Anda di halaman 1dari 212

Peta Kedudukan Modul

M18. 1A

M7. 6A

M2.5C11A M9. 10B

M7. 7A

M9. 1A M9. 7B

M9. 3A

M7. 5A M9. 9B

M9. 5A

M9. 2A

Keterangan :

M2.5C11A Mengukur dengan menggunakan alat ukur


M18.1A Menggunakan perkakas tangan
M9.1A Menggambar dan membaca sketsa
M9.2A Membaca gambar teknik dasar
M9.3A Mempersiapkan gambar teknik (dasar)
M7.5A Bekerja dengan mesin umum
M7.6A Melakukan pekerjaan dengan mesin bubut
M7.7A Melakukan pekerjaan dengan mesin frais
M9.5A Menggambar detail secara rinci
M9.7B Menggambar bagian secara rinci
M9.9B Menggambar 2D dengan sistem CAD
M9.10B Menggambar 3D dengan sistem CAD

Peristilahan / Glossarium

Istilah Keterangan
Kependekan dari International Standartization for
Organization yang berkedudukan di Swiss yang
ISO mengatur dan mengawasi standart, ukuran,
managemen dan kualitas produk seluruh anggotanya di
seluruh dunia.
Kependekan dari Japan International Standart, yaitu
JIS standart Jepang yang digunakan dinegaranya dan
kelompoknya.
Standart yang dipunyai Belanda dan berkedudukan di
NEN negara Belanda untuk menstandarisasi ukuran – ukuran
dari Belanda NEDERLAND STANDARTZATION.
Kependekan dari Dhate International Normalization
DIN yang berkedudukan di Jerman, untuk menstandarkan
ukuran produk – produk Jerman dan anggotanya.
Kependekan dari Standart International Indonesia,
berkedudukan di Indonesia dan digunakan untuk
SII
didalam negeri sendiri mengenai ukuran, managemen,
dan ketentuan – ketentuan lainnya.
Untuk menampilkan gambar – gambar 3 dimensi pada
sebuah bidang 2 dimensi. Dapat kita lakukan dengan
Piktorial
beberapa macam cara proyeksi sesuai dengan aturan
menggambar.
Gambar proyeksi yang bidang proyeksinya mempunyai
sudut tegak lurus terhadap proyektornya. Garis – garis
Ortogonal
yang memproyeksikan benda terhadap bidang proyeksi
disebut Proyektor.
Selisih penyimpangan ukuran membesar yang bisa
Toleransi digunakan dan selisih ukuran mengecil yang dapat
diterima oleh semua pekerja dan perusahaan industri.
Batasan penyimpangan yang diizinkan dari suatu bentuk
Toleransi Bentuk
benda kerja terhadap bentuk benda kerja yang ideal.
Toleransi Posisi Batasan penyimpangan posisi yang diizinkan dari suatu
benda kerja terhadap posisi suatu pasangan dari dua
atau beberapa benda kerja yang berpasangan
sempurna.

BAB. I
PENDAHULUAN

A Deskripsi

Judul modul ini adalah “Membaca Gambar Teknik” berisi empat bagian utama, yaitu
Pendahuluan, Pembelajaran, Evaluasi dan Penutup.

Modul ini digunakan setelah peserta didik mempelajari modul M9.1A dan digunakan
sebagai prasyarat untuk melanjutkan ke modul seri M9.5A. Hasil belajar yang akan dicapai
oleh peserta didik setelah mempelajari modul ini adalah memahami prinsip – prinsip dasar
mengerti membaca gambar dan mampu secara mendasar mengenai gambar teknik untuk
benda – benda sederhana, mampu belajar sendiri dari kekurangan yang diperoleh setelah
melakukan pembelajaran.

Pemahaman mengenai prinsip – prinsip membaca gambar dan mengamati suatu


gambar, mengevaluasi terhadap gambar – gambar kerja akan berguna bagi peserta didik
sebagai pembentukan watak dalam bekerja dibidang keahlian gambar teknik mesin dan akan
menjadi kebiasaan positif setelah bekerja di industri sehingga menjadi salah satu penunjang
budaya mutu dan kerja profesional.

Hal ini akan menunjang pula pada peningkatan kemampuan (pengetahuan,


keterampilan dan sikap) peserta dalam menguasai kompetensi lainnya dalam bidang keahlian
gambar mesin.

A. Prasyarat

Persyaratan untuk mempelajari dan menggunakan modul ini adalah :


1. Peserta didik telah menyelesaikan dan telah dinyatakan berhasil menguasai
kompetensi yang dipersyaratkan dalam modul seri M9.2A.
2. Peserta didik telah mengikuti dan dinyatakan lulus test penguasaan kemampuan
awal yang dipersyaratkan untuk mempelajari dan menggunakan modul ini. Test
tersebut dilakukan oleh pihak berwenang untuk melakukan uji kompetensi.
B. Petunjuk Penggunaan Modul

1. Penjelasan Bagi Siswa


Dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan modul ini, peserta didik
perlu memmperhatikan beberapa hal yaitu :
a. Langkah – langkah belajar yang ditempuh
1) Menyiapkan semua bukti penguasaan kemampuan awal yang
diperlukan sebagai persyaratan untuk mempelajari modul.
2) Melaksanakan test kemampuan awal yang dipersyaratkan untuk
mempelajari modul ini.
3) Mempelajari modul secara seksama.
b. Perlengkapan yang diperlukan
1) Buku modul M9.2A.
2) Pakaian untuk melaksanakan praktek gambar.
3) Mesin gambar dan perlengkapannya
4) Lembar kerja
5) Buku – buku referensi.
6) Dan perlengkapan yang dibutuhkan.
c. Hasil pelatihan yang diperoleh
1) Daftar nilai hasil pelatihan.
2) Portofolio.
3) Hasil pekerjaan gambar.
4) Bukti berapa hasil yang diperoleh.

2. Peran Guru
a. Membantu siswa dalam merencanakan tahap belajar.
b. Membimbing siswa melalui tugas – tugas pelatihan yang dijelaskan
dalam tahap belajar.
c. Membantu siswa dalam menghadapi konsep dan praktek gambar
dan menjawab pertanyaan.
d. Membantu siswa dalam mencantumkan dan mengakses sumber
tambahan lain yang diperlukan untuk belajar.
e. Mengorganisasikan kegiatan belajar kelompok jika diperlukan.
f. Menentukan seorang pendamping/ahli di tempat kerja untuk
membantu siswa.
g. Melakukan atau melaksanakan penilaian.
h. Menjelaskan kepada siswa mengenai bagian yang diperlukan untuk
dibenahi dan rencana belajar selanjutnya.
i. Mencatat pencapaian dan kemampuan siswa dalam belajar.
C. Tujuan Akhir

Tujuan akhir yang ingin dicapai setelah mempelajari modul M9.2A ini :

1. Kinerja yang diharapkan


a. Peserta didik mampu memperhatikan aspek keselamatan kerja.
b. Peserta didik mampu menentukan persyaratan kerja.
c. Peserta didik mampu mempersiapkan pekerjaan.
d. Peserta didik mampu membaca gambar.
e. Peserta didik mampu mengidentifikasikan gambar.
f. Peserta didik mampu menjelaskan gambar.
g. Peserta didik mampu mengerjakan tugas gambar.
h. Peserta didik mampu memastikan besarnya ukuran.
i. Peserta didik mampu membaca perintah – perintah dalam gambar.
j. Peserta didik mampu merencanakan langkah – langkah penggambaran.
k. Peserta didik mampu melaksanakan perintah dalam gambar.
l. Peserta didik mampu mengidentifikasikan material yang dipakai.
m. Peserta didik mampu mengidentifikasikan simbol pengajaran.
n. Peserta didik mampu mengidentifikasikan simbol toleransi dan toleransi
geometris dan nilainya.
o. Peserta didik mampu mengidentifikasikan simbol kebesaran dan nilainya.
D. Cek Kemampuan

Cek Kemampuan
No. Indikator Kinerja Dan Kriteria Keberhasilan
Ya Tidak
1. Memahami fungsi gambar teknik dasar.
2. Mengetahui macam – macam kertas gambar dan
ukurannya.
3. Mengetahui macam – macam garis dan fungsinya.
4. Mengetahui macam – macam huruf dan angka standar
150.
5. Mengetahui macam – macam alat gambar dan fungsinya.
6. Memahami proyeksi Pictorial.
7. Memahami proyeksi Orthogonal.
8. Mengetahui ketentuan proyeksi Isometrik, Dimetrik,
miring.
9. Mengetahui ketentuan proyeksi Eropa (Kwadran I).
10. Mengetahui ketentuan proyeksi Amerika (Kwadran III).
11. Dapat mengidentifikasikan jumlah benda kerja yang
terdapat dalam pandangan.
12. Mengerti cara membaca gambar pandangan.
13. Mengidentifikasikan benda kerja sesuai dengan gambar.
14. Dapat mengidentifikasikan ukuran – ukuran dari bentuk
utama dari kerja yang tercantum pada gambar.
15. Dapat mengidentifikasikan simbol tanda pengerjaan.
16. Dapat mengidentifikasikan langkah pengerjaan benda
sesuai dengan gambar.
17. Dapat mengidentifikasikan badan benda kerja sesuai
gambar.
18. Dapat mengidentifikasikan pengertian simbol – simbol
yang digunakan pada gambar.
19. Dapat mengidentifikasikan simbol harga kasaran.
20. Dapat mengidentifikasikan simbol – simbol toleransi
bentuk dan posisi.
BAB. II
PEMBELAJARAN
A. Rencana Belajar Siswa

Rencana pelaksanaan belajar adalah sebagai berikut


Kompetensi : Membaca Gambar Teknik

No. Kegiatan Belajar Tanggal Waktu Tempat Perubahan Paraf

1. Memahami fungsi gambar


teknik.
2. Memahami alat – alat
gambar teknik dan
fungsinya.
3. Memahami macam –
macam kertas dan
ukurannya.
4. Memahami macam –
macam kertas dan
fungsinya.
5. Memahami macam –
macam huruf dan angka
standar 150.
6. Memahami macam –
macam proyeksi Piktorial.
7. Memahami ketentuan
proyeksi Isometrik,
Dimetrik dan miring.
8. Memahami proyeksi
Orthogonal.
9. Memahami ketentuan
membaca gambar
pandangan.
10. Memahami identifikasi
bentuk benda sesuai
gambar.
11. Memahami identifikasi
satuan ukuran.
12. Memahami identifikasi
tanda pengerjaan.
13. Memahami identifikasi
langkah pengerjaan
benda sesuai gambar.
14. Memahami identifikasi
simbol – simbol yang
digunakan pada gambar.
B. Kegiatan Belajar

1. KEGIATAN BELAJAR I : MEMBACA GAMBAR TEKNIK

a. Tujuan kegiatan pembelajaran, peserta diklat


dapat :

1) Memahami fungsi gambar teknik.


2) Memahami alat – alat teknik dan fungsinya.
3) Memahami macam – macam kertas gambar dan
fungsinya.
4) Memahami macam – macam garis dan fungsinya.
5) Memahami macam – macam huruf dan angka
standart ISO.
6) Memahami macam – macam proyeksi Piktorial.
7) Memahami ketentuan proyeksi Isometrik,
Dimetrik dan miring.
8) Memahami proyeksi Orthogonal.
9) Memahami ketentuan membaca gambar
pandangan.
10) Memahami identifikasi bentuk benda sesuai
gambar kerja.
11) Memahami identifikasi satuan ukuran.
12) Memahami identifikasi tanda pengerjaan.
13) Memahami identifikasi langkah pengerjaan benda
sesuai gambar kerja.
14) Memahami identifikasi simbol – simbol yang
digunakan pada gambar teknik.

b. Materi pembelajaran

1) MEMAHAMI FUNGSI GAMBAR TEKNIK

Dalam bidang keteknikan peranan gambar teknik


sangatlah penting. Gambar teknik berfungsi sebagai alat
informasi dari orang ke orang lain. Gambar teknik adalah
sebagai alat komunikasi, disebut juga gambar teknik adalah
bahasanya orang – orang teknik.

2) PERSIAPAN MENGGAMBAR

Untuk mencapai tujuan menggambar yang baik, yaitu


memenuhi standar, kita perlu mempersiapkan alat – alat
gambar yang baik pula dan ditunjang dengan keterampilan
menggunakakan alat - alat gambar.

Tentu saja hanya bermodal peralatan yang lengkap,


peserta diklat belum dapat terampil menggambar, kalau
tanpa latihan. Dengan peralatan sederhanapun, jika
penggunaan alat – alat gambar dilaksanakan dengan baik,
konsekuen dan disiplin, akan membantu didalam
keberhasilan menggambar. Sekali lagi ketekunan, kerajinan,
kekonsekuenan dan kedisiplinan dalam menggunakan alat,
merupakan langkah awal untuk keberhasilan dalam
menggambar teknik.

Alat – alat yang biasa dipakai dalam menggambar


teknik mesin antara lain :
a) Kertas gambar dengan standarnya (ukurannya).
b) Pensil, pena atau rapido.
c) Jangka dan kelengkapannya.
d) Macam – macam mistar (mistar segitiga, mistar
T).
e) Mal busur (kurva).
f) Mal huruf dan angka.
g) Meja gambar dan kelengkapannya.
h) Penghapus dan pelindung penghapus.

a) Cara menentukan ukuran kertas gambar

Kertas gambar mempunyai ukuran panjang dan


lebar. Sebagai ukuran pokok dari kertas gambar, diambil
ukuran A0 yang mempunyai luas 1m2 atau 1.000.000 mm2.
perbandingan lebar dan panjangnya sama dengan
perbandingan dari sisi bujursangkar dengan diagonalnya (lihat
gambar 2.1!). Jika bujursangkar mempunyai lebar (sisi) x dan
diagonalnya , selanjutnya x dipakai sebagai lebar
kertas gambar dan y sebagai panjang kertas gambar (lihat
gambar 2.2!).
Gambar 2.1 Gambar 2.2

Karena ukuran kertas gambar A 0 mempunyai luas


x.y= 1.000.000 mm2, dengan , maka :
x.y= 1.000.000 mm2.

Jadi ukuran pokok kertas gambar yang sudah


distandarkan adalah ukuran A0 dengan panjang 1189 mm dan
lebarnya 841 mm (dibulatkan). Adapun untuk mendapatkan
ukuran kertas gambar lainnyatinggal membagi dua, yaitu untuk
ukuran :
(1) A1 didapat dari A0 dibagi dua.
(2) A2 didapat dari A1 dibagi dua.
(3) A3 didapat dari A2 dibagi dua.
(4) A4 didapat dari A3 dibagi dua.
Dan seterusnya (lihat gambar 2.3!).

ukuran A1 ukuran A2
ukuran A3 ukuran A4
ukuran A4
Gambar 2.3

Ukuran standar kertas gambar (ISO 216)

Sesuai dengan sistem ISO (International


Standardization for Organization) dan NNI (Nederland
Normalisatie Instituet), ukuran kertas gambar ditentukan
sebagai berikut (lihat tabel 2.1!). Selanjutnya kertas gambar
diberi garis tepi sesuai dengan ukurannya. C pada tabel adalah
ukuran tepi bawah, tepi atas dan tepi kanan, sedangkan tepi
kiri untuk setiap ukuran kertas gambar ditetapkan 20mm (hal
ini dimaksudkan untuk membundel; jika kertas gambar
dibundel tidak mengganggu gambarnya).

Tabel 2.1
Ukuran kertas gambar
Ukuran
Ukuran Sisi Kiri C
Lebar Panjang
A0 841 mm 1189 mm 20 mm 10 mm
A1 594 mm 841 mm 20 mm 10 mm
A2 420 mm 594 mm 20 mm 10 mm
A3 297 mm 420 mm 20 mm 10 mm
A4 210 mm 297 mm 20 mm 5 mm
A5 148 mm 210 mm 20 mm 5 mm

b) Jenis – jenis pensil dan penggunaannya

Pensil yang digunakan untuk menggambar ada tiga


macam, yaitu pensil biasa, pensil yang dapat diisi kembali dan
pensil mekanik. Ketiga jenis pensil ini mempunyai tingkat
kekerasan tertentu, mulai dari yang lunak sampai yang keras.
Tingkat kekerasan pensil dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut

Tabel 2.2 Tingkat kekerasan pensil


Lunak Sedang Keras Keterangan
2B B 4H  H = Hard
3B HB 5H  B =
Black
4B F 6H

5B H 7H
 HB =
Half
6B 2H 8H
Black
7B 3H 9H
 F = Firm

 Angka didepan huruf H menunjukkan tingkat kekerasannya


(semakin besar angkanya, semakin keras).
 Angka didepan huruf B menunjukkan tingkat kelunakannya
(semakin lunak, angkanya semakin besar).

(1) Meruncingkan pensil

Pensil biasa perlu diruncingkan. Salah satu faktor


baik atau buruknya suatu garis tergantung pada cara
meruncingkan pensil. Oleh karena itu, meruncingkan
pensil harus baik. Meruncingkan pensil jangan
digosok – gosokkan ke dinding, meja atau lantai,
sehingga dinding atau meja menjadi kotor. Untuk
keperluan meruncingkan pensil dengan baik, kita harus
menyediakan ampelas halus (no. 220 atau no. 400)
yang disimpan atau diletakkan pada pelat seng (lihat
gambar 2.4!)

Gambar 2.4

(2) Menggunakan pensil


Untuk mendapatkan garis yang baik (rata dan
tajam) maka pensil harus ditarik dan diputar sambil
ditekan pelan – pelan dan kedudukan pensil 60 0
terhadap garis yang akan dibuat (liaht gambar 2.5
berikut!)

Gambar 2.5

c) Macam – macam penggaris

Penggaris yang digunakan waktu menggambar


antara lain :
(1) Penggaris atau mistar segitiga (sepasang).
(2) Mistar T (Teken Hak).
(3) Mistar skala.
Perhatikan gambar 2.6!

Gambar 2.6
Keterangan :
1. Mistar siku -450.
2. Mistar siku -600/300.
3. Mistar T (Teken Hak).
4. Mistar skala.
5. Meja gambar.

Mistar skala yaitu mistar untuk mengukur dengan


ukuran skala, misalnya skala 1 : 2, 1 : 3 dan seterusnya.

Gambar 2.7

(1) Cara menggunakan mistar


(sepasang segitiga)

Untuk membuat garis tegak lurus atau garis


sejajar, baik tegak maupun mendatar, dapat kita
gunakan sepasang mistar segitiga (lihat gambar 2.7!).
Caranya sebagai berikut :
(a) Letakkan mistar 450 mendatar
dengan posisi 1!
(b) Letakkan mistar 300 atau 600
rapat pada sisi bawah dan peganglah (tekan)!
(c) Bila kita membuat garis – garis
sejajar sumbu x, geserkan mistar 450 ke atas atau
ke bawah (lihat anak panah) sesuai dengan
kebutuhan!
(d) Putarkan mistar 450 menjadi
posisi 2 untuk membuat garis yang sejajar sumbu
y atau garis – garis yang tegak lurus sumbu x!
(e) Dengan menggeser mistar 450
pada posisi 1 dan memutar mistar 450 ke posisi 2,
kita dapat membuat garis – garis mendatar
maupun garis – garis tegak.

(2) Pemeliharaan mistar segitiga

Pemeliharaan alat gambar sering diabaikan oleh


siswa antara lain :

(a) Kebersihan; misalnya mistar


yang dipakai tidak dibersihkan, sehingga kertas
gambar menjadi kotor. Oleh karena itu, mistar
gambar sebelum dipakai harus dibersihkan terlebih
dahulu (dilap, bila perlu dicuci).
(b) Mistar segitiga atau mistar
gambar yang lain, tanpa disadari digunakan untuk
memukul, digunakan untuk memotong kertas,
hingga mistar menjadi cacat dan bila dipakai untuk
menggambar maka hasil garisnya tidak lurus lagi.
Oleh karena itu, jangan sekali – kali memotong
dengan menggunakan mistar gambar, pakailah
mistar pemotong yang khusus!
(c) Mistar segitig terbuat dari
plastik atau mika, sehingga pada ujungnya sering
terjadi perubahan bentuk (membengkok); mungkin
karena jatuh, perubahan temperatur atau tekanan
– tekanan yang menyebabkan perubahan bentuk.
Biasanya perubahan ini tidak terlihat, tetapi bila
mistar itu kita pakai maka akan terjadi
ketidaksejajaran dalam menarik garis yang satu
dengan yang lainnya (lihat gambar dibawah ini!).
Gambar 2.8

Pada posisi 1, bagian segitiga berada diatas


segitiga lainnya dengan alas berimpit penuh. Pada
posisi 2, alas segitiga tidak berimpit penuh (lihat tanda
x pada gambar!). Karena ada lengkungan yang tidak
terlihat pada ujung segitiga maka garis yang dihasilkan
m tidak sama dengan n. Oleh karena itu, sebelum
dipakai, segitiga harus diperiksa dahulu
ketegaklurusannya, yaitu dengan meletakkan segitiga
pada garis lurus (diatas segitiga lainnya), seperti pada
gambar 2.9.

Gambar 2.9

(d) Tempatkan segitiga pada posisi


1 dan buat garis (m)!
(e) Kemudian balikkan segitiga
pada posisi 2 dan buatlah garis (n)!
(f) Jika garis m dan n tidak sejajar
(berimpit) maka mistar tersebut harus diluruskan,
yaitu dengan cara menggosokkan segitiga yang
lengkung tersebut pada ampelas yang disimpan
diatas meja rata atau meja kaca, sambil berulang –
ulang memriksa atau mencoba kembali sampai
garis yang dihasilkan sejajar (berimpit)!

Gambar 2.10
d) Macam – macam mal

Mal yang dipakai untuk menggambar teknik terdiri


atas :
(1) Mal huruf.
(2) Mal busur (kurva).
(3) Mal lingkaran.
(4) Mal elips.
(5) Mal khusus (tanda – tanda pengerjaan dan
semacamnya).

