Anda di halaman 1dari 173

BUKUAJAR

KIMIA DASAR
UNTUKKALANGANMAHASISWAFAKULTASTEKNOLOGI MINERAL

Penyusun :
Ika Wahyuning Widiarti, S.Si., M.Eng.
Maria Noverella Adventia

Cover Design :
Rusdi Rajab Maulana

Penerbit :
LPPM UPN “Veteran” Yogyakarta
© Hak Cipta Tahun 2020
PRAKATA

Alhamdulillahi rabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga buku ajar ini dapat terselesaikan dengan
baik. Buku Ajar ini disusun sebagai buku pegangan bagi mahasiswa di lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral (FTM) dalam menempuh mata kuliah Kimia Dasar di semester
satu. Mata Kuliah Kimia Dasar adalah mata kuliah yang wajib ditempuh di FTM sebagai
salah satu mata kuliah wajib dalam kurikulum prodi keteknikan. Mata kuliah ini berbobot 3
sks. Di beberapa prodi mata kuliah kimia dasar menjadi prasyarat untuk mengambil mata
kuliah di semester berikutnya.
Buku Ajar Kimia Dasar terdiri 12 bab yang akan disampaikan dalam 14 kali
pertemuan selama semester satu. Bab ini disajikan sesuai dengan kebutuhan materi yang
tertuang dalam RPS Kimia Dasar. Keseluruhan materi diambil dari Buku Kimia Dasar
Prinsip dan Terapan Modern karya Ralph H. Petrucci-Suminar dari Jilid 1 hingga 3 yang
kemudian dipilih materi-materi yang sesuai dengan RPS Kimia Dasar. Beberapa gambar
diambil dari buku tersebut dan gambar lainnya diambil dari internet untuk memudahkan
mahasiswa mempelajari materi kuliah. Terselesaikannya buku ini tidak lepas dari
dukungan berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini saya selaku Koordinator Mata Kuliah Kimia Dasar ingin mengucapkan
terima kasih kepada Wakil Dekan Bidang Akademik FTM, tim dosen pengampu Kimia
Dasar, rekan dosen sejawat Prodi Teknik Lingkungan dan pihak-pihak yang tidak dapat
saya sebutkan satu persatu.
Buku Ajar ini masih jauh dari sempurna sehingga masih diperlukan saran bagi
kesempurnaan buku ajar ini. Harapan saya, semoga buku ajar ini dapat bermanfaat bagi
siapapun yang membaca dan mempelajarinya.

Yogyakarta, 23 September 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Bab 1 Materi, Sifat-Sifat, dan Ukurannya I-1


Bab 2 Sifat-Sifat Atom dan Tabel Berkala II-1
Bab 3 Ikatan Kimia III-1
Bab 4 Kimia Organik IV-1
Bab 5 Gas V-1
Bab 6 Stoikiometri VI-1
Bab 7 Larutan VII-1
Bab 8 Kesetimbangan Kimia VIII-1
Bab 9 Asam Basa IX-1
Bab 10 Kesetimbangan Kelarutan X-1
Bab 11 Reaksi Redoks dan Elektrokimia XI-1
Bab 12 Termokimia XII-1
Daftar Pustaka
BAB 1
MATERI, SIFAT-SIFAT, DAN UKURANNYA
Api telah dikenal sejak zaman purba, merupakan zat-zat yang dapat menghasilkan
perubahan-perubahan kimia. Api pertama-tama digunakan untuk memasak makanan.
Selanjutnya api digunakan untuk pembakaran barang tembikar, pembuatan gelas, dan
untuk mencairkan biji dalam produksi logam, mula-mula tembaga kemudian
menyusultimbal, timah, dan besi. Proses-proses lain yang telah diketahui sejak jaman
dahulu adalah pembuatan mentega dan keju dari susu, minuman dari buah anggur, bir dari
biji-bijian, penyamakan kulit, dan sabun dari lemak.
Semua proses di atas merupakan contoh-contoh yang umum mengenai perubahan
kimia. Secara terbatas, definisi ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari bagaimana benda
atau materi di alam raya dapat diubah dari bentuk yang ada dengan sifat-sifat tertentu
menjadi bentuk-bentuk lain dengan sifat yang berbeda. Sebagai contoh, ilmu kimia
memberikan pengetahuan yang memungkinkan untuk perubahan bentuk minyak alami
menjadi berbagai bahan bakar dan sejumlah besar plastik, obat-obatan, dan pestisida.
Mula-mula penggunaan proses kimia ditemukan secara kebetulan atau dengan coba-
coba, tetapi pada penggunaan-penggunaan modern membutuhkan penanganan yang hati-hati
dengan prinsip-prinsip dasar ilmu kimia. Pada saat ini, diketahui bahwa proses- proses kimia
tertentu (misalnya pembentukan kabut) mempunyai pengaruh menurunkan kualitas
lingkungan. Tantangan bagi ahli-ahli kimia sekarang adalah untuk mengembangkan
proses-proses kimia dan bahan yang diperlukan masyarakat modern tetapi secara serentak
juga meminimumkan dampaknya terhadap lingkungan. Kedua tujuan yang diperlukan di atas
membutuhkan pengertian prinsi-prinsip kimia yang mantap, dan hal ini merupakan salah
satu alasan mengapa prinsip dan penggunaannya ditekankan dalm buku ini.

1.1 Sifat-sifat Materi


Lebih mudah menerangkan materi secara intuitif daripada mendefinisikannya
dengan tepat. Materi adalah setiap objek atau bahan yang membutuhkan ruang, yang
jumlahnya diukur oleh suatu sifat yang disebut massa. Massa hanyalah salah satu dari
banyak sifat atau kekhasan materi yang dapat dikenal dan dibedakan dari lainnya. Sifat-
sifat materi dapat digolongkan menjadi dua kategori: fisis dan kimiawi.
Sifat-sifat dan Perubahan Fisis. Warna, kilap, dan kekerasan adalah beberapa
sifat fisis yang dapat digunakan untuk menerangkan penampilan sebuah objek. Suatu
proses perubahan penampilan fisis dari suatu objek dengan identitas dasar tak berubah,
disebut perubahan fisis. Sebuah kubus logam tembaga dapat dipipihkan menjadi lempeng
yang sangat tipis; tembaga adalah logam yang ditempa. Tembaga juga dapat dibuat
menjadi kawat yang halus. Melelehnya es dan mendidihnya air juga merupakan contoh
perubahan fisis.
Sifat-sifat dan Perubahan Kimiawi. Perubahan kertas, pengkaratan besi, dan
pembusukan kayu adalah perubahan-perubahan yang tidak mencakup keadaan fisis, tetapi
juga identitas dasarnya. Dalam perubahan kimiawi suatu contoh materi diubah secara
sempurna menjadi bahan yang berbeda. Jenis perubahan-perubahan kimia yang dialami
suatu bahan ditentukan oleh sifat-sifat kimiawinya.

1.2 Sistem Pengukuran Inggris dan Metrik


Sistem pengukuran yang digunakan pada negara-negara tertentu yang berbahasa
Inggris menggunakan satuan massa baku pon (lb), dan sebagai satuan panjang adalah yard
standard (yd). Sistem Inggris telah didefinisikan cukup tepat untuk digunakan dalam

I-1
industri-industri modern dan perdagangan, tetapi tidak sesuai digunakan dalam bidang
ilmiah. Hal ini terutama disebabkan oleh tidak adanya keteraturan dalam satuan yang dapa
digunakan untuk menyatakan jumlah yang diukur. Panjang dapat dinyatakan dalam inci,
kaki, yard, dan mil ; tetapi jumlah inci dalam 1 kaki (12) tidak sama dengan jumlah kaki
dalam 1 yard (3) atau jumlah yard dalam 1 mil (1760). Akibatnya, perhitungan yang
memerlukan konversi antara satuan-satuan (misalnya ici ke mil) kadang-kadang sukar
untuk dinyatakan.
Sebelum Revolusi Perancis system pengukuran di Perancis berbeda-beda antara
satu propinsi dengan propinsi lainnya, sehingga menyulitkan transaksi perdagangan. Jelas
dibutuhkan system pengukuran yang seragam; dalam tahun 1790 komisi ilmuwan berhasil
mengusulkan pengukuran baku. Komisi ini memilih satuan baku untuk panjang adalah
meter (m), untuk panjang yang sama dengan 1/10.000.000 (seper sepuluh juta) dari jarak
pada permukaan laut dari Kutub Utara ke katulistiwa sepanjang meridian melalui Paris.
Sebagai baku adalah jarak antara dua tanda pada lempeng logam platina-iridium tertentu
yang disimpan di International Bureau of Weights and Measures di Sevres, dekat Paris.
System pengukuran yang didasarkan atas meter disebut sistem metrik. Pembakuan ini
diresmikan di Perancis pada tahun 1821 oleh John Quicy Adams, yang menjabat Menteri
Luar Negri, dan berlanjut sampai sekarang. Walaupun sistem metrik telah resmi dibakukan
di Amerika Serikat, sistem Inggris masih digunakan secara luas dalam dunia perdagangan
dan industri. Sekarang, Amerika Serikat merupakan sebuah “pulau dalam dunia metrik”.
Bagaimanapun juga mereka menganut sistem metrik ini secara berangsur-angsur.

Tabel 1.1. Kesetaraan Antara Sistem Metrik dengan Inggris


No Besaran Satuan Metrik Satuan British

1 Massa 1 kg 2,205 pound (lb)


453,6 g 1 pound (lb)
2 Panjang 1,609 km 1 mil = 1760 yd
2,54 cm 1 in
1m 39,37 in
3 Volume 3,785 L 1 gallon
1L 1,057 quint
2
4 Tekanan atm
lb/in = lb/sq in = psi

Sistem metrik adalah sistem desimal. Beberapa penggandaan atau sub-penggandaan


satuan yang merupakan sifat pengukuran dapat dinyatakan berbeda dari satu dengan
lainnya oleh factor sepuluh. Contohnya :
Kilo berarti seribu kali satuan dasar
Senti berarti seperseratus kali satuan dasar
Mili berarti seperseribu kali satuan dasar
Berarti, 1 kilometer (km) adalah 1000 m (kira-kira 0,6 mil); 1 sentimeter (cm)
adalah dari 1 m (kira-kira 0,4 inci); dan 1 milimeter adalah dari 1 m.
Massa, massa menunjukkan jumlah bahan dalam sebuah objek. Definisi asli
kilogram (kg) adalah massa dari 1000 (cm3) air pada 4oCdari tekanan atmosfer normal.
Sebagai baku sekarang dipergunakan massa dari logam silindris platina-iridium yang
disimpan di International Bureau of Weights and Measures. Kilogram merupakan satuan
yang terlalu besar dalam ilmu kimia, sehingga sering digunakan satuan gram (g).
Berat, berat menunjukkan kekuatan gaya tarik bumi pada sebuah objek, dan
berbanding langsung dengan massa dari objek itu. Kenyataan ini dapat dinyatakan sebagai
persamaan matematis yang sederhana.
W α m dan W = g . m
Walaupun jumlah bahan mempunyai massa tetap (m), berat (W) dapat beragam
karena g berbeda sedikit dari satu tempat ke tempat lain di bumi ini. Oleh karena itu,
sebuah objek yang ditimbang di Leningrad, beratnya akan turun 0,4% nila diukur di
Panama, walaupun massanya tetap. Istilah berat dan massa sering dipertukarkan
pemakaiannya, tetapi harus diingat bahwa massa merupakan ukuran dasar jumlah dari
bahan.

Contoh 1.1
Berapa kecepatan 55,2 mil/jam jika dinyatakan dalam meter/detik?

1.3 Satuan SI
Baku-baku metrik yang diterangkan pada Sub-bab 1.2 telah diubah untuk mengatasi
kesulitan tertentu. Perta adalah kesulitan dalam membandingkan objek dengan sebuah
baku bila baku itu hanya satu macam (seperti standard meter di Sevres). Hal lain adalah
baku seperti itu dapat diubah. Sebagai contoh, batang logam yang tersimpan sebagai meter
baku berubah panjangnya dengan perubahan suhu.
Beberapa kesulitan dapat diatasi dengan menggunakan dasar pengukuran pada
konstanta universal alam, sehingga seorang ilmuwan pada suatu waktu akan dapat
menyesuaikan dengan baku tersebut dan yakin bahwa hasil pengukurannya akan sama
dengan ilmuwan lainya. Untuk hal itu telah dilakukan persetujuan international pada tahun
1960 dan disebut International System of Units atau Satuan SI (dari bahasa Perancis, Le
Systeme International d’Unites). Dalam sistem SI, satuan panjang 1 m didefinisikan
sebagai panjang yang sama dengan jarak yang dilalui oleh cahaya dalam ruang hampa
selama selang waktu jarak yang 1/299.792.458 detik. Satuan waktu detik, didefinisikan
sebagi lamanya 9.192.631.770 periode radiasi yang dipancarkan oleh atom cesium-133.
Satuan massa, kilogram, tidak dapat didefinisikan menurut konstanta dasar fisis, sehingga
tetap sebagai massa dari sebuah batang logam silindris yang disimpan di Sevres.
Segi lain dari sistem SI adalah untuk melancarkan komunikasi antar ikmuwan pada
disiplin yang berbeda dan bangsa yang berbeda, yang menggunakan satuan dasar tertentu
yang lebih disukai satuan lainnya. Pada suatu waktu diharapkan bahwa pesetujuan SI
digunakan secara taat asa dalam semua pekerjaan ilmiah. Dalam penyeragaman ini
diperlukan periode peralihan. Dalam buku ini digunakan satuan metrik dan SI. Liter dan
milimeter bukan merupakan satuan SI sekalipun digunakan secara luas. Satuan SI dalam
dm3 (desimeter kubik) dalam cm3 (sentimeter kubik).

Tabel 1.2 Satuan Dasar SI


Kuantitas Fisik Nama Satuan Simbol
Massa Kilogram kg
Panjang Meter m
Waktu Detik s
Arus Listrik Ampere A
Temperatur Kelvin K
Intensitas Cahaya Lilin/Candle Cd
Jumlah Zat Mol mol
Tabel 1.3. Beberapa Awalan SI Umum
Faktor Awalan Simbol
1018 Eksa E
1015 Peta P
10129 Tera T
10 Giga G
106 Mega M
103 Kilo K
102 Hekto h
101 Deka da
10-1 Desi d
10-2 Senti c
10-3 Mili m
10-6 Mikro µ
10-9 Nano n
10-12 Piko p
10-15 Femto f
10-18 Ato a

1.4. Suhu
Suhu adalah sifat yang sukar didefinisikan, walaupun secara naluri dapat dirasakan
yang disebut suhu itu. Untuk mengatakan bahwa suhu adalah derajat “panas” dari suatu
benda tidaklah tepat. Bila dua benda yang mempunyai suhu berbeda disinggungkan, benda
yang bersuhu lebih tinggi akan turun dan sebaliknya yang bersuhu rendah akan naik
suhunya. Akhirnya kedua benda itu mempunyai derajat “panas” yang sama, berarti
suhunya sama.
Suhu dapat diukur karena pengaruhnya pada sifat yang dapat diukur lainnya,
misalnya panjang. Alat yang umum dipakai sebagai pengukur suhu adalah thermometer,
yang didasarkan atas panjang kolom cairan dalam tabung kapiler tipis di dalam gelas kaca.
Karena perubahan suhu, maka berubah pula panjang kolom cairan. Kenaikan suhu diikuti
dengan kenaikan panjang kolom cairan.
Untuk menentukan skala suhu diperlukan persetujuan terhadap titik suhu tertentu
dan derajat perubahan suhu. Dan titik tetap yang umum dipakai adalah suhu dimana es
meleleh (titik es) dan suhu dimana air mendidih (titik uap), keduanya pada tekanan
atmosfer normal.
Pada skala suhu Fahrenheit, titik es adalah 32 oF, titik uap 212 oF, dan selang
diantaranya dibagi 180 bagian yang sama, yang disebut derajat Fahrenheit. Pada skala suhu
Celcius (centigrade) titik es adalah 0 oC, titik uap 100 oC, dan selangnya dibagi menjadi
100 bagian yang sama, yang disebut derajat Celcius. Gambar 1.1. Menunjukkan perbedaan
derajat antara Celsius, Fahrenheit dan Kelvin.
Gambar 1.1. Perbandingan Skala Suhu

Contoh 1.2.
Konversikan suhu berikut ini.
(a) 35 oC = …. oF
(b) 86 oF = …. oC
(c) 382 oF = …. oC
(d) -163 oC = …. oF

TUGAS

1. Jenis perubahan apa (fisis atau kimia) yang diperlukan melakukan pemisahan dari
senyawa berikut?
(a) Gas hydrogen dan oksigen dari air
(b) Air murni dari air laut
(c) Gas nitrogen dan oksigen dari udara
2. Nyatakan mana dari pernyataan berikut termasuk jumlah ekstensif dan intensif.
(a) Massa udara dalam sebuah balon
(b) Suhu air yang mendidih
(c) Lamanya waktu yang diperlukan oleh es untuk mencair
(d) Warna cahaya yang dipancarkan oleh lampu neon
3. Sebuah bongkah es berukuran 24 inci x 36 inci x 18 inci.
(a) Berapa volume bongkah es ini dalam meter kubik?
(b) Berapa luas permukaan total bongkah es ini dalam sentimeter persegi?
4. Seorang pelari cepat menempuh jarak 100 yard dalam 9,3 detik. Berapa waktu yang
diperlukan untuk menempuh jarak 100 m dengan kecapatan yang tetap?
5. Sebuah data iklim memuat suhu tertinggi dan terendah untuk suatu tempat, berturut-
turut 118 oF dan 17 oF. Berapa suhu ini dalam skala Celsius?
BAB 2
SIFAT-SIFAT ATOM DAN TABEL BERKALA
Sifat materi secara keseluruhan ditentukan oleh sifat atom-atomnya. Inilah
sebabnya menapa kimiawan mempelajari struktur atom. Bab ini kita mulai dengan
memeriksa tabel berkala unsur-unsur, yang dalam banyak hal merupakan tajuk penemuan
kimia di abad sembilan belas. Kemudian, pembahasan dilanjutkan pada pembahasan
hubungan antara konfigurasi elektron dengan tabel berkala. Akhirnya, akan dibahas sifat-
sifat atom secara tersendiri yang menjadi dasar pengertian akan ikatan kimia.

2.1 Hukum Berkala dan Tabel Berkala


Skema klasifikasi unsur-unsur serupa yang dikenal sekarang ditemukan secara
terpisah dan hamper serempak oleh Dimitri Mendeleev dan Lothar Meyer pada tahun
1869. Klasifikasi ini didasarkan pada pandangan kuno mengenai hokum berkala.
Jika unsur disusun berdasarkan kenaikan bobot atom, seperangkat sifat akan
terulang secara berkala.
Volume Atom. Pada mulanya contoh hukum berkala melibatkan sifat yang dikenal sebagai
volume atom, yaitu bobot atom suatu unsur dibagi dengan rapatannya. Volume atom yang
dibuat oleh Meyer dipublikasikan pada tahun 1870, menggambarkan keteraturan
berdasarkan bobot atom.

Gambar 2.1. Ilustrasi Hukum Berkala Volume atau Sebagai Fungsi Nomor Atom
Meyer menggunakan istilah volume atom untuk mengacu pada sifat yang digambarkan disini;
volume molar, yaitu volume yang ditempati oleh satu mol atom, sebenarnya adalah istilah yang
tepat.

Gambar 2.1 adalah yang kemudian berdasarkan pada nomor atom. Jelas sekali
terlihat bahwa volume atom meningkat ke maksimum secara berkala, yaitu pada logam-
logam alkali Li, Na, K, Rb, dan Cs. Beberapa sifat lain, seperti penghantar listrik,
penghantar panas, dan kekerasan, jika diplotkan sebagai fungsi nomor atom (atau bobot
atom), menghasilkan kurva yang sama.
Dengan mengenal bahwa bobot atom dan massa molar secara numerik sama, dapat
kita lihat arti fisik dari volume atom. Ini sebenarnya adalah volume molar, yaitu volume
yang ditempati oleh satu mol atom suatu unsur.
Volume atom (molar) (cm3/mol) = massa molar (g/mol) x (cm3/g)

II - 1
Tabel 2.1. Tabel Berkala Mendeleev

Tabel berkala Mendeleev. Penataan secara tabel dari unsur-unsur berdasarkan hukum
berkala dinamakan tabel berkala. Dalam Tabel berkala Mendeleev tahun 1871, unsur-
unsur ditata dalam 12 baris mendatar dan delapan kolom tegak atau golongan. Kedelapan
golongan kemudian dibagi lagi menjadi sub golongan. Agar unsur-unsur dapat dimasukkan
ke dalam golongan atau sub golongan yang sesuai, secara obyektif perlu ditinggalkan
beberapa ruang kosong bagi unsur-unsur yang belum ditemukan pada waktu itu dan dibuat
praduga mengenai bobot atom yang belum diketahui secara pasti. Tabel berkala Mendeleev
disajikan pada Tabel 2.1.
Unsur-unsur yang termasuk dalam sub golongan yang sama pada Tabel Mendeleev
mempunyai sifat-sifat fisik dan kimiawi yang serupa, dan sifat-sifat ini berubah secara
berangsur dari atas ke bagian bawah golongan. Misalnya, logam alkali yang termasuk
dalam golongan I mempunyai titik didih yang meningkat dengan urutan.
Li (174oC) > Na (97,8oC) > K (63,7oC) > Rb (38,9oC) > Cs (28,5oC)
Unsur-unsur ini juga mempunyai volume atom yang tinggi. Bergerak ke sebelah kanan dari
tabel Mendeleev, sifat-sifat unsur berubah dari kolom ke kolom.

Di bagian atas tabel Mendeleev, tertulis rumus klorida, hibrida, dan oksida dari unsur-
unsur (R) dalam setiap golongan. Mendeleev telah mampu menghubungkan rumus- rumus
tersebut dengan nomor golongan, misalnya, natrium klorida mempunyai rumus NaCl;
senyawa arsenat-hidrogen yaitu arsen, AsH3 ; dan aksida dari molibden, MoO3.

Pembetulan Bobot Atom. Untuk menempatkannya dengan benar pada tabel berkala,
Mendeleev membuat penyesuaian bobot-bobot atom yang telah disepakati sebelumnya.
Salah satunya adalah indium. Diketahui terdapat di alam bersama-sama dengan bijih seng
dan diduga membentuk oksida, InO, serupa dengan seng, ZnO. Berdasarkan persen
komposisi oksida (In 82,5%) indium diberi bobot atom kira-kira 76. Bobot atom logam
indium ini berada di antara arsen dan selenium, yang keduanya bukan logam. Mendeleev
mengajukan bahwa indium membentuk oksida In2O3. Dari rumus ini bobot atom indium
adalah 113. Hasilnya, Mendeleev meletakkan indium di antara cadmium dan timah,
keduanya logam. Bobot atom lain yang dibetulkan oleh Mendeleev ialah berilium (dari
13,5 menjadi 9) dan uranium (dari 120 menjadi 240).

Peramalan Unsur Baru. Mendeleev dengan sengaja meninggalkan ruang kosong dalam
tabel berkalanya untuk unsur-unsur yang belum ditemukan. Ia tidak hanya meramalkan
adanya unsur-unsur tersebut, tetapi juga meramalkan sifat-sifatnya. Ruang kosong dengan
berat atom 72 adalah unsur yang golongannya sama dengan silikon. Mendeleev
menamakan unsur ini eka-silikon. Kesamaan sifat-sifat antara germanium dan nilai-nilai
yang diramalkan oleh Mendeleev diberikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Sifat-Sifat Germanium Yang Diramalkan dan Diamati


Sifat Diramalkan : eka- Diamati : germanium
silikon (1871) (1886)
Bobot atom 72 72,6
3
Kerapatan, g/cm 5,5 5,47
Warna Kelabu kotor Kelabu keputihan
Kerapatan oksida, g/cm3 EsO2 : 4,7 GeO2 : 4,703
Titik didih klorida EsCl4 : di bawah 100oC GeCl4 : 86oC
3
Kerapatan klirida, g/cm EsCl4 : 1,9 GeCl4 : 1,887

Penemuan Gas-gas Mulia (Lembab). Cavendish pada tahun 1785 melaporkan bahwa
dalam reaksi-reaksi yang melibatkan gas-gas atmosfer adalah sebagian kecil. “tidak lebih
dari nya”, tetap tidak bereaksi. Gas ini dipisahkan oleh Rayleigh dan Ramsay pada
tahun 1894 dan pada tahun 1868, dan dinamakan helium, dipisahkan oleh Ramsay pada
tahun 1895. Karena gas-gas ini tidak serupa dengan unsur-unsur lain yang diketahui,
Ramsay menempatkan satu golongan baru dalam tabel berkala (dikenal dengan golongan
baru dalam tabel berkala dikenal dengan golongan 0). Dengan adanya hukum berkala,
dapat diharapkan adanya anggota lain dari golongan ini. Gas mulia lain ditemukan segera
setelah itu, neon, xenon, dan krypton pada tahun 1898, dan radon pada tahun 1900.

Nomor Atom Sebagai Dasar Hukum Berkala. Pada mulanya tabel berkala menempatkan
pasangan unsur tidak berurutan. Misalnya, argon (bobot atom 39,9) ditempatkan sebelum
kalium (b.a. 39,1). Dengan demikian, kalium, suatu logam aktif muncul di tengah-tengah
gas mulia, dan argon, suatu gas mulia hadir di antara logam aktif. Kemudian, konsep
mengenai nomor atom diajukan oleh Moseley pada tahun 1913, yang akhirnya menata
kembali tabel berkala berdasarkan nomor atomnya. Jika unsur-unsur ditata berdasarkan
peningkatan nomor atom, argon (Z = 18) akan muncul sebelum kalium (Z = 19).

2.2 Tabel Berkala Modern-Bentuk Panjang


Tabel berkala Mendeleev bentuk “pendek”. Setiap golongan tegak utama terdiri
dari dua sub golongan. Tabel berkala modern berbentuk “panjang” . sub golongan terpisah
satu sama lain. Berikut ini adalah sifat-sifat tabel berkala bentuk panjang yang juga dapat
ditemukan pada bagian belakang halaman sampul.
Baris mendatar pada tabel, yang disusun berdasarkan kenaikan nomor atom,
dinamakan periode. Kolom-kolom tegak, yang berisi unsur-unsur serupa, dinamakan
golongan atau famili. Periode pertama dari tabel hanya terdiri dari dua unsur, hidrogen
dan helium. Kemudian diikuti oelh dua periode yang masing-masing berisi berisi delapan
unsur, dari litium sampai neon, dan dari natrium sampai argon. Periode keempat dan
kelima masing-masing terdiri dari 18 unsur, dari kalium sampai krypton, dan dari rubidium
sampai xenon. Periode keenam adalah periode panjang yang memuat 32 unsur. Agar
periode ini dapat dimuat dalam tabel yang panjangnya hanya 18 ruang, 14 diantaranya
dicabut dan ditempatkan di bagian bawah tabel. Deretan 14 unsur ini mulai dari lanthanum
(Z = 57) sampai hafnium (Z = 72) dinamakan deretan lantanoid. Periode ketujuh atau
terakhir tidak lengkap, tetapi diduga akan berbentuk panjang. Deret dengan 14 anggita,
yang dicabut dari periode ketujuh dan juga diletakkan di bagian bawah tabel dinamakan
deret aktinoid.
Golongan dalam tabel berkala ditulis dengan angka Romawi dan huruf. Unsur-
unsur golongan A dikenal sebagai unsur-unsur wakil (representatif elements). Usnur-
unsur golongan B, bersama dengan golongan VIII dan deret lantanoid serta aktinoid
dinamakan unsur-unsur transisi (transition elements). Golongan dengan tanda 0
mengandung gas-gas mulia.

2.3 Konfigurasi Elektron dan Tabel Berkala


Dalam Tabel 2.3, diberikan tiga golongan unsur yang diambil dari tabel berkala dan
konfigurasi elektronnya dicantumkan. Kemiripan konfigurasi elektron di antara unsur-
unsur tersebut mudah dilihat. Atom-atom gas mulia, dengan perkecualian atom helium
yang hanya mempunyai dua elektron, mempunyai kulit terluar dengan delapan elektron,
yaitu konfigurasi ns2np6 (dimana n adalah bilangan kuantum utama tertinggi). Semua atom
dari golongan IA mempunyai elektron tunggal di kulit terluar pada orbital s, dalam hal ini
ns1. Atom-atom unsur dalam golongan VIIA mempunyai tujuh elektron di kulit terluarnya,
yaitu dengan konfigurasi ns2np5.

Tabel 2.3. Konfigurasi Elektron Dari Beberapa Golongan Unsur


Golongan Unsur Konfigurasi
2
0 He 1s
Ne 1s22s22p6
Ar 1s22s22p63s23p6
Kr 1s22s22p63s23p63d104s24p6
Xe 1s22s22p63s23p63d104s24p64d105s25p6
Rn 1s22s22p63s23p63d104s24p64d104f145s25p65d106s26p6
IA H 1s1
Li [He] 2s1
Na [Ne] 3s1
K [Ar] 4s1
Rb [Kr] 5s1
Cs [Xe] 6s1
Fr [Rn] 7s1
VIIA F [He] 2s22p5
Cl [Ne] 3s23p5
Br [Ar] 3d104s24p5
I [Kr] 4d105s25p5
At [Xe] 4f145d106s26p5

Unsur-unsur dalam golongan yang sama mempunyai sifat fisik dan kimiawi yang
sama dan juga mempunyai konfigurasi elektron yang sama pula. Kita dapat menduga
bahwa konfigurasi elektronlah yang menyebabkan ciri-ciri sifat unsur. Yang paling penting
adalah konfigurasi elektron pada kulit elektron dengan bilangan kuantum tertinggi, yaitu
kulit elektron terluar. Tetapi jangan lupa juga bahwa memang unsur-unsur mula-mula
digolongkan berdasarkan kesamaan sifat juga; baru kemudian kemiripan dalam konfigurasi
elektron sebagai dasar teori dikembangkan.

Gambar 2.2. Konfigurasi Elektron dan Tabel Berkala

Gambar 2.2 menunjukkan tabel berkala dimana keteraturan pengisian orbital


diringkas. Di sini dapat dilihat bahwa unsur-unsur wakil dicirikan oleh pengisian sub kulit
s dan p pada kulit elektron dengan bilangan kuantum utama tertinggi. Pada unsur-unsur
transisi sub kulit d atau f dari kulit elektron di bagian sebelah dalam (bukan kulit dengan
bilangan kuantum utama tertinggi) yang terisi sebagian. Pada unsur transisi di bagian
utama tabel, sub kulit d yang terisi, sedangkan untuk unsur-unsur lantanoid dan aktinoid,
sub kulit f yang terisi.
Bagi unsur-unsur wakil dalam golongan (IA, IIA . . .), nomor golongan sesuai
dengan jumlah elektron pada orbital-orbital s dan p di kulit elektron terluar. Atom-atom
dari unsur transisi kebanyakan mempunyai dua elektron di kulit terluar dengan konfigurasi
ns2 ; beberapa, misalnya Cr, Mo, Cu, Ag, dan Au, hanya mempunyai satu, yaitu ns1. Untuk
unsur-unsur transisi dalam golongan IB dan IIB, nomor-nomor golongan memang sesuai
dengan jumlah elektron di kulit terluar, di orbital s. untuk semua unsur transisi lainnya,
nomor golongan tidak sama dengan jumlah elektron di kulit terluar, tetapi mencerminkan
jumlah maksimum suatu unsur dalam senyawa.
Sifat-sifat unsur pada umumnya ditentukan oleh konfigurasi elektron di kulit
elektron terluar. Angota-anggota unsur wakil yang letaknya bersebelahan dalam satu
periode (misalnya P, S, dan Cl) mempunyai sifat yang berbeda karena perbedaan
konfigurasi elektron di kulit terluarnya. Dalam deret transisi, perbedaan konfigurasi
elektron terdapat dalam kulit bagian dalam. Akibatnya, dalam deret transisi terdapat
kemiripan di antara anggota-anggota yang letaknya bersebelahan dalam satu periode
(misalnya, Fe, Co, dan Ni), seperti halnya pada golongan tegak (kolom) yang sama.

Contoh 2.1.
Berdasarkan hubungan antara konfigurasi elektron dengan tabel berkala, nyatakan
berapa (a) elektron di kulit terluar dalam sebuah atom Br (b) Kulit elektron dalam
sebuah atom stronsium (c) elektron 5p dalam atom tellurium (d) elektron 3d dalam
atom zircon (e) elektron tidak berpasangan dalam indium.
2.4 Logam dan Bukan Logam
Untuk memudahkan penulisan nama dan rumus, kita membagi unsur-unsur dalam
kategori logam dan bukan logam. Metaloid mempunyai penampilan seperti logam dan
bukan logam sekaligus. Karena baru saja dibahas hubungan antara konfigurasi elektron
dalam atom suatu unsur dan letak unsur tersebut dalam tabel berkala, kita dapat
mempertanyakan apakah ada hubungan antara konfigurasi elektron dengan sifat unsur
logam/bukan logam. Jawabnya ialah ya.

Gambar 2.3. Logam, Bukan Logam, Metaloid, Halogen, dan Gas Mulia

Gas-gas mulia ditemukan dalam golongan 0 atau VIIIA pada tabel berkala. Helium
mempunyai konfigurasi elektron di kulit terluar 1s2, sedangkan pada gas mulia lainnya
ns2np6. Konfigurasi elektron seperti ini sangat mantap dan sulit diubah.
Konfigurasi elektron atom pada unsur-unsur dalam golongan IA dan IIA, yaitu
logam yang paling aktif, berbeda dengan atom gas mulia karena adanya satu atau dua
elektron pada orbital s di kulit elektron yang baru. Kenyataan ini menyebabkan kita dapat
menuliskan konfigurasi dalam bentuk
K [Ar]4s1 dan Ca[Ar]4s2
Jika atom K melepaskan elektron di kulit terluarnya, ia menjadi ion K+ positif ,
dengan konfigurasi elektron [Ar]. Atom Ca mencapai konfigurasi [Ar] apabila ia
melepaskan dua elektronnya.

K([Ar]4s1) K+([Ar]) + e-
Ca([Ar]4s2) Ca2+ ([Ar]) + 2e-

Ciri dari logam aktif dalam golongan IA dan IIA adalah kecenderungannya
melepaskan elektron di kulit terluarnya sehingga menghasilkan ion positif, dengan
konfigurasi elektron menyerupai gas mulia.
Atom-atom dalam unsur golongan VIIA dan VIA, yaitu bukan logam yang paling
aktif, mempunyai konfigurasi elektron dengan gas mulianya. Atom-atom dari unsur ini
dapat mencapai konfigurasi elektron gas mulianya melalui perolehan sejumlah elektron.
Atom Cl menjadi ion Cl negatif jika memperoleh satu elektron, dan atom S menjadi S 2
melalui perolehan dua elektron.

Cl([Ne]3s23p5) + e- Cl-([Ar])
S([Ne]3s23p4) + 2e- S2-([Ar])
Unsur-unsur bukan logam adalah atom-atom yang dapat mencapai konfigurasi elektron gas
mulia melalui perolehan sedikit elektron.
Gambar 2.3. menunjukkan bahwa unsur transisi digolongkan sebagai logam. Atom-
atom dari unsur-unsur ini umumnya mempunyai dua elektron di orbital s pada kulit
elektron dengan bilangan kuantum utama tertinggi (hanya sedikit yang mempunyai
elektron tunggal dalam orbital ini) dan orbital d dan atau f dari kulit bagian dalam yang
terisi sebagian. Walaupun atom seperti Sc dapat mencapai konfigurasi elektron gas mulia
dengan melepaskan tiga elektron menjadi Sc3+, kebanyakan atom logam transisi tidak
mencapai konfigurasi elektron gas mulia setelah melepaskan elektronnya. Apalagi,
elektron yang paling mudah lepas adalah yang berasal dari orbital s di kulit terluar,
sehingga bebrapa kemungkinan dapat terjadi pada pembentukan ion atom logam tertentu.
Jadi, atom besi dapat kehilangan dua elektron 4s-nya untuk membentuk ion Fe2+,
Fe([Ar]3d64s2) Fe2+([Ar]3d6) + 2e-
atau ia dapat kehilangan dua elektron 4s dan atau satu elektron 3d untuk membentuk ion
Fe3+.
Fe([Ar]3d64s2) Fe3+([Ar]3d5) + 3e-
Biasanya dalam tabel berkala diadakan pemisahan antara logam dan bukan logam
dengan garis diagonal bertangga. Beberapa unsur dalam golongan IVA dan VA benar-
benar bersifat bukan logam, sebagian bersifat logam, da nada pula diantaranya yang
bersifat metalloid, yaitu mereka memperlihatkan sifat-sifat logam dan bukan logam.
Metalloid juga dijumpai di bagian atas golongan IIIA dan dibagian bawah golongan VIA
dan VIIA.

2.5 Beberapa Masalah Tabel Berkala yang Tidak Terpecahkan


Penempatan Hidrogen. Sekalipun semua unsur mempunyai tempat yang pasti
dalam tabel berkala, penempatan hydrogen menimbulkan masalah. Konfigurasi
elektronnya, 1s1, memungkinkan penempatan dalam golongan IA, sebagaimana dilakukan
dalam buku ini. Tetapi di bawah suhu dan tekanan normal, hydrogen tidak menyerupai sifat-
sifat logam alkali. Dalam bab ini akan dibahas dua sifat (energi ionisasi dan
elektronegativitas) dimana nilai-nilai untuk H sangat berbeda dengan nilai-nilai untuk
logam alkali. Kadang-kadang hidrogen ditempatkan di ruang untuk unsur yang pada kulit
terluarnya mempunyai satu elektron lebih sedikit dari gas mulia. Penempatannya dalam
golongan VIIA juga tidak memuaskan, karena hidrogen tidak sepenuhnya menyerupai
unsur halogen. Pilihan lain adalah menempatkan hidrogen di atas unsur karbon, yaitu usnur
yang mempunyai kemiripan dalam beberapa hal. Keunikan hidrogen sehubungan dnegan
penempatannya dalam tabel berkala berakar dari kenyataan bahwa atom hidrogen hanya
mempunyai satu elektron.
Penggolongan dalam Tabel Berkala. Penamaan unsur-unsur wakil sebagai
golongan A dan unsur transisi sebagai golongan B lazim dilakukan di Amerika Serikat
sejak dulu. Penandaan lain, yang dapat ditemui pada bebrapa macam tabel berkala di
dinding dan dalam beberapa pustaka kimia, memberikan lambing A pada semua golongan
di sebelah kiri golongan VIII, dan golongan B untuk semua golongan di sebelah kana
golongan VIII. Karena belum ada kesatuan pendapat dalam hal ini, siswa kimia harus
menyadari adanya kesimpangsiuran dalam pelambangan dalam tabel berkala ini.
Peramalan Sifat-Sifat Unsur Berat. Untuk beberapa unsur dalam periode keenam
(misalnya Au dan Hg) sifat-sifat yang diamati berbeda dengan unsur-unsur yang
bersesuaian pada periode kelima (misalnya Ag dan Cd), seolah-olah mereka tidak
mengikuti hukum berkala. Pentelaahan lain dapat memberikan penjelasan mendasar
mengenai sifat ini, yaitu menurut teori relativitas Einstein.
Dalam penelaahan Schrodinger terhadap atomhidrogen dan atom serupa hydrogen,
nilai beberapa sifat massa dan muatan elektron, dikaitkan dengan energy dari elektron-
elektron yang terdapat pada beberapa macam orbital. Menurut teori relativitas Einstein,
massa suatu partikel meningkat apabila partikel tersebut bergerak dengan kecepatan
mendekati kecepatan cahaya. Besarnya massa elektron dinamakan massa diam (rest
mass). Dengan hanya menggunakan massa diam elektron (mengabaikan relativitas) dalam
perhitungan mekanika gelombang, nilai tersebut masih dapat dibenarkan sepanjang
elektron bergerak dengan kecepatan sedang. Prosedur ini berlaku untuk atom-atom dengan
nomor atom rendah. Atom-atom dengan nomor atom tinggi, karena besarnya muatan inti,
maka elektron dipacu dengan kecepatan tinggi. Lebih-lebih untuk elektron yang
mempunyai kemungkinan besar ditemukan di dekat inti, yaitu pada orbital s. jika massa
elektron (menjadi lebih negatif), sehinga sifat-sifat yang berhubungan dengan energi
orbital terpengaruhi. Jadi, karena efek relativitas hanya terlibat dalam unsur berat., efek ini
menyebabkan unsur yang lebih ringan dalam golongannya, masih dapat diharapkan adanya
unsur-unsur super berat lain yang disintesis dan ditelaah.

2.6 Jari-Jari Atom


Sejumlah sifat fisik dan kimiawi berkaitan dengan ukuran atom, tetapi ukuran atom
agak sulit didefinisikan. Telah kita ketahui bahwa peluang untuk mendapatkan elektron
menurun dengan bertambahnya jarak dari inti ke atom, tetapi taka da jarak yang
mempunyai peluang nol. Tak ada batas yang jelas untuk suatu atom. Apalagi, biasanya
atom tidak diamati secara terpisah tetapi berhubungan dengan atom lain, baik yang sejenis
atau tidak sejenis; dan ukuran atom boleh jadi dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya.
Berdasarkan kenyataan ini, mudah dipahami bahwa data yang tepat (“reproducible”) hany
diperoleh melalui penelitian yang seksama. Sekalipun demikian, kita masih dapat
memperoleh manfaat dengan perkiraan kasar bahwa ukuran atom adalah jarak dari inti
sampai ke suatu tempat yang mempunyai peluang membesar untuk menemukan elektron di
kulit terluarnya. Jarak ini kita namakan jari-jari atom, dan marilah kita lihat faktor-faktor
apa yang mempengaruhinya, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran atom.
1) Keragaman Ukuran Atom dalam Satu Golongan pada Tabel Berkala
Kita ketahui bahwa jarak elektron dari inti terutama tergantung pada bilangan
kuantum utama, n. Akibatnya, dapat diharapkan bahwa semakin tinggi bilangan kuantum
yang ditempati oleh elektron di kulit terluas, semakin besar suatu atom. Keadaan ini
berlaku untuk anggota-anggota golongan yang bernomor atom rendah, dimana presentase
kenaikan ukuran dari satu periode ke periode berikutnya besar (misalnya, dari Li ke Na ke
K dalam golongan IA) Persentase kenaikan ukuran dari periode satu periode ke periode
berikutnya lebih kecil untuk unsur-unsur dengan nomor atom tinggi (misalnya dari K ke
Rb ke Cs). Pada unsur-unsur demikian, elektron di kulit terluar ditarik oleh inti lebih kuat
dari yang diperkirakan. Ini disebabkan karena elektron di kulit bagian dalam yaitu subkulit
d dan f kurang efektif dibandingkan elektron-elektron s dan p dalam melindungi elektron-
elektron kulit terluar dari tarikan inti. Tetapi, secara umum dapat disimpulkan bahwa
semakin banyak kulit elektron dalam suatu atom (makin bawah letak suatu unsur dalam
satu golongan pada tabel berkala), makin besar ukuran atom tersebut.
2) Keragaman Ukuran Atom dalam Satu Periode pada Tabel Berkala
Mari kita renungkan suatu proses hipotesis, yang dimulai dari natrium dengan
menambahkan satu unit muatan positif ke dalam inti dan satu elektron pada kulit
terluarnya, demikian seterusnya untuk setiap atom pada periode ketiga. Dalam proses ini
jumlah elektron di kulit bagian dalam tetap sama yaitu 10 (dengan konfigurasi 1 22s22p6).
Untuk memulainya, mari kita anggap bahwa elektron di kulit bagian dalam benar-benar
efektif dalam melindungi elektron terluar dari tarikan inti, dan elektron-elektron di kulit
terluar saling tidak melindungi satu sama lain. Dalam hal ini, natrium dengan nomor atom
11, maka muatan efektif pada kombinasi inti dan elektron di kulit bagian dalam menjadi
+1. Pada magnesium, dengan nomor atom 12, muatan efektif menjadi +2 ; pada aluminium
dengan nomro atom 13, muatan efektif yang dialami oleh tiga elektron terluar menjadi +3,
dan seterusnya. Sebenarnya, anggapan-anggapan di atas tidak benar. Karena elektron di
kulit bagian dalam tidak efektif sepenuhnya dalam melindungi elektron di kulit terluar dari
tarikan inti. Pada natrium, muatan inti efektif (effective nuclear charge) (Zeff), yaitu
kombinasi muatan inti dengan elektron bagian dalam yang berpengaruh pada elektron di
kulit terluar (3s) adalah kira-kira +2 (bukan +1). Dan ternyata elektron di kulit terluar
sedikit melindungi satu sama lain dari tarikan inti, kefektifannya kurang lebih sepertiga.
Akibatnya, muatan inti ekfektif yang dirasakan oleh setiap dua elektron di kulit terluar
pada kira-kira magnesium +2 ; pada aluminium muatan inti efektif kira-kira +3 , dan
seterusnya. Dari sudut pandang manapun kita memandang masalah ini, electron di kulit
terluar mengalami daya tarikan ke inti yang lebih kuat dengan semakin jauh unsur wakil
dari sebelah kiri tabel dalam satu periode. Akibatnya, jari-jari atom menurun dari kiri ke
kanan dalam satu periode.
3) Keragaman Ukuran Atom dalam Deret Transisi
Dalam periode keempat yang lebih tinggi keadaannya sedikit berbeda dengan yang
diberikan dalam butir 2, karena menyangkut unsur-unsur transisi. Dalam deret unsur
transisi, tambahan elektron masuk ke kulit elektron bagian dalam. Tambahan elektron
tersebut berperan serta secara efektif dalam melindungi elektron terluar. Jadi, jumlah
elektron di kulit terluar adalah konstan. Elektron di kulit terluar mengalami gaya tarikan
yang sama. Terdapat penurunan tajam dalam ukuran dua atau tiga atom pertama, tetapi
sesudah itu ukuran atom hanya berubah sedikit dalam deret transisi. Ambilah contoh Fe,
Co, dan Ni. Fe mempunyai 26 proton dalam inti dan 24 elektron di kulit bagian dalam.
Dalam Co (Z =27) ada 25 elektron di kulit bagian dalam, dan dalam Ni (Z = 28) ada 26.
Dalam setiap kasus, kedua electron di kulit terluar mengalami pengaruh muatlah inti
efektif yang hampir sama.
Sekarang akan dibahas makna jari-jari atom, karena seperti telah dikatakan, jari-jari
atom tergantung pada lingkungannya. Untuk atom yang terikat dikenal jari-jari kovalen,
ada pula jari-jari ion, dan dalam hal logam dikenal jari-jari logam. Untuk atom yang tidak
terikat, dikenal jari-jari van der Waals.

