Anda di halaman 1dari 102

Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

2021

Modul STILeS
Teknologi Sediaan Liquid dan Semi Solid I

Program Studi Farmasi


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Alauddin Makassar
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

VISI MISI PROGRAM STUDI FARMASI

Visi Program Studi Farmasi FKIK UIN Alauddin Makassar


“Pusat Pencerahan dan Pengembangan Ilmu Farmasi berbasis Peradaban Islam yang
Berdaya Saing Tinggi di Tingkat Internasional pada Tahun 2039”

Misi Program Studi Farmasi FKIK UIN Alauddin Makassar


1. Menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat yang
merefleksikan Ilmu Farmasi berbasis peradaban Islam;
merupakan penjabaran visi dalam upaya mewujudkan Program Studi farmasi sebagai pusat
pencerahan bagi sarjana farmasi yang berbasis peradaban Islam.
2. Menciptakan atmosfir yang kondusif bagi pengembangan Ilmu Farmasi yang unggul
dan bermutu;
merupakan penjabaran visi terkait upaya menjadikan Program Studi farmasi sebagai pusat
pengembangan ilmu farmasi dalam mewujudkan integrasi keilmuan dan spiritualitas.
3. Mewujudkan Program Studi Farmasi yang mandiri, bertatakelola baik, dan berdaya
saing tinggi;
merupakan penjabaran visi terkait upaya menjadikan Program Studi farmasi yang berdaya
saing di tingkat nasional.
4. Menjalin kerjasama dalam bidang kefarmasian sesuai kebutuhan masyarakat kini dan
di masa datang;
Merupakan penjabaran visi terkait upaya mewujudkan pengembangan
keterampilan kefarmasian yang unggul dan berdaya saing

i
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Azza wa Jalla atas segala karunia dan
nikmat yang telah Allah Subhanahu wa Ta'Ala berikan kepada kami sehingga dapat
menyusun modul pembelajaran Tekhologi Farmasi Sediaan Liquid & SemiSolid I. Salawat
dan salam atas junjugan kita, Nabi Muhammad Shallallahu „alaihi wasallam, para sahabatnya
serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.
Pada modul pembelajaran Tekhologi Farmasi Sediaan Liquid & SemiSolid I ini,
memuat dua modul yaitu modul pedoman untuk dosen dan Modul pedoman untuk mahasiswa
di jurusan Farmasi FKIK UIN Alauddin Makassar. Untuk penyempurnaan modul ini pada
edisi mendatang, tangan terbuka dari semua kritik yang sifatnya membangun.
Akhirnya, semoga modul ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi dosen
dan mahasiswa dalam proses belajar mengajar.

Makassar, September 2021

Tim Penyusun

ii
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL_i
VISI MISI PROGRAM STUDI FARMASI_ii
KATA PENGANTAR_iii
DAFTAR ISI_iv
SILABUS DAN RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)_1
JADWAL MIKRO_5
MODUL KULIAH I SEDIAAN LARUTAN_7
MODUL TUTORIAL I SEDIAAN LARUTAN_16
MODUL PRAKTIKUM I SEDIAAN LARUTAN_19
MODUL KULIAH II SEDIAAN SUSPENSI_26
MODUL TUTORIAL I SEDIAAN SUSPENSI _50
MODUL PRAKTIKUM I SEDIAAN SUSPENSI _53
MODUL KULIAH I SEDIAAN EMULSI_59
MODUL TUTORIAL I SEDIAAN EMULSI _66
MODUL PRAKTIKUM I SEDIAAN EMULSI _69

iii
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

SILABUS DAN RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)


MATA KULIAH TEKNOLOGI SEDIAAN LIKUID DAN SEMISOLID 1
PROGRAM STUDI FARMASI FKIK UIN ALAUDDIN

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2018

1
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

1. Silabus dan RPS Teknologi Sediaan Likuid dan Semisolid 1


A. Silabus Teknologi Sediaan Likuid dan semisolid 1

UIN ALAUDDIN MAKASSAR


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER

Mata Kuliah Kode Rumpun MK Nama Blok Bobot SKS (Praktek) Semester Tgl Penyusunan
Teknologi
Teknologi Sediaan FAR3330 Farmasetika Sediaan 3 (1)
Liquid dan Farmasi 1600 + 2720 menit 5
Semisolid 1 Dosen Pengembang RPS Koordinator RMK Ka Prodi

Muh. Ikhlas Arsul Surya Ningsih Haeria,S.Si.,M.Si.

U.S.1 Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religius
U.S.9 Menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang keahliannya secara mandiri
Capaian U.S.10 Menginternalisasi semangat kemandirian, kejuangan, dan kewirausahaan.
Pembelajaran
U.KU.1 Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan inovatif dalam konteks pengembangan atau implementasi ilmu
(CPL)
pengetahuan dan/atau teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora yang sesuai dengan bidang keahliannya.
U.KU.2 Mampu mengkaji implementasi pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang memperhatikan dan

2
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

menerapkan nilai humaniora yang sesuai dengan bidang keahliannya berdasarkan kaidah, tata cara dan etika ilmiah dalam rangka
menghasilkan solusi, gagasan, atau rancangan dan mengkomunikasikannya secara efektif, melalui berbagai bentuk media kepada
masyarakat akademik.
U.KU.4 Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu, dan terukur.
U.KU.5 Mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesaian masalah di bidang keahliannya berdasarkan hasil analisis
informasi dan data.
U.KU.7 Mampu bertanggungjawab atas pencapaian hasil kerja kelompok dan melakukan supervisi dan evaluasi terhadap penyelesaian
pekerjaan yang ditugaskan kepada pekerja yang berada di bawah tanggungjawabnya.
U.KK.1 Mampu mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah terkait obat menggunakan pendekatan berbasis bukti dalam perancangan,
pembuatan/penyiapan, pendistribusian, pengelolaan dan/atau pelayanan sediaan farmasi untuk mengoptimalkan keberhasilan terapi.
U.KK.2 Mampu menelusur, menganalisis secara kritis, mengorganisasikan informasi tentang sediaan farmasi dan mengkomunikasikan secara
efektif pada individu dan masyarakat.
U.KK.3 Mampu melakukan pekerjaan kefarmasian disupervisi oleh apoteker secara bertanggungjawab sesuai ketentuan perundang-undangan
dan kode etik yang berlaku.
P.KM.1 Mampu mengelola pekerjaan kefarmasian secara mandiri disupervisi apoteker, memimpin dan mengelola pekerjaan kelompok,
serta bertanggung jawab atas pencapaian hasil kerja kelompok.
P.KM.3 Mampu menganalisis secara kritis masalah dalam pekerjaan kefarmasian, menyusun informasi/ide/laporan/pemikiran, dan secara
efektif mengkomunikasikannya dalam berbagai bentuk media, kepada sejawat tenaga kesehatan lain dan atau masyarakat umum.
P.P.1 Menguasai teori, metode, aplikasi ilmu dan teknologi farmasi (farmasetika, kimia farmasi, farmakognosi, farmakologi), konsep dan
aplikasi ilmu biomedik (biologi, anatomi manusia, mikrobiologi, fisiologi, patofisiologi, etik biomedik, biostatistik, biokimia), konsep
farmakoterapi, pharmaceutical care, pharmacy practice, serta prinsip pharmaceutical calculation, farmakoepidemiologi, pengobatan
berbasis bukti, dan farmakoekonomi.
P.P.2 Menguasai pengetahuan tentang manajemen farmasi, sosio-farmasi, hukum dan etik farmasi, teknik komunikasi, serta prinsip dasar
keselamatan kerja.
C.S.1 Menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman dan kearifan lokal.
C.KU.1 Mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pengembangan keilmuan dan kemampuan kerja

3
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

C.KU.2 Mampu berkomunikasi baik lisan maupun tulisan menggunakan bahasa Inggris, dalam perkembangan dunia akademik dan dunia
kerja (dunia non akademik)
C.KH.2 Mampu mengaudit dan atau melakukan verifikasi kehalalan produk obat, makanan, minuman, kosmetik, dan obat tradisional
menggunakan pengujian dilaboratorium dan tracebility system
C.KH.5 Mampu mendesain dan mengaplikasikan bisnis kefarmasian yang bercirikan inovasi dan kemandirian yang berlandaskan etika Islam,
keilmuan, dan profesional.
C.P.4 Menguasai pengetahuan terkait dengan pengembangan kemampuan berfikir kritis, logis, kreatif, inovatif dan sistematis serta memiliki
keingintahuan intelektual untuk memecahkan masalah pada tingkat individual dan kelompok dalam komunitas akademik dan non
akademik
C.P.6 Menguasai pengetahuan terkait dengan integrasi ilmu kesehatan khususnya farmasi dengan ajaran Islam sebagai paradigma keilmuan
Capaian Mata 1. Mampu menjelaskan, menerapkan, dan menguasai prinsip-prinsip dan prosedur pembuatan sediaan tablet farmasi secara
Kuliah (CPMK) bertanggungjawab, mandiri maupun berkelompok yang berlandaskan etika Islam, keilmuan, dan profesional (U.S.1, U.S.9, U.S.10, P.P.1,
P.P.2, C.S.1, C.KU.2, C.P.4, C.P.6)
2. Mampu membuat, mengembangkan, dan merancang formula sediaan tablet yang halal, tepat, sesuai standar dan ketentuan perundang-
undangan secara bertanggungjawab, mandiri maupun berkelompok yang berlandaskan etika Islam, keilmuan, dan professional (U.S.1,
U.S.9, U.S.10, U.KU.1, U.KU.2, U.KU.4, U.KU.5, U.KK.1, U.KK.2, C.S.1, C.KU.1, C.KU.2)
3. Mampu memproduksi, menganalisis, dan menjamin mutu sediaan tablet farmasi sesuai standar serta ketentuan perundang-undangan secara
bertanggungjawab, berakhlakul karimah, dan profesional (U.S.1, U.S.9, U.S.10, U.KU.4, U.KU.7, U.KK.1, U.KK.3, P.KM.1, P.KM.3,
C.S.1, C.KH.2, C.KH.5)
Sub. Capaian Mata 1.1 Mampu menjelaskan prinsip formulasi serta peran bahan tambahan dalam produksi sediaan larutan
Kuliah (Sub 1.2 Mampu menjelaskan tahap pembuatan dan peralatan yang digunakan dalam produksi sediaan larutan
CPMK) 1.3 Mampu menjelaskan evaluasi sediaan larutan, termasuk stabilitas sediaan larutan dan faktor yang mempengaruhinya
1.4 Mampu menjelaskan prinsip formulasi serta peran bahan tambahan dalam produksi sediaan suspensi
1.5 Mampu menjelaskan tahap pembuatan dan peralatan yang digunakan dalam produksi sediaan suspensi
1.6 Mampu menjelaskan evaluasi sediaan suspensi, termasuk stabilitas sediaan larutan dan faktor yang mempengaruhinya
1.7 Mampu menjelaskan prinsip formulasi serta peran bahan tambahan dalam produksi sediaan emulsi
1.8 Mampu menjelaskan tahap pembuatan dan peralatan yang digunakan dalam produksi sediaan emulsi

4
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

1.9 Mampu menjelaskan evaluasi sediaan emulsi, termasuk stabilitas sediaan larutan dan faktor yang mempengaruhinya
2.1 Mampu melakukan penelusuran informasi terkait data praformulasi sediaan larutan
2.2 Mampu melakukan studi praformulasi sediaan larutan dengan memperhatikan aspek mutu, efektifitas, keamanan dan stabilitas
2.3 Mampu menetapkan formula sediaan larutan dengan menggunakan bahan baku yang memenuhi spesifikasi Farmakope Indonesia dan
kehalalan, serta menghitung kebutuhan bahan dan perlatan
2.4 Mampu melakukan penelusuran informasi terkait data praformulasi sediaan suspensi
2.5 Mampu melakukan studi praformulasi sediaan suspensi dengan memperhatikan aspek mutu, efektifitas, keamanan dan stabilitas
2.6 Mampu menetapkan formula sediaan suspensi dengan menggunakan bahan baku yang memenuhi spesifikasi Farmakope Indonesia dan
kehalalan, serta menghitung kebutuhan bahan dan perlatan
2.7 Mampu melakukan penelusuran informasi terkait data praformulasi sediaan emulsi
2.8 Mampu melakukan studi praformulasi sediaan emulsi dengan memperhatikan aspek mutu, efektifitas, keamanan dan stabilitas
2.9 Mampu menetapkan formula sediaan emulsi dengan menggunakan bahan baku yang memenuhi spesifikasi Farmakope Indonesia dan
kehalalan, serta menghitung kebutuhan bahan dan perlatan
3.1 Mampu membuat sediaan larutan sesuai dengan Cara Pembuatan Sediaan Farmasi yang Baik, serta menyiapkan kebutuhan bahan dan
peralatan yang digunakan
3.2 Mampu melakukan evaluasi larutan (selama proses produksi, produk antara, dan produk akhir)
3.3 Mampu merancang kemasan, label, brosur, serta informasi lainnya yang dibutuhkan dalam sediaan larutan
3.4 Mampu membuat laporan terkait proses pembuatan dan pengujian mutu sediaan larutan secara bertanggung jawab baik secara lisan
maupun tulisan
3.5 Mampu membuat sediaan suspensi sesuai dengan Cara Pembuatan Sediaan Farmasi yang Baik, serta menyiapkan kebutuhan bahan
dan peralatan yang digunakan
3.6 Mampu melakukan evaluasi suspensi (selama proses produksi, produk antara, dan produk akhir)
3.7 Mampu merancang kemasan, label, brosur, serta informasi lainnya yang dibutuhkan dalam sediaan suspensi
3.8 Mampu membuat laporan terkait proses pembuatan dan pengujian mutu sediaan suspensi secara bertanggung jawab baik secara lisan
maupun tulisan
3.9 Mampu membuat sediaan emulsi sesuai dengan Cara Pembuatan Sediaan Farmasi yang Baik, serta menyiapkan kebutuhan bahan dan
peralatan yang digunakan
3.10 Mampu melakukan evaluasi emulsi (selama proses produksi, produk antara, dan produk akhir)
3.11 Mampu merancang kemasan, label, brosur, serta informasi lainnya yang dibutuhkan dalam sediaan emulsi
3.12 Mampu membuat laporan terkait proses pembuatan dan pengujian mutu sediaan emulsi secara bertanggung jawab baik secara lisan

5
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

maupun tulisan
Deskripsi Singkat Mata kuliah ini berisi materi tentang bentuk sediaan liquid meliputi pengenalan bentuk sediaan likuid, preformulasi, pemilihan eksipien
Mata Kuliah berdasarkan aspek kimia, fikisa, farmakologi, dan lain-lain, formulasi dan evaluasi sediaan likuid, membuat rancangan kemasan sediaan.
Prinsip Dasar Keselamatan Kerja, Teknologi Farmasi, GMP, Audit Kehalalan, Ilmu Hadis, Ilmu Al-Quran, Ilmu Fikih, Kewirausahaan dan
Bahan Kajian
Ekonomi
Pustaka 1. Gennaro A.R. 1995. Remington: Science and Practice of Pharmacy, 19th Ed., Mack Publ. Co. New York.
2. Ansel, Howard C, 2010. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi 9. EGC. Jakarta.
3. Grassi, Mario, et.al..(2007)Understanding Drug Release and Absorption Mechanisms, Taylor & Francis Group, London,53-63
4. Ismail, Isriany, (2011), Desain Bentuk Sediaan Farmasi; Larutan, Suspensi dan Emulsi, Alauddin University Press, Makassar.
5. Kulshreshtha,A.K, Singh, O.N., Wall, G.M.,(2010), Pharmaceutical Suspentions, Springer New York.
6. Mark Gibson, editor, (2009), Pharmaceutical preformulation and formulation: A practical guide from candidate drug, Informa Healthcare
USA,
7. Marshall, (2007), Pharmaceutical manufacturing encyclopedia, William Andrew Publishing, Eaton Avenue, Norwich, NY
8. Myers, Drew, (2006), Surfactan Science and Tecnology, 3rd ed, John Wiley& Sons, Inc, Hoboken, New Jersey
9. Rowe, Raymond C, et.al., (2006), Pharmaceutical Excipients,electronic version, Pharmaceutical Press and the American Pharmacists
Association London, UK.
10. Walters,Kenneth A.(2002), Dermatological and Transdermal Formulation, Marcel Dekker,Inc.
11. Yushioka, Sumie and Stella, Valentino, J.,(2002), Stability of Drugs and Dosage Form, Kluwer Academic Publisher, New York
12. Aulton, M.E., (1994), Pharmaceutics, The Science of Dosage Forms Design , ELBS.,
Edinburg
13. Banker, G.S. and Rhodes, C.T., (2002), Modern Pharmaceutics, 4th Ed., Marcel Dekker Inc.,
New York
Media
Laptop, lcd, whiteboard, spidol, dan buku cetak
Pembelajaran
Team Teaching Isriany Ismail, Surya Ningsih, Dwi Wahyuni Leboe, Azizah Syahrana.
Pentingnya memperhatikan prosedur keselamatan kerja, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan usaha yang sungguh-sungguh dalam melakukan
Integrasi sesuatu, pengembangan dan pemanfaatan teknologi untuk memberikan kemudahan, memperbaiki sifat suatu bahan menjadi lebih baik/
Keislaman meningkatkan kualitas, dan mengurangi efek samping, referensi farmasi dengan tafsir-tafsir, ayat tentang pentingnya kesehatan, ayat tentang
pentingnya pengobatan, ayat tentang obat-obatan, hadist tentang kesehatan, hadist tentang pentingnya pengobatan, hadist tentang pengobatan,

6
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

hukum makanan dan obat, hukum pengobatan, bahan obat dan makanan tidak halal, fikih dalam pengobatan, fikih penggunaan bahan tidak
halal, dalil saling mempercayai dan silaturrahmi dalam bekerjasama, kajian mengenai pentingnya ketelitian dan kejujuran, segala sesuatu
sesuai dengan takarannya
Kuliah: Tugas mandiri dan tugas terstruktur 45%, UTS 25%, UAS 30%
Penilaian
Praktikum: Responsi dan Laporan 30%, Tugas Mandiri dan Terstruktur 35%, OSPE 35%
Matakuliah Syarat Peracikan dan Penyerahan Obat; Biofarmasi, Farmakokinetik, Farmakologi, Farmakokinetik, Teknologi Sediaan Solid

B. Rencana Pembelajaran Semester Pancasila dan Kewarganegaraan

Kemampuan Akhir Metode


No Pokok Sub Pokok Unit Tugas Indikator Bobot Teknik Sumber
Yang Diharapkan Pembelajar Waktu
. Bahasan bahasan (Materi Mahasiswa Penilaian Nilai penilaian Materi
(Sub CPMK) an
ajar)
1. 1.1 Mampu Sirup dan - Defenisi sirup Diskusi dan 1. Tugas 1. Ketepatan 10% Mengacu 300 menit 1 – 13
menjelaskan prinsip Eliksir dan eliksir Cooperativ mandiri dalam pada
formulasi serta - Jenis-jenis e learning 2. Tugas mendefinisika teknik
peran bahan larutan terstruktu n sirup dan penilaian
tambahan dalam - Sirup obat dan r eliksir. secara
produksi sediaan non obat 2. Ketepatan umum di
larutan - Peningkatan dalam bagian
1.2 Mampu kelarutan (teori menyebutkan atas
menjelaskan tahap misel dan jenis larutan
pembuatan dan solubilisasi) 3. Ketepatan
peralatan yang - Prinsip dalam
digunakan dalam formulasi membedakan
produksi sediaan sediaan sirup sirup obat dan
larutan dan eliksir non obat
1.3 Mampu - Excipient untuk 4. Ketepatan

7
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

menjelaskan sirup dan eliksir dalam


evaluasi sediaan - Metode menjelaskan
larutan, termasuk pembuatan teori kelarutan
stabilitas sediaan sirup dan eliksir 5. Ketepatan
larutan dan faktor - Evaluasi dalam
yang sediaan sirup memformulasi
mempengaruhinya dan eliksir sediaan sirup
dan eliksir
6. Ketepatan
dalam
menyebutkan
bahan
tambahan yang
digunakan
7. Ketepatan
dalam
menjelaskan
metode
pembuatan
sirup dan
eliksir
8. Ketepatan
dalam
menjelaskan
evaluasi
sediaan sirup
dan eliksir

8
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

2 2.1 Mampu melakukan Studi 1. Pengertian dan Project - Tugas 1. Ketepatan 10% Mengacu 400 menit 1 – 13
penelusuran preformulas ruang lingkup Based terstruktu dalam pada
informasi terkait i preformulasi Learning r memperoleh teknik
data praformulasi 2. Pengembangan - Tugas informasi penilaian
Mandiri
sediaan larutan formula sirup mandiri terkait secara
2.2 Mampu melakukan dan eliksir (step 1-2) - Tugas preformulasi. umum di
studi praformulasi 3. Penetapan Diskusi Laporan 2. Ketepatan bagian
sediaan larutan paremeter (step 3-4) dalam memilih atas
dengan fisikokimia Laporan bentuk sediaan
memperhatikan bahan obat (Step 5) 3. Ketepatan
aspek mutu, - Sifat dalam
efektifitas, organoleptik memperoleh
keamanan dan - Ukuran informasi sifat
stabilitas partikel fisikokimia
2.3 Mampu menetapkan - Luas bahan obat
formula sediaan permukaan 4. Ketepatan
larutan dengan - Kelarutan dalam
menggunakan bahan - Koefisien memutuskan
baku yang partisi bentuk sediaan
memenuhi - pKa yang akan
spesifikasi - polimorfism dibuat
Farmakope e 5. Ketepatan
Indonesia dan - stabilitas dalam
kehalalan, serta sediaan pemilihan
menghitung 4. Pertimbangan bahan dalam
kebutuhan bahan dalam formula
dan perlatan merancang sediaan yang
sediaan sirup akan dibuat
dan eliksir .
5. Rancangan

9
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

formula sirup
dan eliksir
a. Pemilihan
bahan aktif
b. Bahan
tambahan
lainnya
3 3.5 Mampu membuat Produksi 1. Persiapan alat Praktikum - Responsi 1. Ketepatan 5% Mengacu 354 menit 1 – 13
sediaan larutan sediaan dan bahan - Tugas dalam pada
sesuai dengan sirup dan 2. Desain wadah mandiri menyiapkan teknik
Cara Pembuatan eliksir a. Membuat - Tugas alat dan bahan penilaian
Sediaan Farmasi kemasan terstruktur 2. Ketepatan secara
yang Baik, serta larutan - Laporan dalam umum di
menyiapkan b. Membuat membuat bagian
kebutuhan bahan brosur dan etiket kemasan atas
dan peralatan yang sediaan
4 digunakan 1. Pembuatan Praktikum - Responsi 1. Ketepatan 20% Mengacu 480 menit 1 – 13
3.6 Mampu sirup dan - Tugas dalam pada
melakukan eliksir mandiri membuat teknik
evaluasi larutan 2. Evaluasi sirup - Tugas sediaan sirup penilaian
(selama proses dan eliksir terstruktur dan eliksir secara
produksi, produk a. Organoleptik - Laporan 2. Ketepatan umum di
antara, dan produk b. pH dalam bagian
akhir) c. Viskositas melakukan atas
3.7 Mampu d. Volume evaluasi
merancang terpindahkan 3. Ketepatan
kemasan, label, 3. Pelaporan dalam
brosur, serta mutu sediaan membuat
informasi lainnya laporan
yang dibutuhkan

