Anda di halaman 1dari 13

PERAN SMK DALAM PENGEMBANGAN

KEWIRAUSAHAAN BERBASIS TEKNOLOGI


(TECHNOPREUNEURSHIP)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Pendidikan Teknologi Dan Kejuruan

Oleh:
HERI SETIAWAN

NIM 12503241016

ARIS EKO WIBOWO

NIM 12503241018

FAJAR UUT PURNOMO

NIM 12503241036

FATONI DELI SAPUTRO NIM 12503241047

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015

PERAN SMK DALAM PENGEMBANGAN


KEWIRAUSAHAAN BERBASIS TEKNOLOGI
(TECHNOPREUNEURSHIP)
Oleh : Aris, Heri, Fajar, Fatoni
Abstrak
Bangsa Indonesia saat ini memiliki berbagai masalah yang harus dihadapi, salah
satu masalah tersebut adalah masalah pengangguran. Jumlah pengangguran di
Indonesia relatif tergolong cukup tinggi. Banyaknya jumlah pengangguran ini
tidak lepas dari minimnya lapangan pekerjaan yang tersedia. Perbandingan antara
jumlah lapangan pekerjaan dengan jumlah penduduk usia produktif di Indonesia
belum mencapai titik kesetimbangan. Dalam rangka menanggulangi permasalahan
tersebut, disinilah peran SMK sangat dibutuhkan. Berbekal pengalaman,
keterampilan produktif, profesionalitas, kemampuan dasar untuk pengembangan
diri dan penguasaan teknologi, SMK diharapkan tidak hanya mencetak lulusan
yang siap kerja, namun juga lulusan yang siap menciptakan lapangan pekerjaan
dengan menjadi wirausahawan dengan bekal yang telah diperoleh. Wirausaha
yang tepat untuk dikembangkan oleh lulusan SMK adalah wirausaha berbasis
teknologi atau lebih dikenal dengan istilah technopreneurship.
Kata kunci: SMK, wirausaha, teknologi, technopreneurship.

PENDAHULUAN
Keberhasilan pembangunan pendidikan merupakan elemen dasar dalam
pembangunan nasional. Terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas secara
langsung akan memberi kontribusi bagi tercapainya pembangunan nasional. Dan
sebaliknya rendahnya kualitas sumber daya akan memberi efek negatif dalam
proses pembangunan nasional. Pendidikan adalah kata kunci pembangunan.
Melalui pembangunan pendidikan, proses pembangunan akan dapat berjalan
dengan baik dan mencapai hasil yang diharapkan.

Untuk mencapai kemajuan maka sebuah bangsa harus melakukan perbaikan


pendidikanya, dalam melakukan pembangunan tidak mungkin berhasil tanpa
pendidikan yang baik. Pemanfaatan teknologi khususnya teknologi yang
berhubungan dengan pendidikan diyakini dapat mempercepat dan memperbaiki
proses pembelajaran. Kehadiran teknologi dalam dunia pendidikan sedikit banyak
telah merubah banyak praktik pendidikan di berbagai negara di dunia.
Dalam konteks inilah maka diperlukan inisiatif-inisiatif yang komperehensif
serta menumbuh kembangkan jiwa kewirausahaan untuk menyikapi tantangan
dunia global yang semakin tinggi tingkat persaingannya, sehingga diperlukan
pembinaan dan pengembangan produksi dan enterpreunership dengan pembuatan
berbagai macam aplikasi software sebagai implementasi dari berbagai aplikasi
bisnis berbasis teknologi informasi.
Sekolah atau pendidikan menjadi tempat yang sangat strategis untuk
menumbuhkan bakat wirausaha. Beberapa alasan sekolah formal dapat
menumbuhkan bakat wirausaha, yaitu : Pertama, sekolah adalah lembaga
pendidikan yang sangat dipercaya masyarakat untuk masa depan yang lebih baik.
Kedua, jaringan sudah ada di seluruh pelosok negeri. Ketiga, melalui sekolah juga
bisa menjangkau dan mempengaruhi keluarga anak didik (Dr. Riant Nugroho,
2009).
Sekolah Menengah Kejuruan merupakan sekolah formal di bawah
Departemen Pendidikan nasional, mempunyai tujuan antara lain adalah
menghasilkan tamatan yang siap memasuki lapangan kerja secara mandiri sebagai
wirausaha ( entrepreneur ). Dengan usia siswa yang rata-rata masih dalam masa
yang produktif untuk menerima ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk di
dalamnya ilmu wirausaha, maka SMK menjadi sangat penting dalam menyiapkan
tamatan yang siap berwirausaha.
Untuk itu, karakteristik wirausaha di SMK perlu dikondisikan baik melalui
jalur kegiatan intrakurikuler, kokurikuler maupun ekstrakurikuler. Sehingga
diharapkan dengan kondisi lingkungan yang menerapkan karakteristik wirausaha,
siswa menjadi terbiasa untuk menerapkannya dan pada akhirnya akan menjadi
karakter kepribadian siswa.