Gambar 2.4. Perbandingan Jari-jari Kovalen, Ion dan Logam


Satuan yang biasa digunakan untuk memberikan ukuran atom adalah satuan
angstrom, Å. Tetapi angstrom bukanlah satuan SI. Satuan SI yang dapat digunakan ialah
nanometer (nm) atau pikometer (pm).
1 Å = 1 x 10-10 m = 1 x 10-8 cm = 0,10 nm = 100 pm
Walaupun angstrom tidak diakui sebagai satuan SI, kebanyakan ilmiawan yang
menelaah ukuran-ukuran atom dan molekul masih menggunakan satuan ini. Dalam
pembahasan selanjutnya, akan digunakan baik satuan angstrom maupun pikometer.

Jari-jari kovalen. Akan diuraikan mengenai ikatan kovalen yang ditimbulkan oleh adanya
pertumpang tindihan orbital elektron di daerah antara pusat dua atom. Akibatnya kedua
pusat dari atom yang terikat lebih berdekatan satu sama lain dibandingkan dengan yang tak
terikat. Jari-jari kovalen adalah setengah jarak antara pusat dua atom identic yang terikat
secara kovalen.
Sebenarnya jari-jari kovalen tidak konstan, melainkan berubah tergantung pada
sifat ikatan kovalen di antara atom-atom. Jika tak ada pernyataan lain, istilah jari-jari atom
selanjutnya berarti jari-jari kovalen.

Gambar 2.5. Jari-Jari Kovalen Atom

Jari-jari ion. Jika electron diambil dari suatu atom logam untuk membentuk ion
positif (kation), terjadi pengurangan ukuran yang nyata. Biasanya electron yang lepas
berasal dari kulit dengan bilangan kuantum utama tertinggi, sehingga menghasilkan ion
yang mempunyai satu kulit lebih sedikit dari atom logamnya.
Membandingkan lima jenis atom : atom Na, atom Mg, ion Na+, ion Mg2+, dan
atom Ne. Atom Na lebih besar dari Mg dan ion jauh lebih kecil dari atom logamnya.
Na+, Mg2+, dan Ne dinamakan isoelektronik, karena mempunyai jumlah electron yang
sama (10) dengan konfigurasi yang sama (1s22s22p6). Ne mempunyai muatan inti +10.
Na+ lebih kecil dari Ne karena Na+ mempunyai muatan inti +11. Mg2+ bahkan lebih kecil
lagi karena muatan intinya +12.
Jika atom bukan logam menerima satu atau lebih elektron untuk membentuk ion
negatif (anion), terjadi peningkatan ukuran. Tambahan elektron pada sebuah atom
menyebabkan peningkatan gaya tolak di antara elektron-elektron. Elektron-elektron lebih
tersebar, sehingga ukuran atom bertambah besar.
2.7 Energi Ionisasi (Potensial Ionisasi)
Telah diuraikan sebelumnya, ada beberapa cara lepasnya elektron dari atom. Hal ini
dapat terjadi melalui penyinaran cahaya dengan frekuensi tertentu. (efek fotolistrik),
melalui pemanasan beberapa bahan (efek termionik), dan melalui tumbukan antara sinar
elektron dengan atom berbentuk gas. Dalam keadaan biasa, atom tidak melepaskan
elektronnya secara spontan. Atom harus menyerap energy agar terjadi pengionan (ionisasi).
Energi ionisasi (potensial ionisasi), I dari suatu atom adalah energi yang harus diserap
oleh atom gas agar elektron yang tarikannya paling kecil dapat dipisahkan secara
sempurna.
Energi ionisasi dapat diukur dalam tabung sinar katoda dimana atom-atom yang
diteliti berada sebagai gas dalam tekanan rendah. Beberapa contoh adalah
Mg Mg+ (g) + e- I1 = 7,65 eV/atom (738 kJ/mol) (2.1)
+ 2+ -
Mg (g) Mg (g) + e I2 = 15,04 eV/atom (1451 kJ/mol) (2.2)
Lambang I1 berarti energi ionisasi pertama, I2 adalah energi ionisasi kedua, dan
seterusnya. Lepasnya elektron kedua (dinyatakan dengan I2) lebih dulit terjadi
dibandingkan dengan yang pertama (dinyatakan dengan I1). Karena setelah ionisasi,
lebih sulit bagi elektron yang terionisasi menjauhi ion yang bermuatan +2 (Mg2+)
dibandingkan dengan dari ion dengan muatan +1 (Mg+).
Satuan energi yang digunakan dalam persamaan (8.2) dan (8.3) ialah elektron volt
(eV). Satu elektron volt adalah energi yang diperlukan oleh sebuah elektron apabila
elektron tersebut berada dalam medan listrik dengan perbedaan potensial 1 Volt (V).
Elektron volt adalah satuan energi yang sangat kecil dan sangat cocok untuk memberikan
proses yang melibatkan atom-atom tunggal. Jika kita membahas atom dalam jumlah besar,
terutama dalam jumlah molar, lebih mudah mengungkapkan energi ionisasi sebagai energi
ionisasi 1 mol atom dalam fase gas. Faktor konversi antara elektron volt per atom dan
kilojoule per mol (dan kkal/mol) diberikan dalam persamaan (2.3).
1eV/atom = 96,49 kJ/mol = 23,06 kkal/mol (2.3)
Mudah lepasnya elektron dari suatu atom tergantung pada beberapa faktor. Mudah
diduga, bahwa semakin jauh elektron dari inti, semakin kecil gaya tarikan ke inti dan
semakin mudah pula ia dilepaskan. Pada atom yang besar, daerah yang mempunyai
kemungkinan terbesar ditemukannya elektron di kulit terluar, terletak lebih jauh dari
intinya, dibandingkan pada atom-atom yang lebih kecil, sehingga energi ionisasi menurun
dengan semakin meningkatnya ukuran atom. Hubungan ini lebih jauh digambarkan pada
Tabel 2.4 untuk atom-atom logam alkali.

Tabel 2.4. Energi Ionisasi Unsur-Unsur Logam Alkali


eV/atom kJ/mol
Li 5,392 520,3
Na 5,139 495,9
K 4,241 418,9
Rb 4,177 403,0
Cs 3,894 357,7
Gambar 2.6. Energi Ionisasi Pertama Sebagai Fungsi dari Nomor Atom

Gambar 2.6 menunjukkan energi ionisasi digambarkan sebagai fungsi nomor atom. Titik
minimum pada Gambar 2.6 terjadi pada nomor-nomor atom sebagaimana titik-titik
maksimum pada volume atom dalam Gambar 2.1, yaitu pada nomor-nomor atom logam
alkali. Sifat lain yang dicerminkan dalam Gambar 2.6. adalah bahwa titik-titik maksimum
energi ionisasi terjadi pada gas-gas mulia. Konfigurasi elektron gas mulia sangat mantap
sehingga hanya dapat diganggu dengan menggunakan energi yang sangat besar.
Jika kita mengukur derajat unsur logam berdasarkan kemudahan lepasnya elektron
dari atom, maka semakin rendah energi ionisasi, unsur akan semakin bersifat logam.
Berdasarkan ukuran ini, atom-atom di bagian bawah golongan (atom yang lebih besar pada
tabel berkala lebih bersifat logam dibandingkan atom-atom di bagian atas) atom yang lebih
kecil.
Tabel 2.5 memuat daftar energi ionisasi untuk unsur-unsur periode ketigas.
Dengan beberapa kekecualian terdapat kecenderungan peningkatan energi ionisasi dari
golongan IA ke golongan 0. (Ingat bahwa muatan inti efektif meningkat, dan atom semakin
kecil dan kurang bersifat logam pada unsur-unsur di sebelah kanan tabel berkala). Tabel
2.5 juga membuat tangga energi ionisasi liku-liku diagonal. Ambilah magnesium sebagai
misal. Sekalipun sulit melepaskan elektron kedua dibandingkan yang pertama, jika dua
elektron dilepaskan dari atom Mg, ia akan mempunyai konfigurasi gas mulia Ne. lepasnya
elektron ketiga menyebabkan terlanggarnya kaidah elektron oktet yang menjadi ciri kulit
terluar atom gas mulia (ns2np6). Hal semacam ini tidak lazim terjadi dalam proses kimiawi.
Alasan yang sama juga menyebabkan Na sulit menjadi ion dengan muatan lebih besar dari
+1, demikian juga terhadap Al dengan muatan yang lebih besar dari +3.

Tabel 2.5. Energi Ionisasi Unsur-Unsur yang Terletak pada Peiode Ketiga dalam kJ/mol
Na Mg Al Si P S Cl Ar
I1 495,8 737,7 577,6 786,5 1012 999,6 1251,1 1520,5
I2 4562 1451 1817 1577 1903 2251 2297 2666
I3 7733 2745 3232 2912 3361 3822 3931
I4 11580 4356 4957 4564 5158 5771
I5 16090 6274 7013 6542 7238
I6 21270 8496 9362 8781
I7 27110 11020 12000
Ada beberapa kekecualian dalam keteraturan peningkatan energi ionisasi dari arah
kiri ke kanan tabel berkala. Misalnya, walaupun atom Al kenyataannya lebih kecil dari Mg
(737,7 kJ/mol). Hal ini disebabkan karena elektron yang mengion pada Al berada pada
orbital dengan energi yang lebih tinggi (3p) dibanding elektron (3s) yang mengion pada
Mg.

Contoh 2.2
Berapa besar energi yang harus diserap untuk mengubah semua atom Li(g)
sebanyak 1 mg menjadi Li+.

2.8 Afinitas Elektron


Afinitas elektron (AE) adalah perubahan entalpi, ∆ , yang terjadi apabila sebuah
atom netral dalam fase gas menerima sebuah electron dari jarak tak terhingga. Misalnya,
Cl (g) + e- Cl- (g) EA = -3,615 Ev/atom (-348,8 kJ/mol) (2.4)
Beberapa nilai AE untuk menerima satu electron bagi F, Br, I, O, dan S berturut-turut
adalah -328,0, -324,6, -295,4, -141,1, dan -200,43 kJ/mol.
Tarikan dari inti suatu atom dalam fasa gas terhadap satu electron tambahan
mengakibatkan lepasnya energy (AE < 0). Penambahan electron kedua memerlukan
tambahan energy untuk mengatasi gaya tolak menolak antar electron (AE > 0). Afinitas
terhadap electron O dan S (untuk membentuk ion O2- dan S2-) berturut-turut adalah +704
dan +286 kJ/mol.
Afinitas electron adalah sifat yang sampai beberapa waktu yang lalu sulit diukur
dalam percobaan; kebanyakan afinitas elektron diturunkan secara tak langsung dari
pengukuran lain. Sekarang, sudah ada metoda untuk mengukurnya secara langsung.
Sebagaimana energi ionisasi yang rendah mencirikan sifat-sifat logam, nilai afinitas
elektron yang rendah (sangat negatif) adalah ciri-ciri logam yang aktif.

2.9 Elektronegativitas
Dua kriteria telah dibahas dalam emngungkapkan kecenderungan logam dan bukan
logam : energy ionisasi dan afinitas elektron. Kedua kriteria ini cukup, tetapi akan lebih
sederhana jika hanya ada satu kriteria, terutama dalam memberikan jenis ikatan yang
terjadi jika atom-atom bergabung. Ukuran yang dimaksud adalah elektronegativitas.
Elektronegativitas memberikan kemampuan suatu atom dalam bersaing mendapatkan
elektron, dengan atom lain yang berikatan. Elektronegativitas berkaitan dengan energi
ionisasi (I) dan afinitas elektron (AE), karena kedua besaran ini mencerminkan
kemampuan atom melepaskan atau memperoleh sebuah elektron. Skala elektronegativitas
yang digunakan secara luas didasarkan pada penilaian energi ikatan, yang dikemukakan
oleh Linus Pauling. Elektronegativitas Pauling tak mempunyai satuan, berkisar dari 1
untuk logam sangat aktif, sampai 3,98 untuk fluor, yaitu bukan logam yang paling aktif.
Beberapa nilai-nilai elektronegativitas disajikan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6. Elektronegativitas Beberapa Unsur


H
2,20
Li Be B C N O P
0,98 1,57 2,04 2,55 3,04 3,44 3,98
Na Mg Al Si P S Cl
0,93 1,31 1,61 1,90 2,19 2,58 3,16
K Ca Sc Ti … Cu Zn Ga Ge As Se Br
0,82 1,00 1,36 1,54 1,90 1,65 1,81 2,01 2,18 2,55 2,96
Rb Sr Y Zr … Ag Cd In Sn Sb Te I
0,82 0,95 1,22 1,33 1,93 1,69 1,78 1,96 2,05 2,1 2,66
Cs Ba
0,79 0,89
Sebagai patokan kasar, logam mempunyai elektronegativitas kurang dari 2;
metalloid kira-kira sama dengan 2; dan bukan logam lebih besar dari 2.

2.10 Sifat-Sifat Magnetik


Interaksi atom-atom yang mempunyai elektron berpasangan dengan medan
magnetik menyebabkan atom tersebut ditolak oleh medan. Gejalan ini dinamakan
diamagnetisme. Sekalipun semua zat mempunyai sifat diamagnetik, gaya yang
berhubungan diamagnetisme ini sangat lemah dan dapat dikalahkan oleh sifat magnetik
jenis lain yang ada pada zat lain. Sifat tersebut adalah paramagnetisme. Senyawa
paramagnetik ditarik oleh medan magnet.
Elektron yang bergerak, baik berupa gerakan orbital atau karena rotasi (spin), dapat
disamakan dengan aliran listrik yang sangat kecil. Menurut hukum elektromagnetisme,
aliran listrik diharapkan mengimbas medan magnet di sekitarnya. Pada atom yang orbital
elektonnya terisi dengan elektron yang berpasangan, efek magnetiknya saling meniadakan.
Atom-atom demikian ditolak oleh medan magnet (diamagnetik). Jika atom mempunyai
elektron tak berpasangan, efek magnetik tidak saling meniadakan dan atom tersebut
menunjukkan paramagnetisme. Makin banyak elektron tak berpasangan dalam atom makin
kuat gaya tarik medan magnet yang dialaminya. Jika suatu senyawa bersifat diamagnetik,
beratnya berkuran dalam medan magnet; jika paramagnetik, beratnya bertambah.
Pengukuran sifat magnetik adalah metode percobaan yang membantu penetapan
konfigurasi elektron dalam atom dan ion. Misalnya, atom besi diduga mempunyai
konfigurasi elektron.
3d 4s
Fe 𝖳↓ 𝖳 𝖳 𝖳 𝖳 𝖳↓ [Ar]

Jika atom besi kehilangan dua elektron 4s-nya membentuk ion Fe2+, dapat diduga
ion tersebut mengandung empat elektron tak berpasangan.
3d
Fe2+ 𝖳↓ 𝖳 𝖳 𝖳 𝖳 [Ar]

Percobaan membuktikan sifat paramagnetisme pada padatan yang mengandung


Fe2+, ramalan sesuai dengan percobaan, yaitu adanya lima elektron tak berpasangan.
3d
Fe3+ 𝖳 𝖳 𝖳 𝖳 𝖳 [Ar]

Contoh 2.3.
Manakah dari spesies berikut yang diamagnetik dan mana yang paramagnetik?
(a) Atom Na; (b) atom Mg; (c) ion Cl-; (d) ion Ca2+; (3) Atom Ag

2.11 Penggunaan Tabel Berkala untuk Membandingkan Sifat-Sifat Atom


Gambar 2.7 adalah ringkasan mengenai keragaman sifat atom menurut golongan
dan periode dalam tabel berkala, dan digunakan untuk menjawab beberapa pertanyaan
dalam Contoh 2.4.
Gambar 2.7. Sifat Atom dan Tabel Berkala – Sebuah Ringkasan

Contoh 2.4.
Dari pasangan unsur berikut, mana yang anda duga mempunyai :
(a) Energi ionisasi (pertama) lebih rendah, Sr atau Br?
(b) Lebih bersifat bukan logam, Ga atau P?
(c) Atom lebih besar, Mg atau I?
(d) Elektronegativitas lebih tinggi, Mg atau I?

TUGAS
1. Terdapat dalam golongan apakah dalam tabel berkala unsur-unsur dengan konfigurasi
elektron berikut :
(a) 1s22s22p63s23p5
(b) [Ar] 3d104s24p2
(c) 1s22s22p63s2
(d) [Ar] 3d104s1
(e) [Xe] 4f145d46s2
2. Tuliskan konfigurasi elektron untuk : (a) In; (b) Au; (c) Rb+; (d) Br-; (e) Zn2+
3. Berapakah energi dalam Joule yang harus diserap untuk menghasilkan 1,86 x 10-6 mol
ion Mg2+ dari atom Mg fase gas?
4. Susunlah unsur-unsur berikut berdasarkan sifat logam dari yang tertinggi sampai
terendah : Sc, Fe, Rb, Br, O, Ca, F, Te.
5. Manakah dari unsur berikut yang diamagnetik dan mana yang paramagnetik : K+;
Cr3+; Zn2+; Cd; Co3+; Sn2+; Br?
BAB 3
IKATAN KIMIA

Sementara teori atom sedang dikembangkan, berbagai gagasan juga dicetuskan


tentang kombinasi atom yang menghasilkan senyawa kimia. Dalam senyawa, atom-atom
diikat bersama oleh gaya yang dikenal sebagai ikatan kimia. Elektron-elektron memegang
peranan penting dalam pembentukan ikatan kimia. Perlu dipertimbangkan bahwa di dalam
kombinasi atom juga terdapat daerah dengan peluang besar untuk mendapatkan elektron.
Jadi, elektron dalam atom dijelaskan oleh orbital atom, dan elektron dalam molekul
dijelaskan oleh orbital molekul. Dalam bab ini akan dibahas pembentukan ikatan kimia
berdasarkan konsep yang lebih sederhana.

3.1 Peranan Elektron dalam Pembentukan Ikatan Kimia


Salah satu petunjuk dalam pembentukan ikatan kimia adalah adanya suatu golongan
unsur yang sulit membentuk senyawa kimia. Unsur ini termasuk golongan gas mulia. Pada
tahun 1916, beberapa gagasan tentang pembentukan ikatan kimia telah dikemukakan oleh
dua orang kimiawan Amerika, Lewis dan Langmuir, dan seorang kimiawan Jerman,
Kossel. Menurut mereka, apabila gas mulia tidak bersenyawa dengan unsur lain, tentunya
ada sesuatu keunikan dalam konfigurasi elektronnya yang mencegah persenyawaan dengan
unsur lain. Apabila dugaan ini benar, atom yang bergabung dengan atom lain membentuk
suatu senyawa mungkin mengalami perubahan di dalam konfigurasi elektronnya yang
mengakibatkan atom-atom itu lebih menyerupai gas mulia. Teori yang dikembangkan dari
gagasan ini selanjutnya dikenal sebagai teori Lewis. Menurut teori Lewis :
1. Elektron-elektron, terutama yang berada pada kulit terluar (elektron valensi),
memainkan peranan utama dalam pembentukan ikatan kimia.

Gambar 3.1. Lambang Lewis Unsur-unsur Periode Kedua

2. Dalam beberapa hal, pembentukan ikatan kimia terjadi karena adanya perpindahan satu
atau lebih elektron dari satu atom ke atom yang lain. Hal ini mendorong terjadinya
pembentukan isu positif dan negatif dan terbentuknya suatu jenis ikatan yang disebut
ikatan ion.
3. Dalam hal lain, pembentukan ikatan kimia dapat terjadi dari pemakaian bersama
pasangan elektron di antara atom-atom. Molekul yang dihasilkan ini mempunyai suatu
jenis ikatan yang disebut ikatan kovalen.
4. Perpindahan atu pemakaian bersama elektron berlangsung sedemikian rupa sehingga
setiap atom yang terlibat mendapat suatu konfigurasi elektron yang mantap. Konfigurasi
umumnya merupakan konfigurasi gas mulia yaitu konfigurasi dengan 8 elektron pada
kulit terluarnya yang disebut suatu oktet.

III - 1
Lambang Lewis. Lambang Lewis suatu unsur terdiri dari lambing kimia biasa yang
dikelilingi oleh sejumlah titik. Lambang kimia melambangkan butir atom yang terdiri dari
elektron pada inti atom dan kulit bagian dalam. Titik-titik melambangkan elektron pada
kulit terluar, atau elektron valensi. Jadi, untuk silikon diagram orbitalnya dapat ditulis :
1s 2s 2p 3s 3p
Si 𝖳↓ 𝖳↓ 𝖳↓ 𝖳↓ 𝖳↓ 𝖳↓ 𝖳 𝖳

Diagram orbital ini jika dituliskan dengan simbol Lewis, menghasilkan

Titik yang berpasangan melambangkan pasangan elektron 3s dan dua titik yang tidak
berpasangan melambangkan dua elektron 3p yang tidak berpasangan. Akan tetapi simbol
Lewis yang benar adalah

Konsep rotasi elektron belum ditemukan pada waktu teori Lewis dicetuskan. Dengan
demikian tidak ada dasar pemikiran tentang pasangan elektron di dalam kulit valensi.
(Nyatanya, bahwa dalam teori Lewis digambarkan elektron valensi yang menempati sudut-
sudut atom yang berbentuk kubus). Lambang Lewis yang paling berguna adalah
menempatkan satu titik pada setiap sisi lambing kimia sampai jumlah maksimum empat,
dan kemudian tambahkan titik kedua (berpasangan) sampai mencapai oktet.

Contoh 3.1.
Tulislah lambang Lewis untuk unsur berikut :
(a) N, P, As, Sb, Bi
(b) Ca, Ge, I

Struktur Lewis. Meskipun teori Lewis berlaku terutama untuk ikatan kovalen tapi
gagasannya dapat digunakan untuk menggambarkan ikatan ion maupun kovalen. Struktur
Lewis adalah kombinasi lambang Lewis yang menggambarkan perpindahan atom
pemakaian bersama elektron di dalam suatu ikatan kimia.
 -
Pembentukan ikatan ion : Nax  Cl:  [Na] [:Cl:]



Lambang lewis

Struktur Lewis



 

H   
Pembentukan ikatan kovalen : x Cl:  H x Cl:
 

Lambang lewis Struktur Lewis

Dalam dua contoh di atas, elektron dari suatu atom diberi lambang x dan dari atom lain
diberi lambang. Akan tetapi, tidak mungkin membedakan elektron-elektron di dalam atom
yang terikat. Dalam semua struktur Lewis berikutnya, hanya akan digunakan simbol titik
(.). Struktur Lewis akan dibahas lebih lengkap pada uraian berikut.

3.2 Pembentukan Ikatan Ion


Untuk melepaskan elektron pada kulit terluar (3s1) dari atom Na dibutuhkan
sejumlah energi yang disebut energi ionisasi pertama, I, = +5,1 eV. Sejumlah energi akan
dilepaskan apabila atom Cl menarik elektron ke dalam kulit terluarnya yang diukur dengan
afinitas elektron, AE = -3,6 Ev. Ion-ion terbentuk saling tarik menarik sehingga
berdekatan. Proses ini eksoterm, dengan perubahan energi sebesar -5,8 eV. Keseluruhan
proses berlangsung dengan mudah dan berenergi, perubahan energy bersih yang terjadi
adalah 5,1 – 3,6 – 5,8 = -4,3 eV/atom = -415 kJ/mol.
Sebagai akibat adanya gaya tarik menarik tersebut, terbentuklah kelompom dari
sejumlah besar ion Na+ dan Cl- yang merupakan kristal padat. (Pertambahan perubahan
energi yang berhubungan dengan pengelompokan pasangan ion menjadi kristal besarnya
adalah -2,4 Ev per pasangan ion atom -232 kJ/mol). Pembentukan kristal ion merupakan
bagian integral dari keseluruhan proses pembentukan ikatan ion. Berikut ini adalah ciri-ciri
ikatan ion.
1. Ikatan ion terbentuk karena adanya perpindahan elektron antara sebuah atom logam dan
sebuah atom bukan logam. Dalam perpindahan ini atom logam menjadi ion yang
bermuatan positif (kation) dan atom bukan logam menjadi ion bermuatan negatif
(anion).
2. Atom bukan logam memperoleh sejumlah elektron yang cukup untuk menghasilkan
anion dengan konfigurasi elektron gas mulia.
3. Kecuali dalam keadaan gas, senyawa ion tidak tersusun dari pasangan ion sederhana
atau sekelompok kecil ion. Dalam keadaan padat setiap ion dikellilingi oleh ion-ion
yang muatannya berlawanan, membentuk suatu susunan yang disebut kristal.
4. Yang dimaksud satuan rumus suatu senyawa ion ialah sekelompok terkecil ion-ion yang
bermuatan listrik netral. Satuan rumus diperoleh secara otomatis bila struktur Lewis
dituliskan.

Contoh 3.2.
Tulislah Struktur Lewis untuk senyawa ion berikut : (a) BaO (b) MgCl2 (c) K2S

3.3 Pembentukan Ikatan Kovalen


Di dalam struktur Lewis untuk NaCl dan HCl, atom Cl memperoleh konfigurasi
elektron atom gas mulia. Kecenderungan atom Cl untuk menerima sebuah elektron dalam
keadaan apapun selalu sama, tetapi jika dibandingkan antara atom Na atau H, manakah
yang lebih mudah memberikan elektron kepada atom Cl? Baik atom Na maupun atom H
tidak akan melepaskan elektronnya dengan begitu saja. Untuk melepaskan elektron valensi
dari Na diperlukan energi (I1) sebesar -5,14 eV/atom yang lebih kecil dibandingkan energi
yang diperlukan untuk melepaskan elektron valensi dari H, yaitu sebesar 13,6 eV/atom.
Natrium lebih bersifat logam daripada hydrogen. Kenyataannya, hidrogen merupakan
bukan logam pada keadaan normal; hidrogen tidak memberikan elektronnya kepada atom
bukan logam lainnya. Pembentukan ikatan antara sebuah atom H dan sebuah atom Cl
melibatkan pemakaian bersama elektron yang menghasilkan ikatan kovalen.

Gambar 3.2. Beberapa Contoh Ikatan Kovalen


Gagasan bahwa ikatan kovalen melibatkan pemakaian bersama elektron di antara
atom-atom perlu dibahas lebih jauh. Perubahan mendalam tentang ikatan kovalen Sekarang
kita lihat kemungkinan pembentukkan ikatan kovalen melalui teori lewis. Pertama tulis
kembali struktur Lewis untuk HCl untuk menggambarkan pemakaian bersama electron dan
pencapaian konfigurasi electron gas mulia. Garis putus-putus pada kedua lingkaran
menunjukkan kulit electron terluar. Konfigurasi elektron yang efektif dari kulit terluar
ditetapkan dengan menghitung banyaknya elektron yang ada pada masing-masing
lingkaran. Untuk atom H adalah dua, sesuai dengan konfigurasi elektron atom Ar. Sebagai
catatan, kedua elektron antara H dan Cl (:) dihitung dua kali, karena elektron ini dipakai
bersama.

Gambar 3.3. Struktur Lewis untuk HCl (NA H = 1; Cl = 17)

Telah diketahui bahwa beberapa unsur gas tidak merupakan kumpulan atom
terisolasi, melainkan berbentuk molekul. Misalnya, H2, Cl2, N2, dan O2. Sekarang kita coba
meuliskan rumus ini menggunakan struktur Lewis. Untuk molekul H 2 dan Cl2 yang relatif
sederhana, setiap atom mencapai konfigurasi elektron gas mulia melalui pemakaian
bersama sepasang elektron dengan atom yang diikatnya. Pemakaian bersama sepasang
elektron ini menghasilkan ikatan kovalen tunggal, sering diberi lambang garis (−).
Pasangan elektron yang tidak terlibat dalam pembentukan ikatan, pasangan tidak
berikatan atau pasangan mandiri, (bebas) juga kadang-kadang diberi tanda garis.

Gambar 3.4. Ikatan Kovalen Tunggal

Ikatan kovalen ganda. Jika struktur Lewis seperti yang telah ditulis untuk H 2 dan
Cl2 dicobakan pada molekul N2, akan diperoleh struktur sebagai berikut :

Gambar 3.5. Struktur Lewis N2

Struktur ini bertentangan dengan kaidah oktet. Atom N hanya mempunyai 6


elektron pada kulit terluarnya. Keadaan ini dapat diperbaiki jika dianggap bahwa lebih dari
sepasang elektron dapat dipakai bersama antara atom-atom. Struktur Lewis untuk N2
adalah
: N ≡ N : atau |N ≡ N|
Pemakaian bersama tiga pasangan elektron di antara dua atom seperti dalam
molekul N2 ditunjukan dengan ikatan kovalen ganda tiga. (≡).
Pada O2, terdapat pemakaian bersama dua pasang elektron di antara atom-atom O,
menghasilkan sebuah ikatan ganda dua (=).

Akan tetapi, mengapa struktur pada gambar diatas tidak benar? Karena struktur
tersebut tidak dapat menjelaskan kenyataan bahwa molekul O2 bersifat paramagnetik
(mempunyai elektron tak berpasangan). Mengenai hal ini dan hubungannya dengan kaidah
oktet, akan dibahas lebih lanjut. Secara sederhana dapat disimpulkan : kenyataan bahwa
struktur Lewis yang masuk akal dapat ditulis untuk suatu spesies, belum merupakan bukti
bahwa struktur itu merupakan struktur elektron yang benar. Kebenarannya perlu
dibuktikan secara percobaan.

3.4 Struktur Lewis Kovalen – Beberapa Contoh


Untuk mengerti beberapa contoh khas dari struktur Lewis pada bagian ini, gagasan berikut
akan sangat berguna.
1. Semua elektron valensi (kulit terluar) dari atom dalam struktur lewis harus dihitung
2. Biasanya, setiap atom dalam struktur lewis mencapai konfigurasi elektron dengan
delapan elektron pada kulit terluar (oktet). (kecuali hidrogen, kulit terluarnya hanya
berisi dua elektron).
3. Biasanya, semua elektron dalam struktur lewis berpasangan.
4. Seringkali kedua (pasangan) atom dalam ikatan memberikan sejumlah elektron yang
sama untuk membentuk ikatan kovalen, tetapi kadang-kadang kedua elektron yang
berpasangan di dalam ikatan berasal dari satu atom (ikatan ini dikenal ikatan kovalen
koordinat)
5. Kadang-kadang perlu menunjukkan ikatan kovalen ganda dua atau ganda tiga dalam
struktur lewis.
6. Kadang-kadang tidak mungkin untuk menggambarkan satu struktur lewis yang sesuai
dengan data yang tersedia. Dalam hal ini struktur yang benar hanya dapat ditunjukkan
sebagai gabungan atau hibrida dari dua atom lebih struktur yang masuk akal. Keadaan
seperti ini disebut resonansi.

Gagasan lain yang berguna dalam penulisan suatu struktur lewis adalah
(a) Dimulai dengan suatu kerangka dari struktur yang masuk akal, yang menunjukkan atom-
atom berikatan satu sama lain. Struktur kerangka terdiri dari satu atau lebih atom pusat
dengan atom lain (atom ujung) yang berikatan dengan atom pusat
(b) Jumlahkan elektron valensidari semua atom dalam struktur. Banyaknya elektron ini
harus nampak pada struktur Lewis. (Aturan ini sedikit dimodifikasi bila melibatkan
anion atau kation beratom banyak (poliatom).
(c) Tempatkan pasangan elektron di sekeliling atom ujung untuk melengkapi kulit valensi
(oktet) dari semua atom. Jika ini tidak mungkin dengan jumlah elektron yang tersedia,
pindahkan pasangan elektron mandiri dari atom ujung untuk membentuk ikatan ganda
[ada atom pusat.
Contoh 3.3.
Tuliskan Struktur kerangka dan struktur lewis yang masuk akal dari N2H4 dan
HCN.

Konsep Muatan Formal. Berikut ini diberikan suatu metode yang dapat membantu untuk
memilih struktur kerangka yang masuk akal. Selain penetapan jumlah oktet kulit terluar,
elektron dalam struktur Lewis dapat pula dihitung dengan cara berikut : Hitung semua
elektron yang tidak berikatan, yang ada di sekeliling atom. Hitung elektron yang berikatan
dengan membagi dua di antara atom-atom yang berikatan. Setelah banyaknya elektron
dihitung, tentukan apakan atom dalam struktur lewis mempunyai muatan formal.

Muatan formal adalah jumlah elektron kulit terluar (valensi) di dalam atom terisolasi
dikurangi dengan jumlah elektron yang diperuntukkan bagi atom tersebut dalam struktur
Lewis.

Gambar 3.6. Pemilihan Struktur Lewis yang Masuk Akal dengan Konsep Muatan Formal

Struktur (a) lebih masuk akal karena tidak mempunyai muatan formal pada atom-atomnya.
Aturan yang digunakan untuk menggambarkan struktur pada HCN sebagai yang lebih
masuk akal adalah
Suatu struktur Lewis yang di dalamnya tidak terdapat muatan formal (semua muatan
formalnya nol) lebih masuk akal dibandingkan struktur Lewis yang mempunyai muatan
formal. Jika muatan formal diperlukan, carilah struktur dengan muatan formal sekecil
mungkin.
Suatu catatan penting tentang konsep muatan formal, jika dipilih struktur

Setiap individu dalam atom molekul kovalen tidak membawa muatan bersih sebenarnya.
Untuk membedakan antara muatan formal dan muatan ion sebenarnya, digunakan tanda
muatan berlingkaran kecil untuk muatan formal.

Contoh 3.4.
Perlihatkan bahwa struktur (1) lebih masuk akal dari (2).

(1) (2)
Dalam pemilihan alternatif yang mempunyai sebaran muatan formal yang sama, struktur
Lewis yang paling masuk akal adalah yang muatan formalnya negatif yang ditempatkan
pada atom yang lebih elektronegatif.
Sebagai lanjutan penerapan aturan ini, diketahui bahwa atom pusat dalam suatu struktur
umumnya adalah atom dengan elektronegativitas kecil.

3.5 Pengecualian Kaidah Oktet


Spesies Elektron Ganjil. Jika jumlah elektron valensi di dalam struktur Lewis
adalah ganjil, maka ada dua kesimpulan tentang strukturnya.
1. Paling sedikit terdapat satu elektron yang tidak berpasangan.
2. Paling sedikit satu atom tidak mempunyai konfigurasi elektron oktet.
Ambil contoh molekul NO2. Jumlah elektron valensi NO2 adalah 17. Struktur
Lewis harus disemaikan dengan jumlah elektron tersebut. Sebenarnya, terdapat dua
struktur yang masuk akal dan struktur yang benar merupakan hibrida resonansi dari
keduanya.

Karena adanya sebuah elektron yang tidak berpasangan, maka spesies berelektron
ganjil bersifat paramagnetik. NO 2 bersifat paramagnetik, demikian pula NO. dengan
demikian, dalam molekul dengan jumlah elektron genap, diharapkan semua elektronnya
berpasangan dan bersifat diamagnetik. Tetapi moleklul O 2, dengan 12 elektron valensi
bersifat paramagnetik. Molekul O2 harus mempunyai elektron yang tidak berpasangan.
Percobaan menunjukkan bahwa ikatan dalam O2 mempunyai beberapa sifat ikatan ganda.
Tidaka da struktur Lewis tunggal yang dapat ditulis untuk O2.

Oktet Tak Lengkap. Kita telah membahas struktur Lewis yang satu atau lebih
atomnya tidak mempunyai konfigurasi elektron oktet pada kulit terluarnya, dan ini
digunakan sebagai dasar untuk menolak suatu struktur. Tetapi ada kalanya dijumpai
struktur yang konfigurasi oktetnya tidak lengkap tetapi dibenarkan. Contohnya adalah
molekul BF3 (untuk penekanan elektron valensi dari atom B diberi tanda x).

Struktu () adalah masuk akal untuk BF3, dibuktikan dengan mudah karena
terbentuknya senyawa H. Atom N memberikan dua elektronnya kepada ikatan boron-
nitrogen dan atom B menjadi oktet.

Oktet Berkembang. Fosfor dapat membentuk dua senyawa klorida, PCl 3 dan PCl5.
Pembentukan ikatan kovalen dalam PCl3 memenuhi kriteria dasar struktur Lewis, yaitu
semua atom memperoleh konfigurasi oktet pada kulit terluar. Dalam PCl5, karena lima
atom Cl terikat langsung pada atom P pusat, maka sepuluh elektron terdapat pada kulit
terluar atom P. Oktet telah “berkembang” menjadi 10 elektron. Dalam molekul SF6 oktet
berkembang menjadi 12. Keadaannya dapat digambarkan sebagai berikut.

Perkembangan menjadi 10 atom 12 elektron memerlukan orbital tambahan.


Perbedaan energi antara subkulit 2p dan 3s sangat besar sehingga memungkinkan
berlangsungnya pembentukan ikatan tambahan ini bagi unsur bukan logam pada periode
kedua tabel berkala. Ada kalanya subkulit d tersedia, sehingga oktet berkembang
dimungkinkan. Jadi, gejala yang dijelaskan di sini ditemukan pada unsur bukan logampada
periode ketiga dan periode yang lebih tinggi lagi.
Dengan menggunakan kaidah oktet berkembang, struktur Lewis dapat ditulis
mendekati hasil pengamatan. Sebagai contoh, penulisan struktur Lewis ion sulfat, SO42-,
tanpa kaidah oktet berkembang menghasilkan suatu struktur yang semua ikatannya tunggal
dan semua atomnya mempunyai muatan formal.
Dapat pula ditulis struktur lain dengan muatan formal yang lebih sedikit, dengan
menggunakan berbagai ikatan ganda dua belerang-oksigen. Hasil percobaan menunjukkan
bahwa adanya sifat ikatan ganda pada senyawa tersebut. Karena ikatan belerang-oksigen
semuanya setara, perlu untuk dituliskan resonansi dalam struktur Lewis SO42-.

TUGAS
1. Tulislah simbol Lewis untuk atom dan ion berikut :
(a) Kr; (b) Ge; (c) Mg2+; (d) Ga; (e) S2-
2. Tulislah struktur Lewis yang masuk akal untuk molekul yang hanya berisi ikatan
kovalen tunggal :
3. Molekul berikut berisi ikatan kovalen ganda. Berikan masing-masing struktur Lewis
yang masuk akal untuk : (a) O3; (b) CS2; (c) H2CO
4. Berikan muatan formal pada atom dalam spesies berikut. Tunjukkan pula jika tidak ada
muatan formalnya.

(a) (c)

(b) (d) (e)

5. Gunakan konsep muatan formal untuk memilih kerangka struktur yang lebih tepat untuk
molekul berikut : (a) SCS atau CSS; (b) NOCl atau ONCl.
BAB 4
KIMIA ORGANIK
Lebih dari sejuta senyawa terdiri dari gabungan karbon dengan hidrogen, oksigen,
nitrogen atau beberapa unsur tertentu. Keseluruhan senyawa tersebut merupakan bagian
dari kimia organik. Unsur karbon sangat istimewa karena memiliki kemampuan untuk
mengadakan ikatan kovalen yang kuat dengan sesamanya. Atom-atom karbon dapat
membentuk rantai lurus, bercabang atau bentuk cicin. Kemungkinan penyusunan tingginya
keragaman senyawa karbon.
Pada mulanya kimia organik hanya melibatkan senyawa yang diturunkan dari
makhluk hidup. Makhluk hidup dianggap mempunyai ‘tenaga gaib’ (‘vital force’) yang
diperlukan dalam sintesis senyawa-senyawa tersebut. Pada tahun 1828, seorang kimiawan
bangsa Jerman, Friedrich Wohler memanaskan ammonium sianat, berasal dari senyawa
anorganik, dan diperbolehkan senyawa urea. Urea yang diperolehnya dengan cara ini
identic dengan urea yang diisolasi dari air seni.

KOCN + NH4Cl → KCl + NH4OCN

pemanasan
NH4CN H2NCONH2
Amonium sianat urea

4.1 Bentuk Senyawa Organik


Senyawa organik yang paling sederhana terdiri dari karbon dan 1lectron, yakni
hidrokarbon. Hidrokarbon yang paling sederhana ialah metana, CH4, yaitu bagian utama
dari gas alam. Berikut ini adalah cara menggambarkan molekul metana melalui tiga cara.
Struktur Lewis menunjukkan semua penyebaran 1lectron valensi dalam molekul. Rumus
struktur menitik beratkan pada 1lectron yang terlibat dalam pembentukkan ikatan, dalam
hal ini digunakan sebuah garis untuk menggambarkan ikatan tunggal (dua garis untuk
ikatan ganda dan tiga garis untuk ikatan ganda tiga). Rumus ingkat memuat informasi yang
sama dengan rumus struktur, hanya dituliskan dalam satu baris.
H
H
:
H C H
H:C:H CH4
:
H
H
Struktur Lewis rumus struktur rumus singkat

Tak satupun struktur tersebut menjelaskan bentuk geometri molekul CH 4. Baik dari
teori VSEPR maupun teori ikatan valensi dapat diharapkan penyebaran empat pasangan
1lectron di sekitar atom karbon pusat membentuk tetrahedral. Pada molekul CH 4, keempat
atom H adalah ekivalen. Jaraknya dari atom C sama dan mereka menempel pada atom
karbon melalui ikatan kovalen yang setara kekuatannya. Sudut di antara dua ikatan C-H
ialah 109o28’. Model molekul sering digunakan untuk menggambarkan molekul-molekul

IV - 1
organik. Dua macam yang sering dipakai digambarkan pada Gambar 4.1. Dengan
meningkatnya jumlah atom karbon dalam molekul, anggota-anggota dalam deret
hidrokarbon ditunjukkan pada Tabel 4.1.

