Anda di halaman 1dari 8

Nama : Amalia Rizqi

NPM : 1913043022

Mata Kuliah : Musik Industri

Perkembangan Industri Musik Dahulu dan Sekarang

Sejarah Industri Musik Indonesia

Studi sejarah musik di Indonesia dirasa masih kurang, terutama studi sejarah musik
sebagai industri. Faktanya secara ekonomi, musik telah memberikan sumbangan yang cukup
berarti bagi Negara. Pendapatan negara dari industri musik merupakan sebuah proses. Awalnya,
pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno musik tidak banyak memberikan sumbangan
ekonomi, baik terhadap negara ataupun musisi. Hal itu karena banyaknya pembatasan terhadap
musik, sehingga industri musik belum berkembang dan musik lebih mewujud sebagai alat politik
Industri musik Indonesia berkembang mengikuti kemajuan teknologi dan berubah fungsinya dari
sebagai alat politik di masa kepemimpinan Presiden Soekarno hingga menjadi sebuah Industri
hiburan yang banyak menghasilkan uang yang dikelola seorang produser dan studio rekaman
besar dan nantinya akan menimbulkan sebuah arus berlawanan dalam industri musik itu sendiri
Perkembangan industri musik yang cukup pesat tidak terlepas dari label rekaman yang menaungi
musisinya.

Sebuah label rekaman dapat berupa merek dagang yang diasosiasikan dengan proses
pemasaran rekaman musik, label rekaman ini merupakan perusahaan yang khusus mengelola
proses produksi, manufaktur, distribusi, dan menjaga hak cipta rekaman musik22 . Theodore K.S
dalam bukunya yang berjudul Rock „n Roll Industri Musik Indonesia dari Analog ke Digital
membagi periode sejarah industri musik Indonesia menjadi tiga periode, periode pertama tahun
1950-1970 sebagai masa Piringan Hitam, periode kedua berkisar antara tahun 1970 hingga akhir
1980-an yang menjadi era Kaset, dan tahun 1990 hingga sekarang menjadii era revolusi digital.
1. Masa Piringan Hitam (1950-1970)
Sejarah awal industri musik Indonesia dirintis oleh Sujoso Karsono yang akrab
dipanggil Mas Yos. Kecintaannya pada musik membuat beliau mendirikan The
Indonesian Music Company Limited tanggal 17 Mei 195123 yang dikenal sebagai
label Irama. Studio Irama yang pertama berada di Garasi rumah Mas Yos yang
terletak di Jalan Haji Agus Salim, Jakarta Pusat yang digunakan untuk merekam
sebuah kuartet Jazz yang menjadi PH24 Irama yang pertama25 Perusahaan rekaman
ini adalah yang pertama setelah Indonesia merdeka. Perusahaan rekaman ini
kemudian melanjutkan langkahnya memproduksi grup musik dan penyanyi melayu
seperti Hasnah Tahar penyanyi Burung Nuri, penyanyi lagu Minang Oslan Hussein
yang pernah membawakan Bengawan Solo, Kampuang Nan Djauh di Mato, serta
Mas Yos sendiri yang merekam suaranya dalam lagu Nasi Uduk dan Djanganlah
Djangan

Studio Irama kemudian pindah ke Jalan Cikini Raya Irama merekam hampir
semua jenis musik , mulai dari Jazz, rock „n roll, pop, keroncong, melayu hingga
gambang kromong. PH Irama yang berkode IRS dan SRI adalah PH-PH yang
diproduksi diluar negeri pada tahun 1951 hingga 1952. Setelah memiliki pabrik PH-
nya sendiri, kode-kode berubah berdasarkan jenis musik yang direkam, IRL menjadi
L untuk musik yang progresif, IRK menjadi K (Keroncong), M (Melayu), B (Lagu-
lagu barat yang dinyanyikan penyanyi Indonesia), G (Gambang). Kehadiran Irama
yang mulai mempopulerkan musik-musik Amerika Serikat ke Indonesia lewat grup-
grup band dan sering diadakanya festival-festival band seperti festival irama populer
yang diadakan di beberapa kota di Indonesia menjadi salah satu akibat pemuda di
Indonesia mulai menyukai lagu-lagu yang berasal dari Amerika Serikat.