KAJIAN TEORI
Sekolah Mengengah Kejuruan (SMK)
Pengertian pendidikan menurut beberapa ahli pendidikan seperti yang
dikutip Yanto (2005) yaitu : (a). Smith Sughes Act, memberikan pengertian
bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan khusus yang program-programnya
dipilih untuk siapapun yang tertarik untuk mempersiapkan diri bekerja sendiri /
bekerja sebagai bagian dari kelompok. (b). Ralph C Wenrich, membedakan
istilah pendidikan kejuruan adalah bentuk pendidikan persiapan untuk bekerja
yang dilakukan di sekolah menengah. Pendidikan profesional adalah pendidikan
persiapan kerja yang dilakukan perguruan tinggi. (c). Thomas H. Arcy,
memberikan

pengertian

pendidikan

kejuruan

sebagai

program-program

pendidikan yang terorganisasi yang berhungungan langsung dengan persiapan


individu untuk bekerja mendapatkan upah ataupun bekerja tanpa upah atau
persiapan tambahan suatu karir. (d). Bradley. Curtis H. dan Friendenberg,
memberikan

pengertian pendidikan kejuruan adalah training atau retraining

mengenai persiapan siswa


sikap

dalam

bentuk

pengetahuan,

ketrampilan

dan

yang diperlukan untuk dapat kerja dan memperbaharui keahlian serta

pengembangan lanjut dalam pekerjaan sebelum tingkat sarjana muda.


Berdasarkan pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa Sekolah
Menengah kejuruan (SMK) adalah sekolah yang mengembangkan

dan

melanjutkan pendidikan dasar dan mempersiapkan peserta didiknya untuk


dapat bekerja, baik bekerja sendiri atau bekerja sebagai bagian dari suatu
kelompok sesuai bidangnya masing-masing.
Sekolah kejuruan mempunyai misi utama untuk menyiapkan siswanya
untuk

memasuki

lapangan

kerja.

Dengan

demikian keberadaan SMK

diharapkan mampu menghasilkan tenaga kerja tingkat menengah


pakai,

dengan

kata

lain

SMK

yang

siap

dituntut menghasilkan lulusan yang siap

kerja.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan
pendidikan kejuruan dapat dilihat melalui penampilan lulusan
kerja.

Disamping

itu

pendidikan

pada

dunia

kejuruan diharapkan mampu membekali

siswanya dengan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai sehingga

menghasilkan kecakapan tertentu dengan kata lain menjadikan siswanya


menjadi tenaga siap pakai dalam menghadapi dunia kerja.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga pendidikan
kejuruan yang memiliki tugas mempersiapkan peserta didiknya dengan
membekali pengetahuan dan keterampilan untuk dapat bekerja sesuai dengan
kompetensi dan program keahlian, memiliki daya adaptasi dan daya saing yang
tinggi untuk memasuki lapangan kerja. Pendidikan kejuruan tidak hanya
menyiapkan ketrampilan saja, tetapi juga menyiapkan sikap, kebiasaan serta
nilai- nilai yang di perlukan untuk terjun ke dunia kerja. Tuntutan dunia kerja
yang pada dasarnya membutuhkan tenaga kerja yang berkualitas yang tidak
hanya mengutamakan ketrampilan saja, akan tetapi juga memperhatikan sikap
terhadap dunia kerja seperti tanggung jawab, disiplin, kejujuran, dan lain-lain.
Kewirausahaan
Kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri dan watak seseorang
yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam

dunia

nyata secara kreatif (Suryana,


2000).

Istilah

kewirausahaan

berasal

dari

terjemahan

Entrepreneurship, dapat diartikan sebagai the backbone of economy, yang


adalah syaraf pusat perekonomian

atau pengendali perekonomian suatu bangsa

(Soeharto Wirakusumo, 1997:1). Secara epistimologi, kewirausahaan merupakan


suatu nilai yang diperlukan

untuk memulai suatu usaha atau suatu proses

dalam mengerjakan sesuatu yang baru dan berbeda. Menurut Thomas W


Zimmerer,

kewirausahaan merupakan penerapan kreativitas dan keinovasian

untuk memecahkan permasalahan dan upaya untuk memanfaatkan peluang yang


dihadapi

sehari- hari. Kewirausahaan merupakan gabungan dari kreativitas,

keinovasian dan keberanian menghadapi resiko yang dilakukan dengan cara


kerja keras untuk membentuk dan memelihara usaha baru.
Menurut Usman, pengertian wirausahawan dalam konteks manajemen
adalah seseorang yang memiliki kemampuan dalam menggunakan sumber
daya, seperti finansial, bahan mentah dan tenaga kerja untuk menghasilkan suatu

produk baru, bisnis baru, proses produksi ataupun pengembangan organisasi.


Wirausahawan adalah seseorang yang memiliki kombinasi unsur-unsur internal
yang meliputi kombinasi motivasi, visi, komunikasi, optimisme, dorongan
semangat dan kemampuan untuk memanfaatkan peluang usaha. Wirausahawan
adalah pionir dalam bisnis, inovator, penanggung resiko, yang memiliki visi ke
depan

dan

memiliki keunggulan dalam

berprestasi di

bidang usaha.

Kewirausahaan adalah suatu kemampuan berpikir kreatif dan berperilaku


inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan siasat, kiat
dan proses dalam menghadapi tantangan hidup.
Technopreunership
Ditilik dari asal katanya, technopreneurship merupakan istilah bentukan dari
dua kata, yakni teknologi dan enterpreneurship. Secara umum, kata teknologi
digunakan untuk merujuk pada penerapan praktis ilmu pengetahuan ke dunia
industri atau sebagai kerangka pengetahuan yang digunakan untuk menciptakan
alat-alat, untuk mengembangkan keahlian dan mengekstraksi materi guna
memecahkan persoalan yang ada. Sedangkan kata entrepreneurship berasal dari
kata entrepreneur yang merujuk pada seseorang atau agen yang menciptakan
bisnis/usaha dengan keberanian menanggung resiko dan ketidakpastian untuk
mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang
yang ada (Zimmerer dan Scarborough, 2008).
Jika kedua kata diatas digabungkan, maka kata teknologi disini mengalami
penyempitan arti, karena Teknologi dalam technopreneurship mengacu pada
Teknologi Informasi, yakni teknologi yang menggunakan komputer sebagai alat
pemrosesan. Menurut Posadas (2007), istilah technopreneurship dalam cakupan
yang lebih luas, yakni sebagai wirausaha di bidang teknologi yang mencakup
teknologi semikonduktor sampai ke asesoris komputer pribadi (PC). Sebagai
contoh adalah bagaimana Steven Wozniak dan Steve Job mengembangkan hobi
mereka hingga mereka mampu merakit dan menjual 50 komputer apple yang
pertama, atau juga bagaimana Larry Page dan Sergey Brin mengembangkan karya
mereka yang kemudian dikenal sebagai mesin pencari google. Mereka inilah yang
disebut sebagai para teknopreneur dalam definisi ini.