(a) (b) (c)


Gambar 4.1
Gambaran Struktur dari Molekul Etana
(a) Struktur tetrahedral memperlihatkan ikatan sudut.
(b) Model bola dan tongkat
(c) Model pengisi-ruang

Tabel 4.1. Penggambaran Beberapa Hidrokarbon


Hidrokarbon Rumus Struktur Rumus Singkat Model bola-dan- Model pengisi-
tongkat ruang
Etana CH3 – CH3

Propana CH3 – CH2 – CH3

Butana CH3 – (CH2)2 – CH3

Isobutana HC(CH3)3

Keisomeran kerangka. Dari Tabel 4.1 terlihat adanya dua macam penyusunan
hidrokarbon dengan empat karbon dan sepuluh atom hidrogen. Ternyata dua senyawa
berbeda dengan rumus C4H10. Salah satunya dinamakan butana, sedangkan yang lain
dinamakan isobutana. Senyawa-senyawa yang rumus molekulnya sama tetapi berbeda
strukturnya dinamakan isomer-isomer. Diketahui banyak keisomeran dalam senyawa
organik. Dalam kasus yang dibicarakan di sini isomer-isomer hanya berbeda dalam hal
rantai lurus atau bercabang. Jenis keisimeran demikian dinamakan keisomeran rantai atau
kerangka.
Nama-nama yang diberikan kepada keempat hidrokarbon dalam deret di Gambar
4.2 adalah nama-nama biasa. Untuk rantai karbon yang lebih panjang diberikan nama-
nama yang dapat mencerminkan panjangnya rantai karbon dalam rantai. Nama yang
diberikan berakhiran “ana”. Beberapa senyawa berantai cabang sering diberi awalan “iso”.
Deret hidrokarbon diawali dengan metana dan sesudah senyawa dengan empat atom
karbon, dilanjutkan dengan : pentana (C5H12), heksana (C6H14), heptana (C7H16), oktana
(C8H18), nonana (C9H20), dan dekana (C10H22). Semua hidrokarbon berantai panjang
menunjukkan keisomeran kerangka, dan semakin panjang rantai karbon semakin besar
jumlah kemungkinan isomer. Terdapat 18 isomer untuk oktana, 35 untuk nonana, 75 untuk
dekana, dan seterusnya.

Contoh Soal 4.1


Tuliskan rumus struktur untuk semua kemungkinan isomer heksana C6H14.

Tatanama. Pada awal sejarah kimia organik, kimiawan memberikan nama-nama


tersendiri untuk senyawa barunya. Seringkali nama-nama tersebut berasal dari sumber atau
sifat tertentu dari senyawa tersebut, dan beberapa nama tersebut masih lazim digunakan.
Contohnya asam sitrat ditemukan pada buah strun (limau), asam urat ditemukan pada
urine; asam format terdapat pada semut (dari bahasa Latin, semut = formica); dan morfin
merangsang tidur (dari Morpheus, Tuhan tidur bagi bangsa Yunani kuno). Semakin
banyak senyawa baru yang disintesis, semakin nyata bahwa pemberian nama didasarkan
pada nama-nama biasa tak dapat dipertahankan. Salah satu sistem yang disarankan ialah
International Union of pure and Applied Chemistry (IUPAC atau IUC). Beberapa aturan
penting dalam tatanama hidrokarbon (CnH2n+2) menurut kaidah ini ialah
1. Nama keluarga hidrokarbon jenuh adalah alkana.
2. Pilihlah rantai karbon terpanjang dalam molekul dan gunakan nama hidrokarbon
tersebut sebagai nama dasar.
3. Setiap cabang dari rantai utama ini dianggap sebagai subtstituen yang diturunkan dari
hidrokarbon lain. Untuk substituent tersebut, akhiran dari nama dasarnya berubah dari
“ana” menjadi “il”.
4. Nomorilah atom karbon pada rantai utama, sehingga sustituen mendapatkan nomor
yang paling rendah.
5. Setiap sustituen mempunyai nama dan nomor. Untuk substituent-substituen yang
identik, gunakan di, tri, tetra, dan seterusnya, serta ulangi nomor-nomornya.
6. Nomor dipisahkan satu sama lain dengan koma dan dari huruf dengan tanda garis.
7. Susunlah susbtituen secara abjad menurut namanya, tanpa memperhatikan nomor atau
kerumitannya.
8. Jika terdapat lebih dari satu rantai yang panjangnya sama, berilah satu nama sehingga
terdapat jumlah rantai samping yang maksimum.
Untuk menerapkan aturan ke-3, substituent hidrokarbon atau gugus alkil diberi
nama sebagai berikut.
CH3 CH3CH2 CH3CH2CH2 CH3CHCH3

Propil (juga dinamakan n- propil atau normal propil

metil etil
isopropil

CH3 CH3

CH3CH2CH2CH2 CH3CHCH2 CH3CHCH2CH3 CH3CCH3

s-butil (sec-butil atau sekunder butil)

butil (atau n-butil) isobutil


t-butil (tert-butil atau tersier butil)

Keisomeran Kedudukan. Bermacam-macam atom atau gugus atom dapat


merupakan substituent pada rantai karbon. Ketiga monobromopentana mempunyai isomer,
sekalipun mempunyai kerangka karbon yang sama. Karena perbedaannya terletak pada
kedudukan atom brom pada rantai karbon, mereka dinamakan keisomeran kedudukan.

CH3CH2CH2CH2CH2Br CH3CH2CH2CHCH3 CH3CH2CHCH2CH3


CH3 CH3
1-bromopentana 2-bromopentana 3-bromopentana

Contoh Soal 4.2.


Berikan semua kemungkinan isomer untuk C4H9Cl.

Gugus fungsi. Unsur selain karbon dan hidrogen dalam senyawa organik
memberikan kekhasan bagi sekelompok senyawa tersebut. Dalam beberapa kasus,
pengelompokkan ini terjadi karena beberapa atom H digantikan, atau kadang-kadang atom C-
nya sendiri. Pengelompokkan atom-atom ini dinamakan gugus fungsi (function group), dan
molekul selebihnya dilambangkan dengan R. Tabel 4.2 memuat beberapa gugus fungsi yang
sering dijumpai.
Tabel 4.2. Beberapa Golongan Senyawa Organik
Rumus Struktur
Jenis Senyawa Contoh Nama
Umum
Alkana R-H CH3CH2CH2CH2CH3 Pentana

Alkana CH3CH2CH2CH CH2 1-pentana

Alkina R-C C-R CH3CH2C CCH3 2-pentina


Alkohol R-OH CH3CH2CH2CH2CH2OH 1-pentanol
CH3CH2CH CH2CH3
3-
Alkilhalida R-X
Br bromopentana
Etil propil
Eter R-O-R CH3CH2OCH2CH2CH3
eter
O O
Aldehida Pentanal
R-C-H CH3CH2CH2CH2CH
O O
Keton 3-pentanon
R-C-R CH3CH2CCH2CH3
O O
Asam
Asam
R-C-OH CH3CH2CH2CH2COH pentanoat
O O
Metil
Ester
CH3CH2CH2CH2COCH3 pentanoat
R-C-O-R
Amina R-NH2 CH3CH2CH2CH2CH2NH2 Pentilamina

4.2 Alkana
Dalam bagian ini akan dibahas sifat-sifat alkana lebih jauh. Sifat penting dari
hidrokarbon alkane ialah hanya terdapat ikatan kovalen tunggal. Dalam senyawa ini, ikatan-
ikatannya dikatakan jenuh; alkana dikenal sebagai hidrokarbon jenuh.
Kerumitan alkane dimulai dari metana, CH4 (menyusun lebih dari 90% dari gas
alam), sampai ke molekul yang terdiri dari 50 atom karbon (terdapat dalam minyak bumi).
Setiap alkana berbeda dari yang lainnya berdasarkan gugus metilena, -CH2. Perbedaan unit
ini secara tetap membentuk suatu deret homolog (homologous series). Anggota-anggota
dari seri ini mempunyai sifat kimia dan fisik yang hampir sama. Misalnya, dengan
kenaikan bobot molekul akan ditandai dengan kenaikan titik didih. Kenaikan titik didih ini
dapat dimengerti sehubungan dengan gaya London yang telah dibahasa dalam bab lain.
Gaya ini naik dengan meningkatnya bobot molekul. Data pada Tabel 4.3, menunjukkan
bahwa makin bercabang rantai karbon, makin rendah titik didihnya.
Tabel 4.3. Titik Didih Beberapa Isomer Alkana
Keluarga Isomer Titik Didih (oC)
n-butana -0,5
butana
Isobutana -11,7
n-pentana 36,1
pentana Isopentana 27,9
2,2-dimetil propana (neopentana) 9,5
n-heksana 68,7
3-metil pentana 63,3
heksana Isoheksana 60,3
2,3-dimetil butana 58,0
2,2-dimetil butana (neoheksana) 49,7

Strukur Cincin. Alkana dalam bentuk rantai mempunyai rumus CnH2n+2 dan
dinamakan alifatik. Alkane juga dapat berbentuk cincin atau siklik yang dinamakan
struktur alisiklik. Cincin-cincin ini dapat digambarkan sebagai hasil penggabungan kedua
ujung rantai alifatik dengan melepaskan masing-masing satu atom hidrogen dari ujungnya.
Senyawa alisiklik sederhana mempunyai rumus CnH2n.
CH2 H2C CH2 CH2 CH2

H2C CH2 H2C CH2 H2C CH2 CH2 CH2


H2C CH2 CH2 CH2

CH2

Siklopropana Siklobutana Sikloprentana Sikloheksana


C3H6 C4H8 C5H10 C6H12

Penamaan senyawa alisiklik mengikuti aturan yang diutarakan pada bagian terdahulu. Jadi,
nama dari

CH3

CH3

adalah 1,3-dimetilsiklopentana. Berdasarkan konvensi, jika digambarkan struktur cincin,


atom-atom C dan H yang saling terikat tidak dituliskan.
Sudut ikatan pada siklopropana adalah 60o, sedangkan sudut normal adalah 109,5o;
dengan demikian, ikatan tersebut sangat terikat (strained). Sehingga, reaksi senyawa
semacam ini sering mengakibatkan terbukanya cincin, dan menghasilkan propane atau
turunan dari propane. Siklopropana adalah yang paling reaktif dibandingkan semua alkana.
Jika keempat atom karbon pada siklobutana terdapat pada satu bidang datar, sudut
ikatan C-C menjadi 90o. Pada kenyataannya, molekul ini agak melekuk agar tarikan ikatan
terhindar. Jika struktur siklopentana merupakan struktur yang datar (planar), sudut ikatan
menjadi 108o, yaitu mendekati sudut normal 109,5o.

Pembuatan Alkana. Sumber utama alkana ialah minyak bumi, tetapi ada juga cara-
cara laboratorium yang dapat menghasilkannya. Beberapa diantaranya menggunakan bahan-
bahan organik yang akan diterangkan lebih lanjut dalam bab ini. Hidrokarbon tak jenuh, yaitu
yang mengandung ikatan ganda dua atau ganda tiga diubah menjadi hidrokarbon jenuh
dengan jalan menambahkan hidrogen pada sistem ikatan ganda tersebut dengan bantuan
katalis logam (persamaan 4.1 dan 4.2). Dalam reaksi Wurtz, hidrokarbon berhalogen dapat
direaksikan dengan logam alkali untuk menghasilkan alkana dengan kadar karbon dua kali
lebih banyak (4.3). Garam-garam logam alkali dari asam karboksilat dapat digabungkan
dengan hidroksida alkali. Disini, hidrokarbon yang diperoleh mengandung satu atom karbon
yang lebih sedikit dibandingkan dengan asam asalnya (4.4).

Pt atau Pd
CH2 CH2 + H2 CH3 CH3 (4.1)
Kalor/tekanan etana

Pt atau Pd
HC CH + 2 H2 CH3 CH3 (4.2)
Kalor/tekanan etana
2 CH3CH2Br + 2 Na → 2 Na Br + CH3-CH2-CH2-CH3 (4.3)
Etil bromide
butana
atau
bromoetana

O
kalor
CH3CONa + NaOH Na2CO3 + CH4 (4.4)
Natrium asetat metana

Reaksi-reaksi organik umumnya digambarkan agak berbeda dengan reaksi anorganik.


Seringkali hanya pereaksi organik yang dituliskan bagian kiri. Pereaksi anorganik dan
keadaan reaksi (dan kadang-kadang bahkan pereaksi organik) dituliskan di atas tanda
panah. Hanya hasil yang penting yang ditulis di sebelah kanan. Hasil samping yang banyak
dari reaksi organik sering kali tidak ditulis. Persamaan kadang-kadang tidak dalam bentuk
yang balans (koefisien reaksi tidak terlalu diperhatikan).

Reaksi-Reaksi Subtitusi. Hidrokarbon jenuh mempunyai afinitas kecil terhadap


pereaksi kimia. Karena itu mereka dikenal sebagai hidrokrabon parafin (Latin, parum =
kecil; affinis = reaktivitas). Hidrokarbon parafin tak larut dalam air dan tak bereaksi
dengan larutan asam, basa atau pengoksidasi. Halogen secara lambat bereaksi dengan
alkana pada suhu kamar, tetapi pada suhu tinggi, umumnya dengan bantuan cahaya, terjadi
penghalogenan (halogenasi). Pada reaksi ini, sebuah atom halogen menggantikan sebuah
atom H. Mekanisme reaksi substitusi berlangsung melalui reaksi rantai, contohnya ialah
klorinasi pada metana sebagai berikut.
(Untuk penekanan, hanya elektron yang terlibat dalam pemutusan atau
pembentukkan diperhatikan pada mekanisme reaksi.)

kalor atau
Permulaan : Cl : Cl 2 Cl
cahaya

Pembiakan : H3C : H + Cl ∙ → H3C ∙ + H : Cl


H3C ∙ + Cl : Cl → H3C : Cl + Cl ∙

Penghentian : Cl ∙ + Cl ∙ → Cl : Cl
H3C ∙ + Cl ∙ → H3C : Cl
H3C ∙ + H3C ∙ → H3C : CH3

Reaksi ini diawali jika beberapa molekul klor menyerap energi yang cukup untuk
mendisosiasikan atom-atom Cl (digambarkan di atas sebagai Cl-). Atom klor
bertumbukkan dengan molekul metana, dan menghasilkan radikal metil (H3C∙), yang
bergabung dengan molekulklor membentuk hasil CH 3Cl. Jika salah satu atau ketiga reaksi
yang disebutkan terakhir yaitu yang melibatkan reaksi antar radikal, reaksi akan berhenti.
Reaksi rantai radikal bebas semacam ini umumnya menghasilkan campuran hasil.
Persamaan bersih yang menghasilkan klorometana ialah
kalor atau
CH4 + Cl2 CH3Cl + HCl (4.5)
cahaya
Polihalogenasi dapat pula terjadi yang menghasilkan CH2Cl2 yaitu diklorometana atau
metilena diklorida (pelarut); CHCl 3, triklorometana atau kloroform (pelarut, anestetik); dan
CCl4. Tetraklorometana atau karbon tetraklorida (pelarut, pemadam api, bahan cuci
kering).
Oksidasi adalah reaksi hidrokarbon yang paling penting dalam fungsinya sebagai
bahan bakar. Misalnya,

C7H16 (c) + 11 O2 (g) → 7 CO2 (g) + 8 H2O (c) ∆Ho = -4812 kJ/mol (4.6)

Bahan bakar hidrokarbon dibahas lebih jauh pada subbab selanjutnya.

4.3 Alkena dan Alkuna


Hidrokarbon tak jenuh mengandung ikatan ganda di antara atom-atom karbonnya.
Alkena sederhana atau olefin mengandung satu ikatan ganda dua dan mempunyai rumus
umum CnH2n dalam bentuk rantai lurus atau cabangnya. Alkuna sederhana atau asetilena
mempunyai ikatan ganda tiga di antara atom-atom karbonnya dan dapat dituliskan
dengan rumus umumnya CnH2n-2.
Dengan sedikit perubahan, aturan penamaan untuk alkane berlaku bagi alkena dan
alkuna. Rantai utama dalah rantai terpanjang yang mengandung ikatan ganda. Penomoran
atom karbon sedemikian rupa sehingga ikatan ganda mendapatkan nomor terendah.
Akhiran “ena” digunakan untuk alkena, sedangkan “una” digunakan untuk alkuna. Nama
biasa untuk alkena adlah merupakan turunan dari etilena, sedangkan untuk alkuna adalah
dari asetilena. Atom karbon dalam rantai diberi nomor sedemikian rupa sehingga ikatan
ganda mendapatkan nomor terendah. (Memang, ikatan ganda berada di antara nama
terendah dan nomor berikutnya). Jadi, 4-metil-2-pentuna mempunyai ikatan ganda tiga di
antara atom karbon kedua dan ketiga pada rantai dengan lima karbon.
Cl

CH2 CH2 CH3CH2CH CH2

Etena (etilena) 1-butena (etiletilena) 3-klorosiklopentana

CH2 CH2 CH3CH2C CH CH3CHC CCH3

CH3
Etena (asetilena) 1-butina 4-metil-2-pentuna (isopropilmetilasetilena)
(etilasetilena)

Contoh Soal 4.3.


Bagaimanakah nama sistematik untuk struktur berikut.
Sifat fisik alkena serupa dengan alkana. Pada suhu kamar, senyawa dengan dua
sampai empat karbon berupa gas; 5 sampai 18 atom karbon berupa cairan; lebih dari 18
atom karbon berupa padatan. Pada umumnya, alkuna mempunyai titik didih lebih tinggi
dibandingkan dengan alkana dan alkena dengan atom karbon yang sama.

Keisomeran Geometri. Senyawa 2-butena (CH3CH=CHCH3), dan 1 butena


(CH2=CHCH2CH3) adalh siomer-isomer. Perbedaan antara kedua isomer tersebut ialah
kedudukan ikatan ganda duanya. Ini merupakan contoh isomer kedudukan. Struktur 2-
butena menimbulkan keisomeran lain.
H H CH3

H C=C

C=C

CH3 CH3 H CH3

(a) (b)
Pada ikatan ganda dua terjadi tumpang tindih orbital 2p yang membentuk ikatan ,
di samping ikatan . Rotasi pada ikatan ganda dua pada suhu kamar sangat terbatas.
Karena itu, molekul (a) dan (b) adalah dua molekul yang berbeda (lihat Gambar 4.2).
Untuk membedakannya, (a) dinamakan cis-2-butena (Latin, cis = di sisi yang sama) dan
(b) adalah trans-2-butena (Latin, trans = di seberang). Keisomeran jenis ini dinamakan
keisomeran geometri (geometrical isomerism).

Gambar 4.2. Keisomeran Geometri pada 2-butena


(a) cis (b) trans

Keisomeran geometri adalah salah satu jenis dari isomeri umum yang dinamakan
kestereoisomeran (stereoisomersm, Yunani, stereos = padat atau bersifat tiga matra). Pada
kestereoisomeran, jumlah, jenis atom, dan ikatannya sama, tetapi orientasi (letak) beberapa
atom berbeda. Jenis kestereoisomeran lain dinamakan keisomeran optic, diuraikan pada
bab lain. Kestereoisomeran penting artinya krena mencirikan kekhasan reaksi kimia pada
makhluk hidup, akan diuraikan dalam bab berikutnya.
Pembuatan. Dua jenis reaksi umum dalam pembuatan olefin menggunakan alkohol
dan alkil halida sebagai bahan baku. Reaksi tersebut dinamakan reaksi eliminasi
(elimination reaction), yaitu suatu proses dimana atom-atom dilepaskan dari karbon-karbon
yang bersebelahan. Molekul kecil terbentuk dan ikatan tambahan terjadi di antara kedua
atom C. H2O tereliminasi pada persamaan (4.7) dan HBr pada persamaan (4.8).
HH
CH -C-C-H H2SO4 CH CH=CH + H O (4.7)
3 Kalor 3 2 2
HO H
HH

CH3-C-C-H beralkohol KOH


CH3CH=CH2 + H2O (4.8)
H Br

Asetilena adalah alkuna yang paling sederhana, merupakan bahan baku penting
dalam industri. Dibuat dari batubara, air, dan kapur.
Kalo
CaCO3 r CaO + CO2 (4.9)

tanur listrik
CaO + 3 C CaC2 + CO (4.10)
2000oC Kalsium
asetilida
(kalsium
karbida)

CaC2 + 2 H2O → HC CH + Ca(OH)2 (4.11)

Kebanyakan alkuna dibuat dari asetilena dengan memanfaatkan keasaman ikatan C-


H. Dengan adanya basa yang kuat seperti natrium amida, asetilena memberikan protonnya
kepada ion amida dan membentuk garam natrium, yaitu natrium asetilida (persamaan
4.12). Asetilida kemudian bereaksi dengan alkil halide (4.13).

H-C C-H + Na+ NH-2 → NH3 + H-C C- Na+ (4.12)

H-C C- Na+ + CH3Br → HC C-CH3 + NaBr (4.13)

Dengan melanjutkan reaksi ini, ikatan ganda tiga dapat didudukan pada tempat yang
diinginkan dalam rantai, contohnya sintesis 2 pentuna.

NaNH2
H-C C-CH3 Na+ -C C-CH3 + NH3 (4.14)

Na+ -C C-CH3 + CH3CH2Br → CH3CH2C CCH3 + NaBr (4.15)

Reaksi Adisi. Perbedaan penting antara alkana dan alkena ialah bahwa alkana bereaksi
dengan substitusi, sedangkan alkena dengan adisi.

Alkana : CH3-CH3 + Br2 → CH3-CH2-Br + HBr (4.16)

Alkuna : CH2=CH2 + Br2 → CH2-CH2 (4.17)

Br Br
Jika HBr yang tidak simetris ditambahkan kepada propena tak simetris, akan timbul
masalah. Hasil manakah yang akan terbentuk?

CH3CH=CH2 + H-Br → CH3CH-CH2 atau CH3CH-CH2

Br H H Br
Satu-satunya hasil yang diperoleh ialah 2-bromopropana. Kenyataan ini dapat
menerangkan kemampuan atom H memberi elektron kepada gugus alkil. Pembahasan
lebiih lanjut tidak akan dikemukakan di sini, tetapi berikut ini akan diuraikan rumus
empiris yang diajukan oleh Maskovnikov pada tahun 1871. Dalam adisi reaksi tak simetris
(HX, HOH, HCN, HOSO3H) pada olefin tak simetris, seperti CH3CH=CH2 (pisahan
fragment) yang lebih positif dari pereaksi (biasanya hidrogen) beradisi pada atom karbon
yang mempunyai atom hidrogen terbanyak.
Perhatikan bagaimana aturan Markovnikov berlaku pada reaksi (4.18) dan (4.19).

CH3 CH3
10% H2SO4
CH3-C=CH2 + H2O CH3-C-CH3 (4.18)

OH
i-butil alkohol

H Cl H
HCl
CH3-C CH + HCl → CH3-C=C-H CH3-C-C-H (4.19)

Cl Cl H
Metilasetilena
(propana) 2-khloropropena 2,2-khloropropena

CN

HC CH + HCN → H-C=C-H (4.20)

H
Sianoetilena
(akrilonitril)

MnO-4, H2O

CH2=CHCH3 CH2-CH-CH3 (4.21)

OH OH

Propilena
1-2-propanadiol
(propena)
(propilena glikol)

Adisi H2O pada ikatan ganda dua (persamaan 4.18) adalah kebalikan reaksi dimana
ikatan ganda dua terbentuk melalui eliminasi H2O (persamaan 4.7). terlibat
kesetimbangan yang menguntungkan reaksi adisi dalam asam encer, dan reaksi
eliminasi dalam H2SO4 pekat
(aq). Olefin menghilangkan warna ungu dari permanganate (reaksi 4.21). Ini berlawanan
dengan ketidak reaktifan alkana, dan reaksi ini merupakan uji kualitatif untuk membedakan
alkana dan alkena (uji Baeyer). Reaksi adisi HCl dan HCN pada alkuna (reaksi 4.19 dan
4.20) digunakan secara komersial untuk sintesisasi zat-antara pembuatan polimer.

Polimerisasi. Etilena dan olefin lain dapat bereaksi yang menyebabkan pembukaan ikatan
ganda dua dan membentuk molekul raksasa. Jenis reaksi ini dinamakan reaksi polimerisasi.
Kunci pada reaksi ini ialah inisiator radikal bebas. Tahap-tahap dalam proses digambarkan
secara bagan dalam persamaan (4.22) sampai (4.25). Pada tahap awal, peroksida organik
berdisosiasi menjadi dua radikal persamaan (4.22). Radikal beradisi pada ikatan ganda dua
C=C dari molekul etilena, membentuk zat antara radikal-radikal (4.23). Zat antara radikal
bebas ini kemudian secara beruntun bereaksi dengan molekul etilena lain, membentuk zat
antara baru yang lebih panjang dan semakin panjang (4.24). reaksi berlangsung dengan
mekanisme rantai. Pertumbuhan rantai berhenti jika terjadi reaksi seperti pada 4.25.
Awalan : R-O:O-R → 2 R-O∙ (4.22)
peroksida organik

Diikuti oleh : CH2=CH2 + RO∙ → R-O-CH2-CH2∙ (4.23)

Pembiakan :
ROCH2 CH2∙ + CH2=CH2 → ROCH2CH2CH2CH2∙ (4.24)
RO(CH2)3 CH2∙ + CH2=CH2 → RO(CH2)5CH2∙ → →

Pengehentian : RO(CH2)xCH2∙ + RO∙ → RO(CH2)xCH2OR (4.25)


Atau 2RO(CH2)xCH2∙ → RO(CH2)xCH2CH2(CH2)xOR

4.4 Hidrokarbon Aromatik


Molekul hidrokarbon aromatik mempunyai dasar struktur seperti molekul benzena,
C6H6. Pada sub bab sebelumnya telah dibahas ikatan kimia dalam benzena secara terinci
dan kesimpulan penggambaran molekul benzene sebagai berikut

Struktur Kekule penggambaran orbital


molekul

Dari kedua kemungkinan ini akan dipilih penggambaran secara orbital molekul.
Hidrokarbon aromatik lain dapat dipandang sebagai turunan benzena.

CH3 CH3

CH3
toluen
o-ksilena naftalena antrasena
a
Toluena dan o-ksilena adalah benzena tersubstitusi dan naftalena dan antrasena adalah
cincin-cincin benzena yang bergabung. Jika dua cincin bergabung, dua atom karbon dan
empat hidrogen berkurang. Jadi, naftalena mempunyai rumus C10H8 dan antrasena, C14H10.
Jika satu dari enam H yang ekivalen dari molekul benzena dihilangkan, hasilnya
dinamakan gugus fenil. Dua gugus fenil dapat bergabung menjadi bifenil, atau gugus fenil
dapat merupakan substituent pada rantai hidrokarbon alifatik.

gugus fenil bifenil trifenilmetana

Selain atom H, gugus lain dapat pula menjadi substituent, yang menimbulkan
masalah dalam tatanama; hal ini diatasi dengan sistem penomoran bagi atom C di dalam
cincin. Jika nama senyawa aromatik tidak didasarkan pada benzena, melainkan pada nama
biasa seperti toluene misalnya, atom karbon yang membawa substituent –CH 3 menyandang
nomor “1” pada cincin benzena. Istilah “orto”, “meta” dan “para” (o, m, p) dapat
digunakan jika terdapat dua substituen pada cincin benzena. Orto menunjukkan kedua
substituent terletak pada atom karbon yang bersebelahan, meta menunjukkan adanya satu
atom karbon di antara keduanya, sedangkan para untuk substituent-substituen yang terletak
berseberangan pada cincin benzena.
6 CH3 Br Cl CH3
2 Cl Cl
5
1 3
2 1
4
3 4 6
5
Br Cl
3-bromotoulena 2-bromoklorobenzena 1,4-diklorobenzena 2-klorotoluena
(m-bromotoluena) (o-bromoklorobenzena) (p-diklorobenzena) (o-klorotoluena)

2
Cl CH Cl
1
CCl3
2,2-di-(p-kloropenil)-1,1,1,-trikloroetana (DDT)

Benzena dan homolognya tidak larut dalam air tetapi dalam pelarut organik. Titik
didih dari hidrokarbon aromatic (arena) sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan alkana
yang mempunyai jumlah karbon sama. Misalnya, n-heksana, C6H14 mendidih pada 69oC,
sedangkan benzena mendidih pada 80oC. Struktur datar dan rapatan elektron yang sangat
tersebar (terdelokalisasi) pada hidrokarbon aromatic meningkatkan gaya tarik menarik di
antara molekul-molekul, mengakibatkan naiknya titik didih. Struktur benzena yang
simetris menyebabkan mudahnya penyusunan dalam keadaan kristal, menyebabkan
tingginya titik leleh dibandingkan n-heksana. Benzena melel pada 5,5 oC sedangkan n-
heksana pada -95oC.
Hidrokarbon aromatic mudah terbakar dan harus ditangani secara hati-hati. Terlalu
lama menghirup uap benzena mengakibatkan penurunan produksi butir darah merah dan
putih, dan dapat berakibat fatal. Benzena juga merupakan karsinogen. Benzena sebaiknya
digunakan dalam ruang yang berventilasi baik. Salah satunya bahaya penanganan
hidrokarbon aromatic ialah karean sifat karsinogennya (penyebab kanker). 3,4-benzpirena
adalah salah satu contoh yang berbahaya.

3,4-benzpirena

System cincin tergabung seperti 3,4-benzpirena adalah hasil yang sering diperoleh jika
bahan organik dipanaskan dalam keterbatasan udara pada suhu tinggi, yaitu dalam proses
yang dinamakan pirolisis (dekomposisi termal). 3,4-benzpirena telah dapat diisolasi dari
tar yang terbentuk pada pembakaran rokok, dan hasil dekomposisi lemak dalam
pemanggangan daging.

Reaksi Substitusi Aromatik. Alkena dan alkuna mempunyai daerah-daerah yang


rapatan elektronnya tinggi (ikatan ganda). Kerapatan elektron yang diasosiasikan dengan
ketidakjenuhan dalam cincin aromatic tersebut (terdelokasi) menjadi awan elektron . Reaksi-
reaksi sederhana pada cincin aromatik tidak melibatkan adisi pereaksi, melainkan substitusi
atom atau gugus yang menggantikan atom H. Contoh-contoh reaksi ini adalah halogenasi,
nitrasi, sulfonasi, dan alkilasi. Contoh-contoh diberikan pada Gambar 4.6.
Substitusi satu gugus X dapat terjadi pada setiap atom karbon pada cincin benzena;
keenam karbon adalah ekivalen. Untuk memasukkan substituent kedua, timbul pertanyaan,
manakah dari kelima kedudukan yang tersisa akan ditempati oleh gugus baru? Apabila
semua tampak identic, perhitungan statistic meramalkan hasil sebagai berikut :
Br NO2

bromobenzena nitrobenzena

Br2
FeBr3 (a) (b)

(a) Halogenasi,
(b) Nitrasi,
benzena (c) Sulfonasi,
(d) Alkilasi,

CH3CH2Cl (c)
(d)
AlCl3

SO3H
CH2CH3

etilbenzena benzenasulfonat

Gambar 4.6. Beberapa Reaksi Substitusi pada Benzena

Bagan berikut ini menjelaskan hasil-hasil yang diperoleh dari nitrasi yang diikuti dengan
halogenasi (persamaan 4.26) dan halogenasi yang diikuti dengan nitrasi (persamaan 4.27).
Kejadian tersebut menunjukkan bahwa reaksi-reaksi tersebut bukan acak. Gugus –NO2
mengarahkan Cl ke posisi meta dan gugus –Cl adalah pengarah orto dan para.
NO2 NO2

Cl2
(4.26)

FeCl3 Cl

Cl Cl Cl

HNO3 (4.27)
+
H2SO4
NO2
NO2
Sifat pengaruh orto, para atau meta tergantung pada bagaiman satu substituent
mempengaruhi distribusi (penyebaran) elektron dalam cincin benzena. Hal ini
menyebabkan serangan elektrofil yang kedua memilih tempat tertentu. Penelitian sejumlah
besar reaksi-reaksi memberikan kesimpulan sebagai berikut :

Orto pengaruh para : -NH2, -OR, -OH, -OCOR, -R, -X


(dari yang paling kuat menuju ke yang paling lemah)

Pengarah meta : -NO2, -CN, -SO3H, -CHO, -COR, -COOH, -COOR


(dari yang terkuat menuju ke yang paling lemah)

4.5 Alkohol, Fenol, dan Eter


Adanya gugus –OH atau hidroksil adalah ciri khas alkohol dan fenol. Tergantung pada
sifat atom karbon di mana gugus OH menempel, alkohol digolongkan menjadi tiga kelas.
H CH3 CH3
| | |
CH3CH2CH2-C-OH CH3CH2-C-OH CH3-C-OH
| | |
H H CH3
i-butanol 2-butanol 2-metil-2-propanol
(n-butil alkohol) (s-butil alkohol) (t-butil alkohol)
(alkohol primer) (alkohol sekunder ) (alkohol tersier)

Lebih dari satu gugus –OH mungkin terdapat dalam satu molekul, senyawa ini dinamakan
alcohol polihidrat.

CH2-CH2 CH2-CH2-CH2
| | | | |
OH OH OH OH OH
1,2-etanadiol 1,2,3-propanatrial
(etilena glikol) (gliserol)

Pada fenol, gugus hidroksil menempel pada cincin aromatic.

OH OH OH
OH NO2 Cl
O2N Cl
CH2

Cl Cl
NO2 Cl Cl
fenol 2,4,6-trinitrofenol heksaklorofen
(asam karbolat) (asam pikrat)

Sebagai suatu kelompok senyawa, alkohol alifatik merupakan cairan yang sifatnya
sangat dipengaruhi oleh ikatan hidrogen. Dengan bertambahnya panjang rantai, pengaruh
gugus hidroksil yang polar terhadap sifat molekul menurun. Sifat molekul yang seperti air
berkurang, sebaiknya sifatnya lebih seperti hidrokarbon. Akibatnya, alkohol dengan bobot
molekul rendah cenderung larut dalam air; sedangakn alkohol berbobot molekul tinggi
tidak demikian. Titik didih dan kelarutan fenol sangat bervariasi, tergantung pada sifat
substituent yang menempel pada cincin benzena.
Pembuatan dan Penggunaan. Alkohol dapat diperoleh melalui hidrasi pada
alkena atau hidrolisi pada alkil halida.
OH
H2SO4 |
Hidrasi : CH3CH=CH2 + H2O CH3CHCH3 (4.28)
propena 2-propanol
(propilena) (isopropil alkohol)
Hidrolisis : CH3CH2CH2Br + OH- → CH3CH2CH2OH + Br- (4.29)
n-propil bromida n-propil alkohol

Metanol dikenal sebagai alkohol kayu karena ia dapat dihasilkan melalui distilasi destruktip
dari kayu. Senyawa ini sangat beracun dan dapat menyebabkan kebutaan dan kematian jika ditelan.
Kebanyakan metanol dibuat secara sintesis dari karbon monoksidan dan hidrogen.
350o C
CO (g) + 2 H2 (g) CH3OH (g) (4.30)
200 atm
ZnO, Cr2O3

Etanol adalah “alkohol” biasa. Etanol diperoleh melalui peragian tetes (sisa
pemurnian gula tebu), atau dari bahan lain yang mengandung gula alam. Pada dasarnya,
metode sintetik dilakukan dengan hidrasi pada etilena dengan asam sulfat.
Etilena glikol CH2OHCH2OH larut dalam air dan mempunyai titik didih yang
tinggi (197oC) dibandingkan air. Karena sifat ini etilena digunakan sebagai antibeku dalam
radiator mobil. Senyawa ini juga digunakan dalam pembuatan pelarut, pelarut cat, dan
pelunak (plasticizer, softener). Propilena glikol digunakan dalam lotion, dan jika dipakai
dengan fluorocarbon menghasilkan busa tanpa air dalam produk-produk aerosol.
Gliserol (gliserin) CH2OHCHOHCH2OH secara komersial diperoleh dari
pembuatan sabun. Rasanya manis seperti sirup dan bercampur dengan air dalam segala
proporsi. Karena kemampuannya menyerap air, ia dapat digunakan sebagai pelembab dan
pelembut, sehingga sering dicampurkan dalam lotion dan komestik. Ia juga dipakai untuk
mempertahankan kelembaban pada tembakau dan gula-gula.
Reaksi-Reaksi Gugus –OH. Reaktivitas gugus –OH disebabkan oleh (1) pasangan
leketron bebas pada atom O, sehingga bersifat basa Lewis, atau (2) polaritas ikatan O-H
yang menyebabkan molekul bertindak sebagai donor proton, atau bersifat asam. Reaksi
(4.31) dan (4.32) menunjukkan contoh butir pertama, dan persamaan (4.33) adalah contoh
butir dua.

O O
|| ||
:
CH3CH-OH + CH3C-Cl → CH3COCH(CH3)2 + HCl (4.31)
|
:

CH3
isopropil alkohol asetil klorida isopropil asetat
(asam halida) (ester)
CH2 – OH CH2ONO2
| |
CH – OH + 3 HONO2 → 3 H2O + CHONO2 (4.32)
| |
CH2 – OH CH2ONO2
gliserol gliseril trinitrat
(nitrogliserin)

NaOH

CH3 – O – H ⇌ CH3O- Na+ + H2O (4.33)

Eter. Eter adalah senyawa dengan rumus R – O – R. Strukturnya dapat berupa


alifatik, aromatic atau campuran.

CH3 – O – CH3 O O – CH3

dimetil eter difenil eter metil fenil


eter
(anisol)

Eter dapat dibuat melalui eliminasi air dari dua molekul alkohol dengan bantuan
pereaksi dehidrasi kuat, misalnya H2SO4 pekat.

H2SO4
CH3CH2OH + HOCH2CH3 CH3CH2OCH2CH3 + H2O (4.34)
dietil eter
Secara kimia, eter sangat tidak reaktif, ikatan eter tahan terhadap pengoksidasi atau
pereduksi, asam-asam encer dan basa.
Dietil eter banyak digunakan sebagai anestesi. Penggunaannya mudah dan
menghasilkan relaksasi otot yang baik. Demikian pula, denyut nadi, kecepatan pernapasan,
tekanan darah tidak banyak dipengaruhi. Tetapi, eter menyebabkan kesulitan pernapasan
dan mual-mual setelah pasien siuman. Senyawa anestesi yang baru yaitu metil propil eter
(neotil) dilaporkan kurang menimbulkan ketidak enakan tersebut. Metil eter berbentuk gas
pada suhu kamar, dan digunakan sebagai “propelan” pada penyemprot aerosol. Eter yang
lebih tinggi banyak digunakan sebagai pelarut pernis dan lak.

4.6 Aldehida dan Keton


Aldehida dan keton mengandung gugus karbonil.

Jika kedua gugus yang menempel pada gugus karbonil adalah gugus-gugus karbon, maka
senyawa itu dinamakan keton. Jika salah satu dari kedua gugus tersebut adalah hidrogen,
senyawa tersebut termasuk golongan aldehida.
O O O
|| γ β α || ||
H–C–H CH3CH – CH2 – C – H C–H
|
Cl
metanol 3-klorobutanol benzaldehida
(formaldehida) (β- klorobutiraldehida)
O O O
|| || ||
CH3 – C – CH3 CH3CH2 – C – CH2CH3 C – CH3

propanon 3-pentanon metil fenil keton


(aseton) (dietil keton) (asetofenon)

Pembuatan dan Penggunaan. Oksidasi parsial dari alkohol menghasilkan aldehida


(oksidasi selanjutnya menghasilkan asam karboksilat). Oksidasi alkohol sekunder
memberikan keton.
2-
Cr2 O 2-
7 Cr2 O
7
CH3CH2OH CH3CHO CH3CO2H (4.35)
+
H+
H
Etanol asetaldehida asem asetat
Alkohol primer (aldehida) (asam)

2- O
Cr2 O
7 ||
CH3CHOHCH3 CH3CCH3 (4.36)
+
H
3-propanol propanon
(alkohol sekunder) (keton)

Formaldehida, suatu gas tak berwarna, mudah larut dalam air. Larutan 40% dalam
air dinamakan formalin, yang digunakan dalam pengawetan cairan dan jaringan.
Formaldehida juga digunakan dalam pembuatan resin sintetik. Polimer dari formaldehida,
yang disebut paraformaldehida, digunakan sebagai antiseptic dan insektisida. Asetaldehida
adalah bahan baku penting dalam pembuatan asam asetat, anhidrida asetat dan esternya,
yaitu etil asetat.
Aseton adalah keton yang paling penting. Ia merupakan cairan volatil (titik didih
o
56 C) dan mudah terbakar. Aseton adalah pelarut yang baik untuk macam-macam senyawa
organik, banyak digunakan sebagai pelarut pernis, lak, dan plastik. Tidak seperti
kebanyakan pelarut organik lain, aseton bercampur dengan air dalam segala perbandingan.
Sifat ini digabungkan dengan volatilitasnya, membuat aseton sering digunakan sebagai
pengering alat-alat laboratorium. Alat-alat gelas laboratorium yang masih basah dibilas
dengan aseton, dan lapisan aseton yang menempel kemudian menguap dengan mudah.
Salah satu metode pembuatan aseton ialah melalui dehidrogenasi isopropil alkohol dengan
bantuan katalis tembaga.

OH O
|| Cu ||
CH3 – CH – CH3 CH3 – C – CH3 + H2 (4.37)
300oC
Aldehida dan keton banyak terdapat di alam. Beberapa contohnya adalah

H H
| |
CHO C = C – CHO H3CO CHO

HO
benzaldehida sinnamaldehida vanilin
(almon) (sinamon) (vanilla)

O
||
C H3C OH H3C CH3

CH2 (CH2)12 H3C

CH
| ||
H3C
CH3 O
O
muskon testosterone kamper
(diperoleh dari sejenis rusa, (hormon seks jantan) (dari pohon
kamper) digunakan dalam parfum)

4.7 Asam Karboksilat dan Turunannya


Senyawa yang mengandung gugus karboksil (karbonil dan hidroksil)

dinamakan asam karboksilat, rumus umumnya R – CO 2H. Banyaknya senyawa dengan R


berupa gugus alifatik telah dikenal. Senyawa ini dikenal dengan asam lemak karena
banyak terdapat di dalam lemak dan minyak. Gugus karboksil dapat juga menempel pada
cincin benzena. Jika dua asam karboksilat terdapat pada satu molekul, senyawa itu
dinamakan asam dikarboksilat.
O
||
COOH O O – C – CH3
||
CH3C - OH
CO2H
asam benzoat asam asetat asam asetilsalisilat
(asam aromatik) (asam alifatik) (aspirin)

O O COOH
|| ||
HO – C – C – OH
COOH
asam oksalat (asam dikarboksilat sifat alifatik) asam ftalat (asam dikarboksilat aromatik)
Asam karboksilat sering diberi nama berdasarkan nama biasa dan juga berdasarkan
nama sistematik seperti yang tercantum pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Beberapa Asam Karboksilat


Rumus Struktur Nama Biasa Nama IUPAC Ka
HCO2H Asam format Metanoat 1,78 x 10-4
CH3CO2H Asam asetat Etanoat 1,74 x 10-5
CH3CH2CO2H Asam propionat Propanoat 1,35 x 10-5
CH3(CH2)2CO2H Asam butirat Butanoat 1,48 x 10-5
CH3(CH2)16CO2H Asam stearat Oktadekanoat
CH3(CH2)7CH = CH(CH2)7CO2H Asam oleat 9-oktadekonoat
C6H5CO2H Benzoat Benzoat 6,4 x 10-5
O2NC6H4CO2H p-nitrobenzoat 4-nitrobenzozat 3,8 x 10-4
(Ka1)3,5 x 10-2
HO2CCO2H oksalat Etanodioat
(Ka2)6,1 x 10-5

Asam alifatik tersubstitusi dapat diberi nama baik menurut nama IUPAC atau
dengan menggunakan huruf Yunani ditambah dengan nama biasa. Asam aromatik diberi
nama sebagai turunan asam benzoat.
CO2H CO2H
O OH
||
CH3CHCH2C – OH
|
Cl CH3
asam 3-klorobutanoat asam 3-metil benzoat asam 2-hidroksilbenzoat
asam -klorobutirat asam m-metilbenzoat asam o-hidroksilbenzoat
(atau asam m-toluat) (atau asam salisilat)

Karena kebanyakan turunan asam karboksilat terjadi dari penggantian gugus

hidroksil, dikembangkan nama-nama khusus untuk sebagian molekul, . Gugus


COR diberi nama umum asli. Beberapa contoh penggunaannya ialah
O
||
O O O C-
|| || ||
H–C- CH3C- CH2CH2C-

formil asetil -kloropropionil benzoil

Beberapa turunan asam yang penting ialah

O O O O O
|| || || || ||
R–C–X R – C – O – R’ R – C – O – C – R’ R – C – NH2
asil halide ester asam anhidrida amida
(asam halida)
X = halogen
Lain halnya dengan asam karboksilat yang berbau menyengat, ester berbau enak.
Wangi bunga-bungaan dan buah-buahan berasal dari ester-ester ini. Ester digunakan dalam
industri minyak wangi dan sarirasa dalam industri minuman dan makanan. Kebanyakan
ester adalah cairan tidak berwarna dan tidak larut dalam air. Titik leleh dan titik didihnya
lebih rendah dibandingkan asam karboksilat dan alkohol asalnya. Hal ini disebabkan
karena tidak adanya ikatan hidrogen pada ester.