10
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

dalam sediaan
larutan
3.3. Mampu membuat
laporan terkait
proses pembuatan
dan pengujian
mutu sediaan
larutan secara
bertanggung jawab
baik secara lisan
maupun tulisan
5 1.1 Mampu Ujian Sirup dan eliksir Ujian tulis Ketepatan 1. Ketepatan 30 % Mengacu 100 menit 1 – 13
menjelaskan prinsip Tengah dan dalam pada
formulasi serta Semester kejujuran menjelaskann teknik
peran bahan sirup dan penilaian
tambahan dalam eliksir. secara
produksi sediaan 2. Ketepatan umum di
larutan dalam bagian
1.2 Mampu menyebutkan atas
menjelaskan jenis larutan
evaluasi sediaan 3. Ketepatan
larutan, termasuk dalam
stabilitas sediaan menjelaskan
larutan dan faktor teori kelarutan
yang 4. Ketepatan
mempengaruhinya dalam
2.1 Mampu melakukan memperoleh
penelusuran informasi
informasi terkait terkait
data praformulasi preformulasi

11
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

sediaan larutan 5. Ketepatan


2.2 Mampu melakukan dalam
studi praformulasi menyebutkan
sediaan larutan bahan
dengan tambahan yang
memperhatikan digunakan
aspek mutu, 6. Ketepatan
efektifitas, dalam
keamanan dan menjelaskan
stabilitas metode
2.3.Mampu menetapkan pembuatan
formula sediaan sirup dan
larutan dengan eliksir
menggunakan bahan 7. Ketepatan
baku yang dalam
memenuhi menjelaskan
spesifikasi evaluasi
Farmakope sediaan sirup
Indonesia dan dan eliksir
kehalalan, serta
menghitung
kebutuhan bahan
dan perlatan
6 1.4 Mampu Suspensi 1. Definisi Diskusi dan 1. Tugas 1. Ketepatan 5% Mengacu 150 menit 1 – 13
menjelaskan suspensi Cooperativ mandiri dalam pada
prinsip formulasi 2. Prinsip e learning 2. Tugas menjelaskan teknik
serta peran bahan formulasi terstruktu definisi penilaian
tambahan dalam sediaan r suspensi secara
produksi sediaan suspensi 2. Ketepatan umum di

12
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

suspensi 3. Penggolongan dalam bagian


1.5 Mampu suspensi menjelaskan atas
menjelaskan tahap 3. Komposisi prinsip
pembuatan dan suspensi formulasi
peralatan yang 4. Metode sediaan
digunakan dalam pembuatan suspensi
produksi sediaan suspensi 3. Ketepatan
suspensi 5. Evaluasi dalam
1.6 Mampu sediaan menyebutkan
menjelaskan suspensi penggolongan
evaluasi sediaan suspensi
suspensi, termasuk 4. Ketepatan
stabilitas sediaan dalam
larutan dan faktor menjelaskan
yang metode
mempengaruhinya pembuatan
suspensi
5. Ketepatan
dalam
menjelaskan
evaluasi
suspensi
7 1) Mampu Studi 1. Preformulasi Project 1. Tugas 1. Ketepatan 7,5% Mengacu 200 menit 1 – 13
melakukan preformulas sediaan Based terstruktu dalam pada
penelusuran i suspensi suspensi Learning r memperoleh teknik
informasi terkait a. Teori DLVO 2. Tugas informasi penilaian
Mandiri
data praformulasi b. Mekanisme mandiri terkait sediaan secara
sediaan suspensi adsorbsi (step 1-2) 3. Tugas suspensi umum di
2) Mampu c. Pembasahan Diskusi Laporan 2. Ketepatan bagian

13
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

melakukan studi d. Sedimentasi (step 3-4) dalam atas


praformulasi 2. Flokulasi dan Laporan membedakan
sediaan suspensi deflokulasi (Step 5) sistem
dengan 3. Stabilitas flokulasi dan
memperhatikan suspensi deflokulasi
aspek mutu, 4. Pengembangan 3. Ketepatan
efektifitas, bentuk sediaan dalam
keamanan dan 5. Rancangan menjelaskan
stabilitas formula stabilitas
3) Mampu a. Pemilihan suspensi
menetapkan bahan aktif 4. Ketepatan
formula sediaan b. Pemilihan dalam
suspensi dengan pensuspensi menentukan
menggunakan c. Bahan jenis sediaan
bahan baku yang tambahan suspensi yang
memenuhi lainnya akan dibuat
spesifikasi 5. Ketepatan
Farmakope dalam
Indonesia dan pemilihan
kehalalan, serta bahan dalam
menghitung formula
kebutuhan bahan suspensi yang
dan perlatan akan dibuat
3.8 Mampu membuat Produksi 1. Persiapan alat Praktikum - Responsi 1. Ketepatan 5% Mengacu 354 menit 1 – 13
sediaan suspensi sediaan dan bahan - Tugas dalam pada
sesuai dengan suspensi 2. Desain wadah mandiri menyiapkan teknik
Cara Pembuatan a. Membuat - Tugas alat dan bahan penilaian
Sediaan Farmasi kemasan terstruktur 2. Ketepatan secara
yang Baik, serta suspensi - Laporan dalam umum di

14
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

menyiapkan b. Membuat membuat bagian


kebutuhan bahan brosur dan kemasan atas
dan peralatan yang etiket
digunakan
3.9 Mampu
8 melakukan 1. Pembuatan Praktikum - Responsi 1. Ketepatan 20% Mengacu 480 menit 1 – 13
evaluasi suspensi suspensi - Tugas dalam pada
(selama proses 2. Evaluasi mandiri membuat teknik
produksi, produk suspensi - Tugas suspensi penilaian
antara, dan produk a. Organoleptis terstruktur 2. Ketepatan secara
akhir) b. Homogenitas - Laporan dalam umum di
3.10 Mampu c. Uji daya sebar mengevaluasi bagian
merancang d. Laju suspensi atas
kemasan, label, sedimentasi 3. Ketepatan
brosur, serta e. Volume dalam
informasi lainnya terpindahkan membuat
yang dibutuhkan 3. Pelaporan laporan
dalam sediaan mutu sediaan
suspensi
4.2. Mampu membuat
laporan terkait
proses pembuatan
dan pengujian
mutu sediaan
suspensi secara
bertanggung jawab
baik secara lisan
maupun tulisan

15
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

9 1.7 Mampu Emulsi 1. Pengertian Diskusi dan - Tugas 1. Ketepatan 5% Mengacu 150 menit 1 – 13
menjelaskan prinsip emulsi Cooperativ mandiri dalam pada
formulasi serta 2. Jenis-jenis e learning - Tugas mendefinisika teknik
peran bahan emulsi terstruktu n emulsi penilaian
tambahan dalam 3. Emulsifikasi r 2. Ketepatan secara
produksi sediaan 4. Stabilitas mennyebutkan umum di
emulsi emulsi jenis-jenis bagian
1.8 Mampu a. Tegangan emulsi atas
menjelaskan tahap antar muka 3. Ketepatan
pembuatan dan b. Elektrik dalam
peralatan yang doble layer menjelaskan
digunakan dalam 5. Komposisi teori
produksi sediaan emulsi emulsifikasi
emulsi 6. Metode 4. Ketepatan
1.9 Mampu pembuatan dalam
menjelaskan emulasi menjelaskan
evaluasi sediaan 7. Evaluasi stabilitas
emulsi, termasuk sediaan emulsi emulsi
stabilitas sediaan 5. Ketepatan
larutan dan faktor dalam
yang menyebutkan
mempengaruhinya komposisi
emulsi
6. Ketepatan
dalam
menjelaskan
metode
pembuatan
emulsi
7. Ketepatan

16
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

dalam
menjelaskan
evaluasi
emulsi
10 2.7 Mampu Studi 1. Preformulasi Project 4. Tugas 1. Ketepatan 7,5% Mengacu 200 menit 1 – 13
melakukan preformulas sediaan emulsi Based terstruktu dalam pada
penelusuran i emulsi 2. Mekanisme Learning r memperoleh teknik
informasi terkait stabilitas 5. Tugas informasi penilaian
Mandiri
data praformulasi 3. Emulgator mandiri terkait secara
sediaan emulsi 4. HLB dan (step 1-2) 6. Tugas preformulasi umum di
2.8 Mampu perhitunganny Diskusi Laporan sediaan emulsi bagian
melakukan studi a (step 3-4) 2. Ketepatan atas
praformulasi 5. Perbandingan Laporan dalam
sediaan emulsi surfaktan (Step 5) menjelaskan
dengan berdasarkan mekanisme
memperhatikan nilai HLB stabilitas
aspek mutu, 6. Pengembanga emulsi
efektifitas, n bentuk 3. Ketepatan
keamanan dan sediaan emulsi dalam
stabilitas 7. Rancangan menjelaskan
2.9 Mampu formula teori
menetapkan a. Pemilihan emulgator
formula sediaan bahan aktif 4. Ketepatan
emulsi dengan b. Pemilihan dalam
menggunakan emulsiling menentukan
bahan baku yang agent nilai HLB
memenuhi c. Bahan suatu surfaktan
spesifikasi tambahan 5. Ketepatan
Farmakope lainnya dalam

17
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

Indonesia dan menentukan


kehalalan, serta bentuk sediaan
menghitung emulsi yang
kebutuhan bahan akan dibuat
dan perlatan 6. Ketepatan
dalam
pemilihan
bahan dalam
formula emulsi
11 3.9 Mampu membuat Produksi 1. Persiapan alat Praktikum - Responsi 1. Ketepatan 5% Mengacu 354 menit 1 – 13
sediaan emulsi sediaan dan bahan - Tugas dalam pada
sesuai dengan emulsi 2. Desain wadah mandiri menyiapkan teknik
Cara Pembuatan a. Membuat - Tugas alat dan bahan penilaian
Sediaan Farmasi kemasan terstruktur 2. Ketepatan secara
yang Baik, serta emulsi - Laporan dalam umum di
menyiapkan b. Membuat merancang bagian
kebutuhan bahan brosur dan kemasan atas
dan peralatan yang etiket emulsi
digunakan
12 3.10Mampu 1. Pembuatan Praktikum - Responsi 1. Ketepatan 20% Mengacu 480 menit 1 – 13
melakukan emulsi - Tugas dalam pada
evaluasi emulsi 2. Evaluasi mandiri membuat teknik
(selama proses emulsi - Tugas emulsi penilaian
produksi, produk a. Organoleptis terstruktur 2. Ketepatan secara
antara, dan produk b. Viskositas - Laporan dalam umum di
akhir) c. Volume mengevaluasi bagian
3.11Mampu terpindahkan emulsi atas
merancang d. Tipe emulsi 3. Ketepatan
kemasan, label, e. pH dalam

18
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

brosur, serta membuat


informasi lainnya laporan
yang dibutuhkan
dalam sediaan
emulsi
4.3. Mampu membuat
laporan terkait
proses pembuatan
dan pengujian
mutu sediaan
emulsi secara
bertanggung jawab
baik secara lisan
maupun tulisan

13 1.4. Mampu UAS Suspensi dan Ujian Tulis Ketepatan 1. Ketepatan 30 % Mengacu 100 menit 1 – 13
menjelaskan prinsip emulsi dan dalam pada
formulasi serta kejujuran menjelaskan teknik
peran bahan definisi penilaian
tambahan dalam suspensi secara
produksi sediaan 2. Ketepatan umum di
suspensi dalam bagian
1.6. Mampu menjelaskan atas
menjelaskan evaluasi
evaluasi sediaan suspensi
3. Ketepatan
suspensi, termasuk
dalam
stabilitas sediaan memperoleh
larutan dan faktor informasi

19
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

yang terkait
mempengaruhinya sediaan
suspensi
1.7. Mampu 4. Ketepatan
menjelaskan prinsip dalam
formulasi serta menjelaskan
peran bahan stabilitas
tambahan dalam suspensi
produksi sediaan 5. Ketepatan
emulsi dalam
1.9. Mampu pemilihan
menjelaskan bahan dalam
evaluasi sediaan formula
emulsi, termasuk suspensi
stabilitas sediaan yang akan
larutan dan faktor dibuat
yang 6. Ketepatan
mempengaruhinya dalam
2.4. Mampu melakukan mendefinisik
penelusuran an emulsi
informasi terkait 7. Ketepatan
data praformulasi dalam
sediaan suspensi menjelaskan
2.5. Mampu melakukan teori
studi praformulasi emulsifikasi
sediaan suspensi 8. Ketepatan
dengan dalam
memperhatikan menjelaskan
aspek mutu, stabilitas
emulsi

20
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

efektifitas, 9. Ketepatan
keamanan dan dalam
stabilitas menyebutkan
2.6. Mampu menetapkan komposisi
formula sediaan emulsi
suspensi dengan 10. Ketepatan
menggunakan bahan dalam
baku yang menjelaskan
memenuhi evaluasi
spesifikasi emulsi
Farmakope 11. Ketepatan
Indonesia dan dalam
kehalalan, serta memperoleh
menghitung informasi
kebutuhan bahan terkait
dan perlatan preformulasi
2.7. Mampu melakukan sediaan
penelusuran emulsi
informasi terkait 12. Ketepatan
data praformulasi dalam
sediaan emulsi menjelaskan
2.8. Mampu melakukan mekanisme
studi praformulasi stabilitas
sediaan emulsi emulsi
dengan 13. Ketepatan
memperhatikan dalam
aspek mutu, menjelaskan
efektifitas, teori
keamanan dan emulgator
stabilitas 14. Ketepatan

21
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

2.9. Mampu menetapkan dalam


formula sediaan menentukan
emulsi dengan nilai HLB
menggunakan bahan suatu
baku yang surfaktan
memenuhi 15. Ketepatan
spesifikasi dalam
Farmakope menentukan
Indonesia dan bentuk
kehalalan, serta sediaan
menghitung emulsi yang
kebutuhan bahan akan dibuat
dan perlatan 16. Ketepatan
dalam
pemilihan
bahan dalam
formula
emulsi
14 3.1. Mampu membuat Ujian Sirup, eliksir, OSCE/OSP Ketepatan 1. Ketepatan 35 % Mengacu 300 menit
sediaan larutan Praktikum suspensi, emulsi E dan dalam pada
sesuai dengan kejujuran menyiapkan teknik
Cara Pembuatan alat dan bahan penilaian
Sediaan Farmasi 2. Ketepatan secara
yang Baik, serta dalam umum di
menyiapkan membuat bagian
kebutuhan bahan sediaan sirup atas
dan peralatan yang dan eliksir
digunakan 3. Ketepatan
3.2. Mampu melakukan dalam

22
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

evaluasi larutan melakukan


(selama proses evaluasi sirup
produksi, produk dan eliksir
antara, dan produk 4. Ketepatan
akhir) dalam
3.4. Mampu membuat membuat
sediaan suspensi suspensi
sesuai dengan 3. Ketepatan
Cara Pembuatan dalam
Sediaan Farmasi mengevaluasi
yang Baik, serta suspensi
menyiapkan 5. Ketepatan
kebutuhan bahan dalam
dan peralatan yang membuat
digunakan emulsi
3.5. Mampu melakukan 6. Ketepatan
evaluasi suspensi dalam
(selama proses mengevaluasi
produksi, produk emulsi
antara, dan produk
akhir)
3.7. Mampu membuat
sediaan emulsi
sesuai dengan
Cara Pembuatan
Sediaan Farmasi
yang Baik, serta
menyiapkan
kebutuhan bahan
dan peralatan yang

23
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

digunakan
3.8. Mampu melakukan
evaluasi emulsi
(selama proses
produksi, produk
antara, dan produk
akhir)

24
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

KRITERIA PENILAIAN
PENILAIAN DILAKUKAN DENGAN MENILAI 3 KOMPONEN, YAITU AFEKSI (40%), PSIKOMOTORIK (30%) DAN KOGNITIF (30%)
1. Model Rubrik Penilaian harian untuk kegiatan diskusi dalam kelas :
LEMBAR PENILAIAN
KELOMPOK :.......................
DOSEN :................
Diskusi ke :
Tanggal :

UNSUR PENILAIAN
No Stambuk Nama KehadiranKeaktifan Relevansi Sikap Total Nilai
& Kreativitas
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Keterangan :
1. Kehadiran (Disiplin)

0
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

0 : tidak hadir atau terlambat > 10 menit


1 : Terlambat < 10 menit
2 : Hadir tepat waktu
2. Keaktifan dan Kreatifitas
0 : Tidak memberikan pendapat selama diskusi
0.5 : Memberikan pendapat setelah diminta ketua/ dosen
1 : Memberikan pendapat pada sebagian kecil LO atau selalu menyampaikan pendapat dengan cara membacakan buku/catatan/ hand out dll
2 : Memberikan pendapat pada sebagian besar LO atau kadang-kadang menyampaikan pendapat dengan cara membacakan buku/catatan/ hand out dll
2.5 : Memberikan pendapat pada sebagian besar LO, menyampaikan pendapat tanpa membacakan buku/catatan/ hand out dll
3 : Memberikan pendapat pada sebagian setiap LO tanpa membacakan buku/catatan/ hand out dll
3. Relevansi
0 : Pendapat yang disampaikan tidak relevan dengan LO atau tidak membrikan pendapat
1 : sebagain kecil pendapat yang disampaikan relevan dengan LO
2 : Sebagian besar pendapat yang disampaikan relevan dengan LO
3 : Semua pendapat yang diberikan relevan dengan LO

4. Sikap
0 : Menghambat jalannya diskusi atau tidak menghargai pendapat anggota lain, mengejek atau menyela, atau tidak menghargai dosen
1 : Tidak acuh atau melakukan kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan diskusi
1,5 : Memberikan pendapat tanpa melalui ketua kelompok/dosen
2 : Menunjukkan sikap menghargai pendapat dan peran anggota lain dan dosen

1
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

2. Model rubrik harian kegiatan role play/Praktek/Demonstrasi

LEMBAR PENILAIAN ROLE PLAY/PRAKTEK/DEMONSTRASI


KELOMPOK YANG DINILAI :.......................
DOSEN/KELOMPOK PENILAI :................
Tema/Kasus :
Tanggal :

No NIM Nama Unsur Penilaian Total


Organisasi Pemahaman Alat Teknik Kerjasama
Materi Peraga Verbal Kelompok
1
2
3
4
5
Keterangan :
1. Organisasi
0 : Penonton tidak dapat memahami materi presentase role play/video
1 : Penonton dapat memahami informasi yang disajikan namun presentase tidak sistematis/kurang menarik
2 : Informasi mudah dipahami dengan presentase yang sistematis dan menarik
2. Pemahaman Materi
0 : Mahasiswa tidak memahami materi dengan baik
1 : Mahasiswa kurang memahami materi secara mendalam
2 : Mahasiswa memahami materi secara mendalam
3. Alat Peraga
0 : Mahasiswa tidak menggunakan alat peraga atau alat peraga tidak tepat
1 :Mahasiswa menggunakan alat peraga yang tepat namun kurang mendukung presentase
2 : mahasiswa menggunakan alat peraga yang tepat dan mendukung presentase
4. Teknik Verbal
0 :Mahasiswa berbicara seperti menggumam, sering salah mengucapkan istilah, suara tidak jelas dan tidak kedengaran
1 :Suara jelas (tidak menggumam), dapat didengar namun masih terlalu cepat/lambat, istilah yang digunakan sudah benar
2 : Suara jelas, artikulasi jelas, volume yang sesuai, pengucapan istilah yang tepat dan dapat terdengar dengan baik

2
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

5. Kerjasama Kelompok
0 :Tidak solid, persiapan presentase kurang, tidak ada pembagian porsi presentase yang jelas
1 :cukup solid, pembagian porsi presentase sudah ada namun kadang masih tumpang tindih
2 : sangat solid, pembagian porsi jelas, kerjasama baik

Rekapitulasi Penilaian dari rubrik penilaian harian :


Bobot Perhitungan
Skor
Pertemuan Mata Kuliah Nilai nilai Skor
(Xn)
(Mn)
Rerata 20 +
(a+b) = 5 +
20% 15
{20% (a+b)} +
Formulasi Dan Evaluasi {c x 5%} +
c=5%
1-15 Sediaan Likuida Steril Dan a,b,c,d
Non Steril {20%(d) x 75}
d=
20%
x75

UTS 40% x 30
I 40% x 75
75
UAS 40%x 30
J 40% x 75
75
Total 100

Catatan:
1. Tugas mandiri = a
2. Tugas terstruktur = b
3. Kuis = c
4. Diskusi =d
5. TUGAS MANDIRI (a)+ TUGAS TERSTRUKTUR (b) memiliki poin 20%
6. QUIS (c) memiliki poin 5%

3
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

7. DISKUSI, DAN UJIAN (UTS dan UAS) memiliki poin 75%.


8. Nilai tertinggi untuk tiap komponen pada Xn) adalah 100.
9. Setiap Modul terdapat 1 komponen keaktivan, tugas dan karya mandiri, kuis, dan kehadiran.
10. Setiap Modul akan menghasilkan total skor a/b/c/d/dst dihitung berdasarkan cara penghitungan nilai
11. Nilai dari setiap modul kemudian dihitung kembali sesuai bobot penilaian tiap modul
12. Nilai ujian mid dan final merupakan bagian dari bobot penilaian dalam Rekapitulasi Penilaian (RP).
13. Jumlah skor maksimal RP adalah 100.
14. Nilai akhir RP berupa huruf dengan komponen konversi(sumber pedoman edukasi UINAM):
A = 90-100
A- = 85-89
B+ = 80-84
B = 75-79
B- = 70-74
C+ = 65-69
C = 60-64
C- = 55-59
D = 50-54
E = 00-49

4
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

JADWAL MIKRO

GANJIL 2021/2022 BLOK TEKNOLOGI SEDIAAN LIQUID SEMI SOLID 1


MINGGU WAKTU
RABU,1 SEPT 2021 KAMIS,2 SEPT 2021 JUMAT,3 SEPT 2021 SENIN, 6 SEPT 2021 SELASA, 7 SEPT 2021
08.00 - 08.50 KONTRAK PERKULIAHAN
LCT II LCT III PJBL III (Step 1-5) PJBL III (Step 7)
08.50 - 09.40
09.40 - 09.55
LCT I
09.55 -10.45
LCT II LCT III PJBL III (Step 7)
10.45 - 11.35
MINGGU LCT I
11.35 - 12.25
I
12.25 - 13.00
13.00-13.50
PJBL I (Step 1-5) PJBL II (Step 1-5) UAS
13.50-14.40 PJBL I (Step 7) PJBL II (Step 7)
14.40-15.30
15.30-16.20
WAKTU RABU, 8 SEPT 2021 KAMIS, 9 SEPT 2021 JUMAT,10 SEPT 2021 SENIN,13 SEPT 2021 SELASA, 14 SEPT 2021
08.00 - 08.50
08.50 - 09.40
09.40 - 09.55
09.55 -10.45
MINGGU 10.45 - 11.35
II 11.35 - 12.25 PSL I PSL I PSL II PSL II PSL III
12.25 - 13.00
13.00-13.50
13.50-14.40
14.40-15.30
15.30-16.20

5
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

WAKTU RABU, 15 SEPT 2021 KAMIS, 16 SEPT 2021


08.00 - 08.50
REMEDIAL UAS
08.50 - 09.40
OSPE
09.40 - 09.55
09.55 -10.45
MINGGU 10.45 - 11.35 PSL III
III 11.35 - 12.25 REMEDIAL PBL
12.25 - 13.00
13.00-13.50
13.50-14.40
PSL III REMEDIAL OSPE
14.40-15.30
15.30-16.20

6
MODUL KULIAH I
LARUTAN

I. PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Seiring berkembangnya kemajuan teknolgi dan Ilmu pengetahuan diberbagai
bidang, tidak dapat disangkal bahwa dunia kefarmasian juga berkembang pesat
dengan kata lain Profesi kefarmasian telah mengalami berbagai perubahan, dimana
seorang farmasis tidak hanya sebagai petugas kesehatan yang yang bertugas
memberikan setiap kebutuhan obat yang dibutuhkan pasien melalui resep yang
ditulis oleh dokter tetapi seiring berjalannya waktu,di Indonesia sendiri dengan
dikeluarkannya SK Mentri kesehatan No.436/MenKes/SK/VI/1993 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Medis,atau yang lebih dikenal
dengan Pharmaceutical Care atau pelayanan kefarmasian dengan jangkauan
pelayanan farmasi klinis meliputi konseling, Monitoring efek samping obat,
Pencampuran obat suntik secara aseptis, Menganalisis efektivitas biaya, Penentuan
kadar obat dalam darah, penanganan obat sitostatika, Penyiapan total peranteral
nutrisi, Pemantauan penggunaan obat dan Pengkajian penggunaan obat.
Hal di atas menegaskan bahwa pentingnya seorang famsis sebelum terjun
dalam dunia pelayanan kefarmasian, mengetahui sediaan-sediaan farmasi sehingga
seorang farmasis mampu memilih sediaan yang sesuai dengan kebutuhan dan
kedaan pasien.
Larutan adalah bentuk sediaan cair homogen yang mengandung satu atau
lebih obat /bahan kimia terlarut dalam pelarut air suling kecuali dinyatakan lain,
dimaksudkan untuk digunakan sebagai obat dalam, obat luar atau untuk dimasukkan
ke dalam rongga tubuh. Karena bahan aktif dalam keadaan terlarut , keseragaman
dosis larutan dapat diperoleh tanpa perlu mengocok sediaan. (Anief, 2007). Dalam
sediian larutan terdapat dua zat yang berbeda, yakni zat terlarut (solute) dan zat
pelarut (solvent).

