Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

A. Tanaman Rosella

1. Definisi Tanaman Rosella

Tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa) adalah sejenis semak

(perdu) yang ada di seluruh wilayah tropis dunia. Asal rosella Florida

Cranberry adalah dari Afrika Barat. Masyarakat pada umumnya telah

mengenal kenaf atau rosella (Hibiscus cannabinus) sebagai tanaman

penghasil serat karung dan kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis).

Sedangkan bunga rosella merah (Hibiscus sabdariffa Lynn), belum begitu

dikenal. Bunga rosella merah (Hibiscus sabdariffa Lynn), dikenal di

berbagai negara dengan nama yang berbeda-beda, diantaranya ialah, India

Barat (Jamaican Sorrel ), Perancis (Oseille Rouge), Spanyol (Quimbombo

Chino), Afrika Utara (Carcade), dan Senegal (Bisap), Indonesia

(Vinagreira, Zuring, Carcade, atau asam Citrun). Dalam bahasa Melayu,

tanaman ini dikenal dengan nama asam paya, Asam kumbang atau asam

susur (Mulyamin, 2009). Tanaman rosella memiliki dua varietas dengan

budidaya dan manfaat yang berbeda, yaitu:

a. Hibiscus sabdariffa var. Altisima, rosella berkelopak bunga

kuning.

b. Hibiscus sabdariffa var. Sabdariffa, rosella berkelopak bunga

merah yang kini mulai diminati petani dan dikembangkan untuk


diambil bunga dan bijinya sebagai tanaman herbal dan bahan baku

minuman kesehatan (Comojime, 2008).

Di Indonesia nama rosella sudah dikenal sejak tahun 1922,

tanaman rosella tumbuh subur, terutama di musim hujan. Tanaman rosella

biasanya dipakai sebagai tanaman hias dan pagar. Setelah bertahun-tahun

dikenal sebagai tanaman hias dan pagar yang tidak dihiraukan, sekarang

tanaman ini dikenal dengan banyak khasiat yang bermanfaat bagi manusia

(Daryanto-Agrina, 2006).

Tanaman rosella berkembang biak dengan biji, tanaman ini tumbuh

di daerah yang beriklim tropis dan sub tropis. Tanaman ini dapat tumbuh

di semua jenis tanah, tetapi paling cocok pada tanah yang subur dan

gembur. Tumbuhan ini dapat tumbuh di daerah pantai sampai daerah

dengan ketinggian 900 m di atas permukaan laut. Rosella mulai berbunga

pada umur 2-3 bulan, dan dapat dipanen setelah berumur 5-6 bulan.

Setelah bunga dipetik kemudian dikeluarkan bijinya, lalu bunga itu

dijemur dibawah sinar matahari. Satu batang rosella bisa menghasilkan 2-3

kg bunga rosella basah, dalam 100 kg bunga rosella basah bisa

menghasilkan 5-6 kg rosella kering (Andiex, 2009).

2. Klasifikasi tanaman rosella

Tanaman rosella dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)

Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)


Divisio : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub-kelas : Dilleniidae

Ordo : Malvales

Familia : Malvaceae (suku kapas-kapasan)

Genus : Hibiscus

Spesies : Hibiscus sabdariffa L (Comojime, 2008).

3. Morfologi tanaman rosella

a. Batang

Tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa L) mempunyai

batang bulat, tegak, berkayu dan berwarna merah.tumbuh dari biji

dengan ketinggian bisa mencapai 3-5 meter.

Gambar 2.1 batang

b. Akar

Tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa L) mempunyai akar

tunggal.

c. Daun

Tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa L) mempunyai daun

tunggal berbentuk bulat telur, bertulang menjari, ujung tumpul, tepi

bergerigi dan pangkal berlekuk, Panjang daun 6-15 cm dan lebar 5-


8 cm. Tangkai daun bulat berwarna hijau dengan panjang 4-7 cm

(Seperti pada gambar 2.3).

d. Bunga

Tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa L) mempunyai

bunga berwarna cerah, Kelopak bunga atau kaliksnya berwarna

merah gelap dan lebih tebal jika dibandingkan dengan bunga

raya/sepatu. Bunganya keluar dari ketiak daun dan merupakan

bunga tunggal, yang berarti pada setiap tangkai hanya terdapat 1

(satu) bunga. Bunga ini mempunyai 8-11 helai kelopak yang

berbulu, panjangnya 1 cm, yang pangkalnya saling berlekatan dan

berwarna merah. Kelopak bunga ini sering dianggap sebagai bunga

oleh masyarakat. Bagian inilah yang sering dimanfaatkan sebagai

bahan makanan dan minuman.(Seperti pada gambar 2.2).