(1) Huruf dan mal huruf

Mal huruf yaitu alat yang digunakan untuk


membuat huruf dengan perantaraan pen atau rapido.
Mal huruf mempunyai ukuran 0,25; 0,35; 0,5; 1,4 dan
2 mm (lihat gambar 2.11a berikut!).
Gambar 2.11a

(2) Huruf dan angka

Huruf dan angka yang dipakai pada gambar


teknik, yang dianjurkan oleh ISO 3098/1-1974, harus
mudah dibaca dan ditulis, bentuk huruf miring atau
tegak. Contoh atau gambaran dari huruf dan angka
yang dipakai pada gambar teknik adalah sebagai
berikut.

(a) Penulisan huruf dan angka


tegak

Gambar 2.11b
Type A( /14).h; yaitu
1

 tinggi huruf = h
 tebal huruf = (1/14).h
(b) Penulisan huruf dan angka miring

Gambar 2.11c

Type A(1/14).h, yaitu :


 tinggi huruf = h
 tebal huruf = (1/14).h
 miring huruf = 750

(c) Ukuran huruf standar

Perbandingan tinggi dan lebar huruf diambil dari


perbandingan ukuran kertas yang distandarkan,
yaitu

Contoh 2.1
Jika huruf mempunyai tinggi h = 14 mm, berapa
lebar hurufnya (x = lebar huruf)?

Jawab:

Dengan h = 14 mm, maka :


jadi lebar hurufnya adalah 9,899 mm atau
dibulatkan 10 mm.
Ketentuan – ketentuan ukuran huruf yang
dianjurakan dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3 Ukuran huruf dan angka standar


Perbandingan
Sifat
Type A Type B
tinggi huruf h h
tinggi huruf kecil ( /14).h
10
( /10).h
7

jarak antar huruf (2/14).h (2/10).h


jarak antar garis (20/14).h (14/10).h
jarak antar kata (6/14).h (6/10).h
tebal huruf (1/14).h (1/10).h

Keterangan tabel :
i. Tinggi huruf kecil; tinggi huruf kecil disini
adalah tinggi huruf kecil diantara huruf yang
dipakai, tinggi huruf kecil ini tanpa tangkai dan
kaki (huruf b, k, l = bertangkai dan j, g =
berkaki).
ii. Tinggi huruf kecil untuk type A = (10/14).h
dan untuk type B = (7/10).h, seperti tampak pada
contoh berikut.

Contoh 2.2
Berapakah tinggi huruf kecil untuk huruf type A
dan B untuk tinggi huruf besar 14 mm?

Jawab :
 Tinggi huruf kecil untuk type A
adalah ( /14).h. Dengan h = 14 mm, maka :
10

(10/14).14 = 10 mm.
 Tinggi huruf kecil untuk type B
adalah ( /10).h. Dengan h = 14 mm, maka :
7

(7/10).14 = 9,8 mm dibulatkan 10 mm.


iii. Jarak antar huruf; jarak antar huruf disini
adalah jarak antara huruf yang satu dan lainnya
dalam satu kata, yaitu untuk type A (2/14).h dan
untuk type B (2/10).h.
iv. Jarak antar garis; jarak antar garis disini
adalah jarak antara batas bawah huruf besar
dan batas atas huruf besar dibawah (lihat contoh
2.3!).

Contoh 2.3
Untuk type A, jarak antar garisnya (20/14).h.
Untuk type A, jarak antar garisnya (14/10).h.

Gambar 2.11d

v. Jarak antar kata; bila dalam suatu kalimat


ada dua kata yang disambung (misalnya baja
nikel) maka jarak antara kata baja dan nikel
tersebut dianjurkan :
 Untuk penggunaan type huruf A, jaraknya
6
/14.h.
 Untuk penggunaan type huruf B, jaraknya
6
/10.h.

Contoh 2.4
Jika menggunakan huruf standar type A dengan
tinggi 14 mm maka jarak antar katanya adalah
(6/14).14 = 16 mm, sedangkan bila menggunakan
type B dengan tinggi huruf 14 mm maka jarak
antar katanya adalah (6/10).14 = 8,4 mm.

vi. Tebal huruf; tebal huruf yaitu tebal pena


yang digunakan untuk membuat huruf. Ukuran
pena tersebut harus disesuaikan dengan tinggi
huruf dan type huruf yang kita gunakan. Tebal
huruf yang dianjurkan adalah :
 Untuk type huruf A, tebal hurufnya adalah
1
/14.h.
 Untuk type huruf B, tebal hurufnya adalah
1
/10.h.

Contoh 2.5
Jika kita menggunakan tinggi huruf h = 7 mm,
maka :
 Untuk huruf type A, tebal hurufnya adalah
(1/14) x 7 = 0,5 mm.
 Untuk huruf type B, tebal hurufnya adalah
( /10) x 7 = 0,7 mm.
1


vii. Macam – macam huruf ; macam – macam
huruf lainnya yaitu dapat dilihat pada gambar
berikut! Diantaranya :
 Jenis ISOCT SHX tegak (gambar 2.10e).
 Jenis ISOCT SHX miring (gambar 2.10f).
 Technic bolt (gambar 2.10g).
 TT ISOTEUR/italic (gambar 2.10h).

Gambar 2.11e
Gambar 2.11f

Gambar 2.11g

Gambar 2.11h
(3) Mal busur (mal kurva)

Gambar 2.12

Untuk membuat lengkungan – lengkungan


yang teratur, misalnya lengkungan parabola,
hiperbola, epicicloida, hipocicloida dan semacamnya
dapat kita gunakan mal busur. Misalnya lengkungan
parabola yang memotong titik 1, 2, 3, 4, 5 dan
seterusnya pada gambar diatas. Untuk garis yang
memotong titik 1, 2 dan 3, mal ditempatkan pada
posisi 1, sedangkan untuk titik – titik 4, 5, dan 6, mal
digeser pada posisi 2 sehingga didapatkan
lengkungannya.

(4) Mal elips

Mal elips digunakan untuk membuat elips,


misalnya gambar – gambar silinder, cincin poros dan
bentuk – bentuk elips lainnya.
Gambar 2.13

Gambar dibawah ini merupakan gambar yang


dibuat dengan potongan mal elips.

Gambar 2.14

(5) Sablon atau mal dengan bentuk lain

Sablon atau mal dengan bentuk lain yang


khusus ini mempunyai bermacam – macam bentuk,
misalnya untuk simbol – simbol pengerjaan, tanda
pengerjaan, anak panah atau simbol – simbol
konstruksi pipa. Ada juga mal untuk simbol kelistrikan
dan lain – lain. Salah satu contoh mal dengan bentuk
lain adalah mal untuk tanda pengerjaan (lihat gambar
2.15!).

Gambar 2.15

(6) Penghapus dan pelindung penghapus


Penghapus yang kita pakai, untuk menghapus
garis pensil yang tidak berguna, berupa penghapus
putih halus (supaya tidak meninggalkan warna).
Bagian gambar yang dekat terhadap garis yang
dihapus, perlu dilindungi (supaya tidak terhapus)
dengan pelindung penghapus.

(7) Pena gambar

Bila kita akan membuat gambar asli, yaitu


gambar yang ditinta, maka kita menggunakan pena.
Pena ini ada dua macam, yaitu pena dengan mata
atau daun dapat diatur (trek - pen) dan pena dengan
ketebalan tetap (tergantung pada ukuran yang
diinginkan) dengan ukuran yang bermacam – macam,
yang kita kenal dengan rapido (lihat gambar 2.16!).

Gambar 2.16

Keterangan :
1. Rapido.
2. Mahkota atau kepala (luar).
3. Mahkota atau kepala
(dalam).
4. Tutup.
5. Kunci pembuka pena.
6. Tabung tinta.
7. Rumah pena.
8. Pena.
9. Tangkai.

(a) Bagian – bagian pena dan kegunaannya

Untuk memahami bagian – bagian pena


dan keguanaannya, perhatikan gambar 2.17!
No. 1 Mur pengatur; untuk mengatur ketebalan
garis yang diinginkan (lihat ukuran d
dibawah!).
No. 2 Mata pena (daun pena) yang dapat
bergerak sesuai dengan putaran mur 1.
No. 3 Tangkai.
No. 4 Lubang pengunci.
No. 5 Baut pengikat pena.
No. 6 Daun pena (mata pena) yang dapat
diputar.
No. 7 Bagian – bagian pena yang perlu
mendapat perawatan (dibersihkan atau
diratakan).
Gambar 2.17
(b) Penggunaan trekpen

Waktu kita membuat gambar dengan


trek – pen, perlu kita perhatikan hal – hal
berikut :
i. Tinta yang kita isikan diantar dua mata pena
dengan tinggi x pada gambar 2.17 diatas,
jangan terlalu banyak (x = ± 3-5 mm).
ii. Bagian luar daun pena harus dalam keadaan
bersih (bebas tinta). Lihat No. 8 pada gambar!
iii. Penggaris yang kita pakai harus kita ganjal
bagian bawahnya (antara kertas nomor 10
dengan mistar nomor 9 pada gambar diatas,
dipasang pita gambar atau diletakkan mistar
lain). Dapat pula dengan cara membalik
penggaris dengan kedudukan bagian miringnya
berada dibawah (lihat gambar 2. 18! ).

Gambar 2.18

iv. Pada saat menarik garis, harus tegak dan


ditarik 600 ke arah garis yang dibuat (lihat
gambar 2.18 diatas!).

Jika mata pena bagian luarnya basah


dengan tinta, maka tinta basah tersebut akan
menempel atau membasahi mistar dan terhisap
oleh kertas. Hal itu akan mengakibatkan terjadi
pelebaran tinta diantara kertas dan pena (lihat
gambar dibawah pada posisi 1, dan bila pena
ditarik ke posisi 2 akan terdapat suatu garis).
Setelah selesai menggaris, kemudian penggaris
digeser dari posisi A ke posisi B, akan terbentuk
hasil garisan yang tidak memuaskan (gagal). Oleh
karena itu, hal – hal yang perlu diperhatikan
diatas harus dipahami dan dilaksanakan, dicoba
dan dilatih berkali – kali sehingga mempunyai
pengalaman sendiri.
Gambar 2.19

(8) Jangka

Jangka adalah alat untuk membuat lingkaran


atau busur lingkaran, baik dengan ujung potlot atau
dengan tinta.

(a) Macam – macam jangka

Jangka terdiri atas :


i. jangka besar yang dapat
membuat lingkaran antara 100 sampai dengan
200 mm.
ii. jangka sedang yang dapat
membuat lingkaran antara 50 sampai dengan
100 mm.
iii. jangka kecil (biasanya
mempunyai pegas, disebut jangka pegas) yang
dapat membuat lingkaran antara 5 sampai 50
mm.
iv. jangka Orleon digunakan untuk
membuat lingkaran yang tidak dapat dibuat oleh
jangka kecil. Jangka Orleon ini dapat membuat
lingkaran dengan diameter 1mm sampai 5 mm.

(b) Kotak jangka (penyimpan jangka)

Jangka disimpan didalam kotak jangka


sesuai dengan tempat dan bentuk dari jangka
tersebut. (lihat gambar dibawah ini!).
Gambar 2.20a

Jangka dan kelengkapannya

Gambar 2.20b
(c) Bagian – bagian jangka

Gambar 2.21

Keterangan :
1. Kepala. 9.
Kaki yang bisa
ditolak
2. Hantaran lurus.
10. Mur pengencang.
3. Kaki.
11. Rumah potlot.
4. Klem jarum.
12. Mur penjepit.
5. Jarum.
13. Trek pen.
6. Bagian engsel.
14. Tangkai pen
7. Sekrup.
atau rapido
8. Sendi atau engsel.
15. Pen atau rapido

(d) Pemeliharaan pen (trek pen)


Pen atau trek pen setelah dipakai harus
segera dibersihkan. Dengan memutar daun atau
mata pena maka kita dapat membersihkan bagian
dalam dari trek pen tersebut dengan mudah.

Gambar 2.22

Jika mata pena bagian yang satu dengan


bagian lainnya tidak rata, maka mata pena
tersebut dapat diratakan dengan cara
mengasahnya menggunakan ampelas halus atau
dengan batu asah (lihat gambar diatas!).

Untuk membersihkan pen (rapido), dapat


ditempuh langkah berikut.
i. Lepaskan pena dari tangkai atau
rumahnya dengan menggunakan kunci pena
yang tersedia!
ii. Semprotkan air bersih (air keran)
kearah pena (lihat gambar)!
iii. Ketuk – ketukkan dengan perlahan
untuk mengeluarkan tinta didalam pen tersebut
dan semprot kembali dengan air keran sampai
bersih!
Gambar 2.23

(e) Papan gambar

Ukuran papan gambar disesuaikan dengan


ukuran kertas gambar. Misalnya untuk
ukuran kertas A0 ukuran papan gambarnya
1200 x 900 mm dan untuk ukuran kertas A 1
ukuran papannya 600 x 450 mm. Papan gambar
dapat dibuat dari kayu lapis (ply wood) dengan
alas kertas atau plastik lunak, atau dapat pula
dibuat dari kayu keras lainnya. Papan gambar
diletakkan diatas meja atau ditempatkan diatas
standar yang dibuat khusus (lihat gambar 2.24!).

Gambar 2.24
3) ETIKET ATAU KEPALA GAMBAR

Setiap gambar kerja yang dibuat, selalu ada


etiketnya. Etiket dibuat di sisi kanan bawah kertas gambar.
Pada etiket (kepala gambar) ini, kita dapat mencantumkan :
 nama yang membuat gambar
 nama gambar
 nama instansi, departemen atau sekolah
 nomor gambar
 tanggal menggambar atau selesainya
gambar
 tanggal diperiksanya gambar dan nama
yang memeriksa
 ukuran kertas gambar yang dipakai
 skala gambar
 proyeksi yang dipakai pada gambar
tersebut
 satuan ukuran yang digunakan
 berbagai data yang diperlukan untuk
kelengkapan gambar.

Beberapa contoh etiket dapat dilihat pada gambar


berikut.

Gambar 2.25

Gambar 2.26

4) GAMBAR PROYEKSI PIKTORIAL


Untuk menampilkan gambar – gambar tiga dimensi
pada sebuah bidang dua dimensi, dapat kita lakukan
dengan beberapa macam cara proyeksi sesuai dengan
aturan menggambar. Beberapa macam cara proyeksi itu
antara lain :
(a) proyeksi piktorial dimetris.
(b) proyeksi piktorial isometris.
(c) proyeksi piktorial miring.
(d) perspektif.

Untuk membedakan masing – masing proyeksi


tersebut, dapat kita lihat pada gambar 2.27.

Gambar 2.27

(a) Proyeksi isometris

(1) Ciri proyeksi isometris

Untuk mengetahui apakah suatu gambar


disajikan dalam bentuk proyeksi isometris atau
untuk menyajikan gambar tiga dimensi pada
bidang dengan proyeksi isometris, perlu kiranya
kita mengetahui terlebih dahulu ciri dan
syarat – syarat untuk membuat gambar dengan
proyeksi tersebut. Adapun ciri – ciri gambar
dengan proyeksi isometris adalah sebagai berikut :

i. Ciri pada sumbu


 Sumbu x dan
sumbu y mempunyai sudut 30 0 terhadap garis
mendatar.
 Sudut antara
sumbu satu dan sumbu lainnya 1200.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar 2.27

ii. Ciri pada ukuran

Panjang gambar pada masing – masing


sumbu sama dengan panjang benda yang
digambarnya (lihat gambar 2.27!).

Gambar 2.28

(2) Penyajian proyeksi isometris

Penyajian gambar dengan proyeksi isometris


dapat dilakukan dengan kedudukan normal,
terbalik atau horizontal.

i. Proyeksi isometris dengan kedudukan


normal

Kedudukan normal mempunyai sumbu


dengan sudut – sudut seperti tampak pada gambar
2.29.
Gambar 2.29

ii. Proyeksi isometris dengan kedudukan


terbalik

Mengenai hal ini dapat dilaksanakan dengan


dua cara, yaitu :
 Memutar gambar dengan sudut
180 ke kanan dari kedudukan normal, sesuai
0

dengan kedudukan sumbunya (lihat gambar


2.30 berikut!).

Gambar 2.30

 Mengubah kedudukan benda


yang digambar dengan tujuan untuk
memperlihatkan bagian bawah benda tersebut
(lihat gambar 2.31 dan 2.32 berikut!).
Gambar 2.31

Gambar 2.32

iii. Proyeksi isometris dengan kedudukan


horizontal

 Sebagaimana cara yang


dilakukan untuk menggambar kedudukan
proyeksi isometris terbalik, yaitu dengan
memutar sumbu utama 1800 dari sumbu
normal, maka untuk kedudukan horizontal nya
2700 ke kanan dari kedudukan sumbu
normalnya (lihat gambar 2.33!).
Gambar 2.33

 Mengubah kedudukan benda,


yaitu untuk memperlihatkan bagian samping
kiri (yang tidak terlihat) sebagaimana terlihat
pada gambar 2.34.

Gambar 2.34
(3) Proyeksi dimetris

Proyeksi dimetris mempunyai ketentuan


sebagai berikut.

i. Sumbu utamanya mempunya sudut

dan (lihat gambar 2.35!).


ii. Perbandingan skala ukuran pada
sumbu x 1 : 1, pada sumbu y = 1 : 2 dan pada
sumbu z = 1 : 1.

Gambar 2.35

Gambar kubus yang digambar dengan


proyeksi dimetris di bawah ini, mempunyai sisi 40
mm.

Gambar 2.36

Keterangan :
 Ukuran pada
sumbu x digambar 40 mm.
 Ukuran pada
sumbu y digambar setengahnya, yaitu 20 mm.
 Ukuran pada
sumbu z digambar 40 mm.

(4) Proyeksi miring (sejajar)

Pada proyeksi miring, sumbu x berimpit


dengan garis horizontal atau mendatar dan sumbu
y mempunyai sudut 450 dengan garis menfatar.
Skala ukuran untuk proyeksi miring ini sama
dengan skala pada proyeksi dimetris, yaitu skala
pada sumbu x = 1 : 1, pada sumbu y =
1 : 2 dan skala pada sumbu z = 1 : 1 (lihat gambar
dibawah ini!).

Gambar 2.37

(5) Gambar perspektif

Dalam gambar teknik mesin, gambar


perspektif jarang dipakai. Gambar perspektif dibagi
menjadi tiga macam, yaitu :
i. perspektif dengan satu titik hilang.
ii. perspektif dengan satu titik hilang.
iii. perspektif dengan satu titik hilang.

Gambar 2.38
Gambar 2.39

Gambar 2.40

5) PROYEKSI ORTOGONAL

Proyeksi ortogonal adalah gambar proyeksi yang


bidang proyeksinya mempunyai sudut tegak lurus terhadap
proyektornya. Garis – garis yang memproyeksikan benda
terhadap bidang proyeksi disebut proyektor (lihat gambar
di bawah!). selain tegak lurus terhadap bidang proyeksi,
garis – garis proyektornya juga sejajar satu sama lain.

(a) Proyeksi ortogonal dari sebuah titik


Gambar 2.41
(b) Proyeksi ortogonal dari sebuah garis

Gambar 2.42

(c) Proyeksi ortogonal dari sebuah bidang

Gambar 2.43

(d) Proyeksi ortogonal dari sebuah benda

Gambar 4.44

(e) Macam – macam pandangan


Untuk memberikan informasi lengkap suatu benda
tiga dimensi dengan gambar proyeksi ortogonal,
biasanya memerlukan lebih dari satu bidang proyeksi.
i. Gambar proyeksi pada bidang proyeksi di
depan benda disebut pandangan depan.
ii. Gambar proyeksi pada bidang proyeksi di
atas benda disebut pandangan atas.
iii. Gambar proyeksi pada bidang proyeksi di
sebelah kanan benda disebut pandangan samping
kanan.
Demikian seterusnya.

Gambar 2.45

(f) Bidang – bidang proyeksi


Gambar 2.46

Suatu ruang dibagi menjadi empat bagian yang


dibatasi oleh bidang – bidang depan, bidang vertikal dan
bidang horizontal. Ruang yang dibatasi tersebut dikenal
dengan sebutan kuadran. Ruang diatas bidang H,
didepan bidang D dan disamping kanan bidang V disebut
kuadran I. Ruang yang berada diatas bidang H, didepan
bidang D dan disebelah kiri bidang V disebut kuadran II.
Ruang disebelah kiri bidang V, dibawah bidang H dan
didepan bidang D disebut kuadran III. Ruang yang
berada dibawah bidang H, didepan bidang D dan
disebelah kanan bidang V disebut kuadran IV.

6) PROYEKSI DI KUADRAN I (PROYEKSI


EROPA)

Bila suatu benda diletakkan diatas bidang horizontal,


didepan bidang D (depan) dan disebelah kanan bidang V
(vertikal), maka benda tersebut berada di kuadran I. Jika
benda yang di kuadran I kita proyeksikan terhadap
bidang – bidang H, V dan D, maka akan didapat gambar
atau proyeksi, dan proyeksi ini disebut proyeksi pada
kuadran I yang dikenal juga dengan nama
proyeksi Eropa. Gambar 2.47 memperlihatkan titik yang
terletak di kuadran I (lihat gambar 2.47)
Gambar 2.47

Keterangan :
A = titik di kuadran I.
AD = proyeksi titik A di bidang D (depan).
AV = proyeksi titik A di bidang V (vertikal).
AH = proyeksi titik A di bidang H (horizontal).