II. RUANG LINGKUP


Isi dari Modul-1 ini secara garis besar meliputi pembahasan tentang:
1. Definisi larutan
2. Persentase dalam larutan
3. Macam-macam sediaan larutan
4. Definisi sirup
5. Komponen sirup
6. Sifat fisika kimia sirup
7. Pembuatan sirup
8. Kestabilan sirup dalam pembuatan
9. Definisi eliksir
10. Peneglompokan eliksir
11. Keuntungan eliksir
12. Cara pembuatan eliksir

III. SASARAN PEMBELAJARAN


Setelah proses perkuliahan yang dipandu dengan modul, maka dosen dapat menggali
capaian kompetensi mahasiswa terkait sediaan larutan yang indikatornya adalah
kemampuannya dalam hal:

7
1) Mampu menjelaskan prinsip formulasi serta peran bahan tambahan dalam
produksi sediaan larutan
2) Mampu menjelaskan tahap pembuatan dan peralatan yang digunakan dalam
produksi sediaan larutan
3) Mampu menjelaskan evaluasi sediaan larutan.

IV. MATERI PEMBELAJARAN

I. Definisi larutan
Larutan adalah bentuk sediaan cair homogen yang mengandung satu atau lebih
obat /bahan kimia terlarut dalam pelarut air suling kecuali dinyatakan lain,
dimaksudkan untuk digunakan sebagai obat dalam, obat luar atau untuk dimasukkan
ke dalam rongga tubuh. Karena bahan aktif dalam keadaan terlarut , keseragaman
dosis larutan dapat diperoleh tanpa perlu mengocok sediaan. (Anief, 2007). Dalam
sediian larutan terdapat dua zat yang berbeda, yakni zat terlarut (solute) dan zat
pelarut (solvent). Jenis pelarut yang biasa digunakan dalam pembuatan larutan :
1. Air, untuk melarutkan macam-macam garam
2. Spiritus, untuk melarutkan kamfer, iodium dan menthol
3. Gliserin, untuk melarutkan zat tannin, zat samak, boraks dan fenol
4. Eter, untuk melarutkan kamfer, fosfor, sublimat
5. Minyak, untuk melarutkan kamfer dan menthol
6. Parafin liquidum, untuk melarutkan cera, cetaceum, berbagai jenis minyak,
kamfer, mentol dan klorobutanol
II. Persentase dalam larutan
Kadar zat terlarut dinyatakan dalam persen dan persentase di dalam larutan
dinyatakan sebagai % b/b, % b/v, % v/v (b : bobot, v : volume). persentase untuk
larutan injeksi adalah % b/v. kekuatan larutan dapat dinyatakan dengan bagian zat
per miliun (sejuta) bagian dari larutan atau ppm (part per million). dapat pula
dinyatakan seperti benzalkonium klorida 1 : 10.000 dalam air artinya dalam 10.000
ml larutan terdapat 1 gr Benzalkonium Klorida atau 0,001 % b/v.

III. Macam-macam sediaan larutan


Berdasarkan cara pemberianya, bentuk sediaan larutan dikelompokkan menjadi dua
yaitu larutan oral danlarutan topikal.
1. Larutan Oral: sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral, dengan
mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis
atau pewarna yang larut dalam air atau campuran kosolven air. Larutan oral
dibagi tiga yaitu :
a. Potiones (obat minum): larutan yang dimaksudkan untuk pemakaian dalam.
Selain berbentuk larutan potio juga dapat berbentuk suspensi atau emulsi.
b. Elixir: sediaan larutan yang mengandung bahan obat dan bahan tambahan
(pemanis, pengawet, pewarna, pewangi), sebagai pelarutnya digunakan
campuran air-etanol. Etanol berfungsi untuk meningkatkan kelarutan obat.
c. Sirop : terdiri atas Sirup simplex (mengandung gula 65 % dalam larutan
nipagin 0,25 % b/v, Sirop obat (mengandung satu atau lebih jenis obat), sirop
pewangi (tidak mengandung obat tetapi mengandung zat pewangi)
d. Netralisasi, Saturatio dan Potio Effervescent
e. Guttae (obat tetes)
2. Larutan topikal : Larutan yang biasanya mengandung air. Jenis larutan topikal
meliputi Collyrium (sediaan larutan steril untuk membersihkan mata), Guttae

8
ophalmicae (obat tetes mata yang berupa larutan steril bebas partikel asing),
gargarisma (obat kumur mulut), litus oris (oles bibir), guttae oris (tetes mulut),
Guttae nasal (tetes hidung), inhalations (sediaan untuk disemprotkan),
injectiones
(obat suntik), lavement (cairan yang pemakaiannya per rektum/kolon), Douche
(cairan obat atau pembersih bagian dalam vagina), ephitema (obat kompres)
IV. Definisi sirup
Menurut Farmakope Indonesia III, Sirup adalah sediaan cair berupa larutan
yang mengandung sakarosa. Kadar sakarosa (C12 H22 O11) tidak kurang dari 64% dan
tidak lebih dari 66%. Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula
lain dalam kadar tinggi (Anonim, 1995). Secara umum sirup merupakan larutan
pekat dari gula yang ditambah obat atau zat pewangi dan merupakan larutan jernih
berasa manis. Sirup adalah sediaan cair kental yang minimal mengandung 50%
sakarosa (Ansel et al., 2005). Dalam perkembangannya, banyak sekali pengertian
mengenai sirup. Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa
(Anonim, 1979). Sirup adalah sediaan cairan kental untuk pemakaian dalam, yang
minimal mengandung 90% sakarosa (Voigt, 1984).
Dalam ilmu farmasi sirup banyak digunakan karena dapat berfungsi sebagai :
1. Obat, misalnya : chlorfeniramini maleatis sirupus.
2. Corigensia saporis, misalnya : sirupus simplex, Corigensia odoris, misalnya :
sirupus aurantii Corigensia coloris, misalnya : sirupus Rhoedos, sirupus rubi idaei
3. Pengawet, misalnya sediaan dengan bahan pembawa sirup karena konsentrasi
gula yang tinggi mencegah pertumbuhan bakteri.

V. Komponen Sirup
a. Pemanis
Pemanis berungsi untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Dilihat dari kalori yang
dihasilkan dibagi menjadi pemanis berkalori tinggi dan pemanis berkalori rendah.
Adapun pemanis berkalori tinggi misalnya sorbitol, sakarin dan sukrosa
sdangkan yang berkalori rendah seperti laktosa.
b. Pengawet antimikroba
Digunakan untuk menjaga kestabilan obat dalam penyimpanan agar dapat
bertahan lebih lama dan tidak ditumbuhi oleh mikroba atau jamur.
c. Perasa dan Pengaroma
Hampir semua sirup disedapkan dengan pemberi rasa buatan atau bahan-bahan
yang berasal dari alam untuk membuat sirup mempunyai rasa yang enak. Karena
sirup adalah sediaan cair, pemberi rasa ini harus mempunyai kelarutan dalam air
yang cukup. Pengaroma ditambahkan ke dalam sirup untuk memberikan aroma
yang enak dan wangi. Pemberian pengaroma ini harus sesuai dengan rasa sediaan
sirup, misalkan sirup dengan rasa jeruk diberi aroma citrus.
d. Pewarna
Pewarna yang digunakan umumnya larut dalam air dan tidak bereaksi dengan
komponen lain dalam sirup dan warnanya stabil dalam kisaran pH selama
penyimpanan. Penampilan keseluruhan dari sediaan cair terutama tergantung
pada warna dan kejernihan. Pemilihan warna biasanya dibuat konsisen dengan
rasa.
Juga banyak sediaan sirup, terutama yang dibuat dalam perdagangan
mengandung pelarut-pelarut khusus, pembantu kelarutan, pengental dan stabilisator.
Sifat Fisika Kimia Sirup
a. Viskosita

9
Viskositas atau kekentalan adalah suatu sifat cairan yang berhubungan
erat dengan hambatan untuk mengalir.Kekentalan didefinisikan sebagai gaya
yang diperlukan untuk menggerakkan secara berkesinambungan suatu permukaan
datar melewati permukaan datar lainnya dalam kondisi mapan tertentu bila ruang
diantara permukaan tersebut diisi dengan cairan yang akan ditentukan
kekentalannya. Untuk menentukan kekentalan, suhu zat uji yang diukur harus
dikendalikan dengan tepat, karena perubahan suhu yang kecil dapat
menyebabkan perubahan kekentalan yang berarti untuk pengukuran sediaan
farmasi.Suhu dipertahankan dalam batas tidak lebi dari 0,1°C.
b. Uji mudah tidaknya dituang
Uji mudah tidaknya dituang adalah salah satu parameter kualitas sirup.
Uji ini berkaitan erat dengan viskositas. Viskositas yang rendah menjadikan
cairan akan semakin mudah dituang dan sebaliknya. Sifat fiik ini digunakan
untuk melihat stabilitas sediaan cair selama penyimpanan. Besar kecilnya kadar
suspending agent berpengaruh terhadap kemudahan sirup untuk dituang. Kadar
zat penstabil yang terlalu besar dapat menyebabkan sirup kental dan sukar
dituang.
c. Uji Intensitas Warna
Uji intensitas warna dilakukan dengan melakukan pengamatan pada
warna sirup mulai minggu 0-4. Warna yang terjadi selama penyimpanan
dibandingkan dengan warna pada minggu 0. Uji ini bertujuan untuk mengetahui
perubahan warna sediaan cair yang disimpan Selama waktu tertentu.

VI. Pembuatan Sirup


Kecuali dinyatakan lain, Sirup dibuat dengan cara sebagai berikut : Buat
cairan untuk sirup, panaskan, tambahkan gula, jika perlu didihkan hingga larut.
Tambahkan air mendidih secukupnya hingga diperoleh bobot yang dikehendaki,
buang busa yang terjadi, serkai.
Pada pembuatan sirup dari simplisia yang mengandung glukosida antrakinon,
di tambahkan natrium karbonat sejumlah 10% bobot simplisia.pada pembuatan sirup
simplisia untuk persediaan di tambahkan Nipagin 0,25% b/v atau pengawet yang
cocok.sirup disimpan dalam wadah tertutup rapar,dan di tempat yang sejuk.
a. Metode Kerja :
1) Melarutkan bahan- bahan dengan bantuan pemanasan Sirup yang dibuat
dengan cara ini apabila :
- Dibutuhkan pembuatan sirup secepat mungkin
- Komponen sirup tidak rusak atau menguap oleh pemanasan Pada cara ini
umumnya gula ditambahkan ke air yang dimurnikan dan
dipanaskan sampai larut. Contoh : sirup akasia, sirup cokelat
2) Melarutkan bahan-bahan dengan pengadukan tanpa pemanasan
Metode ini dilakukan untuk menghindari panas yang merangsang inverse
sukrosa. Prosesnya membutuhkan waktu yang lebih lama tetapi mempunyai
kestabilan yang maksimal. Bila bahan padat akan ditambahkan ke sirup, yang
paling baik adalah dengan melarutkannya dalam sejumlah air murni dan
kemudian larutan tersebut digabungkan ke dalam sirup. Contoh : sirup ferro
sulfat.
3) Penambahan sukrosa pada cairan obat yang dibuat atau pada cairan yang
diberi rasa (Colatura).
Ada kalanya cairan obat seperti tingtur atau ekstrak cair digunakan sebagai
sumber obat dalam pembuatan sirup. Banyak tingtur dan ekstrak seperti itu

10
mengandung bahan-bahan yang larut dalam alkohol dan dibuat dengan
pembawa beralkohol atau hidroalkohol. Jika komponen yang larut dalam
alkohol dibutuhkan sebagai bahan obat dalam pembuatan sirup, beberapa cara
kimia umum dapat dilakukan agar bahan-bahan tersebut larut dalam air,
campuran dibiarkan sampai zat-zat yang tidak larut dalam air terpisah
sempurna dan menyaringnya dari campuran. Filtratnya adalah cairan obat
yang kemudian ditambahkan sukrosa dalam sediaan sirup. Pada kondisi lain,
apabila tingtur dan ekstrak kental dapat bercampur dengan sediaan berair, ini
dapat ditambahkan langsung ke sirup biasa atau sirup pemberi rasa sebagai
obat. Contoh : Sirup sena.
4) Maserasi dan Perkolasi
 Maserasi adalah cara penarikan sari dari simplisia dengan cara merendam
simplisia tersebut dalam cairan penyari pada suhu biasa yaitu pada
suhunya 15-25 0C. Contoh : Sirupus Rhei, Althaeae sirup
 Perkolasi ialah suatu cara penarikan, memakai alat yang disebut
perkolator, yang simplisianya terendam dalam cairan penyari dimana
zatzatnya terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara beraturan
keluar sampai memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan. Contoh
:Sirupus cinnamomi, sirup aurantii corticis.

b. Persyaratan Mutu Dalam Pengerjaan Sirup


1) Pada pembuatan sirup dari simplisia yang mengandung glikosida antrakinon
di tambahkan Na2CO3 sejumlah 10% bobot simplisia. Kecuali dinyatakan
lain, pada pembuatan sirup simplisia untuk persediaan ditambahkan metil
paraben 0,25 % b/v atau pengawet lain yang cocok.
2) Kadar gula dalam sirup pada suhu kamar maksimum 66 % sakarosa, bila
lebih tinggi akan terjadi pengkristalan, tetapi bila lebih rendah dari 62 % sirup
akan membusuk.
3) Bj sirup kira-kira 1,3.
4) Pada penyimpanan dapat terjadi inversi dari sakarosa ( pecah menjadi
glukosa dan fruktosa ) dan bila sirup yang bereaksi asam inversi dapat terjadi
lebih cepat.
5) Pemanasan sebaiknya dihindari karena pemanasan akan menyebabkan
terjadinya gula invert.
6) Gula invert adalah gula yang terjadi karena penguraian sakarosa yang
memutar bidang polarisasi kekiri.
7) Gula invert tidak dikehendaki dalam sirup karena lebih encer sehingga mudah
berjamur dan berwarna tua ( terbentuk karamel ), tetapi mencegah terjadinya
oksidasi dari bahan obat.
8) Pada sirup yang mengandung sakarosa 62 % atau lebih, sirup tidak dapat
ditumbuhi jamur, meskipun jamur tidak mati.
9) Bila kadar sakarosa turun karena inversi, maka jamur dapat tumbuh. Bila
dalam resep, sirup diencerkan dengan air dapat pula ditumbuhi jamur.
10) Untuk mencegah sirup tidak menjadi busuk, dapat ditambahkan bahan
pengawet misalnya nipagin.
11) Kadang-kadang gula invert dikehendaki adanya misalnya dalam pembuatan
sirupus Iodeti ferrosi.Hal ini disebabkan karena sirup merupakan media yang
mereduksi, mencegah bentuk ferro menjadi bentuk ferri. Gula invert disini
dipercepat pembuatannya dengan memanaskan larutan gula dengan asam
sitrat.

11
12) Bila cairan hasil sarian mengandung zat yang mudah menguap maka sakarosa
dilarutkan dengan pemanasan lemah dan dalam botol yang tertutup, seperti
pada pembuatan Thymi sirupus dan Thymi compositus sirupus, aurantii
corticis sirupus. Untuk cinnamomi sirupus sakarosa dilarutkan tanpa
pemanasan.
13) Maksud menyerkai pada sirup adalah untuk memperoleh sirup yang jernih.

c. Penjernihan Sirup
Ada beberapa cara menjernihkan sirup :
1) Menambahkan kocokan zat putih telur segar pada sirup . Didihkan sambil
diaduk, zat putih telur akan menggumpal karena panas.
2) Menambahkan bubur kertas saring lalu didihkan dan saring kotoran sirup
akan melekat ke kertas saring.

VII. Kestabilan Sirup dalam Penyimpan


a. Cara Memasukkan Sirup Dalam Botol
Cara memasukkan sirup ke dalam botol penting untuk kestabilan sirup
dalam penyimpanan, supaya awet (tidak berjamur) sebaiknya sirup disimpan
dengan cara :
1. Sirup yang sudah dingin disimpan dalam wadah yang kering. Tetapi pada
pendinginan ada kemungkinan terjadinya cemaran sehingga terjadi juga
penjamuran.
2. Mengisikan sirup panas-panas kedalam botol panas (karena sterilisasi)
sampai penuh sekali sehingga ketika disumbat dengan gabus terjadi sterilisasi
sebagian gabusnya, lalu sumbat gabus dicelup dalam lelehan parafin solidum
yang menyebabkan sirup terlindung dari pengotoran udara luar.
3. Sterilisasi sirup, disini harus diperhitungkan pemanasan 30 menit apakah
tidak berakibat terjadinya gula invert. Maka untuk kestabilan sirup, FI III juga
menuliskan tentang panambahan metil paraben 0,25% atau pengawet lain
yang cocok. Dari ketiga cara memasukkan sirup ke dalam botol ini yang
terbaik adalah cara ketiga.
b. Penetapan kadar sakarosa
1. Timbang seksama ± 25 gram sirup dalam labu terukur 100 ml, tambahkan 50
ml air dan sedikit larutan Aluminium hidroksida P. Tambahkan larutan timbal
( II ) sub asetat P tetes demi tetes hingga tetes terakhir tidak menimbulkan
kekeruhan.
2. Tambahkan air secukupnya hingga 100,0 ml saring, buang 10 ml filtrat
pertama. Masukkan ± 45,0 ml filtrat kedalam labu tentukur 50 ml, tambahkan
campuran 79 bagian volume asam klorida p dan 21 bagian vol. Air
secukupnya hingga 50,0 ml. Panaskan labu dalam tangas air pada suhu antara
68°C dan 70°C selama 10 menit, dinginkan dengan cepat sehingga suhu lebih
kurang 20°C.
3. Jika perlu hilangkan warna dengan menggunakan tidak lebih dari 100 mg
arang penyerap.
4. Ukur rotasi optik larutan yang belum di inversi dan sesudah inversi
menggunakan tabung 22,0 cm pada suhu pengukur yang sama antara 10°C
dan
25°C. Hitung kadar dalam %, C12H22O11 dengan rumus :
C = 300 x ( 10 - 20 )
( 144 – 0,5 t )

12
C = Kadar sacharosa dalam %
10= rotasi optik larutan yang belum di inversi
20 = rotasi optik larutan yang sudah di inversi, t = suhu pengukuran.

VIII. Defenisi eliksir


Menurut farmakope indonesia edisi III 1979, eliksir adalah sediaan berupa larutan
yang mempunyai rasa dan bau yang sedap, mengandung obat dan selain obat seperti
pemanis, pewangi dan pengawet, digunakan secara oral. Pelarut utama biasanya
etanol, bisa juga ditambahkan gliserol, sorbitol, dan propilenglikol. Eliksir atau elixir
adalah sediaan farmasi yang berbentuk cair yang mengandung air dan alkohol
(hidroalkohol), defenisi lainnya menyebutkan eliksir adalah sediaan cair
hidroalkohol, jernih dan manis, untuk penggunaan oral. Eliksir merupakan : Cairan
jernih, rasa manis, larutan hidroalkohol Digunakan untuk pemakaian oral Umumnya
mengandung flavouring agent untuk meningkatkan rasa enak

Pengelompokan eliksir
IX. Medicated Eliksir
Medicated eliksir, digunakan sebagai bahan tambahan Medicated eliksir,
mengandung bahan berkhasiat obat. Dibandingkan dengan sirup, eliksir kurang
manis dan kurang kental. Hal tersebut berkaitan dengan kandungan gulanya sehingga
kemampuannya menutupi rasa tidak enak semakin kecil. Kemampuan eliksir untuk
menjaga kelarutan lebih baik jika dibandingkan dengan sirup. Eliksir merupakan
sediaan yang stabil. Proporsi jumlah alkohol yang dikandungnya bervariasi,
tergantung pada keperluan. Zat aktif yang sukar larut dalam air dan larut dalam
alkohol diperlukan jumlah alkohol yang lebih besar. Selain alkohol, digunakan juga
gliserin dan propilenglikol sebagai pemanis, dapat pula digunakan sorbitol di
samping sukrosa, bahkan pemanis buatan.Alkohol yang terdapat dalam eliksir
berkisar antara 10-12%, tetapi ada yang menggunakan hanya 3% saja dan yang
tertinggi 44 %.