Dalam wacana nasional, istilah technopreneurship lebih mengacu pada


pemanfaatan teknologi informasi untuk pengembangan wirausaha. Berbeda
dengan

pengertian

pertama

diatas,

jenis

wirausaha

dalam

pengertian technopreneurship disini tidak dibatasi pada wirausaha teknologi


informasi, namun segala jenis usaha, seperti usaha mebel, restoran, super market
ataupun kerajinan tangan, batik dan perak. Penggunaan teknologi informasi yang
dimaksudkan disini adalah pemakaian internet untuk memasarkan produk mereka
seperti dalam perdagangan online (e-Commerce), pemanfaatan perangkat lunak
khusus untuk memotong biaya produksi, atau pemanfaatan teknologi web 2.0
sebagai sarana iklan untuk wirausaha. Dalam pengertian kedua ini, tidaklah jelas
pihak mana yang bisa disebut sebagai technopreneur.
Merujuk pada Dorf and Byers (2005) mendefinisikan technological
entrepreneurship sebagai style of business leadership that involve identifying
high potential, technology intensive commercial opportunities, gathering
resources such as talent and capital, and managing rapid growth and significant
risk using principled decision making skill. Technology ventures exploit
breakthrough advances in science and engineering to develop better products and
services for costumer. The leader technology ventures demonstrate focus, passion
and unrelenting will to succeed. Shane and Venkataraman (2004) mendefiniskan
technological entrepreneurship sebagai proses yang digunakan oleh wirausahawan
untuk mengelola sumber daya, system teknis (teknologi), dan strategi organisasi
untuk memanfaatkan peluang, sedangkan Canadian Academy Engineering (1998),
mendifinisikan sebagai pengaplikasian inovatif dari pengetahuan teknis dan
keilmuan seseorang atau beberapa orang yang memulai dan mengoperasikan
bisnisnya berdasarkan resiko dalam mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat di gambarkan secara umum
technological entrepreneurship sebagai gaya bisnis yang berdasarkan kemampuan
menjadikan technologi dasar untuk mengidentifikasi peluang usaha dan
menggunakan teknologi sebagai alat atau system pembuatan keputusan bisnis
berdasarkan kemampuan pengetahuan dan keilmuannya, termasuk merancang,
membuat dan menditribusikan hasil produksi perusahaan kepada pengguna.

Dalam buku Cash Flow Quadrant karya Robert Kiyosaki menyebutkan


bahwa ada 4 karakter di dunia ini dalam hal mendapatkan penghasilan, yaitu
employee, self-employee, business owner, dan investor. Dan hal yang paling
menakjubkan adalah technopreneur adalah satu kategori baru yang keluar dari 4
karakter tersebut.Artinya dunia technopreneur adalah suatu dunia baru, dimana
masih sangat terbuka dengan luas kesempatan-kesempatan untuk mendapatkan
penghasilan yang besar.
Teknologi komunikasi dan informasi atau teknologi telematika (information
and communication technologyICT) telah diakui dunia sebagai salah satu sarana
dan prasarana utama untuk mengatasi masalah-masalah dunia.Teknologi
telematika

dikenal

sebagai

konvergensi

dari

teknologi

komunikasi

(communication), pengolahan (computing) dan informasi (information) yang


diseminasikan mempergunakan sarana multimedia.
Technopreneurship adalah sebuah inkubator bisnis berbasis teknologi, yang
memiliki wawasan untuk menumbuh-kembangkan jiwa kewirausahaan di
kalangan generasi muda, khususnya mahasiswa sebagai peserta didik dan
merupakan salah satu strategi terobosan baru untuk mensiasati masalah
pengangguran intelektual yang semakin meningkat ( +/- 45 Juta orang). Dengan
menjadi seorang usahawan terdidik, generasi muda, khususnya mahasiswa akan
berperan sebagai salah satu motor penggerak perekonomian melalui penciptaan
lapangan-lapangan

kerja

technopreneurship

dapat

baru.