2. Era Kaset (1970- akhir 1980-an)


Industri musik Indonesia menjelang akhir tahun 1960-an memasuki era kaset yang
serba wow. Theodore K.S mengatakan wow sebagai wujud perubahan yang sangat
signifikan dalam industri rekaman musik ini. Dalam segi kuantitas, Kaset lebih baik
dari PH karena dapat merekam banyak lagu dan wow dalam pelanggaran hak cipta
yang mulai menimbulkan pembajakan yang terjadi dimanamana dan semena-mena.
Terobosan memasuki era kaset dilakukan oleh pelanggar Hak Cipta yaitu pembajak,
yang merekam lagu-lagu dari PH produksi Remaco, Dimita, Lokananta, Metropolitan
dan J&B Enterprises dalam bentuk kaset. Media cetak tahun 1971 menjelaskan bahwa
kaset bajakan mulai menjadi ancaman bagi industri PH. “Cassete tape recorder
mengantjam perusahaan-perusaan piringan hitam nasional”,”Karena cassete, produksi
Remaco anjlog 50 persen”,”Usaha usaha perekaman cassete adalah industri liar”
Pilihan masyarakat yang kepada kaset gelap dibandingkan PH sebenarnya dapat
dimaklumi. Harga yang murah, jumlah lagunya yang lebih banyak menjadi faktor
terpenting. Sebuah kaset berisi 24 lagu penyanyi Indonesia yang direkam dari PH
dijual seharga Rp 600, sementara sebuah PH yang berisi 12 lagu berharga Rp 1,200
hingga Rp 2,000. Remaco yang saat itu menjadi salah satu penguasa industri musik
Indonesia dengan banyaknya memproduksi PH penyanyi dan grup musik pop menjadi
korban paling empuk. Remaco lalu mengimpor kaset dari Singapura dan Hongkong
sebagai langkah awal memasuki industri kaset.

Berawal dari omzet puluhan ribu untuk setiap judul, hingga kemudian lagu-lagu
Koes Plus40 yang sangat digemari setiap judul kasetnya bisa terjual hingga ratusan
ribu kaset. Remaco dan perusahaan PH yang lain akhirnya menyadari bahwa Industri
musik Indonesia telah berevolusi dari PH menjadi Kaset41 . Perubahaan lainnya
selain evolusi PH menjadi Kaset adalah berubahnya kebijakan politik pasca
berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno dan beralih ke rezim Presiden Soekarno
atau yang dikenal dengan Orde Baru. Kebijakan Orde Lama pimpinan Presiden
Soekarno yang dipenuhi dengan politik anti-barat secara perlahan-lahan mulai
mengalami perubahan setelah peristiwa 30 September 19654 Nilai-nilai anti-barat
yang diserukan pada era Orde Lama mulai dihancurkan.

Penanda penting mulai kembalinya musik-musik Barat menurut buku Jube


Tantagode adalah ketika ABRI mengadakan kerjasama dengan Hotel Indonesia untuk
mengadakan pertunjukan band Blue Diamond ke beberapa daerah di Indonesia
sebagai rangkaian tur musik yang berlangsung dari Desember 1965 hingga Januari
1966. Saat itu band Blue Diamond yang merupakan band asal Belanda sedang dalam
puncak karir internasional. Blue Diamond sendiri merupakan Band Barat pertama
yang datang ke Indonesia setelah Soekarno runtuh dan membuat sebuah pertanda
baru industri musik Indonesia. Dengan kedatangan Blue Diamond ke Indonesia,
perkembangan jenis musik di Indonesia semakin berkembang pesat. Sukses Koes
Plus juga memunculkan grup-grup musik seperti D‟lloyd, The Mercy‟s, Panbers.
Dengan populernya lagu dari grup-grup musik tersebut, terutama D‟lloyd,
menginspirasi perancang acara musik TVRI, Hamid Gruno untuk membuat acara
musik Melayu, yang juga menjadi cikal bakal pop melayu di Indonesia dan menjadi
trend.

Peralihan politik dari Orde Lama ke Orde Baru pada tahun 1965 sangat
menentukan perkembangan musik Rock di Indonesia. Lagu-lagu Beatles, Elvis
Presley dan The Rolling Stones. Perkembangan musik Rock tersebut memunculkan
banyak penyanyi dan grup yang mulai memainkan kembali musik ngak-ngik-ngok di
Indonesia. AKA, The Rollies, God Bless, Guruh Gypsi mulai muncul dan
menyanyikan lagu-lagu band barat seperti Led Zeppelin, Deep Purple, Black Sabbath,
Guns „n Roses dan lainnya. Perkembangan musik rock di Indonesia saat itu,
merupakan pemicu munculnya semangat independent atau indie di kalangan grup
band Indonesia era 1990 hingga saat ini Industri musik Indonesia tahun 1975 mulai
menunjukan gejolaknya. Jiplak menjiplak karya yang dinilai sesuai dengan selera
pasar terjadi begitu saja, seakan-akan lagu tersebut tidak ada pemiliknya. Dalam
Kompas yang terbit tahun 9 April 1995, seorang siswa SMAN 4 Singaraja Bali
bernama Teddy Teguh Raharja menulis “Mentang-mentang lagu Mandarin dicekal di
Indonesia, sehingga dikira tidak ada yang tahu lagu ciptaannya adalah hasil
jiplakan. Bagi yang berminat ingin melihat dan mendengar bukti penjiplakan lagu
Mandarin, dapat menghubungi saya...”