X. Non Medicated Eliksir


Biasanya ditambahkan pada sediaan dengan tujuan :
a. Meningkatkan rasa atau menghilangkan rasa dan sebagai bahan pengencer eliksir
yang mengandung bahan aktif obat.
b. Pemilihan cairan pembawa bagi zat aktif obat dalam sediaan eliksir harus
mempertimbangkan kelarutan dan kestabilannya dalam air dan alkohol.
c. Bila non medicated elixir akan digunakan sebagai bahan pengencer, kandungan
akhir dari alkohol dalam sediaan harus diperhitungkan.
d. Karakteristik flavor dan warna yang terdapat dalam non medicated elixir jangan
bertentangan dengan medicated elixir secara umum dan dengan seluruh
komponen yang terdapat dalam formula.
Untuk menjaga kerusakan sediaan dan mikroorganisme perlu ditambahkan
perserpativ :
Eliksir yang mengandung vesikel lebih dari 20% yang terdiri dari alkohol,
propilenglikol, atau gliserol, perlu ditambah anti jamur dan anti ragi. Demikian pula
yang kandungan sirup di dalamnya tinggi, walaupun dapat menghambat
pertumbuhan bakteri, tetapi tidak bagi ragi dan jamur, perlu ditambahkan anti ragi
dan anti jamur. Sebagai pengawet dapat digunakan turunan asam benzoate (senyawa
esternya).

13
Linctus
Sediaan yang mempunyai rasa yang manis, umumnya digunakan untuk mengobati
penyakit yang berhubungan dengan batuk dan luka di daerah mulut, biasanya pada
mulut bayi. Sebagian mengandung obat yang berkhasiat antiseptik dan sebagian lagi
ekspektoran. Sebagai pembawa biasanya sirup. Bila digunakan, jangan ditelan
sekaligus, jadi harus sedikit demi sedikit. Bedanya dengan eliksir, linctus tidak
mengandung alkohol sama sekali. Oleh sebab itu, walaupun kandungan gulanya
tinggi dapat menghambat pertumbuhan bakteri tetapi pertumbuhan ragi dan jamur
tetap perlu dihambat. Sediaan yang mengandung gula tinggi dapat membentuk
Kristal pada dinding tutup botol, sehingga perlu ditambahkan bahan pelembab
(humectan) seperti sorbitol, propilenglikol, tween, dll. Linctus mengandung
flavouring agent agar menarik

Keuntungan Eliksir :
 Mudah ditelan dibandingkan tablet atau kapsul
 Rasanya enak
 Larutan jernih, tidak perlu dikocok lagi

XI. Kekurangan Eliksir


 Alkohol kurang baik untuk kesehatan anak.
 Karena mengandung bahan yang mudah menguap, maka harus disimpan dalam
botol bertutup kedap dan jauh dari sumber api
XII. Cara Pembuatan Eliksir
Mencampur zat padat dengan pelarut atau campuran pelarut sambil diaduk
hingga larut. Bahan yang larut dalam air dilarutkan terpisah dengan zat yang larut
dalam pelarut alkohol. Larutan air ditambahkan ke dalam larutan alkohol agar
penurunan kekuatan alkohol dalam larutan secara gradien mencegah terjadinya
pemisahan/ endapan.
Dapat pula digunakan campuran pelarut (kosolven). Terdapatnya gliserin,
sirup, sorbitol, dan propilenglikol dalam eliksir memberikan kontribusi pada
kestabilan zat terlarut dan dapat meningkatkan viskositas. Dilakukan evaluasi
terhadap eliksir yang mencakup evaluasi organoleptik (warna, rasa, bau), pH,
kejernihan, berat jenis, viskositas, dan volume terpindahkan. Dari hasil pengamatan
organoleptik tidak terjadi perubahan warna, rasa ataupun bau. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sediaan eliksir cukup stabil, pH yang didapat dari sediaan
adalah 7. Pengontrolan pH sangat penting karena untuk meningkatkan kelarutan zat
aktif.
Profil laju katalis asam spesifik dengan stabilitas maksimumnya pada jarak pH 5-7.
Pada pembuatan sediaan eliksir ini digunakan pelarut campur (kosolven) untuk
menaikkan kelarutan. Untuk memperkirakan kelarutan suatu zat dalam pelarut
campur harus dilihat harga konstanta dielektriknya (KD). Dimana semakin tinggi
harga konstanta dielektriknya, kepolarannya semakin tinggi. Adapun sediaan eliksir
di pasaran antara lain :
1. Elixir De Spa
2. Phenergan (Promethazine Elixir)
3. Bisolvon Kidds
4. Suplemen Makanan KIDDI
5. Curcuma Plus
KEPUSTAKAAN
Anief. Farmasetika, Gajah Mada University Press: Yogyakarta.

14
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Ed 4.Universitas Indonesia
Press: Jakarta.
Anonim.1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Depkes RI: Jakarta Anonim .1979.
Farmakope Indonesia Ed .III . Depkes RI: Jakarta
Anonim. 1911. The British Farmaceutical Codex. Diterbitkan oleh Dewan
Pharmaceutical Society of Great Britain.

15
MODUL TUTORIAL I
LARUTAN

SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah proses tutorial yang dipandu dengan modul, maka dosen dapat menggali
capaian kompetensi mahasiswa terkait sediaan larutan yang indikatornya adalah
kemampuannya dalam hal:
1) Mampu melakukan penelusuran informasi terkait data praformulasi sediaan
larutan
2) Mampu melakukan studi praformulasi sediaan larutan dengan memperhatikan
aspek mutu, efektifitas, keamanan, dan stabilitas
3) Mampu menetapkan formula sediaan larutan dengan menggunakan bahan baku
yang memenuhi spesifikasi farmakope indonesia dan kehalalan, serta menghitung
kebutuhan bahan dan peralatan

SKENARIO
Suatu industri Farmasi akan memproduksi suatu sediaan liquid berupa syrup
Ambroxol sebagai obat batuk mukolitik dengan komposisi bahan aktif/solute, solven
dan bahan tambahan lainnya seperti corrigen odoris, corrigen saporis, corrigen
coloris, corrigen solubilis dan pengawet dengan mengikuti CPOB dan pemperhatikan
kelarutan, kestabilan, penyimpanan, sifat polaritas zat terlarut dalam pelarut, co-
solvency, keuntungan dan kerugian zat aktif dalam larutan. Tahapan selanjutnya
mereka akan menentukan metode kerja dan evaluasi sediaan berupa uji organoleptis,
volume terpindahkan, uji pH, uji Kejernihan, uji Bobot jenis, uji viskositas dan uji
homogenitas.

Struktur Laporan
1. Sampul laporan
2. Skenario
3. Hasil step 1 s.d. 6
4. Preformulasi syrup Ambroxol
a. Alasan Pemilihan:
 Bentuk Sediaan
 Zat Aktif
 Bahan Tambahan
b. Uraian Bahan
 Zat Aktif
1) Studi Farmakologi
- Mekanisme kerja
- Indikasi
- Kontra indikasi
- Efek samping
- Dosis/konsentrasi
- Aturan pakai
2) Studi Farmakokinetik (ADME)
3) Studi Sifat Fisikakimia
- Rumus struktur
- Rumus molekul
- Sinonim
- Pemerian
16
- Kelarutan
- Stabilitas:
 Panas/suhu
 Hidrolisis/oksidasi
 Cahaya
 pH
- Titik lebur
- Inkompatibilitas
- Kegunaan
- Penyimpanan
- Dll yang dianggap perlu
 Bahan Tambahan
1) Bahan tambahan 1
- Rumus struktur
- Rumus molekul
- Sinonim
- Pemerian
- Kelarutan
- Stabilitas:
 Panas/suhu
 Hidrolisis/oksidasi
 Cahaya
- Inkompatibilitas
- Konsentrasi
- Kegunaan
1) Bahan tambahan 2
Uraian idem bahan tambahan 1
2) dst

TAHAPAN TUTORIAL (STEP 1 – 5)


1. Diawal pertemuan, dosen mengajak mahasiswa untuk mengaji dan berdoa bersama
2. Dosen melakukan absensi perkuliahan
3. Dosen mempersilahkan mahasiswa memilih ketua dan sekertaris kelompok dan
melakukan diskusi step 1 s.d. 5
4. Dosen memberikan kesempatan kepada setiap mahasiswa untuk bertanya
5. Dosen memberikan tugas kepada mahasiswa untuk melanjutkan step 6 dengan
belajar mandiri

TAHAPAN TUTORIAL (STEP 7)


1. Diawal pertemuan, dosen mengajak mahasiswa untuk mengaji dan berdoa bersama
2. Dosen melakukan absensi perkuliahan
3. Dosen mempersilahkan mahasiswa untuk melaporkan hasil belajar mandiri
4. Dosen mempersilahkan mahasiswa berdiskusi dan menyusun laporan
5. Dosen memberikan kesempatan kepada setiap mahasiswa untuk presentasi dan
bertanya
6. Dosen memberikan koreksi dan tugas kepada mahasiswa untuk penguatan laporan

17
INDIKATOR PENILAIAN

Indikator penilaian Persen Penilaian Total


Respon tulis 20% 20%
Tugas modul 10% 10%
Keaktifan
Mampu melakukan penelusuran 10%
informasi terkait data praformulasi
sediaan emulsi
Mampu melakukan studi 10%
praformulasi sediaan emulsi dengan
memperhatikan aspek mutu,
efektifitas, keamanan, dan stabilitas 40%
Mampu menetapkan formula 20%
sediaan emulsi dengan
menggunakan bahan baku yang
memenuhi spesifikasi farmakope
indonesia dan kehalalan, serta
menghitung kebutuhan bahan dan
peralatan
Laporan 30% 30%
Total 100% 100%

KEPUSTAKAAN
Agoes, G. (2013). Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: Penerbit ITB.
Ansel, H. C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press.
Kemenkes. (2020). Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI.
Lachman, L. (2012). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI Press.

18
MODUL PRAKTIKUM I
LARUTAN

I. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah proses praktikum yang dipandu dengan modul, maka dosen dapat menggali
capaian kompetensi mahasiswa terkait sediaan larutan yang indikatornya adalah
kemampuannya dalam hal:
1) Mampu membuat sediaan larutan sesuai dengan Cara Pembuatan Sediaan
Farmasi yang Baik, serta menyiapkan kebutuhan bahan dan peralatan yang akan
digunakan
2) Mampu melakukan evaluasi larutan (selama proses produksi, produk antara, dan
produk akhir)
3) Mampu merancang kemasan, label, dan brosur sediaan larutan serta informasi
yang dibutuhkan
4) Mampu membuat laporan terkait proses pembuatan dan pengujian mutu larutan
secara bertanggungjawab baik lisan maupun tulisan

II. TAHAPAN PRAKTIKUM


1. Diawal pertemuan, dosen/asisten memberikan respon tulis kepada mahasiswa
terkait materi praktikum yang akan dilaksanakan.
2. Hasil respon menjadi standar untuk mahasiswa apakah layak mengikuti
praktikum atau tidak.
3. Dosen/asisten menjelaskan kembali secara ringkas proses pelaksanaan
praktikum.
4. Dosen/asisten mendampingi praktikan dan memantau berlangsungnya proses
pelaksanaan praktikum.
5. Dosen memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk mempresentasikan
hasil praktikum dan diskusi.
6. Dosen memberikan tugas kepada mahasiswa untuk mengisi modul praktikum

19
FORMULASI
1. Rancangan Formula
Nama Produk : ……………………….
Jumlah Produk : ……………………….
Tanggal Formulasi : ……………………….
Tanggal Produksi : ……………………….
Nomor Registrasi : ……………………….
Nomor Bets : ……………………….
Komposisi :
Tiap … ml emulsi mengandung :
Zat aktif …
Bahan tambahan 1 ....
Bahan tambahan 2 …

2. Master Formula
Diproduksi Tanggal Tanggal Dibuat oleh Disetujui oleh
oleh Formulasi Produksi

Kode Nama Fungsi/ Per … ml Per Bets


Bahan Bahan Kegunaan emulsi

3. Perhitungan Dosis

4. Perhitungan Bahan

20
5. Cara Kerja

6. Evaluasi Sediaan

7. Brosur

8. Etiket

21
9. Wadah (Kemasan Primer dan Sekunder)

10. Daftar Pustaka

11. Lampiran (referensi yang dirujuk)

22
HASIL PENGAMATAN
a. Alat dan Bahan
No Alat/Bahan Gambar Kegunaan
1

23
b. Pembuatan Larutan
Buatlah tahapan cara pembuatan larutan dalam bentuk skema!

c. Evaluasi Larutan
Hasil Pengamatan
No Evaluasi Gambar Persyaratan Kesimpulan
Sebelum Sesudah
1 Organoleptik:
a. Warna
b. Bau
c. Rasa

2 pH

3 Kejernihan

4 Bobot Jenis

5 Viskositas

6 Homogenitas
24
TUGAS MODUL
1. Bagaimanakah cara pembuatan sediaan larutan berdasarkan formula yang telah
anda buat! berikan penjelasan untuk setiap tahap pembuatan!
2. Bagaimanakah mekanisme terbentuknya larutan?
3. Jelaskan tujuan dilakukannya:
a. Uji organoleptik
b. Uji pH
c. Uji Kejernihan
d. Uji Bobot jenis
e. Uji viskositas
f. Uji homogenitas
4. Bagaimanakah hasil evaluasi yang Anda peroleh? bandingkan dengan persyaratan
yang telah ditetapkan!
5. Apakah indikasi dan mekanisme kerja dari obat tersebut ?

INDIKATOR PENILAIAN
Indikator penilaian Persen Penilaian Total
Respon tulis 20% 20%
Tugas modul 10% 10%
Keaktifan
Mampu membuat sediaan salep sesuai 15%
dengan Cara Pembuatan Sediaan
Farmasi yang Baik, serta menyiapkan
kebutuhan bahan dan peralatan yang
akan digunakan 40%
Mampu melakukan evaluasi sediaan 15%
salep
Mampu merancang kemasan, label, 10%
dan brosur sediaan salep serta
informasi yang dibutuhkan
Laporan 30% 30%
Total 100% 100%

KEPUSTAKAAN
Agoes, G. (2013). Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: Penerbit ITB.
Ansel, H. C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press.
Kemenkes. (2014). Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI.
Lachman, L. (2012). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI Press.
Rowe, R.C. (2012). Handbook of Pharmaceutical Excipients 7th Edition. London:
Pharmaceutical Press

25
MODUL KULIAH I
SUSPENSI

I. PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Suspensi merupakan sediaan cair dalam sistem dispersi, dimana bahan
obat padat tidak larut terdispersi secara merata di dalam pembawa (air) yang
distabilkan dengan bahan-bahan pensuspensi (suspending agent). Formulasi
sediaan farmasi dalam bentuk suspensi mempertimbangkan hal-hal yang
mempengaruhi pembuatan sediaan terutama akibat fenomena permukaan yakni
mulai dari keterbasahan bahan obat hingga perkiraan kecepatan dan jenis
sedimentasi yang mungkin terjadi pada penyimpanan serta perkiraan stabilitas
sediaan.

II. RUANG LINGKUP


Isi modul kuliah meliputi pembahasan tentang:
1) Definisi suspensi
2) Prinsip formulasi sediaan suspensi
3) Penggolongan suspensi
4) Komposisi suspensi
5) Metode pembuatan suspensi
6) Evaluasi sediaan suspensi

III. SASARAN PEMBELAJARAN

Setelah menyelesaikan proses kuliah pada modul ini, mahasiswa diharapkan


dapat menunjukkan kompetensi sebagai berikut:
1) Mampu menjelaskan prinsip formulasi serta peran bahan tambahan dalam
produksi sediaan suspensi
2) Mampu menjelaskan tahap pembuatan dan peralatan yang digunakan dalam
produksi sediaan suspensi
3) Mampu menjelaskan evaluasi sediaan suspensi, termasuk stabilitas sediaan
larutan dan faktor yang mempengaruhinya

26
Modul Blok Tekno Semisolid I Tahun 2021

IV. MATERI PEMBELAJARAN

Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan
tidak larut, tetapi terdispersi dalam cairan pembawa. Suspensi merupakan sistem heterogen
yang terdiri dari 2 fase yaitu fase kontinyu (fase luar) umumnya berupa cairan atau setengah
padat dan fase terdispersi (fase dalam) merupakan bahan yang tidak larut tetapi terdispersi
pada fase luar. Partikel terdispersi ini mempunyai ukuran partikel dengan diameter 1µm - 75
µm. Sediaan suspense farmaseutik yang baik memiliki ukuran partikel 1µm - 50µm dapat
berupa partikel tunggal atau partikel berupa jalinan seperti jala yang disebabkan oleh interaksi
antar partikel. Jika viskositasnya rendah dan tolakan antar molekul masih terjadi, maka
partikel akan menunjukkan adanya gerak Brown (gerakan acak) yang terjadi karena benturan
molekul-molekul partikel terdispersi.

Jenis-jenis sediaan suspensi


Suspensi dapat diklasifikasikan berdasarkan :
a. Rute penggunaan :
- Suspensi oral
- Suspensi topikal
- Suspensi parenteral
b. Jumlah zat padat
- Suspensi encer (2-10% b/v zat padat)
- Suspensi pekat (50% b/v zat padat)
c. Sifat elektrokinetik partikel terdispersi
- Suspensi flokulasi
- Suspensi deflokulasi
d. Ukuran partikel tersuspensi
- Colloidal suspension (< 1 micron)
- Coarse suspension (>1 micron)
- Nano suspension (10 nm)

Suspensi berdasarkan sifat eletrokinetik zat terdispersi (suspensi flokulasi dan


deflokulasi ) telah dibahas sebelumnya. Suspensi ini dibedakan berdasarkan jenis sedimen
yang dihasilkan dan kemampuannya diredispersi dengan pengocokan lemah. Sementara
suspensi encer termasuk colloidal dan dilute suspension adalah suspensi cair untuk
penggunaan oral, parenteral dan sebagian topikal, sedangkan suspensi pekat biasanya
digolongkan kedalam bentuk sediaan setengah padat yaitu pasta. Nano suspension akan
dibahas pada sistem penghantaran obat pada edisi yang lain. Berikut akan dijelaskan tentang
jenis suspensi berdasarkan rute penggunaannya.

Suspensi Oral
Kebanyakan obat antasida, antibiotika dan antelmintika diformulasi dari bahan-bahan
yang tidak larut dalam air. Pada umumnya antasida dan antibiotika digunakan berulang dan
sering, sehingga lebih menyenangkan untuk menggunakan sediaan cair antasida dibanding
harus sering mengunyah tablet. Demikian pula dengan sediaan antibiotika yang memerlukan
pengulangan dan jangka waktu penggunaan untuk menghindari resistensi mikroba terhadap
antibiotik tersebut. Oleh karena itu sejumlah preparat antasida cair dan antibiotika diberi rasa
27
dan aroma yang menyenangkan, biasanya pepermint (antasida) atau aroma buah-buahan
(antibiotika) sehingga meningkatkan estetika dan menarik perhatian pasien.
Umumnya antasida mengandung bahan padat dalam jumlah yang besar, maka wadah
harus dikocok kuat-kuat sebelum penggunaan. Contoh suspensi antasida yang beredar
dipasaran adalah suspensi oral Alumina dan Magnesium.
Bahan-bahan antibiotika banyak yang tidak stabil bila berada dalam larutan untuk
waktu lama, sehingga beberapa antibiotika disiapkan dalam bentuk granul kering untuk
diencerkan dengan air sesaat sebelum digunakan.
Contoh sediaan suspensi oral antara lain adalah:
- Suspensi oral antasida Alumina dan magnesia
- Suspensi oral antibiotika kloramphenikol palmitat
- Amoxicillin for Oral suspension (granul kering )
Bahan obat sistem suspensi yang disiapkan dalam bentuk granul kering, diformulasi dengan
komposisi formula yang sama dengan sediaan cairnya, tetapi pencampuran dan pembuatannya
mengikuti pembuatan granul pada teknologi pembuatan tablet dan kapsul.

Suspensi Topikal
Lotion (losio) adalah suspensi untuk pemakaian topikal yang digunakan pada kulit.
Kebanyakan losio mengandung bahan serbuk halus yang tidak larut dalam media dispersi dan
disuspensikan dengan menggunakan zat pensuspensi dan zat pendispersi. Losio biasa
digunakan untuk mempertahankan kelembaban dan mengandung gliserin tinggi untuk
mendapatkan efek mendinginkan. Pada beberapa losio diformulasi dengan penambahan suatu
pensuspensi hidrokoloid yang pada waktu mengering membentuk film yang dapat
mempertahankan obat pada kulit. Losio harus cukup cair agar menyebar rata, tetapi juga harus
cukup kental untuk dapat melekat. Umumnya suspensi untuk kulit mengandung padatan 10-
20%. Partikel padatan harus cukup halus sehingga tidak menyebabkan rasa kasar dan iritasi
mekanis bila digunakan pada kulit.
Contoh suspensi topikal adalah losio kalamin yang mengandung masing-masing 8%
zink oksida dan kalamin. Sebagai pembasah digunakan gliserin dan magma bentonit sebagai
pensuspensi. Losio ini digunakan sebagai pelindung untuk gatal-gatal akibat sengatan
matahari, gigitan serangga, dan iritasi ringan pada kulit.
Dalam sediaan mata, bentuk suspensi lebih jarang digunakan dibanding bentuk larutan.
Bentuk suspensi dapat dipakai untuk meningkatkan waktu kontak bahan obat dengan kornea,
sehingga memberikan kerja lepas lambat yang lebih lama. Suspensi obat mata mungkin
diperlukan jika bahan obat tidak larut dalam pembawa yang diinginkan atau tidak stabil dalam
bentuk larutan.
Suspensi obat mata harus mempunyai ciri-ciri sterilitas yang sama seperti yang dimiliki
larutan obat mata, dengan pertimbangan pada penggunaan pengawet, pendapar, peningkat
viskositas dan pengemasan. Suspensi obat mata harus mengandung partikel tidak larut dengan
ukuran sedemikian sehingga tidak mengganggu kenyamanan mata (sebaiknya digunakan
partikel berukuran 1-5 µ), tidak menggumpal dalam penyimpanan, serta mudah terdispersi
dengan pengocokan ringan.
Suspensi steril untuk mata Deksametason adalah salah satu contoh sediaan mata dalam
bentuk suspensi yang digunakan pada permukaan mata untuk mengatasi peradangan pada
alergi konjungtiva, infeksi konjungtiva tertentu, dan trauma pada kornea.

28
Suspensi Parenteral
Suspensi parenteral tidak diberikan secara intra vena atau ke dalam spinal, tetapi
diperbolehkan untuk diinjeksikan secara subkutan dan intramuskuler. Untuk mengurangi rasa
sakit dan iritasi pada jaringan maka sebaiknya diameter partikel lebih kecil dari 5 µ. Reduksi
ukuran partikel ini dilakukan secara mekanis dengan menggilingnya atau dengan kristalisasi
sebagai mikrokristal.
Penambahan bahan pembasah membantu dispersi dan stabilisasi fase padatnya.
Beberapa bahan pembasah yang telah digunakan dalam berbagai produk parenteral adalah
lesitin, dan polisorbat 80. Suatu pendispersi untuk pemakaian parenteral harus tidak toksis,
tidak mengiritasi, tidak menimbulkan demam, stabil, dan mudah disterilkan.
Bahan pendispersi yang telah dipakai dalam beberapa produk parenteral adalah :
- Akasia - gelatin
- Metil selulosa - PVP
- Na CMC
Karena sterilisasi suspensi dengan pemanasan dapat menurunkan kemampuan fisisnya
maka bahan penyusunnya sering disterilkan terpisah dan suspensi itu dibuat secara aseptis.
Senyawa obat dapat dicampur di dalam lingkungan steril sehingga sediaan akhir dapat
dikategorikan steril.
Pembawa seperti air atau minyak tertentu dapat disterilkan dengan panas atau filtrasi.
Senyawa obat steril dibasahi dengan pembawa steril dan pensuspensi, lalu dilewatkan dalam
colloid mild yang sudah disterilkan dengan uap atau etilen oksida, lalu diisi secara aseptis
dalam wadahnya yang steril.
Suatu cairan yang melewati jarum hipodermik mempunyai kekuatan gesekan sampai
10.000/ det. Kekuatan menyemprot menunjukkan kemampuan mengalirnya cairan dari alat
suntik lewat jarum hipodermik.
Kekuatan menyemprot diperkecil oleh :
- Bertambahnya viskositas atau BJ suspensi.
- Kenaikan ukuran partikel.
- Bertambahnya kandungan bahan padat suspensi.
- Bentuk partikel.
Untuk suspensi parenteral lebih disukai suspensi terflokulasi karena mudah terdispersi
kembali dan tidak memerlukan kenaikan viskositas yang pengaruhnya berlawanan dengan
kekuatan penyemprotan. Suspensi parenteral harus segera mengalir dari dinding wadahnya
sehingga dapat segera dihilangkan dari vial dan jarum suntik. Vial dapat dilapisi dengan
silicon untuk memudahkan aliran.