Semoga

memberikan

dengan

solusi

atas

munculnya

generasi

permasalahan

jumlah

pengangguran intelektual yang ada saat ini.Selain itu juga bisa menjadi arena
untuk meningkatkan kualitas SDM dalam penguasaan IPTEK, sehingga kita bisa
mempersiapkan tenaga handal ditengah kompetisi global.
Salah satu cara untuk mempersiapkan seorang tecnopreneurship ialah
dengan memberikan dasar-dasar dalam technopreneur, yakni memberikan bekal
dimana salah satunya ialah teknologi komunikasi dan informatika. Dimana
teknologi ialah salah satu dasar penting yang harus dimiliki seorang entrepreneur
untuk menjadi seorang technopreneur.
Salah satu jurusan di perguruan tinggi yang menjalankan program
perkuliahan dengan berbasiskan technopreneur adalah jurusan TI.Secara teknis,

implementasi pendidikan berbasis technopreneurship ini, sama saja seperti


perkuliahan pada umumnya, hanya saja pada 2 semester pertama secara intensif
para mahasiswa diberikan pelatihan (training) sebagai pondasi awal berupa
penguasaan bahasa pemrograman (VB.Net/C#/Java) atau disain grafis 3D, WEB,
dan ini disesuaikan dengan kebutuhan dunia industri TI saat itu.
PEMBAHASAN
SMK memiliki peran dan dampak yang sangat penting, SMK sebagai suatu
entities

memiliki

peranan

yang

signifikan

dalam

pengembangan

technopreunership yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi daerah di


Indonesia. Sebagai suatu entitas ekonomi, keberadaan SMK dapat berperan
sebagai special endowment factor dalam perekonomian di daerah. Peran ini akan
semakin berdaya guna dengan serangkaian proses pembelajaran di SMK yang
lebih mengedepankan aspek skills dalam membentuk kualitas SDM. SMK sebagai
lembaga pendidikan kejuruan merupakan awal titik balik sebagai motor penggerak
ekonomi dan sosial di masyarakat. SMK diharapkan mampu menciptakan efek
ganda yaitu mendorong capaian pendidikan warga sekaligus juga berkontribusi
langsung terhadap pertumbuhan ekonomi. SMK merupakan bagian tak
terpisahkan dari sektor ekonomi, yang ditujukan untuk menunjang pertumbuhan
ekonorni nasional. Oleh karena itu, sistem SMK perIu ditingkatkan (improved)
baik secara kualitas maupun kuantitas. Kualitas SMK mencerminkan kualitas
angkatan kerja Indonesia, yang perlu dikembangkan terus-menerus untuk
meningkatkan daya saing sumberdaya manusia Indonesia. SMK juga berperan
dalam mengurangi tingkat pengangguran (jobless index) di Indonesia.
Peran SMK dalam mendukung ekonomi daerah, sangat dipengaruhi oleh
bagaimana SMK menghasilkan lulusan yang cerdas, terampil dan siap kerja.
Sehingga akan tercipta lulusan SMK yang berkualitas, dan merekalah yang akan
menjadi penentu di pasar tenaga kerja, dan pada gilirannya, menjadi penyumbang
pertumbuhan ekonorni daerah. Semakin berkualitas lulusan SMK, semakin mudah
ia terserap dalam pasar tenaga kerja. Berhasil menjadi pekerja di pasar tenaga
kerja berarti menciptakan pendapatan. Keterserapan alumni SMK dalam pasar
tenaga kerja berarti penciptaan income bagi alumni SMK, sekaligus pendapatan