Pembuatan. Dua metode dalam pembuatan asam karboksilat dijelaskan dengan persamaan
(4.38) dan (4.39).
K2Cr2O7
Oksidasi alkohol : CH3CH2OH CH3CO2H (4.38)
+
H

KMnO4 H+
Oksidasi aldehida : CH3CH2COH CH3CH2CO2K
OH- CH CH CO H + K+ (4.39)
3 2 2

Reaksi-Reaksi Gugus Karboksil. Gugus karboksil mempunyai sifat kimia dari gugus
karbonil dan hidroksil. Pelepasan proton kepada basa membentuk garam. Garam-garam
natrium dan kalium dari asam lemak dikenal sebagai sabun, misalnya natrium stearate.
Pemanasan garam ammonium dari asam karboksilat menyebabkan lepasnya molekul air
dan terbentuklah amida. Lebih lanjut, amida dapat melepaskan molekul air jika diberi zat
pengering seperti P2O5. Hasil akhirnya berupa senyawa dengan gugus – C ≡ N atau gugus nitirl.
Reaksi senyawa-senyawa tersebut dengan air menghasilkan reaksi sebaliknya.

O O
|| 4 kalor ||
CH3 – C – O – NH+ CH3 – C – NH2 + H2O (4.40)
amonium asetat asetamida
kalor P2O5

CH3C ≡ N (4.41)
asetonnitril
Hasil reaksi asam dengan alcohol dinamakan ester. Reaksi ini juga dapat dipandang
sebagai eliminasi molekul air dari gugus hidroksil dari asam dan alkohol. Mekanisme
reaksi ini menjelaskan bahwa – OH dari air berasal dari asam dan – H berasal dari
alkohol.
O O
|| ||
CH3CH – C – OH + CH3(CH2)3OH → H2O + CH3CH – C – O(CH2)3CH3 (4.42)
| |
CH3 CH3
asam metilpropional 1-butanol butil metilpropional
(asam iso butirat) (n-butil alkohol) (n-butil isobutirat)

4.8 Amina
Amina adalah senyawa organik turunan dari ammonia dengan satu atau lebih gugus
organik (R) yang mensubtitusi atom H. Penggolongannya didasarkan pada jumlah atom H
yang terikat pada atom nitrogen. Amina primer mempunyai dua atom hidrogen, amina
sekunder mempunyai satu sedangkan amina tersier tidak mempunyai atom hidrogen.
Bagan penggolongan ini dijelaskan pada Gambar 4.7.

: NH3 NH4+X-
amonia garam amonium

: 2
RNH R2:NH R3 N : R4N+X-
amina primer amina sekunder amina tersier garam kuartener

H CH2CH3
| |
CH3CH2NH2 CH3NCH2CH3 CH3NCH2CH2CH3 (CH3)4N+Cl-
Etilamina etilmetilamina etil metil propil amina tetra metil ammonium klorida

H CH3
|
NH2 N N

CH3
anilina difenilamina N,N-dimetilanilina

Gambar 4.7. Bagan Penggolongan Untuk Amina

Amina yang bobot molekulnya rendah berbentuk gas dan mudah larut dalam air
menghasilkan larutan basa. Amina yang mudah menguap berbau seperti amonia tetapi
lebih “anyir” (bau ikan). Amina membentuk ikatan hidrogen sekalipun lebih lemah
elektronegatif dibandingkan ikatan hidrogen pada air, karena nitrogen bersifat kurang
elektronegatif dibandingkan oksigen. Sebagaimana halnya dengan ammonia, atom nitrogen
pada amina menggunakan orbital hybrid sp3 yang membentuk struktur pyramid. Pasangan
elektron bebas menempati salah sat sp3. Amina, seperti, ammonia, bersifat basa karena
adanya pasangan elektron bebas inti. Pada amina aromatik, karena ketidakjenuhan ikatan
pada cincin benzena, elektron-elektron tertarik ke dalam cincin sehingga mengurangi
kerapatan kerapatan elektron pada atom nitrogen. Akibatnya, amina aromatic bersifat basa
yang lebih lemah dibandingkan ammonia. Pada amina alifatik, gejala ini terbalik, sehingga
amina lebih bersifat basa dibandingkan ammonia. Beberapa sifat amina disajikan dalam
Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Beberapa Sifat Amina
Nama Rumus Titik Didih (oC) Kb
Ammonia NH3 -33,4 1,8 x 10-5
Metilamina CH3NH2 -6,5 44 x 10-5
Etilamina CH3CH2NH2 16,6 47 x 10-5
Butilamina CH3CH2CH2 CH2NH2 77,8 40 x 10-5
Anilina C6H5NH2 184 4,2 x 10-10
N-metilanilina C6H5NHCH3 196 4,7 x 10-10
Dimetilanilina digunakan sebagai pemacu lepasnya bulu mata rambut pada proses
penyamakan kulit. Butil- amilamina digunakan sebagai antioksidan, inhibitor pengkaratan,
dan dalam pembuatan sabun yang larut minyak. Dimetil dan trimetilamina digunakan
dalam pembuatan resin penukar ion (ion exchange resin). Penggunaan lain ialah dalam
bidang pembuatan disinfektan, insektisida, obat-obatan, zat celup, fungisida, sabun,
kosmetik, dan obat cetak film.
Beberapa metode dapat digunakan untuk mensintesis amina, tetapi di sini uraian
hanya dibatasi pada yang terpenting, ialah reduksi dari senyawa nitro.

Fe NaOH
NO2 NH3+ Cl- NH (4.43)
HCl

4.9 Sintesis Senyawa Organik


Mula-mula senyawa organik diisolasi dari sumber alam. Tetapi, karena
pengetahuan mengenai sifat-sifat kimia senyawa-senyawa ini makin baik, kimiawan
berusaha mensintesisnya dari bahan-bahan yang lebih sederhana. Sekarang sintesis
organik merupakan satu segi penting dalam kimia organik. Dibekali dengan pengetahuan
mengenai jenis-jenis reaksi, bersama-sama dengan pengetahuan mekanisme reaksi organik,
kimiawan organik dapat membuat bagan penggabungan molekul-molekul sederhana
menjadi struktur yang lebih kompleks. Contoh yang sederhana sebagai berikut:
kalor
CaCO3 CaO + CO2 (g) (4.44)

tangki listrik
CaO + 3 C CaC2 + CO (g) (4.45)
2000oC

CaC2 + 2 H2O → HC ≡ CH + Ca(OH)2 (4.46)

Etilena dihasilkan dari penambahan H2 pada C2H2.

Pt atau Pd
HC ≡ CH + H2 H2C = CH2
kalor/tekanan

Etanol dihasilkan dari adisi H2O pada C2H4.


H2SO4
H2C = CH2 + H2O CH3CH2OH

Sebagian etanol dioksidasi menjadi asam asetat


K2Cr2O4
CH3CH2OH CH3CO2H
+
H
Akhirnya, etanol dan asam asetat digabungkan mementuk etil asetat.

O
||
CH3COOH + HOCH2CH3 → H2O + CH3 – C – O – CH2CH3

4.10Bahan Baku untuk Industri Kimia Organik


Telah kita lihat bahwa senyawa organik terutama disintesis dari zat-zat anorganik.
Tetapi, kita perlu sumber karbon, dan sebagai sumber dipilih kokas (diturunkan dari batu
bara). Sumber utama karbon untuk sintesis bahan kimia organik skala industri ialah di
antara minyak bumi, batu bara, dan hasil-hasil nabati. Saat ini, minyak bumi adalah yang
terpenting di antara ketiganya walaupun mulai ada perhatian kembali kepada batu bara
karena cadangan batu bara ternyata lebih melimpah dibanding minyak bumi. Hasil-hasil
nabati (biomassa) mungkin dikembangkan sebagai sumber pada masa yang akan datang.
Batu bara. Batu bara adalah bahan organik seperti batuan, yang dicirikan dengan
tingginya nisbah karbon terhadap nitrogen dan unsur lainnya. (Rumus “molekul” batu
bara pernah dirumuskan sebagai C153H115N3O13S2.) Untuk mensintesis hidrokarbo atau
senyawa lain dari batu bara, nisbah C/H perlu diturunkan.
Dalam metode pirolisis, batu bara (biasanya batu bara bitumen) dipanaskan pada
suhu tinggi (350 sampai 1000oC) tanpa udara. Hasil volatil terbentuk dari residu karbon
yang dinamakan kokas tertinggal. Kondensasi dari volatil melalui penyulingan destruktif
ini menghasilkan tar batu bara yang hitam kental.

kalor
Batu bara kokas + tar batu bara + gas batu bara
tanpa udara
Satu ton batu bara bitumen mnghasilkan sekitar 750 kg kokas, 30 liter tar batu bara, dan
28 m3 gas batu bara. Gas batu baradalah campuran dari H 2, CH4, CO, C2H6, NH3, CO2,
H2S, dan komponen lainnya. Dahulu, gas batu bara pernah digunakan sebagai bahan
bakar. Tar batu bara dapat disuling menghasilkan fraksi yang tertera pada Tabel 4.6. Dari
fraksi-fraksi tersebut, dapat dihasilkan bahan kimia oganik lainnya.

Tabel 4.6. Fraksi Tar Batu Bara


Selang Didih Masa
Nama Penyusun Utama
(oC) Tar (%)
Di bawah 200oC Minyak ringan 5 Benzena, toluene, ksilena
Minyak sedang (minyak
200-250 17 Naftalena, fenol, piridin
karbolat)
Minyak berat (minyak Naftalena dan metilnaftalena,
250-300 7
kreosot) kreosol, kuinolin
300-350 Minyak hijau 9 Antrasena, karbazol
Residu 62 Tar

Pirolisis dapat dipikirkan sebagai proses pemisahan karbon. Kokas terbentuk,


sedangkan hasil sisanya akan hidrogen dan unsur lainnya. Penggasan (gasification) atau
pencairan batu bara selalu melibatkan adesi hidrogen (dan kadang-kadang oksigen juga).
Pada umunya, proses ini didasarkan pada reaksi-reaksi kimia yang telah diketahui sejak 75
tahun yang lalu, yang telah lebih canggih berkat teknologi baru, terutama dengan sistem
katalis. Salah satu pendekatan misalnya membakar lumpur batu bara air untuk
mendapatkan campuran CO (g) dan H2 (g). Campuran gas ini dikonversi menjadi
methanol, dan dengan katalis yang sesuai, metanol dikonversi menjadi asam asetat. Alor
yang dilepaskan selama pembakaran batu bara digunakan untuk memenuhi kebutuhan
kalor pada bagian proses yang lain. Belerang dipisahkan dari batu bara dan dikonversi
menjadi H2SO4 (aq). Proses ini tidak mengakibatkan pencemaran, efisien dalam
pemanfaatan energi, dan hanya menghasilkan produk akhir (dengan sedikit CO2) dari
bahan baku batu bara dan air.

Minyak Bumi. Penyusun utama dari minyak mentah adalah hidrokarbon. Beberapa
hidrokarbon berbobot-molekul-rendah ternyata larut dalam minyak mentah, atau dihasilkan
dalam manufaktur bensin. Senyawa-senyawa ini dipisahkan dan ditekan menjadi bentuk
cair dalam tabung. Propana dan butana yang dijual dalam bentuk ini dikenal dengan gas
minyak bumi cair (liquefied petroleum gas, LPG).
Minyak mentah sebenarnya adalah campuran yang kompleks. Sampai titik didih
200oC diperkirakan ada paling sedikit 500 senyawa terdiri dari alifatik, alisiklik, dan
aromatik. Minyak bumi dikilang melalui penyulingan menjadi beberapa fraksi. Hasil
pemisahan menjadi fraksi dan hasil-hasilnya tertera pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Fraksi Utama Minyak Bumi


Selang Didih (oC) Komposisi Fraksi Kegunaan
0-30 C1-C4 Gas Bahan bakar gas
30-60 C5-C7 Eter petroleum Pelarut
60-100 C6-C8 Ligroin Pelarut
70-150 C6-C9 Bensin Minyak motor
175-300 C10-C16 Minyak tanah Bahan bakar jet, minyak diesel
Di atas 300 C16-C18 Minyak-gas Minyak diesel, bahan “cracking”
Minyak pelumas, minyak mineral,
- C18-C20 Minyak lilin
bahan “cracking”
- C21-C40 Lilin paraffin Lilin, kertas minyak
Di atas C40 Tar atap, bahan pembuat jalan, zat
- Residu
ditambah C penolak air

TUGAS
1. Kenalilah gugus fungsi pada setiap senyawa (alkohol atau amina, dan lain-lain).
(a) CH3HBrCH2CH3
(b) CH3CH2COOH
(c) C6H5CH2CHO
(d) (CH3)2CHCH2OCH3
(e) CH3COCH2CH3
(f) CH3CH(NH2)CH2CH3
(g)
CH2CH3

(h) CH3CO2CH3
2. Gambarkan rumus struktur untuk
(a) 3-bromo-2-metilpentana
(b) 3-isopropiloktana
(c) 2-pentana
(d) Etil n-propil eter
3. Tuliskan rumus singkat untuk setiap senyawa kimia ini.
(a) Isopropil alkohol (alkohol gosok)
(b) Tetraetiltimbal (komponen antiknock dalam bensin)
(c) 1,1,1-klorodifluoroetana (pendingin)
(d) 2-metil-1,3-butadiena (digunakan dalam pembuatan elastomer)
(e) 2-butenal (krotonaldehida, digunakan dalam sintesis organik)
(f) 1,3-siklopentadiena (digunakan dalam sintesis organik)
4. Gambarlah rumus struktur semua isomer dari C5H11Br dan berilah nama-namanya.
5. Berikan nama (a dan b) dan struktur (c, d, e) yang benar untuk senyawa aromatik
berikut.

(a) (b)
(c) 1,3,5-trimetilbenzena
(d) p-nitrofenol
(e) asam 3-amino-2,5-diklorobenzoat (amiben, pengatur tumbuh tanaman)
BAB 5
GAS
Benda-benda biasa umumnya berbentuk sebagai padatan, cairan, atau gas.
Pengamatan ini hampir tidak memerlukan perhatian, kita dapat memahaminya secara
intuisi. Meskipun demikian, kita perlu berusaha untuk menerangkan sifat-sifat fisisnya,
atau keadaan zat secara lebih terinci.
Keadaan gas, adalah keadaan yang paling sederhana untuk dipahami dari ketiga
bentuk tadi. Pada bab ini gagasan yang dikembangkan sebagian besar berasal dari sebelum
abad keduapuluh, dan dari perkembangan ilmu kimia modern yang sejajar dengan
pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan tentang keadaan gas. Perilaku gas telah
digambarkan dengan jelas pada penemuan hukum gabungan kimia (the laws of chemical
combination) pada pembuktian teori atom Dalton. Stoikiometri dari reaksi-reaksi kimia
dapat diperluas penggunaannya dengan memasukkan beberapa gagasan kunci mengenai
gas. Akhirnya, telah mengenai tingkah laku gas akan memberikan dasar untuk suatu teori
besar dalam ilmu pengetahuan yaitu teori kinetik molekul. Teori ini akan melengkapi
pengetahuan kita dengan suatu pandangan baru, yaitu terutama tentang konsep suhu.

5.1 Sifat-Sifat Gas


Gas bisa dicirikan dengan berbagai cara. Semua gas akan memuai memenuhi
ruangan dan akan menyerupai bentuk ruang tempatnya berada. Semua zat yang bersifat gas
dapat berbaur dengan sesamanya dan akan bercampur dalam segala perbandingan, karena
itu semua campuran gas adalah larutan yang homogen. Gas tidak kasat mata dalam arti
bahwa tidak ada partikel-partikel gas yang dapat dilihat. Beberapa gas berwarna, seperti
misalnya: gas klor (kuning kehijau-hijauan), brom (merah kecoklat-coklatan) dan iod
(ungu), beberapa di antaranya secara kimiawi bersifat lembam (inert), seperti misalnya
helium dan neon.
Empat sifat dasar yang menentukan tingkah laku fisis dari gas adalah banyaknya
molekul gas, volume gas, suhu dan tekanan. Dari, nilai-nilai numeris tiga besaran yang
diketahui, tentunya dapat dihitung nilai besaran keempat. Perhitungan ini bisa diselesaikan
melalui persamaan matematis yang disebut persamaan keadaan (equation of state). Pada
prinsipnya semua, atau paling tidak beberapa sifat gas lainnya dapat dihitung melalui
persamaan keadaan. Kita telah membicarakan cukup luas mengenai massa, volume, dan
suhu. Pembahasan tingkat mengenai tekanan gas akan dikemukakan berikut.

5.2 Volume Gas


Apabila gas dimasukkan ke dalam suatu wadah, molekul-molekulnya akan bergerak
secara bebas dan akan menempati seluruh volume wadah tersebut. Oleh karena itu, volume
gas selalu diberikan berdasarkan volume dari wadahnya. Karena gas akan bercampur satu
sama lain secara bebas, maka bila ada beberapa macam gas dalam campuran maka volume
dari setiap komponen sama dengan volume wadah yang menempati seluruh macam gas.

5.3 Tekanan Gas


Pengamatan bahwa balon menggembung bila diisi udara adalah sesuatu hal yang
sudah kita ketahui, tetapi apakah yang menyebabkan balon tersebut tetap menggembung?
Suatu hipotesis yang masuk akal (plausible) adalah bahwa molekul-molekul gas bergerak
konstan, bertumbukkan satu sama lainnya dan juga dengan dinding-dinding wadah. Pada
saat bertumbukkan dengan dinding wadah, akan terjadi gaya. Gaya inilah yang menjaga
balon tersebut tetap menggembung. Untuk mengukur besarnya gaya yang ditimbulkan oleh
molekul-molekul gas bukanlah suatu hal yang sederhana, tetapi tekanan gas dapat diukur

V-1
dengan cara yang lebih mudah. Tekanan adalah gaya yang bekerja per satuan luas,
karenanya, tekanan adalah besarnya gas dibagi dengan luas total tempat gaya tersebut
bekerja.
F
P= (5.1)
A

Tekanan Cairan. Tekanan gas umumnya diukur secara tidak langsung dengan
membandingkannya dengan tekanan cairan. Konsep tekanan cairan dengan menggunakan
cairan yang mempunyai rapatan d, berada dalam silinder dengan luas penampang, A, dan
ketinggian cairan h. persamaan (4.2) menunjukkan bahwa tekanan yang disebabkan oleh
cairan hanya tergantung pada ketinggian kolom cairan dan rapatan cairan. Untuk
membakukan fakta ini, ingat kembali hal-hal berikut: bobot (W) adalah suatu gaya. Bobot
(W) dan massa (m) adalah sebanding, dan konstanta kesebandingannya adalah percepatan
karena gravitasi (g). Massa cairan adalah sama dengan perkalian rapatan dan volumenya
(m = d . V). Volume (V) silinder sama dengan hasil kali ketinggiannya (h) dan luas
penampang (A).
P= = = = = = ghd (5.2)

Pengukuran Tekanan Gas. Udara adalah gas yang umum kita kenal.
Sesungguhnya, udara adalah campuran dari beberapa gas, terutama nitrogen (78,08%),
oksigen (20,95%), argon (0,93%) dan karbon dioksida (0,03%). Kehidupan di atas bumi
terdapat di dasar ‘lautan’ udara yang disebut atmosfir, dan semua benda pada permukaan
tanah akan dikenai suatu tekanan yang dihasilkan oleh selimut udara ini. Pada tahun 1643,
Torricelli membuat alat untuk mengukur tekanan atmosfir. Alat ini barometer air raksa.

Gambar 5.1. Percobaan Torricelli

Tetapi, permukaan tersebut turun sampai ketinggian tertentu dan tetap. Ada sesuatu
yang mempengaruhi sehingga air raksa di dalam tabung lebih tinggi permukaannya
daripada di luar tabung. Pada awalnya, penjelasan mengenai gejala ini mencakup gaya-
gaya di dalam tabung. Sekarang kita mengerti bahwa gaya-gaya ini berada di luar tabung.
Pada tabung yang terbuka ujungnya atmosfir menyebabkan tekanan yang sama
pada permukaan air raksa, baik di dalam maupun di luar tabung; ketinggian permukaan
cairan adalah sama. Pada ujung tabung yang tertutup tidak terdapat udara dalam tabung di
atas permukaan air raksa (hanya sedikit uap air raksa). Atmosfir menyebabkan gaya pada
permukaan air raksa yang diteruskan melalui cairan, dan menahan air raksa di dalam
tabung. Kolom cairan di dalam tabung menyebabkan tekanan ke bawah yang besarnya
tergantung pada tingginya (dan rapatan air raksa). Pada suatu ketinggian tertentu tekanan
pada dasar kolom air raksa dan tekanan atmosfir sama besar sehingga kolom tetap
dipertahankan tingginya.
Tinggi air raksa pada barometer tidaklah konstan, tetapi beragam tergantung pada
lokasi dan keadaan atmosfir. Tekanan Atmosfir standar didefinisikan sebagai tekanan
yang diseabkan oleh kolom air raksa setinggi 760 mm pada keadaan dimana rapatan air
raksa adalah 13,5951 g/cm3 dan percepatan akibat gravitasi g = 9,80665 m/det2. Pernyataan
ini menghubungkan dua satuan tekanan yaitu atmosfir standar (atau) dan milimeter air
raksa (mmHg).
1 atm = 760 mmHg
Untuk memberikan penghargaan kepada Torricelli satuan tekanan trr juga digunakan. Torr
didefinisikan sebagai atmosfir standar.
760 torr = 1 atm
Jadi, satuan tekanan torr dan mmHg dapat dipertukarkan dalam penggunaannya.
Air raksa adalah cairan yang jarang diperoleh, makal, dan agak beracun. Mengapa
tidak digunakan air untuk mengganti air raksa sebagai cairan dalam barometer? Jawabnya
terletak pada saat tingginya kolom barometer yang diperlukan jika air digunakan sebagai
pengganti air raksa.

Contoh 5.1
Berapakah tinggi kolom air dalam (m), yang dapat dipertahankan oleh tekanan
atmosfer standar?

Kerja dari pompa digunakan untuk mengosongkan udara pipa silinder di dalam
sumber. Tekanan atmosfer, bekerja pada permukaan air tersebut, menekan kolom air ke
atas ke arah pipa pemindah yang telah dikosongkan tadi. Bahkan jika seluruh udara di
dalam pipa dapat dikosongkan (sebenarnya tidak memakai), kolom air tidak dapat naik
lebih dari 10,3 m. penggunaan sedotan untuk menyedot minuman, mempunyai prinsip
yang sama dengan pompa isap.
Barometer air raksa biasanya tidak bisa langsung dimasukkan ke dalam wadah yang
berisi gas. Alat (device) yang biasa digunakan untuk mengukur tekanan gas di
laboratorium adalah manometer. Sepanjang tekanan gas yang diukur dan tekanan
barometer sama, tinggi kolom air raksa pada kedua tangan manometer juga sama.
Perbedaan tinggi pada dua tangan berarti ada perbedaan di antara tekanan gas dan tekanan
barometer.

Gambar 5.2. Manometer Terbuka


Gambar 5.3. Manometer Tertutup
Contoh 5.2
Suatu manometer terbuka dihubungkan dengan wadah yang mengandung gas yang
tidak diketahui tekanannya. Perbedaan tinggi air raksa pada lengan terbuka adalah
65 mm. apabila tekanan atmosfer adalah 733 torr, berapa tekanan dalam wadah
tersebut dalam torr?

Satuan Tekanan. Banyak satuan yang berbeda digunakan untuk menyatakan


tekanan. Hal ini menyebabkan perlunya diambil satu satuan tunggal, seperti yang diajukan
oleh sistem SI untuk menghindari keraguan. Beberapa satuan tekanan didasarkan pada
tinggi kolom cairan, atau dengan massa per satuan luas ada pula yang berdasarkan gaya
sebenarnya (bobot) per satuan luas. Berikut ini adalah beberapa cara untuk menyatakan
tekanan atmosfir. Tiga satuan yang pertama adalah satuan yang telah diperkenalkan dan
akan terus figunakan pada buku ini. Satuan keempat dan kelima berdasarkan pada massa
(buka gaya) per satuan luas. Satuan –psi- “pound per square inch” (pon per inci kuadrat)
sering digunakan dalam bidang ilmu teknik. Tiga satuan berikutnya, yang ditunjukkan oleh
huruf tebal, adalah yang diajukan oleh sistem SI. Pascal adalah nama dari seorang ahli
(Blaise Pascal), yang pada bad ke-17 memberikan sumbangan yang nyata mengenai
pengertian tekanan. Saat ini, satuan SI sebaiknya digunakan untuk menyatakan tekanan,
tetapi kenyataannya penggunaannya masih terbatas. Satuan milibar biasa digunakan oleh
ahli meteorology.
(1) (2) (3) (4)
1 atmosfir standard (1 atm) = 760 mmHg = 760 torr = 14,7 lb/psi2. (psi)
(5) (6)
= 1,0333 kg/cm2 = 101,325 newton/m2 (Nm-2)
(7) (8)
= 101,325 pascal (Pa) = 101,325 kiloPascal (kPa)
(9) (10)
= 1,01325 bar = 1013,25 milibar (5.3)

5.4 Hukum-Hukum Gas Sederhana


Hukum Boyle. Dari beberapa hubungan di antara peubah-peubah (variabel) gas,
yang pertama ditemukan adalah hubungan antara tekanan dan volume. Hubungan ini
dikemukakan pada tahun 1662 oleh Robert Bboyle. Boyle menemukan bahwa
Volume sejumlah gas pada suhu tetap berbanding terbalik terhadap tekanan gasnya.
Gas diisikan pada silinder tertutup yang dilengkapi dengan piston “tanpa bobot”
yang bebas digerakkan. Tekanan gas tetap oleh berat total anak timbangan yang ditaruh
pada permukaan piston. [Bobot ini (gaya), dibagi dengan luas piston, menghasilkan
tekanan gas]. Jika bobot anak timbangan pada psiton dilipatduakan, tekanan juga akan
bertambah dua kali dan volume gas turun menjadi setengah dari nilai semula, dan
seterusnya.
Secara matematis, hubungan terbalik antara tekanan dan volume adalah

∝ atau P = atau PV = (suatu konstanta) (5.4)

Persamaan (5.4) menunjukkan bahwa perkalian tekanan dengan volume sejumlah gas pada
suhu tetap adalah suatu konstanta ( ). Grafik hubungan PV = disebut bentuk hiperbola
ekuilateral (atau hiperbola persegi panjang).
Hukum Charles. Hubungan antara volume gas dan suhu telah dikemukakan oleh
fisikawan Prancis pada tahun 1787 dan, secara terpisah, juga oleh Gay-Lussac, yang
dipublikasikan pada tahun 1802.
Tekanan dipertahankan tetap sedangkan suhu bervariasi. Volume gas bertambah
ketika suhu dinaikkan atau berkurang ketika suhu direndahkan; hubungannya linear (garis
lurus).
Meskipun berbeda pada setiap suhu, volume gas untuk ketiga kasus yang
ditunjukkan semuanya mencapai nilai nol pada satu suhu di bawah -270 oC (tepatnya pada -
273,15oC). Suhu -273,15oC berhubungan dengan keadaan dimana volume hipotesis gas
akan nol pada suhu mutlak nol. *Ini adalah suhu nol mutlak.
Titik awal itu menyatakan volume nol hipotesis pada suhu nol mutlak. Pengaruh
lebih lanjut dari pergeseran sumbu dengan cara ini ialah kita harus menambahkan 273,15
derajat pada masing-masing nilai suhu. Hal ini membawa kepada hubungan berikut antara
Celcius dan Kelvin atau suhu mutlak.
T (K) = t (oC) + 273,15 (5.5)
Jadi, Hukum Charles bias dinyatakan dengan cara ini.
Volume dari sejumlah gas pada tekanan konstan adalah berbanding langsung dengan
suhu kelvin (mutlak)
Secara matematis, bias ditulis sebagai
V∝T atau V = bT (b adalah suatu konstanta) (5.6)
Dari persamaan (5.6) kita melihat bahwa melipat duakan suhu kelvin (mutlak) dari gas
menyebabkan volumenya bertambah dua kali. (Peningkatan suhu gas dari 1oC menjadi
2oC atau 1oF menjadi 2oF, tentu saja tidak akan menyebabkan volumenya bertambah
menjadi dua kali).
Joseph Gay-Lussac, teman seangkatan dari Charles mengambil cara pendekatan
yang lain. Dia meneliti bagaimana tekanan akan tergantung dari suhu apabila volumenya
dibuat konstan. dia juga menemukan bahwa tekanan akan sebanding dengan suhu mutlak
pada volume yang tetap. Persamaan hukum Gay-Lussac adalah
P∝T atau P = bT (b adalah suatu konstanta) (5.7)

Contoh 5.3
Suatu gas mempunyai volume 350 mL dan tekanannya 740 torr. Apabila suhu tetap
dan tekanannya 900 torr, berapa mL volume gasnya?

Contoh 5.4
Suatu gas memberikan tekanan 350 torr pada 20oC. Berapa torr tekanannya apabila
suhu dinaikkan menjadi 40oC, tetapi volumenya dibuat konstan?

Contoh 5.5
Berapa volume akhir dari 2,00 L sampel gas yang dipanaskan dari 26oC menjadi
100oC pada tekanan konstan?
5.5 Hukum Gabungan Gas
Tiga hukum gas di atas dapat disatukan menjadi sebuah hukum yang dikenal
dengan “hukum gabungan gas” yang dinyatakan dengan
= konstan

Hukum ini biasanya pakai dalam soal-soal di mana diberikan beberapa keadaan suhu,
tekanan, dan volume untuk sejumlah gas tertentu. Kita ingin mengetahui perubahan
variabel ini apabila variabel lainnya diubah. Apabila keadaan mula-mula kita beri tanda
masing-masing Pi, Vi dan Ti sedangkan keadaan akhir dengan Pf, Vf, dan Tf, maka hukum
gabungan gas dapat ditulis dengan bentuk :

= (5.7)

Contoh 5.6
Pada suhu berapa oC suatu sampel gas akan mengisi wadah 0,850 L dan tekanan 1
atm? Apabila gas itu volumenya diketahui 400 mL dan tekanan 700 torr serta
suhunya 32oC.

Keadaan Standar Suhu dan Tekanan. Karena sifat-sifat gas tergantung pada
suhu dan tekanan, akan lebih memudahkan jika suhu dan tekanan tertentu untuk membuat
perbandingan suhu standar untuk gas didefinisikan sebagai 0 oC = 273,15 K dan tekanan
standard sebagai 1 atm = 760 mmHg. Keadaan standar kadang-kadang disingkat sebagai
STP (atau SC).

5.6 Hukum-Hukum Gas dan Perkembangan Teori Atom


Hipotesis Avogadro. Pembuktian teori atom Dalton kelihatannya dimulai pada
tahun 1808 ketika Gay-Lussac melaporkan tentang penggabungan volume gas. Gay-Lussac
menemukan bahwa bila gas bereaksi dengan gas lain maka reaksi berjalan berdasarkan
volume dalam perbandingan bilangan bulat kecil sebagai contoh, nitrogen, dan oksigen
membentuk igas senyawa yang berbeda, dengan (ratio) penggabungan N2 terhadap O2
berdasar volume, menjadi 2:1, 1:1, dan 1:2. Perbandingan-perbandingan sederhana ini tidak
terdapat pada reaksi yang melibatkan padatan dan cairan, atau gas, jika perbandingan
didasarkan pada massa daripada berdasarkan volume.
Salah satu penjelasan dari Hukum Penggabungan Volume ialah bahwa volume
yang sama dari gas-gas yang berbeda, pada keadaan suhu dari tekanan yang identik,
mempunyai jumlah partikel (atom) yang sama. Jika penggabungan kimiawi mencakup
penyatuan dari atom-atom numeris sederhana. Bagaimanapun juga, terdapat keberatan
terhadap pemikiran ini. Dalton menyangkal bahwa pada reaksi hidrogen dari oksigen
membentuk air maka jumlah partikel air (OH) yang terbentuk seharusnya sama dengan
jumlah atom hydrogen (H) dan oksigen (O) yang bereaksi. Jika hipotesis “volume sama-
jumlah sama” adalah besar, perbandingan volume dari pereaksi dan hasil reaksi seharusnya
menjadi 1:1:1. Melalui percobaan telah terbukti adanya perbandingan dua volume hidrogen
terhadap satu volume oksigen dan dua volume uap – 2:1:2.
Gambar 5.4. Pembentukan Air – Hipotesis Avogadro

Dalam tulisannya pada tahun 1811, Avogadro menunjukkan bahwa hukum Gay-
Lussac dan teori Dalton dapat sejalan apabila ada dua anggapan.
1. Volume yang sama dari gas yang berbeda, pada keadaan suhu dan tekanan yang identic
mempunyai jumlah partikel yang sama.
2. Pada umumnya yang dimaksud partikel gas adalah molekul-molekul yang terdiri dari
sejumlah atom yang bergabung.
Avogadro mengusulkan bahwa hidrogen dan oksigen keduanya berada sebagai
molekul-molekul diatomic, yaitu sebagai H2 dan O2, dan bahwa air mempunyai dua atom H
untuk setiap atom O, yaitu H 2O! Pada reaksi hidrogen dan oksigen, molekul O 2 pecah
menjadi setengah–molekul (atom-atom). Molekul H 2 dan setengah molekul-molekul O
menga=hasilkan jumlah molekul (H2O) yang sama dengan jumlah molekul H2 yang
bereaksi. Dari dua volume H2 dan satu O2, dua volume uap akan terbentuk.
Penelitian Cannizzaro. Golongan para ahli tidak siap untuk menerima anggapan
yang berani seperti apa yang dikemukakan oleh Avogadro. Hipotesisnya kurang
diperhatikan sampai kemudian dikembangkan oleh Cannizzaro setengah abad berikutnya.
Pemikiran Cannizzaro adalah sebagai berikut.
Dengan dasar bobot atom hidrogen sebesar 1. Anggaplah bahwa hidrogen
berbentuk sebagai molekul diatomic, H2. Bobot molekul hidrogen menjadi tepat sama
dengan 2. Lalu, tentukan volume gas hydrogen yang berada pada keadaan suhu dan
tekanan tertentu, timbanglah tepat 2 g. keadaan yang dipilih adalah 0oC dan 1 atm (STP),
dan volume terbukti menjadi 22,4 L. Sekarang, 22,4 L dari gas yang lain pada STP
seharusnya berisi jumlah molekul sama dengan untuk 22,4 L hidrogen. Perbandingan
massa dari 22,4 L gas ini terhadap massa dari 22,4 L hidrogen adalah perbandingan dari
bobot molekul gas terhadap H 2. Dengan percobaan 22,4 L oksigen pada STP ditemukan
bobotnya 32,00 g. bobot molekul O2 adalah 16 kali besarnya bobot molekul H2. Dengan
menganggap rumusnya O2, dari bobot atom H sama dengan 1, maka bobot atom O adlaah
16.
Prosedur yang sama dapat digunakan untuk menentukan bobot atom dari unsur lain
seperti diperlihatkan melalui Tabel 5.1 untuk sederet senyawa-senyawa gas nitrogen. Kita
bisa menyimpulkan sebagai berikut.
1. 22,4 L gas ammonia pada STP beratnya 17 g.
2. Ammonia terdiri dari 82,5% N, berdasarkan massa.
3. Massa relative nitrogen dalam ammonia adalah 17 x 0,825 = 14.
4. 22,4 L nitir oksida pada STP beratnya 44 g.
5. Nitir oksida terdiri dari 63,7%, berdasarkan massa.
6. Massa relatif nitrogen dalam nitrit oksida adalah 44 x 0,637 = 28.
7. Dan seterusnya.
Tabel 5.1 Metode Cannizzaro – Bobot Atom Nitrogen
Senyawa B.M. (relatif Nitrogen % Massa relatif N per
terhadap H = 1) berdasar massa molekul
Hidrogen 2 - -
Amonia 17 82,5 14
Nitrit oksida 44 63,7 28
Nitrat oksida 30 46,7 14
Nitrogen dioksida 46 30,4 14
Gas nitrogen 28 100,0 28

Massa relatif nitrogen pada semua molekul pada Tabel 5.1 adalah 14 atau kelipatan
14. Kesimpulan yang masuk akal adalah bahwa berat atom nitrogen adalah 14, dan
terdapat satu atom N per molekul ammonia, dua atom N per molekul nitir oksida, dan
seterusnya.
Hipotesis Avogadro dapat dinyatakan dengan dua cara.
1. Volume yang sama dari gas berbeda yang diperbandingkan pada suhu dan tekanan
sama mempunyai jumlah molekul yang sama.
2. Jumlah molekul sama dari gas yang berbeda yang diperbandingkan pada suhu dan
tekanan sama mempunyai volume sama.
Demikian juga, volume gas pada suhu dan tekanan tetap berbanding langsung
dengan jumlah gas (misalnya jumlah molekul). Jika jumlah gas dua kali lipat, volumepun
dua kali, dan seterusnya. Penyataan matematis dari kenyataan ini adalah :

V∝n dan V = cn (5.7)

c adalah suatu konstanta dan n adalah jumlah gas.


Pada STP jumlah molekul yang terdapat dalam 22,4 L gas adalah 1 mol. Jumlah ini,
22,4 L gas pada STP, sering dinyatakan sebagai volume molar gas . Hukum Avogadro
dan penyataan yang diperoleh dari hukum ini, seperti volume molar 22,4 L pada STP,
hanya berlaku bagi zat-zat dalam bentuk gas. Tidak ada hubungan demikian pada cairan
atau padatan.

5.7 Persamaan Gas Ideal


Hukum-hukum Gas sederhana dinyatakan sekali lagi di bawah ini
 Hukum Boyle :V∝ (n dan T konstan)
 Hukum Charles : V∝ T (n dan P konstan)
 Hukum Avogadro: V ∝ n (P dan T konstan)
Secara intiusi, hal itu berarti volume gas berbanding langsung terhadap jumlah gas dan
suhu serta berbanding terbalik terhadap tekanan. Yaitu

V∝ dan V= atau PV = n.RT (5.8)

Bukti persamaan matematis (4.8) tidak dibahas di sini, tetapi telah dibuktikan
dengan percobaan bahwa setiap gas yang memenuhi ketiga hukum gas sederhana tadi juga
memenuhi persamaan (4.8). Gas seperti itu disebut gas ideal, dan persamaan (5.8) dikenal
sebagai persamaan gas ideal. Gas nyata hanya dat mendekati perilaku yang memenuhi
persamaan gas ideal, sebagaimana kita akan mempelajarinya nanti. Pada keadaan yang
sesuai, bagaimanapun juga, gas nyata dapt memenuhi persamaan di atas.
Sebelum persamaan (4.8) dapat dipakai untuk situasi yang khas, suatu nilai numeris
diperlukan untuk R, yang disebut konstanta gas. Salah satu arti yang paling sederhana
untuk menetapkan nilai ini adalah dengan mensubritusikan ke dalam persamaan (5.8) yaitu
volume molar pada STP, 22,414 L.

,
R= = = 0,082057 (5.9)
,

Dalam menggunakan persamaan gas ideal, anda harus memperhatikan hal-hal


berikut.
1. Terdapat lima suhu dalam persamaan yaitu –P, V, n, R, dan T. Empat daripadanya
harus diketahui ; untuk bisa menyelesaikan yang kelima. [Pada contoh berikut, kelima
suhu pertama-tama dituliskan (tercakup dalam tanda kurung). Ini akan membantu
untuk mengidentifikasi suhu yang tidak diketahui].
2. Masing-masing suhu harus dinyatakan dalam satuan yang tepat sebelum disubritusikan
ke dalam persamaan. Nilai R akan menjadi pegangan untuk hal tersebut. Jika dalam
suatu kasus, satuannya liter atmosfir per mol per keloin (L atm mol-1 K-1), satuan
untuk tekana harus atmosfer. Volume satuannya adalah liter ; jumlah gas adalah mol ;
dan suhu adalah kelvin.
Penggunaan tunggal dari persamaan gas ideal diperlukan. Pada contoh lain gas
dijelaskan pada dua kondisi berbeda yaitu keadaan awal dan akhir. Di sini penggunaan
ganda dari persamaan gas ideal diperlukan. Meskipun demikian, jika satu atau lebih
peubah (variabel) gas dipertahankan konstan, umumnya penyelesaian mengambil bentuk
yang telah disederhanakan. Pada kenyataannya, semua hukum gas yang sederhana dapat
diturunkan dari persamaan gas ideal.

Contoh 5-7
Suatu silinder gas mempunyai volume 34,9 L. Silinder diisi dengan gas nitrogen
sampai tekanannnya 5,1 atm pada 20 ⁰C. Berapakah massa N2 yang terdapat dalam
silinder?

5.8 Penentuan Bobot Molekul


Pendekatan yang lebih langsung untuk menetapkan bobt molekul dibandingkan
metode Cannizzaro adalah menggaunakan persamaan gas ideal. Untuk tujuan ini perlu
mengubah persamaan itu sedikit. Jumlah mol gas, yang biasanya dinyatakan dengan n,
adalah sama dengan massa gas, m, dibagi oleh massa molar (satuannya g/mol). Bobot
molekul (tidak bersatuan) secara numeris sama dengan massa molar.

PV = (5.10)

Untuk menentukan bobot molekul gas dengan persamaan (5.10) diperlukan


pengukuran volume (V) yang dipunyai oleh suatu gas yang diketahui massanya (m) pada
suhu (T) dan tekanan (P) tertentu. Bentuk dari persamaan gas ideal yang diperlihatkan pada
persamaan (5.10) tidak terbatas untuk menentukan bobot molekul. Tetapi dapat digunakan
dalam berbagai penggunaan lain dimana jumlah gas diberikan ata dicari dalam bentuk
gram, bukan mol.
Metode penentuan bobot molekul yang dijelaskan dengan Metode Dumas dapat
digabungkan dengan analisa unsur-unsur untuk menghasilkan rumus molekul gas. Jadi,
jika propilena ternyata terdiri dari 85,63% C dan 14,37% H, berdasar massa, bagaimankah
rumus molekulnya?
Contoh 5-8
Seorang ahli kimia meneliti gas yang dikeluarkan suatu reaksi kimia, dikumpulkan,
dan kemudian dianalisis. gas tersebut ternyata mengandung 80% Karbon dan 20%
hydrogen. Diketahui juga bahwa 500 mL dari gas tersebut pada 760 torr dan 0 C
beratnya 0,6695 g.
a) Bagaimana rumus empiris dari senyawa gas ini?
b) Berapa massa molekulnya?
c) Bagaimana rumus molekulnya?

5.9 Campuran Gas


Kecuali untuk menetapkan jumlah mol gas, hukum-hukum gas sederhana terdahulu
atau persamaan gas ideal tidak memperhatikan pentingnya jenis gas. Hal ini karena semua
gas dianggap bertindak serupa. Persamaan gas ideal dapat digunakan untuk semua gas
pada keadaan yang tepat sebagai hasilnya persamaan gas ideal dapat digunakan nilai n
sebagai jumlah mol molekul total dalam campuran gas.
Sebagai tambahan terhadap perumusan teori atomnya, John Dalton memberikan
sumbangan penting dalam telaah campuran gas. Dalton berpendapat bahwa dalam
campuran gas, maisng-masing gas akan mengembang untuk mengisi wadah dan
mengakibatkan tekanan parsial yang tidak tergantung dari adanya gas-gas lain. Jumlah
tekana gas parsial sama dengan tekana total dari campuran. Untuk campuran gas, A, B, . .
.
Ptot = PA + PB + . . . (5.11)

Hukum tekanan parsial Dalton setara dengan persamaan (5.10), dapat diperlihatkan dengan
mudah sebagai berikut:

Ptot = PA + PB + . . .
= + +...= (nA + nB + . . .)
= (dimana ntot = nA + nB + . . .)