A. Prinsip Formulasi Sediaan Suspensi


Fenomena Antar Muka Partikel Tersuspensi
Bila dua fase berada bersama-sama, maka batas antara keduanya disebut sebagai antar
muka. Dalam suspensi, terjadi antar muka padat dan cair. Fenomena antar muka dalam
farmasi penting dipelajari, terutama terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan
suspensi, emulsi dan penetrasi molekul melalui membran fisiologis.

29
Istilah permukaan biasa dipakai bila membicarakan suatu antar muka gas-padat atau
gas-cair. Tetapi seharusnya dipahami bahwa setiap permukaan adalah suatu antar muka
karena selalu melibatkan dua fase yang berbeda. Persyaratan-persyaratan termodinamika
diperlukan agar diperoleh suatu kestabilan dari partikel – partikel yang tersuspensi. Kerja (W)
diperlukan untuk mengubah suatu padatan menjadi partikel – partikel kecil dan
mendispersikannya dalam suatu pembawa. Luas permukaan yang membesar sebagai akibat
mengecilnya ukuran partikel berpengaruh terhadap energi bebas permukaan yang mengarah
kepada ketidakstabilan sistem suspensi secara termodinamika. Kenaikan kerja (W) atau energi
bebas permukaan (∆F) merupakan akibat dari meningkatnya luas permukaan (∆A) karena
pengecilan ukuran partikel.
∆F = γsl . ∆A
γsl adalah tegangan antarmuka antara medium cair dan partikel padat.
Suatu sistem akan cenderung berusaha mencapai kondisi stabil dengan menurunkan
energi bebas permukaannya hingga dicapai kesetimbangan ∆F= 0. Keadaan stabil ini dapat
dicapai dengan penurunan tegangan permukaan atau pengurangan luas permukaan. Pada
suatu sistem suspensi, kecenderungan mencapai kondisi stabil (secara termodinamika) juga
terjadi. Agar energi bebas permukaan mengecil, maka tegangan permukaan diturunkan
meskipun energi bebas permukaan tidak dapat mencapai nol. Disamping itu partikel
memperkecil luas permukaannya dengan bergabung satu sama lain membentuk agglomerate
(gumpalan). Gumpalan dapat berupa flokulat (gumpalan yang lunak dan ringan) maupun
aggregat (gumpalan yang lekat).
Gabungan partikel ini justru merupakan tanda menurunnya stabilitas suspensi
farmaseutik karena mempercepat terbentuknya sedimen (endapan). Pada sistem suspensi,
terbentuknya endapan tidak dapat dihindari, hanya saja harus di rancang agar laju sedimentasi
menjadi lebih lambat dan endapan yang terbentuk dapat diredispersi.

Muatan Permukaan (Surface Charge)


Gaya pada permukaan partikel mempengaruhi derajat flokulasi dan aggregasi dalam
suatu suspensi. Gaya tarik menarik yang terjadi pada pengecilan luas permukaan tersebut
adalah jenis gaya London-van der Waals; sedangkan gaya tolak-menolak timbul dari interaksi
lapisan listrik rangkap di sekitar tiap partikel. Sifat listrik antarmuka timbul karena muatan
partikel yang membentuk lapisan listrik rangkap serta potensial zeta yang dihasilkan.
Pembentukan lapisan listrik rangkap pada partikel-partikel terdispersi dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Saat permukaan partikel padat berhubungan dengan suatu larutan polar yang
mengandung ion-ion (misalnya larutan elektrolit), permukaannya menjadi bermuatan
dengan mengadsorpsi suatu muatan. Misalnya partikel bermuatan negatif karena
partikel tersebut mengadsorpsi anion dari larutan. Ion yang diadsopsi pada permukaan
disebut sebagai ion penentu potensial. Potensial ini disebut potensial
elektrotermodinamik (Nernst;E) dan didefinisikan sebagai perbedaan potensial antara
permukaan sebenarnya dan daerah netral listrik dari larutan tersebut.
2. Setelah anion diadsopsi pada permukaan partikel, maka dalam larutan akan tertinggal
sejumlah kation dan sisa anion. Kation-kation tersebut akan ditarik ke permukaan oleh
gaya listrik permukaan sekaligus menolak anion lain yang mendekat sesaat setelah
adsopsi permukaan sempurna (jika adsorbsi anion pada permukaan telah sempurna,

30
maka anion yang mendekat kemudian akan ditolak oleh gaya listrik sementara kation
akan ditarik mendekat). Ion dengan muatan yang berlawanan dengan ion permukaan
disebut sebagai counterion atau gegenion. Kation yang mendekati permukaan akan
terikat kuat dan merupakan permukaan sejati dari partikel. Lapisan listrik yang
terbentuk adalah lapisan yang terikat kuat (stern layer).
3. Sisa kation yang tidak terikat pada anion permukaan terdistribusi menjauh dari
permukaan. Kation-kation yang tersebar pada jarak tertentu dari permukaan partikel
akan memiliki konsentrasi yang sama dengan anion yang tertolak oleh muatan
permukaan sehingga penetralan listrik tercapai.
4. Lapisan listrik yang terbentuk pada antarmuka adalah merupakan lapisan ganda dari
muatan listrik yakni lapisan pertama dan lapisan kedua.

Gambar 1. Pembentukan lapisan listrik ganda pada antarmuka partikel tersuspensi


(Kulshreshtha, A K,2007:43)

Potensial Nernst dan Potensial Zeta


Perubahan-perubahan terhadap potensial timbul terhadap jarak dari permukaan untuk
berbagai keadaan listrik yang timbul. Potensial pada permukaan zat padat yang disebabkan
oleh ion-ion penentu potensialMadalah potensial elektrotermodinamik (Nernst). Potensial
Nernst (E) didefinisikan sebagai perbedaan dalam potensial antara permukaan yang
sebenarnya dan daerah listrik dari larutan tersebut. Potensial elektrokinetik atau potensial
zeta (ζ) didefinisikan sebagai perbedaan potensial antara permukaan dari lapisan yang terikat
erat (bidang iris) dan daerah netral listrik dari larutan itu.
Potensial zeta (ζ) berperan dalam kestabilan sistem yang mengandung partikel-partikel
terdispersi karena potensial inilah yang mengatur derajat tolak menolak antara partikel
terdispersi yang bermuatan sama dan saling berdekatan dan bukan potensial Nernst. Potensial
zeta menunjukkan adanya penolakan antara 2 ion yang berlawanan. Bila potensial zeta
dikurangi dibawah harga tertentu, gaya tolak menolak akan sangat lemah, akibatnya partikel
saling bergabung dan mengendap.

Formulasi sediaan Suspensi


Suatu formula suspensi yang ideal menunjukkan partikel yang tidak larut terdispersi
sebagai partikel tunggal. Bagaimanapun, dalam suatu sediaan suspensi, partikel terdispersi
akan mengendap dan memisah dengan pembawanya pada penyimpanan. Hal ini tidak menjadi
masalah sepanjang partikel dapat terdispersi kembali menjadi partikel tunggal dalam fase
luarnya dengan pengocokan yang sedang. Kemampuan partikel zat padat untuk dapat
terdispersi kembali sangat penting dalam meminimalkan variasi dosis obat pada penggunaan.

31
Kecepatan pengendapan juga harus diatur dengan meningkatkan kekentalan (viskositas)
medium pendispersi dengan tetap mempertahankan sifat aliran. Kekentalan medium
pendispersi dapat menjadi tahanan partikel terdispersi untuk dapat mengendap, tetapi fase luar
harus tidak sangat kental sehingga sulit dituang. Disamping itu, jenis endapan yang terbentuk
juga harus dirancang untuk membentuk jenis endapan flokulasi yang dapat terdispersi
kembali. Idealnya, partikel terdispersi harus berukuran kecil dan tunggal sehingga memberi
penampakan sediaan yang lembut dan menyenangkan secara estetika.

Pertimbangan Formulasi
Beberapa kondisi pasien tidak memungkinkan untuk menelan bentuk sediaan tablet.
Keluwesan dalam pemberian dosis, kemudahan menelan cairan, dan bentuk sediaan yang
menyenangkan bagi anak-anak menjadi pertimbangan pembuatan bentuk sediaan cairan.
Suspensi dapat menutupi rasa yang tidak enak (pahit) dari bahan obat, misalnya
Chloramphenicol palmitate suspension.
Bahan aktif farmakologis kebanyakan memiliki sifat hidrofobik, sehingga apabila
diinginkan bentuk sediaan cair dengan beberapa kenyamanan, bahan tersebut tidak dapat
dibuat menjadi sistem larutan tetapi dibuat dalam sistem suspensi. Dari sisi farmakologi, obat
yang diformulasi dalam bentuk suspensi akan mempertinggi bioavailabilitasnya dibandingkan
dengan bentuk sediaan lainnya (seperti kapsul, tablet, dan tablet salut). Durasi dan onset obat
dapat di kontrol sesaat setelah pemberian.
Secara umum, suspensi dibuat dengan pertimbangan:
1. Senyawa obat tidak larut dalam cairan pembawa.
2. Untuk menutupi rasa pahit dan tidak menyenangkan dari obat.
3. Untuk meningkatkan stabilitas beberapa senyawa obat.
4. Untuk keperluan pengaturan pelepasan obat (controlled/sustained drug release).
Dibalik keuntungan sediaan suspensi yang dijelaskan di atas, terdapat kelemahan
terutama yang berkaitan dengan stabilitas fisiknya seperti sedimentasi dan endapan yang liat,
sehingga formulasi menjadi lebih sulit; kesulitan dalam transportasi; dan keseragaman dosis
yang tidak akurat jika pengocokan tidak sempurna.
Hal yang paling penting dalam memformulasi sediaan suspensi adalah membuat partikel
obat dapat terdispersi dengan baik dalam fase cair atau dalam pembawa lainnya. Oleh karena
itu dalam membuat suspensi yang stabil secara fisika diperlukan suatu bahan pembawa yang
mampu menjaga partikel-partikel terdispersi mengalami deflokulasi (pembentukan endapan
yang liat dan sulit diredispersi) dan menggunakan prinsip-prinsip flokulasi untuk
menghasilkan flokulat yang walaupun cepat mengendap,tetapi mudah didispersikan kembali
dengan sedikit pengocokan.

Bahan Penyusun Sediaan Suspensi


Karakteristik fisika suspensi tergantung pada rute pemberiannya. Pada sediaan oral,
umumnya memiliki viskositas yang lebih tinggi dan dapat mengandung zat padat terdispersi
dalam jumlah yang tinggi pula. Sebaliknya, suatu sediaan suspensi parenteral harus memilki
viskositas yang rendah dan mengandung bahan padat tersuspensi kurang dari 5%.

32
Formulasi sediaan suspensi farmaseutik memerlukan pengetahuan tentang sifat-sifat
dari partikel terdispersi dan medium pendispersi. Bahan yang akan dibuat suspensi harus
diseleksi dengan baik sesuai rute pemberian obat, tujuan penggunaan, dan efek samping yang
mungkin timbul.
Secara umum ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan dalam formulasi sediaan
suspensi adalah :
a. Sifat partikel terdispersi dan medium pendispersi.
b. Ukuran partikel, kerapatan pembawa, viskositas pembawa dan sedimentasi.
c. Potensial Nernst dan zeta.
d. Deflokulasi dan flokulasi.
e. Sifat Elektrokinetik.

Komponen Sediaan Suspensi


Bahan-bahan penyusun yang diinginkan dalam suatu sistem suspensi sebaiknya dapat
berfungsi sebagai:
a. pembasah, sehingga antar muka gas-padat dapat ditiadakan dan dapat mengurangi
tegangan antar muka partikel-partikel zat padat dengan pembawa yang digunakan;
b. zat pemflokulasi untuk membentuk suspensi flokulasi; yaitu pensuspensi dari jenis yang
dapat menyediakan anion dan kation dalam pembawa sehingga tercapai zeta potensial yang
optimum dan mampu meniadakan tolakan antar partikel dan meniadakan gerak Brown.
Kecukupan ion dalam pembawa akan membentuk agregasi partikel tersuspensi;
c. koloid pelindung; adalah koloid yang mengelilingi permukaan partikel tersuspensi yang
berikatan dengan kolid pada permukaan partikel lainnya melalui ikatan hydrogen yang
lemah. Koloid pelindung ini mampu mencegah perlekatan yang kuat antar partikel
sehingga membantu pemisahan partikel saat pengocokan;
d. meningkatkan kekentalan (viskositas) sistem suspensi; tahanan mengendap akan
memperlambat waktu pengendapan partikel tersupensi dan memberi kesempatan dosis
yang homogeny saat penggunaan;
e. bahan-tambahan lain seperti perasa, pewarna, dan pengaroma jika diperlukan untuk
meningkatkan nilai estetika sediaan.

1. Pembasahan (Wetting )
Kesulitan utama dalam pembuatan suspensi adalah membasahi fase padat dengan
medium pendispersinya. Sifat permukaan partikel tersuspensi merupakan hal yang penting
dipertimbangkan dalam formulasi suspensi. Partikel dengan tegangan permukaan yang
rendah, akan mudah terbasahi oleh air. Sebaliknya, partikel yang memiliki tegangan
permukaan yang tinggi, akan sulit terbasahi. Pada pembuatan skala besar (dalam industri
farmasi), sejumlah serbuk obat seringkali harus ditambahkan ke dalam pembawa dengan
menaburkan pada permukaan cairan. Serbuk yang mengadsorpsi udara pada permukaannya,
atau mengandung sedikit lemak/kontaminan lain akan sulit untuk terdispersi dalam cairan.
Serbuk ini tidak dapat terbasahi dengan segera, sehingga mengambang dipermukaan cairan
pembawa meski memiliki kerapatan yang lebih tinggi dibanding cairan pembawanya. Jika
affinitas antara padatan dan cairan kuat, maka cairan segera membentuk film di atas
permukaan padatan, tetapi bila afinitasnya lemah atau tidak ada, maka cairan akan sulit
meniadakan udara atau substansi lain yang mengelilingi partikel dan akan ada sudut kontak
antara cairan dan padatan. Oleh karena itu, keberadaan suatu zat pembasah dalam pembawa

33
sangat diperlukan untuk mengatasi fenomena permukaan tersebut, sehingga zat padat segera
terdispersi ke dalam cairan pembawa.
Kemampuan suatu serbuk untuk dapat terbasahi (hidrofobisitas) dapat ditentukan
dengan mengamati sudut kontak (contact angle) yang dibuat oleh serbuk dengan permukaan
cairan. Sudut kontak yang lebih besar dari 90° akan mengambang di atas permukaan cairan
pembawa; kurang dari 90° partikel akan melayang dan tenggelam jika tidak memiliki sudut
kontak. Serbuk yang tidak mudah terbasahi menunjukkan sudut kontak yang besar disebut zat
yang bersifat hidrofobik, contohnya sulfur, arang aktif (charcoal) dan magnesium stearat.
Serbuk yang dapat terbasahi dengan segera disebut hidrofilik contohnya zink oksida dan
magnesium karbonat.

Gambar.2. Sudut kontak partikel serbuk dengan permukaan cairan pembawa


Jenis pembasah:
a. Surfaktan
Dalam suatu formula suspensi, kehadiran suatu surfaktan sangat berpengaruh dalam
meningkatkan pembasahan partikel melalui penurunan tegangan permukaan zat. Surfaktan
yang berasal dari kata surface active agent, merupakan senyawa aktif permukaan yang
digunakan untuk membantu menurunkan tegangan antar muka partikel-partikel padat dan
suatu pembawa dalam pembuatan suspensi. Kehadiran surfaktan akan menyebabkan tegangan
permukaan menurun, sudut kontak antara pembawa dan partikel menurun, hilangnya udara
yang teradsorbsi pada permukaan partikel, sehingga terjadi pembasahan dan deflokulasi
partikel zat padat. Deflokulasi ini akan diatur kemudian dengan kehadiran ion pembentuk
potensial zeta, koloid pelindung, dan pensuspensi yang meningkatkan kekentalan fase luar.
Surfaktan terdiri dari beberapa jenis yaitu :
1) Surfaktan Anionik
Contohnya : Triethanolamine oleate, Sodium oleate , Sodium dodecyl sulfate
2) Surfaktan Cationic
Contohnya : Cetrimonium bromide
3) Zwitterionic
Contohnya : Dipalmitoylphosphatidylcholine (lecithin)
4) Surfaktan Nonionic
Contohnya : Sorbitan monolaurate (Span 20), Sorbitan monooleate (Span 20),
Polyoxyethylene sorbitan monolaurate (Tween 20) , Polyoxyethylene sorbitan monooleate
(Tween 80) , Glyceryl monostearate.

34
b. Koloid Hidrofilik
Koloid seperti akasia, bentonit, tragacant, alginate, xhantan gun dan derifat selulosa
lainnya yang dapat mengembang dalam air dan dapat menyelimuti partikel hidrofobik dan
menjadi pembasah. Bahan ini kemudian juga berfungsi sebagai koloid pelindung dan
pengental. Untuk koloid hidrofil yang mengandung ion juga dapat berfungsi sebagai
flokulan.

c. Pembawa air dan campurannya dengan gliserin, glikol, sorbitol dapat mereduksi tegangan
antar muka air dan bahan obat.

Pada pengerjaan suspensi farmasi dalam skala kecil, penggerusan zat padat dengan pembasah
lainnya seperti gliserin dan zat higroskopis lainnya akan membantu menghilangkan udara
yang teradsobsi pada celah dan permukaan zat padat dengan kemampuannya mengalir ke
dalam ruang antar partikel.
Konsentrasi surfaktan yang rendah pada formula mengharuskan pencampuran dengan
pembasah lainnya dari pembawa yaitu air untuk dapat membasahi keseluruhan bahan obat
yang terdapat dalam formula.
Tabel 1. Bahan Pembasah dan HLB masing-masing

2. Pemflokulasi
Setelah serbuk dibasahi dan didispersi dengan baik, maka selanjutnya diarahkan
dengan berbagai cara agar menghasilkan flokulasi yang terkontrol, sehingga mencegah
pembentukan endapan padat yang sukar didispersi kembali. Bahan yang dapat digunakan
untuk menghasilkan flokulasi dalam suspensi diantaranya adalah elektrolit,surfaktan, dan
polimer.

a. Elektrolit
Elektrolit bekerja sebagai zat yang memflokulasi dengan cara mengurangi tahanan
elektrik antara partikel padat sehingga terjadi suatu pengurangan zeta potensial dan
pembentukan suatu jembantan antara partikel-partikel yang berdekatan. Jembatan antar

35
partikel ini menyebabkan ikatan antar partikel tersebut merupakan suatu struktur yang
longgar. Elektrolit yang dapat digunakan antara lain adalah KCl, NaCl, Al dan .

b. Surfaktan
Surfaktan telah digunakan untuk menghasilkan flokulasi dari partikel yang
tersuspensi, baik dari jenis nonionik maupun ionik. Surfaktan ionik menyebabkan flokulasi
melalui netralisassi muatan partikel. Struktur yang panjang dari surfaktan nonionik dapat
diadropsi oleh lebih dari satu partikel, sehingga terbentuk struktur flokulat yang longgar.

c. Polimer
Polimer merupakan suatu senyawa berantai panjang dengan bobot molekul yang tinggi
dan mengandung gugus-gugus aktif di sepanjang rantainya. Zat ini bekerja sebagai zat
pemflokulasi karena sebagian rantainya diadsobsi pada permukaan partikel, dengan bagian
yang tersisa mengarah ke medium dispersi dan menjadi jembatan perlekatan dengan partikel
lainnya, yang pada akhirnya terbentuk flokulasi.
Penambahan xantan gum pada suspensi sulfaguanidin, bismut subkarbonat, dan obat-
obatan lain menghasilkan peningkatan volume sedimentasi yang diduga akibat fenomena
jembatan polimer.
Polimer hidrofilik juga bekerja sebagai koloid pelindung, dan partikel-partikel yang
terlindungi oleh koloid tersebut kurang menunjukkan kecenderungan membentuk lempengan
keras (cake) dibandingkan partikel yang tidak tersalut. Polimer hidrofilik ini menunjukkan
sifat aliran pseudoplastik dalam larutan, sehingga berpotensi meningkatkan stabilitas fisika
suspensi.
Beberapa polimer merupakan polielektrolit yang dapat terionisasi dalam medium air.
Kemampuan ionisasi tergantung pada pH dan kekuatan ion dari medium dipersi. Polimer ini
dapat bekerja membentuk medan elektrostatik dan memberi efek sterik sebagai koloid
pelindung yang mencegah partikel bergabung dengan kuat. Sifat seperti ini ditunjukkan oleh
polimer linear misalnya Na CMC, dan dapat menjadi agen pemflokulasi.

A B

Gambar 3 Volume sedimentasi dari flokulat. Tanpa flokulan, volume sedimentasi F <1 (A)
dan dengan flokulan, volume sedimentasi mendekati F≈1 (B).

3. Bahan Pensuspensi (Suspending Agent)


Bahan pensuspensi adalah substansi yang menaikkan viskositas suspensi sehingga
memperlambat/ menunda sedimentasi. Viskositas adalah suatu peryataan tahanan dari suatu
cairan untuk mengalir pada suatu sistem polifase; makin tinggi viskositas semakin besar
tahanannya. Pemilihan bahan pensuspensi yang tepat dapat memberikan karakteristik sifat
aliran (rheologi).