Bila ketiga bidang yang saling tegak lurus tersebut


dibuka, maka sumbu x dan y sebagai sumbu putarnya dan
sumbu z merupakan sumbu yang dibuka atau dipisah,
seperti gambar berikut

Gambar 2.28a

Selanjutnya batas – batas bidang dihilangkan maka


menjadi bentuk dibawah ini.
Gambar 2.48b

Gambar 2.48c

Bila penempatan benda di kuadran I tidak teratur,


maka untuk menempatkan sumbu dapat disederhanakan
sesuai dengan ruang yang tersedia. Penyederhanaan dapat
dilakukan seperti gambar berikut.
Gambar 2.49a

Gambar 2.49b

(a) Penampilan gambar

Untuk penampilan gambar berikutnya, garis


sumbu dan garis bantu tidak diperlukan lagi
(dihilangkan). Jadi, yang tampak hanya pandangan saja.
Perlu ditegaskan kembali bahwa untuk proyeksi di
kuadran I (proyeksi Eropa), penempatan pandangan
samping kanan berada disebelah kiri pandangan
depannya, sedangkan pandangan atas berada dibawah
pandangan depannya.
Gambar 2.49c

(b) Proyeksi sebuah kubus yang terletak di kuadran I

Gambar 2.50

Gambar 2.51
7) PROYEKSI DI KUADRAN III (PROYEKSI
AMERIKA)

Bidang – bidang H, V dan D untuk proyeksi di


kuadran III (proyeksi Amerika) yang telah dibuka adalah
sebagai berikut.

Gambar 2.52

 Pada bidang H ditempatkan pandangan atas.


 Pada bidang D ditempatkan pandangan depan.
 Pada bidang V ditempatkan pandangan samping
kanan.

Contoh 2.6

Gambar 2.53a
Gambar 2.53b

8) SIMBOL PROYEKSI DAN ANAK PANAH

(a) Simbol proyeksi

Untuk membedakan gambar atau proyeksi di


kuadran I dan gambar atau proyeksi di kuadran III,
perlu diberi lambang proyeksi. Dalam standar ISO, telah
ditetapkan bahwa cara kedua proyeksi boleh
dipergunakan. Tetapi untuk keseragaman ISO, gambar
sebaiknya digambar menurut proyeksi sudut pertama
(kuadran I atau kita kenal sebagai proyeksi Eropa).

Dalam satu buah gambar, tidak diperkenankan


terdapat gambar dengan menggunakan kedua proyeksi
secara bersamaan. Simbol proyeksi ditempatkan di sisi
kanan bawah kertas gambar. Simbol atau lambang
proyeksi tersebut adalah sebuah kerucut perpancung
(lihat gambar 2.54a dan 2.54b!).

Gambar 2.54a
Gambar 2.54b
(b) Anak panah

Anak panah digunakan untuk menunjukkan batas


ukuran dan posisi atau arah pemotongan, sedangkan
angka ukuran ditempatkan diatas garis ukur (lihat
gambar 2.55a dan 2.55b!).

Gambar 2.55a

Gambar 2.55b

9) PENENTUAN PANDANGAN

Untuk menempatkan pandangan atas atau


pandangan samping dari pandangan depannya, terlebih
dahulu kita harus mentapkan sistem proyeksi apa yang kita
pakai; apakah proyeksi di kuadran I (Eropa) atau proyeksi di
kuadran III (Amerika)?

Setelah kita menetapkan sistem proyeksi yang kita


pakai, barulah kita dapat menetapkan pandangan dari objek
yang kita gambar tersebut.

(a) Menempatkan pandangan depan, atas dan samping


kanan menurut proyeksi kuadran I (Eropa)

Gambar 2.56
(b) Menentukan pandangan depan, atas dan samping kanan
menurut proyeksi kuadran III (Amerika)

Gambar 2.57

(c) Penetapan jumlah pandangan

Jumlah pandangan dalam satu objek atau gambar


tidak semuanya harus digambar. Misalnya, untuk
benda – benda bubutan sederhana, dengan satu
pandangan saja yang dilengkapi dengan simbol
(lingkaran) sudah cukup untuk memberikan informasi
yang jelas. Lihat gambar 2.58 berikut!
Gambar 2.58

Gambar 2.59

(d) Jenis – jenis pandangan utama

Gambar kerja yang digunakan sebagai alat


komunikasi adalah gambar dalam bentuk pandangan –
pandangan. Sebagai bahan pandangan utamanya ialah
pandangan depan, pandangan samping dan pandangan
atas. Dalam gambar kerja, tidak selamanya ketiga
pandangan harus ditampilkan, ini tergantung pada rumit
atau sederhananya bentuk benda. Hal terpenting,
gambar pandangan – pandangan ini harus memberikan
informasi yang jelas.
Perhatikan gambar 2.60 dan 2.61 di bawah ini!

Gambar 2.60

Gambar 2.61

Kedua gambar diatas, walaupun hanya terdiri atas


satu pandangan saja, dapat membedakan bentuk
bendanya, yaitu dengan adanya simbol atau lambang

untuk bentuk lingkaran dan untuk bentuk bujur


sangkar dan bentuk – bentuk gambar piktorial nya adlah
sebagai berikut.

Gambar 2.62

Gambar 2.63
(e) Pemilihan pandangan utama

Untuk memberikan informasi bentuk gambar,


seharusnya kita pilih pandangan yang dapat mewakili
bentuk benda (perhatikan gambar 2.64 dibawah ini!).

Gambar 2.64

Pandangan atau gambar diatas belum dapat


memberikan informasi yang jelas. Oleh karena itu, dalam
memilih pandangan yang disajikan harus dapat mewakili
bentuk benda (lihat gambar 2.65, gambar – gambar
2.64 diatas!).

Gambar 2.65

Dari gambar piktorial (gambar 2.65) diatas, yang


dapat memberikan informasi bentuk secara tepat dalam
bentuk gambar pandangan adalah pandangan depan
dengan pandangan sampingnya (lihat gambar 2.66!).

Gambar 2.66
Sebaliknya, dua pandangan depan dan samping
belum tentu dapat memberikan informasi yang
maksimum (lihat gambar 2.67 berikut!).

Gambar 2.67

Dengan dua pandangan diatas, belum cukup


memberikan informasi bentuk secara cepat dan tepat.
Oleh karena itu, perlu satu pandangalagi untuk kejelasan
gambar tersebut, yaitu pandangan atas.

Gambar 2.68

Setelah dilengkapi dengan pandangan atasnya,


barulah kita mendapatkan informasi bentuk yang
lengkap dari gambar 2.67 dan 2.68, yaitu seperti
gambar 2.69.

Gambar 2.69
10) MENGGAMBAR PANDANGAN – PANDANGAN

(a) Menggambar pandangan dari bentuk proyeksi dimetris


ke proyeksi Amerika

Gambar 2.70

(b) Perubahan gambar dari proyeksi isometris ke gambar


proyeksi Amerika
Gambar 2.71

(c) Perubahan gambar dari proyeksi miring ke gambar


proyeksi Eropa

Gambar 2.72
(d) Perubahan gambar dari proyeksi dimetris ke proyeksi
Eropa

Gambar 2.73

(e) Perubahan gambar dari proyeksi isometris ke gambar


proyeksi Eropa

Gambar 2.74
Gambar 2.75

Gambar 2.76
11) LATIHAN
(a) Salinlah huruf standar berikut pada kertas gambar A4!

Gambar 2.77
(b) Latihan menggunakan jangka dan mistar
i. Buatlah segi
beraturan yang terdiri
atas : segi empat, segi
lima, segi enam dan
segi tujuh beraturan
seperti terlihat pada
gambar 2.78 berikut!
Caranya dapat dilihat
pada gambar 2.79,
2.80, 2.81 dan 2.82.

Gambar 2.78

ii. Buatlah konstruksi spiral Archimedes pada kertas


gambar A4! Caranya dapat dilihat pada gambar 2.83
berikut.
iii. Buatlah elips dengan dua lingkaran sepusat!
Caranya dapat dilihat pada gambar 2.84.

i. Cara membuat gambar segi empat


beraturan

Gambar 2.79
ii. Cara menggambar segi lima
beraturan
Gambar 2.80
Menggambar segi enam beraturan
Gambar 2.81
iii. Cara menggambar segi tujuh
beraturan
Gambar 2.82
Gambar 2.83
iv. Cara menggambar spiral
archimedes
Gambar 2.84
v. Elips dengan dua lingkaran
sepusat
Untuk membuat elips dengan pertolongan dua
buah lingkaran sepusat, dapat dilakukan
langkah – langkah berikut :
 Tentukan panjang sumbu
minor dan sumbu mayor, yaitu garis d dan garis D
pada gambar (a)!
 Buat lingkaran dengan
diameter d dan D pada titik pusat yang sama!
 Buat sumbu tegak dan sumbu
mendatarnya sehingga terlihat seperti gambar (b)!
 Bagi lingkaran tersebut
menjadi 12 bagian dan buat pula garis batas
pembaginya sebagaimana terlihat pada gambar
(c)! Semakin banyak pembagian kelilingnya
semakin teliti lengkungan elipsnya.
 Buat garis – garis mendatar
pada titik – titik 1, 2, 3,... 8 sebagaimana
terlihat pada gambar (d)!
 Buat garis – garis mendatar
pada titik – titik yang berada pada lingkaran dalam
hingga berpotongan dengan garis – garis tegak
pada titik – titik B, C, E, F, H, I, K dan L, seperti
tampak pada gambar (c)!
 Hubungkan dengan mal
busur, titik – titik A, B, C,... sampai
dengan A kembali, secara berturut – turut,
sehingga terbentuk elips yang diinginkan seperti
tampak pada gambar (f)!
MELUKIS ELIPS
Gambar 2.85
vi. Elips dengan dua pendekatan
busur lingkaran
Untuk membuat gambar elips dengan
menggunkan dua busur lingkaran, dapat dilakukan
dengan langkah – langkah berikut :
 Buat garis sumbu tegak dan
mendatar, lihat gambar (a)!
 Tentukan sumbu pendek
(minor) dan sumbu panjang (mayor); yaitu
panjang OA dan OB, lihat gambar (b)!
 Buat lingkaran dengan jari –
jari OA yang berpusat di titik O hingga memotong
sumbu tegak di C!
 Buat busur lingkaran dengan
titik pusat di titik C dengan ukuran jari – jari BC!
 Tarik garis AB dan memotong
busur lingkaran di titik D!
 Bagilah garis AD menjadi dua
bagian, yaitu AG = DG!
 Buat garis tegak lurus melalui
titik G hingga memotong garis sumbu tegak di titik
I, dan memotong sumbu mendatar di titik H!
 Buat busur lingkaran yang
berjari – jari AH dan bertitik pusat di titik H (R 1 =
AH), lihat gambar (c)!
 Buat busur lingkaran dengan
jari – jari R2 = IB dan bertitik pusat di titik I, lihat
gambar (d)!
 Lakukan hal yang sama untuk
lengkungan elips sebelah kiri dan sebelah bawah,
lihat gambar (e)!
 Jika garis – garis bantu
dihapus maka akan terlihat gambar elips seperti
terlihat pada gambar (f)!
ELIPS
Gambar 2.86
vii. Salinlah gambar berikut pada
kertas gambar A4!
Gambar 2.87
viii. Salinlah gambar berikut pada
kertas gambar A4!
Gambar 2.88
ix. Salinlah gambar berikut pada
kertas gambar A4!
Gambar 2.89
x. Buatlah tiga pandangan utama
dari gambar 2.90 menurut proyeksi Amerika! Masing –
masing pada kertas gambar A4!
Gambar 2.90
xi. Buatlah tiga pandangan utama
dari gambar 2.91 menurut proyeksi Eropa! Masing –
masing pada kertas gambar A4!
Gambar 2.91
xii. Buatlah gambar pandangan
menurut proyeksi Amerika atau Eropa dari gambar
isometrs (gambar 2.92) berikut! Masing – masing
dibuat pada kertas gambar A4!
Gambar 2.92
xiii. Membaca gambar

a. Jodohka
n kedua proyeksi diatas pada tabel berikut!

No Proyeksi Bidang
1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2
b. Isilah tabel berikut dengan cara
menjodohkan kedua macam proyeksi diatas!

Proyeksi Bidang
Eropa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Amerika
c. Jodohkanlah tabel berikut dengan cara
menyesuaikan proyeksi dari gambar berikut!

Proyeksi Pasangan proyeksi


Eropa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Isometri
s
d. Isilah lingkaran – lingkaran dengan huruf
yang sesuai dengan proyeksi dimetris berikut!
e. Isilah lingkaran – lingkaran yang terdapat
pada proyeksi miring dengan huruf yang sesuai
dengan proyeksi Eropa berikut!
2. KEGIATAN BELAJAR II : GAMBAR POTONGAN

a. Tujuan kegiatan pembelajaran, peserta diklat dapat :


1) Membuat gambar potongan dengan sistem Eropa.
2) Membuat gambar potongan dengan sistem
Amerika.
3) Membuat gambar potongan penuh.
4) Membuat gambar potongan separuh.
5) Membuat gambar potongan sebagian atau
setempat.
6) Membuat gambar potongan meloncat.
7) Membuat gambar potongan putar.

b. Materi pembelajaran

A. PENUNJUKAN
GAMBAR POTONGAN

Untuk memberikan informasi lengkap dari gambar yang


berongga atau berlubang, perlu menampilkan gambar dengan
teknik menggambar yang tepat. Kadang – kadang gambar tampak
lebih rumit karena adanya garis – garis gambar yang tidak
kelihatan. Oleh karena itu, garis – garis gores yang akan
menimbulkan salah pengertian (salah informasi) perlu dihindari,
yaitu dengan menunjukkan gambar potongan atau irisan.

1) Fungsi gambar potongan atau gambar


irisan

Gambar potongan atau gambar irisan ini fungsinya


untuk menjelaskan bagian – bagian gambar benda yang
tidak kelihatan. Misalnya dari benda yang dibor (baik yang
dibor tembus maupun yang dibor tidak tembus), lubang –
lubang pada flens atau pipa – pipa, rongga – rongga pada
rumah katup dan rongga – rongga pada blok mesin. Bentuk
rongga tersebut perlu dilengkapi dengan penjelasan gambar
potongan agar dapat memberikan ukuran atau informasi
yang jelas dan tegas, sehingga terhindar dari
kesalahpahaman membaca gambar.

2) Gambar potongan atau gambar irisan

Gambar potongan atau gambar irisan dapat


dijelaskan menggunakan pemisalan benda yang dipotong
dengan gergaji (lihat gambar 2.93 berikut!).
Gambar 2.92a Gambar 2.92b

Gambar 2.92c

Keterangan :
 Gambar 2.92a memperlihatkan gambar lengkap
dengan garis gores sebagai batas – batas garis yang
tidak kelihatan. Dengan adanya garis – garis tersebut,
gambar kelihatan agak rumit.
 Gambar 2.92b memperlihatkan gambar yang kurang
jelas. Dalam hal ini, kita tidak bisa memastikan apakah
lubang tersebut merupakan lubang tembus atau tidak
tembus, mempunyai lubang yang bertingkat atau rata,
sehingga setiap orang akan menafsirkan bentuk lubang
yang berbeda, yang menyebabkan informasi kurang
jelas.
 Gambar 2.92c; karena gambar 2.92a dan gambar
2.92b menimbulkan keraguan dalam pembacaannya,
maka gambar dapat dijelaskan menggunakan pemisalan
bahwa benda tersebut dipotong dengan gergaji,
sehingga bentuk rongga di dalamnya dapat terlihat
dengan jelas dan tidak menimbulkan keraguan lagi
dalam menentukan bentuk bagian dalamnya.

Dengan gambar potongan atau gambar irisan, seperti


pada gambar 2.92c diatas, diperoleh ketegasan atau
kejelasan tentang bentuk rongga sebelah dalam, sehingga
informasi yang diberikan oleh gambar dapat efisien. Gambar
potongan atau gambar irisan harus diarsir sesuai dengan
batas garis pemotongannya.

3) Tanda pemotongan

Untuk menjelaskan gambar yang dipotong, perlu


adanya tanda pemotongan yang sudah ditetapkan sesuai
dengan aturan – aturan menggambar teknik. Tanda
pemotongan ini terdiri atas :
 Tanda pemotongan dengan garis sumbu dan
kedua ujungnya ditebalkan (lihat gambar 2.93a, 2.93b
dan 2.93c!).
 Tanda pemotongan dangan garis tipis
bergelombang bebas (lihat gambar 2.94!).
 Tanda pemotongan dengan garis tipis
berzigzag (lihat gambar 2.95!).

Gambar 2.93a

Gambar 2.93b

Gambar 2.93c

Gambar 2.94

Gambar 2.95

4) Pandangan pada gambar potongan

Untuk membuat gambar potongan atau gambar


irisan, kita perlu memperlihatkan anak – anak panah pada
kedua ujung garis potongnya. Arah anak panah ini
menunjukkan arah pandangan dari benda yang dipotong
dengan batas garis pemotongnya (lihat gambar 2.96a,
2.96b, 2.96c dan gambar 2.96d!).
5) Menempatkan gambar penampang atau
gambar potongan

Untuk menempatkan gambar penampang atau


gambar potongan, kita perlu memperhatikan penempatan
gambar potongan tersebut sesuai dengan proyeksi yang
akan kita gunakan, apakah proyeksi di kuadran I (Eropa)
atau proyeksi di kuadran III (Amerika)? Untuk lebih
jelasnya, perhatikan gambar 2.96a, 2.96b, 2.96c dan 2.96d!

Gambar 2.96a
Gambar 2.96b

Gambar 2.96c

Gambar 2.96d

Jika proyeksi yang diguanakan adalah proyeksi


Amerika, maka gambar penampang potongnya diletakkan
atau berada dibelakan g arah anak panahnya (lihat gambar
2.96a dan 2.96c diatas!). Jika proyeksi yang digunakan
proyeksi Eropa maka penempatan gambar potongannya
berada di depan arah anak panahnya (lihat gambar 2.96b
dan 2.96d diatas!).

Selain ditempatkan sesuai dengan proyeksi yang


digunakan, penampang potongan dapat juga diputar di
tempat (penampang putar) seperti tampak pada gambar
2.97a, atau dengan dipotong dan diputar kemudian
dipindahkan ke tempat lain segaris dengan sumbunya
seperti tampak pada gambar 2.97b.

Gambar 2.97a

Gambar 2.97b

6) Benda – benda yang tidak boleh dipotong

Benda – benda yang tidak boleh dipotong yaitu


benda – benda pejal, misal : poros pejal, jari – jari pejal dan
semacamnya (lihat gambar 2.98a!). Benda – benda tipis,
misalnya : pelat – pelat penguat pada dudukan poros dan
pelat penguat pada flens (lihat gambar 2.98b!) juga tidak
boleh dipotong. Bagian – bagian yang tidak boleh dipotong
tersebut yaitu bagian – bagian yang tidak diarsir.

Gambar 2.98a
Gambar 2.98b
B. JENIS – JENIS
GAMBAR POTONGAN

Jenis – jenis gambar potongan atau gambar irisan terdiri atas :


 Gambar potongan penuh.
 Gambar potongan separuh.
 Gambar potongan sebagian atau setempat.
 Gambar potongan putar.
 Gambar potongan bercabang atau meloncat.

1) Gambar potongan penuh

Perhatikan gambar potongan penuh pada gambar


2.99 berikut!

Gambar 2.99

2) Gambar potongan separuh

Perhatikan gambar potongan separuh pada gambar


2.100 berikut!
Gambar 2.100

3) Gambar potongan sebagian

Gambar potongan sebagian disebut juga potongan


lokal atau potongan setempat (lihat gambar 2.101!).

Gambar 2.101

4) Gambar potongan putar

Gambar potongan putar dapt diputar setempat


seperti tampak pada gambar 2.101 atau dapat juga
penempatan potongannya pada gambar 2.102.

Gambar 2.102

5) Gambar potongan bercabang atau meloncat


Perhatikan contoh gambar 2.103 berikut!

Gambar 2.103
C. GARIS ARSIRAN

Untuk membedakan gambar proyeksi yang dipotong dengan


gambar pandangan, maka gambar potongan atau gambar irisan
perlu diarsir. Arsir yaitu garis – garis miring tipis yang dibatasi oleh
garis – garis batas pemotongan. Lihat gambar 2.104 dibawah!

Gambar 2.104

D. MACAM – MACAM
ARSIRAN

Hal – hal yang yang perlu diperhatikan pada gambar yang


diarsir antara lain :
1. sudut
dan ketebalan garis arsiran.
2. bidang
atau pengarsiran pada bidang yang luas.
3. pengarsir
an bidang yang berdampingan.
4. pengarsir
an benda – benda tipis.
5. peletaka
n angka ukuran pada gambar yang diarsir.
6. macam –
macam garis arsiran yang disesuaikan dengan bendanya.

1. Sudut dan ketebalan garis arsiran

Sudut arsiran yang dibuat adalah 45 0 terhadap garis


sumbu utamanya, atau 450 terhadap garis batas gambar,
sedangkan ketebalan arsiran digunakan garis tipis dengan
perbandingan ketebalan sebagai berikut (lihat tabel 2.4!).

Tabel 2.4 Ketebalan mcam – macam garis


Ketebalan garis
Macam garis
(dalam mm)
Garis gambar / tepi 1,0 0,7 0,5
Garis gores 0,7 0,5 0,35
Garis tipis (arsir) 0,5 0,35 0,25

Dari tabel diatas, kita dapat menentukan ketebalan garis


arsiran yang disesuaikan dengan garis gambarnya. Jika
garis tepi atau garis gambar mempunyai ketebalan 0,5 mm
maka garis – garis arsirnya dibuat setebal 0,25 mm.

Sudut dan ketebalan garis arsiran dapat dilihat pada


gambar 2.105 berikut!
Gambar 2.105
2. Pengarsiran bidang yang luas

Untuk pemotongan benda yang luas, arsiran pada


bidang potongnya dilaksanakan pada garis tepi garis – garis
batasnya (lihat gambar 2.106!).

