Anda di halaman 1dari 3

1.

Model Pengembangan Kompetensi Kewirausahaan Berbasis Skill Dalam Sikap


Enterpreunership SMK
Angka pengangguran di tingkat pendidikan sangat tinggi terjadi di Sekolah Menengah
Kejuruan, walaupun nota bene pendidikan ini yang mencetak lulusan yang siap kerja
dan terampil, kompeten. Namun di data real masih kalah dengan tingkat sekolah
menengah atas ataupun diploma dan universitas. Penyebab lulusan SMK yang masih
menganggur tersebut karena kesulitan ekonomi. Kondisi itu membuat mereka tidak
mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi (PT) atau tidak
memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan oleh dunia kerja.
Lulusan SMK dipersiapkan untuk memasuki dunia kerja. Jadi, bagi lulusan SMK
yang tidak mampu melanjutkan ke dunia kerja karena lulusan SMK yang tidak
memenuhi standar skill yang dibutuhkan dunia kerja. Masalah klasik yang
disampaikan bagi lulusan SMK yang tidak mampu melanjutkan PT atau masuk dunia
kerja untuk mendapatkan kerja karena belum memiliki pengalaman kerja. “Padahal,
saat ini hampir seluruh lowongan kerja mensyaratkan pengalaman kerja,”. Solusi yang
kontinu untuk masalah ini adalah melimpahnya lapangan kerja baru yang dapat
menampung satu orang lulusan SMK atau beberapa lulusan SMK baru yang semakin
bertambah semakin tahun. Jadi wujud cara ini adalah dengan semakin merebak
kewirausahaan baru bagi lulusan SMK walaupun sederhana. Wujud kewirausahaan ini
harus dilatih dan dibimbing selama proses berdirinya agar tetap tegak berdiri dan
stabil. Perlu adanya pembekalan tentang kewirausahaan bagi siswa SMK sebelum
lulus dan dihubungkan dengan kompetensi praktikum (Skill) yang dilakukan siswa di
sekolah. Hard Skill dan soft skill sebagai komponen agar siswa siap menghadapi
dunia kerja sebelum lulus.
Kemampuan dan keberanian siswa dalam berwirausaha sangat perlu diberikan sedini
mungkin. Proses kewirausahaan yang jatuh dan bangun sebagai proses yang nyata
bagi orang wiraswasta perlu diajarkan dan dilatih kepada siswa. Perlu adanya latihan
nyata keselarasan hard skill, soft skill dan kewirausahaan yang terintegrated dalam
bentuk produk sederhana yang dihasilkan oleh siswa untuk meningkatkan
kepercayaan diri siswa dalam berwirausaha. Contoh : Siswa membuat produk safety
valve yang dikerjakan di mesin bubut, kemudian dikemas dengan kemasan yang baik,
dapat menghitung spesifikasi dan maksimal tekanan yang dijinkan yang tertera di
produk, kualitas produk yang sama atau lebih baik di pasaran dengan harga yang sama
atau lebih murah dilengkapi kemampuan menjual produk siswa maka akan banyak
produk yang terjual dan laku. Awal langkah ini yang lambat laun kualitas hard skill,
soft skill dan kewirausahaan siswa terasah selanjutnya muncul hubungan kerjasama –
kerjasama dengan pihak luar sekolah dalam bentuk pemesanan komponen –
komponen mesin yang dikerjakan siswa. Praktik ini membutuhkan waktu dan evaluasi
secara berkesinambungan agar sebelum lulus siswa sudah mempunyai karakter
wirausaha yang baik dan mampu bersaing dan siap berkompetisi dalam dunia kerja.
Hasil yang tercapai munculnya wiraswasta baru akan mengurangi angka
pengangguran kerja, visi dan misi SMK selaku lembaga pendidikan vokasi (kejuruan)
dapat terwujud yang merupakan keberhasilan proses pendidikan.

2. Model pengembangan kewirausahaan dengan media koperasi di sekolah


Pengembangan kewirausahaan di sekolah berbasis kreativitas dan inovasi dapat
memberikan bekal bagi semua warga sekolah dalam pengelolaan pendidikan,
khususnya dalam mempersiapkan “sekolah mandiri” yang menjadi roh dari otonomi
sekolah. Oleh sebab itu, desain pembelajaran kewirausahaan di sekolah perlu ditinjau
ulang, mulai dari kurikulum, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, media
pembelajaran dan guru yang mengajar mata pelajaran kewirausahaan dan ekonomi
dapat memberi ajar dan mengembangkan minat siswa terhadap kewirausahaan.
Pemanfaatan Koperasi sekolah dapat dijadikan sebagai salah satu media pembelajaran
praktik langsung para siswa dalam menerapkan keterampilan dan keahliannya dalam
pembelajaran kewirausahaan. Dengan adanya pemanfaatan koperasi siswa sejak dini
dapat melatih jiwa wirausaha di kalangan siswa, membentuk sikap mental yang baik,
berdisiplin, jujur, semangat, serta membiasakan siswa akan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya yang mana itu semua prinsip dari kewirausahaan, dan juga bagi
pengurus koperasi memberi pengalaman untuk memimpin dan mengendalikan
organisasi dan bisnis. Pengelolaan Koperasi sekolah selain sebagai media
pembelajaran, juga dapat memberikan sumbangsih dalam menambah penghasilan
sekolah dan membantu membangun perekonomian masyarakat. Hal ini merupakan
kegiatan yang sangat positif yang dapat dilakukan saat ini untuk meningkatkan minat
dan pengetahuan siswa mengenai kewirausahaan.

3. Pengembangan kewirausahaan berbasis kearifan lokal


Beberapa penelitian menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara budaya dengan
kewirausahaan (Gamage, Cameron dan Woods, 2003; Kreiser, Marino, Weaver,
2003). Aspek budaya dalam penelitian Gamage, Cameron, Woods (2003) dan Kreiser
adalah budaya lokal, sedangkan dalam penelitian Kreiser, Marino, Weaver (2003)
adalah budaya nasional. Saffu (2003) melakukan penelitian tentang peran budaya
terhadap kewirausahaan; dimana budaya memiliki peranan yang penting dalam
membentuk kewirausahaan, baik budaya lokal maupun budaya nasional, seperti faktor
budaya dimana manusia tinggal sangat mempengaruhi tingkat produktivitas contoh
attitude dan cara pandang seseorang sebagai hasil interaksi budaya masyarakat
merupakan faktor utama yang menghambat pengembangan kewirausahaan.
Untuk mengembangkan kewirausahaan perlu adanya pengetahuan mengenai kearifan
yang akan dijadikan nilai ekonomi di daerah setempat dan sebagai peluang dengan
mengatasi faktor budaya di daerah karena keseharian yang ada dalam usaha di daerah
setempat sangat terpengaruh kepada nilai sosial dan budaya adat. Jika seseorang tidak
mampu bersaing dengan pendatang baru maka kita dapat memanfaatkan nilai-nilai
budaya tertentu yang mendukung peningkatan potensi-potensi yang ada dalam diri
seorang wirausaha.

Anda mungkin juga menyukai