( http://kuntum-nurseries.com/.../pages/Rosella.html)

Gambar 2.2 bunga Gambar 2.3 daun


e. Biji

Tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa L) mempunyai biji

berbentuk seperti ginjal hingga triangular dengan sudut runcing,

berbulu, panjang 5 mm dan lebar 4 mm.

(http://kehati.or.id/florakita/browser.php?docsid=968)

Gambar 2.4 biji

4. Perkembang biakan tanaman rosella

Tanaman rosella berkembang biak secara generatif (dengan

biji).

5. Kandungan zat kimia pada bunga rosella.

Bunga rosella mempunyai kandungan zat kimia sebagai

berikut : kalori, air, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, phosphor,

besi, B-karotene, asam askorbat (Daryanto-Agrina, 2006).

6. Manfaat

Bunga rosella dapat mengatasi berbagai macam penyakit,

diantaranya adalah : menurunkan asam urat (gout), meredakan

peradangan sendi (arthritis), bersifat stomakik (merangsang selera

makan), meningkatkan sistem syaraf dan dapat meningkatkan daya


ingat, dapat membantu menurunkan tekanan darah tinggi (hypertensi),

melancarkan buang air kecil (diuretic), sebagai anti inflammantory

yang kuat, mempunyai unsur antipyretic yang menurunkan panas

dalam, mempercepat pemecahan darah beku di otak, kandungan

asiaticoside (triterpene glycoside) dalam merangsang pembentukan

lipid dan protein yang amat berguna untuk kesehatan kulit.

Asiaticosides diklarifikasikan juga sebagai antibiotik, mengandung

vitamin C, B, D, K beberapa mineral penting temasuk magnesium,

kalsium dan sodium, dapat meredakan dan menghilangkan batuk

kronis, menurunkan kolesterol, menghancurkan lemak,

melangsingkan tubuh, mengurangi efek buruk miras, mengurangi

kecanduan merokok, mencegah stroke dan hypertensi, mengurangi

stress, memperbaiki pencernaan, menghilangkan wasir, menurunkan

kadar gula, bersifat penetral racun, mencegah kanker, tumor, kista dan

sejenis, maaq menahun, migrain, demam tinggi, cocok untuk ibu

hamil guna membentuk kecerdasan otak anak di dalam kandungan,

mampu meningkatkan gairah sex dan tahan lama (dengan terapi

rutin), dan lain-lain (Daryanto-Agrina, 2006).

B. Vitamin C

1. Definisi Vitamin C

Asam askorbat (Vitamin C) adalah suatu heksosa dan

diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat kaitannya dengan

monosakarida. Vitamin C mudah diabsorbsi secara aktif dan mungkin pula


secara difusi pada bagian atas usus halus lalu masuk ke peredaran darah

melalui vena porta. Rata-rata absorpsi adalah 90% untuk konsumsi

diantara 20 dan 120 mg sehari. Tubuh dapat menyimpan hingga 1500 mg

vitamin C, bila konsumsi mencapai 100 mg sehari (Sunita Almatsier,

2001).

Peranan utama vitamin C adalah dalam pembentukan kolagen

interseluler. Kolagen merupakan senyawa protein yang banyak terdapat

dalam tulang rawan, kulit bagian dalam tulang, dentin, dan vasculair

endothelium. Asam askorbat sangat penting peranannya dalam proses

hidroksilasi dua asam amino prolin dan lisin menjadi hidroksi prolin dan

hidroksilisin.

Vitamin C juga memiliki peran dalam berbagai fungsi yang

melibatkan respirasi sel dan kerja enzim yang mekanismenya belum

sepenuhnya diketahui, peran-peran itu adalah oksidasi fenilanin menjadi

tirosin, reduksi ion ferri menjadi ferro dalam saluran pencernaan sehingga

besi lebih mudah terserap, melepaskan besi dari transferin dalam plasma

agar dapat bergabung ke dalam feritin jaringan, serta pengubah asam folat

menjadi bentuk yang aktif asam folinat. Diperkirakan vitamin C juga

berperan dalam pembentukan hormon steroid dan kolesterol

(F.G.Winarno, 2004).
2. Nama dan Struktur

a. Nama umum

1) Vitamin C

Nama ini pertama kali diusulkan J. C. Drummond pada tahun

1920 untuk menamakan suatu senyawa yang dapat mencegah dan

mengobati penyakit “scurvy”.

