B. Anemia Hemolitik
Tergantung etiologinya:
a) Anemia hemolitik autoimun tipe panas:
Obati penyakit dasar: jika penyebab diketahui dan dapat diobati seperti SLE
dan penyakit limfoproliferatif diobati dengan sebaik-baiknya. Pemakaian obat
seperti metildopa harus dihentikan.
Kortikosteroid: 1-1,5 mg/kgBB/hari. Dalam 2 minggu sebagian besar akan
menunjukkan respons klinis (hematokrit meningkat, retikulosit meningkat, tes
coombs direk positif lemah, tes comb indirek negatif). Pada hari ke 30-90 akan
mencapai nilai normal dan stabil. Bila ada respons terhadap steroid dosis
diturunkan tiap minggu sampai mencapai dosis 10-20 mg/hari. Terapi steroid
dosis < 30mg/hari dapat diberikan secara selang sehari.
Splenektomi : bila terapi steroid tidak adekuat atau tidak bisa dilakukan
penurunan dosis selama 3 bulan, maka perlu dipertimbangkan splenektomi.
Splenektomi akan menghilangkan tempat utama penghancuran sel darah
merah. Hemolisis masih bisa terus berlangsung setelah splenektomi.
Glukokortikoid dosis rendah masih sering digunakan setelah splenektomi.
Imunosupresif : pada kasus gagal steroid dan tidak memungkinkan
splenektomi. Obat imunosupresif diberikan selama 6 bulan, kemudian
tappering off, biasanya dikombinasi dengan Prednison 40 mg/m2 .
dosis
prednison diturunkan bertahap dalam waktu 3 bulan.Azatioprin 50-200
mg/hari (80mg/m2), Siklofosfamid 50-150 mg/hari (60 mg/m2).
Terapi immunoglobulin intravena (400 mg/kgBB per hari selama 5 hari)
menunjukkan perbaikan pada beberapa pasien.
Terapi tranfusi: terapi tranfusi bukan merupakan kontraindikasi mutlak. Pada
kondisi yang mengancam jiwa (missal Hb kurang dari 3 g/dl) tranfusi dapat
diberikan, sambil menunnggu efek steroid dan immunoglobulin. Sebaiknya
dipakai WRC (washed red cell)
b) Anemia hemolitik autoimun tipe dingin:
Menghindari udara dingin yang dapat memicu hemolisis
Prednisone dan splenektomi tidak banyak membantu
c) Anemia Hemolitik Imun Diinduksi Obat
Dengan menghentikan pemakaian obat yang menjadi pemicu, hemolysis dapat
dikurangi. Kortikosteroid dan tranfusi darah dapat diberikan pada kondisi berat.
d) Anemia hemolitik non-imun
Anemia Hemolitik Karena Malaria. Pengobatan diberikan dalam bentuk obat
anti malaria sebagai terapi kausal. Kadang-kadang diperlukan tranfusi darah
apabila Hb turun dibawah 7 g/dl atau anemia bersifat simtomatik.
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH). Untuk PNH tidak ada terapi
definitive, transplantasi sumsum tulang dapat memberikan kesembuhan
permanen. Sebagian besar terapi berupa terapi simtomatik: (1) pemberian besi
jika terdapat defisiensi besi akibat hemosiderinuria; (2) antikoagulan oral
(warfarin) untuk thrombosis; (3) kortikosteroid memberi respon pada beberapa
pasien
C. Anemia Aplastik
Secara garis besarnya terapi untuk anemia aplastik atas:
Terapi kausal. Usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Hindari pemaparan
lebih lanjut terhadap agen penyebab yang diketahui, tetapi sring hal ini sulit
dilakukan karena etiologinya yang tidak jelas atau penyebabnya tidak dapat
dikoreksi.
Terapi suportif. (1) Terapi untuk mengatasi akibat pansitopenia: untuk infeksi
yaitu menjaga kebersihan mulut, identifikasi sumber infeksi serta pemberian
antibiotic yang tepat dan adekuat. Sebelum ada hasil biakan berikan antibiotic
spectrum luas yang dapat mengatasi kuman gram positif dan negatif seperti
sefalosporin generasi ketiga. Jika hasilnya sudah ada sesuaikan antibiotic dengan
hasil tes. Jika dalam 5-7 hari demam tidak turun pikirkan infeksi jamur
(amphotericin B atau flukonasol parenteral). Untuk mengatasi anemia: berikan
tranfusi packed red cell (PRC) jika Hb <7 g/dl koreksi sampai Hb 9-10 g% tidak
perlu sampai Hb normal.
Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang : terapi untuk merangsang
pertumbuhan sumsum tulang, berupa :
Anabolik steroid dapat diberikan oksimetolon atau stanozol. Oksimetolon
diberikan dalam dosis 2 -3 mg/KgBB/hari. Efek terapi tampak setelah 6 – 12
minggu.
Rh GM-CSF (rekombinan Human Granulocyte-Macrophage
ColonyStimulating Factor) digunakan untuk meningkatkan jumlah neutrofil,
tetapi harus diberikan terus menerus. Eritropoietin juga dapat diberikan untuk
mengurangi kebutuhan transfusi sel darah merah.
Kortikosteroid: prednison 1 -2 mg/KgBB/hari diberikan maksimum 3 bulan.