Pernyataan lain yang diketahui sebagai hukum Amagat berguna dalam


menyelesaikan campuran gas yang komposisinya dinyatakan dalam persen berdasar
volume. Di sini kita mulai dengan pernyataan

Vtot = (5.12)

dan bahwa ntot = nA + nB + . . . Hal ini membolehkan kita untuk menulis

Vtot = +
= VA + VB + . . . (5.13)

Istilah-istilah VA, VB, . . . disebut volume parsial. Volume parsial dari suatu komponen
dalam campuran gas adalah volume yang dipunyai oleh komponen jika ia berada sendiri
pada tekanan total campuran. Volume total dari suatu campuran gas sama dengan jumlah
dari volume parsial komponen-komponennya (5.13).
Masih ada lagi pernyataan yang penting untuk campuran gas yaitu yang diperoleh
dengan membuat perbandingan tekanan parsial terhadap tekanan total, atau volume parsial
terhadap volume total.

= = dan = =

yang berarti bahwa

= = (5.14)

Perbandingan nA/ntot diberi nama khusus. Yaitu fraksi mol A dalam campuran gas.
Fraksi mol, sering dicirikan dengan lambang X, menunjukkan fraksi dari seluruh
molekul dari jenis tertentu dalam suatu campuran. Dalam campuran gas X A, XB, . . .
fraksi mol dari seluruh komponen dalam campuran adalah 1, yaitu XA + XB + . . . = 1.

Contoh 5-9
Berapakah tekanan parsial H2 dan He dalam campuran gas yang disebabkan oleh 1,0
g H2 dan 5,0 g He ketika diisikan ke dalam suatu wadah 5,0 L pada 20oC?

Pengumpulan Gas melalui Air. Gawai (device) yang ditunjukkan pada gambar, disebut
palung-udara, percobaan ini mengakibatkan loncatan besar mengenai teori gas pada abad ke-
17. Cara ini merupakan cara mengisolasi gas hasil reaksi kimia. Karena cara palung udara
didasarkan pada permintaan air dari wadah, maka metode ini berlaku hanya untuk gas-gas
yang tidak larut dalam air, seperti N2, H2, dan O2.

Gambar 5.4. Pengumpulan gas hasil reaksi melalui air

Gas yang terkumpul bersifat “basah”, yaitu campuran gas dengan uap air. Gas yang
sedang dikumpulkan mengembang dan mengisi wadah serta menghasilkan tekanan parsial
: Pgas. Uap air yang dihasilkan oleh penguapan air, juga memenuhi wadah dan
menghasilkan tekanan parsial : PH2O. Tekanan uap air hanya tergantung pada suhu air.
Menurut Hukum Dalton, tekanan total adalah jumlah dari dua tekanan parsial.
Tekanan total diukur secara sederhanadengan mengubungkannya terhadap penurunan
tekanan atmosfir (tekanan barometer). Jika wadah yang berisi gas digerakkan ke atas atau
ke bawah sampai permukaan air di luar dan di dalam menjadi sama, kemudia tekanan total
gas dibuat sama dengan tekanan barometer.
Pbar = Ptot = Pgas + PH2O dan

Pgas = Pbar - PH2O (5.15)

TUGAS :

1. Hitung tinggi kolom air raksa yang diperlukan untuk menghasilkan tekanan (a) 1,35 atm
(b) 618 torr (c) sama dengan kolom air dengan tinggi 138 kaki.
2. Suatu manometer yang menghubungkan dua wadah (A dan B) mengandung minyak
dengan massa jenis 0,847 g/mL. Minyak pada lengan yang dihubungkan dengan wadah
A 74,0 cm lebih tinggi daripada minyak yang dihubungkan dengan wadah B. Apabila
tekanan gas pada wadah A adalah 836 torr, berapa torr tekanan gas pada wadah B?
3. Suatu sampel SO2 menempati ruang 1,45 L pada tekanan 2,75 atm. Apabila dianggap
tidak ada perubahan suhu, berapa volumenya jika tekanannya diubah menjadi 800 torr?
4. Suatu gas mempunyai tekanan 655 torr pada 25oC. Sampai berapa oC gas harus
dipanaskan agar tekanannya bertambah menjadi 825 torr?
5. Suatu sampel gas O2 menempati volume 285 mL pada suhu 25 oC. Pada suhu berapa
Celcius gas ini akan mengisi 350 mL, apabila tekanannya konstan?
6. Suatu sampel gas dengan volume 2,00 L, suhu mula-mula 25 oC, dan tekanan 700 torr
dibiarkan memuai sampai volume 5,00 L. Apabila tekanan akhir 585 torr, berapa oC
suhu akhirnya?
7. Diketahu massa jenis suatu gas 1,81 g/L pada suhu 30oC dan tekanan 760 torr.
Berapakah massa molekulnya?
8. Suatu sampel cairan yang berbau amis seberat 0,2000 g yang diketahui mengandung
karbon, hidrogen, dan nitrogen dibakar dan menghasilkan 0,482 g CO2 dan 0,271 g
H2O. Sampel kedua dengan berat 0,2500 g direaksiakan sedemikian rupa sehingga
semua nitrogennya berubah menjadi gas N2. Gas ini dikumpulkan dan ternyata
volumenya 42,3 mL pada 26,5oC dan tekanan 755 torr.
a) Berapa presentase karbon, hidrogen, nitrogen dalam senyawa ini?
b) Bagaimana rumus empiris senyawa ini?
9. Tiga macam gas dimasukkan bersama-sama ke dalam wadah 10,0 L, sehingga
memberikan tekanan total 800 torr pada 30oC. Apabila campuran itu mengandung
8,00 g CO2, 6,00 g O2 dan sejumlah N2 yang tak diketahui, hitung :
a) Jumlah seluruh mol gas dalam wadah
b) Fraksi mol dari tiap gas
c) Tekanan parsial tiap gas dalam torr
d) Jumlah gram N2 dalam wadah
10. Sebanyak 76,7 cm3 sampel O2(g) “basah” dikumpulkan melalui air pada suhu 22 oC
dan tekanan barometer 752 mmHg. Berapakah O 2, dalam mol yang ada dalam gas?
(PH2O pada 22 oC = 19,8 mmHg)
BAB 6
STOIKIOMETRI

Kata stoikiometri berasal dari bahasa Yunani stoicheion, artinya unsur. Dari
literature, Stoikiometri artinya mengukur unsur-unsur. Istilah ini umumnya digunakan
lebih luas, yaitu meliputi bermacam pengukuran yang lebih luas dan meliputi
perhitungan zat dan campuran kimia. Dalam bab ini dibicarakan stoikiometri unsur-
unsur, senyawa, dan hal-hal yang masih berhubungan. Pembahasan dalam bab ini
merupakan dasar pengertian dari banyak topik yang akan muncul dalam buku ajaran ini.

A. STOKIOMETRI I

6.1 Bilangan Avogadro dan Konsep Mol


Hubungan paling pokok pada perhitungan kimia, seperti yang kita pelajari dalam
bab ini dan selanjutnya, meliputi jumlah relatif atom-atom, ion, atau molekul. Walaupun
jumlah satuan kimia memang penting, kita menghitungnya bukan melalui cara biasa.
Untuk menghitung jumlah atom erat hubungannya dengan massa. Untuk itu diperlukan
pemantapan hubungan antara massa suatu unsur yang diukur dan beberapa atom yang
diketahui tetapi tidak dapat dihitung dalam massa itu.
Bobot atom dapat dihitung dengan membandingkan massa dari sejumlah besar
atom dari satu jenis dan sejumlah atom yang sama dari berat atom baku, 126C. Tetapi
berapa jumlah atom yang harus diambil untuk tujuan perhitungan berat atom? Jumlah
yang diambil adalah jumlah atom yang terdapat dalam 12,000006 g 12C. Jumlah ini,
yang nilainya adalah 6,0225 x 1023, (biasanya dibulatkan menjadi 6,02 x 10 23) disebut
Bilangan Avogadro, NA, *istilah lain yang hampir satu arti dengan bilangan
Avogadro adalah mol.
Satu mol zat adalah jumlah dari suatu zat yang mengandung jumlah satuan dasar
yang sama seperti halnya atom-atom 12C dalam 12,00000 g 12C.
6 6
Bila suatu zat mengandung atom-atom dari nuklida tunggal, bisa ditulis sebagai :
1 mol 12C mengandung 6,0225 x 1023 atom-atom 12C dan bobotnya 12,00000 g.
6 6
1 mol 16O mengandung 6,0225 x 1023 atom-atom 16O dan bobotnya 15,9948 g,
8 8
dan seterusnya.
Kebanyakan unsur-unsur terdiri dari campuran dua atau lebih isotop. “Jumlah”
atom yang digunakan untuk menghasilkan 1 mol zat tidak sama massanya. Jadi dalam 1
mol karbon, sebagian besar atom-atomnya adalah karbon-12, tetapi sebagian adalah
karbon-13 (dan dalam jumlah amat sedikit karbon-14).
1 mol karbon mengandung 6,0225 x 10 23 atom C, beratnya 12,011 g; 1 mol
oksigen mengandung 6,0225 x 1023 atom O, beratnya 15,9994 g, dan seterusnya.
Massa dari satu mol atom, disebut massa molar, mudah diperoleh dari tabel
bobot atom, misalnya, 6,941 g Li/mol Li.
Hubungan Mol dengan Berat. Pengubahan gram menjadi mol adalah
perhitungan rutin yang harus dipelajari secara cepat. Berikut rumus hubungan mol dan
berat.
: bil. avogadro x Ar atau Mr
∑ atom atau molekul mol massa
x bil. avogadro : Ar atau Mr

VI - 1
Contoh 6-1
Berapa mol magnesium yang terdapat dalam kumpulan 3,05 x 1020 atom Mg?
Contoh 6-2
Berapa atom Na yang terdapat pada 15,5 g Na?
Contoh 6-3
Berapa atom Fe terdapat pada sebuah bola baja stainless steel yang berjari-jari
2,00 mm? Baja ini mengandung 85,6% Fe berdasarkan massa dan rapatannya
7,75 g/cm3.

6.2 Senyawa Kimia


Senyawa kimia adalah zat tersusun oleh dua atau lebih unsur-unsur, sehingga
merupakan kombinasi lambang yang disebut rumus kimia. Rumus kimia adalah
lambang yang menyatakan :
1. Unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah senyawa.
2. Jumlah atom relatif dari tiap unsur.
Satuan Rumus adalah kumpulan atom-atom terkecil di mana rumus dapat
terbentuk. Pada rumus berikut ini kehadiran unsur-unsur dinyatakan oleh lambang-
lambangnya dan jumlah atom relatif yang dinyatakan dengan bilangan tik bawah (untuk
tik bawah 1 tidak dituliskan).

Contoh di bawah ini merupakan tambahan satuan-satuan.


NaCl MgCl2 CCl4
natrium klorida magnesium klorida karbon tetra klorida
Molekul adalah sekumpulan atom-atom yang terikat dan merupakan kesatuan
serta mempunyai sifat-sifat fisik dan kimiawi yang khas. Sebaliknya, satuan rumus
NaCl merupakan sepasang atom (ion) dari sekumpulan atom (ion) yang banyak. Dengan
demikian tidak layak kita mengatakan sebuah molekul natrium klorida padat. Keadaan
MgCl2 serupa dengan NaCl.
Keadaan pada senyawa hidrogen peroksida lain lagi. Kumpulan atom-atom
terkecil yang disebut molekul, mengandung dua atom hidrogen dan dua atom oksigen:
H2O2. Tetapi nisbah atom-atom terkecil yang (jumlah atom relatif) dari hidrogen dan
oksigen adalah HO. Kumpulan ini, berdasar satuan rumus, tidak terdiri dari satuan yang
stabil. Molekul itu mengandung dua unit rumus.
Bobot Rumus dan Bobot Molekul. Apabila satuan rumus telah dikenali, ini
merupakan cara sederhana untuk menentukan bobot rumus suatu senyawa. Bobot
rumus adalah massa dari satuan rumus relatif terhadap massa yang ditentukan
12,00000 untuk atom C. Karena bobot atom adalah juga relatif terhadap C, bobot
rumus dapat ditentukan dengan penjumlahan bobot atom-atomnya. Untuk natrium
klorida, NaCl ;
satu satuan rumus NaCl mengandung Na + dan satu Cl-.
Bobot rumus NaCl = bobot atom (BA) Na + BaCl
= 22,9 +35,45 = 58,44
Dan untuk magnesium klorida, MgCl2 :
Bobot rumus MgCl2 = BA Mg + (2 x BA Cl)
= 24,30 + (2 x 35,45) = 95,20
Bila sebuah senyawa mengandung molekul-molekul diskrit, dapat juga
didefinisikan bobot molekulnya. Bobot molekul adalah massa dari sebuah molekul
nisbi terhadap massa yang telah ditentukan 12,00000 untuk satu atom C. Untuk
menentukan bobot molekul dari karbon tetraklorida, CCl4 dapat dilakukan sebagai
berikut :
1 molekul CCl4 terdiri dari 1 atom C dan 4 atom Cl.
Bobot molekul CCl4 = BA C + (4 x BA Cl)
= 12,01 + (4 x 35,45) = 153,8
Walaupun selalu dapat diterima istilah bobot rumus suatu senyawa, istilah bobot
molekul berlaku hanya bila terdapat molekul diskrit dari suatu senyawa yang ada. Bila
istilah ini dipakai untuk senyawa-senyawa NaCl, MgCl2, dan NaNO3 dalam keadaan
padat, arti sebenarnya adalah bobot rumus. Bila satuan rumus dan molekul suatu
senyawa identic (seperti CCl4), bobot rumus dan bobot molekul adalah identic. Bila
molekul-molekul suatu senyawa terdiri dari dua atau lebih satuan rumus, bobot molekul
merupakan penggandaan dari bobot rumusnya.
Mol Suatu Senyawa. Konsep mol dapat digunakan terhadap berbagai jenis atom,
ion, satuan rumus, molekul . . . Sebagai konsekuensinya kita dapat menyatakan satu mol
senyawa sebagai jumlah senyawa yang mengandung sejumlah bilangan Avogadro dari
satuan rumus atau molekul. Istilah massa molar dapat juga diperluas menjadi mol satuan
rumus atau molekul, yang hubungannya adalah :
1 mol MgCl2 → 95,20 g MgCl2 → 6,0225 x 1023 satuan rumus MgCl2 dan
1 mol CCl4 → 153,8 g CCl4 → 6,0225 x 1023 molekul CCl4
Mol Sebuah Unsur Pandangan Kedua. Pada sub-bab sebelumnya didefinisikan
satu mol suatu unsur adalah sesuai dengan jumlah bilangan Avogadro dari atom-atom.
Definisi ini hanya mungkin bila menyebutkan unsur tertentu, misalnya besi,
magnesium, natrium, dan tembaga. Dalam unsur-unsur ini sejumlah atom-atom individu
berbentuk bola yang sangat banyak dikelompokkan bersama-sama, seperti halnya
kerikil dalam ember. Tetapi tidak demikian halnya pada hidrogen, oksigen, nitrogen,
fluor, khlor, brom, iod, fosfor, dan belerang, misalnya atom-atom dari jenis yang sama
bergabung bersama-sama membentuk molekul-molekul, dan contoh dari unsur-unsur itu
tersusun dalam kumpulan molekul. Untuk contoh unsur-unsur ini lebih cocok
mengatakannya sebagai 1 mol dari molekul-molekul dan bobot molekul suatu unsur.
Bentuk-bentuk molekul unsur-unsur tadi adalah :
H2 O2 N2 F2 Br2 I2 P4 S8
Untuk memiliki satu mol hidrogen memiliki dua arti; pertama berarti satu mol
atom hidrogen, kedua berarti satu mol molekul hidrogen. Lebih baik ditulis 1 mol H
atau 1 mol H2. Lebih lanjut dapat ditulis 1,008 g H/mol H dan 2,016 g H2/mol H2.

6.3 Perhitungan yang Melibatkan Konsep Mol


Konsep Mol. Atom bereaksi membentuk molekul dalam perbandingan bilangan
bulat sederhana. Misalnya, atom hidrogen dan oksigen, bergabung dalam perbandingan
2:1 untuk membentuk air (H2O) dan atom karbon dan oskigen bergabung dalam
perbandingan 1:1 membentuk karbon monoksida (CO). Setelah mengetahui hal ini,
misalkan kita ingin membuat karbon monoksida dari atom karbon dan atom oksigen
sedemikian rupa sehingga tidak ada atom dari kedua unsur ini yang tersisa. Apabila kita
hanya memerlukan satu molekul, kita dapat membayangkan akan menggabungkan
bersama-sama 1 atom C dan 1 atom O. Apabila dua molekul yang dibutuhkan
diperlukan 2 atom C dan 2 atom O dan seterusnya untuk berbagai jumlah yang kita
inginkan. Namun, kita tidak dapat bekerja dengan atom-atom karena atom-atom sangat
kecil. Oleh sebab itu, dalam keadaan sebenarnya di laboratorium kita harus
memperbesar ukuran dari sampel sedemikian rupa sehingga sampel dapat dilihat dan
dipergunakan. Akan tetapi, harus dibuat dengan cara sedemikian rupa, agar
perbandingan atom yang sesuai dapat dipertahankan.
Salah satu cara untuk memperbesar jumlah dalam reaksi kimia adalah bekerja
dengan lusinan atom, bukan dengan satuan atom.
1 atom C + 1 atom O → 1 molekul CO
1 lusin atom C + 1 lusin atom O → 1 lusin molekul CO
(12 atom C) (12 atom O) (12 molekul CO)
Perhatikan bahwa perbandingan 1:1 lusinan atom tepat sama dengan perbandingan 1:1
satuan atomnya sendiri. Jika kita mengambil 2 lusin atom karbon dan 2 lusin atom
oksigen (perbandingan 1:1 dari lusinan), dapat dipastikan akan ada jumlah atom yang
sama dari karbon dan oksigen (perbandingan 1:1 atom). Kenyataannya, tidak menjadi
masalah jumlah lusinan dari tiap atom yang kita ambil, asal jumlah lusinannya sama
sehingga perbandingan 1:1 secara lusin dan atom tetap dipertahankan.
Konsep ini sangat penting sekali sehingga perlu ditinjau dalam bekerja
menggunakan lusinan atom hidrogen dan oksigen.
2 lusin atom H + 1 lusin atom O → 1 lusin molekul H2O Atau

4 lusin atom H + 2 lusin atom O → 2 lusin molekul H2O Atau

6 lusin atom H + 3 lusin atom O → 3 lusin molekul H2O

Dalam setiap persamaan, tetap dipertahankan perbandingan 2 : 1 antara atom H


dan O dengan mempertahankan perbandingan 2 : 1 lusinan atom-atom ini.
Sekarang menjadi jelas bahwa apabila ada suatu cara untuk menghitung atom
secara lusinan, kita dapat menggunakan lusinan atom dalam perbandingan yang tepat
sesuai perbandingan atom yang diinginkan. Dengan cara ini pasti akan didapat
perbandingan atom yang sesuai. Sayangnya, selusin atom atau molekul masih terlalu
kecil untuk dikerjakan.oleh karena itu, kita harus mengambil satuan yang lebih besar.
“Lusinannya ahli kimia” disebut mole (disingkat mol). Mol ini terdiri dari 6,022 x 10 23
partikel (akan dibicarakan lagi nanti mengenai asal usul angka lusin dan mol ini, yang
disebut bilangan Avogadro).
1 lusin = 12 partikel
1 mol = 6,022 x 1023 partikel
Keterangan yang sama untuk lusinan dapat diterapkan juga pada mol. Mol hanyalah
suatu jumlah yang lebih besar.
1 mol atom C + 1 mol atom O 1 mol molekul CO Atau

1 mol C + 1 mol O → 1 mol CO


(6,022 x 1023 atom C) (6,022 x 1023 atom O) (6,022 x 1023 molekul CO)

Terlihat bahwa apabila kita mengambil 1 mol atom karbon dan 1 mol oksigen, kita akan
mempunyai jumlah atom karbon dan oksigen yang sama. Oleh karena akan membentuk
tepat 1 mol molekul CO, maka tidak ada sisa apapun.
Pembahasan di atas menggambarkan hal yang penting dari konsep mol.
Perbandingan atom-atom yang bersenyawa untuk membentuk molekul akan tepat sama
dengan perbandingan mol dari atom-atom ini yang bersenyawa.
Misalnya untuk membentuk karbon tetraklorida, CCl4, kita mengetahui bahwa :

1 atom C + 4 atom Cl  1 molekul CC4

Kita dapat langsung mengubahnya ke mol

1 mol C + 4 mol Cl  1 mol CCl4

Dengan mengambil perbandingan atom karbon dan atom klor 1 : 4, kita sudah pasti
akan mempunyai sebuah atom karbon untuk empat atom klor. Apabila tujuan kita hanya
membuat perbandingan atom karbon : klor sama dengan 1 : 4, kita dapat bekerja dengan
berapa saja jumlah mol atom karbon, selama jumlah mol atom klor adalah empat kali
lebih besar. Jadi, apabila kita mulai dengan 2 mol atom C, kita memerlukan 8 mol atom
Cl.
2 mol C + 8 mol Cl → 2 mol CCl4

Atau apabila kita mulai dengan 5 atom C, akan diperlukan 20 mol atom Cl.

5 mol C + 20 mol Cl → 5 mol CCl4

Pada tiap kasus selalu ada perbandingan karbon : klor = 1 : 4, baik berupa mol atau
atom.
Kesimpulannya, perbandingan mol dari zat yang bereaksi akan sama dengan
perbandingan atom dan molekul yang bereaksi. Pemikiran yang sederhana ini
merupakan dasar dari semua persoalan kimia kuantitatif.

Contoh 6-4
Berapa mol atom karbon yang diperlukan untuk bersenyawa dengan 4,87 mol Cl
agar membentuk C2Cl6?
Contoh 6-5
Berapa gram Ca harus bereaksi dengan 41,5 g Cl untuk menghasilkan CaCl2?

Perhitungan Persen Susunan suatu Rumus Kimia. Suatu cara pengiraan yang
sederhana, tetapi sangat berguna dan sering digunakan adalah perhitungan komposisi
persen dari suatu senyawa yaitu persentase dari massa total (disebut juga persen berat)
yang diberikan oleh tiap unsur. Perhitungan yang sama juga dapat digunakan massa dari
suatu unsur dalam suatu sampel senyawa. Perhitungan in dijelaskan pada contoh 6-6
dan contoh 6-7 berikut.

Contoh 6-6
Berapa komposisi persen dari kloroform (CHCl3), suatu zat yang pernah dipakai
sebagai zat anestesi?
Contoh 6-7
Berapa gram berat unsur-unsur dalam 75,0 g DDT (C14H9Cl5)?

6.4 Rumus Empiris dan Rumus Molekul


Rumus kimia yang didasarkan pada satuan rumus disebut rumus sederhana
atau rumus empiris. Rumus yang didasarkan atas sebuah molekul yang sebenarnya
disebut rumus molekul. Terdapat tiga kemungkinan hubungan yang perlu
dipertimbangkan :
1. Rumus empiris dan rumus molekul dapat identik, seperti CCl4.
2. Rumus molekul dapat merupakan sebuah penggandaan dari rumus empiris (rumus
molekul H2O2, adalah dua kali rumus empiris HO).
3. Suatu senyawa dalam keadaan padat dapat memiliki rumus empiris (seperti NaCl,
MgCl2, atau NaNO3) dan tidak memiliki rumus molekul.

Menetapkan Rumus Empiris dari Percobaan Penentuan Susunan


(Komposisi) Senyawa. Dari rumus kimia yang telah dipelajari dapat diperoleh banyak
informasi, tetapi bagaimanakah rumus kimia ini diperoleh? Caranya sama dengan yang
dilakukan oleh Dalton yaitu menyimpulkan rumus tersebut dari percobaan penetuan
komposisi suatu senyawa. Melalui usaha Dalton ini kita telah mempunyai tabel bobot
atom.
Persentase susunan menunjukkan perbandingan missi unsur-unsur suatu senyawa
berdasar massa. Rumus kimia memerlukan persen susunan ini yang dinyatakan dalam
jumlah atom,, yaitu berdasar mol. Prinsip yang digunakan adalah : jumlah atom nisbi
dari tiap jenis tidak tergantung dari satuan rumus tunggal, mol, atau massa senyawa
yang dipakai dalam penelaahan. Banyaknya contoh yang digunakan, 100,0 g,
memudahkan konversi persen menjadi massa unsur yang sebenarnya.
Rumus yang diperoleh adalah rumus yang paling sederhana yang mungkin disebut
rumus empiris. Rumus empiris dapat digunakan untuk menghitung bobot rumus
senyawa. Dari percobaan terpisah bobot molekul senyawa dapat diukur. Bobot molekul
diperoleh dengan cara yang sama atau dengan melakukan perkalian dengan bilangan
tertentu terhadap bobot rumus. Rumus molekul dapat diperoleh dengan mengalikan
semua tik bawah (subscripts) dalam rumus empiris dengan bilangan pengali
menghubungkan bobot molekul dengan bobot rumus.

Contoh 6-8
Senyawa metil benzoat yang digunakan dalam industri parfum, mengandung
70,58% C, 5,93% H dan 23,49% O, berdasarkan massa. Berdasarkan percobaan
bobot molekulnya adalah 136. Bagaimana rumus empiris dan rumus molekul metil
benzoat?

Analisis Pengabuan. Bagaimana cara menemukan persen susunan suatu senyawa


melalui percobaan? Kadang-kadang hal ini bisa dilakukan dengan analisis pengabuan.
Seperti yang diperlihatkan pada gambar, contoh senyawa yang telah ditimbang
dipanaskan di dalam tanur yang dialiri dengan gas oksigen. Uap air dan gas karbon
dioksida.

Contoh 6-9
Pembakaran 0,2000 g sampel senyawa karbon-hidrogen-oksigen dalam vitamin
C menghasilkan 0,2998 g CO2 dan 0,0819 g H2O.
a) Bagaimana rumus empiris vitamin C?
b) Tentukan persen susunan unsur vitamin C?

Analisis Pengendapan. Analisis pengabuan dilakukan terutama untuk


menentukan susunan senyawa karbon dan hidrogen dengan oksigen, nitrogen dan
beberapa unsur lain (senyawa organik). Untuk senyawa-senyawa lain dilakukan dengan
analisis pengendapan. Dalam cara ini komponen contoh yang dianalisis diendapkan
sebagai bahan tidak larut, yaitu endapan. Endapan ini kemudian diperlakukan
sedemikian rupa sehingga menghasilkan padatan murni dari susunan yang diketahui.
Dari massa padatan yang telah ditimbang dan berat contoh aslinya, persentase
komponen dalam contoh dapat ditentukan.

Gambar 6.2. Analisis Pengendapan

Contoh 6-10
Sebuah contoh kuningan 2,568 g, bila diperlakukan dengan prosedur pada
gambar sebelumnya menghasilkan 0,1330 g SnO2. Berapa % Sn dalam sampel
kuningan?

TUGAS
1. Bila suatu batu bara yang mengandung besi pirit (FeS 2) dibakar, semua belerang
akan berubah semua menjadi pencemar udara, sulphur dioksida (SO2). Berapa
banyak mol FeS2 yang harus bereaksi untuk menghasilkan 1,00 kg SO2?
2. Hitung jumlah gram dari :
(a) Fe dalam 15,0 g Fe2O3
(b) Al dalam 25,0 g Al2(SO4)3
3. Suatu sampel dari pencemar udara yang terdiri dari sulfur dan oksigen ternyata
mengandung 1,40 g sulfur dan 2,10 g oksigen. Bagaimana rumus empiris dari
senyawa ini?
4. Suatu sampel organik yang disintesis, sampelnya dianalisis, ternyata mengandung C,
H, N, O dan Cl. Bila 0,150 g sampel senyawa ini dibakar akan menghasilkan 0,138 g
CO2 dan 0,0566 g H2O. dari 0,200 g sampel lain, semua nitrogen diubah menjadi
NH3 yang beratnya 0,0238 g. Dan akhirnya semua klor dari 0,125 g sampel senyawa
ini diubah menjadi ion Cl yang bila direaksikan dengan AgNO3 akan menghasilkan
AgCl seberat 0,251 g.
(a) Hitung persen berat masing-masing unsur dalam senyawa ini.
(b) Tentukan rumus empiris dari senyawa tersebut.
5. 0,1510 g sampel hidrokarbon dalm proses pengabuan menghasilkan 0,5008 g CO2,
dan 0,12825 g H2O. Bobot molekulnya 106. Untuk hidrokarbon ini tentukan :
(a) Rumus empirisnya
(b) Rumus molekulnya
6. Suatu jenis perunggu mengandung unsur-unsur Cu, Sn, Pb dan Zn. Sebuah sampel
yang beratnya 1,713 g diperlakukan dengan suatu cara sedemikian rupa sehingga Sn
diubah menjadi 0,245 g SnO2, Pb menjadi 0,115 PbSO4, dan Zn menjadi 0,246 g
Zn2P2O7. Bagaimana % berdasarkan massa dari setiap unsur dari perunggu itu?
7. Suatu senyawa yang terdiri dari air raksa dan klor memiliki komposisi massa 84,98%
Hg, sedangkan massa molekulnya adalah 472. Bagaimana rumus molekul senyawa
ini?
B. STOKIOMETRI II

6.5 Persamaan Kimia


Lambang-lambang yang menyatakan suatu reaksi kimia disebut persamaan
kimia. Rumus-rumus pereaksi diletakkan di sebelah kiri dan hasil reaksi diletakkan di
sebelah kanan. Antara dua sisi itu digabungkan oleh tanda kesamaan (=) atau tanda
panah (→). Dalam penulisan persamaan reaksi biasanya diperlukan tiga langkah,
walaupun langkah pertama sering tidak ditulis.
1. Nama-nama pereaksi dan hasil reaksi ditulis, hasilnya disebut sebuah persamaan
sebutan. Contoh :
Nitrogen oksida + oksigen → nitrogen oksida (6.1)
2. Sebagai pengganti nama-nama zat dipergunakan rumus-rumus kimia. Hasilnya
disebut persamaan kerangka. Contoh :
NO + O2 → NO2 (6.2)
3. Persamaan kerangka kemudian disetimbangkan, yang menghasilkan persamaan
kimia. Contoh :
NO + O2 → 2NO2 (6.3)
Dalam persamaan (6.2) terdapat tiga atom O di sebelah kiri dan hanya dua di
sebelah kanan. Keadaan ini diperbaiki dengan menyediakan dua molekul NO di sebelah
kiri dan dua molekul NO2 di sebelah kanan. hasilnya adalah dua atom N dan empat
atom O pada tiap sisi. Dalam penulisan persamaan kimia, koefisien stoikiometri yang
sesuai diletakkan di depan rumus, sehingga ;
Jumlah atom dari tiap jenis zat tidak berubah dalam reaksi kimia; atom tidak dapat
dibentuk atau dihancurkan di dalam suatu reaksi.
Dalam melakukan penyeimbangan (balancing), hanya koefisien yang dapat berubah,
tikalas tidak pernah berubah dalam rumus. Jadi, akan salah bila menulis NO + O2 →
2NO3 di dalam penyeimbangan persamaan (6.2). Nitrogen dioksida hanya mempunyai
rumus NO2.
Keadaan materi atau bentuk fisis dari pereaksidan hasil reaksi yang terjadi dapat
juga dinyatakan dalam persamaan kimia, dengan lambang-lambang berikut :

(g) = gas (c) = cair (p) = padat (aq) = larutan berair (aqua)

Jadi, untuk reaksi gas hidrogen dan oksigen membentuk cairan air.

2H2 (g) + O2 → 2H2O (l) (6.4)

Contoh 6-11
Trietilen glikol, C6H14O4, digunakan sebagai pelarut dan pembuat plastik. Tulislah
persamaan kimia yang telah disetimbangkan pada pembakaran sempurnanya.

Persamaan Ion Bersih. Reaksi dari larutan dengan pelarut air dari perak nitrat dan
natrium klorida dapat dinyatakan dengan persamaan :

AgNO3 (aq) + NaCl (aq) → AgCl (p) + NaNO3 (aq) (6.5)

Apakah jenis-jenis sebenarnya yang terdapat dalam larutan berair dari AgNO3,
NaCl dan NaNO3 yang dinyatakan dalam persamaan (6.5)? Gambar menunjukkan
bahwa senyawa NaCl murni terdiri dari ion Na + dan Cl-. Bila senyawa ini dilarutkan
dalam air, ion-ion itu menjadi terpisah dengan yang lain. Perlu diketahui bahwa ion
Na+
dan Cl- dalam larutan air merupakan zat-zat yang terpisah. Senyawa AgNO3 dan
NaNO3 juga ionik, dan ion-ionnya terpisah satu dengan lainnya dalam air. Jadi, dapat
ditulis sebuah persamaan ion.

Ag+ (aq) + NO- (aq) + Na+ (aq) + Cl- (aq) → AgCl (p) + Na+ (aq) + NO- (aq) (6.6)
3 3

Langkah selanjutnya adalah menghilangkan ion-ion yang ada baik di sebelah kiri
maupun kanan. Ion-ion “penonton” (“spectator”) dalam persamaan (6.6) dapat
dihilangkan, sehingga menghasilkan persamaan ion bersih :

Ag+ (aq) + Cl- (aq) → AgCl (p) (6.7)

Persamaan berikut ini menunjukkan bahwa logam tembaga akan mengendapkan


logam perak dari larutan yang mengandung ion perak,

Cu (s) + Ag+ (aq) → Cu2+ (aq) + Ag (p) (belum diseimbangkan) (6.8)

Walaupun persamaan ion ini mempunyai jumlah atom yang sama untuk tiap jenis pada
kedua sisi, tetapi persamaan belum diseimbangkan. Penyeimbangan juga harus
dilakukan terhadap muatan listrik. Muatan listrik tidak dapat diciptakan dan
dimusnahkan dalam reaksi kimia. Pada persamaan (6.8) satu satuan muatan positif
terhadap di sebelah kiri dan dua di sebelah kanan. Keadaan ini dapat diperbaiki dalam
persamaan (6.9).

Cu (s) + 2Ag+ (aq) → Cu2+ (aq) + 2Ag (p) (persamaan sudah diseimbangkan) (6.9)

Kemampuan untuk menulis dan menyeimbangkan persamaan ion bersih adalah


suatu pengetahuan yang penting. Kegiatan ini mempunyai arti yang lebih luas yaitu
belajar bagaimana membedakan senyawa ion dari senyawa kovalen, molekul yang
terpisah dan tidak terpisah dalam pelarut air, dan senyawa yang larut dan tidak larut.
Keadaan Reaksi. Untuk penulisan suatu persamaan, tidak perlu diketahui keadaan di
mana reaksi ini berlangsung. Tetapi, informasi ini diperlukan bila seseorang melakukan
reaksi di laboratorium atau pada industri kimia. Keadaan reaksi sering ditulis di atas
atau di bawah tanda panah. Misalnya, tanda huruf Yunani delta, ∆, berarti dibutuhkan
suhu tinggi, sehingga campuran reaksi itu harus dipanaskan.

2Ag2O (p) ∆ 4Ag (p) + O2 (g) (6.10)

Keadaan reaksi dapat dinyatakan lebih terinci lagi, seperti halnya dalam proses BASF
(Badische Anilin & Soda Fabrik) untuk sintesis metanol dari karbon monoksida dan
hidrogen. Reaksi ini berlangsung pada temperature 350oC, di bawah tekanan 340 atm,
dan pada permukaan campuran ZnO dan Cr2O3 (bekerja dengan katalis).

CO2 (g) + 2H2 350 ℃


(g) CH3OH(g) (6.11)
340 atm
ZnO2, Cr2O3

6.6 Jenis Reaksi Kimia


Dengan mengetahui beberapa sifat jenis reaksi, kita dapat menerangkan reaksi-
reaksi kimia lebih mudah, dan mungkin reaksi itu menjadi lebih mudah dipahami. Satu
skema klasifikasi yang menerangkan semua reaksi kimia dalam buku ini menggunakan
kriteria berikut.
1. Pembakaran – adalah suatu reaksi di mana suatu unsur atau senyawa bergabung
dengan oksigen membentuk senyawa yang mengandung oksigen sederhana, misalnya
CO2, H2O dan SO2. Reaksi propane dengan oksigen (6.12) dan trietilena glikol
dengan oksigen (6.13) merupakan reaksi-reaksi pembakaran.

C3H8 (g) + 5O2 (g) → 3CO2 (g) + 4H2O (c) (6.12)

2C6H14O4 (c) + 15O2 (g) → 13CO2 (g) + 14H2O (c) (6.13)

2. Penggabungan – (atau sintesis) adalah suatu reaksi di mana sebuah zat yang lebih
kompleks terbentuk dari dua atau lebih zat yang lebih sederhana (baik unsur maupun
senyawa). Reaksi (6.14) merupakan sintesis air dari unsur-unsurnya ; reaksi (6.15),
metanol dari CO dan H2.

2H2 (g) + O2 (g) → 2H2O (c) (6.14)

CO (g) + 2H2 (g) → CH3OH (g) (6.15)

3. Penguraian – adalah suatu reaksi di mana suatu zat dipecah menjadi zat-zat yang
lebih sederhana. Reaksi (6.16) adalah penguraian perak oksida.

2Ag2O (p) → 4Ag (p) + O2 (g) (6.16)

4. Penggantian (atau perpindahan tunggal) – adalah suatu reaksi di mana sebuah


unsur memindahkan unsur lain dalam suatu senyawa. Dalam reaksi (6.17) Cu
memindahkan Ag+ dari suatu larutan berair (dibentuk, misalnya dengan melarutkan
AgNO3 dalam air)

Cu (p) + 2Ag+ (aq) → Cu2+ (aq) + 2Ag (p) (6.17)


5. Metasis (atau perpindahan ganda) – adalah suatu reaksi di mana terjadi pertukaran
antara dua pereaksi. Dalam reaksi (6.18) NO3- dan Cl- ditukar tempatnya sehingga
NO3- bergabung dengan Na+, dan Cl- bergabung dengan Ag+ membentuk AgCl yang
tidak larut.

AgNO3 (aq) + NaCl (aq) → AgCl (p) + NaNO3 (aq) (6.18)

Istilah-istilah di atas telah lama dipakai dalam ilmu kimia, dan beberapa di
antaranya (misalnya : pembakaran, penguraian) biasa digunakan sehari-hari. Kategori-
kategori ini umumnya tidak sama manfaatnya seperti tipe-tipe lainnya yang ada
kemudian dalam buku ini. Misalnya, beberapa reaksi terjadi karena penggabungan ion-
ion tertentu (seperti misalnya Ag+ dan Cl- dalam reaksi 6.7) tidak dapat tetap berada
dalam larutan tetapi berbentuk sebagai endapan. Jenis reaksi lain terjadi sebagai hasil
dari perubahan proton (H+) suatu jenis (suatu asam) ke jenis lain (basa). Masih ada jenis
reaksi lain yang melibatkan elektron antara jenis-jenis zat yang bereaksi.
6.7 Pentingnya Jumlah (Kuantitatif) dalam Persamaan Kimia
Koefisien-koefisien pada persamaan berikut :

2H2 (g) + O2 (g) → 2H2O (c)

Berarti bahwa

2 molekul H2 + 1 molekul O2 → 2 molekul H2O

Atau

2x molekul H2 + x molekul O2 → 2x molekul H2O

Bila x = 6,02205 x 1023


bilangan Avogadro, maka x molekul sama dengan 1 mol.
Jadi, persamaan kimia 2H2 (g) + O2 (g) → 2H2O (c) juga berarti bahwa

: 2 mol H2 + 1 mol O2 → 2 mol H2O

Persamaan kimia itu memungkinkan kita untuk menulis pernyataan berikut :


(1) 2 mol H2O → 2 mol H2
(2) 2 mol H2O → 1 mol O2
(3) 2 mol H2 → 1 mol O2
Arti pernyataan ini adalah
:
1. Dua mol H2O dihasilkan untuk setiap dua mol H2 yang digunakan.
2. Dua mol H2O dihasilkan untuk setiap satu mol O2 yang digunakan.
3. Dua mol H2 digunakan untuk setiap satu mol O2 yang digunakan.
Pernyataan-pernyataan ini (dan persamaan kimia dari mana pernyataan itu
diperoleh) merupakan sumber faktor-faktor konversi dalam dua contoh berikut :

Contoh 6-12
Hitunglah jumlah Al2O3 yang terbentuk jika 12,5 g O2 direaksikan dengan
Aluminium. Reaksinya :
Al + O2  Al2O3
Contoh 6-13
Sekeping logam Aluminium murni yang mempunyai volume 0,842 cm3 bereaksi
dengan larutan HCl berlebih. Berapa gram gas hidrogen dibebaskan (rapatan Al =
2,70 g/cm3).

6.8 Beberapa Bahan Tambahan


Banyak keadaan yang menyangktut stoikiometri dari reaksi-reaksi kimia dapat ditangani
melalui cara-cara yang akan dikemukakan dalam sub-bab ini. Hal ini menyangkut
beberapa factor yang rumit yang perlu dipertimbangkan.

Penentuan Pereaksi Pembatas. Dalam contoh yang disajikan sebeleumnya telah


diterangkan bahwa pereaksi terdapat dalam keadaan berlebih. Sebagian dari pereaksi
yang berelebih tetap berada dalam campuran sampai reaksi berakhir. Pereaksi yang
menentukan hasil, disebut pereaksi pembatas dan pereaksi ini habis bereaksi. Dalam
suatu keadaan dapat terjadi bahwa pereaksi pembatas tidak dinyatakan secara tegas.
Dalam beberapa kasus pereaksi pembatas harus ditentukan dengan perhitungan.
Contoh 6-14
Berapa jumlah mol Fe(OH)3 padat yg dapat dihasilkan oleh reaksi 1 mol Fe 2S3, 2
mol H2O, dan 3 mol O2?

Reaksi-reaksi Serentak dan Berurutan. Beberapa perhitungan stoikiometri


membutuhkan dua atau lebih persamaan reaksi, setiap persamaan mempunyai sebuah
faktor konversi.dalam beberapa hal reaksi terjadi pada saat yang sama (serentak) da
nada pula reaksi yang terjadi berturut-turut. Contoh 6-5 merupakan reaksi serentak, dan
dalam Contoh 6-6 merupakan reaksi berurutan.

Contoh 6-15
0,710 g sampel logam campuran magnesium yang mengandung 70% Al dan
30% Mg bereaksi dengan HCl(aq) berlebih. Berapa massa H2 dihasilkan. Reaksi :
2 Al(p) + 6 HCl(aq)  2 AlCl3(aq) + 3 H2(g)
Mg(p) + 2 HCl(aq)  MgCl2(aq) + H2(g)

Contoh 6-16
Natrium klorat (NaClO3) dapat diproduksi sebagai berikut :
I. 2 KMnO4 + 16 HCl 2 KCl + 2 MnCl2 + 8 H2O + 5 Cl2
II. 6 Cl2 + 6 Ca(OH)2  Ca(ClO3)2 + 5 CaCl2 + 6 H2O
III. Ca(ClO3)2 + Na2SO4 CaSO4 + 2 NaClO3
Dengan menganggap pereaksi lainnya berlebih, berapa mol NaClO3 dapat
dihasilkan untuk setiap mol HCl yang dipakai?

