Anda di halaman 1dari 4

Keutamaan surat an-naba

Dikutip dari buku berjudul "Mafatih al-Jinan; Kunci-kunci Syurga" karya Syekh Abbas Al-
Qummi. Syekh Shaduq RA meriwayatkan, bahwa Imam Ja'far Shadiq AS berkata, "Barang siapa
membaca surah 'Amma Yatasa'alun (an-Naba’) setiap hari, maka dia tidak akan keluar dari tahun
itu kecuali dia telah berziarah ke Baitullah, Makkah."  

Selain keutamaan itu, membaca surah an-Naba' akan dilimpahi kenikmatan di hari kiamat.
Seperti diriwayatkan Syekh Thabarsi, dari Ubay bin Ka'ab di dalam Majma' al-Bayan-nya,
bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa membaca surah 'amma yatasa'alun, Allah akan
memberinya minuman yang sejuk di hari kiamat." 

Keutamaan surat annaziat

Berikut ini keutamaan surat An Naziat dikutip dari laman Facebook Pendidikan Islam Seduni
(PISD).

Surah An-Nazi'at. Diantara khasiatnya yaitu:

Barangsiapa yang istiqamah membacanya, maka kelak akan masuk surga dengan wajah gembira
berseri-seri

Barangsiapa istiqamah membacanya, maka ia akan terhindar dari kejahatan musuh. (*)

Fadilah surat abasa

Pertama : Pada firman Allah ‫س َوت ََولَّى‬


َ َ‫( َعب‬Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling). Di
sini Allah menggunakan dhomir ghoib (kata ganti orang ketiga). Allah mengatakan : “Dia
bermuka masam”. Allah tatkala menegur Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan menurunkan
surat ini kepada Nabi, Allah tidak berkata : َ‫“ َع ْبسْتَ َوت ََولَّيْت‬Engkau bermuka masam dan engkau
berpaling” (dengan dhomir mukhothob/kata ganti orang kedua). Metode ini ada dua faedah:

–         Allah tidak suka mengarahkan pernyataan yang keras langsung terarahkan kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam, akan tetapi Allah menggunakan uslub/pola kata ganti orang ketiga.
Karena sifat “bermuka masam” dan “berpaling” adalah sikap yang keras. Ini merupakan bentuk
pemuliaan terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (Al-Aluusi dalam tafsirnya)

–         Agar ayat ini sebagai peringatan kepada umatnya secara umum, agar tidak terulang lagi
kejadian seperti ini (Al-‘Utsaimin)

Kedua : Bolehnya menyebutkan cacat seseorang jika memang ada kemaslahatan dan bukan
dalam rangka menghina.
Al-Baidhowi rahimahullah dalam tafsirnya menyebutkan 3 faedah penyebutan orang buta dalam
ayat ini, beliau berkata :

‫إلشعار بعذره في ا ِإلقدام على قطع كالم رسول هللا صلّى هللا عليه وسلم بالقوم والداللة على أنه أحق بالرأفة‬
ِ ‫وذكر األعمى ل‬
‫ تولى لكونه أعمى‬:‫ أو لزيادة ا ِإلنكار كأنه قال‬،‫والرفق‬

“(1) Penyebutan “Orang buta” sebagai pemberitahuan untuk memberi udzur kepadanya yang
datang dan memotong pembicaraan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan para
pembesar tersebut, dan juga (2) sebagai petunjuk bahwasanya ia (orang buta tersebut) lebih
berhak untuk disikapi lemah lembut, serta (3) tambahan pengingkaran kepada Nabi, seakan-akan
Allah berkata : “Dia (bermuka masam dan) berpaling dikarenakan orang tersebut buta” (Tafsir
Al-Baidhoowi)

Oleh karenanya kita dapati para ahli hadits terkadang mensifati para perawi dengan cacat yang
ada pada mereka, namun dalam rangka pengenalan dan pembedaan, seperti Al-‘Aroj (yang
pincang) dan Al-‘A’masy (yang pandangannya lemah).

Ketiga : Firman Allah ‫) أَوْ يَ َّذ َّك ُر فَتَ ْنفَ َعهُ ال ِّذ ْك َرى‬٣(‫ك لَ َعلَّهُ يَ َّز َّكى‬
َ ‫( َو َما يُ ْد ِري‬tahukah kamu barangkali ia ingin
membersihkan dirinya, atau Dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi
manfaat kepadanya?)

Syaikh As-Sa’dy rahimahullah mengatakan :

{‫ فيعمل ( }يَ َّز َّكى‬،‫ يتذكر ما ينفعه‬:‫ ويتصف باألخالق الجميلة؟ {أَوْ يَ َّذ َّك ُر فَتَ ْنفَ َعهُ ال ِّذ ْك َرى} أي‬،‫ يتطهر عن األخالق الرذيلة‬:‫أي‬
‫) بتلك الذكرى‬1

“Yaitu menyucikan dirinya dari akhlak yang buruk, dan berhias dengan akhlak yang mulia?…
yaitu ia mengingat apa yang bermanfaat baginya dan iapun mengamalkan peringatan tersebut”

          Ini adalah dalil bahwasanya hidayah adalah ditangan Allah, bahkan bisa jadi orang yang
miskin yang cacat justru dialah yang mengambil manfaat dari nasehatmu, berbeda dengan orang
yang kaya dan terpandang.