2) Asam askorbat

Pertama kali diusulkan oleh Szent-Gyorgyi dan Hawort pada

tahun 1933.

3) Asam ceritamat (Ceritamic acid)

Nama ini diperkenalkan oleh badan kimia dan farmasi Amerika

Serikat (Council on Fharmacy and Chemistry of the Amerika

Medical Association). Organisasi ini kemudian mengubah nama

tersebut menjadi asam askorbat.

b. Nama Trivial Vitamin C

Nama trivial dari vitamin C ialah asam Heksuronat (Hexuronic

Acid) diusulkan oleh Szent-Gyorgyi pada tahun 1928 untuk suatu

senyawa yang bersifat pereduksi kuat yang diisolasi dari kelenjar anak

ginjal (adrenal), jeruk dan kubis, Anti-scorbutin pertama kali

disusulkan oleh Holst pada tahun 1912, Vitamin anti-scorbut (anti-

scorbutat vitamin), dan Scorbutamin diusulkan oleh R. L. Jones pada

tahun 1928.
c. Nama kimia : -L-Asam askorbat

-L-Xylo-Asam askorbat

-L-threo-3-keto-asam heksuronat lakton

-L-keto-threo-asam heksuronat lakton

-L-threo-2,3,4,5,6-pentoksi-heksa-2-asam

karboksilat lakton

d. Rumus empiris : C6H8O6

e. Berat molekul : 176,13

f. Struktur vitamin C

CH2OH

H C OH

H O

OH OH

3-Okso-L-gulo-furanolaleton

(Farmakope Indonesia. Edisi IV, 1995)

3. Fungsi vitamin C

Vitamin C berfungsi dalam proses metabolisme yang berlangsung

di dalam jaringan tubuh. Fungsi fisiologis dari vitamin C ialah:

a. Kesehatan substansi matrix jaringan ikat.


b. Integritas epitel melalui kesehatan zat perekat antar sel.

c. Mekanisme immunitas dalam rangka daya tahan tubuh terhadap

berbagai serangan penyakit dan toksin.

d. Kesehatan epitel pembuluh darah.

e. Penurunan kadar kolesterol, dan

f. Diperlukan untuk pertumbuhan tulang dan gigi-geligi.

(Achmad Djaeni Sediaoetama, 2000).

4. Sifat Vitamin C

Vitamin C sangat mudah larut dalam air (1 gram dapat larut

sempurna dalam 3 ml air), sedikit larut dalam alkohol (1 gram larut dalam

50 ml alkohol absolute atau 100 ml gliserin) dan tidak larut dalam

benzene, eter, chloroform, minyak dan sejenisnya.

Sifat yang paling utama dari vitamin C adalah kemampuan

mereduksinya yang kuat dan mudah teroksidasi yang dikatalis oleh

beberapa logam, terutam Cu dan Ag (Nuri Andarwulan, Sutrisno Koswara,

1992).

5. Sumber Vitamin C

Sumber vitamin C terdapat di dalam bahan makanan terutama

buah-buahan segar dan dengan kadar yang lebih rendah juga terdapat di

dalam sayuran segar. Di dalam buah, vitamin C terdapat dengan

konsentrasi tinggi di bagian kulit buah, agak lebih rendah terdapat di

dalam daging buah dan lebih rendah lagi di dalam bijinya (Achmad Djaeni

Sediaoetama, 2000).
C. Metode Penetapan Kadar Vitamin C

1. Metode Fisika

a. Metode spektroskopis

Metode ini berdasarkan pada kemampuan vitamin C yang

terlarut dalam air untuk menyerap sinar ultraviolet, dengan panjang

gelombang maksimum pada 256 nm.

b. Metode polarografi

Metode ini berdasarkan pada potensial oksidasi asam askorbat

dalam larutan asam atau bahan pangan yang bersifat asam, misalnya

ekstrak buah-buahan dan sayuran.