TUGAS
1. Setimbangkan reaksi berikut :
(a) LaCl3 + Na2CO3  La2(CO3)3 + NaCl
(b) NH4Cl + Ba(OH)2  BaCl2 + NH3 + H2O
(c) Ca(OH)2 + H3PO4  Ca3(PO4)2 + H2O
(d) La2(CO3)3 + H2SO4  La2(SO4)3 + H2O + CO2
(e) Na2O + (NH4)2SO4  Na2SO4 + H2O + NH3
2. Tulislah persamaan kimia yang telah disetimbangkan untuk menyatakan :
(a) pembakaran sempurna C5H12
(b) netralisasi asam iodida oleh larutan natrium hidroksida, yang menghasilkan
natrium iodida dan air
(c) pengendapan timbal (II) iodida oleh penambahan kalium iodida pada larutan (II)
nitrat
3. Perhatikan reaksi ini:
Fe(s) + 2HCl(aq)  FeCl2(aq) + H2(g)
Dalam percobaan 0,40 mol Fe dan 0,75 mol HCl direaksikan.
(a) Yang mana yang merupakan pereaksi pembatas?
(b) Berapa mol H2 yang terbentuk?
(c) Berapa mol pereaksi yang berlebih yang masih tersisa setelah reaksi selesai?
4. Proses berikut digunakan untuk mendapatkan iod dari ladang minyak lepas pantai di
Cirebon.
NaI + AgNO3  AgI + NaNO3
2AgI + Fe  FeI2 + 2Ag
2FeI + 3Cl2  2FeCl3 + 2I2
Berapa massa AgNO3 yang dibutuhkan pada tahap pertama untuk tiap satu
kilogram I2 yang dihasilkan pada langkah ketiga?
5. Suatu sampel gas alam mengandung 68,2% propana (C 3H8) dan 31,8% butana
(C4H10) berdasar massa. Pembakaran sempurna campuran gas ini menghasilkan
CO2(g) dan H2O(c). Berapa mol CO2(g) yang dihasilkan pada pembakaran sempurna
613 g campuran gas ini?
6. Klorofluorokarbon, yang dikenal dengan nama Freon, telah terbukti secara perlahan-
lahan dapat merusak lapisan ozon yang ada di atmosfer bumi. Salah satu diantaranya,
Freon-12, adalah gas yang digunakan sebagai pendingin dan dibuat dengan reaksi:
3CCl4 + 3SbF3  3CCl2F2 + 2SbCl3
Freon-12
Jika 150 g CCl4 dicampur dengan 100 g SbF3.
(a) Berapa gram CCl2F2 yang terbentuk?
(b) Berapa gram pereaksi yang masih tersisa setelah reaksi selesai?
BAB 7
LARUTAN
Gaya intermolekul terjadi di antara molekul-molekul tak sejenis, dan juga
tergantung pada kekuatan nisbi dari gaya-gaya tersebut, dihasilkan campuran yang
homogen atau campuran heterogen. Bab ini terutama membahas sifat-sifat campuran
homogen atau larutan.

7.1 Campuran Homogen dan Heterogen


Contoh bahan yang mempunyai komposisi tetap dan sifat yang seragam dikatakan
berada dalam satu fase. Misalnya, air pada 25oC dan tekanan 1 atm berada dalam fase
tunggal cairan. Semua sifat sama dalam fase cairan. Jika sejumlah kecil garam (NaCl)
dimasukkan ke dalam air, garam larut dan contoh masih tetap dalam satu fase tunggal cair.
Komposisi dan sifat fase cairan baru ini, yaitu larutan, berbeda dengan air murni. Larutan
ini adalah campuran karena ia terdiri dari dua bahan. Larutan ini homogen, karena sifat-
sifatnya sama di seluruh cairan. Jika sedikit pasir (SO 2) ditambahkan ke dalam air, pasir
mengendap ke dasar cairan dan tetap merupakan padatan tak larut. Campuran air – pasir ini
adalah campuran dua-fase (cairan + padatan), atau dikatakan pula sebagai campuran
heterogen. Komposisi dan sifat-sifatnya tidak seragam. Komposisi dan sifat-sifat fase
cairan ada pada air murni, sedangkan komposisi dan sifat-sifat fase padat terdapat pada
pasir.
Proses pembentukkan larutan adalah pelarutan padatan ion dalam air. Dalam
Gambar 7.4 dwikutub-dwikutub air digambarkan sebagi kelompok di sekeliling ion pada
permukaan kristal. Sisi negatif dari dwikutub-dwikutub ini mengarah kepada ion positif,
dan sisi positif dan dwikutub mengarah pada ion negatif. Jika gaya-gaya ion dwikutub
cukup kuat untuk mengalahkan gaya tarik antara ion dalam kristal, terjadi proses pelarutan.
Gaya-gaya ion dwikutub tetap terjadi dalam larutan. Ion yang dikelilingi oleh sekelompok
molekul air dinamakan terhidrasi. Energi dilepas pada waktu ion terhidrasi. Semakin besar
energi hidrasi (sejalan dengan penggunaan energi untuk memisahkan ion-ion dari kristal),
semakin mudah proses pelarutannya.

Gambar 7.1. Melarutkan Kristal Ion dalam Air

Jenis-Jenis Larutan. Unsur terpenting yang menentukan keadaan bahan dalam larutan
adalah pelarut. Komponen yang jumlahnya lebih sedikit dinamakan zat terlarut (solute).
Larutan yang menggunakan air sebagai pelarut dinamakan larutan dalam air atau
aqueous. Larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah banyak dinamakan larutan
pekat. Jika jumlah zat terlarut sedikit, larutan dinamakan larutan encer. Istilah larutan

VII - 1
biasanya mengandung arti pelarut cair dengan cairan, padatan, atau gas sebagai zat yang
terlarut. Tiga contoh larutan dalam keadaan cair ialah :
Bensin : campuran sejumlah hidrokarbon cair
Air laut : larutan berair dari natrium klorida dan padatan ion lainnya
Air berkarbonat : larutan berair dari CO2 (g)
Larutan dapat pula berbentuk padat dan gas. Karena molekul-molekul gas terpisah
jauh, molekul-molekul dalam campuran gas berbaur secara acak, semua campuran gas
adalah larutan. Contoh terbaik untuk larutan gas ialah udara, yang terdiri dari N2, O2, Ar
dan gas lain dalam jumlah kecil.
Dalam larutan padat, pelarutnya adalah zat padat. Kemampuan membentuk larutan
padat sering terdapat pada logam, dan larutan padat ini dinamakan alloy. Dalam larutan
padat tertentu, atom terlarut menggantikan beberapa atom pelarut dalam kisi kristal.
Larutan ini dinamakan larutan padat substitusional, yang ukuran atom pelarut dan
terlarutnya kira-kira sama. Jadi, tembaga (128 pm) dan nikel (125 pm) membentuk larutan
padat dalam segala campuran. Dalam larutan padat lain atom terlarut dapat mengisi kisi
atau lubang dalam kisi-kisi pelarut. Pembentukkan larutan padat interstisial terjadi apabila
atom terlarut cukup kecil untuk memasuki lubang-lubang di antara atom-atom pelarut. Di
antara unsur-unsur yang memenuhi persyaratan ini adalah karbon dan hidrogen. Besi biasa
umumnya merupakan alloy dari besi dan karbon.

7.2 Konsentrasi Larutan


Menyebutkan komponen-komponen dalam larutan saja tidak cukup memerikan
larutan secara lengkap. Informasi tambahan diperlukan, yaitu konsentrasi larutan. Banyak
cara untuk memerikan konsentrasi larutan, yang semuanya menyatakan kuantitas zat
terlarut dalam kuantitas pelarut (atau larutan). Dengan demikian, setiap sistem konsentrasi
harus menyatakan butir-butir berikut :
1. Satuan yang digunakan untuk zat terlarut
2. Kuantitas kedua dapat berupa pelarut atau larutan keseluruhan
3. Satuan yang digunakan untuk kuantitas kedua

Persen (berdasar) Massa, Persen (berdasar) Volume, dan Kuantitas yang


Berhubungan. Pernyataan “5,00 g NaCl per 100,0 g larutan berair” mempunyai
pengertian : Larutan yang dibuat dari 5,00 g NaCl dan melarutkannya dalam 95,0 g H2O,
yaitu massa air yang cukup untuk menghasilkan 100,0 larutan. Larutan ini dapat dikatakan
larutan “5% NaCl berdasar massa”. Satuan konsentrasi ini, yang kuantitas terlarut dan
larutannya diukur berdasar massa, juga dinamakan persen massa/massa atau %
(massa/massa).
Apabila digunakan zat terlarut cair, pembuatan larutannya lebih mudah berdasar
volume, misalnya melarutkan 5,00 ml etanol dalam volume air secukupnya untuk
menghasilkan 100,0 ml larutan. Larutan etanol-air ini adalah 5,00% etanol berdasar
volume; atau, karena kedua kuantitas dinyatakan dalam satuan volume, dapat digunakan
istilah persen volume/volume atau % (vol/vol).
Masih ada kemungkinan lain yaitu campuran satuan massa dan volume. Misalnya,
jika zat terlarut diukur berdasar massa dan kuantitas larutan berdasar volume, dapat
digunakan istilah persen massa/volume atau % massa/volume. Jika konsentrasi larutan
diberikan berdasarkan persen tanpa penjelasan lebih lanjut mengenai massa/massa, vol/vol,
atau massa/vol, maka yang dimaksud adalah persen massa.
Konsentrasi larutan yang dinyatakan dalam persen tak mempunyai signifikansi
teori, tetapi umum digunakan sehingga anda harus terbiasa dengannya. Persen
massa/volume banyak digunakan dalam laboratorium biologi dan kedokteran, sedangkan
persen massa/massa sering digunakan dalam industri kimia. Masih ada satuan konsentrasi
lain yang digunakan dalam kimia klinis, misalnya massa per satuan volume, yaitu
terlarut/cm3 larutan.

Konsentrasi Molar (Molaritas). Dalam bab stoikiometri sebelumnya kita catat bahwa
1. Stoikiometri reaksi kimia didasarkan pada jumlah nisbi atom, ion atau molekul yang
bereaksi
2. Banyak reaksi kimia yang dilakukan dalam larutan. Karena alasan ini konsentrasi
dinyatakan berdasarkan jumlah partikel terlarut, atau konsentrasi molar, yang
dinyatakan dalam dua cara.

jumlah mol terlarut jumlah m mol


terlarut
Konsentrasi molar (M) = = (7.1)
jumlah L larutan jumlah mL larutan

Konsentrasi Molal (molaritas). Molaritas adalah fungsi siku. Hal ini disebabkan karena
kuantitas larutan didasarkan pada volume, padahal volume merupakan fungsi suhu.
Misalnya larutan dibuat pada suhu 20oC dengan labu ukur yang dikalibrasi pada suhu
tersebut, tetapi larutan digunakan pada suhu 25oC. Jika suhu ditingkatkan dari 20oC
menjadi 25oC, jumlah zat terlarut tetap sama, tetapi volumenya bertambah sedikit jumlah,
mol terlarut per liter (yaitu molaritas) menurun sedikit.
Untuk bermacam-macam penggunaan diperlukan satuan larutan yang tak
tergantung suhu. Satuan yang dimaksud adalah apabila keduanya menyatakan kuantitas
terlarut dan pelarut, dinyatakan berdasar massa. Massa zat tidak tergantung suhu. Satuan
yang berguna adalah molalitas, yang jumlah terlarutnya dinyatakan dalam mol dan
kuantitas pelarutnya (bukan larutan) dalam kilogram. Satuan molalitas menjadi mol
terlarut per kilogram pelarut. Larutan yang dibuat dari 1 mol NaCl dilarutkan dalam 1000
g air dinyatakan sebagai larutan 1 molal dan diberi lambang 1 m NaCl. Konsentrasi molal
didefinisikan dengan persamaan (7.2).
jumlah mol terlarut
Konsentrasi molal (m) =
jumlah kilogram pelarut (7.2)

Fraksi Mol. Suatu konsentrasi molalitas dan molaritas menyatakan jumlah terlarut dalam
mol, tetapi kuantitas pelarut atau larutan dalam massa atau volume. Untuk menghubungkan
sifat-sifat fisik larutan dengan konsentrasi larutan, kadang-kadang perlu digunakan satuan
konsentrasi yang semua komponen larutannya dinyatakan berdasarkan mol. Hal ini dapat
dilakukan melalu fraksi mol. Fraksi mol komponen i, dilambangkan xi, adalah fraksi dari
semua molekul dalam larutan yang berjenis i. Fraksi mol komponen j adalah xj, dan
seterusnya. Jumlah fraksi mol dari semua komponen larutan adalah 1.
Fraksi mol dari komponen larutan didefinisikan melalui persamaan (7.3).

mol komponen i
Xi = jumlah mol semua komponen dalam larutan (7.3)

Satuan konsentrasi lain yang berhubungan dengan fraksi mol ialah persen mol.
Persen mol dari komponen larutan adalah persen. Jenis mol tertentu terhadap semua
molekul dalam larutan. Persen mol adalah fraksi mol dikalikan 100.
Normalitas. Satuan konsentrasi lain yang dapat dipakai dalam memecahkan soal
stoikiometri larutan adalah normalitas yang didefiniskan sebagai banyaknya ekivalen per
liter larutan.

Normalitas = (7.4)

Ada hubungan antara normalitas dan molaritas. Molaritas dan Normalitas selalu
merupakan suatu perkalian bilangan bulat dari molaritas

N=nxM

Untuk larutan asam dan basa, n adalah jumlah ion H+ yang dihasilkan oleh satu satuan
rumus suatu asam atau jumlah OH- yang ada pada satu satuan rumus suatu basa. Untuk
netralisasi sempurna suatu larutan H 3PO4 1,00 M dapat ditulis H3PO4 3,00 N atau larutan
Ba(OH)2 1,00 M = Ba(OH)2 2,00 N.

Pengenceran. Proses Pengenceran adalah mencampur larutan pekat (konsentrasi tinggi)


dengan cara menambahkan pelarut agar diperoleh volume akhir yang lebih besar. Melalui
proses ini, mol zat terlarut konstan dan hanya volumenya yang bertambah. Jika kita
mengalikan molaritas larutan M dengan volume V, kita mendapatkan jumlah mol zat
terlarut.
. = =
Oleh karena jumlah mol zat terlarut tetap sama selama pengenceran, hasil perkalian
molaritas dengan volume senyawa yang semula digunakan (MiVi) harus sama dengan hasil
akhir senyawa tersebut setelah pengenceran (MfVf). Hal ini menghasilkan persamaan :

Mi Vi = Mf Vf (7.5)

7.3 Kesetimbangan Kelarutan


Jika sejumlah besar zat terlarut dibiarkan berhubungan dengan sejumlah terbatas
pelarut, pelarutan terjadi secara terus menerus. Hal ini berlaku karena adanya proses
pengendapan, yaitu kembalinya spesies (atom, ion atau molekul) ke keadaan tak larut.
Pada waktu pelarutan dan pengendapan terjadi dengan laju atau kecepatan yang sama,
kuantitas terlarut yang larut dalam sejumlah pelarut tetap sama pada setiap waktu. Proses
ini adalah salah satu kesetimbangan dinamis dan larutannya dinamakan larutan jenuh.
Pembentukkan larutan jenuh dijelaskan pada Gambar 7.2. Konsentrasi larutan jenuh
dikenal sebagai kelarutan zat terlarut dalam pelarut tertentu. Kelarutan umumnya
merupakan fungsi suhu, sebagaimana ditunjukkan pada kurva kelarutan dalam Gambar 7.6.
Apabila larutan penuh dibuat pada suhu tertentu kemudian suhu diturunkan maka
akibatnya adalah pengendapan kelebihan zat terlarut dalam larutan. Tetapi dalam beberapa
kejadian semua zat terlarut dalam hal ini lebih besar dari pada larutan jenuh normal pada
suhu tertentu, larutan demikian dinamakan larutan lewat jenuh (supersaturated). Jika
sedikit kristal terlarut ditambahkan ke dalam larutan lewat jenuh, kelebihan zat terlarut
biasanya mengendap. Larutan yang mengandung zat terlarut lebih sedikit dibandingkan
larutan jenuhnya dinamakan larutan tak jenuh (unsaturated). Istilah-istilah ini dapat
dihubungkan dengan kurva kelarutan KClO3 dalam Gambar 7.3.
: Laju pelarutan
: Laju pengendapan

Gambar 7.2. Pembentukkan Larutan Jenuh

Gambar 7.3. Kelarutan Beberapa Garam dalam Air Sebagai Fungsi Suhu

Dengan beberapa kekecualian, kelarutan senyawa ion dalam air meningkat dengan
meningkatnya suhu. Kekecualian ini sulit diramalkan, tetapi secara umum dapat dikatakan
bahwa 95% senyawa ion meningkat kelarutannya dengan bertambah tingginya suhu.
Kekecualian umumnya terdapat pada senyawa yang mengandung anion-anion SO2-, SO2-,
3 4
SeO2-, AsO3-, dan PO3-.
4 4 4
Dalam pembahasan mengenai prinsip Le Chatelier, kita ketahui bahwa penambahan
kalor ke dalam sistem pada kesetimbangan (dengan meningkatkan suhu) merangsang
proses penyerapan kalor atau proses endoterm. Jika zat terlarut mempunyai entalpi (kalor)
pelarutan endoterm, kelarutannya meningkat menurut suhu. Sebaliknya, apabila zat terlarut
mempunyai entalpi (kalor) pelarutan eksoterm, ia akan menunjukkan penurunan kelarutan
jika suhunya meningkat (atau, proses pengendapannya adalah endoterm). Tetapi kita harus
hati-hati menerapkan kaidah umum ini. Entalpi pelarutan harus didasarkan pada pelarutan
sejumlah kecil zat terlarut ke dalam larutan yang telah jenuh atau hampir jenuh, dan ini
mungkin sangat berbeda dengan efek kalor yang diamati pada penambahan terlarut ke
dalam pelarut murni. Misalnya, pada waktu NaOH dilarutkan dalam air prosesnya sangat
eksoterm; tetapi jika ditambahkan sedikit NaOH ke dalam NaOH (aq) yang telah atau
hampir jenuh, kalor diserap. *Dengan demikian kita harus mengharapkan kelarutan NaOH
meningkat dengan suhu, bukan menurun.
Peningkatan kelarutan menurut suhu merupakan ciri dari kebanyakan senyawa, dan
dapat menjadi dasar bagi pemurnian zat tersebut. Larutan jenuh dan senyawa tak murni
dibuat pada suhu tinggi. Kemudian larutan didinginkan sampai semua kelebihan terlarut
mengkristal dari lautan. Agar metoda ini efektif, perlu diperhatikan bahwa pengotor
(impurities) tidak membentuk padatan bersama-sama dengan senyawa yang dikristalkan.
Biasanya memang tidak. Kadang-kadang dilakukan rekristalisasi beberapa kali terhadap
zat terlarut, terutama jika larutan asli jenuh dengan satu atau beberapa macam pengotor.

7.4 Campuran Koloid


Pada awal bab ini dipilih pasir dan air sebagai contoh sampuran heterogen. Dari
pengalaman sehari-hari kita mengharap pasir mengendap ke dasar wadah campuran.,
sekalipun jumlah pasir (silika, SiO2) sedikit. SiO2 tidak larut dalam air. Tetapi
dimungkinkan membuat campuran yang mengandung silika cukup banyak., smapai 40%
berdasar massa, dan tetap terdispensi dalam air selama bertahun-tahun! Campuran ini
jernih walaupun berwarna putih susu. Jelas, bahwa dispersi tidak melibatkan butiran pasir
yang biasa. Dan dispersi bukan terdiri dari ion atau molekul yang larut. Campuran ini
dinamakan campuran koloid.
Titik beku campuran koloid dari silika dalam air hanya sedikit di bawah 0 oC. Kita
simpulkan bahwa campuran seperti ini mengandung sedikit partikel dibandingkan larutan
sejati dengan konsentrasi terlarut yang sama. Tetapi jika jumlah partikelnya sedikit, massa
dan ukuran fisik harus lebih besar dibanding partikel zat terlarut yang biasa. Bobot
molekul, atau tepatnya bobot partikel dari koloid berkisar dari ratusan ribu atau juta.
Pembuatan partikel koloid dapat dilakukan, misalnya dalam hal koloid silika, melalui
pengelompokan (agregasi) sejumlah besar molekul dengan proses yang dinamakan
kondensasi. Metode (yang berlawanan) yang juga sering dilakukan ialah dispersi. Dispersi
melibatkan pemecahan partikel besar secara mekanis, misalnya melalui penumbukkan
sehingga partikel cukup kecil untuk tetap tersuspensi.
Bahan dapat digolongkan sebagai koloid, satu atau lebih dimensinya (panjang,
lebar, atau tebal) harus berukuran di antara 1 sampai 100 nm. Jika semua dimensi kurang
dari 1 nm, partikel berada dalam kisaran ukuran molekul. Jika semua dimensi lebih dari
100 nm, partikel, berukuran mikroskopis (walaupun hanya dapat dilihat di bawah
mikroskop).

Gambar 7.5. Efek Tyndall

Partikel koloid dalam campuran silika – air berbentuk bulatan, demikian pula virus
jenis tertentu (bushy stunt). Beberapa partikel koloid tertentu berbentuk batang, misalnya
virus “tobacco mosaic”. Beberapa berbentuk piringan, misalnya gamma globulin dalam
plasma darah manusia. Lapis tipis seperti minyak dalam air, juga suatu koloid. Dan
beberapa koloid mempunyai penampilan seperti serat atau kumparan acak, misalnya serat
selulosa. Beberapa tahun yang lalu Wilder Bancroft mengatakan, “Kimia koloid adalah
kimia mengenai gelembung; tetesan, butiran, filament/serat, dan lapis tipis”.
Untuk menentukan apakah suatu campuran merupakan larutan sejati atau koloid,
sering digunakan metode seperti pada Gambar 7.5. Jika cahaya melewati larutan sejati,
pengamat yang melihatnya dari arah tegak lurus terhadap sinar tidak melihat cahaya.
Tetapi dalam suspensi koloid cahaya dibaurkan ke segala arah dan dapat dilihat dengan
mudah. Sifat ini mula-mula dipelajari oleh Tyndall pada tahun 1869, dan dikenal sebagai
Efek Tyndall. Contoh lain mengenai pembauran sinar ialah oleh partikel debu dalam
cahaya dari proyektor film dalam ruangan gelap.
Ciri penting dari partikel koloid ialah tingginya nisbah antara luas permukaan
dengan volumenya. Telah diketahui bahwa atom, ion atau molekul pada permukaan zat
agak berbeda dengan di bagian dalamnya. Hal ini disebabkan oleh karena spesies di
permukaan mempunyai gaya-gaya yang berbeda dengan spesies di bagian dalam. Untuk
bahan biasa, perbandingan atom, ion atau molekul pada permukaan sangat kecil
dibandingkan di bagian dalam, sehingga gejala istimewa yang terdapat di permukaan tidak
menonjol. Dalam bahan koloid gejala permukaan sering sangat menonjol.

Kemantapan (Stabilitas) Koloid. Salah satu sifat permukaan ialah kemampuannya untuk
menempelkan jenis lain kepadanya, gejala ini dinamakan adsorpsi. Dalam
pembentukannya, beberapa partikel koloid menyerap banyak ion dari larutan dan menjadi
bermuatan listrik. Partikel silika dalam campuran silika koloid yang disebut di muka lebih
suka menyerap ion-io hidroksida (OH-) disbanding ion-ion lainnya seperti diilustrasikan
dalam Gambar 7.7. Akibatnya, semua partikel silika mempunyai muatan negatif. Karena
mempunyai muatan sejenis, partikel saling tolak menolak. Gaya tolak inilah yang
mengalahkan gaya gravitasi dan menyebabkan partikel-partikel tersuspensi.

Gambar 7.6. Permukaan Partikel SiO2 dalam Silika Koloid

Walaupun faktor muatan listrik penting untuk menstabilkan koloid, konsentrasi ion
yang tinggi dapat menyebabkan koagulasi atau pengendapan koloid. Ion yang
menyebabkannya adalah yang bermuatan berlawanan dengan partikel tersebut. Jadi,
partikel silika koloid dalam Gambar 7.6 diendapkan oleh kation, dan semakin tinggi
muatan kation semakin efektif (yang menjelaskan mengapa ion Al 3+ sangat efektif untuk
mengendapkan koloid bermuatan negatif). Cara yang umum digunakan untuk
memantapkan dispersi koloid ialah membuang kelebihan ion melalui dialisis (dialysis),
suatu proses yang tertera pada Gambar 7.7. Proses ini serupa dengan osmosis tetapi
didasarkan pada kemampuan partikel terlarut kecil, terutama ion, untuk melewati selaput
semipermeabel bersama-sama dengan molekul pelarut. Selaput tak dapat dilalui oleh
partikel koloid yang besar. Proses ini dapat dilakukan dalam wadah yang memuat larutan
koloid dalam medan listrik. Dalam elektrodialisis, ion tertarik kepada elektroda yang
bermuatan berlawanan. Dalam ginjal manusia, darah, yaitu larutan koloid didialisis untuk
membuang kelebihan elektrolit yang dihasilkan oleh proses metabolisme guna
mengembalikan keseimbangan elektrolit. Pada penyakit ginjal tertentu, ginjal kehilangan
kemampuannya untuk memurnikan darah. Dalam kasus ini, fungsi ginjal dapat dilakukan
oleh mesin yang dikenal dengan ginjal buatan atau mesin cuci darah/mesin dialisis.

Gambar 7.7 Prinsip Dialisis

Laju perpindahan partikel koloid dalam medan listrik tergantung pada besarnya
mautan yang didukungnya, bentuknya, dan factor-faktor lain. Dalam proses elektroforesis.
Digambarkan dalam Gambar 7.8, partikel koloid dipisahkan menurut perbedaan mobilitas
(gerakan).

Gambar 7.8 Gejala Elektroforesis


Suspensi koloid dalam air ditutup dengan larutan elektrolit. Elektroda direndam dalam elektrolit dan
dihubungkan dengan sumber listrik bertegangan tinggi. Partikel koloid karena mengadsorpsi ion,
bermuatan listrik. Akibatnya partikel tersebut ditarik oleh satu elektroda dan ditolak oleh elektroda lain,
dan hal ini menyebabkan perpindahan batas. Dalam ilustrasi ini, partikel bermuatan positif. Jika terdapat
jenis partikel koloid yang lain, partikel ini bergerak dalam medan listrik dengan laju yang berbeda; satu
batas awal yang tegas terpisah menjadi beberapa batas.

Faktor elektrostatik dalam pemantapan koloid penting dalam golongan koloid


lyofobik (“takut pelarut”). Golongan koloid lain dinamakan lyofilik (“senang pelarut”),
yang sifatnya mantap dan mampu mengembang dalam pelarut sehingga tetap tersuspensi.
Jika media untuk mensuspensi berupa air, awalan “hidro” menggantikan “lyo”
(memberikan istilah hidrofobik dan hidrofilik). Sebagian besar bahan koloid hidrofilik
merupakan perhatian dalam biokimia.

Jenis-Jenis Koloid. Campuran koloid dapat digolongkan menurut fase bahan yang terlibat.
Daftar ringkas tertera dalam Tabel 7.1.

Tabel 7.1. Beberapa Jenis Koloid


Fasa Media
Jenis Contoh-Contoh
Terdispersi Dispersi
Padatan Cairan Sol Sol tanah liata) emas koloid
Cairan Cairan Emulsi Minyak dalam air, susu, mayones
Gas Cairan Busa Larutan sabun dan detergen, krim kocok
Padatan Gas Aerosolb) Asap, udara berdebu
Kabut (seperti juga dalam produk
Cairan Gas Aerosolb)
aerosol)
Batu mirah, beberapa jenis mutiara
Padatan Padatan Sol padat
alami atau sintetik, intan hitam
Cairan Padatan Emulsi padat Batu mata kucing, mutiara
Gas Padatan Busa padat Batu apung, lava, abu vulkanik
a)
Dalam pemurnian air seringkali diperlukan pengendapan partikel liat atau bahan koloid tersuspensi
lainnya. Hal ini sering dilakukan melalui penambahan senyawa aluminium seperti Al 2(SO4)3 ke dalam air.
Partikel liat bermuatan negatif dinetralkan oleh ion Al 3+ dan mengkoagulasi atau mengendap dari larutan.
Sol liat juga diperkirakan menyerap (adsorp) senyawa-senyawa organik seperti pestisida, dan
menyebarkannya ke lingkungan.
b)
Kabut adalah bahan kompleks yang sebagian bersifat koloid. Partikel-partikel tersuspensi adalah padatan
(asap) dan cairan (kabut) (Dalam bahasa Inggris, yang pertama disebut smoke, dan yang kedua dinamakan
fog; gabungan keduanya menjadi smog). Penyusunan kabut yang lain berbentuk molekul, seperti belerang
dioksida, karbon monoksida, nitrat oksida, dan ozon.
c)
Warna kebiru-biruan dari asap tembakau dan warna cerah pada saat matahari terbit di padang pasir,
keduanya disebabkan oleh pembauran cahaya oleh partikel koloid yang tersuspensi di udara.

7.5 Sifat-Sifat Koligatif


Terdapat empat sifat yang berhubungan dengan larutan encer, atau kira-kira pada
larutan yang lebih pekat, yang tergantung pada jumlah partikel terlarut yang ada. Jadi, sifat-
sofat tersebut tidak tergantung pada jenis terlarut. Keempat sifat tersebut ialah penurunan
tekanan uap, peningkatan titik didih, penurunan titik beku dan tekanan osmotik, yang
semuanya dinamakan sifat-sifat koligatif. Kegunaan praktis sifat-sifat koligatif banyak dan
beragam. Juga, penelitian sifat-sifat koligatif memainkan peranan penting dalam metoda
penetapan bobot molekul dan pengembangan teori larutan.

Penurunan Tekanan Uap. Berikut ini akan dibahas larutan dua komponen (larutan biner)
dengan melambangkan pelarut, A dan terlarut, B. Pada tahun 1880-an kimiawan Prancis
F.M.Raoult mendapati bahwa melarutkan suatu zat terlarut mempunyai efek penurunan
tekanan uap dari pelarut. Banyaknya penurunan tekanan uap (∆ ) terbukti sama dengan
hasil kali fraksi mol terlarut (xB) dan tekanan uap pelarut murni (P OA), yaitu ;

∆ = xB (7.6)

Dalam larutan dua komponen, xA + xB = 1, maka xB = 1 – xA. Juga, apabila tekanan


uap pelarut di atas larutan dilambangkan PA, maka ∆ = – PA. Persamaan (7.6) dapat
ditulis kembali menjadi
– PA = (1 – xA)

dan penataan ulang persamaan ini menghasilkan bentuk yang umum dikenal dengan
hukum Raoult

– PA = - xA
PA = x A (7.7)

Hukum Raoult menyatakan bahwa


Tekanan uap pelarut di atas suatu larutan (PA) sama dengan hasil kali tekanan uap
pelarut murni ( ) dengan fraksi mol dalam larutan (XA).
Apabila zat terlarut mudah menguap dapat pula ditulis

PB = xB (7.8)

Dalam larutan ideal, semua komponen (pelarut dan zat terlarut) mengikuti hukum
Raoult pada seluruh selang konsentrasi. Larutan benzena dan toluene adalah larutan ideal.
Dalam semua larutan encer yang tak mempunyai interaksi kimia di antara komponen-
komponennya hukum Raoult berlaku pada pelarut, baik ideal maupun tak ideal. Tetapi
hukum Raoult tak berlaku pada zat terlarut dalam larutan tak ideal encer. Perbedaan ini
bersumber dari kenyataan : molekul-molekul pelarut mendominasi dalam larutan encer,
sehingga perilaku pelarut tak banyak berbeda dengan pelarut murni. Sebaliknya, dalam
larutan encer zat terlarut dikelilingi oleh molekul-molekul pelarut yang luar biasa
banyaknya. Hal ini menyebabkan lingkungan molekul terlarut sangat berbeda dengan
lingkungan dalam pelarut murni. Zat terlarut dalam larutan tak ideal encer mengikuti
hukum Henry, bukan hukum Raoult.
Ada kesulitan untuk menjelaskan hukum Raoult secara mendasar. Dugaan pertama
adalah karena adanya molekul terlarut yang menyebabkan gaya tarik menarik intermolekul
dengan molekul pelarut, sehingga mengurangi kecenderungan pelarut untuk menguap dan
menurunkan tekanan uapnya. Namun hal ini tak akan terjadi, sebab kita telah
mendefinisikan larutan ideal sebagai larutan yang gaya tarik intermolekul antara molekul
sejenis dan tak sejenis sama besar, dan memang dalam larutan demikianlah hukum Raoult
berlaku. Penjelasan menarik lainny adalah bahwa adanya molekul-molekul terlarut pada
permukaan larutan mengurangi kemungkinan molekul pelarut untuk menguap. Jika
kecepatan penguapan berkurang, molekul-molekul uap yang ada tak perlu sebanyak
sebelum laju pengembunan menjadi sama dengan laju penguapan. Ini berarti bahwa
kesetimbangan cairan-uap dapat terjadi pada tekanan uap yang lebih rendah. Penjelasan ini
bermanfaat bagi anda dalam memahami hukum Raoult, sekalipun seolah-olah tidak taat
dengan asas dasar dan pengamatan lain dan hal ini tak akan dibahas lebih dalam lagi dalam
buku ini. Pada dasarnya, semua sifat koligatif adalah gejala termodinamika dan yang
terbaik adalah jika dijelaskan dengan istilah-istilah termodinamika.

Contoh Soal 7.1.


Berapakah tekanan uap parsial dan tekanan uap total pada suhu 25 °C di atas
larutan dengan jumlah molekul benzena (C6H6) yang sama dengan jumlah molekul
toluena (C7H8)? Tekanan uap benzena dan toluena pada 25 °C berturut-turut adalah
95,1 dan 28,4 mmHg.
Contoh Soal 7.2.
Bagaimanakah komposisi uap dalam kesetimbangan dalam larutan benzena-toluena
pada Contoh Soal 7.1?

Kesetimbangan Cairan – Uap; Larutan Ideal. Tabel 7.2 memuat ringkasan data yang
dihitung dalam Contoh 7.1 dan 7.2 dan data serupa lainnya dari larutan benzena dan
toluena.

Tabel 7.2 Tekanan Uap dan Komposisi Cairan – Uap dalam Campuran Benzena – Toluena
pada 25oC
Tekanan Uap (mmHg) Komposisi Uap
Komposisi Cairan
dinyatakan sebagai
dinyatakan fraksi mol
Pbenzena Ptoluena Ptotal fraksi mol
benzena
benzena
0,000 0,0 28,4 28,4 0,000
0,100 9,5 25,6 35,1 0,271
0,200 19,0 22,7 41,7 0,456
0,300 28,5 19,9 48,4 0,589
0,400 38,0 17,0 55,0 0,691
0,500 47,6 14,2 61,8 0,770
0,600 57,1 11,4 68,5 0,834
0,700 66,6 8,5 75,1 0,887
0,800 76,1 5,7 81,8 0,930
0,900 85,6 2,8 88,4 0,968
1,000 95,1 0,0 95,1 1,000

Data tersebut disajikan secara grafis dalam Gambar 7.8. Gambar tersebut terdiri dari empat
garis yaitu tiga garis lurus dan satu kurva, terbentang pada seluruh selang konsentrasi. Satu
garis lurus berasal dari P = 0 dan meningkat sampai P = 95,1 mmHg pada Xbenz = 1. Garis
lurus ini menyatakan tekanan uap parsial dari benzena sebagai fungsi dari komposisi
larutan. Persamaannya adalah Pbenz. = X. Pbenz. Yang menyatakan bahwa keadaannya
mengikuti hukum Raoult. Garis lurus lain bersumber dari P = 28,4 mmHg dan menurun
pada P = 0 jika Xbenz = 1. Garis ini menyatakan tekanan uap parsial dari toluena, yang juga
mengikuti hukum Raoult. Garis ketiga berkisar dari P = 28,4 mmHg pada Xbenz = 0 ke P =
95,1 mmHg pada Xbenz = 1. Garis ini menyatakan bagaiman tekanan uap total beragam
sesuai dengan komposisi larutannya.
Gambar 7.9 Kesetimbangan Cairan – Uap untuk Campuran Benzena – Toluena pada 25oC

Garis ini diperoleh dengan menambahkan titik didih dari dua garis lurus di bawahnya.
Misalnya, tekanan pada titik 3 adalah jumlah tekanan pada titik 1 dan 2. Dengan demikian
titik 3 menyatakan tekanan uap total larutan larutan benzena – toluena dengan Xbenz =
0,500. Seperti ditunjukkan dalam Contoh Soal 7.2, uap dalam kesetimbangan dengan
larutannya lebih kaya akan benzena; uap mempunyai Xbenz = 0,770 (titik 4). Garis lurus
yang menghubungkan titik 3 dan 4 dinamakan garis hubung (tie line) : Garis hubung
digambarkan pada tekanan tetap yang sama dengan tekanan uap total dari larutan. Salah
satu ujung garis hubung menyatakan komposisi larutan cair, dan ujung lainnya adalah
komposisi uap. Berdasarkan perhitungan dari bermacam-macam komposisi, dapat dibuat
beberapa garis hubung. Ujung uap dari garis-garis hubung ini dapat dihubungkan dengan
satu garis lengkung, yaitu kurva keempat dalam Gambar 7.9. Dari penempatan nisbi kurva-
kurva cairan dan uap dapat dilihat bahwa untuk larutan ideal dari dua komponen, fase
uapnya akan lebih kaya dengan komponen yang lebih mudah menguap (volatil).

Penurunan Titik Beku dan Peningkatan Titik Didih. Sejauh ini kita selalu menganggap
bahwa pelarut dan terlarutnya volatil. Tetapi jenis larutan penting lainnya adalah zat yang
yang terlarutnya tidak volatil. Dalam larutan ini, terlarut tak volatil juga menurunkan
tekanan uap pelarut; semakin tinggi konsentrasinya, semakin besar penurunan tekanan
uapnya. Efek ini digambarkan dalam Gambar 7.9. Di sini kurva tekanan uap dan kurva
peleburan untuk pelarut dalam larutan ditumpang tindikan pada diagram fasa dari pelarut
murni. Persyaratan tambahan penting dalam Gambar 7.9 ialah bahwa zat terlarut tidak
larut dalam pelarut padatan, namun, banyak campuran yang dapat memenuhi persyaratan
ini.
Perpotongan kurva tekanan uap dan kurva sublimasi untuk pelarut yang
mengandung terlarut tak volatil terdapat pada suhu yang lebih rendah dibandingkan untuk
larutan murninya. Demikian pula perpotongan dengan kurva peleburan terjadi pada suhu
yang lebih rendah. Sekarang ingatlah kembali bagaimana penetapan titik beku dan titik
didih. Titik beku adalah suhu pada perpotongan garis tekanan tetap pada 1 atm dengan
kurva peleburan, sedangkan titk didih adalah suhu pada perpotongan garis tekanan uap
pada 1 atm dengan kurva penguapan. Empat titik potong dinyatakan dalam Gambar 7.9,
yaitu titik beku dan titik didih pelarut murni serta untuk pelarut dari suatu larutan. Titik
beku dari pelarut diturunkan, sedangkan titik didihnya ditingkatkan.

Gambar 7.9 Penurunan Tekanan Uap oleh Terlarut Tak Volatil

Penurunan titik beku dan peningkatan titik didih, sama seperti penurunan tekanan
uap sebanding dengan konsentrasi fraksi molnya. Untuk larutan encer, perbandingannya
dinyatakan dalam molalitas.

∆Tb = Kbm (7.8)


∆Td = Kdm (7.9)

∆Tb dan ∆Td berturu-turut adalah penurunan titik beku dan peningkatan titik didih; m
adalah molalitas; Kb dan Kd adalah tetapan perbandingan (proporsionalitas) Kb
dinamakan tetapan krioskopik atau tetapan penurunan titik beku, sedangkan Kd adalah
tetapan ebuliokopik atau tetapan peningkatan titik didih. Tetapan-tetapan ini merupakan
ciri suatu pelarut dan berdasarkan pada fungsi titik leleh, entalpi peleburan, dan bobot
molekul (Kb), atau pada titik didih, entalpi penguapan, dan bobot molekul (Kd). Kb dan Kd
menyatakan penurunan titik beku dan peningkatan titik didih untuk larutan 1 m. Tetapi
kenyataannya, persamaan (7.8) dan (7.9) sering tidak berlaku untuk larutan dengan
konsentrasi 1 m, Beberapa nilai khas untuk Kb dan Kd terdaftar dalam Tabel 7.3.

Tabel 7.3 Tetapan Kroskopik dan Ebulioskopik


Pelarut Kba Kda
Asam asetat 3,90 3,07
Benzena 4,90 2,53
Nitrobenzena 7,00 5,24
Fenol 7,40 3,56
Air 1,86 0,512
a
Nilai-nilai ini menyatakan penurunan titik beku dan peningkatan titik didih dalam derajat celcius, dari 1 mol
partikel terlarut dalam 1 kg pelarut. Satuan : oC kg pelarut/(mol terlarut).

Secara historis, pengukuran titik beku telah digunakan untuk menetapkan rumus
molekul. Perhitungan yang terlibat di dalamnya dapat menjawab tiga pertanyaan
sebagaimana diilustrasikan dalam Contoh Soal 7.3.
Contoh Soal 7.3.
(a) Berapakah molalitas terlarut dalam larutan berair dengan titik beku -0,450 oC?
(b) Jika larutan ini dibuat dengan melarutkan 2,12 g senyawa X dalam 48,92 g H2O,
berapakah bobot molekul senyawa?
(c) Bagaimanakah rumus molekul senyawa jika analisisnya memberikan 40,0% C,
53,3% O dan 6,7% H berdasar massa?

Contoh soal 7.3 menunjukkan bahwa pengkuran sifat koligatif dapat digunakan
untuk menentukan bobot molekul. Namun ada keterbatasan metode ini yang harus
dipahami. Ingat bahwa titik didih cairan tergantung pada tekanan atmosfir. Jika
peningkatan titik didih akan digunakan untuk penetapan bobot molekul, tekanan barometer
haus dipertahankan tetap. Hal ini tidak mudah dilakukan sehingga metode peningkatan titik
didih tidak lazim digunakan. Karena persamaan (7.8) hanya berlaku dalam larutan encer
(biasanya kurang dari 1 m), titik beku harus ditentukan dengan ketepatan yang tinggi jika
air merupakan pelarutnya (Kb = 1,86). Dalam Contoh soal 7.3 pengukuran suhu dilakukan
dengan ketepatan ± 0,001oC. Pengukuran dengan ketepatan seperti ini tak dapat dicapai
oleh thermometer laboratorium biasa. Ketepatan yang lebih tinggi dimungkinkan dengan
pelarut yang mempunyai Kd lebih besar, misalnya sikloheksana (Kd = 20), atau kamfer (Kd
= 40). Jika zat terlarut mempunyai bobot molekul tinggi, jumlah mol dalam contoh terlalu
sedikit untuk dapat memberikan efek yang nyata. Untuk zat terlarut seperti ini metode
tekanan osmotic lebih bermanfaat.
Gejala penurunan titik beku juga mempunyai terapan praktis. Barangkali metode
yang paling berguna adalah dalam hal penurunan titik beku air. Zat anti beku (biasanya
etilenaglikol) yang ditambahkan ke dalam sistem pendingin mesin mobil, mencegah
pembekuan air radiator pada musim dingin. Penggunaan CaCl2 atau NaCl untuk
menurunkan titik leleh es, juga sering diterapkan, misalnya untuk menyiapkan campuran
pendingin dalam pembuatan es krim.

Tekanan Osmotik. Selaput-selaput tertentu, sekalipun kelihatan berbentuk lembaran lebar


atau lapis titpis, sebenarnya merupakan jaringan lubang-lubang kecil atau pori-pori dimana
molekul pelarut yang kecil dapat melewati pori-pori ini, tetapi molekul terlarut tak dapat
lewat. Selaput yang mempunyai sifat seperti ini dinamakan selaput semipermeable.
Bahannya dapat terbuat alami misalnya dari hewan atau tanaman, atau dari bahan sintetik
selofan.
Gambar 7.10 menunjukkan larutan gula (sukrosa) berair yang berada dalam tabung
gelas panjang dan dipisahkan dari air murni oleh selaput semipermeable (permeable hanya
terhadap air). Molekul-molekul air dapat melewati selaput dari dua arah. Tetapi karena
konsentrasi molekul air lebih besar dalam air murni dibandingkan larutan, aliran bersih
dari molekul air adalah dari pelarut murni ke dalam larutan. Aliran bersih ini dinamakan
osmosis, yang menyebabkan permukaan larutan dalam tabung meningkat. Semakin pekat
konsentrasi sukrosa dalam larutan semakin tinggi kenaikan permukaannya. Larutan 20%
dapat menyebabkan kenaikan lebih dari 100 m!
Gambar 7.10 Ilustrasi Mengenai Osmosis

Aliran bersih dari air ke dalam larutan sukrosa dapat dikurangi dengan memberikan
tekanan kepada larutan. Tekanan ini menyebabkan aliran air berubah ke arah yang
berlawanan. Tekanan yang diperlukan untuk menghentikan aliran air dari air menuju
larutan sukrosa dikenal sebagai tekanan osmotik dari larutan. Untuk larutan sukrosa 20%
tekanan ini kira-kira 15 atm.
Tekanan osmotik termasuk dalam sifat-sifat koligatif karena besarnya hanya
tergantung pada jumlah partikel zat terlarut per satuan volume larutan. Tekanan osmotik
tidak tergantung pada jenis zat terlarut. Persamaan yang ditulis di bawah ini (dikenal
sebagai persamaan van’t Hoff) cocok digunakan untuk menghitung tekanan osmotik dari
larutan encer. Tekanan dilambangkan dengan , R adalah tetapan gas (0,0821 L
atm/mol.K); dan T dalam suhu kelvin. Tanda n mengatakan mol zat terlarut dan V adalah
volume (dalam liter) larutan; sehingga isbah n/V adalah molaritas larutan (M).

