Anda di halaman 1dari 10

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Urutan Proses (Routing)


Nainggolan (2004) mendefinisikan urutan proses (routing) adalah sekumpulan instruksi
yang menjelaskan bagaimana suatu produk atau komponen dibuat sehingga dapat memenuhi
spesifikasi desain. Dalam proses nya sangat dimungkinkan dihasilkan suatu urutan proses
yang berbeda-beda atau dengan kata lain dihasilkan routing yang berjumlah lebih dari satu
routing untuk mengerjakan sebuah komponen. Dalam kondisi suatu komponen memiliki lebih
dari satu routing. Sebuah produk dikatakan memiliki alternative routing. (Alting, 1993)
mendefinisikan alternative routing sebagai beberapa urutan proses yang mungkin dilakukam
untuk membuat suatu produk atau komponen.

2.2 Perencanaan Proses


Menurut Hitomi (1996) perencanaan proses adalah suatu proses pengambilan
keputusan menentukan urutan operasi dimana suatu produk dibuat dimulai dari bahan baku
hingga menjadi produk jadi. Pengertian lain dari perencanaan proses adalah suatu aktivitas
untuk merencanakan bagaimana suatu proses dibuat. Pada perencanaan proses dilakukan
analisa terhadap produk dari sisi bentuk, dimensi, dan komponennya untuk kemudian di
breakdown kedalam urutan proses (routing). Adapun fungsi dasar dalam perencanaan proses
menurut Hitomi (1996) diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Process Design
Process design atau perancangan proses merupakan keputusan yang bersifat mikro yang
berarti mengurutkan operasi untuk mengkonversi bahan baku menjadi produk jadi.
2. Operation Design
Operation design atau perancangan operasi merupakan keputusan yang bersifat mikro
untuk menentukan bagaimana dan apa yang dilakukan di setiap operasi dalam urutan
proses tersebut.

2.2.1 Process Design


Adapun permasalahan utama dalam perancangan proses yaitu sebagai berikut.
1. Analisa aliran pekerjaan untuk mengubah bahan baku menjadi produk akhir.
5

2. Aliran pekerjaan (work flow) adalah kumpulan atau urutan operasi yang menyusun
proses konversi bahan baku menjadi produk akhir. Hal ini sangat bergantung pada
teknologi yang dimiliki oleh perusahaan, dan basis perancangan operasi serta
perencanaan layout yang ada. Terdapat dua jenis hubungan antara dua operasi,
yaitu:
a. A partial order yang umumnya disebut precedence relationship.
b. No precedence relationship, artinya dua operasi dapat diproses secara paralel.

2.2.2 Operation Design


Operation design atau perancangan operasi merupakan keputusan yang bersifat mikro
untuk menentukan bagaimana dan apa yang dilakukan di setiap operasi dalam urutan proses
tersebut. Adapun tools atau alat yang umum digunakan untuk merencanakan urutan proses
adalah sebagai berikut:
1. Assembly Drawing
Assembly drawing adalah sebuah gambar teknik untuk mengilustrasikan bagaimana cara
dari setiap komponen dari suatu produk disusun secara bersama.

Sumber: (PT. PTI)


Gambar 1. Assembly Drawing Produk miniatur Forklift
2. Assembly Chart
Assembly Chart adalah diagram yang menggambarkan hubungan antara kompoonen-
komponen yang akan dirakit menjadi sebuah produk. Assembly chart bermanfaat untuk
menunjukkan komponen penyusun suatu produk dan menjelaskan urutan perakitan
komponen-komponen tersebut.
6

Sumber: (Mulyadi, 2014)


Gambar 2. Format Assembly Chart

3. Operation and route sheet


Routing sheet adalah suatu proses penyimpanan langkah-langkah operasi yang diperlukan
untuk merubah bahan baku menjadi produk jadi yang dikehendaki, dimana untuk proses
tersbut dibutuhkan informasi-informasi mengenai proses produksi. Membuat peta proses
operasi membutuhkan suatu dokumen utama yang dikenal dengan nama Master Route Sheet
atau Routing Sheet. Routing Sheet ini merupakan hal yang sangat penting bagi pengawasan
produksi, karena merupakan penentuan mutu produk yang akan dibuat, dan berapa lama
waktu yang diperlukan untuk rrrengerjakan setiap kegiatan produk tersebut. Umumnya, selain
menyajikan urut-urutan mesin atau peralatan, proses dan operasi, routing sheet ini juga
memuat antara lain kapasitas mesin atau peralatan, % scrap, serta jumlah kebutuhan bahan
dan mesin atau peralatan.