2. Metode Kimia

a. Titrasi dengan iodin

Kandungan vitamin C dalam larutan murni dapat ditentukan

secara titrasi menggunakan larutan 0,01 N iodin.

b. Titrasi dengan 2,6-dikhlrofenol indofenol atau larutan dye

Pengukuran vitamin C dengan titrasi menggunakan 2,6-

dikhlrofenol indofenol pertama kali dilakukan oleh Tillmas pada tahun

1972.

c. Titrasi dengan methylelen-blue (biru metilen)

Asam askorbat dapat direduksi methylelen-blue dengan bantuan

cahaya menjadi bentuk senyawa leuco (leuco- methylelen-blue).


d. Metode Tauber

Larutan vitamin C dalam asam asetat ditambah /dicampurkan

dengan larutan ferrisulfat dan asam folat, kemudian ditambahkan

larutan permanganat yang akan membentuk warna biru.

e. Tes Furfural

Jika vitamin C dididihkan dalam asam klorida akan membentuk

furfural, yang jumlahnya dapat ditentukan dengan aniline

phtorogencinal atau dengan resarsinol.

3. Metode biokimia

Metode ini berdasarkan kemampuan enzim asam askorbat

oksidase untuk mengoksidasi asam askorbat.

4. Metode biologi

Walaupun banyak diganti dengan metode kimia dan fisika untuk

menentukan vitamin C, metode biologi tetap merupakan metode penentu

vitamin C yang paling realistis dan paling mendekati kebenaran.

D. Penetapan Kadar Vitamin C Dengan Larutan Dye

Prinsip penetapan kadar vitamin C dalam suasana asam akan

mereduksi larutan dye membentuk larutan yang tidak berwarna. Apabila

semua asam askorbat sudah mereduksi larutan dye sedikit saja akan terlihat

dengan terjadinya perubahan warna (merah jambu).

Metode titrasi dengan larutan dye merupakan metode yang paling

banyak digunakan untuk menentukan kadar vitamin C dalam bahan pangan.


Banyak modifikasi telah dilakukan untuk memperbaiki hasil pengukuran yang

didasarkan pada penghilangan pengaruh senyawa-senyawa penganggu yang

terdapat dalam bahan pangan. Disamping mengoksidasi vitamin C, pereaksi

indofenol juga mengoksidasi senyawa-senyawa lain, misalnya piridium,

bentuk tereduksi dari turunan asam nikotinat dan riboflavin.

Dalam larutan vitamin C terdapat juga bentuk dehydro asam askorbat

yang tidak tertitrasi oleh indofenol atau tidak dapat ditentukan jumlahnya

dengan senyawa indofenol. Agar dapat menghitung jumlah dehydro asam

askorbat, diperlukan perlakuan pendahuluan untuk mengubah bentuk dehydro

asam askorbat menjadi asam askorbat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara

menambahkan gas nitrogen atau CO2 ke dalam larutan. Kadang dilakukan

suatu modifikasi untuk menyempurnakan hasil sebagai berikut, yaitu :

menentukan senyawa-senyawa pereduksi yang tertinggal (selain vitamin C)

dan kandungan vitamin C ditentukan dengan titrasi indofenol. Selisih antara

nilai yang diperoleh dari titrasi indofenol merupakan jumlah atau konsentrasi

dari bahan pangan. Karena jumlah dehydro asam askorbat dari jaringan segar

sangat kecil dan tidak berarti sebagai vitamin C (tetapi dalam bahan-bahan

yang disimpan, jumlahnya cukup besar) maka kadar vitamin C dapat

ditentukan dengan titrasi secara langsung menggunakan larutan dye. Tapi

untuk bahan pangan yang akan diukur kandungan vitamin C-nya harus

dilarutkan dengan asam kuat terlebih dahulu. Asam kuat yang dapat digunakan

antara lain asam asetat, asam trikhloroasetat, asam metafosfat, dan asam

oksalat. Penggunaan asam yang dimaksud untuk mengurangi oksidasi vitamin


C oleh enzim-enzim oksidasi dan pengaruh glutation yang terdapat dalam

jaringan tanaman. Titrasi dilakukan dengan segera setelah perlakuan selesai

(Nuri Andarwulan, Sutrisno Koswara, 1992). 

Anda mungkin juga menyukai