= RT = M . RT (7.10)

Larutan sukrosa yang mempunyai molalitas kira-kira 0,001 m kita akan


mengharapkan penurunan titik beku larutan sebesar 0,00186 oC. Perbedaan suhu sekecil ini
sulit diukur dengan ketepatan tinggi. Sebaliknya, perbedaan tekanan sebesar 18 mm/Hg
agak lebih mudah diukur. Tekanan tersebut sama dengan tinggi larutan sepanjang 0,25 m!
Perbandingan ini menyimpulkan bahwa tekanan osmotik merupakan metode penting dalam
penentuan bobot molekul, terutama untuk mengukur (a) larutan yang sangat encer atau (b)
zat terlarut dengan bobot molekul sangat tinggi.

Contoh Soal 7.4.


Suatu larutan dibuat dengan melarutkan 1,08 g protein, yaitu serum albumin
manusia yang diperoleh dari plasma darah, dalam 50,0 cm3 air. Larutan
menunjukkan tekanan osmotic 5,85 mmHg pada 298 K. Berapakah bobot molekul
albumin?

Barangkali, contoh osmosis yang paling penting etrdapat dalam jasad hidup.
Misalnya, sel-sel darah merah. Jika sel-sel darah merah diletakkan dalam air murni, sel
akan mengembang dan akhirnya pecah karena air memasuki sel-sel secara osmosis.
Tekanan osmoticyang diakibatkan oleh cairan di dalam sel setara dengan larutan 0,9%
natrium klorida. Dengan demikian jika sel-sel dimasukkan dalam larutan natrium klorida
0,9% tidak akan terjadi aliran bersih dari air melalui dinding sel dan sel tetap stabil.
Larutan ini dikatakan isotonic. Jika konsentrasi larutan garam lebih tinggi dari 0,9% air
mengalir masuk ke dalam sel dan larutan dinamakan hipertonik. Jika konsentrasi garam
kurang dari 0,9% air mengalir masuk ke dalam sel dan larutan dinamakan hipotonik.
Dinding sel darah merah (selaput membran) mempunyai ketebalan kira-kira 10 nm dna
lubang-lubang atau pori-pori dengan diameter 0,8 nm. Molekul air berukuran kurang dari
setengah dimater tersebut sehingga dapat lewat dengan mudah. Ion-ion K + yang terdapat di
dalam sel juga lebih kecil dari diameter pori tetapi karena dinding pori mempunyai muatan
listrik positif, ion K+ ditolak. Dengan demikian, factor-faktor selain ukuran partikel dapat
pula menentukkan jenis partikel yang dapat melewati pori sebuah selaput semipermeable.
Penerapan praktis yang menarik didasarkan pada gagasan bahwa tekanan eksternal
(luar) dapat digunakan untuk menghentikan aliran osmotic air yang prosesnya dikenal
dengan osmosis balik (reverse osmosis). Proses ini terbatas merupakan metoda pembuatan
air tawar dari air laut. Sebagaimana digambarkan dalam Gambar 7.11, jika larutan diberi
tekanan tinggi maka pelarut dapat dipaksa mengalir kea rah yang berlawanan, dari larutan
ke dalam pelarut murni. Salah satu masalah dalam mengembangkan metode ini secara
komersial adalah pembuatan selaput yang awet, serta sifat ukuran pori dan permeabilitas
yang diinginkan.

Gambar 7.11 Pembuatan Air Tawar dari Air Laut Melalui Proses Osmosis Balik

7.6. Teori Disosiasi Elektrolit


Para peneliti sifat listrik dari bahan sejak dahulu kala mengetahui bahwa kemampuan
menghantarkan aliran listrik tidak terbatas pada logam. Beberapa cairan dan larutan cairan
juga menghantarkan listrik. Cairan air murni adalah penghantar aliran listrik yang buruk.
Penambahan zat terlarut tertentu ke dalam air menyebabkan larutan berair menjadi
penghantar listrik yang baik. Tetapi ada pula zat terlarut yang tidak menambah daya hantar
listrik dari air da nada pula zat terlarut yang menyebabkan daya hantar yang lemah. Ketiga
golongan terlarut tersebut berturut-turut dimasukkan dalam golongan elektrolit kuat,
bukan-elektrolit dan elektrolit lemah. Beberapa contoh larutan diberikan pada Tabel 7.4
dan Gambar 7.12.

Gambar 7.12. Ilustrasi Elektrolit Kuat, Bukan-Elektrolit dan Elektrolit Lemah


Tabel 7.4. Sifat-sifat Elektrolit dan Beberapa Larutan Berair
Bukan Elektrolit Elektrolit Kuat Elektrolit Lemah
Senyawa Ion Senyawa Kovalen
H2O NaCl HCl HCHO2 (asam format)
C2H5OH (etanol) MgCl HBr HC2H3O2 (asam asetat)
C6H12O6 (glukosa) KBr HI HClO (asam hipoklorit)
C12H22O11 (sukrosa) KClO4 HNO3 HNO2 (asam nitrit)
CO(NH2)2 (urea) KOH H2SO4 H2SO3 (asam sulfit)
C2H6O2 (etilena Al2(SO4)3 HClO4 NH3 (ammonia)
glikol) C3H8O3 CuSO4 C6H5NH2 (anilin)
(gliserol) LiNO3

Kimiawan muda Swedia bernama Svante Arrhenius, meneliti daya hantar listrik
berbagai larutan berair. Pada saat itu, pendapat umum mengenai ion dalam larutan adalah
bahwa ion hanya merupakan hasil dari kegiatan melakukan aliran listrik. Tetapi Arrhenius
menarik kesimpulan bahwa ion dapat berada sebagai terlarut dan dapat diuraikan
(disosiasi) satu sama lain hanya dengan cara melarutkan zat terlarut dalam air. Derajat
disosiasi dari molekul-molekul terlarut menjadi ion-ionnya dilambangkannya dengan α,
yaitu derajat disosiasi.
Untuk larutan bukan elektrolit, daya hantar listriknya sangat rendah, hamper tidak
ada ion dalam larutan (α = 0), untuk elektrolit lemah α merupakan bilangan pecahan yang
kecil karena dalam larutan berair terlarut ini sebagian terbentuk ion dan sebagian terbentuk
molekul yang tidak terurai. Dalam elektrolit kuat, terutama pada konsentrasi rendah, α = 1.
Nilai ini menyatakan bahwa zat terlarut mengurai sempurna dalam larutan elektrolit kuat.
Lebih jauh lagi, dari penghantaran aliran listrik dimungkinkan menghitung jumlah ion
yang dihasilkan per mol zat terlarut. Misalnya dalam NaCl, MgCl2, dan K2SO4 jumlah ion
per molekul zat berturut-turut adalaha 2, 3 dan 3 mol.
Nilai teori ilmiah terletak pada kemampuannya menjelaskan bermacam-macam
gejala yang seolah-olah tidak ada hubungannya. Teori Arrhenius, walaupun dikembangkan
untuk menjelaskan hantaran elektrolit, juga merupakan dasar pemahaman reaksi kimia dan
kesetimbangan kimia dalam larutan. Salah satu keberhasilan dari teori ini adalah dalam
menjelaskan nilai-nilai anomaly tertentu dari sifat-sifat koligatif yang mula-mula diteliti
oleh van’t Hoff.

Kelakuan Anomali. Pada senyawa bukan elektrolit zat terlarut tertentu


menghasilkan efek yang lebih besar pada sifat-sifat koligatif daripada yang diharapkan.
Faktor van’t Hoff didefinisikan sebagai

Untuk segolongan besar, senyawa bukan elektrolit seperti urea, gliserol, dan sukrosa, i
bernilai 1. Untuk golongan zat terlarut lain, yaitu elektrolit lemah dan kuat mempunyai
nilai i lebih besar dari 1.
TUGAS

1. Larutan berair KI jenuh pada 20oC mengandung 144 g KI/100 g H2O. Nyatakan
komposisi ini dalam % (massa/massa), yaitu sebagai g KI/100 g larutan.
2. Larutan berair dengan rapatan 0,980 g/cm3 pada 20oC dibuat dengan melarutkan 11,3 ml
CH3OHd = 0,793 g/cm3 dalam air secukupnya untuk menghasilkan 75,0 ml larutan.
Berapakah % CH3OH dinyatakan sebagai
(a) % (vol/vol)
(b) % (massa/vol)
(c) % (massa/massa)
3. Diinginkan membuat 250,0 ml 0,0250 M AgNO3. Berapakah massa contoh yang
diketahui mengandung 99,35% AgNO3 berdasar massa, diperlukan untuk maksud ini?
4. Konsentrasi larutan NaCl (aq) yang isotonic dengan darah sebagaimana dinyatakan
dalam teks adalah 0,90% NaCl berdasar massa. Larutan ini mempunyai rapatan 1,005
g/cm3. Berapakah molalitas NaCl dalam larutan?
5. Berapakah konsentrasi molal dari p-diklorobenzena dalam larutan yang dibuat dengan
melarutkan 2,15 g C6H4Cl2 dalam 25,0 cm3 benzena (d = 0,879 g/cm3).
6. Suatu larutan dibuat dengan mencampurkan hidrokarbon-hidrokarbon berikut : 2,13 mol
C7H16, 1,79 mol C8H18, dan 3,11 mol C9H20.
(a) Berapakah fraksi mol
(b) Persen mol setiap komponen dalam larutan?
7. Suatu larutan dibuat dengan melarutkan 0,80 mol NH 4Cl dala 150,0 g H2O dipanaskan
sampai suhu 25oC. Gunakan Gambar 7.6 untuk menentukan apakah larutan ini tak jenuh
atau apakah akan ada kelebihan zat terlarut yang mengendap.
8. Di bawah tekanan O2 (g) pada 1,00 atm, 30,9 cm3 O2 (g) pada 25oC melarut dalam
1,00 L H2O pada 25oC. Anggaplah bahwa volume larutan tetap 1,00 L.
(a) Berapakah molaritas larutan jenuh O2 (aq) pada 25oC jika = 1 atm
o
(b) Berapakah kelarutan O2 dalam air pada 25 C di bawah tekanan udara atmosfir,
yang mengandung 20,95% O2 berdasar volume? [Petunjuk : lihat persamaan 7.4]
9. Berapakah tekanan uap parsial dan tekanan uap total dari larutan yang dibuat dengan
mencampur 60,0 g benzena (C6H6) murni adalah 95,1 mmHg dan tekanan uap C7H8
murni adalah 28,4 mmHg.
10. Melanjutkan soal nomor 9, tentukan komposisi uapnya.
11. Penambahan 1,10 g suatu senyawa menrunkan titik beku 75,22 g benzena dari 5,51
menjadi 4,90oC. Berapakah bobot molekul senyawa ini?
12. Titik beku larutan berair yang menganding 0,01 m zat terlarut tak volatil ialah -0,072oC.
Ramalkan titik didih normal larutan ini.
13. Polivinil klorida (PVC) adalah plastik yang banyak digunakan dalam industri kemas
bahan makanan dan bahan piringan hitam. Sebanyak 0,61 g contoh PVC dilarutkan
dalam pelarut yang cocok, pada 25oC. Larutannya mempunyai tekanan osmotik 0,79
mmHg. Berapakah bobot molekul PVC?
14. Sebuah larutan mengandung 0,110 M KCl dan 0,125 M MgCl2. Berapakah molaritas K+,
Mg2+, dan Cl- dalam larutan ini?
15. Gunakan pengetahuan anda mengenai elektrolit kuat, lemah dan bukan elektrolit
untuk menyusun 0,0010 M larutan berair dari yang titik didihnya tertinggi sampai
terendah : C2H5OH, NaCl, MgBr2, HC2H3O2, dan Al2(SO4)3.
BAB 8
KESETIMBANGAN KIMIA
Kesetimbangan dinamis adalah keadaan dimana dua proses yang berlawanan terjadi
dengan laju yang sama. Akibatnya, tak terjadi lagi perubahan bersih dalam sistem pada
kesetimbangan. Kita telah menyinggung beberapa macam keadaan kesetimbangan. Mari
kita tinjau dua di antraanya, secara singkat.
1. Jika suatu cairan menguap dalam wadah tertutup, pada satu waktu tertentu akan terjadi
perubahan dari uap ke keadaan cair dalam laju yang sama dengan penguapannya.
Dengan kata lain, uap mengembun dengan laju yang sama dengan air menguap. Sekali
pun molekul-molekul bolak-nalik antar keadaan uap dan cair, pada kesetimbangan,
tekanan yang disebabkan oleh uap tetap di setiap waktu.
2. Jika padatan larut dalam pelarut, terdapat suatu titik dimana partikel padat tambahan
larut dengan laju yang sama dengan pengendapan padatan yang telah larut. Larutan
menjadi jenuh, dan konsentrasi tetap sepanjang waktu.

Jadi, ciri suatu sistem pada kesetimbangan ialah adanya nilai tertentu yang tidak
berubah dengan berubahnya waktu. Dalam bab ini kita alihkan perhatian kepada
kesetimbangan dinamis dalm reaksi kimia dan pusatkan perhatian pada sifat yang disebut
tetapan eksetimbangan. Akan kita pelajari bagaimana menggunakan tetapan ini dalam
membahas kesetimbangan secara kualitatif dan kuantitatif. Dalam bab berikut, akan
dipelajari dasar-dasar teori dari tetapan kesetimbangan.

8.1 Keadaan pada Kesetimbangan Kimia


Keadaan yang digambarkan pada Gambar 11.1 tidak sama dengan yang dibahas dalam bab
Stoikiometri. Pada percobaan 1; 0,00150 mol H 2 dan 0,00150 mol I2 dibiarkan bereaksi.
Dengan cara biasa kita bisa menuliskan

Reaksi ke depan : H2 (g) + I2 (g) ⟶ 2 HI (g) (8.1)

Tetapi, segera setelah sebagian HI terbentuk, HI mulai mengurai kembali menjadi H 2 dan
I2.

Reaksi balik: 2 HI (g) ⟶ H2 (g) + I2 (g) (8.2)

Dengan demikian, terjadi dua reaksi secara serentak, reaksi ke depan dan sebaliknya.
Setelah mencapai 0,00234 mol, jumlah HI berhenti meningkat. Jumlah HI, H 2 dan I2 tetap
sama di sepanjang waktu. Kedua reaksi yang berlawanan terus berlangsung, sekarang
dengan laju yang sama. Keadaan kesetimbangan dinamis telah tercapai. Reaksi ke depan
dan reaksi balik dapat ditulis sekaligus dengan menggunakan tanda panah ganda (⇌).

H2 (g) + I2 (g) ⇌ 2 HI (g) (8.3)

Percobaan 2 menggambarkan pendekatan berbeda mengenai keseimbangan dalam


reaksi yang sama, yaitu dimulai dengan HI murni, membentuk H 2 dan I2. Sekali lagi,
setelah waktu tertentu tidak terjadi lagi perubahan bersih, karena laju pembentukan ulang
HI dari H2 dan I2 menjadi sama dengan laju disosiasi (penguraian) HI. Percobaan 3
menggambarkan keadaan ketiga pereaksi pada awal kesetimbangan.

VIII - 1
Dua titik perlu diperhatikan pada Gambar 8.1 (1) pada semua kasus, tak ada jenis
pereaksi yang habis terpakai, dari (2). Berdasarkan jumlah pereaksi dan hasil pada
kesetimbangan, taka da sifat yang sama dalam ketiga keadaan tersebut.

*Data yang diplotkan di sini dari Tabel 8.1.

Gambar 8.1.Tiga pendekatan untuk mencapai kesetimbangan reaksi H2 (g) + I2 (g) ⇌


2 HI (g)

Kesetimbangan Hidrogen-Iod-Hidrogen Iodida. Mari kita gunakan data dari Tabel 8.1
untuk meninjau lebih dalam keadaan kesetimbangan dalam reaksi (8.3). terutama, mari kita
cari sifat tetap dari reaksi kimia pada kesetimbangan, sebagaimana telah disebutkan dalam
awal bab ini.
Dalam Tabel 15.1 terdapat ikhtisar dari tiga macam usaha yang diambil dari tiga
percobaan dalam Tabel 8.1. Ternyata, satu dari persamaan-persamaan ini memang
memberikan nilai numeris yang hampir identik untuk ketiga kasus.

[HI]2 o
KC = = 50,2 (pada 445 C) (8.4)
[H ] [I ]
2 2

Lambang KC menyatakan persamaan yang didasarkan atas konsentrasi molar pada


kesetimbangan.
Tiga percobaan tidak cukup untuk menentukan nilai tetapan dari persamaan (8.4),
tetapi percobaan yang berlulang-ulang pada suhu 445 oC akan memberikan hasil yang
sama. Persamaan 8.4 mempunyai arti: kapan saja terjadi kesetimbangan antara H 2 (g), I2
(g), dan HI (g) pada 445oC, akan terdapat nisbah konsentrasi molar sebesar 5,02.
Kuantitas KC yang dinamakan tetapan kesetimbangan, akan diuraikan lebih lanjut.
Tabel 8.1. Tiga Pendekatan Terhadap Kesetimbangan Dalam Reaksi H2 (g) + I2 (g)
⇌ 2 HI (g)a,b

Jumlah Kesetimbangan Jumlah amal Kesetimbangan


mol x 103 mol x 103 Konsentrasi
M x 103
Percobaan H2 I2 HI H2 I2 HI [H2] [I2] [HI]
1 1,50 1,50 - 0,330 0,330 2,34 0,412 0,412 2,92
2 - - 1,50 0,165 0,165 1,17 0,206 0,206 1,46
3 1,50 1,50 1,50 0,495 0,495 3,51 0,619 0,619 4,39

Tabel 8.2. Mencari Nisbah Tetap Dari Konsentrasi-Konsentrasi Yang Diperikan Dalam
Kesetimbangan Reaksi
[HI] 2
Percobaan [HI]
Coba : 2 x[HI] Coba :
[H2] [I2] Coba : [H2] [I2] [H2] [I2]
1 2,92 x 10 (2 x 2,92 x 10 ) 2
-3
-3 = 1,72 x 2 x 2,92 x 10-3 4
-3
2 = 3,44 x 10 = 50,2
104 (0,412 x 10 ) (0,412 x 10-3 2
)
2
(0,412 x 10-3)
2 2,92 x 10 (2 x 2,92 x 10-3 ) 2
-3 = 3,44 x 2 x 2,92 x 10-3 4
2 = 6,88 x 10 = 50,2
104 (0,206 x 10-3) (0,206 x 10-3 2
)
2
(0,206 x 10-3)
3 2,92 x 10 (2 x 2,92 x 10-3 ) 2
-3 = 1,15 x 2 x 2,92 x 10-3 4
2 = 2,29 x 10 = 50,3
104 (0,619 x 10-3) (0,619 x 10-3 2
)
2
(0,619 x 10-3)

Contoh 8.1
Jika konsentrasi kesetimbangan H2 dan I2 dalam reaksi (8.3) pada 445 oC adalah [H2]
= 4,84 x 10-5 M dan [I2] = 1,68 x 10-3 M, berapakah konsentrasi kesetimbangan HI?

Tetapan Kesetimbangan, Kc. Dari contoh reaksi hidrogen-iod-hidrogen iodida, sekarang


kita kembali pada keadaan umum reaksi dapat balik pada keadaan kesetimbangan.

Untuk reaksi umum

aA + bB + … ⇌ gG + hH + … (8.5)

Rumus tetapan kesetimbangan berbentuk


g h
[G] [H] …
= Kc (8.6)
a b
[A] [B] …

Pembilang adalah hasil kali konsentrasi spesies-spesies yang ditulis di sebelah kanan
persamaan ([G], [H], …), masing-masing konsentrasi dipangkatkan dengan koefisien
dalam persamaan reaksi yang setara (g, h, …). Penyebut adalah hasil kali konsentrasi
spesies-spesies yang ditulis di sebelah kiri persamaan ([A], [B], …), juga, setiap
konsentrasi dipangkatkan dengan koefisien reaksinya (a, b, …).
Nilai numerik dari tetapan kesetimbangan, KC sangat tergantung pada jenis reaksi dan
suhu.
8.2 Hubungan Tambahan yang Melibatkan Tetapan Kesetimbangan
Hubungan antara KC dengan Persamaan Kimiayang Setara. Reaksi dapat dibalik
yang melibatkan SO2 (g), O2 (g), dan SO2 (g) dinyatakan dengan tiga macam cara
berikut.

2 SO2(g) + O2(g) ⇌ 2 SO3(g) Kc (a) = 2,8 x 102 pada 1000 K (8.7a)

2 SO3(g) ⇌ 2 SO2(g) + O2(g) Kc (b) = ? (8.7b)

SO2(g) + O2(g) ⇌ SO3(g) Kc (c) = ? (8.7c)

Persamaannya untuk tetapan kesetimbangan adalah

[SO3]2 2
Kc (a) = 2 = 2,8 x 10 pada 1000 K (8.8a)
[SO ] [O ]
2 2

Kc (b)
2
= [SO2] [O2]
32 =? (8.8b)
[SO ]
[SO3]2
Kc (c) = 1 =? (8..8c)
2
[SO2] [O2]2

Untuk seperangkat keadaan awal tertentu, konsentrasi kesetimbangan dari SO 2, O2,


dan SO3 harus merupakan nilai-nilai yang khas, tidak tergantung dari persamaan mana
dari ketiga persamaan (8.8) yang dipilih untuk menggambarkan kesetimbangan. Nilai KC
untuk persamaan-persamaan dalam (8.8a-c) harus saling berhubungan. Karena
2
[SO2] [O2]
2 = 2
[SO3] [SO3]
2
[SO2] [O2]

maka
1
K (b) = 1
C
= 2,8 x = 3,6 x 10-3
KC(a)
2
10

dan karena

1
2
[SO3] [SO3]2 [SO2]2 [O22]
1 =
[SO2]2[O2]2

maka

2,8 x 102
Kc (c) = { Kc (a)}1/2 = = 1,7 x 101
Sebagai ikhtisar, perlu diperhatikan bahwa
1. Persamaan apapun yang digunakan untuk KC harus sesuai dengan reaksi kimianya
yang setara.
2. Jika persamaannya dibalik, nilai KC dibalik; yaitu persamaan yang baru merupakan
kebalikan dari persamaan aslinya.
3. Jika koefisien dalam persamaan yang setara dikalikan dengan factor yang sama (2, 3,
…), tetapan kesetimbangan yang baru adalah tetapan kesetimbangan asli dipangkatkan
dengan faktor tersebut (2, 3, …).
4. Jika koefisien dalam persmaan yang setara dibagi dengan factor tertentu (2, 3, …),
tetapan kesetimbangan yang baru adalah akar berpangkat factor tersebut didapat tetapan
kesetimbangan yang lama (akar pangkat dua, akar pangkat tiga, …).

Contoh 8.2
Untuk reaksi NH3 ⇌ ½ N2 + 3/2 H2, Kc = 5,2 x 10-5 pada 298 K. Berapakah nilai Kc
pada 298 K untuk reaksi N2 + 3H2 ⇌ 2NH3?

Penggabungan Rumus Tetapan Kesetimbangan. Jika kita diberi data tetapan


kesetimbangan pada 25oC.

N2 (g) + O2 (g) ⇌ 2 NO (g) KC = 4,1 x 10-31 (8.9)

N2 (g) + O2 (g) ⇌ N2O (g) KC = 2,4 X 10-18 (8.10)

Dan kita ingin mencari KC untuk reaksi

N2 (g) + O2 (g) ⇌ 2 NO (g) KC = ? (8.11)

Kita dapat mencari (8.11) dengan menggabungkan rumus (8.9) dan (8.10).

(1) N2 (g) + O2 (g) ⇌ 2 NO (g) KC (1) = 4,1 x 10-31


(2) N O (g) ⇌ N (g) + O 1
(g) (2) = = 4,2 x 1017
K
2 2 2 C
2,4 X 10-18

Bersih: N2O (g) + O2 (g) ⇌ 2 NO (g) KC = ?


Hasil kali KC (1) dan (2), jika disederhanakan akan menghasilkan KC untuk reaksi bersih.

[NO]2 1/2
[N2] [O2] [NO]2
x
[N2] [O2] = 2 1/2 = KC (net)
[N2O] [N ] [O2]

KC (1) KC (2)

KC bersih = KC (1) x KC (2) = 4,1 x 10-31 x 4,2 x 1017 = 1,7 x 10-13 (8.12)

Ketetapan penting yang dicapai oleh (8.12) ialah


Tetapan kesetimbangan untuk reaksi bersih adalah hasil kali tetapan kesetimbangan untuk
reaksi-reaksi terpisah yang digabungkan.
Tetapan Kesetimbangan yang Dinyatakan sebagai Kp. tetapan kesetimbangan dalam
sistem gas dapat dinyatakan berdasarkan tekanan parsial gas, bukan pada konsentrasi
molarnya. Tetapan kesetimbangan yang ditulis dengan cara ini dinamakan tetapan
kesetimbangan tekanan parsial dilambangkan dengan Kp. untuk menggambarkan
hubungan antara Kp dan KC suatu reaksi, mari kita lihat lagi reaksi (8.7a).

2 SO2(g) + O2(g) ⇌ 2 SO3(g) Kc (a) = 2,8 x 102 pada 1000 K (8.7a)

[SO3]2
KC = [SO ]2 [O ]
2 2

Juga, sesuai dengan hokum gas ideal, PV = NRT dan

[SO3] = = [SO2] = = [O2] = =

Dengan mengganti suku-suku yang dilingkari dengan konsentrasi dalam KC, akan
diperoleh rumus

()
()
KC = = () x RT (8.13)
()

Selisih tekanan parsial yang ditunjukkan dalam (8.13), sama dengan tetapan
kesetimbangan, Kp. hubungan antara Kp dan KC untuk reaksi 8.7a adalah

Kc = KC
Kp x RT dan = = KC x (RT)-1 (8.14)
RT
Kp

Jika penurunan yang sama dilakukan terhadap reaksi umum

aA + bB + … ⇌ gG + hH + … (8.15)

hasilnya menjadi

Kp = Kc x (RT)Δn (8.16)

Dimana Δn adalah selisih koefisien stoikiometri dari gas hasil reaksi dan gas pereaksi;
yaitu, Δn = (g + h + …) – (a + b+ …). Dalam reaksi (11.7a), Δn = 2 – (2+1) = -1,
sebagaimana dinyatakan dalam rumus (11.14).
Sekalipun kita tidak menyatakan satuan dalam tetapan kesetimbangan untuk
menggunakan rumus (8.15) diperlukan satuan-satuan khusus untuk menyatakan KC dan Kp.
Sebagaimana telah kita lihat, KC didasarkan pada konsentrasi molar. Dalam buku ini dipilih
satuan atm untuk tekanan parsial. Jadi, dalam rumus (8.15), nilai R = 0,0821 L atm mol-
1 -
K
1
. Kadang-kadang nilai Kp juga dinyatakan dengan satuan lain dari atm (misalnya, mmHg).

Contoh 8.3
Hitunglah Kp untuk reaksi (8.7a) dari data yang diberikan.

Contoh 8.4
Berapa nilai Kp untuk reaksi hidrogen-iod-hidrogen iodida pada suhu 445 oC.
Kesetimbangan yang Melibatkan Cairan dan Padatan Murni (Reaksi Heterogen).
Persamaan tetapan kesetimbangan hanya mengandung suku-suku yang konsentrasi atau
tekanan parsial berubah selama reaksi kimia berlangsung. Karena komposisinya tidak
beragam, sekalipun ikut serta dalam reaksi kimia, padatan murni dan cairan murni tidak
diperhitungkan dalam persamaan tetapan kesetimbangan.* Reaksi-reaksi (8.3) dan (8.7a)
bersifat homogen (terjadi dalam satu fase) dan tetapan persamaan kesetimbangannya (8.4)
dan (8.8a) mengandung suku-suku dari setiap spesies. Untuk reaksi heterogen berikut

C (p) + H2O (g) ⇌ CO (g) + H2 (g)

Persamaan tetapan kesetimbangan hanya mengandung suku-suku yang berfase homogen,


yaitu H2O, CO, dan H2.

[CO][H2]
Kp= [H2O]
Contoh lain dari reaksi heterogen ialah dekomposisi kalsium karbonat.

CaCO3 (c) ⇌ CaO (c) + CO2 (g) (8.17)

Yang persamaan tetapan kesetimbangannya hanya mengandung satu suku.

KC = [CO2 (g)] (8.18)

Kp dapat ditulis dengan cara yang sama, dan hubungan antara Kp dan Kc diturunkan dari
rumus (8.15), dengan Δn = 1/

Kp = PCO2 Kp = KC(RT) (8.19)

Sesuai dengan (11.18), tekanan kesetimbangan dari CO 2 (g) yang berhubungan dengan
CaO (p) dan CaCO3 (p) dengan sendirinya merupakan nilai tetapan kesetimbangan Kp.
Dan sebagaimana diharapkan, tekanan CO2 tidak tergantung pada CaO (p) dan CaCO3
(p) yang ada (sekalipun kedua padatan tersebut harus ada).
Kesetimbangan cairan-uap merupakan kesetimbangan fisik (tidak melibatkan reaksi
kimia), sekalipun demikian, prinsip-prinsip yang telah dikemukakan di atas tetap berlaku.
Untuk kesetimbangan penguapan air dapat ditulis

H2O (c) ⇌ H2O (g)

KC = [H2O (g)] Kp = PH2 Kp = KC(RT) (8.20)

Jadi, kesetimbangan tekanan uap dapat dipandang sebagai tetapan kesetimbangan Kp pada
suhu yang berbeda, dan sekali lagi, nilainya tidak tergantung pada kuantitas cairan yang
ada.

Contoh 8.5
Kesetimbangan terjadi dalam reaksi berikut pada suhu 60 oC, dan tekanan gas
parsial diketahui sebesar PHI = 3,65 x 10-3 atm dan Ph2S = 9,96 x 10-1 atm. Berapa
Kp reaksi ini?
8.3 Arti Nilai Tetapan Kesetimbangan
Pada prinsipnya kita dapat menuliskan rumus tetapan kesetimbangan dan menetapkan nilai
numeric tetapan kesetimbangan untuk setiap reaksi kimia, tetapi hanya pada keadaan
tertentu nilai-nilai tersebut mempunyai arti. Tabel 11.3 membuat nilai tetapan
kesetimbangan untuk beberapa reaksi yang sebelumnya telah kita bahas.

Tabel 8.3. Beberapa Reaksi Kesetimbangan


Reaksi Tetapan Kesetimbangan
2 H2 (g) + O2 (g) ⇌ 2 H2O (c) 1,4 x 1083 pada 298 K
N2 (g) + O2 (g) ⇌ 2 NO (g) 15,3 x 10-31 pada 298 K
1,3 x 10-4 pada 1800 K
2 NO (g) + O2 (g) ⇌ 2 NO2 (g) 1,6 x 1012 pada 298 K
H2 (g) + I2 (g) ⇌ 2 HI (g) 50,2 pada 718 K
2 SO2 (g) + O2 (g) ⇌ 2 SO3 (g) 3,4 pada 1000 K
C (p) + H2O (g) ⇌ CO (g) + H2 (g) 1,6 x 10-21 pada 298 K
10 pada 1000 K

Reaksi pertama menggambarkan sintesis air dari unsur-unsurnya; secara stoikiometri,


reaksi ini telah dibahas dalam bab sebelumnya. Pada waktu itu kita mengasumsikan bahwa
reaksi (8.20) hanya berlangsung ke kanan.

2 H2 (g) + O2 (g) → 2 H2O (l) (8.21)

Bahwa reaksi berlanjut sampai salah satu pereaksi habis; bahwa reaksi berlangsung
sempurna. Agar asumsi ini berlaku, rumus tetapan kesetimbangan harus mengandung
paling sedikit satu suku yang sangat kecil sebagai penyebutnya (mendekati nol).

Nilai numeris KC atau Kp yang sangat besar menandakan bahwa reaksi berjalan ke
kanan, sebagaimana dituliskan, berlangsung sempurna atau mendekati sempurna.

Pada suhu 298 K, nilai Kp untuk reaksi (8.21) ialah 1,4 x 10 83, sehingga kita dapat
menganggap bahwa reaksi ini berlangsung sempurna.
Reaksi kedua dalam tabel 15.3 menggambarkan sintesis NO (g) dari N 2 (g) dan O2
(g). kita dapati bahwa pada 298 K, nilai Kp (atau KC) sangat kecil (5,3 x 10-31). Untuk
mendapatkan nilai numeric yang sangat kecil dari rumus tetapan kesetimbangan,
pembilang harus sangat kecil (mendekati nol).

Nilai numeris KC atau Kp yang sangat kecil menyatakan bahwa reaksi ke kanan
sebagaimana dituliskan, tidak berlangsung besar-besaran.

Pada 1800 K nilai Kp untuk sintesis NO (g) lebih besar disbanding pada 298 K, yang
berarti bahwa pada suhu tinggi reaksi ke kanan berlangsung lebih banyak sebelum
tercapai kesetimbangan. Dengan alasan ini dapat dijelaskan, bahwa proses pembakaran
pada suhu tinggi yang dilaksanakan dengan adanya udara selalu menghasilkan NO (g)
sebagai pencemar udara. Jika NO (g) berhubungan dengan O2 (g) pada 298 K, spesies ini
berubah menjadi NO2 (g) melalui reaksi yang berlangsung hampur sempurna (Kp = 1,6 x
1012).
Untuk sintesis HI (g) dari unsur-unsurnya pada 718 K (445 oC), kita lihat bahwa Kp
atau KC tidak terlalu besar atau kecil. Baik reaksi ke kanan atau reaksi ke kiri
berlangsung cukup besar. Sejumlah besar H2 (g), I2 (g), dan HI (g) terdapat dalam
kesetimbangan,
sebagaimana kita saksikan dalam Gambar 8.1 dan tabel 8.1. Kesimpulan yang sama dapat
pula ditarik dari konversi SO2 (g) menjadi SO3 (g) pada 1000 K dan reaksi gas air pada
1100 K. Tetapi pada suhu 298 K reaksi gas air tak dapat diharapkan berlangsung baik,
karena kecilnya nilai Kp.
Pembahasan lebih jauh mengenai arah dan besarnya reaksi akan dilakukan pada Sub
bab berikut, dan dalam Sub bab berikutnya kita akan menghitung jumlah nyata dari
pereaksi dan hasil yang ada pada waktu kesetimbangan tercapai. Sejauh ini, pemikiran
yang sederhana amat membantu untuk membuat penilaian umum mengenai keadaan
kesetimbangan sebelum kita melangkah lebih jauh.

8.4 Meramalkan Arah dan Besarnya Reaksi


Pada setiap saat selama berlangsungnya reaksi dapat dirumuskan nisabah konsentrasi-
konsentrasi yang bentuknya sama dengan rumus tetapan eksteimbangan. Nisbha ini secara
umum dinamakan kuosien reaksi (reaction quotient), dilambangkan dengan Q. untuk
reaksi bolak balik (8.5), kuosien reaksinya ialah
g h
[G] [H] …
Q= (8.22)
a b
[A] [B] …

Apabila nilai yang disubtitusikan ke dalam kuosien reaksi Q merupakan konsentrasi-


konsentrasi dalam keadaan setimbang, maka Q akan sama dengan K.
Bagaimanakah kemungkinannya jika seperangkat konsentrasi awal dari pereaksi dan
hasil dalam suatu reaksi bolak-balik menjadi konsentrasi kesetimbangan?
Kemungkinannya sangat kecil! Reaksi harus terjadi, semua konsentrasi pereaksi dan hasil
harus berubah, sampai kuosien reaksi Q menjadi sama dengan KC. bergantung pada
hubungan Q dengan KC, arah reaksi bersih dapat berlangsung ke depan (ke kanan) atau
berbalik (ke kiri).
Ketiga percobaan mengenai reaksi (8.22) yang telah dijelaskan melalui Gambar 8.1,
Tabel 8.1 dan tabel 8.2 sekali lagi ditampilkan dalam Tabel 8.4.

Tabel 8.4. Meramalkan Arah Perubahan dalam Reaksi Bolak-Balik


H2 (g) + I2 (g) ⇌ 2 HI (g) KC = 50,2a
Percobaan Konsentrasi Awalb Kuosien Reaksi Awal Perbandingan Arah
2
M x 103 [HI] dari Q dan Reaksi
Q=
[H2] [I2] [HI] 2
[H2] [I2] KC Bersih
0
1 1,88 1,88 0 Q= =0 Q < KC Ke kanan
2
(1,88 x 10-3)
2
2 0 0 1,88 -3 Q >KC Ke kiri
(1,88 x 10 )
Q= =∞
2
3 1,88 1,88 1,88 -3
(1,88 x 10 ) Q < KC Ke kanan
Q= 2= 1
(1,88 x 10-3)

H2 (g) + I2 (g) ⇌ 2 HI (g) KC = 50,2 pada 445oC (8.23)

Mari kita pusatkan perhatian pada konsentrasi awal dari pereaksi. Dalam percobaan 1,
hanya H2 (g) dan I2 (g) yang mula-mula ada. Ini berarti bahwa [HI(g)] = 0, dan kuosien
reaksi Q = 0, padahal KC reaksi adalah 50,2. Kita ketahui bahwa agar kesetimbangan
dalam percobaan 1 tercapai, sejumla HI (g) harus terbentuk. Reaksi bersih terjadi ke arah
kanan.
Dengan meningkatnya [HI (g)], maka [H2 (g)] dan [I2 (g)] menurun. Kuosien reaksi Q
meningkat pula sampai nilainya sama dengan KC, dan kesetimbangan tercapai.

Reaksi bersih berlangsung dari kiri ke kanan jika Q < KC (8.24)

Dalam percobaan 2 dari tabel 11.4, hanya HI (g) yang ada mula-mula, tidak ada H2
(g) dan I2 (g). Jika [H2 (g)] = [I2 (g)] = 0, kuosien reaksi Q mempunyai nilai tak
berhingga (∞). Sekali lagi, nilai KC = 50,2. Dalam keadaan ini kita ketahui bahwa agar
kesetimbangan tercapai, reaksi bersih harus berlangsung ke arah yang berlawanan, yaitu ke
kiri. Akhirnya nilai Q menjadi sama dengan KC, dan kesetimbangan tercapai.

Reaksi bersih berlangsung dari kanan ke kiri jika Q > KC (8.25)

Dalam percobaan 3 dari tabel 8.4 ketiga pereaksi terdapar pada awal reaksi sehingga
arah reaksi tidak segera diketahui. Tetapi, berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
ternyata berlaku (8.23); yaitu Q = 1, yaitu lebih kecil dari KC = 50,2. Reaksi bersih
berlangsung ke kanan.
Kriteria untuk meramalkan arah perubahan kimia dalam reaksi bolak-balik
diilustrasikan dalam Gambar 8.2. Peramalan besarnya reaksi (yaitu konsentrasi
kesetimbangan nyata dari konsentrasi awal) membutuhkan perhitungan aljabar tambahan.

8.5 Mengubah Keadaan Kesetimbangan – Prinsip Le Chatelier


Sasaran tertinggi dalam bab ini adalah melakukan perhitungan yang dapat memberikan
informasi terinci mengenai keadaan kesetimbangan reaksi kimia yang dapat balik. Naum,
kadang-kadang pernyataan kualitatif mengenai kesetimbangan cukup memadai. Lebih-
lebih dalam kasus dimana datanya tidak lengkap, hanya mungkin disajikan pernyataan
kualitatif. Seorang kimiawan Prancis Le-Chatelier (1884) merumuskan pernyataan yang
amat bermanfaat dalam memberikan keadaan kesetimbangan. Prinsip Le-Chatelier pada
pokoknya menyatakan

Usaha untuk mengubah suhu, tekanan, atau konsentrasi pereaksi dalam suatu sistem pada
keadaan setimbang merangsang terjadinya reaksi yang mengembalikan kesetimbangan
pada sistem tersebut.

Cara sistem tersebut menanggapi perubahan yang terjadi, dalam beberapa hal melibatkan
pergeseran keadaan kesetimbangan “ke kanan” (berarti cenderung melakukan reaksi ke
kanan), atau sebaliknya, yaitu pergeseran “ke kiri” (melakukan reaksi balik). Biasanya
mudah meramlkan tanggapan dari perubahan sistem tersebut. Tetapi, kadang-kadang
timbul pula kesulitan karena adanya efek sekunder yang dapat menimbulkan
penyimpangan dari dugaan.

Gambar 8.2. Meramalkan arah perubahan dari reaksi bolak-balik


Pengaruh Perubahan Jumlah Spesies yang Bereaksi. Mari kita kembali pada
kesetimbangan

2 SO2(g) + O2(g) ⇌ 2 SO3(g) Kc (a) = 2,8 x 102 pada 1000 K (8.7a)

Gambar 11.3a menjelaskan suatu campuran dalam keadaan setimbang, dan pada Gambae
11.3b terdapat gangguan dengan menambah 1,00 mol SO3 sedangkan volume system
dipertahankan tetap. Bagaiman konsentrasi pereaksi berubah agar tercapai kembali
kesteimbangan? Salah satu pendekatan adalah menghitung kuosien reaksi Q, segera setelah
penambahan 1,00 mol SO3. Berapa pun jumlah penambahan SO3 pada campuran
setimbang dengan volume tetap, akan menyebabkan nilai Q lebih besar dari KC. reaksi
bersih harus berlangsung ke arah yang mengurangi [SO3], yaitu ke kiri atau kea rah
kebalikan reaksi.

Kesetimbangan Asli Setelah Gangguan


2 2
[SO3] [SO3]
Q= 2 = KC Q= 2 > KC
[SO ] [O ] [SO ] [O ]
2 2 2 2

(a) Keadaan kesetimbangan awal (b) Gangguan yang disebabkan oleh penambahan 1,00 mol SO3
(c) Kesetimbangan yang baru.
2 SO2(g) + O2(g) ⇌ 2 SO3(g) Kc (a) = 2,8 x 102 pada 1000 K
Gambar 8.3. Perubahan Keadaan Kesetimbangan Dengan Menambahkan Jumlah Salah
Satu Pereaksi Dalam Reaksi

Jumlah setiap spesies dalam kesetimbangan yang baru dapat dihitung melalui metode yang
akan dibahas dalam sub bab berikut. Besarannya diterakan dalam Gambar 8.3c.
Pendekatan secara kualitatif, yang didasarkan pada prinsip Le-Chatelier, menyatakan
bahwa jika ada usaha untuk menambah konsentrasi dari salah satu pereaksi yang sudahs
etimbang, amka akan terdapat reaksi yang mengkonsumsi pereaksi tambahan tersebut. Ini
berarti akan terdapat reaksi balik, yaitu konversi sebagian dari SO3 yang ditambahkan
menjadi SO2 dan O2. Dalam kesetimbangan yang baru, semua pereaksi akan berjumlah
lebih banyak dibandingkan pada kesetimbangan aslinya sekalipun peningkatan SO3 tentu
saja lebih kecil dari jumlah uang ditambahkan, yaitu 1,00 mol.

Pengaruh Perubahan Tekanan. Dalam Gambar 8.4a, volume campuran kesetimbangan


dikurangi menjadi sepersepuluhnya dari keadaan awal, dengan menambah tekanan luar
(eksternal) kepada campuran tersebut. Sekali lagi, harus terjadi penyeseuaian terhadap
jumlah kessetimbangan dari pereaksi agar sesuai dengan persamaan KC-nya.
C [SO3]2
K = [SO ]2 [O ] = = . V = 2,8 x 102 (8.26)
2 2

Dalam persamaan (11.25) diketahui bahwa jika V ditekan 10 kali, nisbah

Harus dikalikan 10 kali. Jumlah kesetimbangan SO 3 harus meningkat, dan jumlah SO2
serta O2 harus menurun. Keterangan kuantitatif mengenai kesetimbangan yang baru
diberikan dalam Gambar 11.4b.