4. Flow Process Chart


Flow process chart adalah diagram yang menggunakan simbol grafis untuk
menggambarkan aliran langkah-langkah proses (Cayman, 2002). Peta aliran proses
merupakan suatu diagram yang menunjukkan urutan-urutan dari operasi, pemeriksaan,
transportasi, menunggu, dan penyimpanan yang terjadi selama satu proses atau prosedur
berlangsung (Herman, 2010).
7

Sumber: (PT. PTI)


Gambar 3. Peta Aliran Proses

2.3 Aliran Proses Produksi


Berikut ini merupakan klasifikasi sistem manufaktur berdasarkan aliran proses produksi
adalah sebagai berikut.

2.3.1 Flowshop
Flowshop adalah cara berproduksi yang berorientasi pada urutan operasi yang dilalui
produk dengan ketentuan setiap job tetap (mass production). Secara fisik akan berbentuk
deretan stasiun kerja yang disebut lintasan produksi (production line), dan tata letak
fasilitasnya diistilahkan dengan product layout. Terdapat dua tipe lingtasan produksi, yaitu:
1. Flowline, diistilahkan untuk tipe lintasan produksi yang kinerjanya ditentukan secara
dominan oelh tenaga kerja.
2. Transferline, diistilahkan untuk tipe lintasan produksi yang kinerjanya ditentukan secara
dominan oleh mesin.
8

Sumber: (Mulyadi, 2014)


Gambar 4. Pola Aliran Pure Flow Shop

Sumber: (Mulyadi, 2014)


Gambar 5. Pola Aliran General Flow Shop

2.3.2 Job Shop


Job Shop adalah cara berproduksi yang berorientasi pada urutan stasiun kerja (job)
yang dilalui produk dengan ketentuan setiap urutan masing-masing job berubah. Secara fisik
akan berbentuk kelompok-kelompok departemen yang sama dari operasi yang sama dan tata
letak fasilitasnya diistilahkan dengan process layout. Pada job shop, setiap pekerjaan
mempunyai routing yang berbeda. Alur proses yang tidak searah ini mengakibatkan setiap
pekerjaan yang akan diproses pada suatu mesin dapat merupakan pekerjaan baru atau
pekkerrjaan yang sedang dikerjakan (work in process).

Sumber: (Mulyadi, 2014)


Gambar 6. Pola Aliran Job Shop
9

2.4 Perencanaan Lintasan Produksi


Perencanaan lintasan produksi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk
merencanakan guna membantu meningkatkan jumlah produksi yang dikeluarkan dengan
fasilitas dan sumber daya yang dimiliki perusahaan (Boysen, 2017). Masalah pokok dalam
perencanaan lintasan produksi adalah keseimbangan dan buffering. Keseimbangan lintasan
produksi menentukan sinergi seluruh lintasan, buffering memaksimalkan penggunaan stasiun
kerja, dan keduanya menentukan efisiensi penggunaan modal. Keseimbangan lintasan yang
sempurna adalah menyatukan elemen pekerjaan yang akan dilakukan kedalam stasiun kerja
dimana jumlah waktu prosesnya sama dengan waktu siklus produksi.

2.5 Metode Keseimbangan Lintasan (Line Balancing)


Menurut (Indrawan, 2008), menyatakan bahwa keseimbangan merupakan persoalan
pokok dimana perencanaan hasil produksi yang continous maupun yang bersifat assembly.
Selain itu dapat dinyatakan pula bahwa, di dalam perencanaan produksi harus diefisienkan
pemakaiannya sehingga tidak ada mesin yang menganggur. Dengan kata lain ”balance
machine load” atau keseimbangan pemakaian mesin dapat dicapai agar terhindar adanya
pengangguran. Keseimbangan lintasan berkaitan dengan bagaimana operasi yang ditunjuk
pada stasiun kerja dapat dioptimalkan melalui penyeimbangan kegiatan yang ditugaskan
selama stasiun kerja berjalan. Waktu yang diizinkan untuk menyelesaikan elemen pekerjaan
itu ditentukan oleh kecepatan lintasan produksi.
Keseimbangan lintasan berhubungan erat dengan produksi masal. Sejumlah pekerjaan
perakitan dikelompokkan ke dalam pusat-pusat kerja, untuk selanjutnya disebut stasiun kerja.
Waktu yang diijinkan untuk menyelesaikan elemen pekerjaan tersebut ditentukan oleh
kecepatan lintas perakitan. Semua stasiun kerja sedapat mungkin harus memiliki waktu
siklus yang sama. Bila stasiun kerja memiliki waktu siklus dibawah waktu idealnya, maka
stasiun kerja tersebut memiliki waktu menganggur. Tujuan akhir dari keseimbangan lintasan
adalah untuk meminimasi waktu menganggur ditiap stasiun kerja, sehingga dicapai efisiensi
kerja yang tinggi pada stasiun kerja (Nasution, 1999).
Dalam perencanaan produksi baik perusahaan itu telah didirikan maupun sebelum
didirikan, perlu sekali dalam pembuatan rencana memperhatikan kemungkinan tercapainya
tingkat keseimbangan dan faktor-faktor yang sering mempengaruhi di dalam pabrik, seperti
perencanaan pembuatan layout, material handling, penempatan mesin dan kapasitas tiap
mesin, tenaga kerja dan metode produksinya, agar semuanya bisa saling tunjang-menunjang
untuk tercapainya tingkat keseimbangan (Indrawan, 2008).
10