Bukti diperkuat juga dengan bukti yang ditulis oleh Theodore K.S dalam
bukunya. Dijelaskan bahwa pada lagu Ling Ling secara tiba-tiba dinyanyikan Lily
Junaedi dengan judul Kenangan Manis. Notasi kedua lagu tersebut sama persis, hanya
lirik dan judulnya saja yang sudah diubah tanpa pemberitahuan apalagi meminta izin
pencipta lagunya53 Ling Ling hanyalah salah satu contoh kasus penjiplakan karya
musik di Indonesia. Tahun 1985 lagu Madu dan Racun dijiplak habis-habisan dari
lirik, nada hingga judul seperti Racun Madu, Madu Disangka Racun, Bukan Madu
Bukan Racun. Sebagai akibatnya pasaran kaset merosot dan menukik tajam. Kaset-
kaset berisi lagu yang dimirip-miripkan itu membuat pasar jenuh

3. Industri Musik Digital Tahun 1988 - hingga era digital


Memulai era baru industri musik, piringan compact disc berformat digital mulai
muncul di pasaran. Lebih dari 100 judul CD yang berisi lagu-lagu Indonesia dengan
berbagai jenis aliran musik. Pop, rock, dangdut hingga keroncong di jual belikan di
toko-toko kaset seluruh Indonesia. Nirwana Records merupakan label yang
mengawali penjualan CD pada akhir tahun 1987 yang berisi lagu-lagu populer seperti
Kebyar Kebyar dan Madu Dan Racun. Budi Prawita dari Nirwana Records mulai
berani dengan perhitungan jumlah pemilik CD player yang jumlahnya pada saat itu
mencapai ratusan dan memiliki potensi untuk terus bertambah. Nirwana Records saat
itu berhasil menjual 400 dari 1000 judul CD dan VCD-K yang mereka produksi,
sebelum CD dan VCD-K menguasai pasar, Nirwana Records juga memproduksi laser
disc (LD) pertama kali di Indonesia dengan label NAV (Nirwana Audio Video) yang
berisi lagu-lagu karaoke Indonesia Karaoke menjadi salah satu kebiasaan masyarakat
yang mulai muncul di Indonesia karena faktor revolusi Industri musik dari analog ke
digital. Lagu-lagu Koes Plus, Panbers, The Mercys, D‟lloyd dan grup-grup favorit
dari tahun 1960-an hingga akhir 1980-an tersedia dalam format LD dan menjadi
primadona sebagai lagu yang sering dipilih oleh pengunjung karaoke. Produksi VCD-
K tahun 1999 mencapa puncaknya. Berdasarkan data Asiri , dari hanya 40.875 keping
tahun 1996 lalu naik menjadi 723.845 di tahun 1997 dan 1.335.390 keping pada 1998,
dan pada tahun 1999 jumlahnya naik hingga empat kali lipat dibandingkan tahun
1998 yaitu sejumlah 4.986.440 keping VCD-K. VCD-K best of the best Broery
Marantika – Dewi Yull tahun 1999 memecahkan rekor penjualan satu judul VCD-K
lagu Indonesia dengan jumlah 150.000 keping. Grup baru seperti Stinky, grup besar
Slank dan nama-nama besar lainnya seperti Dewa 19, Sheila on 7 bisa menjual
puluhan ribu keeping. Berkembangnya media massa khususnya munculnya stasiun
Televisi swasta seperti RCTI, SCTV, TPI, ANTV, Indosiar turut serta mempengaruhi
industri musik Indonesia. Sebelum kemunculan stasiun televisi swasta, siaran stasiun
tv hanya dikuasai oleh TVRI saja. Prambors sebagai salah satu media swasta yang
muncul, mulai menjadi kiblat musik pada akhir 80an dan 90an. Saat itu prambors
secara konsisten menyiarkan musik-musik yang disukai para remaja saat itu, baik
oleh musisi Indonesia maupun luar negeri. Nike Ardilla merupakan salah seorang
musisi yang menjadi fenomena di Industri musik Indonesia era digital Namanya
mulai dikenal masyarakat ketika tahun 1989 beliau membawakan lagu Bintang
Kehidupan ciptaan Deddy Dores. Suksesnya berlanjut dengan karya Deddy Dores
lainnya seperti Seberkas Sinar, Nyalakan Api, Biarkan Cinta Berlalu, Matahariku,
Biarlah Aku Mengalah, Tinggalah kusendiri. Dewa 19 menjadi salah satu band yang
menusung aliran alternative rock yang mencapai kesuksesan di era 1990-an. Grup ini
dibentuk pada tahun 1986 di Surabaya. Nama Dewa diambil dari akronim empat
orang pembentuknya, yaitu Dhani Manaf, Erwin Prasatya, Wawan Juniarso dan
Andra Junaidi. Puncak kesuksesan Dewa 19 yang dilihat dari penjualan album adalah
ketika mereka mengeluarkan Album Bintang Lima pada tahun 2000, dalam album ini
Once Mekel menggantikan Ari Lasso sebagai Vokalis Dewa 19 dan Tyo Nugros
mengisi posisi Drum. Album Bintang Lima terjual lebih dari 1,7 juta keping dan
merupakan salah satu Album terlaris di Indonesia dan bahkan total penjualan album
ini mencapai hingga 9 juta keping (asli dan bajakan) Keberhasilan Dewa 19 kemudian
diikuti dengan hadirnya band-band ternama yang menjual albumnya dengan angka
fantastis, Sheila on 7 yang mengeluarkan album debutnya pada tahun 1999 berhasil
menjual album debutnya hingga satu juta keping dan menempati urutan 33 dalam 150
Album Indonesia terbaik menurut majalah Rolling Stones, dengan single perdana
berjudul Dan. Seperti Dewa 19, Sheila on 7 juga membawakan musik-musiknya
dengan aliran alternative yang masih sangat baru pada saat itu. Keberhasilan Dewa 19
dan Sheila on 7 juga diikuti dengan grup band GIGI, Kahitna, Stinky, PADI, dan
Romeo yang juga karyanya digemari dan secara konsisten disiarkan melalui radio
ataupun televisi
Memasuki tahun 2004 industri musik Indonesia mulai berkompromi dan kembali
diterimanya aliran pop melayu sebagai musik pasar yang populer di Masyarakat.
Nada pelan yang mendayu-dayu, lirik cinta yang tak rumit untuk dimengerti, serta
musikalitas yang tidak rumit dirasa cocok dengan kondisi masyarakat Indonesia,
walaupun band-band alternative seperti D‟Masiv, Ungu, Nidji, Peterpan masih
populer dikalangan masyarakat, namun sering hadirnya grup musik ST12, Kangen
band, Wali, Bagindas diberbagai stasiun televisi Indonesia menunjukan bahwa grup-
grup Pop Melayu tersebut mendapat tempat di Industri musik Indonesia