Gambar 2.106

3. Pengarsiran bidang yang berdampingan

Untuk pemotongan meloncat atau pemotongan


bercabang, ada bidang – bidang potong yang
berdampingan, maka batas – batas bidang yang
berdampingan tersebut harus dibatasi oleh garis – garis
bertitik (sumbu) dan pengarsirannya harus turun atau naik
dari ujung arsiran yang lainnya (lihat gambar 2.107!).

Gambar 2.107

4. Pengarsiran benda – benda tipis

Untuk gambar potongan benda – benda tipis atau


profil – profil tipis maka pengarsirannya dibuat dengan cara
dilabur (lihat gambar 2.108!).

Gambar 2.108

5. Angka ukuran dan arsiran

Jika angka ukuran terletak pada arsiran (karena tidak


dapat dihindari), maka angka ukurannya jangan diarsir
(lihat gambar 2.109).
Gambar 2.109

6. Macam – macam arsiran

Perhatikan gambar 2.110!


Gambar 2.110

Keterangan :
a = Besi tuang
b = Aluminium dan paduannya
c = Baja dan baja istimewa
d = Baja tuang yang dapat ditempa
e = Baja cair
f = Logam putih
g = Paduan tembaga tuang
h = seng atau air raksa
E. LATIHAN
MENGGAMBAR POTONGAN

1. Buatlah
gambar potongan separuh dari gambar 2.111 di bawah,
dengan skala 1 : 1! Buat pula gambar pandangan atasnya
menurut proyeksi kuadran I (Eropa)!
Lengkapi dengan etiket nya dengan nama gambar DUDUKAN
KATUP!
Ukuran kertas gambar A4 (tegak).

Gambar 2.111

2. Buatlah
gambar potongan penuh dari benda (gambar 2.12) di bawah,
dengan ketentuan sebagai berikut!
 Proyeksi di kuadran III (Amerika).
 Kertas gambar A4 (tegak).
 Gambar terdiri atas pandangan atas dan potongan penuh.
 Lengkapi dengan etiket nya!
 Nama gambar POTONGAN PENUH
Gambar 2.112

3. Buat
gambar potongan A – A, penampang penuh dengan pandangan
samping kanan menurut proyeksi di kuadran III dari gambar
2.113 di bawah!
Nama gambar PENAMPANG – PENAMPANG.
Dengan ketentuan :
 Skala 1 : 1
 Kertas gambar A4 (tegak) lengkap dengan etiket nya
Gambar 2.113

4. Buat
gambar dengan tiga pandangan utama dari gambar 2.114
(dudukan poros)! Jelaskan pada gamabr pandangan depan
dengan penampang setempat (lokal) untuk memperlihatkan
lubang baut! Gambar dibuat pada kertas gambar A4.
Gambar 2.114

DUDUKAN POROS
No. Nama Bagian Bahan Jumlah Keterangan
1 Dudukan poros St 37 1 Bubutan
2 Rusuk St 37 1 Pelat
3 Alas St 37 1 Pelat
4 Rusuk St 37 1 Pelat

3. KEGIATAN BELAJAR III : UKURAN PADA GAMBAR


KERJA

a. Tujuan kegiatan pembelajaran, peserta diklat dapat :


1) Mencantumkan ukuran pada gambar kerja.
2) Menggambar pandangan dengan proyeksi di
kuadran I dan mencantumkan ukuran pada gambar kerja.
3) Menggambar pandangan dengan proyeksi di
kuadran III dan mencantumkan ukuran pada gambar kerja.
4) Menggunakan garis bantu sebagai garis ukur.
5) Menggunakan ukuran dengan dimensi fungsional.
6) Menggunakan ukuran dengan dimensi non -
fungsional.
7) Menggunakan ukuran dengan dimensi tambahan.
8) Menggunakan ukuran ketirusan.
9) Menggunakan simbol ukuran pada gambar kerja.
10) Menggambar pandangan, baik dengan proyeksi di
kuadran I maupun dengan proyeksi kuadran III yang
dilengkapi dengan ukurannya.

b. Materi pembelajaran

A. KETENTUAN –
KETENTUAN DASAR PENCANTUMAN UKURAN

Agar tidak menimbulkan keraguan didalam membaca gambar,


maka pada gambar kerja harus dicantumkan ukuran dengan
aturan – aturan menggambar yang telah ditetapkan. Ketentuan –
ketentuan tersebut meliputi ketentuan :
 Menarik garis
ukur dan garis
bantu.
 Menggambar
anak panah.
 Menetapkan
jarak antara
garis ukur.
 Menetapkan
angka ukuran.

1. Menarik garis ukur dan garis bantu

Garis ukuran dan garis bantu dibuat dengan garis tipis


menggunakan perbandingan ketebalan antara garis gambar
dan garis ukur atau garis bantu sebagai berikut
(lihat tabel 2.5!).
Tabel 2.5
Perbandingan garis ukur dengan garis bantu
Macam garis Ukuran (mm)
Garis gambar / tepi 1 0,7 0,5
Garis ukur / bantu 0,5 0,35 0,25

Contoh 2.7

Perhatikan gambar 2.115 berikut!

Gambar 2.115

2. Menetapkan jarak antara garis ukur

Jika garis ukuran terdiri atas garis – garis ukur yang


sejajar, maka jarak antara garis ukur yang satu dan garis ukur
lainnya harus sama. Selain itu, perlu diperhatikan pula bahwa
garis ukur jangan sampai berpotongan dengan garis bantu,
kecuali terpaksa. Garis gambar tidak boleh digunakan sebagai
garis ukur. Garis sumbu boleh digunakan sebagai garis bantu,
tetapi tidak boleh digunakan langsung sebagai garis ukur.

Untuk menempatkan garis ukur yang sejajar, ukuran


terkecil ditempatkan pada bagian dalam dan ukuran besar
ditempatkan di bagian luar. Hal ini untuk menghindari
perpotongan antara garis ukur dan garis bantu. Jika terdapat
perpotongn garis bantu dengan garis ukur, garis bantunya
diperpanjang 1 mm dari ujung anak panahnya.

Gambar 2.116

Keterangan :
1. Garis ukur yang sejajar.
2. Garis bantu yang berpotongan (tidak dapat dihindarkan).
3. Garis sumbu yang digunakan secara tidak langsung ebagai
garis bantu.
4. Garis ukur yang terkecil (ditempatkan di dalam).
5. Garis ukur tambahan (pelengkap).
6. Perpanjangan garis bantu dilebihkan ± 1 mm dari garis
ukurnya atau dari ujung anak panahnya.
7. Penempatan garis ukur yang sempit.
8. Garis bantu yang paralel (jika diperlukan).

Garis ukur pada umumnya tegak lurus terhadap garis


bantunya, tetapi pada keadaan tertentu garis bantu dibuat
miring sejajar atau paralel, sebagai contoh dapat dilihat pada
gambar 2.16.

3. Penulisan angka ukuran

Penulisan angka ukuran ditempatkan di tengah – tengah


bagian atas garis ukurnya, atau di tengah – tengah sebelah kiri
garis ukurnya. Untuk kertas gambar berukuran kecil, maka
penulisan angka ukuran pada garis ukur harus tegak, kertas
gambarnya dapat diputar ke kanan, sehingga penulisan dan
pembacaannya tidak terbalik. Angka ukuran harus dapat dibaca
dari bawah atau dari sisi kanan garis ukurnya (lihat gambar
berikut).

Gambar 2.117

Jika kertas gambar diputar ke kiri, akan menghasilkan


angka ukuran yang terbalik. Ukuran (c) pada gambar diatas
adalah penulisan angka ukuran yang terbalik.

B. KLASIFIKASI
PENCANTUMAN UKURAN

Benda – benda yang diukur mempunyai bentuk yang


bermacam – macam, fungsi, kualitas atau pengerjaan yang
khusus. Oleh karena itu, pencantuman ukuran diklasifikasikan
menjadi :
 Pengukuran dengan dimensi fungsional.
 Pengukuran dengan dimensi non – fungsional.
 Pengukuran dengan dimensi tambahan.
 Pengukuran dengan kemiringan atau ketirusan.
 Pengukuran dengan bagian yang dikerjakan khusus.
 Pengukuran dengan kesimetrian.

1. Pengukuran dengan dimensi fungsional, non –


fungsional dan ukuran tambahan

Jika suatu benda terdiri atas bagian – bagian (bagian


yang dirakit), maka ukuran bagian yang satu dengan lainnya
mempunyai fungsi yang sama, sehingga satu sama lain
mempunyai ukuran yang berpasangan dan pencantuman
ukuran sebagai fungsi yang berpasangan. Jika benda kerja
yang digambar berdiri sendiri, tetapi dalam sistem
pengerjaannya bertahap, maka digambar sesuai dengan
ukurannya sebagai fungsi pengerjaan.

Ukuran – ukuran yang tidak berfungsi disebut ukuran


nonfungsional. Untuk melengkapi ukuran, dalam hal ini supaya
tidak menimbulkan keraguan dalam membaca gambar
terutama dalam jumlah ukuran total, maka ukuran pada
gambar dilengkapi dengan ukuran tambahan. Ukuran
tambahan ini harus ditempatkan diantara dua kurung atau di
dalam kurung (lihat gambar 2.118 berikut!).

Gambar 2.118

Keterangan :
F = Dimensi fungsional
NF = Dimensi non fungsional
H = Dimensi tambahan

2. Pengukuran ketirusan

Untuk mencantumkan ukuran benda yang mempunyai


bentuk miring, ukuran kemiringannya dicantumkan dengan
harga tangen sudutnya.

Gambar 2.119

Contoh 2.8

Jika H = 20 mm, h = 16 mm dan L = 40 mm maka


kemiringannya adalah :

ditulis 1 : x = 1 : 10 (lihat gambar 2.120 berikut!).

Gambar 2.120
Sedangkan untuk benda – benda yang mempunyai
bentuk tirus (kerucut), ukuran ketirusannya dicantumkan
berdasarkan harga 2.tg½ = 1 : y (lihat gambar 2.121!).

Gambar 2.121

Ketirusannya adalah :

Contoh 2.9

Jika D = 34 mm, d = 30 mm dan L = 40 mm, maka


ketirusannya adalah :

3. Penunjukan ukuran pada bagian yang dikerjakan


khusus

Untuk memberikan keterangan gambar pada benda –


benda yang dikerjakan khusus, misalnya dikartel pada bagian
tertentu atau dihaluskan dengan ampelas halus, maka pada
bagian yang dikerjakan khusus tadi gambar bagian luarnya
diberi garis tebal bertitik (lihat gambar 2.122!).
Gambar 2.122

4. Pemberian ukuran pada bagian – bagian yang simetris

Untuk memberikan ukuran – ukuran pada gambar –


gambar simetris, jarak antara tepi dan sumbu simetrisnya tidak
dicantumkan (lihat gambar 2.123!).

Gambar 2.123

C. PENCANTUMAN
SIMBOL - SIMBOL UKURAN

Benda – benda dengan bentuk tertentu, ukurannya


dicantumkan mbolnya; misal benda – benda yang berbentuk
silinder, bujursangkar, bola dan pinggulan ( chamfer). Lihat gambar
2.124 berikut!
Gambar 2.124
Keterangan :
SØ = diameter bola dengan ukuran 32mm.
SR16 = jari – jari bola dengan ukuran 16 mm.
C3 = chamfer atau pinggulan dengan ukuran 3 x 450.
Ø23 = simbol ukuran silinder, dengan ukuran 23 mm.
34 = simbol ukuran bujursangkar, dengan ukuran
sisinya 34 mm.
120 = simbol ukuran tidak menurut skala yang sebenarnya.
M12 = simbol ukuran ulir dengan jenis ulir simetris dan
berdiameter luar 12 mm.
2 = silang atau cross dengan garis tipis;
simbol bidang rata.
1 = strip titik (tebal); simbol yang dikerjakan khusus.

1. Penunjukan ukuran jari

Untuk menunjukkan ukuran jari – jari, dapat


digambarkan dengan garis ukur dimulai dari titik pusat, sampai
busur lingkarannya. Sebagai simbol dari jari – jari tersebut, di
depan angka ukurnya diberi tanda huruf “R” (lihat gambar
2.125a berikut!).
Gambar 2.125
Penempatan anak panah dan ukuran di dalam lingkaran

Gambar 2.125
Penempatan anak panah di dalam dan ukuran di luar lingkaran

Gambar 2.125c
Penempatan anak panah dan ukuran di luar lingkaran

Gambar 2.125d
Penunjukkan jari – jari dengan garis ukur yang diperpendek

2. Menentukan titik pusat jari – jari fillet

Gambar yang mempunyai fillet terdiri atas dua garis


yang berpotongan dengan sudut 90 0, dua garis berpotongan
dengan sudut lancip (< 900), dan dua garis berpotongan
dengan sudut tumpul (>900). Perhatikan gambar 2.126 di
bawah!

Gambar 2.126a
Jari – jari pada dua garis dengan sudut 900

Gambar 2.126b
Jari – jari pada dua garis dengan sudut < 900 (lancip)

Gambar 2.126c
Jari – jari pada dua garis dengan sudut > 900 (tumpul)
Selain lengkungan (jari – jari) yang didapat dari dua
garis yang berpotongan seperti gambar 2.126 di atas, juga
terdapat lengkungan (jari - jari) yang diperoleh dari garis yang
memotong lingkaran (lihat gambar 2.127 berikut!).

Gambar 2.127a

Gambar 2.127b

Gambar 2.127c
Titik pusat jari – jari yang menyinggung
dua lingkaran
Gambar 2.127c
Titik pusat jari – jari yang menyinggung
lingkaran dan garis

3. Pengukuran sudut, tali busur dan busur lingkaran

Gambar 2.128

D. PENGUKURAN
KETEBALAN
Pengukuran benda – benda tipis, seperti pengukuran pada
pelat, ukuran tebalnya dapat dilengkapi dengan simbol “t” sebagai
singkatan dari “thicknees” yang secara kebetulan artinya tebal
(juga berhuruf awal “t”). Penunjukkan ukurannya, lihat gambar
2.129 berikut!

Gambar 2.128

E. JENIS – JENIS
PENULISAN UKURAN

Penulisan ukuran pada gambar kerja, menurut jenisnya terdiri


atas :
 Ukuran berantai.
 Ukuran paralel (sejajar).
 Ukuran kombinasi.
 Ukuran berimpit.
 Ukuran koordinat.
 Ukuran yang berjarak sama.
 Ukuran terhadap bidang referensi.
1. Ukuran berantai

Pencantuman ukuran secara berantai ini ada kelebihan


dan kekurangannya. Kelebihannya ialah mempercepat
pembuatan gambar kerja. Kekurangannya ialah dapt
menimbulkan toleransi yang semakin besar, sehinga pekerjaan
tidak teliti. Oleh jarena itu, pencantuman ukuran secara
berantai ini pada umumnya dilakukan pada
pekerjaan – pekrjaan yang tidak memerlukan ketelitian tinggi.
Lihat gambar 2.130!
Gambar 2.130

2. Ukuran paralel (sejajar)

Lihat gambar 2.131!

Gambar 2.131
3. Ukuran kombinasi

Perhatikan gambar 2.132!


Gambar 2.132

4. Ukuran berimpit

Ukuran berimpit yaitu pengukuran dengan garis – garis


ukur yang ditumpangkan (berimpit) satu sam lain. Ukuran
berimpit ini dapat dibuat jika tidak menimbulkan
kesalahpahaman dalam membaca gambarnya (lihat gambar
2.133!).

Gambar 2.133

Pada pengukuran berimpit ini, titik pangkal sebagai


batas ukuran atau patokan ukuran (bidang referensi)-nya harus
dibuat lingkaran dan angka ukurnya harus diletakkan di dekat
anak panahsesuai dengan penunjukan ukurannya.

5. Pengukuran terhadap bidang referensi

Bidang referensi adalah bidang batas ukuran yang


digunakan sebagai patokan pengukuran.
Contoh 2.10
Pengukuran benda kerja bubutan terhadap bidang datar atau
bidang rata (lihat gambar 2.134!).

Gambar 2.134

6. Pengukuran koordinat

Jika pengukuran berimpit dilakukan dalam dua arah,


yaitu penunjukan ke arah sumbu x dan penunjukan ukuran ke
arah sumbu y dengan bidang referensi nya di O, maka akan
didapat pengukuran “koordinat” (lihat gambar 2.135!).

Gambar 2.135

7. Pengukuran yang berjarak sama

Untuk memberikan ukuran pada bagian yang berjarak


sama, penunjukan ukurannya dapat dilaksanakan sebagai
berikut (lihat gambar 2.136!).

Gambar 2.136

Untuk menghindarkan kesalahan atau keraguan di dalam


membaca gambarnya, dapat dituliskan salah satu ukurannya
(lihat gambar 2.137!).
Gambar 2.137

8. Pengukuran alur pasak

Jika kita memberikan ukuran diameter pada penampang


atau potongan yang beralur pasak, misalnya pada kopling, roda
gigi atau alur pasak pada puli, maka penunjukan ukuran
diameternya seperti tampak pada gambar 2.138 berikut

Gambar 2.138

9. Pengukuran pada lubang

Untuk memberikan ukuran pada lubang yang berjarak


sama, dapat dilakukan seperti tampak pada gambar 2.139
berikut.

Gambar 2.139
10. Pengukuran pada profil
Untuk memberikan ukuran pada profil – profil yang telah
distandar, dapat dilakukan seperti tampak pada gambar 2.140
berikut.

Gambar 2.140

11. Cara membuat gambar mur dan baut serta


pengukurannya

Gambar 2.141
Gambar 2.142

F. LATIHAN
MENCANTUMKAN UKURAN

1. Salinlah gambar berikut pada kertas gambar A4 dengan skala


1 : 1, lengkap dengan etiket dan ukurannya! Nama gambar
MUR BAUT (lihat gambar 2.143!).
2. Salinlah gambar 2.144 pada kertas gambar A4 dengan skala
1 : 1, lengkap dengan etiket dan ukurannya! Nama gambar
BAUT PENGIKAT.
Gambar 2.143
Gambar 2.144
3. Salin pandangan atas dan penampang A-A dari gambar 2.145,
dengan ketentuan sebagai berikut!
 Skala 1 : 1
 Kertas gambar A4, lengkap dengan etiketnya.
 Cantumkan ukuran sesuai dengan gambarnya!

Gambar 2.145
4. KEGIATAN BELAJAR IV : TOLERANSI DAN SUAIAN

a. Tujuan kegiatan pembelajaran, peserta diklat dapat :

1) Mencantumkan toleransi ukuran pada gambar


kerja.
2) Mencantumkan toleransi geometris pada gambar
kerja.
3) Mencantumkan tanda pengerjaan pada gambar
kerja.
4) Menentukan besarnya nilai toleransi.
5) Menghitung nilai toleransi.
6) Mencantumkan nilai toleransi pada gambar
susunan.
7) Menggambar diagram toleransi dalam sistem
suaian lubang.
8) Menggambar diagram toleransi pada sistem
suaian poros.
9) Menggambar pandangan dan potongan dengan
sistem proyeksi di kuadran I lengkap dengan ukuran dan
toleransinya.
10) Menggambar pandangan dan potongan dengan
sistem proyeksi di kuadran III lengkap dengan ukuran dan
toleransinya.

b. Materi pembelajaran

A. PENGERTIAN
TOLERANSI

1. Definisi toleransi

Tidaklah mudah untuk mencapai ukuran yang tepat,


sesuai dengan yang tercantum dalam gambar. Banyak faktor
yang mempengaruhinya, misal :
 Faktor alat (alat potong).
 Faktor mesin (presisi tidaknya mesin yang
digunakan).
 Faktor alat ukur.
 Faktor temperatur dan faktor lainnya yang
dapat mempengaruhi ketepatan ukuran dari benda kerja
tersebut.
Untuk mencapai ukuran yang tepat, merupakan hal yang
sulit. Selalu terjadi penyimpangan dari ukuran – ukuran
dasarnya. Misalnya : lebih besar, lebih kecil atau mungkin sama
dengan ukuran dasarnya. Ukuran dasar yaitu ukuran yang
tercantum dalam gambar kerja.

Selama penyimpangan tersebut dalam kategori


memenuhi syarat, maka produk yang menyimpang dari ukuran
dasarnya tersebut dapat diterima. Sebaliknya, jika
penyimpangan ukuran diluar kategori memenuhi syarat maka
produk tersebut tidak dapat diterima, karena ukurannya terlalu
besar atau terlalu kecil dari ukuran yang diminta.

Sebagai batasan kategori memenuhi syarat, kita harus


memberikan dua batasan ukuran yang diperbolehkan yaitu :
1. Batasan ukuran maksimum yang diperbolehkan.
2. Batasan ukuran minimum yang diperbolehkan atau
diizinkan.

Perbedaan dua batasan ukuran yang diperbolehkan atau


diizinkan disebut toleransi. Contoh : Para sisiwa yang sedang
praktek kerja bangku atau mesin, ditugaskan untuk membuat
benda kerja sesuai dengan petunjuk – petunjuk yang diberikan
oleh bapak guru, dengan bentuk dan ukuran yang tersedia
dalam job (gambar kerja)-nya. Setelah para siswa selesai
melaksanakan praktek, benda kerja dikumpulkan dan diperiksa.
Sekarang timbul pertanyaan :
1. Apakah benda kerja satu dengan benda kerja lainnya
mempunyai bentuk dan ukuran yang sama? Tentu tidak
sama, ada yang terlalu kecil ada pula yang tepat.
2. Bagaimana benda kerja yang mempunyai ukuran –
ukuran terlalu besar dan terlalu kecil tersebut dapat
diterima?