Menurut (Indrawan,2008), untuk mewujudkan line balancing pada suatu perusahaan


maka faktor-faktor yang mempengaruhi yang mengakibatkan timbulnya kemacetan harus
dicegah sedemikian rupa sehingga hasil tiap bagian dalam proses produksi bisa berjalan
dengan lancar dalam waktu yang telah ditentukan. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Terlambatnya bahan baku .
2. Material handling yang kurang sempurna.
3. Terjadinya kerusakan mesin.
4. Bertumpuknya barang dalam proses pada tingkat proses tertentu.
5. Kondisi mesin yang sudah tua.
6. Kelemahan dalam merencanakan kapasitas mesin.
7. Layout yang kurang baik.
8. Kualitas tenaga kerja yang kurang baik.
9. Adanya working condition yang kurang baik.

2.5.2 Parameter Line Balancing


Berikut ini merupakan parameter keseimbangan lintasan, meliputi line efficiency,
smoothest indeks, dan balance delay. Line Efficiency merupakan rasio dari total waktu stasiun
kerja dibagi dengan siklus dikalikan jumlah stasiun kerja atau jumlah efisiensi stasiun kerja
dibagi jumlah stasiun kerja (Purnamasari, 2015). Line efficiency dapat dirumuskan sebagai
berikut (Baroto,2015):
k ST i
Line Efficiency = i=1 × 100 %.....................................................................(1)
K (CT )
Keterangan :
ST i = waktu stasiun kerja dari ke-i
K = jumlah stasiun kerja
CT = waktu siklus

Menurut (Indrawan, 2008), balance delay atau sering disebut balancing loss adalah
perhitungan ketidak efisienan yang disebabkan karena ketidaksempurnaan alokasi kerja
diantara stasiun kerja. Balance delay yang terjadi di seluruh lintasan adalah sebagai berikut:
K T c−∑ S T
BD = i
× 100 %......................................................................................(2)
K (CT )
Keterangan :
ST i = waktu stasiun kerja dari ke-i
K = jumlah stasiun kerja
11

CT = waktu siklus

Menurut (Indrawan, 2008), efisiensi lintasan produksi merupakan tingkat koefisiensian


dari lintasan produksi, dan dinyatakan dalam prosentase. Dengan hasil efesiensi yang tinggi,
maka dapat dikatakan bahwa lintasan produksinya sudah baik. Guna mencari efisiensi lintasan
adalah sebagai berikut:
EL = 100% - BD....................................................................................................(3)
Keterangan :
EL = Line Efficiency
BD = Balance Delay

Smoothest indeks merupakan indeks yang menunjukkan kelancaran relatif dari


penyeimbangan lini perakitan tertentu (Purnamasari, 2015). Berikut ini merupakan rumus dari
smoothest indeks :
2
SI = √∑ (CT −ST ) .............................................................................................(4)
i

Keterangan :
ST i = waktu stasiun kerja dari ke-i
CT = waktu siklus

2.5.3 Metode Line Balancing


Line Balancing adalah suatu analisis yang mencoba melakukan suatu perhitungan
keseimbangan hasil produksi dengan membagi beban antar proses secara berimbang sehingga
tidak ada proses yang idle akibat terlalu lama menunggu keluarnya peroduk dari proses yang
sebelumnya. Adapun tujuan utama dalam menyusun Line Balancing adalah untuk membentuk
dan menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada tiap-tiap stasiun kerja. Jika tidak
dilakukan keseimbangan seperti ini maka akan mengakibatkan ketidakefisienan kerja di
beberapa stasiun kerja, dimana antara stasiun kerja yang satu dengan stasiun kerja yang lain
memiliki beban kerja yang tidak seimbang.
a. Metode Ranked Positional Weights (RPW)
Metode Ranked Positional Weights (RPW) diperkenalkan pertama kali oleh W.B.
Hegeson dan D.P. Birnie. Metode ini merupakan metode gabungan antara metode Large
Candidat Ruler dengan metode Region Approach. Nilai RPW merupakan perhitungan antara
elemen kerja tersebut dengan posisi masing-masing elemen kerja dalam precedence diagram
(Indrawan, 2008).
Menurut (Nasution, 2003) ,menyatakan bahwa langkah-langkah dari metode RPW adalah
sebagai berikut:
12

