NIM : A1D019056 Kelas : A PRAKTIKUM PRODUKSI BENIH
Program perbenihan nasional telah berjalan sekitar 30 tahun, tetapi
ketersediaan benih bersertifikat belum mencukupi kebutuhan potensialnya. Ketersediaan benih bersertifikat secara nasional untuk padi baru sekitar 35%. Program perbenihan menitikberatkan pada penggunaan benih yang tepat mutu yang ditujukan pada labelnya. Pada label benih, unsur-unsur mutu benih yang dicantumkan meliputi kadar air, komponen benih murni, campuran varietas lain, kotoran dan daya tumbuh. Pada dasarnya, usaha produksi benih atau penangkaran benih bertujuan untuk menghasilkan benih sebanyak-banyaknya dengan mutu yang memenuhi syarat sertifikasi benih. Salah satu faktor masih rendahnya tingkat ketersediaan benih bermutu (bersertifikat) adalah tingkat kesadaran petani untuk menggunakan benih yang berkualitas tinggi masih sangat kurang. Pada umumnya petani menyisihkan sebagian hasil panennya untuk dijadikan benih pada musim tanam berikutnya. Benih ini tentu saja tidak terjamin mutunya. 1. Persiapan Produksi Benih Penggunaan benih bermutu dalam budidaya akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi karena populasi tanaman yang akan tumbuh dapat diperkirakan sebelumnya, yaitu dari data (label) daya kecambah dan nilai kemurniannya. Secara fisik, ciri-ciri benih bermutu adalah: (1) benih bersih dan terbebas dari kotoran, seperti potongnan tangkai, biji-bijian lain, debu, dan krikil, (2) benih murni, tidak tercampur dengan varietas lain, (3) warna benih terang dan tidak kusam, (4) benih mulus, tidak bebercak, kulit itdak terkelupas, (e) sehat, bernas, tidak keriput, ukurannya normal dan seragam, (f) daya tumbuh lebih dari 80%, (g) kadar air kurang dari 13%. Untuk menghasilkan benih bermutu (bersertifikat) minimum melibatkan dua aspek penting, yakni prinsip genetik dan prinsip agronomik. Prinsip genetik adalah pengendalian mutu benih internal yang dilaksanakan produsen benih agar kemunduran genetik tidak terjadi dan benih yang dihasilkan memiliki mutu genetik (kemurnian) yang tinggi. Prinsip agronomik adalah tindakan budidaya produksi agar benih yang dihasilkan dapat maksimum, baik dalam kuantitas maupun kualitas (terutama mutu fisik dan mutu fisiologis benih). Usaha produksi atau penangkaran benih bertujuan untuk menghasilkan benih sebanyak-banyaknya dengan mutu yang memenuhi syarat sertifikasi benih. Untuk menghasilkan benih bersertifikat, perlu memperhatikan prinsip- prinsip berikut : a. Persyaratan lahan produksi benih, yaitu lahan subur, cukup tersedia air, bersih dan bebas dari varietas lain; b. Benih sumber atau benih yang akan digunakan untuk memproduksi benih bermutu tinggi dan jelas asal usulnya dan berasal dari kelas yang lebih tinggi; c. Isolasi waktu dan jarak, merupakan tindakan perlindungan terhadap pertanaman benih dari penyerbukan silang oleh varietas lain, baik dari dalam maupun sekitar lahan produksi; d. Teknik budidaya produksi benih; e. Roguing, bertujuan untuk menjaga kemurnian benih; f. Pemanenan; g. Pengolahan benih; dan h. Penyimpanan benih.
2. Pelaksanaan Sertifikasi Sertifikasi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu a. Melalui pengawasan pertanaman dan/atau uji laboratorium, diselenggarakan oleh instansi pemerintah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi pengawasan mutu dan sertifikasi benih tanaman; b. Melalui sistem manajemen mutu, diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu (LSSM); dan c. Terhadap produk benih, diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Produk (LS Pro). Sertifikasi yang dilaksanakan kelompok tani melalui pengawasan pertanaman dan uji laboratorium berdasarkan Peraturan Dirjen Tanaman Pangan Nomor 1 tahun 2009 dengan prosedur sebagai berkut : 1. Permohonan sertifikasi Pengajuan permohonan sertifikasi kepada BPSB dilakukan paling lambat satu bulan sebelum tanam dengan mengisi formulir. Formulir isian mencakup nama dan alamat pemohon (penangkar), letak areal, asal benih sumber, rencana penanaman, sejarah lapangan, dan isolasi yang dilakukan. Setelah diisi, formulirkan diserahkan dengan melampirkan label benih (kelas dan benih sumber) yang akan digunakan dan denah situasi lapangan. 2. Pemeriksaan lapang pendahuluan. Penangkar menyampaikan pemberitahuan siap untuk diperiksa lapang pendahuluan kepada BPSB paling lambat 10 hari sebelum tanam atau 7 hari sebelum pemeriksaan lapang. Pada pemeriksaan ini, BPSB akan menguji kebenaran data lapangan yang diajukan penangkar. Jika data lapangan menunjukkan kesesuaian maka lahan penangkaran tersebut telah syah dinyatakan sebagai lahan produksi benih bersertifikat. 3. Pemeriksaan pertanaman Pemeriksaan pertanaman dilakukan pada fase-fase pertumbuhan tertentu sehingga diperoleh kepastian bahwa pertanaman tersebut bebas dari tanaman voluntir (tanaman yang berasal dari sisa tanaman sebelumnya), tipe simpang, dan terhindar dari penyerbukan yang tidak diinginkan. Permohonan pemeriksaan diajukan kepada BPSB paling lambat 7 hari sebelum pemeriksaan. Sebelum pemeriksaan dari BPSB, penangkar benih sebaiknya melakukan roguing. Jika hasil pemeriksaan dinyatakan tidak lulus, maka penangkar diwajibkan melakukan roguing ulang, dan selanjutnya melakukan.pemeriksaan ulangan. Pemeriksaan ulang hanya satu kali. Apabila pada pemeriksaan ulangan pertanaman tidak memenuhi standar yang berlaku, maka sertifikasinya tidak bisa dilanjutkan 4. Pemeriksaan alat panen, alat pengolahan, tempat penyimpanan dan tempat pengolahan benih Maksud pemeriksaan alat panen, alat pengolahan, tempat penyimpanan dan tempat pengolahan benih adalah untuk mendapatkan kepastian bahwa benih yang akan dipanen/diolah/ disimpan terhindar dari kemungkinan pencampuran sehingga kemurnian varietasnya dapat dijamin. Pemeriksaan dilakukan oleh pengawas benih sebelum digunakan 5. Pengambilan contoh benih dan pengujian laboratorium Contoh benih untuk pengujian laboratorium hanya dapat diambil dari kelompok benih yang sejarah pembentukan kelompoknya jelas, diberi identitas jelas dan seragam mutunya (homogen) 6. Pemberian sertifikat benih bina Kelompok benih yang memenuhi semua persyaratan pada setiap tahapan pemeriksaan akan dikeluarkan suatu laporan lengkap hasil pengujian benih bina yang merupakan benih bersertifikat untuk kelompok benih yang bersangkutan. Tersedianya benih bermutu dalam waktu dan jumlah yang tepat serta harga yang terjangkau menjadi salah satu faktor pendukung bagi upaya pengembangan perbenihan. Oleh karena itu, perlu mendapatkan dukungan berbagai pihak untuk tercapainya penyediaan benih bermutu dan bersertifikat yang memadai secara nasional.