Musik menjadi sesuatu hal yang tidak terlepas dari kehidupan seseorang, begitu pun
juga dengan teknologi. Era perkembangan teknologi ternyata juga mempengaruhi
dunia industri musik. Dengan adanya kemajuan era digital saat ini, Anda tidak perlu
lagi kerepotan mendengarkan musik dimanapun dan kapanpun. Secara langsung,
kecanggihan teknologi tersebut juga semakin memudahkan Anda untuk mengunduh
lagu yang diinginkan dan mendengarkannya secara bebas. Perubahan industri musik
dari musik analog menjadi musik digital ternyata tidak hanya mempengaruhi para
penikmat musik, tetapi juga para tim produksi musik itu sendiri. Musik yang semula
hanya bisa diproduksi secara manual dengan menggunakan berbagai peralatan musik
seperti drum, gitar, dan keyboard, kini bisa dibuat melalui software komputer.
Kualitas musik pun semakin meningkat dengan adanya banyaknya fitur
pada software yang bahkan bisa menambahkan beberapa efek tertentu yang semakin
membuat musik enak didengar. Kini siapa saja memiliki peluang untuk membuat
musik dan mendengarkan musik meskipun industri musik di Indonesia sudah melesat
lebih jauh dan lebih canggih. Tetapi permasalahan pembajakan karya masih terus
berlanjut dan belum ada titik terang hingga saat ini.

s
Refrensi :

http://repository.unj.ac.id/690/6/BAB%20II.pdf
https://www.nataconnexindo.com/blog/perkembangan-dunia-musik-indonesia-di-era-
digital

Anda mungkin juga menyukai