1. Membuat precedence diagram atau diagram jaringan kerja dari OPC


2. Menghitung waktu siklus.
3. Membuat matiks lintasan berdasarkan precedence diagram.
4. Hitung bobot posisi tiap operasi yang dihitung berdasarkan jumlah waktu operasi
tersebut dan operasi-operasi yang mengikutinya.
5. Urutan operasi-operasi mulai bobot operasi terbesar sampai dengan terkecil.
6. Hitung jumlah stasiun kerja minimum.
7. Buatlah flow diagram untuk stasiun kerja minimum tersebut lalu lakukan pembebanan
operasi pada stasiun kerja mulai dari operasi dari bobot operasi terbesar sampai
dengan terkecil, dengan kriteria total waktu operasi lebih kecil dari waktu siklus yang
diinginkan.
8. Lakukan trial and error untuk mendapatkan efisiensi lintasan yang paling tinggi.
9. Hitung balance delay lintasan.
10. Hitung efisiensi lintasan baru yang terbentuk.
11. Hitung output produksi.

b. Metode Kilbridge Wester


Metode Kilbridge Wester dalah metode yang dirancang oleh M.Kilbridge dan L.Wester
sebagai pendekatan lain untuk mengatasi permasalahan keseimbangan lini. Pada metode ini,
dilakukan pengelompokan task-task ke dalam sejumlah kelompok yang mempunyai tingkat
keterhubungan yang sama (Weldemart,2014). Langkah-langkah yang digunakan metode
Kilbridge Wester adalah sebagai berikut :
1. Lakukan pengelompokan beberapa task ke dalam kelompok yang sama. Misalnya
Kelompok ke-i berisi task-task yang tidak mempunyai task pendahulu, Kelompok ke-
i+1 berisi task-task yang mempunyai task pendahulu di Kelompok ke-i, Kelompok ke-
i+2 berisi task-task yang mempunyai task pendahulu di Kelompok ke-i+1, dan
sebagainya hingga semua task telah dimasukkan ke suatu kelompok.
2. Lakukan penempatan task-task di suatu kelompok, dalam hal ini mula-mula Kelompok
1, ke dalam sebuah stasiun kerja yang sama, ambil hasil penggabungan terbaik, yaitu
waktu total semua task mendekati atau sama dengan waktu siklus. Jika penempatan
sebuah task ke dalam stasiun kerja menyebabkan waktu total semua task yang berada
di stasiun kerja bersangkutan melebihi waktu siklus, maka task tersebut ditempatkan di
stasiun kerja yang berikutnya. Hapus task-task yang telah ditempatkan dari kelompok
yang bersangkutan.
13

3. Jika terdapat beberapa task-task yang belum ditempatkan di suatu stasiun kerja dan
waktu totalnya berjumlah kurang dari waktu siklus, lanjutkan penggabungan dengan
task di setelahnya, dalam hal ini Kelompok 2.
4. Lakukan kembali langkah 2 dan 3 hingga semua task telah tergabung dalam suatu
stasiun kerja.
c. Large Candidate Rule
Nama yang lain dari metode ini adalah teknik atau metode waktu operasi terpanjang,
metode ini merupakan metode yang paling sederhana. Dalam metode ini melakukan
pendekatan penyeimbangan lini produksi berdasarkan waktu operasi terpanjang akan
diprioritaskan penempatannya dalam stasiun kerja. Prinsip dasarnya adalah menggabungkan
proses-proses atas dasar pengurutan operasi dari waktu proses terbesar. Sebelum dilakukan
penggabungan, harus ditentukan dahulu, berapa waktu siklus yang akan dipakai. Waktu siklus
ini akan dijadikan pembatas dalam penggabungan operasi dalam satu stasiun kerja. Langkah
yang harus dilakukan sebagai berikut:
1. Urutkan semua elemen kerja yang paling besar waktunya hingga yang paling kecil.
2. Elemen kerja pada stasiun kerja pertama diambil dari urutan yang paling atas.
Elemen kerja pindah ke stasiun kerja berikutnya, apabila jumlah elemen kerja telah
melebihi waktu siklus.
3. Lanjutkan proses langkah-b, hingga semua elemen kerja telah berada dalam stasiun
kerja dan memenuhi ≤ waktu siklus.

Anda mungkin juga menyukai