bagi daerah (dalam bentuk PDRB) di mana alumni tersebut bekerja. Peran inilah
yang kemudian menjadikan SMK menjadi suatu engine sector of growth dalam
pertumbuhan ekonomi di daerah. Melalui peran ini, SMK akan menciptakan
multiplier effect di bidang ekonomi yang kemudian dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi di daerah maupun untuk mengembangkan dunia usaha dan
industry di era globalisasi.
Pendidikan Menengah Kejuruan (SMK) memiliki peran dan fungsi antara
lain:
1. Menyiapkan tenaga terampil untuk mengisi keperluan Pembangunan
Nasional;
2. Menyiapkan tenaga kerja yang berkualitas profesional;
3. Memberi ketrampilan produktif bagi tamatan SMK;
4. Memberi kemampuan dasar pada tamatan SMK, sebagai bekal untuk
pengembangan kualitas dirinya secara berkelanjutan.
SMK dituntut berupaya menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada,
supaya tidak terjadi lagi kekeliruan bahwa sebagian besar lulusan SMK begitu
selesai studinya cenderung untuk berupaya mencari pekerjaan yang berperan
sebagai buruh pabrik, pegawai dan sebagainya. Jarang para lulusan SMK yang
mau dan mampu menciptakan serta mengembangkan lapangan pekerjaan sendiri.
Padahal siswa SMK telah dibekali dengan keterampilan yang cukup untuk
mendukung dalam penerapan teknologi dalam berwirausaha. Sekolah Menengah
Kejuruan dituntut untuk menciptakan bukan hanya sebagai penyedia tenaga
kerja yang siap bekerja pada lapangan kerja yang sesuai dengan kebutuhan
dunia usaha/dunia industri, tapi juga dituntut untuk mengembangkan diri pada
jalur wirausaha, agar dapat maju dalam berwirausaha walaupun dalam kondisi
dan situasi apapun. Justin G. Longnecker, Carlos W. Moore, J. William Petty
(2001) mengemukakan bahwa berwirausaha akan mendapatkan imbalan dan
tantangan. Imbalan terdiri dari laba atas bisnis yang dilakukan, kebebasan
berkreasi dan kepuasan menjalani hidup terutama dalam mengambil keputusan
untuk

berusaha

sendiri

daripada

bekerja (makan gaji) pada orang lain.

Sementara tantangan berwirausaha nampak dalam bentuk adanya tekanan pribadi


sehingga kemungkinan gagal dari investasi dana dapat dihindari. Tantangan lain

dari berwirausaha adalah tidak ada jaminan mencapai kesuksesan apalagi dalam
waktu singkat, namun karena tidak ada orang yang ingin gagal maka ia akan terus
berupaya secara optimal untuk berhasil. Oleh sebab itu kita dapat mengambil
kesimpulan tantangan berwirausaha menuntut individu untuk bekerja keras,
menekan reaksi emosional dan meminimalisasi terjadinya tingkat resiko atau
pengorbanan sia-sia. Apalagi seorang wirausaha tercermin dari pemilikan
karakteristiknya yaitu kebutuhan akan keberhasilan, keinginan untuk mengambil
resiko, percaya diri dan keinginan kuat untuk berbisnis (wirausaha).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami pentingnya upaya untuk
meningkatkan kemampuan dan keterampilan para siswa sekolah menengah
melalui pendidikan
pelatihan

dan

pelatihan.