Untuk diterima atau tidaknya, guru telah memberikan


toleransi yang telah dicantumkan dalam gambar kerjanya,
misalnya ukuran yang tercantum dalam gambar kerjanya
adalah Ø 40 ± 0,5, artinya ukuran yang maksimum yang
diperbolehkan atau yang dapat diterima adalah
40 + 0,5 = 40,5 mm, sedangkan ukuran minimum yang
diperbolehkan adalah 40 – 0,5 = 39,5 mm.
Jadi, ukuran – ukuran antara 39,5 sampai dengan 40,5
merupakan ukuran – ukuran yang dapat diterima.
Ukuran – ukuran di luar ketentuan tersebut, belum dapat
diterima. Misalnya ukuran yang masih besar, masih dapat
dikerjakan lagi sampai batas ukuran yang diinginkan; tetapi
ukuran – ukuran yang kurang dari 39,5 mm, dianggap gagal
atau pekerjaannya harus diganti.

Berapa toleransi yang diberikan oleh guru tersebut?

Toleransi dapat dihitung sebagai berikut :


Ukuran maksimum yang diizinkan = 40,5 mm
Ukuran minimum yang diizinkan = 39,5 mm
Toleransinya = 1,0 mm

2. Pencantuman toleransi pada gambar kerja

Job atau gambar kerja yang dibuat harus


mencantumkan toleransinya. Hal ini untuk memudahkan
operator dalam menentukan batasan ukuran minimum dan
ukuran maksimum yang diizinkan. Jika produk yang dibuat
merupakan suku cadang yang harus dirakit satu sama lain
menjadi suatu mesin yang berfungsi, maka pencantuman
toleransinya harus memenuhi fungsi dari suku cadang tersebut.
Poros yang dipasang pada bantalannya (dalam keadaan fungsi
longgar), akan memiliki toleransi yang berbeda dengan blok
silinder yang dipasang pada blok mesin dengan jalan di press
(kaku).

Pada umumnya, toleransi yang harus diberikan atau


dicantumkan pada gambar kerja ada dua macam :
1. Toleransi untuk poros, yang
meliputi benda – benda padat bulat, segiempat dan bentuk
– bentuk prisma lainnya.
2. Toleransi ntuk lubang, yang
meliputi lubang bulat (bor), lubang pada bantalan, alur
pasak, rongga – rongga pada blok mesin, celah antara dua
bidang (alur pasak) dan semacamnya.

B. ISTILAH – ISTILAH
PADA TOLERANSI
Sebagaiman tadi dijelaskan, toleransi merupakan perbedaan
dua ukuran yang diperbolehkan, yaitu perbedaan antara ukuran
maksimum dan ukuran minimum yang diperbolehkan. Toleransi
meliputi toleransi poros dan toleransi lubang. Untuk jelasnya,
dapat kita lihat pada gambar 2.146 berikut.

Gambar 2.146

Keterangan :
1. Ukuran nominal (uk.nom.)
Ukuran nominal yaitu ukuran benda yang dibulatkan sampai
dengan ukuran mm dan merupakan ukuran patokan yang
dijadikan batas – batas ukuran yang diizinkan.
2. Ukuran minimum (uk.min.)
Ukuran minimum adalah ukuran terkecil yang dizinkan, baik
untuk porosmaupun untuk lubang.
3. Ukuran maksimum (uk.maks.)
Ukuran maksimum adalah ukuran terbesar yang diizinkan,
baik untuk poros maupun untuk lubang.
4. Penyimpangan membesar
Penyimpangan membesar yaitu perbedaan ukuran antara
ukuran nominal dan ukuran maksimumnya yang diizinkan
(baik untuk poros maupun untuk lubang).
5. Penyimpangan mengecil
Penyimpangan mengecil yaitu perbedaan ukuran antara
ukuran nominal dan ukuran minimumnya yang diizinkan
(baik untuk poros maupun untuk lubang).
6. Toleransi umum
Untuk gambar – gambar dengan ukuran tanpa persyaratan
ketelitian khusus atau ukuran tanpa keterangan dan kita
dapat memberikan catatan secara umum, nilai – nuilai
penyimpangan yang diizinkan disebut toleransi umum.
Sesuai dengan ISO 2786, ukuran – ukuran tanpa
keterangan terikat oleh toleransi umum.

C. TOLERANSI
KHUSUS DAN TOLERANSI UMUM

1. Toleransi khusus

Untuk gambar – gambar yang memerlukan ketelitian


khusus, dalam pencantuman ukurannya harus diberi toleransi
khusus sesuai dengan standar ISO/R286. Toleransi ini disebut
juga Toleransi Standar Internasional (IT).

a. Simbol kualitas toleransi standar

Dalam sistem toleransi standar internasional (IT),


kualitas toleransi dibagi menjadi 18 macam kualitas, yaitu :
IT 01; IT 00; IT 1; IT 2; IT 3;........; IT 16. Kualitas toleransi
tersebut meliputi toleransi untuk pekerjaan yang sangat
teliti, misalnya pekerjaan - pekerjaan pada instrumen, alat
ukur, optik dan semacamnya; pada pekerjaan seperti ini
dipakai kualitas IT 01 sampai dengan IT 4. untuk IT 5
sampai dengan IT 11 adalah kualitas internasional untuk
pekerjaan – pekerjaan permesinan yang sangat teliti dan
biasanya serta untuk pekerjaan – pekerjaan mampu tukar ;
dipasang satu sama lain (dirakit). Sedangkan IT 12 sampai
dengan IT 16 diperuntukan bagi pekerjaan – pekerjaan
yang kasar seperti pekerjaan pengecoran, pemotongan
dengan gas dan pekerjaan kasar sejenisnya.

b. Simbol toleransi lubang dan poros

Sebagaimana telah dijelaskan pada pasal yang


terdahulu, toleransi ada dua macam : toleransi untuk
lubang dan toleransi untuk poros. Untuk membedakan,
kedua macam toleransi tersebut diberi simbol
masing – masing dengan huruf besar untuk lubang dan
huruf kecil untuk poros.

Angka nominal yang diikuti huruf besar beserta angka


kualitasnya menunjukkan besarnya lubang dengan
toleransinya, sedangkan angka nominal yang diikuti huruf
kecil beserta angka kualitasnya menunjukkan besarnya
poros dengan toleransinya.

Contoh
 Ø 40 H7, artinya suatu lubang (H – nya huruf besar)
dengan daerah toleransi H dan kualitas nya 7
 Ø 40 h7, artinya suatu poros (h – nya huruf kecil),
dengan daerah toleransi h dan kualitasnya 7

Huruf – huruf yang dipakai untuk simbol lubang yaitu


huruf A, B, C,.... sampai Z, kecuali huruf I, L, O, Q dan W;
sedangkan huruf a, b, c,.... sampai z dipakai untuk simbol
toleransi poros, kecuali huruf i, l, o, q dan w.

c. Nilai toleransi khusus

Untuk keseragaman dalam menentukan besarnya


toleransi, maka dibuat suatu standar secara internasional
(IT). Besarnya nilai IT tersebut ditetapkan dengan ISO 286.
Besarnya nilai toleransi disesuaikan dengan besar kecilnya
ukuran, baik lubang maupun poros, seperti terlihat pada
tabel berikut ini.

Tabel 2.6 Nilai Toleransi


Besarnya toleransi
Sifat penggunaan toleransi KW.IT
(micron)
 Untuk alat ukur IT 01 0,3 + 0,008 . D
 Optik IT 00 0,5 + 0,012 . D
 Instrumen IT 1 0,8 + 0,020 . D
(untuk pekerjaan – pekerjaan IT 2 antara IT 1 samapai dengan IT
sangat teliti) 5
IT 3
(lihat tabel 2.6!)
IT 4
 Untuk pekerjaan IT 5 7.i harga i dapat dihitung
pemesinan IT 6 10.i dengan rumus :
 Pekerjaan sangat teliti, IT 7 16.i
teliti dan biasa IT 8 25.i
IT 9 40.i
IT 10 64.i
i dalam mikron
IT 11 100.i
D dalam mm
IT 12 160.i
 Untuk pekerjaan – IT 13 250.i
pekerjaan kasar, misalnya IT 14 400.i
pemotongan, pengecoran dan IT 15 640.i
semacamnya IT 16 1000.i

Contoh 2.11
Suatu poros mempunyai diameter 27 mm. Jika poros
tersebut dikerjakan pada mesin bubut dengan kualitas IT 9,
berapakah toleransinya?

Jawab :
Untuk ukuran Ø 27 mm dengan kualitas IT 9, maka
toleransinya = 40.i(lihat tabel 2.6).

Jadi toleransinya 40 . 1,377 = 55,08 micron atau


dibulatkan = 55 micron.

Contoh 2.12
Suatu ukuran dari pekerjaan poros dikerjakan dengan
kualitas IT 10. Berapakah toleransinya jika diameter
minimalnya 24 mm?

Penyelesaian :
Diketahui :
 Ukuran nominal 24 mm atau D = 24 mm
 Kualitas toleransi 10
Ditanya : Besarnya toleransi?

Jawab :
Untuk IT 10, toleransinya = 64.i (lihat tabel 2.6!).
Toleransinya adalah 64.i = 64 . 1,322 = 84,608
Jadi, toleransinya = 84,6 micron = 0,084 mm

Contoh 2.13
Suatu pekerjaan instrumen dikerjakan dengan kualitas IT 1.
Berapakah toleransinya jika D = 10 mm?

Jawab :
Untuk IT = 0,8 + 0,020 . D (lihat tabel 2.6!)
= 0,8 + 0,020 . 10
= 0,8 + 0,200
= 1 micron
jadi, toleransinya = 1 micron = 0,001 mm.

Tabel 2.7
Nilai Toleransi IT2, IT3 dan IT4
Kualitas Toleransi
IT2 IT3 IT4
3 s/d 6 1,2 2 3
3 1,5 2,5 4
6 - 10 1,5 2,5 4
10 - 18 2 3 5
18 - 30 2,5 4 6
30 - 50 2,5 4 7
50 - 80 3 5 8
80 - 120 4 6 10
120 - 180 5 8 12
180 - 250 7 10 14
250 - 315 8 12 16
315 - 400 9 13 18
400 - 500 10 15 20

Contoh 2.14
Suatu poros dengan diameter nominal 30 mm dikerjakan
dengan kualitas IT3. Tentukan toleransinya!

Jawab :
Lihat tabel 2.7!
Untuk diameter Ø 30 pada IT3, besarnya toleransi adalah 4
micron atau 0,004 mm.

2. Toleransi umum

Jika ukuran tanpa keterangan maka ukuran tersebut


terikat oleh toleransi umum. Besarnya toleransi umum ini
merupakan tanggung jawab perencana dan dapat kita pilih
salah satu macam variasi dari tabel 2.8 berikut. Toleransi
khususnya dapat kita lihat pada tabel 2.9; 2.10 dan 2.11.

Tabel 2.8 Variasi Penyimpangan Umum (dalam mm)


Ukuran nominal dalam satuan Jenis Pekerjaan
mm Teliti Sedang Kasar
0,5 sampai dengan 3 ±0,05 ±0,1 -
3 sampai dengan 6 ±0,05 ±0,1 ±0,2
6 sampai dengan 30 ±0,1 ±0,2 ±0,5
30 sampai dengan 120 ±0,15 ±0,3 ±0,8
120 sampai dengan 315 ±0,2 ±0,5 ±1,2
315 sampai dengan 1000 ±0,3 ±0,8 ±2
1000 sampai dengan 2000 ±0,5 ±1,2 ±3
Tabel 2.9 Penyimpangan Lubang (dalam mm)
Ukuran B C D E F G H
Diameter
dalam mm B10 C9 C10 D8 D9 D10 E7 E8 E9 F6 F7 F8 G6 G7 H6 H7 H8 H9 H10

+230 +116 +138 +62 +76 +98 +40 +47 +61 +22 +28 +35 +14 +20 +9 +15 +22 +36 +58
6-10 +150 +80 +80 +40 +40 +40 +25 +24 +25 +13 +13 +13 +5 +5 0 0 0 0 0
+220 +138 +165 +77 +93 +120 +50 +59 +75 +27 +34 +43 +17 +24 +11 +18 +27 +43 +70
10-18 +150 +95 +95 +50 +50 +50 +32 +32 +32 +16 +16 +16 +16 +6 0 0 0 0 0
+244 +162 +194 +98 +117 +149 +61 +73 +92 +33 +41 +53 +20 +28 +13 +21 +33 +52 +84
18-30 +160 +110 +101 +65 +65 +65 +40 +40 +40 +20 +20 +20 +7 +7 0 0 0 0 0
+270 +182 +220 +119 +142 +180 +75 +89 +112 +41 +50 +64 +25 +34 +16 +25 +39 +62 +100
30-40 +170 +120 +120 +80 +60 +80 +50 +50 +50 +25 +25 +25 +9 +9 0 0 0 0 0
+280 +192 +230 * * * * * * * * * * * * * * * *
40-50 +180 +130 +130
+310 +214 +260 +146 +174 +220 +90 +106 +134 +49 +60 +76 +29 +40 +19 +30 +46 +74 +120
50-65 +190 +140 +140 +100 +100 +100 +60 +60 +60 +30 +30 +30 +10 +10 0 0 0 0 0
+320 +224 +270 * * * * * * * * * * * * * * * *
65-80 +200 +150 +150
+360 +257 +310 +174 +207 +260 +107 +126 +159 +58 +71 +90 +34 +47 +22 +35 +54 +87 +140
80-100 +220 +170 +170 +120 +120 +120 +72 +72 +72 +36 +36 +36 +12 +12 0 0 0 0 0
+380 +267 +320 * * * * * * * * * * * * * * * *
100-120 +200 +180 +180
+420 +300 +360 +208 +245 +305 +125 +146 +185 +68 +83 +106 +39 +54 +25 +40 +63 +100 +160
120-140 +260 +200 +200 +145 +145 +145 +85 +85 +85 +43 +43 +43 +14 +14 0 0 0 0 0
+440 +310 +370 * * * * * * * * * * * * * * * *
140-160 +280 +210 +210
+470 +330 +390 * * * * * * * * * * * * * * * *
160-180 +310 +230 +230
+525 +335 +425 +242 +285 +355 +146 +172 +215 +79 +96 +122 +44 +61 +29 +46 +72 +105 +185
180-200 +340 +240 +240 +170 +170 +170 +100 +100 +100 +50 +50 +50 +15 +15 0 0 0 0 0
+565 +375 +445 * * * * * * * * * * * * * * * *
200-225 +380 +260 +260

225-250 +605
+420
+395
+280
+465
+280
* * * * * * * * * * * * * * * *
Ukuran Diameter JS K M N P R S T U X
dalam mm JS5 JS6 JS7 K5 K6 K7 M5 M6 M7 N6 N7 P6 P7 R7 S7 T7 U7 X7
+1 +2 +5 -4 -3 0 -7 -4 -12 -9 -13 -17 -32 -28
6-10 ±3 ±4,5 ±7,5
-5 -7 -10 -10 -12 -15 -16 -19 -21 -24 -28 -32
-
-37 -43
+2 +2 +6 -4 -4 0 -9 -5 -15 -11 -16 -21 -26 -33
10-18 ±4 ±5,5 ±9
-6 -9 -12 -12 -15 -18 -20 -23 -26 -29 -34 -39
-
-44 -51
+1 +2 +6 -5 -4 0 -11 -7 -18 -14 -20 -27 -33 -46
18-30 ±4,5 ±6,5 ±10,5
-8 -11 -15 -14 -17 -21 -24 -28 -31 -35 -41 -48
-
-54 -67
+2 +3 +7 -5 -4 0 +12 -8 -21 -17 -25 -34 -39 -51
30-40 ±5,5 ±8 ±12,5
-9 -13 -18 -16 -20 -25 -28 -33 -37 -42 -50 -59 -64 -76
-

-45 -61
40-50 * * * * * * * * * * * * * * *
-70 -68
-

+3 +4 +9 -6 -5 0 +14 -9 -26 -21 -30 -42 -55 -76


50-65 ±6,5 ±9,5 ±15
-10 -15 -21 -19 -24 -30 -33 -39 -45 -51 -60 -72 -85 -106
-

-32 -48 -64 -91


65-80 * * * * * * * * * * * * *
-62 -78 -94 -121
-

+2 +4 +10 -8 -6 0 +16 -10 -30 -24 -38 -58 -78 -111


80-100 ±7,5 ±11 ±17,5
-13 -18 -25 -23 -28 -35 -38 -45 -52 -59 -73 -93 -113 -146
-

-41 -66 -91 -131


100-120 * * * * * * * * * * * * *
-76 -101 -126 -166
-

+3 +4 +12 -9 -8 0 -20 -12 -36 -28 -48 -77 -107


120-140 ±9 ±12,5 ±20
-15 -21 -28 -27 -33 -40 -45 -52 -61 -67 -88 -117 -147
* -

-50 -85 -119


140-160 * * * * * * * * * * * * *
-90 -125 -159
* -

-53 -93 -131


160-180 * * * * * * * * * * * * *
-93 -133 -173
* -

+2 +5 +13 -11 -8 0 +22 -14 -41 -33 -60 -105


180-200 ±10 ±14,5 ±23
-18 -24 -33 -31 -37 -46 -51 -60 -72 -79 -106 -151
* * -

-63 -113
200-225 * * * * * * * * * * * * *
-109 -159
* * -

225-250 * * * * * * * * * * * * *
-67
--113
-123
-169
* * -
Tabel 2.10
Ukuaran b c d e f g h
Diameter dalam
b9 c9 d8 d9 e7 e8 e9 f6 f7 f8 g4 g5 g6 h4 h5 h6 h7 h8 h9
mm
-150 -80 -40 -40 -25 -25 -25 -13 -13 -13 -5 -5 -5 0 0 0 0 0 0
6-10 -186 -116 -62 -76 -40 -47 -61 -22 -28 -35 -9 -11 -14 -4 -6 -9 -15 -22 -36
-150 -95 -50 -50 -32 -32 -32 -16 -16 -16 -6 -6 -6 0 0 0 0 0 0
10-18 -193 -138 -77 -93 -50 -59 -75 -27 -34 -43 -11 -14 -17 -5 -8 -11 -18 -27 -43
-160 -110 -65 -65 -40 -40 -40 -20 -20 -20 -7 -7 -7 0 0 0 0 0 0
18-30 -212 -162 -98 -117 -60 -71 -92 -33 -41 -53 -13 -16 -20 -6 -9 -13 -21 -33 -52
-170 -120 -80 -80 -50 -50 -50 -25 -25 -25 -9 -9 -9 0 0 0 0 0 0
30-40 -232 -182 -119 -142 -70 -89 -112 -41 -50 -64 -16 -20 -25 -7 -11 -16 -25 -39 -62
-180 -130 * * * * * * * * * * * * * * * * *
40-50 -242 -192
-190 -140 -100 -100 -60 -60 -60 -30 -30 -30 -10 -10 -10 0 0 0 0 0 0
50-65 -261 -214 -146 -174 -90 -106 -134 -49 -60 -76 -18 -23 -29 -8 -13 -19 -30 -46 -74
-200 -150 * * * * * * * * * * * * * * * * *
65-80 -274 -224
-220 -170 -120 -120 -72 -72 -72 -36 -36 -36 -12 -12 -12 0 0 0 0 0 0
80-100 -307 -257 -174 -207 -107 -126 -159 -58 -71 -90 -22 -27 -34 -10 -15 -22 -35 -54 -87
-240 -180 * * * * * * * * * * * * * * * * *
100-120 -327 -267
-260 -200 -145 -145 -85 -85 -85 -43 -43 -43 -14 -14 -14 0 0 0 0 0 0
120-140 -360 -300 -208 -245 -125 -148 -185 -68 -83 -106 -26 -32 -39 -12 -18 -25 -40 -63 -100
-280 -210 * * * * * * * * * * * * * * * * *
140-160 -390 -310
-310 -230 * * * * * * * * * * * * * * * * *
160-180 -410 -310
-340 -240 -170 -170 -100 -100 -100 -50 -50 -50 -15 -15 -15 0 0 0 0 0 0
180-200 -455 -335 -242 -285 -146 -17 -215 -79 -96 -122 -29 -35 -44 -14 -20 -29 -46 -72 155
-380 -260 * * * * * * * * * * * * * * * * *
200-225 -495 -375

225-250 -420
-535
-280
-395
* * * * * * * * * * * * * * * * *
Ukuran j k m n p r s t u x
Diameter
j4 j5 j6 j7 k4 k5 k6 m4 m5 m6 n6 p6 r6 s6 t6 u6 x6
dalam mm
+5 +7 +10 +10 +12 +15 +19 +24 +28 +32 +37 +43
6-10 ±2 ±3 ±4,5 ±7,5
+1 +1 +1 +6 +6 +6 +10 +15 +19 +23
*
+28 +34
+6 +9 +12 +12 +15 +18 +23 +29 +34 +39 +44 +51
10-18 ±2,5 ±4 ±5,5 ±9
+1 +1 +1 +7 +7 +7 +12 +18 +23 +28
*
+33 +40
+8 +11 +15 +18 +17 +21 +28 +35 +41 +48 +54 +67
18-30 ±3 ±4,5 ±6,5 ±10,5
+2 +2 +2 +8 +8 +8 +15 +22 +28 +35
*
+41 +54
+9 +13 +18 +16 +20 +25 +33 +42 +50 +59 +64 +76
30-40 ±3,5 ±5,5 ±8 ±12,5
+2 +2 +2 +9 +9 +9 +17 +26 +34 +43 +48 +60
*

+70 +86
40-50 * * * * * * * * * * * * * *
+54 +70
*

+12 +15 +21 +19 +24 +30 +39 +51 +60 +72 +85 +106
50-65 ±4 ±6,5 ±9,5 ±12
+2 +2 +2 +11 +11 +11 +20 +32 +41 +53 +66 +87
*

+62 +78 +94 +121


65-80 * * * * * * * * * * * *
+43 +59 +75 +102
*

+13 +18 +25 +23 +28 +35 +45 +59 +73 +93 +113 +146
80-100 ±5 ±7,5 ±11 ±17,5
+3 +3 +3 +13 +13 +13 +23 +37 +51 +71 +191 +124
*

+73 +101 +126 +166


100-120 * * * * * * * * * * * *
+54 +75 +104 +144
*

+5 +21 +28 +27 +33 +40 +52 +68 +88 +117 +147
120-140 ±6 ±9 ±12,5 ±20
+3 +3 +3 +15 +15 +15 +27 +43 +3 +92 +122
* *

+90 +125 +159


140-160 * * * * * * * * * * * *
+65 +100 +134
* *

+93 +133 +171


160-180 * * * * * * * * * * * *
+68 +108 +146
* *

+18 +24 +33 +31 +37 +46 +60 +79 +106 +151
180-200 ±7 ±10 ±14,5 ±23
+4 +4 +4 +17 +17 +17 +61 +50 +77 +122
* * *

+109 +159
200-225 * * * * * * * * * * * *
+80 +130
* * *

225-250 * * * * * * * * * * * *
+113
+84
+169
+140
* * *
Tabel 2.11
Nilai Toleransi Standar (metrik)
Ukuran Kualitas toleransi
Nominal (mm) 01 00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
- 0,3 0,5 0,8 1,2 2 3 4 6 10 14 25 40 60 100 140 250 400 600

3 s/d 6 0,4 0,6 1 1,5 2,5 4 5 8 12 18 30 48 75 120 180 300 480 750

6 s/d 10 0,4 0,6 1 1,5 2,5 4 6 9 15 22 36 58 90 150 220 360 580 900

10 s/d 18 0,5 0,8 1,2 2 3 5 8 11 18 27 43 70 100 180 270 430 700 1100

18 s/d 30 0,6 1 1,5 2,5 4 6 9 13 21 33 52 84 130 210 330 520 840 1300

30 s/d 50 0,6 1 1,5 2,5 7 11 16 25 39 62 100 160 250 390 620 1000 1600

50 s/d 80 0,8 1,2 2 3 5 8 13 19 30 46 74 120 190 300 460 740 1200 1900

80 s/d 120 1 1,5 2,5 4 6 10 15 22 35 54 87 140 220 350 540 870 1400 2200

120 sd/ 180 1,2 2 3,5 5 8 12 18 25,4 40 63 100 160 250 400 630 1000 1600 2500

180 s/d 250 2 3 4,5 7 10 14 20 29 46 72 115 185 290 460 720 1150 1850 2900

250 s/d 315 2,5 4 6 8 12 16 23 32 52 81 130 210 320 520 810 1300 2100 3200

315 s/d 400 3 5 7 9 13 18 25 36 57 89 140 230 360 570 890 1400 2300 3600

400 s/d 500 4 6 8 10 15 20 27 40 63 97 155 250 400 630 970 1550 2500 4000
D. DIAGRAM DAERAH
TOLERANSI

Daerah kedudukan toleransi lubang dan poros dapat dilihat


seperti pada gambar 2.147 dan gambar 2.148 berikut.