Keempat : Ternyata Allah sama sekali tidak pernah menimbang manusia dengan ketenaran, atau
terpandang dan tidaknya orang tersebut, atau dengan kekayaan dan kedudukan orang tersebut.
Yang ini semua adalah tolak ukur kebanyakan manusia dalam menimbang dan menghormati
orang lain. Semakin kaya, semakin terpandang, dan semakin tenar, maka akan semakin dihormati
oleh masyarakat. Adapun tolak ukur timbangan Allah adalah ketakwaan. (‫)إِ َّن أَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هللاِ أَ ْتقَا ُك ْم‬.
Terlebih lagi di akhirat, tidak ada pembeda manusia kecuali keimanan. Hanya ada dua kelompok,
di surga dan di neraka !!
Hendaknya semua orang kita dakwahi tanpa membeda-bedakan kondisinya. Akan tetapi bagi
seorang dari semua orang sama, ia berdakwah kepada siapa saja, kepada orang kaya, kepada
orang miskin, kepada orang tua, anak muda, kerabat, maupun orang jauh.

Ternyata banyak orang-orang miskin dari kalangan para sahabat yang akhirnya menjadi tokoh-
tokoh pejuang Islam yang berjasa bagi Islam. Diantara para sahabat yang miskin kemudian
menjadi para pejuang Islam adalah seperti Bilaal, ‘Ammar bin Yaasir, Salman Al-Farisi, Abu
Hurairoh, dll, yang semua para sahabat tersebut bukanlah dari golongan kaya dan terpandang !!

Kelima : Keberhasilan dakwah adalah perkara yang ghaib, maka jangan sampai karena
memikirkan kemaslahatan dakwah lantas kita menimbang sesuatu bukan dengan timbangan
syari’at akan tetapi dengan timbangan manusia dan materi.

Lihatlah, apa yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah ijtihad yang sangat
beralasan, dan memiliki tujuan yang sangat mulia, agar dakwah cepat tersebar. Terlebih lagi
kejadian ini terjadi di awal dakwah Nabi yaitu di Mekah, dimana kaum muslimin ditindas,
sehingga Nabi sangat membutuhkan orang-orang yang kuat dan terpandang untuk masuk Islam,
agar bisa membela Islam. Sampai-sampai sebagian ulama menyatakan bahwasanya kalau salah
seorang dari kita melakukan apa yang dilakukan oleh Nabi sekarang mungkin ia akan
mendapatkan pahala.

Akan tetapi Allah menegur Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan menjelaskan bahwa ijtihad
beliau ‘alahis solaatu was salaam adalah ijtihad yang salah. Tidak sepantasnya Nabi membiarkan
seorang buta yang semangat lalu berpaling kepada orang kafir terpandang.

          Apa yang dilakukan oleh Ibnu Ummi Maktum adalah kesalahan dalam beradab jika dia
mengetahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedang sibuk mendakwahi para pembesar.
Akan tetapi Allah tetap menegur Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam agar Ibnu Ummi Maktum
tidak bersedih hati, atau agar untuk diketahui bahwasanya bagaimanapun seorang miskin
beriman maka ia lebih  baik dari seorang kaya yang tidak beriman, atau kurang keimanannya.
(lihat perkataan Al-Qurthubi dalam tafsirnya)

Keenam :  Yang terpenting bagi dai adalah ia memperoleh pahala dengan dakwahnya, jika ada
seorang miskin yang ingin mengambil manfaat darinya maka hendaknya ia serius
memperhatikannya. Bukankah jika sang miskin ini beramal sholeh karena nasehatnya maka ia
akan mendapatkan pahala yang banyak??. Bukankah surga banyak dihuni oleh orang miskin??.

Jangan sampai seorang da’i tujuannya adalah harta, sehingga ia lebih suka mendekat dengan
orang-orang kaya dalam rangka untuk mendapat bantuan dan belas kasih dari para orang kaya
tersebut.

 
Ketujuh : Kesalahan yang dilakukan oleh Nabi lebih utama untuk dikatakan “Tarkul Aula”
(meninggalkan yang lebih utama) dan bukan sebagai sebuah dosa. Meskipun pendapat mayoritas
ulama bahwasanya para nabi tidak maksum dari dosa kecil, akan tetapi langsung ditegur oleh
Allah

Kedelapan : Surat ini menunjukkan motivasi untuk menyambut orang-orang miskin terutama di
majelis ilmu serta memenuhi kebutuhan dan hajat mereka dan tidak mengutamakan orang-orang
kaya atas mereka (As-Suyuthi)

Kesembilan : Syaikh Sa’di rahimahullah menyebutkan suatu kaidah:

،‫ المفتقر إليه‬،‫ وال مصلحة متحققة لمصلحة متوهمة ” وأنه ينبغي اإلقبال على طالب العلم‬،‫ال يترك أمر معلوم ألمر موهوم‬
‫الحريص عليه أزيد من غيره‬

“Tidaklah ditinggalkan perkara yang sudah jelas karena perkara yang tidak jelas. Tidak pula
ditinggalkan mashlahat yang pasti karena maslahat yang tidak pasti”.

Serta hendaknya memberi perhatian lebih kepada penuntut ilmu yang semangat dari pada yang
lainnya.

Kesepuluh : Surat ini menunjukkan akan amanahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan
tidak ada satu hurufpun dalam Al-Qur’an yang disembunyikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam. Ibnu Zaid berkata : “Kalau seandainya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menyembunyikan wahyu, maka Rasulullah akan menyembunyikan ayat ini”. Terlebih lagi
tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bermuka masam tentu Ibnu Ummi Maktum tidak
melihat beliau, karena ia buta.

Baca lebih banyak di: https://firanda.com/1024-10-faedah-dari-10-ayat-surat-abasa.html

Anda mungkin juga menyukai