maka kemampuan

para

Dengan
siswa

adanya

dapat

pendidikan

dikembangkan

dan

sebagai

bekalnya untuk memulai aktivitas bisnis atau memulai pekerjaan bila mereka
lulus nantinya.
Di sisi lain, Indonesia menghadapi banyak masalah cukup pelik yang
membutuhkan pemecahannya. Salah satu di antara masalah tersebut adalah
yang menyangkut tenaga kerja dan kesempatan kerja. Pemilikan pengetahuan dan
keterampilan wirausaha sebagaimana diterapkan di jenjang SMK secara nyata
memberi kontribusi berarti bagi terbentuknya calon wirausahawan muda
lulusan SMK yang akan membantu Pemerintah Kota setempat karena mereka
diharapkan memiliki usaha berbasis teknologi yang memerlukan tenaga kerja.
Upaya ini secara langsung membantu Pemerintah Kota setempat dalam
mengurangi pengangguran. Sebab beberapa lulusan SMK saat ini memiliki
usaha seperti salon kecantikan, usaha menjahit pakaian wanita, bengkel
konstruksi baja, service komputer yang usaha ini tentu saja memerlukan tenaga
kerja terampil.
Keadaan seperti ini tentu saja membanggakan karena lulusan SMK yang
sudah memiliki usaha sendiri ikut berperan dalam pengembangan wilayah
khususnya pada salah satu pilar pengembangan wilayah yaitu pengembangan
Sumber Daya Manusia (SDM). Selain itu
usaha

sendiri

menularkan

pengetahuan

para

lulusan

yang

memiliki

dan keterampilan mereka kepada

orang lain (karyawan), sehingga satu saat kelak ada pula karyawan yang mampu

memiliki usaha sendiri.


KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa, pentingnya upaya untuk
meningkatkan kemampuan dan keterampilan para siswa sekolah menengah
melalui pendidikan dan pelatihan. Dengan adanya pendidikan dan pelatihan maka
kemampuan para siswa dapat dikembangkan sebagai bekal untuk memulai
aktivitas bisnis atau memulai pekerjaan bila mereka lulus nantinya. Oleh karena
itu, SMK memiliki peranan yang sangat penting dalam pengembangan
kewirausahaan berbasis teknologi (technopreuneurship). Selain SMK sebagai
subyek dalam persaingan bisnis di kancah internasional pada bidang teknologi,
SMK juga sebagai pusat lahirnya generasi yang menguasai teknologi. Hal ini
dapat diaplikasikan dalam kewirausahaan yang akan memperluas kesempatan dan
peluang kerja di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Gani, Dedeng. 2009. Technopreneurship. Program Pascasarjana Fakultas
Ekonomi Universitas Padjajaran. Bandung
Dana, L.P. 2007. Asian Models of Entrepreneurship from Indian Union and the
Kingdom of Nepal to the Japanese Archipelago: Context, Policy, and
Practice. New Jersey: World Scientific Publishing Co.
D Bygrave, William and Zacharakis, Andrew. 2004. The Portable MBA in
Entrepreneurship. Third Edition. John Willey & Sons, Inc.
Dejardin,

Marcus.

2000.

Entrepreneurship

and Economic Growth: An

Obvious Conjunction?, CREW, Faculty Economics and Social Sciences


University of Namur, namur Belgium.
Duduk,

Iskandar. 2006.

Pengaruh Mata

Diklat Kewirausahaan dan

Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda terhadap Sikap Berwirausaha


Siswa Kelas 3 Program Keahlian Tata Boga di SMK Negeri 4
Surakarta Tahun Diklat 2005-2006.
F Kreft, Stefen dan R Sobe, Russel. 2003. Public Policy, Entrepreneurship,

Economic Growth. Western Virginia University.axharakis. The Portable


MBA in Entrepre
Hartati. 2009. Manajemen Pengembangan Kewirausahaan Siswa SMKN 4 di
Yogyakarta, Tesis, Universitas Negeri Yogyakarta.
Jiawei, Zhang. 2006.

Industrial Dynamics, Entrepreneurship, innovation and

economy growth of Yangtze River Delta Region of China.


Karlson, Charlie; Friis,Christian; Paulson, Thomas. 2004. Relating
Entrepreneurship to Economic Growth, The Royal Institute of
Technology.
Mohammad, Saroni. 2009. Konsep Kemitraan dalam Program Kewirausahaan di
SMK. SMK Brawijaya Mojokerto.
Siagian, Salim dan Asfahani. 1995. Kewirausahaan Indonesia
Semangat

dengan

17.8.45

Yon, Rizal. 2007. Analisis Proses Pembelajaran Kewirausahaan di Sekolah


Menengah Kejuruan Negeri Bandar Lampung.

Anda mungkin juga menyukai