolik di Kabupaten
Samosir.

3. Piso Karo
Senjata tradisional Sumatera Utara lainnya yang juga
memiliki nilai sejarah yang tinggi adalah piso karo.
Menurut sejarah senjata ini sudah ada sejak abad ke 19.
Tidak hanya itu, panjang piso karo juga bervariasi mulai
dari 31-5 cm. Selain memiliki sejarah yang panjang, ada
keunikan lain yang ada di senjata ini. Keunikan yang
paling mencolok adalah dari sarung piso karo sendiri.
Dimana sarung senjata ini ditutupi dengan perak dan
suasana yang membuat nilai estetikanya semakin terlihat
menarik.

4. Piso Toba
Piso toba juga termasuk senjata tradisional dari Sumatera
Utara yang masih ada hingga sekarang. Hal Ini
dikarenakan benda tersebut juga memiliki nilai sejarah
yang tinggi. Tidak heran jika piso toba juga sangat dijaga
keberadaannya. Menurut sejarah piso toba dibuat pada
abad ke 19. Tidak hanya itu bahan untuk membuatnya pun
terdiri dari 3 jenis yaitu kayu, kuningan, dan besi. Dan
untuk keamanan serta keutuhan bentuknya, piso toba
disimpan dalam sebuah museum di Sumatera Utara.
Lagu Daerah Sumatera Utara
1. Sinanggar Tulo
Berasal dari Tapanuli, lagu Batak ini termasuk salah satu lagu populer yang juga kerap
dinyanyikan tidak hanya oleh suku Batak saja, namun juag dinyanyikan dari suku lain.
Makna lagu Sinanggar Tulo menggambarkan keluh kesah seorang perjaka yang harus
menuruti perintah ibunya, sang wanita yang melahirkannya menginginkan putranya
mendapatkan kekasih dari keturunan Marga Tobing dan juga merupakan pariban. Artinya
marga dari sang ibu harus sama dengan marga sang calon kekasih dari sang perjaka.

2. Ketabo
Salah satu lagu daerah terkenal dari Sumatera Utara yaitu berjudul “Ketabo”. Ketabo
dalam bahasa Indonesia berati “marilah.” Lagu Mandailing ini diciptakan oleh Nahum
Situmorang. Lagu Ketabo menceritakan tentang Kota Sidempuan. Ajakan untuk datang ke
Sidempuan. Dalam liriknya, disebutkan bahwa di Sidempuan sedang musim salak. Kita
ketahui bersama bahwa Kota Padang Sidempuan dijuluki sebagai “Kota Salak”. Kota ini
dikelilingi oleh perkebunan salak terutama di kaki Gunung Lubukraya. Tak hanya daya
tariknya dengan buah salak. Lirik Ketabo menceritakan bahwa ketika musim Salak tiba,
banyak gadis-gadis yang berjualan. Gadis-gadis itu semuanya cantik-cantik. Jika
pelancong datang ke Sidempuan, dan terpincut gadis Sidempuan, berkenalanlah lebih
lanjut agar benar-benar saling mengenal. Siapa tahu bisa Markusip. Dalam istilah
Mandailing, Markusip berarti memadu kasih. Markusip ini berarti berkunjungnya seorang
pria ke rumah seorang perempuan.

3. Lisoi
Lisoi merupakan sebuah lagu yang menggambarkan kebiasaan orang Batak. Lagu yang
kembali dipopulerkan oleh Band Seringai ini menggambarkan bagaimana tradisi orang
Batak di berbagai daerah. Tradisi yang terdapat dalam lagu ini adalah kebiasaan orang
Batak minum tuak. Tuak sendiri merupakan salah satu minuman beralkohol asli Indonesia.
Kebiasaan ini merupakan bagian dari adat turun-menurun suku Batak.

4. Butet
Tak hanya orang dari suku Batak saja, lagu ini bahkan sudah familiar bagi banyak orang
diluar suku Batak. Lagu BUTET ini adalah lagu yang mengalun dengan tempo pelan dan
mendayu ini memang telah melegenda. Bagi anda yang belum tahu, Butet merupakan
nama panggilan yang diberikan kepada seorang Bayi Perempuan yang belum diberi Nama
secara “resmi”. Untuk bayi laki-laki dipanggil dengan sebutan “Ucok”. Lagu Butet
merupakan salah satu Lagu Wajib Nasional, yang masuk dalam Kategori Lagu
Perjuangan.

Anda mungkin juga menyukai