Fournier Gangrene
Fournier Gangrene
FOURNIER’S GANGRENE
Oleh :
A. Arief Munandar
(G 501 08 013)
Pembimbing:
dr. Roberthy D. Maelissa, Sp. B
Fournier gangren merupakan suatu gangren pada skrotum atau uvula yang
hemolitikus. Penyakit ini adalah bentuk dari fascitis nekrotikan yang terdapat di
gangren yang luas dan menyebabkan septikemia. Fournier gangren pertama kali
ditemukan pada tahun 1883, oleh ahli penyakit kelamin asal Perancis Jean Alfred
gangren dengan cepat progresif pada penis dan skrotum tanpa sebab yang jelas.
sebagai fasciitis nekrotikans pada daerah perineum perianal atau genital. Penyakit
ini kebanyakan terjadi pada penderita usia 40-70 tahun dengan faktor resiko
keadaan umum yang kurang baik seperti gizi buruk, penggunaaan imunosupresan,
tepat dari penyakit ini tidak diketahui. Dalam artikel penelitian Fournier gangren
pada tahun 2013, Benjelloun et al. terdapat sekitar 50 kasus infeksi yang
bertahan hidup, dimana angka mortalitas 24%. Terdapat 44 orang laki-laki dan 5
orang perempuan. Jenis kelamin tidak berkaitan dengan angka mortalitas. Sumber
infeksi 72% kasus dapat diidentifikasi, dan sumber infeksi yang paling sering
adalah melalui anorektal. Diabetes Mellitus merupakan faktor penyulit tersering.3
Kejadian yang lebih rendah pada wanita dapat disebabkan oleh drainase yang
lebih baik dari daerah perineum melalui cairan vagina. Pria yang berhubungan
seks dengan sesama jenis berada pada risiko yang lebih tinggi, terutama untuk
jumlah kasusnya. Proses nekrosis biasanya berasal dari infeksi di anorektal (13-
50%), saluran urogenital (17-87%), sedang yang lain dari trauma lokal atau
perirektal, dan iskiorektalis, fisura anal, dan perforasi usus yang terjadi karena
divertikulitis kolon, atau usus buntu. Pada saluran urogenital, penyebab Fournier
infeksi saluran kemih bawah (misalnya, pada pasien dengan penggunaan jangka
aborsi, atau abses pada kelenjar Bartholini, histerektomi, dan episiotomi dapat
dicurigai sebagai penyebab Fournier gangren. Pada pria, anal seks dapat
meningkatkan risiko infeksi perineum, baik dari trauma tumpul langsung atau
dengan penyebaran mikroba dari rektal. Sedangkan pada anak-anak yang bisa
dengan rata-rata 4 isolat per kasus. Escherichia coli adalah aerob dominan, dan
sebagai berikut: 6
Gram-positive Mycobacteria
Candida albican
Infeksi adalah suatu ketidakseimbangan antara imunitas host, yang sering
terganggu oleh satu atau lebih proses sistemik penyerta, dengan virulensi dari
berlanjut iskemia lokal dan proliferasi bakteri. Infeksi fasia perineum (fasia
colles) dapat menyebar ke penis dan skrotum melalui fasia buck dan dartos, atau
ke dinding perut anterior melalui fasia scarpa, atau sebaliknya. Fasia colles
melekat pada perineum dan posterior diafragma urogenitalia dan lateral dari
jarang, karena arteri testis berasal langsung dari aorta dan dengan demikian
koagulasi dari pembuluh darah. Trombosis pembuluh darah ini dapat mengurangi
suplai darah lokal dengan demikian suplai oksigen ke jaringan menjadi berkurang.
• Alkoholisme Eritematous
jangka panjang
didapatkan:5,7
• Gejala prodromal demam dan letargi, yang muncul dalam 2-7 hari
• Rasa sakit dan nyeri tekan yang berhubungan dengan edema pada
• Gangren dari bagian alat kelamin disertai drainase purulen dari luka
Gambar 1. Edema dinding skrotum dan perubahan warna kulit.7
adalah pemeriksaan darah lengkap, ureum, kreatinin, elektrolit, fungsi hati, gula
darah, analisa gas darah dan kultur darah. Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan
jika diagnosis masih meragukan. Tetapi hal ini tidak boleh menunda terapi
adanya gas dalam jaringan lunak yang ditandai dengan gambaran hiperlusen.6,7,8
Gambar 2. Pada foto polos radoiografi anteroposterior menunjukkan tanda radiolusen (panah)
dalam jaringan lunak yang melapisi daerah skrotum dan perineum yang dapat dicurigai sebagai
emfisema subkutan.7
Dengan modalitas CT-scan dapat membantu pada pasien yang diagnosis
tidak jelas atau sulit untuk menetukan luasnya penyakit. CT-scan memiliki
kekhususan yang lebih besar untuk mengevaluasi penyakit dibandinkan foto polos
penyakit ini. CT-scan dapat mengidentifikasi udara dalam jaringan lunak sebelum
diagnosis definitif dan eksisi jaringan nekrotik. Pada pasien dengan gejala
sistemik terjadi hipoperfusi atau kegagalan organ, resusitasi segera dengan cairan
kadang perlu dilakukan diversi urine melalui sistotomi atau diversi feces dengan
0,025% dengan cara irigasi, larutan Dakin, hidrogen peroksida dapat mereduksi
penyembuhan luka. Oksigen radikal bebas adalah jaringan dari hipoksik yang
dibebaskan, yang secara langsung dapat menjadi toksik terhadap bakteri anaerob.