Atau ada yang memberikan 60 – 100 mg/hari, namun jika dalam 4 minggu
tidak ada respons sebaiknya dihentikan karena memberikan efek samping
yang serius.
Terapi definitif yang terdiri atas :
ATG (anti Thymocyte Globulin)
Dosis 10 – 20 mg /KgBB/hari, diberikan selama 4 – 6 jam dalam larutan NaCl
dengan filter selama 8 – 14 hari. Untuk mencegah serum sickness, diberikkan
Prednison 40mg/m2/hari selama 2 minggu, kemudian dilakukan tappering off.
Cyclosporin A
Dosis 3 – 7 mg/KgBB/hari dalam 2 dosis, penyesuaian dosis dilakukan setiap
mingggu untuk mempertahankan kadar dalam darah 400-800 mg/ml.
pengobatan diberikan miimal selama 3 bulan, bila ada respon, diteruskan
sampai respon maksimal, kemudian dosis diturunkan dalam beberapa bulan.
Kombinasi ATG dan Cyclosporin A
Transplantasi sumsum tulang terapi yang memberikan harapan
kesembuhan, tetapi biayanya sangat mahal, memerlukan peralatan canggih,
serta adanya kesulitan dalam mencari donor yang kompatibel. Transplantasi
sumsum tulang, yaitu: merupakan pilihan untuk kasus berumur di bawah 40
tahun, diberikan siklosporin A untuk mengatasi GvHD (graft versus host
disease), memberikan kesembuhan jangka panjang pada 60 – 70% kasus,
dengan kesembuhan komplit.
D. Anemia Megaloblastik
Suportif: transfusi bila ada hipoksia, suspensi bila trombositopenia mengancam jiwa
1. Defisiensi B12 :
a. Sianokobalamin :
Dosis : 100 µg IM/ hari selama 6-7 hari, bila ada perbaikan klinis dan ada
respon retikulosit dalam 1 minggu, dosis diturunkan 100 µg Im selang sehari
sebanyak 7 dosis, kemudian tiap 3-4 hari selama 2-3 minggu (dosis total 1,8-2 mg
B12 dalam 5-6 minggu). Pada saat ini kelainan hematologis harus mencapai normal.
Setelah kelainan hematologis normal, pada anemia pernisiosa diberikan
sianocobalamin 100 µg IM/bulan seumur hidup.
b. Hidroksobalamin :
Diretensi dalam tubuh lebih baik daripada sianokobalamin, 28 hari setelah
ineksi, hidroksobalamin diretensi 3 kali lebih banyak daripada sianokobalamin.
Preparat : 100µg/mL, 1000 µg/mL. Dosis : 1000 µg IM setiap 5 mingguAtau 1000
µg setiap hari IM selama 1-2 minggu lalu tiap 3 bulan. Respon terapi terhadap
vitamin B12 dan folat :
Gejala klinis membaik sebelum didapatkan perubahan hematologis. Respon awal
adalah peningkatan retikulosit pada hari ke 2-3 dan maksimum pada hari ke 5-8,
dapat ditemukan normoblast pada apus darah tepi. Peningkatan hematokrit terjadi
setelah 5-7 hari terapi. Pada anemia tanpa komplikasi, hematokrit terjadi normal
dalam 4-8 minggu. Hipersegmenrasi lekosit berkurang secara bertahap secara
bertahap dan menghilang dalam 14 hari. Trombosit normal dalam waktu 1 minggu.
Pada sumsum tulang, eritropoiesis membaik dalam 24 jam terapi. Setelah 6-10jam
terapi megaloblast berkurang dan dalam 24-48 jam maturasi eritrosit menjadi
normoblastik.
2. Defisiensi asam folat :
Untuk mengisi cadangan folat dalam tubuh, diperlukan dosis 1 mg/hari selama 2-3
minggu, kemudian dosis pemeliharaan 0,25-0,5 mg/hari. Apabila diperlukan
pemakaian difenilhidantoin dalam waktu lama,diperlukan asam folat 0,5-2 mg/hari.
3. Terapi Penyakit Dasar
4. Menghentikan obat-obatan penyebab anemia megaloblastik
KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada anemia akibat hipovitaminosis sama dengan yang
terjadi pada anemia lainnya yaitu gangguan oksigenasi (iskemia) jaringan.
Defisiensi asam folat dapat menimbulkan cacat lahir pada bayi. Wanita hamil yang
tidak mendapatkan cukup asam folat mempunyai risiko lebih tinggi memiliki anak
dengan cacat lahir.
Komplikasi defisiensi vitamin B12 yaitu: atrofi optic, kegagalan otak kronis, akibat-
akibat dari penigkatan kadar homosistein plasma atau serum.
PENCEGAHAN
1. Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat maka diperlukan
suatu tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan pencegahan tersebut dapat berupa
berikut:
A. Pendidikan kesehatan, yaitu:
Kesehatan lingkungan misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan
lingkungan kerja misalnya pemakaian alas kaki
Penyuluhan gizi: untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu
absorpsi besi
B. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling
sering di daerah tropik
C. Suplementasi besi: terutama untuk segmen penduduk yang rentan seperti ibu
hamil dan anak balita. Suplemen Fe 30-60 mg/hari diberikan sejak usia kehamilan
18-20 minggu.
D. Fortifikasi bahan makanan dengan besi