36
Rheologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Rheo (mengalir) dan logos (ilmu). Istilah ini
pertama kali digunakan oleh Bingham dan Crawford untuk menggambarkan aliran cairan dan
deformasi dari padatan. Sifat aliran penting dipertimbangkan dalam formulasi sediaan
suspensi. Selain mempengaruhi kecepatan pengendapan partikel terdispersi, peningkatan
kekentalan akan menyebabkan sifat aliran mengalami perubahan akibat pengocokan wadah
dan penuangan produk dari botol serta saat digunakan pada bagian permukaan tubuh (lotion).
Tipe aliran dan deformasi suatu bahan dapat digolongkan sebagai Sistem Newton dan
Sistem non-Newton.
a. Sistem Newton.
Pada sistem Newton, semakin besar viskositas suatu cairan, maka makin besar pula gaya per
satuan luas (shearing stress, F’/A) yang diperlukan untuk menghasilkan kecepatan mengalir
(rate of shear, dv/dr). Dengan kata lain rate of shear berbanding lurus dengan shearing stress;
sementara viskositas berbanding terbalik dengan kecepatan mengalir. Beberapa bahan
farmaseutik tergolong dalam tipe aliran ini, antara lain gliserin, kloroform, minyak zaitun,
etil alkohol, dan air.
b. Sistem non-Newton
Sistem ini paling sering dijumpai dalam pekerjaan kefarmasian yang berhubungan
dengan perancangan bentuk sediaan. Non-Newtonian bodies adalah zat-zat yang tidak
mengikuti persamaan aliran Newton misalnya dispersi heterogen cairan dan padatan seperti
larutan koloid, suspensi cair, salep, dan produk-produk serupa. Jika viskositas bahan-bahan
non-Newtonian ini diukur dan hasilnya diplot, maka akan diperoleh berbagai kurva
konsistensi yang menggambarkan adanya tiga jenis aliran yaitu; plastis, pseudoplastis, dan
dilatan.
Aliran plastis
Aliran plastis berhubungan dengan adanya partikel-partikel yang terflokulasi dalam
suspensi pekat sehingga terbentuk struktur yang kontinyu di seluruh sistem. Suatu nilai Yield
(Yield value) yakni suatu nilai shearing stress diperlukan untuk membuat struktur padat
berubah menjadi cairan (mengalir). Yield value timbul akibat adanya kontak antara partikel-
partikel yang berdekatan (disebabkan oleh gaya van der Waals ) yang harus dipecah sebelum
aliran terjadi. Nilai ini menunjukkan kekuatan flokulasi; semakin banyak suspensi yang
terflokulasi, semakin tinggi nilai Yield-nya. Di atas nilai Yield, kenaikan shearing stress akan
meningkatkan rate of shear, sehingga di atas Yield value, sistem plastis ini menyerupai
sistem Newton.
Aliran Pseudoplastis
Sejumlah besar produk farmasi yang mengandung gom alam dan sintetik, misalnya
dispersi cair dari tragacanth, natrium alginat, metil selulosa dan karboksi metil selulosa,
menunjukkan aliran pseudoplastik. Viskositas zat pseudoplastik berkurang dengan
meningkatnya rate of shear. Berbeda dengan aliran bahan plastik, bahan pseudoplastik tidak
memiliki Bingham bodies (bahan padatan/endapan), Yield value, viskositas yang tidak
berubah, dan tidak pernah memiliki sifat menyerupai aliran Newton, aliran pseudoplastik
dimulai dari titik nol dengan rate of shear rendah serta „viskositas nyata‟berbeda di setiap titik
rate of shear.
Aliran Dilatan
Suspensi-suspensi yang memiliki kadar zat padat terdispersi yang tinggi menunjukkan
peningkatan hambatan mengalir dengan meningkatnya rate of shear. Pada sistem dilatan,

37
volumenya akan meningkat jika terjadi shear. Sifat aliran ini adalah kebalikan dari sifat yang
dimiliki oleh sistem pseudoplastik. Jika bahan pseudoplastik dikenal dengan istilah shear-
thinning system, maka bahan dilatan disebut shear-thickening system. Jika stress dihilangkan,
maka sistem dilatan akan kembali pada fluiditas aslinya.
Zat-zat yang mempunyai sifat-sifat aliran dilatan adalah suspensi-suspensi dengan
konsentrasi tinggi (lebih dari 50%) partikel-partikel kecil yang mengalami deflokulasi. Sifat
dilatan dapat diterangkan sebagai berikut : pada keadaan istirahat, partikel tersusun rapat
dengan volume antar partikel atau volume kosong „void‟ dalam keadaan minimum, tetapi
jumlah pembawa dalam suspensi tersebut cukup untuk mengisi volume ini dan menyebabkan
partikel-partikel bergerak dari suatu tempat ke tempat lainnya pada rate of shear yang rendah.
Pada keadaan ini, suspensi mudah dituang karena berbentuk cair. Pada saat shear stress
meningkat, bulk dari sistem tersebut mengembang atau memuai (dilate), seperti terlihat pada
gambar 3.4, dari sinilah asal istilah dilatan. Pada kondisi shear stress ditingkatkan, partikel-
partikel tersebut dalam usahanya untuk bergerak lebih cepat, mengambil bentuk kemasan
terbuka. Susunan ini menyebabkan meningkatnya jumlah volume kosong (void) diantara
partikel. Jumlah pembawa yang tetap dengan ruang kosong yang meningkat seiring dengan
meningkatnya shear, menyebabkan pembawa tidak cukup untuk memenuhi ruang kosong,
akibatnya partikel menjadi tidak terbasahi atau terlumasi sempurna oleh pembawa dan sulit
untuk mengalir. Pada akhirnya, suspensi akan menjadi pasta yang kaku. Sistem dilatan ini
menjadi faktor yang mempersulit dalam pengerjaan bahan farmasi karena dapat merusak alat
dalam proses pembuatan.

Gambar 4. Sifat aliran Newton dan Non Newton sebagai fungsi Shrear rate: (a) Profil aliran
(b) Profil viskositas
Karakteristik bahan pensuspensi yang ideal adalah :
a. Tidak memiliki efek terapetik.
b. Secara kimia stabil pada rentang pH yang luas.
c. Menghasilkan viskositas memadai pada konsentrasi rendah.
d. Memberikan kestabilan fisika pada sistem polifase.

Jenis Suspending Agent


Penstabil suspensi dapat diklasifikasikan menurut asalnya, yaitu berasal dari alam dan
sintetik. Kemampuan hidrokoloid alam untuk menaikkan viskositas air bervariasi. Agar dan
karbopol 940 memeliliki kapasitas pengental terkuat sedangkan akasia paling lemah. Istilah
hidrokoloid lebih spesifik daripada istilah gom yang artinya adalah koloid yang mempunyai
afinitas terhadap air. Affinitas hidrokoloid pada air terlihat pada kemampuannya untuk

38
melarut atau mengembang dalam air dan membentuk gel. Semua hidrokoloid menaikkan
viskositas air dengan mengikat molekul-molekul air. Larutan hidrokoloid ini dikenal sebagai
musilago. Pembentukan gel seperti itu merupakan karakteristik kebanyakan hidrokoloid.
Hidrokoloid dapat bercampur dengan senyawa glikol seperti gliserin, propilen glikol, dan
PEG, tetapi sulit dengan alkohol.
Dispersi air dari semua hidrokoloid alam kehilangan viskositasnya setelah
penyimpanan dalam waktu tertentu. Kehilangan viskositas ini dipercepat oleh panas. Dispersi
air dari hidrokoloid menjadi lebih kental bila temperatur diturunkan dan sebaliknya lebih
encer bila temperatur naik, kecuali pada Metil Selulosa. Panas berlebihan dan pengirisan yang
berlebihan dalam alat yang dipakai untuk mencampur dapat menyebabkan depolimerisasi
koloid hidrofil disertai kehilangan viskositas. Makin tinggi derajat polimerisasi, semakin
besar kecepatan timbulnya depolimerisasi. Dengan menguapkan pelarut dari sistem
dispersinya, kebanyakan hidrokoloid membentuk film plastis yang menguntungkan dalam
menjaga dan memperpanjang pelekatan obat pada kulit.
Kebanyakan hidrokoloid aktif pada permukaan, oleh karena itu dapat digunakan juga
sebagai bahan pengemulsi atau pembasah. Karena dapat menurunkan tegangan permukaan,
maka sediaan yang mengandung hidrokoloid dapat berbusa bila dikocok. Hidrokoloid yang
berasal dari alam umumnya disebut gom. Istilah ini telah digunakan pula secara luas pada
produk-produk sintetis seperti metil selulosa dan karboksi metil selulosa. Kemampuan
mengentalkan yang ditimbulkan oleh hidrokoloid sintetis berbeda sesuai dengan Bobot
Molekul (BM) dan jumlah substitusinya. Produk-produk metil selulosa memiliki rentangan
viskositas, dimana golongan yang paling tinggi mempunyai kapasitas pengentalan 1500 x
golongan yang terendah.
Tanah liat menunjukkan sifat tiksotropi yakni perubahan bentuk sol-gel yang
reversible. Tiksotropi adalah fenomena pembengkakan karena didiamkan dan kembali ke
konsistensinya yang lebih mudah bergerak dengan pengocokan tanpa perubahan temperatur.
Gelling dalam sistem tiksotropi akan sangat mengurangi kecepatan bergeraknya partikel-
partikel yang tersuspensi sehingga meningkatkan kestabilan system. Suatu tiksotropi gel dapat
dikembalikan sifat cairnya dengan pengocokan.
Hidrokoloid yang struktur kimianya merupakan karbohidrat, akan mengalami peruraian
oleh mikroba. Demikian pula dengan derivat hidrokoloid sintetik, akan menurun
viskositasnya akibat aksi mikroba. Meskipun tanah liat kelihatannya resisten terhadap aksi
mikroba tetapi tidak mempunyai sifat antiseptik. Oleh karena kerentanannya terhadap
mikroba, maka sangat diperlukan pengawet pada sediaan yang menggunakan hidrokoloid.
Penambahan pengawet (preservative) pada sediaan yang berisi hidrokoloid alam merupakan
suatu keharusan.
Beberapa hidrokoloid juga dapat rusak oleh reaksi oksidasi. Meskipun Selulosa eter
dan karbopol 934 dipengaruhi oleh bahan oksidatif dan dapat kehilangan viskositas
karenanya, tetapi tidak diperlukan penambahan anti oksidan selama penyimpanan dalam
jangka waktu yang pendek pada dispersinya dalam air jika disimpan di dalam wadah yang
coklat.
Bahan – bahan pensuspensi yang diuraikan di bawah ini merupakan prototype dari
kelasnya masing-masing. Semuanya dipakai secara luas dalam pengobatan. Walaupun khas
merupakan bahan pensuspensi tetapi karena persamaan-persamaan dalam struktur dengan
bahan pengemulsi maka bahan pensuspensi tertentu dapat digunakan dengan teknik tersendiri
untuk membuat emulsi.

39
Tabel 2. Bahan pensuspensi/peningkat Viskositas dan muatan ionnya

Pemilihan bahan pensuspensi umumnya berdasarkan fungsinya, yakni sebagai :


- Pembasah,
- Flokulan
- Koloid pelindung.
- Bahan penginduksi viskositas.
- Bahan pendispersi.
Kombinasi bahan-bahan ini digunakan untuk memperoleh sifat aliran (rheologi) yang
diingini.

4. Bahan Tambahan lain


Bahan-bahan tambahan lain dalam suspensi tidak sangat berpengaruh terhadap
stabilitas sistem suspensi, tetapi diperlukan untuk meningkatkan nilai estetika sediaan. Bahan-
bahan ini meliputi pengawet, pewarna, pengaroma yang memberi aroma/rasa (flavor).
Pada umumnya pewarna dan pengaroma digunakan dalam jumlah yang kecil dan
harus dapat dapat tercampurkan dengan bahan-bahan dalam formula. Pewarna yang
digunakan dapat berasal dari alam maupun pewarna sintetik yang diperbolehkan. Demikian
pula flavoring agent dapat berasal dari alam seperti ekstrak buah dan air aromatik ataupun
dari bahan sintetik seperti asam sitrat.
Stabilitas sediaaan harus dijaga dari akibat yang ditimbulkan oleh kontaminan bakteri
dan jamur yang dapat mendegradasi bahan-bahan dalam formula. Untuk itu kehadiran
pengawet dalam formula adalah mutlak, terutama untuk sediaan yang tidak disterilkan.

Pengawet
Asam benzoate 0,2% telah dipakai sebagai pengawet untuk musilago akasia dan
tragakan. Pengawetan memadai diperoleh dari penggunaan 0,0125% butyl paraben. Dapat
juga digunakan kombinasi metil paraben dan propil paraben.
Kebanyakan hidrokoloid bersifat anionik, oleh karena itu pengawet kationik seperti
benzalkonium klorida dan kuartener lainnya biasanya tidak digunakan, kecuali untuk
hidrokoloid metil selulosa dan guar gom yang bersifat non ionik.

40
Garam-garam fenil merkuri (asetat, borat, dan nitrat) yang merupakan anti bakteri
kationik tidak mempunyai volume molekuler yang cukup besar untuk menyebabkan
ketidakcampuran dengan hidrokoloid anionik. Garam-garam ini mempunyai daya antiseptik
yang lebih kuat, kurang mengiritasi, dan kurang toksis daripada garam merkuri anorganik.
Garam-garam ini tersedia dalam perdagangan sebagai fenil merkuri asetat, fenil merkuri
klorida, fenil merkuri borat, dan fenil merkuri nitrat.
Senyawa ini digunakan sebagai pengawet dengan konsentrasi 0,004% sampai 0,01%.
Untuk pemakaian luar (eksternal) digunakan baik fenol atau kresol dengan konsentrasi 0,5%.

Tabel 3. Jenis Pengawet

B. Pembuatan Sediaan Suspensi


Dalam pembuatan suspensi, perlu diketahui karakteristik fase terdispersi dan medium
pendispersinya. Dalam beberapa hal, partikel terdispersi dapat dengan mudah dibasahi kerena
afinitasnya yang tinggi terhadap medium pendispersi. Tetapi dilain hal, partikel sulit terbasahi
oleh cairan pembawa sehingga menggumpal atau mengambang dipermukaan medium
pendispersi. Untuk partikel yang sulit terbasahi, maka pembuatan suspensi didahului dengan
pembasahan bahan obat dengan suatu zat pembasah, sehingga partikel-pertikel terdispersi
lebih mudah berpenetrasi ke dalam cairan pembawa.
Secara umum, suspensi dapat dibuat dengan cara :
a. Metode dispersi
Suatu suspensi dalam skala kecil dibuat dengan menggiling hingga halus bahan yang
tidak larut dalam mortir dan didispersikan dengan cairan pembawa yang mengandung
pembasah dan pensuspensi hingga diperoleh massa pasta yang lembut. Pasta kemudian
diencerkan dengan penambahan cairan pembawa sedikit demi sedikit hingga menjadi bubur.
Bubur tersebut kemudian dipindahkan ke dalam gelas ukur dan dicukupkan volumenya
dengan cairan pembawa hingga volume yang diinginkan. Bahan – bahan lain dalam formula
yang mudah larut dalam cairan pembawa dilarutkan terlebih dahulu dalam pembawa sebelum
dicampur dengan bahan yang tidak larut.
Dalam ukuran besar, dispersi zat padat dalam cairan pembawa dicampur dalam wadah
dengan bantuan bola atau kelereng, atau penggiling koloid (colloid mild). Penggiling tersebut

41
akan memecah agregat yang besar dan flokulat sehingga dapat didispersikan ke seluruh cairan
pembawa dan kemudian dilindungi dengan penstabil dispersi.
b. Metode presipitasi
Pada metode ini, zat terlebih dahulu diendapkan untuk kemudian didispersikan dalam
cairan pembawa. Ada 3 metode presipitasi, yaitu :
a) Dengan menggunakan pelarut organik
Obat yang tidak larut dalam air lebih dahulu dilarutkan ke dalam pelarut organik
seperti etanol, metanol, propilen glikol, atau PEG. Fase organik yang mengandung
padatan kemudian dilarutkan ke dalam air suling sehingga obatnya mengendap.
Selanjutnya bahan – bahan penstabil suspensi seperti bahan pensuspensi dan pemflokulasi
yang bercampur dengan bahan pembawa ditambahkan kedalam campuran awal tersebut.
b) Perubahan pH media
Keasaman media akan mengubah kelarutan suatu bahan. Metode ini lebih dapat
diterima karena residu pelarut organik agak sukar dihilangkan. Setelah bahan obat terlarut,
maka pH medium dikembalikan dan partikel tersuspensi akan mengendap dalam keadaan
halus tipe kristal atau polimorfi.
c) Metode dekomposisi rangkap
Metode ini melibatkan reaksi kimia sederhana, meskipun faktor fisika juga berperan.

C. Evaluasi dan Stabilitas Suspensi

Evaluasi Suspensi
1. Analisis Ukuran partikel
Selama dan setelah homogenisasi tekanan tinggi/microfluidization, penting untuk dilakukan
konfirmasikan distribusi ukuran partikel setiap 5–10 menit. Analisis pada waktu yang tepat
pada pengukuran ukuran partikel berguna dalam pengoptimalan parameter pemrosesan
selama pencampuran.
Distribusi ukuran partikel berpengaruh besar terhadap laju kelarutan/disolusi untuk entitas
senyawa kimia baru yang termasuk dalam Sistem klasifikasi biofarmasi (BCS) kelas II dan
IV. Distribusi ukuran partikel diukur dengan menggunakan instrumen yang sangat umum
menggunakan ukuran partikel analyzer. Diperlukan jumlah sampel yang sangat kecil, hanya
0,1 mL sudah cukup untuk pengukuran. Hasilnya tidak hanya memberi ukuran partikel rata-
rata, tetapi juga membantu untuk memahami seluruh jangkauan distribusi ukuran partikel.
Teknik yang berbeda akan mengukur sifat yang berbeda dari partikel sehingga menghasilkan
jawaban yang berbeda. Terdapat banyak standar internasional tentang teknik pengukuran
ukuran partikel yang mencerminkan metode yang berbeda, diantaranya adalah:
a. Ekuivalensi Bentuk

Gambar 5. Gambaran Bentuk Partikel

42
Gambar 6. Analisis Diameter Yang Sering Digunakan

Tabel 4. Diameter Yang Setara Dengan Volume Dan Luas Permukaan


Dari Berbagai Silinder Dengan Diameter Konstan

b. Mikroskop sederhana
Pengukuran menggunakan mikroskop sederhana yang dilengkapi dengan skala
pengukuran dengan:
1) Perhitungan rata-rata ukuran diameter partikel hasil pengamatan.
Contoh menghitung rata-rata diameter 3 partikel :
(1+2+3)/3 = 2.00
2) Perhitungan rata-rata ukuran diameter partikel menggunakan luas permukaan
partikel yang dianggap berbentuk bola dengan luas permukaan (πd2).
Menghitung luas permukaan rata-rata dengan membaginya dengan jumlah
partikel. Mengambil akar kuadrat dari rata-rata dan mendapatkan diameter
rata-rata .
Contoh [(12 + 22 + 32 )/3]0.5 = 2.16

2. Analisis Bentuk Fisik


Selama persiapan suspensi, terutama dengan alat mikrofluidasi, kemungkinan
perubahan bentuk fisik sangat tinggi. Konversi bentuk fisik bergantung pada energi kisi
Kristal. Bentuk kristal yang lemah biasanya terselubung menjadi bentuk amorf dan selama
pemrosesan setelah penyimpanan akan kembali ke bentuk kristal yang sama atau berbeda
Perubahan bentuk fisik dapat berdampak signifikan pada studi in vivo, dan oleh karena itu,
sangat penting untuk memastikan bentuk fisiknya sebelum studi in vivo.

43
3. Volume Sedimentasi
Penyimpanan sediaan suspense cenderung mengendap seiring waktu, dan oleh karena itu,
suspensi dirancang untuk segera terdispersi kembali dengan pengocokan atau pengadukan
lembut yang menghasilkan suspensi yang homogen. Redispersabilitas tergantung pada ukuran
partikel dari fase terdispersi dan jenis suspensi (flokulasi, non-flokulasi atau koagulasi). Laju
sedimentasi bisa diukur dengan metode sederhana. Volume sedimentasi adalah perbandingan
ketinggian sedimen setelah pengendapan (Hs) dan tinggi awal suspensi (Hi). Semakin besar
rasio, semakin baik kualitas suspensi. Penentuan volume sedimentasi dilakukan dengan
menempatkan cairan suspensi

Gambar 7. Volume Sedimentasi dalam beberapa situasi


Volume sedimentasi hanya memberikan gambaran kualitatif tentang sedimentasi suspensi
karena tidak memiliki referensi standar yang yang pasti. Parameter yang lebih dapat
diterapkan untuk flokulasi adalah derajat flokulasi, ß merupakan rasio volume sedimentasi
suspensi flokulasi F terhadap volume sedimentasi suspensi ketika dideflokulasi, F ∞, dengan
rumus berikut:

Volume sedimentasi dari sistem deflokulasi mengikuti persamaan:

Dimana F∞ adalah volume sedimentasi dari sistem deflokulasi dan Vo adalah volume akhir
sedimen, yang relatif kecil. Kedua persamaan ini dapat digabungkan sebagai berikut:

Nilai ß untuk suspensi flokulasi pada Gambar 5 adalah 80/20 = 4. Artinya, suspensi
flokulasi menciptakan sedimen empat kali lebih banyak daripada sistem yang dideflokulasi.
Derajat flokulasi adalah parameter yang lebih berguna karena membandingkan suspensi
yang sedang diselidiki terhadap standar (tanpa formulasi yang tepat): keadaan sistem
deflokulasi.

44
4. Kadar Obat
Analisis kadar obat dilakukan sesuai metode analisis masing-masing bahan obat,
misalnya menggunakan metode Spektrofotometer UV-Vis atau metode lain yang cocok.

Stabilitas Suspensi
Stabilitas Kimia
1. Hidrolisis
Hidrolisis pada sediaan dapat dilakukan dengan mengurangi kelarutan obat dalam pembawa,
hindari perubahan pH akibat katalisis asam atau basa, atau kurangi suhu penyimpanan,
hilangkan air, setidaknya untuk sementara, dengan mengeringkan (liofilisasi) formula
(membuat dalam formula suspensi kering) suatu produk suspensi dari "siap pakai" yang dapat
dibentuk kembali dan hanya dianggap sebagai pilihan terakhir.

2. Oksidasi
Dapat diatasi dengan penambahkan antioksidan ke dalam formulasi, menghilangkan oksigen
pada proses pembuatan dan pengemasan, menggunakan paket yang lebih protektif, atau
kurangi suhu penyimpanan

3. Fotodegradasi
Dapat dihindari dengan mengurangi kelarutan obat di dalam pembawa (jika fotodegradasi
terjadi pada obat dalam larutan), atau gunakan kemasan yang lebih protektif dan/atau jaga
kondisi penyimpanan.

Stabilitas Fisika
1. Kecepatan sedimentasi
Kecepatan partikel dalam suspensi membentuk sedimen berhubungan erat dengan
ukuran dan kerapatan partikel serta viskositas medium pensuspensi. Kecepatan sedimentasi
partikel tersuspensi diukur dengan persamaan Stokes yang dapat diperlihatkan pada
persamaan sebagai berikut :
( – ) ( )
V= =

Dimana :
v = kecepatan pengendapan sedimen ( cm / det )
r = jari-jari partikel ( cm )
ρ = BJ partikel dan cairan ( g / ml )
g = konstanta grafitasi (= 980,7 cm/det² )
η = kekentalan media ( poises = g/cm det )
D = diameter partikel ( cm )

45
Hokum Stokes ini berlaku hanya untuk partikel yang bergerak tidak cukup cepat untuk
menyebabkan turbulensi. Umumnya sistem farmasi yang mengandung 2 g padatan yang
terdispersi dalam 100 ml medium pendispersi mengikuti persamaan ini. Hukum Stokes
menggunakan asumsi bahwa partikel mempunyai ukuran yang sama dan partikel tersebut
bentuknya bulat.
Berdasarkan hukum Stokes, maka beberapa faktor yang berhubungan dengan
pengendapan dapat prediksi sebagai berikut :
- Kecepatan sedimentasi dapat dikurangi dengan menurunkan ukuran partikel yang
memungkinkan partikel dijaga pada keadaan deflokulasi.
- Kecepatan sedimentasi berbanding terbalik dengan viskositas medium pendispersi.
Hal ini memberikan suatu pendekatan dalam menformulasi suatu suspensi yang stabil.
- Kecepatan sedimentasi dapat dikurangi bila perbedaan kerapatan partikel terdispersi
dan fase kontinyu dapat diturunkan.