Gambar 2.147

Gambar 2.148

Keterangan gambar :
1. Jika daerah toleransi lubang berada pada daerah A, B, C, D, E
dan G, maka daerah toleransi berada diatas ukuran nominalnya
dan toleransinya adalah positif (+) (lihat gambar 2.147!).

Contoh 2.15
Ø 40 D 9, artinya :
 Ø 40 = ukuran nominal lubang 40 mm
 D9 = daerah toleransi lubang pada kualitas 9.
Lihat tabel 2.10! Untuk Ø 40 D 9, besar penyimpangan

adalah :
Daerah toleransinya seperti tampak pada gambar 2.149
berikut.

Gambar 2.149

2. Jika daerah toleransi lubang berada pada daerah toleransi H,


maka ukuran minimum lubang adalah sama dengan ukuran
nominalnya dan toleransinya bertanda (0) dan (+).

Contoh 2.16
Ø 40 H 9, artinya :
 Ø 40 = ukuran nominal lubang 40 mm
 H9 = daerah toleransi lubang H pada kualitas
9.
Lihat tabel 2.10! Untuk 40 H 9, penyimpangannya adalah :

. Daerah toleransinya dapat kita lihat pada


gambar 2.150 berikut.
Gambar 2.150
3. Jika daerah toleransi berada pada daerah toleransi JS maka
daerah toleransinya simetris (penyimpangan atas sama dengan
penyimpangan bawahnya) dan toleransinya bertanda (±).

Contoh 2.17
Ø 40 JS 7, artinya :
 Ø 40 = diameter lubang 40 mm
 JS 7 = daerah toleransi lubang JS dengan
kualitas 7.
Lihat tabel 2.10! Untuk Ø 40 JS 7,
penyimpangannya adalah : 40± 0,0125
Daerah toleransinya seperti tampak pada gambar 2.151

Gambar 2.151

4. Jika daerah toleransi lubang berada pada daerah toleransi K,


maka penyimpangan atasnya bertanda (+) dan penyimpangan
bawahnya bertanda (-). Misalnya Ø 6 K 5 mempunyai
penyimpangan atas 0 dan penyimpangan bawahnya -5 micron;
sedangkan untuk 40 K 5, penyimpangan atas bertanda (+)
yaitu +2 micron dan penyimpangan bawahnya bertanda (-)
yaitu -9 micron. Lihat tabel 2.9! Kedudukan daerah toleransi
lubang K adalh berada diantara (+) dan (-).
5. Jika daerah toleransi lubang berada pada daerah toleransi M,
N, P, R, S, T, U, V, X, Y dan Z, maka daerah toleransinya
berada dibawah ukuran nominalnya. Oleh karena itu,
penyimpangannya bertanda negatif (-).

Contoh 2.18
Ø 40 N 7, artinya :
 Ø 40 = ukuran nominal lubang 40 mm
 JS 7 = daerah toleransi lubang N dengan
kualitas 7.
Lihat tabel 2.10! Untuk Ø 40 N 7,

penyimpangannya adalah :
Daerah toleransinya dapat dilihat pada gambar 2.152 berikut.

Gambar 2.152

6. Jika daerah toleransi poros berada pada daerah toleransi a, b,


c, d, e, f dan g, maka daerah toleransinya berada dibawah
ukuran nominalnya dan penyimpangannya bertanda negatif (-).
7. Jika daerah toleransi poros berada pada daerah toleransi h,
maka ukuran maksimumnya sama dengan ukuran nominalnya,
sehingga penyimpangan atas bertanda (0) dan penyimpangan
bawah bertanda (-).
8. Jika daerah toleransi poros berada pada daerah toleransi js,
maka daerah toleransinya adalah simetris, sehingga tanda
penyimpangannya bertanda (±).
9. Jika toleransi poros berada pada daerah toleransi k, m, n, p, r,
s, u, v, x dan z, maka daerah toleransinya berada diatas ukuran
nominalnya, sehingga penyimpangan bertanda (+).

Contoh 2.19
Diketahui ukuran – ukuran poros sebagai berikut.
Ø 40 d 8; Ø h 7; Ø 40 js 7 dan Ø 40 p 6.
Lihat tabel 2.10! Untuk ukuran – ukuran tersebut diatas,
penyimpangannya adalah :

Daerah toleransi dari keempat ukuran diatas dapat dilihat pada


gambar 2.153 berikut.

Gambar 2.153

E. MENGHITUNG
UKURAN MAKSIMUM, MINIMUM DAN TOLERANSI

Ukuran maksimum sama dengan ukuran nominal ditambah


dengan penyimpangan atas (baik untuk poros maupun untuk
lubang). Ukuran minimum sama dengan ukuran nominal ditambah
dengan penyimpangan bawah (baik untuk poros maupun untuk
lubang).

Toleransi adalah perbedaan ukuran maksimum dengan ukuran


minimum.

Contoh 2.20

Ukuran maksimum 40 + 0,142 = 40,142 mm


Ukuran minimum 40 + 0,080 = 40,080 mm
Toleransinya adalah = 0,062 mm

Contoh 2.21

Ukuran maksimum 40 + 0,062 = 40,062mm


Ukuran minimum 40 + 0 = 40 mm
Toleransinya adalah = 0,062 mm

Contoh 2.22

Ukuran maksimum 40 + (0,0125) = 40,0125 mm


Ukuran minimum 40 + (-0,0125) = 39,9875 mm
Toleransinya adalah = 0,0250 mm

Contoh 2.23

Ukuran maksimum 40 + (-0,080) = 39,920 mm


Ukuran minimum 40 + (-0,119) = 39,881 mm
Toleransinya adalah = 0,039 mm

F. PENULISAN
TOLERANSI PADA GAMBAR KERJA

Komponen yang diberi ukuran dengan toleransi adalah


komponen yang mempunyai fungsi dan kualitas tertentu, lihat
gambar 2.154 berikut (penulisan dangan sistem ISO)!

Gambar 2.154
Komponen yang diberi ukuran Ø 40 h 7 adalah : ukuran
nominal poros 40 mm, berada pada daerah toleransi h dengan
kualitas 7. Lihat tabel 2.11!

Untuk Ø 40 h 7 = .

Komponen yang diberi ukuran 24 G 6 artinya : ukuran nominal


lubang 24 mm, berada pada daerah toleransi G, dengan kualitas 6.
lihat tabel 2.9!

Untuk Ø 24 G 6 = .

Komponen yang tidak diberi toleransi, ukurannya terikat oleh


toleransi umum, yaitu 100 mm pad ukuran panjang poros diatas.
Bila poros tersebut dikerjakan dengan teliti maka toleransi
umumnya adalah 100±0,15 (lihat tabel 2.8!). Untuk selanjutnya,
penulisan toleransi dapat dilakukan seperti gambar 2.155 berikut.

Gambar 2.155

1. Penulisan toleransi dengan simbol ISO

Hal yang perlu diperhatikan untuk mencantumkan atau


menuliskan toleransi pada gambar kerja dengan simbol ISO,
antara lain :
 ukuran dasar (nominal).
 lambang (poros atau lubang) dan daerah toleransi.
 kualitas toleransi.
Lihat gambar berikut!

Gambar 2.156

Penulisan toleransi dapat pula diikuti dengan besar


penyimpangannya, lihat gambar gambar 2.157!
Gambar 2.157

Toleransi ditulis pada ukuran nominal dan


penyimpangannya, lihat gambar 2.158!

Gambar 2.158

Penulisan toleransi simetris, lihat gambar 2.159!

Gambar 2.155

Penulisan toleransi dengan mencantumkan ukuran


maksimum dan ukuran minimum, dapat dilihat pada gambar
2.160 berikut.

Gambar 2.155

2. Satuan dan urutan penyimpangan

Satuan penyimpangan harus sama dengan satuan


ukuran nominal (dasar)-nya. Jika satuan nominal dalam mm
maka penyimpangannya harus dalam mm. Penyimpangan atas
dan penyimpangan bawah harus mempunyai desimal yang
sama, kecuali salah satu penyimpangan mempunyai nilai 0
(nol). Penyimpangan atas mempunyai nilai lebih besar daripada
penyimpangan bawahnya dan diurutkan dari nilai
penyimpangan atas kemudian (di bawahnya) penyimpangan
bawah.
G. PENULISAN
TOLERANSI PADA GAMBAR SUSUNAN

Untuk menuliskan toleransi pada gambar susunan dapat


dilaksanakan sebagai berikut (lihat gambar 2.156!).

Gambar 2.156

Hal yang perlu diperhatikan untuk menuliskan toleransi pada


gambar susunan, antara lain lambang toleransi lubang
ditempatkan di depan atau di atas lambang toleransi poros.

Penulisan dengan lambang dan nilai penyimpangan pada


gambar susunan, lihat gambar 2.157!

Gambar 2.157

Penulisan toleransi dengan ukuran dasar dan penyimpangannya


pada ambar susunan, lihat gambar 2.158 berikut!

Gambar 2.158
H. TINGKAT SUAIAN

Dalam suatu industri msein, banyak sekali suku cadang atau


onderdil dibuat dan dirakit sehingga menjadi suatu mesin yang
berfungsi. Suku cadang – suku cadang yang dirakit tersebut
mungkin dipasang atau distel dengan fungsi dapat bergerak,
misalnya poros dengan bantalannya; mungkin juga dipasangkan
dengan jalan dipres, misalnya blok silinder dengan blok mesin,
jari – jari roda dengan nafnya dan sejenisnya.

Untuk pembuatan suku cadang yang dapat bergerak (poros


dengan bantalannya), ukuran poros harus dibuat sedikit lebih kecil
daripada ukuran lubangnya, sehingga jika dipasang maka poros
dan bantalan dalam keadaan longgar. Jika pembuatan ukuran
poros sedikit lebih besar daripada lubangnya (diameter luar lebih
daripada diameter dalam), maka pemasangannya dapat dilakukan
dengan jalan dipres atau dipaksa dan suaian ini
disebut suaian paksa.

1. Macam – macam suaian

Dilihat dari perbedaan ukuran diameter luar dan


diameter dalam (ukuran poros dan lubang) maka ada tiga
macam suaian sebagai berikut :
a. Jika ukuran poros lebih kecil daripada ukuran lubang
maka suaiannya disebut suaian longgar.
b. Jika ukuran poros dibuat lebih besar daripada ukuran
lubang maka suaiannya disebut suaian sesak (paksa).
c. Jika ukuran poros dan lubang hampir sama antar
longgar dan sesak (tak tentu) maka suaiannya disebut
suaian pas.

Untuk ketiga macam suaian tersebut, dapat kita lihat


pada diagram toleransi (daerah toleransinya), seperti tampak
gambar 2.159 berikut.
Gambar 2.159
2. Sistem basis

Dalam sistem ISO, sistem basis terbagi menjadi :


 Sistem basis lubang.
 Sistem basis poros.

a. Sistem basis lubang

Pada sistem basis lubang, daerah toleransi lubang


berada pada daerah toleransi “H”. Jika poros dan lubang
saling berpapasan, maka sebagai dasar untuk menetapkan
suaian (longgar, pas dan paksa) digunakan ukuran
lubangnya, sedangkan poros menyesuaikan terhadap
lubangnya.

Pada sistem basis lubang, terdapat tiga macam suaian


sebagai berikut.
1) Suaian longgar
Jika pasangan toleransi lubang “H” dengan daerah
toleransi poros a, b, c, d, e, f dan g maka akan didapat
suaian longgar.
2) Suaian pas
Jika pasangan toleransi lubang “H” dengan daerah
toleransi poros h, js, k, m dan n, maka akan didapat
suaian pas.
3) Suaian paksa
Jika pasangan toleransi lubang “H” dengan daerah
toleransi poros p, r, ..., dan z, maka akan didapat
suaian paksa.

Contoh 2.24
 Ukuran Ø 60 H7/g6 ; 45
H8/e8 (suaian longgar)
 Ukuran Ø 65 H7/h7 ; 20
H6/k8 (suaian pas)
 Ukuran Ø 30 H7/p6 ; 80
H7/t6 (suaian paksa)

b. Sistem basis poros

Pada sistem basis poros, daerah toleransi poros berada


pada daerah toleransi “h”, ukuran poros digunakan sebagai
ukuran dasar untuk menentukan suaian dan ukuran
lubangnya menyesuaikan terhadap ukuran porosnya.

Pada sistem basis poros, terdapat tiga macam suaian


sebagai berikut.
1) Suaian longgar
Jika pasangan toleransi poros “h” berpasangan dengan
daerah toleransi lubang A, B, C, D, E, F dan G, maka
suaian yang didapat adalah suaian longgar.
2) Suaian pas
Jika pasangan toleransi lubang “h” berpasangan dengan
daerah toleransi lubang H, JS, K, M dan N, maka suaian
yang didapat adalah suaian pas.
3) Suaian paksa
Jika pasangan toleransi lubang “h” berpasangan dengan
daerah toleransi P, R, ..., dan Z, maka akan didapat
suaian paksa.

Contoh 2.24
 Ukuran Ø 60 G7/h6 ; 45
E8/h8 (suaian longgar)
 Ukuran Ø 65 H7/h7 ; 20
K6/h6 (suaian pas)
 Ukuran Ø 30 P6/h7 ; 80
T7/h6 (suaian paksa)

Pada produksi massal dengan jumlah produk yang


banyak, memungkinkan pembuatan poros yang digunakan
sebagai dasar untuk suaian dengan basis poros. Hal itu
memerlukan ketelitian, waktu pengerjaan lebih lama dan
memerlukan perkakas yang presisi, sehingga ongkos
produksi lebih mahal. Dengan pertimbangan tersebut, maka
sistem basis poros jarang digunakan untuk produksi massal
(pada suatu industri). Suaian sisitem basis lubang dan basis
poros untuk tujuan umum yang ditentukan oleh JIS B0401,
dapat dilihat pada tabel 2.12 dan tabel 2.13 berikut.

Tabel 2.12 Sistem Basis Lubang (JIS B0401)


Luban Lambang dan kualitas untuk poros
g Suaian longgar Suaian pas Suaian paksa
dasar b c d e f g h js k m n p r s t u x
H5 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5
H6 6 6 6 6 6 6 6 6
(6) 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
H7 7 7 (7) 7 7 (7) (7) (7) (7) (7) (7) (7) (7) (7)
7 7
H8 8 8 8
9
8
H9
9 9 9 9
H10 9 9 9 9

Tabel 2.13 Sistem Basis Poros


Lambang dan kualitas untuk lubang
Poros
Suaian longgar Suaian pas Suaian paksa
dasar
B C D E F G H Js K M N P R S T U X
h4 5 5 5 5
h5 6 6 6 6 6
6 6 6 6 6 6 6 6
h6
(7) 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
7 7 (7) 7 (7) (7) (7) (7) (7) (7) (7)
h7
8 8
8 8 8 8
h8
9 9 9
8 8 8
h9 9 9 9 9
10 10 10

3. Perhitungan suaian

Jika ukuran lubang dibuat lebih besar daripada ukuran


poros atau sebaliknya ukuran poros dibuat lebih besar daripada
lubangnya, maka akan terjadi suaian longgar dan suaian sesak
(paksa).

a. Kelonggaran

Kelonggaran ialah selisih ukuran lubang dengan


porosnya. Kelonggaran dibagi tiga macam, yaitu :
1. kelonggaran maksimum;
2. kelonggaran minimum;
3. kelonggaran pertengahan.

Lihat gambar 2.160a!

Gambar 2.160a

C = D – d (mm)

Keterangan :
C = Kelonggaran (mm)
D = Diameter lubang (mm)
d = Diameter poros (mm)

Gambar 2.160b
Keterangan gambar 2.160b
Dmaks = Diameter lubang maksimum (mm)
Dmin = Diameter lubang minimum (mm)
Dr = Diameter rata – rata lubang (mm)
dmaks = Diameter poros maksimum (mm)
dmin= Diameter poros minimum (mm)
dr = Diameter rata – rata poros (mm)

kelonggaran maksimum : lihat gambar 2.160b!


Cmaks = Dmaks – dmin (mm) ............. (1)
Kelonggaran minimum :
Cmin = Dmin – dmaks (mm) ............. (2)

Contoh 2.25
Suatu pasangan poros dan pasak mempunyai ukuran
Ø 40 H7/f7.
Tentukan yang berikut ini!
a) Ukuran
maksim
um
lubang
b) Ukuran
minimu
m
lubang
c) Ukuran
maksim
um
poros
d) Ukuran
minimu
m
poros
e) Kelong
garan
maksim
um
f) Kelong
garan
minimu
m
g) Kelong
garan
perteng
ahan
(rata -
ratanya
)

Penyelesaian :
Lihat tabel 2.9 dan 2.10!

Untuk ukuran :

Untuk ukuran :

a) Ukuran
maksimum lubang
Dmaks = 40 + 0,025 = 40,025 mm
b) Ukuran minimum lubang
Dmin = 40 + 0 = 40 mm
c) Ukuran maksimum poros
dmaks = 40 + (-0,025) = 39,975 mm
d) Ukuran minimum poros
dmin = 40 + (-0,05) = 39,950 mm
e) Kelonggaran maksimum (lihat persamaan (1))
Cmaks = Dmaks – dmin
= 40,025 – 39,950
= 0,075 mm
f) Kelonggaran minimum (lihat persamaan (2))
Cmin = Dmin - dmaks
= 40 – 39,975
= 0,025 mm
g) Kelonggaran rata – rata (lihat persamaan (3))
Cr = ½ (Cmaks + Cmin)
= (0,075 + 0,025) . ½
= 0,100 . ½
= 0,050 mm

b. Kesesakan
(interference)

Kesesakan adalah selisih ukuran poros dengan


lubangnya. Kesesakan dibagi menjadi tig macam, yaitu :
1) kesesakan maksimum;
2) kesesakan minimum;
3) kesesakan pertengahan (rata - rata).
Lihat gambar 2.161!