besar luka. Penjahitan primer dapat dilakukan terutama dikulit yang lentur seperti
pada skrotum, jika luka yang cukup besar dapat dilakukan skin graft.7,8
mungkin terjadi karena debridemen yang tidak lengkap, infeksi sistemik, atau
Infertilitas
dismorfik
thrombophlebitis.
terjadi nekrosis Namun demikian, sekitar 50% dari laki-laki dengan keterlibatan
penis mengalami sakit dengan ereksi, sering berhubungan dengan jaringan parut
pada daerah genital. Jika jaringan lunak yang luas hilang, mungkin terjadi
gangguan pada drainase limfatik, sehingga terjadi, edema dan selulitis. Fournier
menunjukkan angka mortalitas 75%, skor <9 menunjukkan angka survival 78%.
Tabel 1. Parameter Fournier Gangrene Severity Index
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Tn. SA
• Umur : 35 tahun
• Alamat : Mamboro
• RM : 01 98 29
• Ruangan : Nangka
ANAMNESA
Keluhan utama:
Anamnesis terpimpin:
Keluhan dialami sejak 6 hari SMRS, awalnya terdapat benjolan kecil yang
terasa gatal dan nyeri serta dirasakan terus menerus disekitar lubang pantat dan
belakang kantong zakar.. Dua hari kemudian benjolan semakin membesar hingga
sekitar anus. Pada perawatan hari pertama benjolan pecah dan mengeluarkan
nanah kadang disertai darah dengan bau yang tidak enak. Setelah itu luka pasien
terus membesar dan melebar sekitar lubang pantat. Pasien riwayat perokok dan
Riwayat Pengobatan :
Riwayat Trauma :
Tidak ada
Riwayat Keluarga :
Riwayat Alergi :
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS PRESENS
Gizi obese
Sakit berat
Compos mentis
TANDA VITAL
Suhu : 36,7°C
KEPALA
LEHER
THORAKS
BT: Rh -/-
Wh -/-
JANTUNG
Perkusi : timpani
GENITALIA
Inspeksi : abses (+), eritema (+), ulkus(+), pus(+), darah (+), jaringan
nekrotik (+)
EKSTREMITAS
Edema (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
CT : 8` (5-11)
BT : 2` (1-3)
Kimia Darah
RESUME
Tn. SA, 35 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada perineum.
Keluhan dialami sejak 6 hari SMRS, awalnya terdapat benjolan kecil dengan
pruritus dan nyeri yang dirasakan terus menerus di area perianal dan belakang
skrotum . Dua hari kemudian benjolan semakin membesar hingga perianal. Pada
perawatan hari pertama benjolan pecah dan mengeluarkan pus kadang disertai
darah dengan bau yang tidak enak. Setelah itu ulkus terus membesar dan melebar
sekitar perianal. Riwayat demam (+), susah BAB akibat nyeri dan luka pada
150/100 mmHg, nadi 88x/mnt, pernapasan 22x/mnt, dan suhu: 36,7°C. Pada
DIAGNOSA KERJA
Fournier’s gangrene
DIAGNOSA BANDING
Abses perianal
PENATALAKSANAAN
Bedrest jam / IV
Personal hygiene IV
tindakan aseptik.
debridement + nekrotomi
5. Kompres hemolok
11/01/14 D/S :
Post Op II Fournier’s gangrene
(Pasien meninggal dunia)
DISKUSI
Diagnosis Fournier’s gangrene pada kasus ini ditegakkan berdasarkan
datang dengan keluhan nyeri pada bejolan yang terdapat pada regio perianal dan
belakang skrotum dengan permukaan kulit eritema dan kadang disertai dengan
pruritus. Gejala lain yang dapat ditemukan pada pasien adalah adanya demam
yang semakin mendekatkan pada gejala klinis pada Fournier,s gangrene. Dari
jangka waktu yang lama akibat pasien juga sering mengalami sesak sehingga
pasien harus mengkonsumsi obat golongan steroid, dimana obat ini memiliki efek
dalam menekan sistem imunitas. Seperti yang diketahui suatu infeksi dapat terjadi
pada pasien dengan obsitas memiliki respon humoral yang kurang baik terhadap
infeksi.
infeksi, namun dapat diperkirakan infeksi perianal dapat bersumber dari abses
perirektal diperburuk dengan hygiene yang kurang pada daerah perineum. Pada
berongga, tepi eritem dengan bau yang menyengat serta khas sebagai Fournier’s
antibiotik.
spektrum luas dan metronidazole yang memiliki efek baik terhadap bakteri
anaerob.
ulkus. Didapatkan pus yang keluar dari ulkus disertai dengan perdarahan, ulkus
dicuci dengan NaCl 0,9% setelah itu dikompres dengan menggunakan larutan
Hemolok® sebagai antiseptik dan desinfektan. Luka dibiarkan tetap terbuka agar
Pada perawatan hari pertama post debridement dan nekrotomi terlihat luka
masih basah, dengan pus minimal, tanpa jaringan nekrosis dan tidak ada lagi bau
menyengat. Pada perawatan hari kedua pos debridement dan nekrotomi pasien
meninggal dunia akibat kondisi pasien yang tiba-tiba memburuk, dimana mungkin