2. Jenis Sedimentasi
a. Sistem Flokulasi
. Dalam sistem flokulasi, partikel mengendap secara berkelompok dan mengendap
bersama-sama. Partikel tersuspensi saling terikat dengan ikatan yang lemah membentuk
jaring; karena beratnya bertambah, maka mereka mengendap bersama membawa
partikel-partikel tersuspensi lainnya yang terjerat dibawahnya (tengah jaring).
Pengendapan yang berlangsung bersama-sama mengakibatkan supernatannya terlihat
jernih. Volume sedimentasi yang terbentuk besar karena susunan yang dibentuk partikel
yang mengalami flokulasi sangat longgar. Pengendapan jenis ini mudah untuk
diredispersi dan tidak membentuk endapan yang liat (cake). Sistem flokulat dapat
terjadi karena penambahan elektrolit seperti Al dan dalam jumlah kecil.
Surfaktan nonionik juga biasanya dianggap bermuatan (-) dalam larutan dan efektif
sebagai bahan pemflokulasi.
Sistem flokulasi yang dimaksudkan untuk penggunaan oral, parenteral, ophtalmik
atau topikal biasanya mempunyai kemampuan mengalir yang buruk karena partikelnya
berkelompok. Sifat ini diperbaiki dengan penambahan koloid pelindung. Koloid
pelindung tidak mengurangi tegangan antar muka sehingga berbeda dengan surfaktan.
Larutan koloid mempunyai viskositas yang berbeda dan digunakan dalam konsentrasi
yang tinggi dibanding surfaktan. Koloid pelindung juga berbeda dari bahan
pemflokulasi dalam hal efeknya sehingga tidak hanya berkemampuan meningkatkan
potensial zeta, tetapi juga membentuk penghalang mekanik atau melapisi sekeliling
partikel, sehingga partikel tidak terikat kuat satu sama lainnya. Suspensi untuk
pengobatan harus segera terdispersi dengan pengocokan lunak sehingga diperoleh
takaran yang sama.
Kecenderungan partikel untuk terflokulasi tergantung pada kekuatan tarikan dan
penolakan diantara partikel. Bila penolakan cukup kuat, partikel-partikel tetap terdipersi
dan bila tidak, maka akan terjadi koagulasi. Misalnya : suspensi partikel-partikel tanah
liat bila ditambah NaCl dalam jumlah yang semakin besar maka kekuatan penolakan
semakin berkurang dan akhirnya kekuatan penolakan tersebut tidak bisa lagi melawan
kekuatan tarikan London ( Van Der Waals ) sehingga system terflokulasi.
Kecepatan sedimentasi dan flokulasi suspensi dipengaruhi oleh :
a) Ukuran partikel.
b) Interaksi partikel.

46
c) BJ partikel dan medium.
d) Kekentalan fase kontinyu.
Suspensi flokulasi menunjukkan tekanan yang sama pada puncak dan dasar wadah
karena tidak memberikan tekanan atau tekanan hanya kecil pada cairan, karena partikel-
partikel saling menunjang.

b. System terdeflokulasi
Dalam sistem deflokulasi, partikel mengendap sindiri-sendiri secara perlahan tergantung pada
jaraknya dari dasar dan perbedaan ukurannya. Partikel akan menyusun dirinya dan mengisi
ruang-ruang kosong saat mengendap dan akhirnya membentuk sedimen tertutup dan terjadi
aggregasi, selanjutnya membentuk cake yang keras dan sulit terdispersi kembali karena telah
terbentuk jembatan kristal yang merupakan lapisan film yang liat pada permukaan sedimen.
Suspensi deflokulasi tekanannya lebih besar pada dasar wadah, volume sedimentasi yang
terbentuk kecil dan supernatan tampak keruh sehingga terlihat seakan-akan suspensi lebih
stabil. Pengendapan jenis ini tidak disukai karena pengguna akan kesulitan dalam
meredispersi sediaan.

Gambar 6. Sedimentasi deflokulasi (a,b,c), sedimentasi flokulasi (d,e,f)

c. Caking
Caking didefenisikan sebagai pembentukan sedimen yang tidak dapat
didispersikan kembali. Penyebab terbanyak adalah adanya pembentukan jembatan
kristal dan koagula (agregat tertutup). Suspensi tipe dispersi atau deagregasi cenderung
segera membentuk cake disebabkan oleh terbentuknya sediaan yang kompak atau rapat
bila suspensi mengendap. Karena suspensi adalah larutan jenuh substansi tertentu maka
perubahan suhu walaupun kecil yang terjadi selama self life menyebabkan terjadinya
caking dengan cepat melalui pembentukan jembatan kristal.
Caking dengan cara ini dapat diperkecil dengan mengembangkan sistem suspensi
menjadi agregat terbuka (flokula) yang partikelnya tidak membentuk sedimen yang
rapat dan kaku.

47
Caking juga dapat terjadi melalui agregat tertutup atau koagula walaupun
mekanisme tidak terdispersi kembali berbeda karena tidak menyebabkan jembatan
kristal. Sedimen suspensi yang terkoagulasi kuat cenderung membentuk koagula yang
besar bila film permukaan yang ada pada partikel yang terkoagulasi menyebabkan
partikel saling melekat. Walaupun tidak terjadi pertumbuhan kristal karena adanya film
permukaan, tetapi pada akhirnya sedimen yang terikat oleh film tidak dapat
didspersikan kembali.

3. Pembentukan Kristal
Dalam pembuatan suspensi dan penyimpanan yang lama, akan membentuk kristal yang
disebabkan antara lain :
a) Ostwald ripening
b) Polimorfism
c) Siklus suhu
Pertumbuhan kristal berakibat buruk terhadap kestabilan suspensi karena suatu sistem
suspensi harus dapat terdispersi kembali dengan pengocokan yang rendah. Pengetahuan
tentang pertumbuhan kristal sangat penting dalam pengendapan suspensi, stabilitas fisik, sifat
redispersi, kenampakan sediaan, dan bioavailabilitas obat.
a) Ostwald ripening
Umumnya partikel terdispersi memiliki ukuran yang tidak seragam. Partikel dengan
ukuran yang kecil memiliki energi bebas permukaan yang lebih kecil dibandingkan dengan
partikel dengan ukuran yang lebih besar, sehingga partikel dengan ukuran yang lebih kecil
tersebut akan lebih larut dalam medium dispersi. Pada kenaikan temperatur, banyak partikel
berukuran sangat kecil terlarut dalam medium dispersi, sementara partikel ukuran besar akan
mengalami pengecilan ukuran partikel. Ketika temperatur turun, maka terjadi rekristalisasi
pada permukaan partikel. Partikel berukuran besar akan bertambah besar, sementara yang
terkecil hilang. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus maka terjadi pertumbuhan kristal
pada pada permukaan partikel sehingga ukuran partikel menjadi sangat besar dan bila kristal
berlekatan, maka disebut jembatan kristal.
b) Polimorfi
Padatan dapat berada pada beberapa bentuk kristal (polimorf). Dalam suspensi farmasi,
pertumbuhan kristal dapat terjadi pada obat yang memilki sifat polimorfi. Bentuk metastabil
lebih larut. Jika bentuk metastabil berubah menjadi bentuk yang lebih stabil, kelarutan akan
menurun dan terbentuk kristal. Pembentukan kristal ini dapat berlangsung terus menerus.
Kondisi ini dapat dihindari dengan tidak menggunakan bentuk metastabil dalam formula
suspensi, tetapi menggunakan obat dalam bentuk polimorf yang lebih stabil. Metronidazol
amorfi akan mengalami perubahan menjadi bentuk monohidrat dalam medium suspensi dan
menyebabkan pertumbuhan kristal. Kombinasi bahan pensuspensi mikrokristalin selulosa dan
CMC dapat menghalangi perubahan bentuk tersebut.
c) Siklus suhu
Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa kenaikan temperatur akan meningkatkan
kelarutan bahan yang tidak larut, tetapi penurunan suhu akan menyebabkan zat akan
mengalami reksistalisasi.

B. Wadah untuk suspensi

48
Wadah untuk kemasan suatu suspensi biasanya diseleksi di laboratorium menurut
kebiasaan atau dengan menggunakan botol-botol yang tersedia. Tipe gelas yang tersedia
bervariasi tergantung kemampuannya menahan pengaruh air dan tingkat pengaruh itu
sehubungan dengan jumlah alkali yang dilepaskan dari gelas.
Beberapa jenis wadah yang biasa digunakan antara lain adalah gelas kristal jernih
(flint) yang tidak berwarna, berkilau tetapi mengandung timah hitam; gelas yang terbuat dari
soda, kapur, dan silikat yang bebas timah hitam dan tidak berwarna.
Untuk sediaan parenteral, vial untuk multiple dose dapat tidak berwarna atau berwarna
amber (kuning pucat) dan diberi lapisan silikon untuk memperkecil pelepasan alkali dari gelas
itu. Teknik melapisi dengan silikon banyak digunakan untuk wadah suspensi steroid dan
kombinasi penisilin-streptomisin, juga untuk sediaan yang kandungan padatannya tinggi.
Penggunaan wadah dari bahan polietilen atau wadah plastik untuk beberapa suspensi
oral dan topikal dapat saja dilakukan. Evaluasi suspensi di dalam wadah itu harus
mempertimbangkan banyak faktor seperti hilangnya efek dari bahan pemberi rasa,
pengharum, adsorpsi pengawet, dan pelepasan substansi dari wadah.

V. KEPUSTAKAAN
Kulshreshtha, A. K., Singh, O. N., & Wall, G. M. (Eds.). (2009). Pharmaceutical
suspensions: from formulation development to manufacturing. Springer Science &
Business Media.
Im-Emsap, W., Paeratakul, O., & Siepmann, J. (2002). Disperse systems. In Modern
pharmaceutics (pp. 386-457). CRC Press.
Lieberman, H., Rieger, M., & Banker, G. S. (Eds.). (2020). Pharmaceutical dosage forms:
Disperse systems. CRC Press

49
MODUL TUTORIAL II
“PREFORMULASI SEDIAAN SUSPENSI”

I. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah proses tutorial yang dipandu dengan modul, maka dosen dapat menggali capaian
kompetensi mahasiswa terkait sediaan kapsul yang indikatornya adalah kemampuannya
dalam hal:
4) Mampu melakukan penelusuran informasi terkait data preformulasi sediaan suspensi
5) Mampu melakukan studi preformulasi sediaan suspensi dengan memperhatikan aspek
mutu, efektifitas, keamanan dan stabilitas
6) Mampu menetapkan formula sediaan suspensi dengan menggunakan bahan baku yang
memenuhi spesifikasi Farmakope Indonesia dan kehalalan, serta menghitung kebutuhan
bahan dan peralatan

II. SKENARIO
Tim Product Development PT UINAM Farmalab merencanakan akan
memproduksi sediaan cair dalam bentuk suspensi oral untuk bahan aktif ibuprofen. Perlu
dikaji mekanisme kerja obat dapat menyebabkan tukak lambung dan cara mengurangi efek
tersebut.
Dari sifat fisika bahan aktif didapatkan informasi bahwa tegangan permukaan obat,
tegangan antar muka, interaksi ion dalam campuran harus menjadi perhatian dalam
preformulasi. Fenomena antar muka obat dan pembawa menjadi pertimbangan dalam
menentukan bahan tambahan yang yang dipilih sehingga dapat menjamin terbentuknya
sediaan dengan stabilitas yang baik. Pertimbangan terkait antara lain adalah untuk
mengatasi besarnya tegangan antar muka bahan obat dan pembawa, pembentukan muatan
permukaan dan sumber ion tersebut serta akibatnya. kebutuhan ion untuk membentuk
listrik bilayer dan zeta potensial yang optimum, memprediksi terbentuknya jenis
sedimentasi yang diinginkan, flokulasi dan peran koloid pelindung, deflokulasi dan cake,
serta cara mengatasi efek dari berlakunya Hukum Stokes.

Lakukanlah pembahasan dan kajian-kajian mendalam agar masalah ini dapat terselesaikan
dan menjadi dasar dan pertimbangan dari sisi farmakologi, sifat fisika dan kimia, serta bentuk
dan stabilitas sediaan sehingga formulasi sediaan dapat dilakukan.

III. STRUKTUR LAPORAN


1. Sampul laporan
2. Skenario
3. Hasil step 1 s.d. 6
4. Preformulasi Suspensi Ibuprofen
a. Alasan Pemilihan:
 Bentuk Sediaan
 Zat Aktif
 Bahan Tambahan
b. Uraian Bahan
 Zat Aktif
2) Studi Farmakologi
- Mekanisme kerja
- Indikasi
- Kontra indikasi
- Efek samping
- Dosis/konsentrasi

50
- Aturan pakai
3) Studi Farmakokinetik (ADME)
4) Studi Sifat Fisikakimia
- Rumus struktur
- Rumus molekul
- Sinonim
- Pemerian
- Kelarutan
- Stabilitas:
 Panas/suhu
 Hidrolisis/oksidasi
 Cahaya
 pH
- Titik lebur
- Inkompatibilitas
- Kegunaan
- Penyimpanan
- Dll yang dianggap perlu
 Bahan Tambahan
2) Bahan tambahan 1
- Rumus struktur
- Rumus molekul
- Sinonim
- Pemerian
- Kelarutan
- Stabilitas:
 Panas/suhu
 Hidrolisis/oksidasi
 Cahaya
- Inkompatibilitas
- Konsentrasi
- Kegunaan
3) Bahan tambahan 2
Uraian idem bahan tambahan 1
4) dst

IV. TAHAPAN TUTORIAL

TAHAPAN TUTORIAL (STEP 1 – 6)


1. Diawal pertemuan, dosen mengajak mahasiswa untuk mengaji dan berdoa bersama
2. Dosen melakukan absensi perkuliahan
3. Dosen mempersilahkan mahasiswa memilih ketua dan sekretaris kelompok dan melakukan
diskusi step 1 sd 5
4. Dosen memberikan kesempatan kepada setiap mahasiswa untuk bertanya
5. Dosen memberikan tugas kepada mahasiswa untuk melanjutkan step 6 dengan belajar
mandiri

TAHAPAN TUTORIAL (STEP 7)


1. Diawal pertemuan, dosen mengajak mahasiswa untuk mengaji dan berdoa bersama
2. Dosen melakukan absensi perkuliahan

51
3. Dosen mempersilahkan mahasiswa berdiskusi dan menyusun Laporan
4. Dosen memberikan kesempatan kepada setiap mahasiswa untuk presentasi dan bertanya
5. Dosen memberikan koreksi dan tugas kepada mahasiswa untuk penguatan laporan

V. INDIKATOR PENILAIAN

Indikator penilaian Persen Penilaian Total


Respon tulis 20% 20%
Tugas modul 10% 10%
Keaktifan
Mampu melakukan penelusuran 10%
informasi terkait data praformulasi sediaan
suspensi
Mampu melakukan studi praformulasi sediaan 10%
suspensi dengan memperhatikan aspek mutu,
efektifitas, keamanan, dan stabilitas 40%

Mampu menetapkan pertimbangan-pertimbangan 20%


formulasi
Sediaan suspensi dengan menggunakan bahan
baku yang memenuhi spesifikasi farmakope
Indonesia dan kehalalan, serta menghitung
kebutuhan bahan dan peralatan

Laporan 30% 30%


Total 100% 100%

52
MODUL PRAKTIKUM II
SUSPENSI

I. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah proses praktikum yang dipandu dengan modul, maka dosen dapat menggali
capaian kompetensi mahasiswa terkait pembuatan sediaan suspensi yang indikatornya
adalah kemampuannya dalam hal:
1. Membuat sediaan suspensi
2. Melakukan evaluasi sediaan suspensi

II. SASARAN PRAKTIKUM


1. Mampu membuat sediaan suspensi sesuai dengan Cara Pembuatan Sediaan Farmasi
yang Baik, serta menyiapkan kebutuhan bahan dan peralatan yang digunakan
2. Mampu melakukan evaluasi suspensi (selama proses produksi, produk antara, dan
produk akhir)
3. Mampu merancang kemasan, label, brosur, serta informasi lainnya yang dibutuhkan
dalam sediaan suspensi
4. Mampu membuat laporan terkait proses pembuatan dan pengujian mutu sediaan
suspensi secara bertanggung jawab baik secara lisan maupun tulisan

III. TAHAPAN PRAKTIKUM


1. Diawal pertemuan, dosen/asisten memberikan respon tulis kepada mahasiswa terkait
materi praktikum yang akan dilaksanakan.
2. Hasil respon menjadi standar untuk mahasiswa apakah layak mengikuti praktikum atau
tidak.
3. Dosen/asisten menjelaskan kembali secara ringkas proses pelaksanaan praktikum.
4. Dosen/asisten mendampingi praktikan dan memantau berlangsungnya proses
pelaksanaan praktikum.
5. Dosen memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk mempresentasikan hasil
praktikum dan diskusi.
6. Dosen memberikan tugas kepada mahasiswa untuk mengisi modul praktikum

IV. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

1. FORMULASI
A. Rancangan Formula
Nama Produk : ……………………….
Jumlah Produk : ……………………….
Tanggal Formulasi : ……………………….
Tanggal Produksi : ……………………….
Nomor Registrasi : ……………………….
Nomor Bets : ……………………….
Komposisi :
Tiap … ml emulsi mengandung :
Zat aktif …
Bahan tambahan 1 ....
Bahan tambahan 2 …

53
B. Master Formula
Diproduksi Tanggal Tanggal Dibuat oleh Disetujui oleh
oleh Formulasi Produksi

Kode Bahan Nama Bahan Fungsi/Kegunaan Per … ml emulsi Per Bets

C. Perhitungan Dosis

D. Perhitungan Bahan

E. Cara Kerja

F. Evaluasi Sediaan

54
G. Brosur

H. Etiket

55
I. Wadah (Kemasan Primer dan Sekunder)

J. Daftar Pustaka

K. Lampiran (referensi yang dirujuk)

V. HASIL PENGAMATAN
a. Gambar Alat dan Bahan
Nama
No Fungsi Gambar
Alat/Bahan

56
d. Pembuatan Suspensi Ibuprofen
Buatlah tahapan cara pembuatan suspense dalam bentuk skema!

e. Evaluasi Sediaan Suspensi


No Evaluasi Gambar Pengamatan Persyaratan Kesimpulan
1 Organoleptik:
d. Warna
e. Bau
f. Rasa

2 pH

3 Kejernihan

57
4 Bobot Jenis

5 Viskositas

6 Volume
sedimentasi

7 Bentuk partikel
sedimentasi

8 Laju Pengendapan

VI. TUGAS MODUL


1. Jelaskan hubungan antara hasil evaluasi dengan stabilitas sediaan suspensi yang
dibuat
2. Jelaskan cara/bahan yang dibutuhkan untuk memperbaiki stabilitas suspensi
tersebut (no.1)
3. Tuliskan sediaan farmasi cair di pasaran yang tergolong sediaan suspensi, baik
suspensi farmaseutik, maupun sediaan kosmetik atau makanan dan minuman

VII. LEMBAR PENILAIAN PRAKTIKUM

INDIKATOR PENILAIAN
Indikator penilaian Persen Penilaian Total
Respon tulis 20% 20%
Tugas modul 10% 10%
Keaktifan
Mampu membuat sediaan kapsul 10%
sesuai dengan Cara Pembuatan
Sediaan Farmasi yang Baik, serta
menyiapkan kebutuhan bahan dan 40%
peralatan yang akan digunakan
Mampu melakukan evaluasi kapsul 15%
Mampu merancang kemasan, label, 15%
dan brosur sediaan kapsul serta
informasi yang dibutuhkan
Laporan 30% 30%
Total 100% 100%

58
MODUL KULIAH III
EMULSI

I. PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Emulsi adalah campuran dari dua fase cairan yang saling tidak bercampur di mana satu fase
tersebar ke fase lainnya. Pada dasarnya suatu emulsi terdiri dari fase kontinyu yang dikenal
sebagai fase eksternal, dimana tetesan tersebar, dan fase terdispersi atau disebut juga fase
internal atau diskontinyu. Emulsi banyak digunakan pada berbagai industri seperti makanan,
farmasi, pertanian, dan kosmetik. Penggunaannya dalam bidang farmasi lebih lanjut
digolongkan berdasarkan cara pemberian, yakni topikal (pada kulit), oral, atau parenteral.
Penerimaan oleh pasien merupakan alasan yang paling penting mengapa emulsi menjadi
bentuk sediaan oral dan topikal yang banyak digunakan. Banyak bahan obat yang mempunyai
rasa dan susunan yang tidak menyenangkan, namun dapat diatasi dengan
memformulasikannya kedalam bentuk sediaan emulsi. Beberapa obat menjadi lebih mudah
diabsorpsi bila diberikan secara oral dalam bentuk emulsi sehingga meningkatkan
bioavailabilitasnya. Penerimaan oleh pasien juga penting dalam emulsi yang digunakan secara
topical. Emulsi memiliki derajat elegansi tertentu, dan mudah dicuci bila diinginkan.
Formulator dapat mengatur penampilan, viskositas, dan derajat kekasaran dari emulsi
kosmetik maupun emulsi dermatologis.

II. RUANG LINGKUP


Isi dari Modul-3 ini secara garis besar meliputi pembahasan tentang:
1) Defenisi emulsi
2) Komponen emulsi
3) Tipe-tipe emulsi
4) Defenisi emulgator
5) Teori emulsifikasi
6) Jenis-jenis emulgator
7) Metode pembuatan emulsi
8) Perhitungan HLB
9) Evaluasi emulsi

III. SASARAN PEMBELAJARAN


Setelah proses perkuliahan yang dipandu dengan modul, maka dosen dapat menggali capaian
kompetensi mahasiswa terkait sediaan emulsi yang indikatornya adalah kemampuannya
dalam hal:
1. Mampu menjelaskan prinsip formulasi serta peran bahan tambahan dalam produksi
sediaan emulsi
2. Mampu menjelaskan tahap pembuatan dan peralatan yang digunakan dalam produksi
sediaan emulsi
3. Mampu menjelaskan evaluasi sediaan emulsi, termasuk stabilitas sediaan emulsi dan
faktor yang mempengaruhinya

IV. MATERI PEMBELAJARAN


Defenisi Emulsi
Emulsi adalah system dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang
lain, dalam bentuk tetesan kecil (FI V, 2014).