Gambar 2.161a

F = d – D (mm)

Keterangan :
F = Kesesakan (mm)
d = Diameter poros (mm)
D = Diameter lubang (mm)

Gambar 2.161b

Keterangan :
Dmaks = Diameter lubang maksimum (mm)
Dmin = Diameter lubang minimum (mm)
Dr = Diameter rata – rata lubang (mm)
dmaks = Diameter poros maksimum (mm)
dmin= Diameter poros minimum (mm)
dr = Diameter rata – rata poros (mm)
Fmaks = Kesesakan maksimum (mm)
Fmin = Kesesakan minimum (mm)
Fr = Kesesakan rata – rata (mm)
Kesesakan maksimum :(lihat gambar 2.161b)
Fmaks = dmaks - Dmin (mm) ................ (4)
Kesesakan minimum :
Fmin = dmin - Dmaks (mm) ................. (5)
Kesesakan rata – rata :
Fr = dr

Contoh 2.26
Suatu metal dipasangkan pada bloknya dengan ukuran
Ø 80 H7/p6 (lihat gambar 2.162!).
Tentukan yang berikut ini!
a) Diamet
er
lubang
blok
maksim
um
(Dmaks)
b) Diamet
er
lubang
blok
minimu
m
(Dmin)
c) Diamet
er
lubang
rata –
rata
(Dr)
d) Diamet
er luar
metal
maksim
um
(dmaks)
e) Diamet
er luar
metal
minimu
m (dmin)
f) Diamet
er rata
- rata
metal
(dr)
g) Kesesa
kan
maksim
um
(Fmaks)
h) Kesesa
kan
minimu
m (Fmin)
i) Kesesa
kan
rata –
rata
(Fr)

Gambar 2.162

Penyelesaian :

Untuk ukuran

Untuk ukuran
a) Ukuran lubang blok maksimum
Dmaks = 80 + 0,030 = 80,030 mm
b) Ukuran lubang blok minimum
Dmin = 80 + 0 = 80 mm
c) Diameter lubang blok rata – rata

d) Diameter metal maksimum


dmaks = 80 + 0,030 = 80,030 mm
e) Diameter metal minimum
dmin = 80 + 0,032 = 80,032 mm

f) Diameter rata – rata

g) Kesesakan maksimum
Fmaks = dmaks - Dmin = 80,051 – 80 = 0,051 mm
h) Kesesakan minimum
Fmin = dmin - Dmaks = 80,032 – 80,030 = 0,002 mm
i) Kesesakan rata – rata

Contoh 2.27
Suatu poros dan lubang mempunyai ukuran sebagai berikut.
1) Ø 40H5/g4 2) Ø 40H7/js7 3) Ø 40H6/p6
Tentukan yang berikut ini!
a) Suaiannya
b) Penyimpan
gannya
(atas dan
bawah)
c) Ukuran
maksimum
d) Ukuran
minimum
e) Toleransin
ya
f) Kelonggara
n
maksimum
g) Kelonggara
n minimum
h) Kelonggara
n rata –
ratanya
i) Kesesakan
maksimum
j) Kesesakan
minimum
k) Kesesakan
rata – rata
l) Diagram
daerah
toleransiny
a

Penyelesaian :
a) Lihat tabel 2.12!
Untuk pasangan dengan basis lubang :
1) H5/g4 : suaiannya adalah suaian longgar
2) H7/js7 : suaiannya adalah suaian pas
3) H6/p6 : suaiannya adalah suaian paksa
b) Penyimpangan atas dan bawah (lihat tabel 2.9 dan
tabel 2.10!)
1) Untuk ukuran Ø 40H5/g4 :
 Lubang :

 Poros :

2) Untuk ukuran Ø 40H7/js7 :

 Lubang :

 Poros :
3) Untuk ukuran Ø 40H6/p6 :

 Lubang :

 Poros :
c) , d) dan e)

1) Ø 40H5/g4
Lubang :
 Ukuran maksimum = 40 + 0,011= 40,011 mm
 Ukuran minimum = 40,0 = 40
mm
Toleransinya adalah = 0.011 mm

Poros :
 Ukuran maksimum= 40 + (-0,009) = 39,991
mm
 Ukuran minimum = 40 + (-0,016) =39,984
mm
Toleransinya adalah = 0.007 mm
2) Ø 40H7/js7
Lubang :
 Ukuran maksimum = 40 + 0,025= 40,025 mm
 Ukuran minimum = 40 + 0 = 40 mm

Toleransinya adalah = 0,025 mm

Poros :
 Ukuran maksimum= 40 + 0,0125 =
40,0125 mm
 Ukuran minimum = 40 + (-0,0125)=39,9875
mm
Toleransinya adalah = 0,025 mm
3) Ø 40H6/p6
Lubang :
 Ukuran maksimum = 40 + 0,016= 40,016 mm
 Ukuran minimum = 40 + 0 = 40 mm

Toleransinya adalah = 0.016 mm

Poros :
 Ukuran maksimum= 40 + 0,042 = 40,042
mm
 Ukuran minimum = 40 + 0,026 =
40,026mm
Toleransinya adalah = 0.016 mm

f) Kelonggaran
maksimum
Untuk ukuran Ø 40H5/g4,
Cmaks = Dmaks - dmin = 40,011 – 39,984 = 0,027 mm
g) Kelonggaran
minimum :
Cmin = Dmin - dmaks = 40 – 39,991 = 0,009 mm
h) Kelonggaran rata –
rata :
Cr = ½ (Cmaks + Cmin) = ½ (0,027 + 0,009)
= ½ (0,036) = 0,018 mm
i) Kesesakan untuk
ukuran Ø 40H6/p6
Kesesakan maksimum Fmaks = dmaks - Dmin
= 40,042 – 40 = 0,042 mm
j) Kesesakan minimum :
Fmin = dmin - Dmaks = 40,026 – 40,016 = 0,010 mm
k) Kesesakan rata –
rata :
Fr = ½ (Fmaks + Fmin) = ½ (0,042 + 0,010)
= ½ (0,052) = 0,026 mm
Catatan :
Untuk ukuran Ø 40H7/js7, mempunyai suaian longgar,
sesak dan pas (tak tentu).
Kelonggarannya :
Cmaks = Dmaks - dmin = 40,025 – 39,9875 = 0,0375 mm
Kesesakannya :
Fmaks = dmaks - Dmin = 40,0125 – 40 = 0,0125 mm
l) Diagramnya dapat
dilihat sebagai berikut :

Diagram Daerah Toleransi

I. TOLERANSI
GEOMETRIS

Gambar kerja harus dapat memberikan informasi yang jelas,


agar benda atau produk dibuat tidak menyimpang dari gambar
yang direncanakannya. Gambar kerja yang dibuat merupakan ide
teknik yang ditampilkan dalam bentuk gambar pandangan, gambar
proyeksi atau dalam bentuk gambar potongan, baik potongan
sebagian, potongan penuh maupun gambar potongan – potongan
lainnya yang sesuai dengan aturan – aturan menggambar.

Untuk membuat produk sesuai dengan gambar, tidaklah


mudah. Apalagi pada suatu industri, produk dibuat dengan jumlah
yang banyak, dikerjakan dengan mesin – mesin yang berbeda
pada situasi dan kondisi yang berbeda pula. Walaupun mesin,
perkakas potong, alat ukur dan personilnya berbeda, tetapi produk
yang dibuat harus dapat memenuhi syarat - syarat bentuk atau
posisi yang ditetapkan. Dalam hal ini, bentuk boleh menyimpang
dari bentuk idealnya dengan batas – batas penyimpangan yang
diperbolehkan, atau dengan kata lain memenuhi toleransi
geometris nya.

Toleransi geomatris ini meliputi kelurusan, kedataran,


kebulatan, keselindrisan, profil garis, profil permukaan,
kesejajaran, ketegaklurusan, ketirusan, posisi konsentrisitas,
koaksilitas atau kesamaan sumbu, kesimetrisan, putar tunggal dan
putar total.

1. Toleransi kelurusan

Bila kita membuat benda – benda berbentuk silinder,


misalnya poros yang dikerjakan dengan mesin bubut, maka
letak kepala lepas dari mesin bubut dan gerakan eretan yang
mengantarkan pahat akan mempengaruhi hasil bubutan,
apalagi pemasangan pahat dibawah sumbu porosnya. Hal ini
karena keterbatasan ketebalan ganjal pahat bubut dan tekanan
baut pengikat tidak merata, sehingga sumbu produk terletak
siluar sumbu idealnya (lihat gambar 2.163!). Oleh karena itu,
bentuk kelurusan sumbu perlu diberi toleransi kelurusan.
Simbol toleransi kelurusan adalah strip mendatar yang
diletakkan pada kotak toleransi diikuti besarnya toleransi (lihat
gambar 2.164 berikut!).

Gambar 2.163
Sumbu bagian yang silinder, kelurusannya boleh
menyimpang dalam batas daerah silinder sebesar t (t =
besarnya toleransi, yaitu Ø 0,04 mm), lihat gambar 2.164!

Gambar 2.164

2. Toleransi kebulatan

Keliling lingkaran harus terletak diantara dua lingkaran


yang sebidang dan mempunyai titik pusat sama dengan
perbedaan jari – jari sebesar t (t = toleransi), lihat gambar
2.165!

Gambar 2.165

3. Toleransi keselindrisan

Toleransi kesilindrisan ditujukan untuk permukaan


silinder yang harus terletak diantara dua silinder yang sepusat
dengan perbedaan jari – jari t (t = toleransi), lihat gambar
2.166!
Gambar 2.166
4. Toleransi bentuk permukaan

Toleransi bentuk permukaan yaitu permukaan yang


diharapkan boleh menyimpang antara dua permukaan yang
sejajar mengikuti bentuk dengan jarak Ø t (t = toleransi), lihat
gambar 2.167!

Gambar 2.167

5. Toleransi kerataan

Toleransi kerataan yaitu permukaan bidang harus


terletak di antara dua bidang yang sejajar yang terletak
t (t = toleransi), lihat gambar 2.168!

Gambar 2.168
6. Toleransi profil garis

Toleransi ketepatan profil garis yaitu toleransi yang


diberikan pada suatu garis proyeksi yang harus terletak di
antara dua garis proyeksi yang menyinggung lingkaran –
lingkaran yang berdiameter Ø t (t = toleransi), lihat gambar
2.169!

Gambar 2.169

7. Toleransi kesejajaran

Kesejajaran garis sumbu atau permukaan terhadap garis


atau bidang dasar diberi simbol garis miring sejajar (//), lihat
gambar 2.170 dibawah!

Gambar 2.170
Sebuah poros engkol terdiri atas dua sumbu yang
sejajar, yaitu sumbu bawah dan sumbu atas. Sumbu bawah
digunakan sebagai sumbu dasar, sedangkan sumbu atas diberi
toleransi (garis sumbu atas sebenarnya garis dalam silinder
yang berdiameter 0,1 mm dan sejajar dengan sumbu bawah).

8. Ketegaklurusan

Ketegaklurusan garis atau permukaan terhadap bidang


dasar diberi simbol (r), lihat gambar 2.171! Suatu batang atau
poros yang tegak lurus terhadap bloknya, yaitu sumbu silinder
yang sebenarnya, harus terletak diantara dua bidang datar
yang sejajar dengan jarak t = 0,05 dan tegak lurus terhadap
bidang dasar (A).

Gambar 2.171

9. Toleransi kemiringan

Garis sumbu atau bidang miring ditoleransi terhadap


suatu garis atau bidang dasar diberi simbol ( s ) pada kotak
toleransi dan diikuti dengan besarnya toleransi serta bidang
dasarnya. Contoh, lihat gambar 2.172 dan 2.173!

Gambar 2.172

Keterangan :
Sumbu dari lubang harus terletak di antar dua garis sejajar
berjarak t = 0,08 mm dan membuat sudut 45 0 dengan sumbu
dasar (vertikal A).

Gambar 2.173

Keterangan :
Bidang miring harus terletak di antara dua bidang sejajar yang
berjarak 0,08 mm dan membuat sudut 60 0 dengan bidang
dasar A.

10. Toleransi posisi

Kedudukan sumbu, sisi atau bidang yang berpasangan


satu sama lian terhadap bidang patokan disebut toleransi
posisi, diberi simbol ( l ). Misalnya, dari satu macam pekerjaan
pengeboran dapat kita berikan toleransi sebagai berikut (lihat
gambar 2.174a, b, c!).
Gambar 2.174a

Jika suatu sumbu lubang dari gambar diatas harus


terletak dalam silinder berdiameter t = 0,08 mm dengan sumbu
yang tepat dan benar maka penulisan toleransinya dapat
dilakukan seperti gambar 2.174b berikut.

Gambar 2.174b

Jika sumbu lubang dari gambar 2.174 diatas harus


terletak pada paralelpipendum dengan lebar 0,05 mm pada
arah sumbu x dan 0,08 pada arah sumbu yang tepat maka
penulisannya dapat dilakukan seperti gambar 2.174c.

Gambar 2.174c
11. Toleransi konsentrisitas dan koaksilitas (kesamaan
sumbu)

Jika ada dua buah lingkaran lainnya dan mempunyai


sumbu sama (berimpit) dan sumbu lingkaran satu dijadikan
sumbu patokan lingkaran lainnya maka toleransinya diberi
simbol ( l ). Contoh, lihat gambar 2.175a!
o

Gambar 2.175a

Gambar 2.175b

Keterangan :
 Gambar 2.175a menunjukkan
bahwa pusat dari lingkaran yang ditunjukkan oleh kotak
toleransi pada lingkaran luar, harus terletak pada lingkaran
yang berdiameter t = 0,02 mm dan titik
pusatnya berimpit dengan titik pusat lingkaran dasar A pada
lingkaran dalam.
 Gambar 2.175b menunjukkan
bahwa sumbu dari silinder yang ditunjukkan oleh kotak
toleransi pada silinder tengah, harus terletak di dalam
silinder yang berdiameter 0,04 mm yang mempunyai sumbu
berimpit dengan sumbu dasar A dan B.

12. Kesimetrisan
Kesimetrisan yaitu kesamaan bentuk atau kesamaan
ukuran dan diberi simbol ( ), lihat gambar 2.176 berikut!

Gambar 2.176

Sumbu dari lubang harus terletak di kolom dua bidang


sejajar dengan jarak 0,06 mm dan simetris terhadap sumbu
alur A dan B sebagai sumbu dasarnya.

13. Toleransi putar tunggal

Lambang dari toleransi putar tunggal adalah ujung garis


yang beranak panah ( ) yaitu toleransi pada tiap putaran
terhadap sumbu dasar dan berlaku untuk tiap letak pengukuran
(lihat gambar 2.177 berikut!).

Gambar 2.177

Keterangan :
Pada tiap putaran terhadap sumbu dasar A – B, toleransi putar
untuk tiap penampang tidak boleh melebihi t = 0,04 mm.

14. Toleransi putar total

Lambang dari toleransi putar total atau putar ganda


adalah dua garis yang beranak panah sejajar ( ) yaitu
toleransi untuk beberapa kali putaran terhadap sumbu
dasarnya, baik ke arah aksial maupun radial (lihat gambar
2.178!).

Gambar 2.178
Keterangan :
Pada beberapa kali putaran terhadap sumbu dasar A – B maka
toleransi putar total pada setiap titik pada permukaan yang
telah ditentukan tidak boleh melebihi t = 0,01 mm. Disamping
itu, titik permukaan tidak boleh bergeser ke arah aksial antara
dua bidang yang sejajar yang berjarak t = 0,01 mm.

15. Kotak toleransi pada gambar kerja

Untuk menempatkan toleransi bentuk pada gambar kerja


sebagaimana telah diperlihatkan pada contoh – contoh gambar
diatas, perlu dijelaskan kembali mengenai kotak toleransi dan
elemen yang ditoleransikan.

a. Kotak toleransi
dan bidang patokan

Kotak toleransi adalah bujur sangkar atau segi panjang


yang dibuat untuk menempatkan toleransi bentuk (sifat
toleransi), besarnya toleransi dan patokan dasar. Garis yang
dipakai untuk membuat kotak toleransi ini adalah garis tipis
sama dengan garis bantu atau garis ukur (lihat gambar
dibawah!).
Gambar 2.179

Keterangan :
a sifat toleransi bentuk
b besar toleransi
c huruf bidang patokan
d garis petunjuk mengarah pada elemen yang ditoleransi
e elemen yang ditoleransi
f bidang patokan
g segitiga dasar
h bidang atau garis atau elemen yang digunakan, sebagai
dasar patokan

b. Hubungan antara
toleransi dengan elemen yang ditoleransi

Ada dua macam hubungan antara toleransi bentuk


dengan elemen yang ditoleransi, yaitu hubungan dengan
sumbunya dan hubungan dengan dindingnya.

1) Hubungan
dengan sumbunya (lihat gambar 2.180!)

Gambar 2.180

2) Hubungan
dengan dindingnya (lihat gambar 2.181!)

Gambar 2.181
3) Tingkat
ukuran tunggal dan berpasangan

Untuk simbol toleransi bentuk ukuran tunggal dan


posisi ukuran berpasangan, dapat dilihat pada tabel
berikut.

Tabel 2.14 Simbol Toleransi

Kelurusan Bentuk ukuran


tunggal
Kerataan / kedataran

Kebulatan / lingkaran

Keselindrisan

Profil garis
Posisi ukuran
Bentuk permukaan berpasangan (arah)

Kesejajaran

Ketegaklurusan

Kemiringan

Posisi Kedudukan posisi


berpasangan
Konsentrisitas – (tempat)
Koaksilitas
( kesamaan sumbu)
Kesimetrisan

Putar / arah tunggal Posisi berpasangan


(bergerak)
Putar / arah ganda
J. TINGKAT
KEKASARAN PERMUKAAN

Suatu produk mempunyai tingkat kekasaran yang bermacam –


macam. Tingkat kekasaran ini tergantung pada kualitas
pengerjaan. Misalnya produk yang dipotong dengan gas akan
berbeda hasilnya dengan produk yang dipotong dengan gergaji,
begitu juga produk yang dibuat dengan cara dituang akan
berbeda permukaannya dengan produk yang dibuat atau
dikerjakan dengan mesin. Pada gambar teknik mesin, kekasaran
pada gambar kerja diberi lambang atau simbol sesuai dengan
tingkat kekasarannya dan dijelaskan menurut ISO R468 dan
ISO 1302, masing – masing untuk menyatakan kekasaran
permukaan dan menerapkannya pada gambar kerja.

Kekasaran permukaan menurut ISO R 468 – 1966 adalah


sebagai berikut.
 Penyimpangan rata – rata aritmetik dan garis rata – rata
profil (Ra).
 Ketidakrataan ketinggian sepuluh titik (Rz)
 Ketidakrataan maksimum (Rmaks).

1. Hubungan antara Ra, Rz dan Rmaks


Tingkat kekasaran ini digunakan sesuai denga
perkembangan alat ukur, permesinan dan tuntutan dari
persyaratan rencana produk yang akan dibuat. Harga
kekasaran sangat erat hubungannya dengan kualitas
pengerjaan atau kualitas toleransi. Sebagai pengendalian mutu
produk, harus diambil sampel untuk diperiksa dan panjang
sampel pun harus disesuaikan pula dengan tingkat kekasaran
maupun tingkat toleransinya.

Hubungan antara tingkat kekasaran (Ra, Rz dan R maks),


kelas kekasaran (N), kualitas toleransi (IT) dan panjang sampel
dapat dilihat pada tabel 2.15.

Tabel 2.15
Hubungan antara Ra, Rz, Rmaks, N, IT dan Panjang Sampel
Kualitas Panjang
Ra Rz Rmaks
N toleransi sampel
(micron) (micron (micron) (IT) (mm)
0,025 0,1 0,1 N1 IT 00 IT 01 0,8
0,05 0,2 0,2 N2 IT 1 – IT 2
0,10 0,4 0,4 N3 IT 3 IT 4 0,25
0,20 0,8 0,8 N4 IT 5
0,40 1,6 1,6 N5 IT 6 – IT 7
0,80 3,2 3,2 N6 IT 8
IT 9 – IT 10 0,8
1,6 6,3 6,3 N7
3,2 12,5 12,5 N8 IT 11
6,3 25 25 N9 IT 12 – IT 13
2,5
12,5 50 50 N10 IT 14
25 100 100 N11 IT 15
50 200 200 IT 16 8
N12
100 400 400

Keterangan :
Ra = Penyimpangan rata – rata aritmetik garis rata – rata
profil (dalam satuan mikron).

Rz = Ketidakrataan ketinggian sepuluh titik


(dalam satuan mikron).
Rmaks = Ketidakrataan maksimum (dalam satuan mikron).
N = Kelas kekasaran (kualitas pekerjaan).
IT = Kualitas toleransi internasional.
Panjang Sampel = Panjang sampel yang digunakan untuk
proses pengukuran dalam pemeriksaan
produk (dalam satuan mm).

2. Hubungan antara proses produksi dengan


kualitas pekerjaan

Kualitas pekerjaan yang dapat dicapai oleh pekerjaan


pemesinan atau bukan pemesinan, dapat dilihat pada tabel
2.16 berikut.

Tabel 2.16
Proses Pengerjaan dan Kualitas Kekasaran
N1 N2 N3 N4 N5 N6 N7 N8 N9 N10 N11 N12
0,025 0,05 0,1 0,2 0,4 0,8 1,6 3,2 6,3 12,5 25 50 100
Flame cutting
Sawing
Abrasive
cutting
Shearing,
fine blanking
Sand blasting
Ball blasting
Turning
Superfine
turning
Planning,
shaping
Drilling,
boring
Counter
sinking
Reaming
Face milling
Peripheral
milling
Broaching
Scraping
Face grinding
Peripheral
grinding
Plain
grinding
Honing
Superfinish
Plain lapping
Round
lapping
Polishing
Spark
erosion

Keterangan Halus Normal Kasar

3. Simbol kekasaran permukaan

Simbol kekasaran permukaan dalam gambar kerja


(mesin) terbagi menjadi empat macam.
a. Simbol dasar kekasaran permukaan, yaitu
suatu bentuk garis yang menyudut (60 0) yang menyerupai
akar (lihat gambar 2.182a!). simbol ini belum mempunyai
arti apa – apa jika tidak diikuti tanda – tanda yang lainnya.
b. Simbol kekasaran permukaan yang dikerjakan
dengan tangan, yaitu suatu permukaan benda kerja
(produk) yang dikerjakan dengan tangan. Maka pada
gambar kerjanya diberi simbol pengerjaan, misalnya dikikir,
diampelas dan semacamnya (lihat gambar 2.182b!).
Gambar 2.182

c. Simbol permukaan yang dimesin, yaitu


pekerjaan – pekerjaan pemesinan mengebor, membubut,
scraf atau frais, tanda pengerjaannya dapat diletakkan pada
garis proyeksi permukaan yang dikerjakannya dan diikuti
dengan tingkat kekasaran atau kelas kekasaran
permukaannya (lihat gambar 2.183!). Simbol pengerjaan
yang dimesin.

Gambar 2.183
d. Simbol permukaan yang dicor, yaitu simbol
permukaan yang tidak dikerjakan lagi (misalnya, hasil dari
pengecoran) maka simbol permukaanya sama dengan
simbol dasar dengan lingkaran (lihat gambar 2.184!).