59
Emulsi adalah suatu campuran yang tidak stabil secara termodinamis, dari dua cairan
yang pada dasarnya tidak saling bercampur; emulsi adalah campuran dua cairan yang tidak
saling bercampur, yang menunjukkan suatu shelf-life yang dapat diterima, mendekati
temperatur kamar (Lachman, L. dkk., 2008).
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan-bulatan kecil
zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak berca[mpur (Ansel, H.C., 2005).
Komponen Emulsi
Dalam batasan emulsi, fase terdispersi dianggap sebagai fase dalam atau fase diskontinu
dan medium dispersi sebagai fase luar atau fase kontinu. Umumnya untuk membuat suatu
emulsi stabil, perlu fase ketiga atau bagian ketiga dari emulsi, yakni: zat pengemulsi
(emulsifying agent).
Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa,
system ini disebut emulsi minyak dalam air. Sebaliknya, jika air atau larutan air yang
nerupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak merupakan fase pembawa,
system ini disebut emulsi air dalam minyak. Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan
bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetes kecil menjadi tetesan
besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah. Bahan pengemulsi (surfaktan)
menstabilkan dengan cara menempati antar permukaan antara tetesan dan fase eksternal, dan
dengan membuat batas fisik di sekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga
mengurangi tegangan antar permukaan antara fase., sehingga meningkatkan proses
emulsifikasi selama pencampuran.

Penggunaan dalam Farmasi


1. Banyak bahan obat mempunyai rasa dan susunan yang tidak menyenangkan, dan dapat
dibuat lebih enak pada pemberian oral bila diformulasikan menjadi emulsi.
2. Beberapa obat menjadi lebih mudah diabsorpsi
3. Melindungi obat dari oksidasi dan hidrolisis
4. Penggunaan emulsi secara topikal memiliki derajat elegansi tertentu, dan mudah
dicucibila diinginkan.
5. Dapat digunakan untuk pemberian makanan berlemak secara intravena
6. Dapat digunakan sebagai alat diagnostik, dll.

Tipe-Tipe Emulsi
Pada dasarnya, ada tiga jenis emulsi yaitu minyak dalam air (m/a), air dalam minyak (a/m),
dan emulsi ganda seperti air-dalam-minyak-dalam-air (a/m/a).

Gambar 1. Tipe-tipe emulsi


1. Emulsi minyak dalam air (m/a), jika tetesan-tetesan minyak didispersikan dalam suatu
fase air kontinyu

60
2. Emulsi air dalam minyak (a/m), jika minyak merupakan fase kontinyu

3. Multipel emulsi atau emulsi ganda dengan karakteristik minyak dalam air dalam minyak
(m/a/m) atau air dalam minyak dalam air (a/m/a)

Pengujian Tipe Emulsi


1. Tes pengenceran : berdasarkan kelarutan dari fase eksternal dari emulsi
a. Emulsi m/a dapat diencerkan dengan air
b. Emulsi a/m dapat diencerkan dengan minyak
2. Uji konduktivitas
Air merupakan konduktor yang baik sedangkan minyak tidak. Sehingga, bila fase kontinu
adalah air (m/a) maka dapat mengalirkan listrik sedangkan bila fase kontinu minyak
(a/m) tidak dapat mengalirkan listrik.

3. Uji kelarutan zat warna


Bila emulsi dapat bercampur dengan zat warna larut air seperti amarant dan diamati di
bawah mikroskop:
a. Bila fase kontinyu tampak merah, berarti emulsi adalah tipe m/a, di mana air adalah
fase eksternal.

b. Bila globul globul tersebar dan merah sementara fase kontinyu tidak berwarna, maka
tipe emulsi adalah a/m.

61
4. Uji fluorosensi
Minyak memberikan fluorosensi di bawah sinar UV, sedangkan air tidak. Sehingga
emulsi m/a menunjukkan pola titik-titik sementara emulsi a/m berfluorosensi.

Defenisi Emulgator
Emulgator didefenisikan sebagai suatu penstabil bentuk tetesan dari fase
dalam. Berdasarkan strukturnya, emulgator bisa digambarkan sebagai molekul-molekul
yang terdiri dari bagian-bagian hidrofilik dan hidrofobik. Karena itu gugus senyawa-
senyawa ini seringkali disebut amfifilik (yakni menyukai air dan minyak).

Teori Emulsifikasi
1. Teori tegangan permukaan;
Bila cairan kontak dengan cairan kedua yang tidak larut dan tidak saling bercampur,
kekuatan (tenaga) yang menyebabkan masing-masing cairan menahan pecahnya
menjadi partikel yang lebih kecil disebut tegangan permukaan. Menurut teori tegangan
permukaan, dari emulsifikasi, penggunaan zat pengemulsi akan menghasilkan
penurunan tegangan antarmuka dari kedua cairan yang tidak saling bercampur,
mengurangi gaya tolak antara cairan dan mengurangi gaya tarik-menarik antarmolekul
dari masing-masing cairan.
2. Oriented-wedge theory;
Lapisan monomolekuler dari zat pengemulsi melingkari suatu tetesan dari fase dalam
pada emulsi. Teori ini berdasarkan anggapan bahwa zat pengemulsi tertentu
mengarahkan dirinya di sekitar dan dalam suatu cairan yang merupakan gambaran
kelarutannya pada cairan tertentu. Dalam suatu system yang mengandung dua cairan
yang saling tidak bercampur, zat pengemulsi akan memilih larut dalam salah satu fase
dan terikat kuat dan terbenam dalam di fase tersebut dibandingkan dengan pada fse
lainnya. Karena umumnya molekul-molekul zat menurut teori ini mempunyai suatu
bagian hidrofilik atau bagian yang suka air dan suatu bagian hidrofobik atau bagian
yang benci air, molekul-molekul tersebut akan mengarahkan dirinya ke masing-masing
fase, jadi arahnya susunan bentuk baji akan menyebabkan pelingkaran dari bulatan-
bulatan minyak atau bulatan air. Fase dimana zat pengemulsi lebih larut umumnya akan
menjadi fase kontinu atau fase luar dari emulsi tersebut.
3. Teori plastik atau teori lapisan antarmuka;
Menempatkan zat pengemulsi pada antarmuka antara minyak dan air, mengelilingi
tetesan fase dalam sebagai suatu lapisan tipis atau film yang diadsorbsi pada permukaan
dari tetesan tersebut. Lapisan tersebut mencegah kontak dan bersatunya fase terdispersi.

62
Bahan yang membentuk lapisan tersebut juga penting untuk melindungi seluruh
permukaan tetesan fase dalam. Pembentukan emulsi minyak-dalam-air atau air-dalam-
minyak tergantung pada derajat kelarutan dari pengemulsi dalam kedua fase tersebut,
zat yang larut dalam air akan merangsang terbentuknya emulsi minyak-dalam-air dan
sebaliknya.
4. Pembentukan lapisan listrik rangkap;
Lapisan antarmuka dapat menghasilkan gaya listrik tolak antara tetesan-tetesan yang
mendekat. Penolakan ini disebabkan oleh suatu lapisan listrik rangkap, yang dapat
timbul dari gugus-gugus bermuatan listrik yang mengarah pada permukaan bola-bola
yang teremulsi.

Dalam kenyataannya, tidak mungkin bahwa suatu teori emulsifikasi tunggal


bisa digunakan untuk menerangkan cara dari kebanyakan zat pengemulsi yang beraneka
ragam dalam membentuk tipe emulsi dan stabilitasnya. Dalam suatu system emulsi
tertentu lebih dari satu teori emulsifikasi dapat diterapkan dan berperan dalam
menjelaskan pembentukan dan stabilitas emulsi tersebut. Misalnya tegangan antarmuka
penting dalam pembentukan awal dari suatu emulsi, tetapi pembentukan suatu baji
pelindung dari molekul-molekul atau film dari zat pengemulsi penting untuk stabilitas
emulsi selanjutnya.

Jenis-jenis emulgator
1. Bahan pengemulsi alami; ex: akasia (gom), tragakan, agar, gelatin, dll.
2. Zat padat yang terbagi halus; ex: bentonit, Mg(OH)2.
3. Bahan pengemulsi sintetik; anionik, kationik, nonionik, amfoterik

Macam-macam lapisan yang terbentuk oleh bahan pengemulsi


1. Lapisan monomolekuler
2. Lapisan multimolekuler
3. Lapisan partikel padat

63
Metode pembuatan emulsi
1. Metode gom kering/ metode continental
2. Metode gom basah/ metode Inggris
3. Metode botol/ metode botol Forbes
Dalam metode pertama, zat pengemulsi (biasanya gom) dicampur dengan minyak
sebelum penambahan air. Dalam metode kedua, zat pengemulsi ditambahkan ke air
(dimana zat pengemulsi tersebut larut) agar membentuk suatu mucilage, kemudian
perlahan-lahan minyak dicampurkan untuk membentuk emulsi. Metode botol digunakan
untuk minyak menguap dan minyak-minyak yang kurang kental dan merupakan suatu
variasi dari metode gom kering.

Hydrophile-Lipophile Balance (HLB)/ Keseimbangan Hidrofil-Lipofil (KHL)


HLB adalah rasio antara bagian hidrofil dan lipofil dari suatu molekul. Semakin besar
nilai HLB suatu bahan, maka bahan tersebut semakin hidrofil. Untuk mendapatkan emulsi
yang stabil, sulit mendapatkan emulgator tunggal dengan nilai HLB butuh yang sesuai. Nilai
HLB butuh suatu minyak menyatakan nilai HLB yang dibutuhkan untuk emulsifikasi.

Perhitungan HLB Butuh


R/ Petrolatum 25 g HLB 8
Setil alkohol 20 g HLB 15
Emulsifier 2g
Pengawet 0,2 g
air ad 100 g
Fase minyak : Petr + Setil = 25 +20 = 45 g
Petr. = 25/45 x 100% = 55,5%
Setil = 20/45 x 100% = 44,5%
Nilai HLB butuh minyak (m/a):
(55,5 % x 8)+(44,5%x15)=11,04
Perhitungan Emulgator gabungan
Jika diinginkan emulgator gabungan Tween 80 dan span 80 (total 2 g), maka berapa g
masing-masing diperlukan?
Span 80 (HLB = 4.3) , Tween 80 (HLB = 15.0) HLB butuh minyak 11.04?
Total Tween dan span =100%(1),maka
Jika Tween 80 =x,maka span 80 = 1-x
Maka :
HLB span . %span + HLB tween.%tween:
4.3.(1-x) + 15.x = 11,04
x = 0.4
Tween 80 diperlukan 40 % dan Span 80 diperlukan 60 % dari 2gram emulgator dalam
R/

64
Kestabilan Emulsi

Umumnya suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika: (a) fase dalam atau
fase terdispersi pada pendiaman cenderung untuk membentuk agregat dari bulatan-
bulatan, (b) jika bulatn-bulatan atau agregat dari bulatan naik ke permukaan atau turun
ke dasar emulsi tersebut akan membentuk suatu lapisan pekat dari fase dalam, dan (c)
jika semua atau sebagian dari cairan fase dalam tidak teremulsikan dan membentuk
suatu lapisan yang berbeda pada permukaan atau pada dasar emulsi, yang merupakan
hasil dari bergabungnya bulatan-bulatan fase dalam.

Evaluasi dan Uji Stabilitas


1. Kondisi tekanan
Kondisi tekanan yang biasa digunakan untuk mengevaluasi kestabilan emulsi meliputi
umur dan temperatur; sentrifugasi; dan pengadukan.
2. Tolak ukur kimia
Kestabilan kimia dari komponen-komponen emulsi sangat diperlukan, masalah yang
biasanya dihadapi adalah autoksidasi, menyebabkan pembentukan bau yang tidak
dikehendaki.
3. Tolak ukur fisik
Meliputi organoleptic, pemisahan fase; viskositas; sifat-sifat elektroforetik; analisis
ukuran partikel.

V. KEPUSTAKAAN
Lachman, L., Herbert A. Lieberman, Joseph L. Kang. 2008. Teori dan Praktek Farmasi
Industri. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Ansel, Howard C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia.
Agoes, Goeswin. 2013. Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: Penerbit ITB.
Akbari, Sweeta., Abdurrahman Hamid Nour. 2018. Emulsion Types, Stability Mechanisms,
and Rheology: A Review. International Journal of Innovative Research and Scientific
Studies. 1(1), pages: 14-21.

65
MODUL TUTORIAL III
EMULSI

SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah proses tutorial yang dipandu dengan modul, maka dosen dapat menggali capaian
kompetensi mahasiswa terkait sediaan emulsi yang indikatornya adalah kemampuannya
dalam hal:
1) Mampu melakukan penelusuran informasi terkait data praformulasi sediaan emulsi
2) Mampu melakukan studi praformulasi sediaan emulsi dengan memperhatikan aspek
mutu, efektifitas, keamanan, dan stabilitas
3) Mampu menetapkan formula sediaan emulsi dengan menggunakan bahan baku yang
memenuhi spesifikasi farmakope indonesia dan kehalalan, serta menghitung
kebutuhan bahan dan peralatan

SKENARIO
Bagian R&D suatu industri Farmasi akan mengembangkan formula emulsi parafin cair
sebagai pencahar. Mereka memilih bentuk sediaan ini setelah mempertimbangkan keuntungan
dan kerugian bentuk sediaan emulsi dan kelebihannya dibandingkan bentuk sediaan lain.
Pertimbangan lain yaitu penentuan tipe emulsi yang akan dibuat (a/m, m/a atau emulsi
ganda), emulgator yang tepat, serta perlunya atau tidaknya penambahan antioksidan,
pengawet, perasa, pengaroma dan pewarna dalam sediaan ini. Tahap selanjutnya mereka akan
menentukan metode pembuatan, evaluasi serta uji stabilitasnya untuk menjamin bahwa emulsi
yang dibuat akan tetap stabil (tidak terjadi koalesensi, flokulasi, kriming atau inversi fase)
sampai batas masa kedaluwarsa serta mencantumkan beyond use date dan penandaan yang
tepat pada kemasan.

Struktur Laporan
5. Sampul laporan
6. Skenario
7. Hasil step 1 s.d. 6
8. Preformulasi Emulsi Parafin Cair
a. Alasan Pemilihan:
 Bentuk Sediaan
 Zat Aktif
 Bahan Tambahan
b. Uraian Bahan
 Zat Aktif
1) Studi Farmakologi
- Mekanisme kerja
- Indikasi
- Kontra indikasi
- Efek samping
- Dosis/konsentrasi
- Aturan pakai
2) Studi Farmakokinetik (ADME)
3) Studi Sifat Fisikakimia
- Rumus struktur
- Rumus molekul
- Sinonim
- Pemerian

66
- Kelarutan
- Stabilitas:
 Panas/suhu
 Hidrolisis/oksidasi
 Cahaya
 pH
- Titik lebur
- Inkompatibilitas
- Kegunaan
- Penyimpanan
- Dll yang dianggap perlu
 Bahan Tambahan
3) Bahan tambahan 1
- Rumus struktur
- Rumus molekul
- Sinonim
- Pemerian
- Kelarutan
- Stabilitas:
 Panas/suhu
 Hidrolisis/oksidasi
 Cahaya
- Inkompatibilitas
- Konsentrasi
- Kegunaan
5) Bahan tambahan 2
Uraian idem bahan tambahan 1
6) dst

TAHAPAN TUTORIAL (STEP 1 – 5)


1. Diawal pertemuan, dosen mengajak mahasiswa untuk mengaji dan berdoa bersama
2. Dosen melakukan absensi perkuliahan
3. Dosen mempersilahkan mahasiswa memilih ketua dan sekertaris kelompok dan melakukan
diskusi step 1 s.d. 5
4. Dosen memberikan kesempatan kepada setiap mahasiswa untuk bertanya
5. Dosen memberikan tugas kepada mahasiswa untuk melanjutkan step 6 dengan belajar
mandiri

TAHAPAN TUTORIAL (STEP 7)


1. Diawal pertemuan, dosen mengajak mahasiswa untuk mengaji dan berdoa bersama
2. Dosen melakukan absensi perkuliahan
3. Dosen mempersilahkan mahasiswa untuk melaporkan hasil belajar mandiri
4. Dosen mempersilahkan mahasiswa berdiskusi dan menyusun laporan
5. Dosen memberikan kesempatan kepada setiap mahasiswa untuk presentasi dan bertanya
6. Dosen memberikan koreksi dan tugas kepada mahasiswa untuk penguatan laporan

67
INDIKATOR PENILAIAN

Indikator penilaian Persen Penilaian Total


Respon tulis 20% 20%
Tugas modul 10% 10%
Keaktifan
Mampu melakukan penelusuran 10%
informasi terkait data praformulasi
sediaan emulsi
Mampu melakukan studi 10%
praformulasi sediaan emulsi dengan
memperhatikan aspek mutu,
efektifitas, keamanan, dan stabilitas 40%
Mampu menetapkan formula 20%
sediaan emulsi dengan
menggunakan bahan baku yang
memenuhi spesifikasi farmakope
indonesia dan kehalalan, serta
menghitung kebutuhan bahan dan
peralatan
Laporan 30% 30%
Total 100% 100%

KEPUSTAKAAN
Agoes, G. (2013). Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: Penerbit ITB.
Ansel, H. C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press.
Kemenkes. (2020). Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Lachman, L. (2012). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI Press.

68
MODUL PRAKTIKUM III
EMULSI

I. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah proses praktikum yang dipandu dengan modul, maka dosen dapat
menggali capaian kompetensi mahasiswa terkait sediaan emulsi yang indikatornya adalah
kemampuannya dalam hal:
1) Mampu membuat sediaan emulsi sesuai dengan Cara Pembuatan Sediaan Farmasi yang
Baik, serta menyiapkan kebutuhan bahan dan peralatan yang akan digunakan
2) Mampu melakukan evaluasi emulsi (selama proses produksi, produk antara, dan produk
akhir)
3) Mampu merancang kemasan, label, dan brosur sediaan emulsi serta informasi yang
dibutuhkan
4) Mampu membuat laporan terkait proses pembuatan dan pengujian mutu emulsi secara
bertanggungjawab baik lisan maupun tulisan

II. TAHAPAN PRAKTIKUM


1. Diawal pertemuan, dosen/asisten memberikan respon tulis kepada mahasiswa terkait
materi praktikum yang akan dilaksanakan.
2. Hasil respon menjadi standar untuk mahasiswa apakah layak mengikuti praktikum atau
tidak.
3. Dosen/asisten menjelaskan kembali secara ringkas proses pelaksanaan praktikum.
4. Dosen/asisten mendampingi praktikan dan memantau berlangsungnya proses pelaksanaan
praktikum.
5. Dosen memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk mempresentasikan hasil
praktikum dan diskusi.
6. Dosen memberikan tugas kepada mahasiswa untuk mengisi modul praktikum

III. PROSEDUR KERJA


a. Alat dan Bahan
Parafin cair, emulgator, antioksidan, pengawet, pengaroma, pewarna, aquadest, alat-alat
gelas, waterbath, timbangan digital (sesuaikan dengan formula)
b. Cara Kerja
Pembuatan Emulsi
 Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
 Timbang bahan sesuai dengan perhitungan bahan
 Panaskan fase minyak (A) dan fase air (B) secara terpisah pada suhu 70 oC (penentuan
suhu tergantung pada hasil studi preformulasi)
 Tambahkan fase (A) ke fase (B) lalu aduk sambil didinginkan sampai 45 oC
 Tambahkan pengaroma, pewarna, antioksidan, dan terus aduk sampai temperautr kamar
dicapai
 Masukan dalam kemasan, beri etiket dan brosur

Evaluasi Emulsi
Uji Stabilitas Fisik Sediaan Emulsi
Sediaan emulsi diberi kondisi penyimpanan dipercepat dengan metode freeze-thaw test yaitu
penggunaan siklus suhu berselang-seling 5oC dan 35oC selama 12 jam sebanyak 10 siklus.
Stabilitas fisik diuji sebelum dan setelah penyimpanan dipercepat, meliputi:
1. Uji organoleptik
Amati warna, bau dan rasa emulsi

69
2. Uji tipe emulsi
g. Teteskan emulsi di atas gelas arloji, tambahkan metilen blue
h. Amati kelarutan zat warna
3. Pengukuran pH
i. Masukkan emulsi ke dalam beaker glass
j. Celupkan pH meter ke dalam emulsi
k. Bacalah angka ( pH) yang muncul pada alat
4. Pengujian viskositas
l. Masukkan emulsi ke dalam beaker glass
m. Ukur viskositas emulsi dengan menggunakan viscometer Brookfield dengan kecepatan 60
rpm dengan menggunakan spindle no.5 pada suhu 25 oC
5. Pengukuran volume kriming
n. Masukkan emulsi sebanyak 25 ml ke dalam gelas ukur
o. Ukurlah volume pemisahan yang terbentuk setiap satu siklus freeze-thaw test
6. Pengamatan tetesan emulsi (globul)
p. Teteskan emulsi pada objek glass, lalu tutup dengan dek glass
q. Amati tetesan emulsi di bawah mikroskop
r. Amati ukuran globul
7. Pengujian homogenitas
s. Emulsi dioleskan tipis-tipis pada permukaan kaca objek dengan cara menggeser sediaan pada
permukaan kaca objek dari ujung yang satu ke ujung yang lainnya dengan menggunakan
bantuan kaca objek lain
t. Amati homogenitas sediaan

HASIL PENGAMATAN
Alat dan Bahan
No Alat/Bahan Gambar Kegunaan
1

70
f. Pembuatan Emulsi

Buatlah tahapan cara pembuatan emulsi dalam bentuk skema!

g. Evaluasi Emulsi

Hasil Pengamatan
No Evaluasi Gambar Persyaratan Kesimpulan
Sebelum Sesudah
1 Organoleptik:
u. Warna
v. Bau
w. Rasa

2 Tipe emulsi

3 pH

71
4 Viskositas

5 Volume kriming

6 Tetesan emulsi

7 Homogenitas

TUGAS MODUL
6. Bagaimanakah cara pembuatan sediaan emulsi berdasarkan formula yang telah Anda
buat!berikan penjelasan untuk setiap tahap pembuatan!
7. Bagaimanakah mekanisme terbentuknya emulsi?
8. Jelaskan tujuan dilakukannya:
g. Uji organoleptik
h. Uji tipe emulsi
i. Uji pH
j. Uji viskositas
k. Uji volume kriming
l. Uji tetesan emulsi
m. Uji homogenitas
9. Jelaskan tujuan dilakukannya uji penyimpanan dipercepat!
10. Bagaimanakah hasil evaluasi yang Anda peroleh? bandingkan dengan persyaratan yang
telah ditetapkan!

72
LEMBAR PENILAIAN PRAKTIKUM
INDIKATOR PENILAIAN
Indikator penilaian Persen Penilaian Total
Respon tulis 20% 20%
Tugas modul 10% 10%
Keaktifan
Mampu membuat sediaan emulsi 15%
sesuai dengan Cara Pembuatan
Sediaan Farmasi yang Baik, serta
menyiapkan kebutuhan bahan dan
40%
peralatan yang akan digunakan
Mampu melakukan evaluasi emulsi 15%
Mampu merancang kemasan, label, 10%
dan brosur sediaan emulsi serta
informasi yang dibutuhkan
Laporan 30% 30%
Total 100% 100%

KEPUSTAKAAN
Agoes, G. (2013). Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: Penerbit ITB.
Ansel, H. C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press.
Kemenkes. (2020). Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Lachman, L. (2012). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI Press.
Rowe, R.C. (2012). Handbook of Pharmaceutical Excipients 7th Edition. London: Pharmaceutical
Press

73

Anda mungkin juga menyukai