Gambar 2.184

4. Penempatan informasi pada tanda pengerjaan

Informasi yang dapat dicantumkan pada tanda


pengerjaan meliputi hal – hal sebagai berikut.
a. Angka kualitas kekasaran permukaan (Ra) atau kualitas
pengerjaan (N).
b. Proses produksi atau proses pemesinan, misalnya dibor,
dibubut, difrais dan semacamnya.
c. Panjang sampel, jika tidak dicantumkan maka panjang
sampel yang digunakan sebagai pengukuran untuk
penentuan kualitas dapat dilihat pada tabel 2.15.
d. Arah pengerjaan, maksudnya arah sayatan dari pisau
atau pahat terhadap permukaan benda kerja. Untuk arah
pengerjaan ini terbagi menjadi :
1) searah dengan bidang proyeksi, diberi simbol =.
2) tegak lurus terhadap bidang proyeksi, diberi
simbol r.
3) dalam dua arah yang berpotongan, diberi simbol
x.
4) dalam segala arah, diberi simbol m.
5) arah relatif bulat terhadap titik pusat, diberi
simbol c.
6) arah relatif radian, diberi simbol r.
Untuk arah pengerjaan ini, dapat dilihat pada gambar
2.185.

Gambar 2.185

e. Simbol kelonggaran pemesinan.


f. Nilai kekasaran lain (dalam kurung).

Posisi penempatan informasi tanda pengerjaan tersebut


dapat dilihat pada gambar 2.186 berikut.

Gambar 2.186

5. Menempatkan tanda pengerjaan pada gambar


kerja

Untuk penulisan tanda pengerjaan sesuai dengan aturan


menggambar menurut ISO/R129, yaitu penunjukkan lambang
pada gambar dan arah tulisan dalam lambang, dapat dilihat
pada contoh berikut.
a. Penulisan dengan angka kekasaran Ra

Gambar 2.187

b. Penulisan dengan kelas kualitas pengerjaan (N)

Angka kekasaran Ra dapat pula diganti dengan kelas


kualitas pengerjaan (N), dengan melihat tabel, sehinggan
penunjukkan kekasaran permukaannya dapat ditulis seperti
gambar 2.188 berikut.

Gambar 2.188

c. Tanda pengerjaan utama

Jika suatu produk terdiri atas satu macam pekerjaan,


misalnya dituang saja, maka tanda pengerjaannya cukup
diletakkan pada bagian atas dari gambar atau setelah
nomor bagian, kemudian diikuti tanda pengerjaannya (lihat
gambar 2.189 berikut!).
Gambar 2.189

d. Tanda pengerjaan utama dan tanda pengerjaan khusus

Jika suatu produk dikerjakan dengan beberapa mesin


dan beberapa macam persyaratan yang harus dipenuhi
maka pada gambar kerjanya harus dicantumkan tanda
pengerjaan khusus dan utamanya (lihat gambar 2.190
berikut!).
Gambar 2.189

C. Rangkuman
1. Dalam proses pembuatan suatu produk atau
mesin yang sedang berlangsung akan kita temukan gambar –
gambar, dimana awal dari pembuatan produk tersebut akan
dimulai dari tahap penentuan jenis produk yang selanjutnya
dengan suatu perencanaan yang matang. Kemudian pembuatan
produk perakitan sampai dengan penggantian suku cadangnya.
2. Gambar sebagai bahasa teknik. Gambar
memegang peranan penting sebagai alat komunikasi untuk
mewujudkan suatu produk pemesinan atau benda teknik yang
lain dengan rangkaian pemakaiangambar dari pemesanan sampai
perakitan, maka dikatakan juga sebagai bahasa teknik atau
bahasanya orang teknik.
3. Gambar sebagai bahan informasi teknik. Karena
seorang pemesan sebuah produk ke juru gambar dan juru
gambar ke operator mesin serta perakitan menggunakan gambar.
Dengan demikian gambar berfungsi sebagai bahan informasi
teknik.
4. Gambar sebagai pemikir dan pengembangan.
Dalam perencanaan konsep yang melintas dalam pemikiran
diwujudkan dalam gambar, kemudian akan dianalisa dan
disintesa dengan gambar, kemudian gambarnya diteliti dan
dievaluasi.
5. Pengertian dan fungsi standarisasi perlu dipahami
oleh orang – orang terkait dalam bidang gambar teknik mesin
dan fungsi standar gambar, baik siswa atau peserta diklat,
merupakan suatu keseragaman atau kesamaan pemahaman dan
pengertian yang berfungsi untuk menghindari salah pengertian
dan komunikasi teknik.
6. Macam – macam garis dan kegunaannya dalam
menggambar teknik digunakan beberapa jenis garis yang masing
– masing mempunyai arti dan penggunaannya sendiri – sendiri,
dengan demikian penggunaan garis harus dibedakan menurut
maksud dan tujuannya.
7. Konstruksi Geometris, gambar teknik mesin harus
digambar dengan cermat dan teliti untuk itu diperlukan
keterampilan dalam menggunakan peralatan gambar, sebagai
dasar menggambar bentuk geometris.
8. Pemahaman proyeksi – proyeksi dari
a. Proyeksi Orthogonal.
b. Proyeksi Pictorial.
c. Proyeksi Dimetrik.
d. Proyeksi Isometrik.
e. Proyeksi di Kwadran I (Proyeksi Eropa).
f. Proyeksi di Kwadran III (Proyeksi
Amerika).
g. Proyeksi Perspektif.
9. Pemotongan untuk hal yang penting didalam
gambar kerja yang tidak kelihatan langsung, dapat kita lukis
dengan garis putus-putus, garis tipis dan garis strip titik tipis dan
lain-lain. Akan tetapi mungkin tidak jelas dan membingungkan
pada pembaca atau siswa maka diberikan penunjukkan
pemotongan.
10. Dalam menggambar sesuatu bentuk part
tertentu,maka untuk mendapatkan gambar-gambar yang baik
jelas dan dimengerti semua ukuran yang perlu harus dicantumkan
dengan lengkap pada gambar akhir dan part tersebut dalam
gambar, ukuran - ukuran tersebut ditempatkan pada tempat yang
cocok, benar serta mudah dilihat. Dalam gambar kerja ukuran
dari satu bagian tidak boleh ditunjukkan lebih dari satu.
11. Supaya dapat kita capai ukuran yang diinginkan,
maka kita tunjukkan untuk suatu ukuran (= ukuran nominal)
dengan dua batasan penyimpangan. Perbedaan antara kedua
batasan ini (= penyimpangan membesar dan penyimpangan
mengecil) dari ukuran nominal disebut Toleransi.
12. Toleransi bentuk dan posisi untuk mendapatkan
hasil yang memuaskan sesuai dengan fungsinya dan untuk
keperluan produksi masal dimana tiap – tiap benda bisa ditukar –
tukar pada pemasangan, maka disamping toleransi ukuran pada
gambar dilengkapi pula dengan toleransi bentuk dan posisi.
D. Tugas

1. Tugas 1
1. Buatlah gambar segi lima
didalam lingkaran yang berdiameter 60 mm pada kertas
ukuran A4 dengan skala gambar 1 : 1 lengkap dengan
etiketnya!
2. Buatlah elips dengan
methoda 4 titik pusat lingkaran bila diketahui panjang
sumbu mayor 100 mm dan panjang sumbu minor 70 mm.
Skala gambar 1 : 1, lengkap dengan etiket gambarnya!
3. Buatlahtiga pandangan
utama dari gambar 2.91 menurut proyeksi Eropa masing –
masing pada kertas gambar ukuran A4!

2. Tugas 2
1. Buatlah gambar potongan putar
poros beserta lubang pasak seperti pada gambar 2.102
pada kertas ukuran A4, skala 1 : 1!
2. Buatlah gambar potongan
bercabang atau meloncat seperti gambar 2.103. Skala
gamabr 1 : 1 lengkap dengan etiket gambarnya!

3. Tugas 3
1. Buatlah gambar simbol – simbol ukuran benda bentuk
tertentu, silinder, bujursangkar, bola dan pinggulan seperti
pada gambar 2.124 pada kertas ukuran A4!
2. Buatlah gambar penunjukkan ukuran berantai dari
sebuah poros bertingkat bila diameter poros paling kecil 20
mm, panjangnya 50 mm dan poros diameter besar 40 mm,
panjang 20 mm!
3. Buatlah gambar penunjukkan yang berjarak sama dari
sebatang pelat yang panjangnya 90 mm, diameter lubang 5
mm dengan jarak antara lubang 15 mm dan jarak dari
ujung ke sumbu lubang 15 mm!
4. Tugas 4
1. Buatlah gambar poros bertingkat dengan ketentuan
diameter poros terkecil Ø 10 f7 panjang 70 mm dan ukuran
diameter terbesar Ø 32 h6 panjang poros 100 mm!
2. Buatlah gambar pasangan poros dan lubang suatu blok
mesin dengan ketentuan diameter poros Ø 20 h6 dan
diameter lubang Ø 20 H7 dengan sistem basis lubang!
3. Buatlah gambar pasangan gears dan shaft dengan
sistem basis poros dengan ketentuan diameter lubang Ø 30
H9 dan diameter poros Ø 30 h6 dengan ketentuan slidingfit!

E. Tes Formatif

1. Bila suatu benda kerja


(produk) dikerjakan dengan jumlah banyak, apakah akan
mempunyai bentuk dan ukuran yang sama?
2. Faktor apa saja yang
mempengaruhi ketepatan ukuran?
3. Apa yang disebut dengan
a. Ukuran Nominal?
b. Ukuran Maksimum?
c. Ukuran Minimum?
4. Apa definisi Toleransi?
Berikan contohnya!
5. Toleransi menurut Standart
International dibagi berapa macam kualitas? Tuliskan macam –
macam kualitas toleransi tersebut!
6. Kualitas toleransi menurut IT,
yang dapat dicapai untuk mesin atau pekerjaan permesinan
terletak dikualitas mana?
7. Bila kita memotong besi
setebal 20mm dengan menggunakan gas, maka kualitas
toleransinya terletak pada daerah toleransi berapa?
8. Perhatikan tabel berikut :

IT5 IT6 IT7 IT8 IT9 IT10 IT11


7i 10i 16i 25i 40i 64i 100i

a. Dalam satuan apakah i tersebut?


b. Jika ukuran dari produk 64mm dikerjakan dengan kualitas
toleransi 9, hitunglah besar toleransinya?
9. Untuk membedakan daerah
toleransi poros dan daerah toleransi lubang, digunakan lambang
apa yang dipakai untuk kedua macam toleransi tersebut?
10. Jelaskan arti ukuran – ukuran
berikut :
a. Ø 14 k 5
b. Ø 65 D g
c. Ø 125 h g
F. Kunci Jawaban

1. Ya. Benda kerja (produk) tersebut akan


mempunyai bentuk dan ukuran yang sama.
2. Faktor alat potong, faktor mesin, faktor alat ukur
dan faktor temperatur maupun material.
3. Yang dimaksud dengan :
a. Ukuran nominal adalah ukuran benda kerja yang
dibulatkan, merupakan ukuran patokan yang dijadikan batasan.
b. Ukuran maksimum adalah ukuran terbesar yang
diizinkan baik untuk poros maupun untuk lubang.
c. Ukuran minimum adalah ukuran terkecil yang
diizinkan baik untuk poros maupun untuk lubang.
4. Toleransi adalah batasan penyimpangan ukuran
membesar yang bisa diterima dan batasan penyimpangan ukuran
mengecil yang bisa digunakan.
5. Ada 18 macam kualitas, yaitu : IT .01, IT.00, IT1, IT2,
IT3, IT4, IT5, IT6, IT7, IT8, IT9, IT10, IT11, IT12, IT13, IT14, IT15 dan
IT16.
6. Pada kualitas IT4 dan IT12.
7. Pada daerah toleransi IT12 sampai IT16.
8. a. Dalam satuam micron.
b. Besar toleransinya adalah : 0,041mm
9. Bila untuk diameter lubang hurufnya
besar/kapital, sedangkan untuk diameter poros hurufnya kecil.
10. a. Ø14 = diameter nominal poros 14mm.
k = toleransi poros.
5 = kualitas toleransi.
b. Ø65 = diameter nominal lubang 65mm.
D = daerah toleransi lubang.
g = kualitas toleransi.
c. Ø125 = diameter nominal poros 125mm.
h = daerah toleransi poros.
g = kualitas toleransi.
G. LEMBAR KERJA

Lembar kerja 2.1


Penerapan toleransi pada gambar kerja
Ubahlah gambar CAKRA BERTINGKAT dari proyeksi Amerika menjadi
proyeksi Eropa!
Ketentuan :
 Lengkapi nilai toleransinya!
 Gambar dibuat pada kertas gambar A4, dengan skala 1 : 2.
 Lay out, lihat gambar berikut
Skala : 1 : 2
Proyeksi : Eropa CAKRA BERTINGKAT Ukuran : A4
No. LK :
Lembar kerja 2.2
Penerapan toleransi pada gambar kerja
Ubahlah gamabar KOPLING KERUCUT berikut dari gambar proyeksi
Eropa menjadi proyeksi Amerika dan lengkapi toleransinya dengan
nilai tolernsi (penyimpangannya)! Lay out, lihat pada halaman
berikutnya!
Skala : 1 : 1
Proyeksi : Amerika KOPLING KERUCUT Ukuran : A4
No. LK :
Lembar kerja 2.3
Ubahlah gambar proyeksi Amerika menjadi gambar proyeksi Eropa
dari gambar TOOL POST dibawah ini, lay out seperti pada halaman
berikutnya dan cantumkan toleransinya!
Skala : 1 : 1
Proyeksi : Eropa TOOL POST Ukuran : A4
No. LK :
Lembar kerja 2.4
Ubahlah gambar proyeksi Amerika menjadi gambar proyeksi Eropa dari
gambar DUDUKAN TEGAK di bawah ini dan lengkapi dengan toleransinya!
BAB. III
EVALUASI
A. Evaluasi 1

1. Tes Formatif
Tes tertulis.

1. Jelaskan gambar teknik sebagai bahasa teknik!


2. Tuliskan alat – alat gambar yang kamu ketahui!
3. Tuliskan ukuran kertas gambar A5, A4, A3, A2, A1 dan A0!
4. Jelaskan macam – macam garis dan ukurannya!
5. Jelaskan ketentuan penulisan huruf teknik?
6. Jelaskan ketentuan dari proyeksi Piktorial!
7. Jelaskan pengertian dari proyeksi Isometrik, Dimetrik dan
miring!
8. Jelaskan ketentuan proyeksi Orthogonal!
9. Jelaskan ketentuan proyeksi Amerika dan Eropa!
10. Jelaskan gambar baut M10 dan penunjukkan yang lengkap!
11. Tuliskan penunjukkan ukuran yang ada pada gambar teknik!
12. Jelaskan pengertian tanda pengerjaan dibawah ini!

13. Jelaskan langkah pengerjaan benda kerja dibawah ini!

14. Jelaskan pengertian dari simbol gambar dibawah ini!


B. Kunci Jawaban

1. Gambar teknik memegang peranan penting sebagai alat komunikasi


untuk suatu produk atau mesin dan sebagai alat komunikasi orang
teknik atau merupakan bahasa orang – orang teknik.
2. Alat gambar yang biasa dipakai dalam gambar teknik :
 Kertas gambar yang standar
 Pensil, pena atau rapido
 Jangka dan kelengkapannya
 Macam – macam mistar
 Mal busur (kurva)
 Mal huruf dan angka
 Meja gambar dan kelengkapannya
 Penghapus dan pelindung penghapus
3. Ukuran kertas gambar :
 A5 = 148 * 210 mm
 A4 = 210 * 297 mm
 A3 = 297 * 420 mm
 A2 = 420 * 594 mm
 A1 = 594 * 841 mm
 A0 = 841 * 1189 mm
4.
a. Garis tebal digunakan untuk benda yang langsung
terlihat garis tepi
b. Garis tipis digunakan untuk garis penunjuk ukuran, garis
arsir, garis pembatas garis luar benda yang berdekatan dan garis
penampang yang berdekatan
c. Garis tipis bebas digunakan untuk garis batas
pemotongan sebagian
d. Garis sedang digunakan untuk garis benda yang
terhalang atau tidak langsung terlihat
e. Garis tipis setiap titik digunakan untuk garis sumbu garis
bagian yang terletak didepan penampang irisan
f. Garis setiap titik tebal ujung – ujungnya digunakan
untuk garis pemotong penampang
g. Garis tebal setiap titik digunakan untuk garis
penunjukkan permukaan yang akan mendapat tambahan
pekerjaan
5. Huruf teknik ada dua ketentuan :
a. Huruf tegak, semua huruf ditulis tegaklurus (90 0)
b. Huruf miring, semua huruf ditulis dengan kemiringan (15 0)
6. Proyeksi Piktorial adalah proyeksi tiga dimensi yang menggambarkan
satu buah benda jadi dan dapat dipandang dari arah depan, atas dan
samping dalam bentuk yang sederhana dan teratur

7. Proyeksi Isometrik :
a. Ciri – ciri pada sumbu x dan sumbu y mempunyai sudut 30 0
terhadap garis mendatar
b. Sudut antara sumbu satu dan sumbu lainnya 1200
c. Skala garis 1 : 1
Proyeksi Dimetrik :
a. Sumbu utama mempunyai sudut x = 70 dan sumbu y = 400
b. Skala garis sumbu x 1 : 1 dan sumbu y 1 : 2
Proyeksi Miring :
a. Sumbu x berimpit dengan garis horizontal atau 00 sumbu y =
45 0

b. Skala garis sumbu x 1 : 1 dan sumbu y 1 : 2


8. Proyeksi Orthogonal adalah gambar proyeksi yang bidang proyeksinya
mempunyai sudut tegaklurus terhadap proyektornya, garis – garis
proyektornya juga sejajar satu sama lain
9. Ketentuan proyeksi Amerika (di kuadran III)
 Bidang Horizontal (H) ditempatkan pandangan atas
 Bidang depan (D) ditempatkan pandangan depan
 Bidang Vertikal (V) ditempatkan pandangan paling
kanan
10. Gambar baut segienam M10 :

11. Penunjukkan ukuran berantai


 Penunjukkan ukuran sejajar
 Penunjukkan ukuran gabungan
 Penunjukkan ukuran berstep
 Penunjukkan ukuran sistem koordinat
 Penunjukkan ukuran luar dan dalam
12. Tanda pengerjaan :
a = harga kekasaran c = Ukuran yang dilebihkan
b = Cara / proses pengerjaan d = Arah alur / serat bekas
pengerjaan
13. Langkah pengerjaan :
F = Penunjukkan ukuran fungsi
NF = Penunjukkan ukuran non fungsi
H = Penunjukkan ukuran pembantu
14. Konsentisitas boleh menyimpang diameternya 0,03 dari bidang
patokan huruf A

BAB. IV
PENUTUP

Setelah mempelajari modul ini diharapkan peserta diklat atau siswa


telah mencapai syarat kelulusan minimal dan dapat melanjutkan ke modul
selanjutnya. Sebaiknya apabila peserta diklat atau siswadinyatakan tidak
lulus maka siswa harus mengulang modul ini dan tidak diperkenankan
mengambil atau mempelajari modul berikutnya. Jika peserta diklat atau
siswa telah lulus berarti siswa telah kompeten, maka siswa berhak untuk
memperoleh sertifikat kompetensi dari pengajar atau dari lembaga sertifikasi
profesi.
DAFTAR PUSTAKA

Anwari. 1997. Menggambar Teknik Mesin. Jakarta. Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Baharudin Yacob. 1979. Menggambar Teknik Mesin. Jakarta.


Departemen Pendidikan Kebudayaan Republik Indonesia.

Departemen Pendidikan Kebudayaan Republik Indonesia. 1979.


Lembar Kerja Bangku dan Mesin. Jakarta. Ditjen Dikdasmen.

Eka Jogaswara. 1995. Menggambar Teknik Mesin Tingkat I dan II.


Bandung. Armico.

Gustav Neimann. 1950. Machine Elements. Berlin. Springer – Verlag.

Hadi Suwito. 1992. Menggambar Teknik Pekerjaan Logam. Bandung.


PPGT.

Harsono Wiryosumarto, Toshie Okumura.1996.


Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta. PT. Pradnya Paramita.

La Haji, Ila Brujin. 1991. Ilmu Menggambar Mesin. Jakarta.


PT. Pradnya Paramita.

Nazwir. 1997. Menggambar Teknik Mesin. Jakarta.


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Politeknik Mekanik Swiss ITB. 1982. Menggambar Teknik. Bandung.


Institut Teknologi Bandung.

Sri Martono FX. 1974. Toleransi dan Suaian ISO. Bandung.


Institut Teknologi Bandung.

Sularso, Kiyokatsu Suga. 1979. Elemen Mesin. Jakarta.


PT. Pradnya Paramita.

Takhesi Sato, GN Sugiarto. 1986. Menggambar Mesin. Jakarta.


PT. Pradnya Paramita.

Taufik Rahim. 1980. Teknik Pengukuran. Jakarta.


Departemen Pendidikan Kebudayaan Republik Indonesia.

Warren J. Luzadder, Hendarsin H. 1999.


Menggambar Teknik Untuk Design Pengembangan Produk Dan
Kontrol Numerik. Jakarta. Erlangga.
DIKLAT PENINGKATAN KOMPETENSI
GURU SMK PROPINSI JAWA TENGAH
TAHUN 2008

PROGRAM TEKNIK PEMESINAN

MODUL
LOG. OO.09.002.00

MEMBACA GAMBAR TEKNIK

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TENGAH


DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
BALAI LATIHAN PENDIDIKAN TEKNIK
JL BROTOJOYO NO 1 TELP 024-3549403 FAX. 024-3568174
SEMARANG 50171

Anda mungkin juga menyukai