Gambar 8.4. Pengaruh Perubahan Tekanan Pada Keadaan Kesetimbangan Dalam Reaksi
2 SO2(g) + O2(g) ⇌ 2 SO3(g) Kc (a) = 2,8 x 102 pada 1000 K

Tanggapan sistem yang setimbang terhadap peningkatan tekanan eksternal ialah


melalui pengerutan volume sekecil mungkin. Dalam reaksi 2 SO 2(g) + O2(g) ⇌ 2 SO3(g),
3 mol gas di sebelah kiri menghasilkan 2 mol gas di sebelah kanan. Hasil reaksi, yaitu SO 3
menempati volume yang lebih kecil dibandingkan pereaksinya. Jadi, peningkatan tekanan
mengakibatkan tekanan produksi SO3.

Jika tekanan pada campuran kesetimbangan yang melibatkan gas ditingkatkan, reaksi
bersih akan berlangsung ke arah yang mempunyai jumlah mol gas lebih kecil. Jika
tekanan diturunkan, reaksi bersih berlangsung kea rah yang menghasilkan jumlah mol gas
lebih banyak.

Ketentuan gas ditekankan dalam pernyataan ini, karena pengaruh tekanan pada
kesetimbangan reaksi yang melibatkan fase embun dapat diabaikan. Padatan dan cairan
umumnya tak dapat ditekankan (incompressible).

Pengaruh Gas Lembam (Inert). Karena gas lembam tidak berperanserta dalam reaksi
kesetimbangan, maka keberadaannya diharapkan tidak akan mempengaruhi keadaan
kesetimbangan. Sebenarnya, berpengaruh atau tidaknya gas lembam terhadap keadaan
kesetimbangan tergantung pada cara melibatkan gas lembam tersebut. Jika sejumlah gas
helium ditambahkan pada campuran kesetimbangan seperti pada Gambar 8.4a, selama
volume dipertahankan tetap, tekana gas total akan meningkat. Tekanan parsial SO 2 (g), O2
(g), dan SO3 (g) tetap sama, demikian pula jumlah setimbangnya. Dalam keadaan ini gas
lembam tidak mempengaruhi keadaan ksetimbangan. Sebaliknya, jika helium ditambahkan
pada campuran seperti pada Gambar 8.4a pada tekanan tetap, maka volume reaksi akan
meningkat. Pengaruhnya pada kesetimbangan akan sama seperti peningkatan volume yang
diakibatkan oleh menurunnya tekanan luar. Keadaan kesetimbangan akan bergeser kea rah
yang mempunyai jumlah mol gas lebih banya, yaitu ke kiri. Ringkasnya gas lembam
mempengaruhi keadaan kesetimbangan hanya jika gas tersebut mengakibatkan oerubahan
konsentrasi (atau tekanan parsial) drai pereaksi-pereaksinya.

Pengaruh Suhu. Pernyataan kualitatif dapat dijelaskan melalui prinsip Le-Chatelier.


Mengubah suhu campuran kesetimbangan dapat dilakukan dengan menambah atau
mengurangi kalor dalam system tersebut. Penambahan kalor akan menguntungkan reaksi
serap-panas (endoterm). Pengurangan kalor akan menguntungkan reaksi lepas-panas
(eksoterm). (Sistem berusaha mengganti kalor yang dikeluarkan.) Ringkasnya.

Peningkatan suhu suatu campuran kesetimbangan menyebabkan pergeseran keadaan


kesetimbangan kea rah reaksi endoterm. Penurunan suhu menyebabkan pergeseran kea
rah reaksi eksoterm.

Pengaruh Katalis pada Kesetimbangan. Katalis dalam reaksi dapt-balik dapat


mempercepat reaksi baik reaksi ke kanan atau ke kiri. Keadaan kesetimbangan tercapai
lebih cepat, tetapi katalis tidak mengubah jumlah kesetimbangan SO2 (g), O2 (g), dan
SO3
(g) besarnya tetap. Keadaan ini berlaku pada reaksi lambat yang dilaksanakan secara fase
gas homogen, atau secara cepat dalam fase heterogen pada permukaan katalis. Atau dengan
kata lain, katalis tidak mengubah nilai numeris tetapan kesetimbangan.

2 SO2(g) + O2(g) ⇌ 2 SO3(g) Kc (a) = 2,8 x 102 pada 1000 K

Peranan katalis adalah mengubah mekanisme reaksi kimia agar tercapai energy
aktivasi yang lebih rendah. Juga, katalis tidak berpengaruh pada keadaan kesetimbangan
suatu reaksi dapat-balik. Dari kedua fakta ini dapat diartikan bahwa keadaan
kesetimbangan tidak tergantung pada mekanisme reaksi. Jadi, sebagaiman dinyatakan di
atas, tetapan kesetimbangan yang diturunkan secara kinetik tidak dipengaruhi oleh
mekanisme yang dipilih. Lebih lanjt, kita dapat menerima adanya katalis hipotesis yang
dapat mengubah mekanisme suatu reaksi dapat balik menjadi proses satu tahap sederhana
dalam persamaan kimia yang setara. Rumus tetapan kesetimbangan yang diturunkan dari
mekanisme demikian selalu dapat ditulis dengan bentuk seperti persamaan (8.6).

8.6 Pengaruh Suhu pada Kesetimbangan


Umumnya, tetapan kesetimbangan suatu reaksi tergantung pada suhu. Nilai Kp untuk reaksi
belerang dioksida-oksida-belerang trioksida pada beberapa suhu dicantumkan pada tabel
8.5, bersama –sama dengan beberapa fungsi data yang telah anda kenal, yaitu log K dan
1/T. Gambar 8.6 memperlihatkan plot log K terhadap 1/T yang menghasilkan garis lurus.
Persamaan garis lurus ini ialah

∆ .
log K = + Tetapan (8.27)
,

persamaan garis lurus: y = m . x + b


Tabel 8.5. Tetapan Kesetimbangan Kp untuk reaksi 2 SO2(g) + O2(g) ⇌ 2 SO3(g) pada
Beberapa Suhu
T (K) 1/T (K-1) Kp log Kp
-4 2
800 12,5 x 10 9,1 x 10 2,96
850 11,8 x 10-4 1,7 x 102 2,23
900 11,1 x 10-4 4,2 x 101 1,62
950 10,5 x 10-4 1,0 x 101 1,00
-4 0
1000 10,0 x 10 3,2 x 10 0,51
1050 9,52 x 10-4 1,0 x 100 0,00
1100 9,09 x 10-4 3,9 x 10-1 -0,41
1170 8,55 x 10-4 1,2 x 10-1 -0,92

3,50
3,00 y = 9836,9x - 9,3394
R² = 0,9997
2,50
2,00
1,50
Log Kp

1,00
0,50
0,00

0 0,0004 0,0008 0,0012 0,0016


-0,50

-1,00
1/T (K-1)

Gambar 8.6. Ketergantungan pada Suhu bagi Tetapan Kesetimbangan KC reaksi

Gambar ini dapat digunakan untuk menentukan kalor reaksi ∆Ho

∆ °
Kemiringan =
, = 9,8369 x 103 K

−∆ ° = -2,303 x 8,314 J/mol.K x 9,8369 x 103 K


= -188.348,52 J/mol = -1,8 x 102 kJ/mol

Kemudian sebagaimana telah dicontohkan dua kali, suku yang tetap dapat dihilangkan dari
persamaan (8.27) untuk menghasilkan bentuk yang telah anda kenal (dinamakan
persamaan van’t Hoff).

∆ °
log = [ ] (8.28)
,
.

K2 dan K1 adalah tetapan kesetimbangan pada suhu kelvin T2 dan T1. ∆ ° adalah entalpi
(kalor) molar standard dari reaksi. Nilai positif dan negatif untuk ∆ ° dimungkinkan;
dan diperlukan asumsi bawah ∆ ° tidak tergantung pada suhu, yang biasanya berlaku
dalam banyak hal.
Menurut prinsip Le-Chatelier, jika ∆ ° > 0 (endoterm), reaksi ke depan terjadi jika
suhu ditingkatkan, menyiratkan bahwa nilai K meningkat dengan suhu. Jika ∆ ° < 0
(eksotern), reaksi kebalikan terjadi jika suhu ditingkatkan, dan nilai K menurun dengan
suhu. Persamaan (8.28) menghasilkan nilai kuantitatif yang sesuai dengan pengamatan
kualitatif dari prinsip Le-Chatelier.
Berikut ini adalah kesan akhir yang penting : Persamaan Clausius-Clapeeyron
mengenai ketergantungan tekanan uap pada suhu merupakan bentuk istimewa dari
persamaan (8.28). tekanan uap adalah nilai Kp (ingat pers. 8.19), dan ∆ uap setara dengan
∆ rks.

Contoh 8.6
Gunakan data dari Tabel 8.5 dan Gambar 8.6 untuk menduga suhu reaksi dengan
Kp = 1,0 x 10-6 dari 2SO2 (g) + O2 (g) ⇌ 2SO3 (g).

TUGAS
1. Dari nilai Kc yang diketahui
CO(g) + H2O(g) ⇌ CO2(g) + H2(g) Kc = 23,2 pada 600 K
SO2(g) + ½ O2(g) ⇌ SO3(g) Kc = 56 pada 900 K
2 H2S(g) ⇌ 2 H2(g) + S2(g) Kc = 2,3 x 10-4 pada 1405 K
2 NO2(g) ⇌ 2 NO(g) + O2(g) Kc = 1,8 x 10-6 pada 457 K
Tentukan nilai Kc untuk reaksi-reaksi berikut.
a. CO2(g) + H2(g) ⇌ CO(g) + H2O(g)
b. 2 SO2(g) + O2(g) ⇌ 2 SO3(g)
c. H2S(g) ⇌ 2 H2(g) + ½ S2(g)
d. NO(g) + ½ O2(g) ⇌ NO2(g)
2. Kesetimbangan tercapai dalam reaksi dapat balik A + B ⇌ 2C. Berikut ini adalah
konsentrasi-konsentrasi kesetimbangannya : [A] = 0,47 M, [B] = 0,55 M, [C] = 0,36 M.
Berapa nilai Kc untuk reaksi ini?
3. Reaksi 2 A(g) + B(g) ⇌ C(g) dibiarkan mencapai kesetimbangan. Jumlah awal dari
pereaksi yang ada dalam wadah 1,80 L ialah 1,18 mol A dan 0,78 mol B. Pada
kesetimbangan, jumlah A adalah 0,92 mol. Berapa nilai Kc untuk reaksi ini?
4. Suatu campuran kesetimbangan gas-gas SO 2, SO3 dan O2 berada dalam wadah 1,15 L
dengan Kc = 55,2 untuk reaksi 2 SO2(g) + O2(g) ⇌ 2 SO3(g).
a. Jika jumlah mol SO2 dan SO3 dalam wadah sama besar, berapa jumlah O2?
b. Jika jumlah SO3 dalam wadah dua kali lebih banyak disbanding jumlah mol SO 2,
berapa jumlah O2?
5. Jika 1,00 mol I2(g) dimasukkan ke dalam ruang hampa sebesar 1,00 L pada suhu 1200
°C, 5 % dari senyawa tersebut mengurai menjadi atom-atom I. Untuk reaksi I 2(g) ⇌ 2
I(g), berapakah nilai (a) Kc (b) Kp?
6. Campuran HCl(g), O2(g), H2O(g) dan Cl2(g) dibiarkan setimbang pada 200
°C. 4 HCl(g) + O2(g) ⇌ 2 H2O(g) + 2 Cl2(g)
Apakah pengaruh pada jumlah kesetimbangan HCl(g) jika
a. Ditambahkan O2(g) pada campuran reaksi yang volumenya tetap?
b. Cl2(g) diambil dari campuran yang volumenya tetap?
c. Volume campuran reaksi dilipatduakan dari semula?
d. Katalis ditambahkan dalam campuran reaksi?
BAB 9
ASAM BASA

Dalam bab ini kita akan melanjutkan pembahasan tentang kesetimbangan dengan
membicarakan dua jenis zat yang sangat berperan dalam banyak kesetimbangan, yaitu
asam dan basa. Kita mulai dengan tinjauan umum tentang teori asam – basa, kemudian
dilanjutkan dengan pembahasan beberapa masalah khusus secara kualitatif dan kuantitatif.

9.1 Teori Asam-Basa


Asam dan basa (alkali) sudah dikenal sejak jaman dahulu. Hal ini dapat dilihat dari nama
mereka. Istilah asam berasal dari bahasa Latin acetum yang berarti cuka. Unsur pokok
cuka adalah asam asetat H3COOH. Istilah alkali diambil dari bahasa Arab untuk abu. Juga
sudah diketahui paling tidak selama tiga abad bahwa hasil reaksi antar asam dan basa
(netralisasi) adalah garam.
Teori-teori yang mencoba menerangkan sifat-sifat asam-basa merupakan suatu babak
yang penting di dalam sejarah ilmu kimia. Lavoisier (1777) menyatakan bahwa semua
asam selalu mengandung suatu unsur dasar yaitu oksigen (nama oksigen diajukan oleh
Lavoisier, diambil dari bahasa Yunani yang berarti “pembentuk asam”). Dhavy (1810)
menunjukkan bahwa asam muriatat (asam hidroklorida) hanya mengandung hidrogen dan
klor, tidak mengandung oksigen dan dengan itu menetapkan bahwa hidrogenlah dan bukan
oksigen yang menjadi unsur dasar dalam asam.

Teori Arrhenius. Dalam teorinya tentang penguraian (disosiasi) elektrolit, Svante


Arrhenius (1884) mengajukan bahwa elektrolit yang dilarutkan di dalam air terurai
menjadi ion-ion elektrolit yang kuat terurai sempurna; elektrolit yang lemah hanya terurai
sebagian. Suatu jenis zat yang jika terurai menghasilkan ion hidrogen (H +) di sebut asam,
misalnya HCl.

HCl (aq) → H+ (aq) + Cl- (aq) (9.1)

Basa jika terurai menghasilkan ion hidroksida (OH-)

NaOH (aq) → Na+ (aq) + OH- (aq) (9.2)

Reaksi antara asam dan basa, yaitu reaksi netralisasi, dapat ditunjukkan oleh salah satu dari
tiga cara sbb.

Persamaan reaksi lengkap : HCl + NaOH NaCl + H2O (9.3)


asam basa garam air

Persamaan reaksi ion : H+ + Cl- + Na + + OH- Na+ + Cl- + H2O (9.4)


asam basa garam air

Persamaan reaksi ion bersih : H+ + OH- H2O (9.5)

Persamaan reaksi ion bersih ini merupakan gambaran yang tepat dari reaksi
netralisasi menurut teori Arrhenius. Hal ini menghasilkan satu pokok penting : suatu reaksi

9-1
netralisasi meliputi penggabungan antara lain hydrogen dan ion hidroksida untuk
menghasilkan air.
Ada cara lain dalam teori Arrhenius yang menjelaskan proses netralisasi lebih baik
dibanding teori – teori sebelumnya. Entalpi dari netralisasi asam dan basa kuat didapatkan
konstan yaitu : -55,90 kJ/mol air yang dibentuk. Bahwa bersih yang bebas adalah ciri dari
asam dan basa kuat sudah diketahui. Reaksi yang pokok adalah

H+ + OH- H2O (9.5)

Teori Arrhenius juga berhasil menerangkan aktivitas katalis dari asam dalan reaksi-
reaksi tertentu. Asam yang merupakan katalis paling efektif adalah asam yang mempunyai
daya konduksi yang paling baik, yaitu asam kuat. Semakin kuat asam, semakin tinggi
konsentrasi H+ di dalam larutannya. Ion H+ merupakan katalis yang sesungguhnya di
dalam sebagai basa kecuali yang menghasilkan OH-. Sehingga penyajian ionisasi larutan
ammonia dengan pelarut air menjadi :

Teori Bronsted Lowry. Di samping keberhasilan dan manfaatnya, teori Arhenius


mempunyai beberapa keterbatasan. Salah satu diantaranya adalah teori ini tidak mengenal
senyawa lain sebagai basa kecuali yang menghasilkan OH-. Hal ini menjadi penyajian
ionisasi larutan ammonia dengan pelarut air sebagai berikut :

NH4OH (aq) ⇋ NH4+ (aq) + OH- (aq) (9.6)

Tetapi zat NH4OH (ammonium hidroksida) tidak pernah ada, zat tersebut tidak dapat
diisolasi dalam bentuk murni seperti natrium hidroksida (NaOH).
Selain itu sejak zaman Arrhenius reaksi-reaksi sudah dilakukan dalam pelarut bukan
air seperti ammonia cair. Beberapa dari reaksi-reaksi tersebut kelihatannya mempunyai sifat–
sifat nilai asam–basa. Ternyata, OH- tidak ada karena tidak ada atom oksigen di dalam
susunan tersebut. Misalnya ammonium khlorida dan natrium amida bereaksi di dalam
ammonia cair sebagai berikut :

Reaksi lengkap : NH4OH + NaNH2 → NaCl + 2 NH3 (9.7)


Reaksi ion : NH4+ + Cl- + Na+ + NH- → Na+ + Cl- + 2 NH3 (9.8)
2
Reaksi ion bersih : NH+ + NH- → 2 NH3 (9.9)
4 2

Reaksi (9.9) dapat dianggap suatu reaksi asam-basa dengan NH4+ analog dengan H+ dan
NH-2 dengan OH-. Reaksi dapat dijelaskan melalui teori asam-basa yang diajukan secara
terpisah oleh J.N. Bronsted di Denmark dan T.M. Lowry di Inggris dalam tahun 1923.
Menurut teori Bronsted-Lowry, suatu asam adalah donor*proton* dan suatu basa adalah
akseptor (penerima) proton, seperti ditunjukkan dalam reaksi (12.10).

NH+ + NH- ⇋ NH3 + NH3 (9.10)


4 2
asam (1) basa (2) asam (2) basa (1)

Sejumlah sifat terdapat dalam persamaan (12.10). suatu asam, sebutlah asam (1),
kehilangan proton dan menjadi basa (1). Begitu juga, basa (2) mendapat sebuah proton dan
menjadi asam (2). Secara umum, perpindahan proton berlaku dua arah. Jika basa (1)
mendapat kembali sebuah proton, asam (1) terbentuk. Basa (1) disebut juga basa konjugat
dari asam (1). Begitu juga, asam (2) adalah asam konjugat dari basa (2).
Arah reaksi asam-basa, yaitu arah perpindahan proton, bergantung kepada kekuatan
jenis zat yang terlibat. Jika asam yang kuat, basa konjugatnya lemah, demikian pula
sebaliknya. Reaksi bersih berlangsung dari asam dan basa kuat ke asam dan basa lemah.

Gambar 9.1. Reaksi Asam Basa Bronsted-Lowry

Dua ciri tambahan dari teori Bronsted-Lowry digambarkan dalam contoh.


 Setiap zat yang disebut asam oleh teori Arrhenius juga digolongkan asam oleh teori
Bronsted-Lowry. Demikian juga dengan basa.
 Zat-zat tertentu yang tidak digolongkan sebagai basa oleh teori Arrhenius, oleh teori
Bronsted-Lowry dimasukkan golongan basa, misalnya OCl- dan H2PO
4
-

Contoh 9-1
Tunjukkan asam-asam dan basa-basa yang terlibat dalam reaksi bolak-balik di
bawah ini :
(a) HClO2 + H2O ⇋ H3O+ + ClO2-
(b) OCl- + H2O ⇋ HOCl + OH-
(c) NH3 + H2PO4- ⇋ NH4+ + HPO42-
(d) HCl + H2PO4- ⇋ H3PO4 + Cl-

Teori Lewis. G.N. Lewis mengembangkan suatu pemikiran lain tentang asam dan basa
dari teori Arrhenius pada saat/waktu yang hampir bersamaan dengan Bronsted dan Lowry
(1923). Teori Lewis mempunyai beberapa kelebihan dari teori Bronsted-Lowry yaitu teori
tersebut memungkinkan penggolongan asam-basa digunakan dalam reaksi-reaksi di mana
baik H+ maupun OH- tidak ada.
Di dalam teori Lewis, asam adalah penerima pasangan elektron dan basa adalah
donor (pemberi) pasangan elektron. Dari hal yang kita ketahui tentang ikatan kimia,
asam adalah zat yang mempunyai orbital yang belum penuh dan kekurangan elektron.
Basa adalah zat yang memiliki pasangan elektron yang dapat digunakan bersama. Sebagai
tambahan, reaksi asam-basa menuju ke arah pembentukan ikatan kovalen antara asam dan
basa.
Dengan definisi tersebut di atas, kita dapat menggolongkan H+ sebagai asam
karena adanya orbital kosong (1s) yang dapat menerima sepasang elektron. OH- dan NH3
digolongkan sebagai basa karena adanya sepasang elektron yang tersedia.

Gambar 9.2. Reaksi Asam Basa Lewis


Contoh 9-2
Reaksi berikut ini adalah reaksi asam-basa menurut Lewis. Zat manakah yang asam
dan manakah yang basa?
(a) BF3 + F-  BF4-
(b) Zn2+ + 4NH3  [Zn(NH3)4]2+

9.2 Swa-Ionisasi (autonisasi) Air


Air adalah penghantar (konduktor) listrik yang sangat buruk. Tetapi kenyataan bahwa air
menghantar arus listrik dengan lemah menunjukkan bahwa beberapa ion terkandung di
dalamnya. Menurut teori Aarrhenius, ion-ion ini yang terbentuk melalui ionisasi dari
molekul-molekul air sendiri adalah H+ dan OH-.

H2O ⇋ H+ + OH- (9.11)

Swa-ionisasi (auto ionisasi) air juga adalah reaksi asam-basa dalam teori Bronsted-
Lowry (persamaan 9.12). sebuah molekul air berperan sebagai asam, kehilangan sebuah
proton. Molekul air yang berperan sebagai basa. Molekul tersebut menerima proton yang
digunakan untuk membentuk suatu ikatan koordinat kovalen melalui sepasang elektron
bebas paad atom oksigen. Ion yang dihasilkan adalah H3O+, disebut ion hidronium dan
OH-, ion hidroksida. Reaksi ionisasi ini dapat berlangsung bolak-balik dan dalam reaksi
kebalikannya sebuah ion hidronium kehilangan sebuah proton terhadap ion hidroksida.
Dalam kenyataan, karena asam (2) dan basa (1) jauh lebih kuat dari pada asam (1) dan
basa (2) maka reaksi kebalikannya yang lebih berperan. Kesetimbangan bergeser jauh ke
sebalah kiri.

(9.12)

Kita dapat menjelaskan kesetimbangan dalam swa-ionisasi air melalui bilangan tetapan
keseimbangan termodinamika.

(aH3O+)(aOH-)
K= 2
(a )

karena aktivitas air-zat air murni adalah 1,

K = (aH3O+ )(aOH- )

Selanjutnya, karena konsentrasi ion sangat kecil, kita dapat mengganti konsentrasi
molar menjadi aktivitas, jadi rumus akhir adalah :

KW = [H3O+][OH-]
Ada beberapa metode percobaan untuk menentukan kosentrasi H3O+ dan OH- dalam
air murni. Semua ini menunjukkan bahwa
pada 25oC dalam air murni : [H3O+] = [OH-] = 1,0 x 10-7 M.
bahwa [H3O+] dan [OH-] di dalam air murni haruslah sama dapat dilihat dari persamaan
kesetimbangan (9.12). tetapan kesetimbangan untuk swa-ionisasi air disebut hasil kali
ion dari air dan dilambangkan sebagai KW. Pada 25oC.

KW = [H3O+][OH-] = 1,0 x 10-14 (9.13)

Seperti semua tetapan kesetimbangan, hasil kali ion tergantung pada suhu. Pada 60oC, KW
= 9,6 x 10-14, pada 100oC = 5,5 x 10-13.

Sifat proton di dalam larutan dengan pelarut air. Satu alasan untuk lebih menonjolkan
persamaan (9.12) daripada (9.11) untuk swa-ionisasi air adalah bahwa persamaan tersebut
sesuai dengan teori Bronsted-Lowry, yang lebih berlaku umum dari pada teori Arrhenius.
Alasan lain, ialah teori Arrhenius (yakni melalui persamaan 9.11) mendalilkan kehadiran
ion H+ dalam larutan dengan pelarut air. Ingatlah bahwa ion H + hanyalah sebuah proton
tunggal (inti dari atom hidrogen). Karena ukurannya yang sangat kecil dan kepadatan
muatan positif yang tinggi, kita bisa mengharap ion H+ mencari pusat-pusat muatan negatif
untuk membentuk ikatan. Dengan demikian, ion hidrogen, H +, tidak diharapkan berada di
dalam larutan air.
Bagaimana keadaan yang berkenaan dengan ion hidronium, H3O+, yang
kehadirannya di dalam larutan air diajukan oleh teori Bronsted-Lowry? Apakah ion
tersebut betul ada? Selama bertahun-tahun hal ini seolah-olah tidak terjawab, dan ion
hidronium dianggap sebagai bentuk yang paling sederhana di dalam serangkaian bentuk-
bentuk yang disebut proton terhidratasi : [H(H2O)n]+. Jika n = 1 maka bentuk yang
diperoleh adalah [H(H2O)n]+ = H3O+, atau ion hidronium. Ada bukti-bukti berdasar
percobaan yang dibuat melalui penyidikan difraksi sinar X mengenai untuk keberadaan ion
hidronium dalam bentuk padat. Sesuatu yang semula dianggap asam perklorat monohidrat,
HClO4.H2O, sekarang dikenal sebagai senyawa H3O+ClO- 4. Garam ini dapat kita sebut
hidronium perklorat, karena dari segi struktur sama dengan ammonium perklorat,
NH+ClO- . Akhir-akhir ini, beberapa percobaan membuktikan adanya H3O+ di dalam
4 4
larutan berpelarut air. Pendapat yang mutakhir adalah tentang adanya struktur-struktur
seperti yang ada pada gambar, sebuah hidronium di tengah dengan ikatan hidrogen
berikatan kepada tiga molekul H2O.

Gambar 9.3. Ion Hidronium

Rumus bangun yang ditunjukkan dalam gambar dapat dituliskan sebagai


H3O .3H24O atau H9O+, tetapi hal ini tidak akan dilakukan. Secara umum, semua ion
+

dihidratkan dalam larutan berair dan kita cukup dengan menggunakan tanda (aq) untuk
menyatakan hal ini. Dalam bab ini kita menyebut ion hidronium dalam larutan sebagai
H3O+ atau H3O+ (aq).
9.3 Asam Kuat dan Basa Kuat
Jika asam ditambahkan ke dalam air, seperti dalam larutan asam klorida dengan
pelarut air, di samping swa-ionisasi air,

H2O + H2O ⇋ H3O+ + OH- (9.14)


asam basa asam basa

asamnya juga terionisasi

HCl + H2O  H3O+ + Cl- (9.15)


asam basa asam basa

Swa-ionisasi air, reaksi, yang ke kanan dalam persamaan (9.14), terjadi hanya sedikit
saja. Sebaliknya, ionisasi HCl, yaitu sebuah asam kuat, terjadi secara sempurna (persamaan
9.15). untuk menghitung konsentrasi H3O+ di dalam larutan berpelarut air, kecuali HCl
(aq) yang berada dalam keadaan sangat encer, biasanya dianggap bahwa ionisasi HCl
merupakan sumber tunggal H3O+.

Contoh 9-3
Hitung [H3O+], [Cl-], dan [OH-] dalam 100 ml 0,015 M HCl (aq).

Konsentrasi OH- di dalam 0,015 M HCl jauh lebih kecil disbanding konsentrasinya di
dalam air murni (6,7 x 10-3 M). Penambahan suatu alasan akan menahan ionisasi air.
Dengan demikian hal tersebut menguntungkan reaksi kebalikannya. Hasil ini sesuai
dengan asas Le Chatelier : Kesetimbangan swa-ionisasi air terganggu oleh pertambahan
konsentrasi H3O+ yang ada dan kesetimbangan tersebut bergeser kea rah yang
memindahkan beberapa (walaupun tidak banyak) H3O+ tambahan tersebut. Dalam
kesetimbangan yang baru, [H3O+] lebih besar dari pada di dalam air murni dan OH -
menjadi lebih kecil. Cara lain untuk meninjau keadaan ini adalah bahwa di dalam larutan
dengan pelarut air, KW = [H3O+] [OH-] = 1,0 x 10-14 harus diakui. Jika [H3O+] bertambah
sehingga lebih besar disbanding konsentrasi di dalam air murni, maka [OH-] harus
berkurang sampai suatu titik yang hasil kali konsentrasi kedua ion tersebut sama dengan
KW.

Contoh 9-4
Hitung [H3O+], [OH-], dan [Ba2+], dalam 50,0 ml 0,010 M Ba(OH)2 (aq).

Asam-asam dan basa-basa kuat yang umum dapat dilihat dalam Tabel 9.1.

Tabel 9.1 Asam dan Basa Kuat yang Umum


Basa Asam
NaOH HCl
KOH HBr
RbOH HI
CsOH HClO4
Ca(OH)2 HNO3
Sr(OH)2 H2SO4
Ba(OH)2
Reaksi Penetralan (Netralisasi). Andaikata kita mencampur dua larutan yang dibicarakan
dalam contoh. Pertama-tama, kita harapkan volume larutan menjadi 100,0 + 50,0 ml =
150,0 ml. Jika tidak ada reaksi terjadi di dalam larutan baru tersebut, maka [H3O+] dan
[OH-] akan menjadi
+ jumlah mol
H3O+ 0,1000 L x 0,015 mol H3O+/L

[H3O ] = = = 0,010 M
0,1500 L
jumlah L larutan

jumlah mol OH- 0,0500 L x 0,020 mol


[OH-] OH-/L = 0,0067 M
jumlah L larutan =
= 0,1500 L

Hasil perkalian antara [H3O+] dan [OH-] akan menjadi (0,010) (0,0067) = 6,7 x 10-
5
. Walau bagaimanapun, di dalam setiap larutan berpelarut air pada 25 oC, hasil kali dari
konsentrasi ion tersebut haruslah sama dengan KW = 1,0 x 10-14. Sebuah larutan tidak
mungkin sekaligus memiliki 0,010 M H3O+ dan 0,0067 M OH-. Suatu reaksi kimia
seharusnya akan terjadi di mana H3O+ dan OH- bergabung membentuk air.

H3O+ + OH- → 2 H2O (9.16)

Ini adalah cara baru untuk melihat reaksi penetralan. Hal ini terjadi untuk
mempertahankan nilai tetapan kesetimbangan (KW) yang dibutuhkan. Kita akan
menemukan keadaan lain di mana suatu reaksi terjadi karena alasan yang sama di dalam
dua bab berikut.

9.4 pH dan pOH


Konsentrasi H3O+ dan OH- di dalam larutan dengan pelarut air sangat beragam. Di
dalam 0,010 M Ba(OH)2, [H3O+] = 5,0 x 10-13 M. Keuntungan menuliskan bentuk
eksponen [H3O+] = 5,0 x 10-13 dari pada bentuk desimalnya [H3O+] = 0,00000000000050
M sudah jelas, tetapi penyederhanaan lebih jauh juga dapat dilakukan. Hal ini
dimungkinkan melalui notasi (cara penulisan) pH yang diperkenalkan oleh Soren
Sorensen, ahli biokimia dari Denmark pada tahun 1909 (Sorensen memakai lambang pH
sebagai satuan potensi hidrogen). Jika suatu satuan memiliki

[H3O+] = 10- (9.17)

pH = x (9.18)

Persamaan (9.17) diubah menjadi persamaan (12.18) dengan menggunakan logaritma. pH


adalah log negatif dari [H3O+]

pH = -log [H3O+] (9.19)

Di dalam 0,0010 M HCl, [H3O+] = 1,0 x 10-2 M dan pH = -log (1,0 x 10-2) = -(-2,00)
= 2,00. Untuk 0,0050 M HCl, [H3O+] = 5,0 x 10-3 M, dan pH = -log (5,0 x 10-3) = -(log 5,0
+ log 10-3) = -(0,70 – 3,00) = 2,30.
Untuk menentukan [H3O+] dari suatu nilai pH yang diketahui membutuhkan
penggunaan antilogaritma. Sebagai contoh, jika pH = 5,30,
[H3O+] = 10-5.30 = 100.70 x 10-6.00
= 5,0 x 10-6 M

Tetapi, seperti sudah kita ketahui bersama, kalkulator elektronik dengan mudah dapat
memberikan angka logaritma dan antilogaritma.
Untuk mengetahui [OH-], pOH didefinisikan sebagai analog dari pH.

pOH = -log[OH-] (9.20)

Karena dalam semua larutan berpelarut air, pada 25 oC [H3O+] [OH-] = 1,0 x 10-14,
kita mendapatkan persamaan yang berguna (9.21) dengan mengambil log negatif.

-(log [H3O+] [OH-]) = -log (1,0 x 10-14)


-log [H3O+] – log [OH-] = -(-14,00)
pH + pOH = 14,00 (9.21)

Nilai-nilai pH yang berhubungan dengan beberapa senyawa umum dapat dilihat pada
gambar. Dalam gambar tersebut, pH = 7 menunjukkan larutan netral ; pH < 7 bersifat asam
dan pH > 7 bersifat basa.
Konversi antara [H3O+] dan pH sering ditemukan dalam soal-soal yang lebih rumit
seperti diberikan pada contoh.

Contoh 9-5
Berapakah pH larutan hasil reaksi antara 3,50 mg Na(p) dengan 275 mL H2O?

9.5 Asam Lemah dan Basa Lemah


Kebanyakan asam dan basa adalah lemah, dan keadaan yang dihasilkan jika mereka
dilarutkan di dalam air lebih rumit daripada yang dijelaskan dalam contoh. Dua reaksi
ionisasi harus diperhitungkan dan juga ionisasi dari asam lemah (basa lemah) umumnya
terjadi lebih banyak dari pada air.

H2O + H2O ⇋ H3O+ + OH- (9.22)


asam basa asam basa

HOCl + H2O ⇋ H3O+ + OCl- (9.23)


asam basa asam basa

Ionisasi pada HOCl yang diperlihatkan dalam persamaan (9.23) sangat berbeda
dengan HCl yang diperlihatkan persamaan (9.15): Ionisasi HOCl merupakan proses bolak-
balik dan harus dinyatakan dengan tetapan kesetimbangan.

[H3O+] [ OCl-]
Ka = = 2,95 x 10 -8
HOCl

Ka disebut tetapan ionisasi dari asam hipoklorit. Nilainya = 2,95 x 10-8 dan
ditentukan melalui percobaan. Tetapan ionisasi untuk beberapa asam dan basa lemah
dapat dilihat dalam Tabel 12.2 dan 12.3. Lambang Ka umum dipakai untuk menandakan
tetapan ionisasi asam lemah dan Kb untuk basa lemah. pK umumnya dipakai untuk
tetapan kesetimbangan : pK = -log K. Jadi untuk asam hipoklorit, pKa = -log (2,95 x 10 -
8
) = -(- 7,530) = 7,53.
Ionisasi dan Disosiasi. Istilah disosisasi dan ionisasi sering digunakan sebagai sinonim,
tetapi sebenarnya ada sedikit perbedaan di dalam artinya. Disosiasi berarti : menjadi terurai
seperti pada disosiasi N2O4 (g).

N2O4 (g) ⇋ 2 NO2 (g)

Tabel 9.2 Asam Lemah


Jenis Asam Kesetimbangan Ionisasi Ka pKa
Asetat HC2H3O2 + H2O ⇌ H3O + C2H3 1,74 x 10-5 4,76
Benzoate HC7H5O2 + H2O ⇌ H3O + C7H5 6,3 x 10-5 4,20
Klorat HClO2 + H2O ⇌ H3O + Cl 1,2 x 10-2 1,92
Format HCHO2 + H2O ⇌ H3O + CH 1,8 x 10-4 3,74
Sianat HCN + H2O ⇌ H3O + CN- 4,0 x 10-10 9,40
Fluorida HF + H2O ⇌ H3O + F- 6,7 x 10-4 3,17
Hipoklorit HOCl + H2O ⇌ H3O + OCl- 2,95 x 10-8 7,53
Monokloroasetat HC2H2ClO2 + H2O ⇌ H3O + C2H2 Cl 1,35 x 10-3 2,87
Nitrit HNO2 + H2O ⇌ H3O + N 5,13 x 10-4 3,29
Fenol HOC6H5 + H2O ⇌ H3O + C6H5 1,6 x 10-10 9,80

Tabel 9.3 Basa Lemah


Jenis Basa Kesetimbangan Ionisasi Kb pKb
Ammonia NH3 + H2O ⇌ N + OH- 1,74 x 10-5 4,76
Anilin C6H5NH2 + H2O ⇌ C6H5N + OH- 4,30 x 10-10 9,37
Etilamina C2H5NH2 + H2O ⇌ C2H5N + OH- 4,4 x 10-4 3,36
hidroksilamina HONH2 + H2O ⇌ HON + OH- 9,1 x 10-9 8,04
Metilamina CH3NH2 + H2O ⇌ CH3N + OH- 4,2 x 10-4 3,38
Pridin C5H5N + H2O ⇌ C5H5N + OH- 2,0 x 10-9 8,70

Hal ini juga berlaku pada disosiasi NaCl pada proses pelarutannya

NaCl (p) → Na+ (aq) + Cl- (aq)

Ionisasi atom Na dan Cl terjadi dalam susunan NaCl kristal, tidak ada proses pelarutannya.
Tetapi pada kasus HOCl, disosiasi dan ionisasi (pembentukan ion) terjadi secara serentak.
Dalam pembicaraan mengenai asam dan basa lemah, kita akan menekankan transfer
(perpindahan) proton (dan kemudian pembentukan ion). Karena itu kita akan
menggunakan istilah ionisasi.

Contoh 9-6
pH pelarut 1,10 M HCN adalah 4,7. Berapakah nilai Ka HCN?

Contoh 9-7
Suatu larutan jenuh (pelarut air) dari basa lemah anilin mengandung 36,0 g
C6H5NH2 per L. Berapakah pH larutan tersebut? (Kb C6H5NH2 = 4,3 x 10-10)

Derajat ionisasi. Kita dapat menetapkan persen ionisasi dari asam lemah dan basa lemah
melalui cara yang sama dengan penetapan persen disosiasi gas. Dalam contoh soal, kita
menghitung persen ionisasi dari asam asetat pada tiga konsentrasi yang berbeda dan
mendapatkan kesimpulan sebagai berikut : derajat ionisasi (persen ionisasi) elektrolit
lemah bertambah dengan bertambah encernya larutan.

9.6 Kation dan Anion sebagai Asam dan Basa


Asam dan basa yang sudah dibicarakan sejauh ini merupakan zat-zat bermolekul netral.
Tetapi, pemberi proton dan penerima proton tidak terbatas pada molekul-molekul netral.
Banyak ion-ion yang dapat berperan serupa. Misalnya, pada tahap ionisasi kedua dan
selanjutnya dari asam poliprotik, sebuah anion berfungsi sebagai asam seperti pada
ionisasi.

H2PO- ⇌ H3O+ + HPO -


K = Ka2 = 6,2 x 10-8
4 4

Berikut ini adalah reaksi asam basa. Kita lihat apa yang terjadi

NH4+ + H2O ⇌ NH3 + H3O+ (9.24)

C2H3O-2 + H2O ⇌ HC2H3O2 + OH- (9.25)

Reaksi (12.25) menunjukkan bahwa NH4+ merupakan asam, mampu memberi


proton kepada air (suatu basa). Tetapan keseimbangan untuk reaksi ini dapat dipandang
sebagai tetapan ionisasi asam Ka1 dari ammonium
4 HN+. Reaksi (12.25) memperlihatkan
C2H3O2 berperan sebagai basa dengan menerima proton dari air (suatu asam). Di sini
tetapan kesetimbangan yang digunakan adalah tetapan ionisasi basa Kb untuk ion asetat,
C2H3O Tabel 9.4 memperlihatkan tetapan ionisasi untuk beberapa ion.

Tabel 9.4 Tetapan Ionisasi Asam untuk Beberapa Ion pada 25oC
Jenis Asam Kesetimbangan Ionisasi Ka pKa
+ +
Ion ammonium NH 4
+ H 2 O ⇌ NH 3 + H 3O 5,7 x 10-10 9,24
+ +
Ion anilinium C6H5NH3 + H2O ⇌ C6H5NH2 + H3O 2,3 x 10-5 4,64
+ +
Ion etilammonium C2H5NH3+ H2O ⇌ C2H5NH2 + H3O 2,3 x 10-11 10,64
+ +
Ion metilammonium CH3NH3+ H2O ⇌ CH3NH2 + H3O 2,4 x 10-11 10,62

Tabel 9.5 Tetapan Ionisasi Basa untuk Beberapa Ion pada 25oC
Jenis Basa Kesetimbangan Ionisasi Kb pKb
Ion asetat -
C2H3O2 + H2O ⇌ HC2H3O2 + OH - 5,7 x 10-10 9,24
Ion klorit ClO- + H2O ⇌ HClO2 + OH- 8,3 x 10-13 12,08
2
- - -5
Ion sianida CN + H2O ⇌ HCN + OH 2,5 x 10 4,60
Ion fluorida F- + H2O ⇌ HF + OH- 1,5 x 10-11 10,82
Ion hipoklorit OCl- + H2O ⇌ HOCl + OH- 3,4 x 10-7 6,47
Ion nitrit NO2 + H2O ⇌ HNO2 + OH- 1,9 x 10-11 10,72

Hidrolisis. Di dalam air murni pada 25oC, [H3O+] = [OH-] = 1.0 X 10-7 M. Jika suatu
garam misalnya NaCl ditambahkan ke dalam air, terjadi penguraian sempurna yang
menghasilkan ion-ion Na+ dan Cl-, tetapi ion-ion ini tidak mempengaruhi ionisasi air. pH
larutan tetap 7.
Na+ + Cl- + H2O → tidak ada reaksi
Kita dapat mengatakan bahwa baik Na + mauoun Cl- tidak memiliki sifat asam dan basa.
Mereka adalah ion-ion netral.
Jika NH4Cl ditambahkan ke dalam air, pH-nya turun di bawah 7. Ini berarti bahwa
[H3O+] di dalam larutan bertambah dan [OH-] berkurang. Suatu reaksi yang
menghasilkan H3O+ pasti terjadi antara ion-ion yang ditambahkan dengan molekul-
molekul air. Cl- tidak dapat berperan sebagai asam, sebab ion tersebut tidak memiliki
proton untuk dilepaskan ataupun kemampuan untuk menerima pasangan elektron. Cl-
merupakan basa yang terlalu lemah untuk menerima proton dari H 2O. Tetapi seperti
sudah kita saksikan,
4 reaksi terjadi di antara NH+ dan H2O.

Cl- + H2O → tidak ada reaksi

NH4+ + H2O ⇌ NH3 + H3O+ (9.26)

Walaupun dasar reaksi (12.26) tidak berbeda dengan reaksi asam basa yang lain, reaksi
antara sebuah ion dan air sering disebut reaksi hidrolisis. Ion ammonium terhidrolisis
sedangkan ion klorida tidak.
Jika natrium asetat ditambahkan ke dalam air, pH naik di atas 7. Ini berarti bahwa
[OH-] di dalam larutan bertambah dan [H 3O+] berkurang. Ion natrium tidak memiliki sifat
asam maupun basa, tetapi ion asetat terhidrolisis.
Na+ + H2O → tidak ada reaksi

C2H3O + H2O ⇌ HC2H3O2 + OH- (9.27)

Dari pembicaraan terdahulu, kita dapat mengemukakan beberapa pernyataan


kualitatif tentang hidrolisis.
 Umumnya, di dalam larutan berpelarut air, garam terurai sempurna menjadi ion-ion.
 Garam dari asam kuat dan basa kuat (seperti NaCl) tidak terhidrolisis.
 Garam dari asam lemah dan basa kuat (seperti NaC2H3O2) mengalami hidrolisis
menghasilkan larutan bersifat basa : pH > 7. Anion dalam garam semacam inilah yang
berperan sebagai basa.
 Garam dari asam kuat dan basa lemah (seperti NH4Cl) mengalami hidrolisis,
menghasilkan larutan bersifat asam : pH < 7. Dalam garam semacam ini kation
berfungsi sebagai asam.
 Garam dari asam lemah dan basa lemah (seperti NH4C2H3O2) terhidrolisis tetapi sifat
netral atau asam atau basa dari larutannya bergantung pada nilai Ka dan Kb untuk ion-ion
yang terhidrolisis.

Contoh 9-8
Ramalkan apakah larutan di bawah ini akan bersifat asam, basa atau netral.
(a) NaCN(aq) (b) KCl(aq) (c) NH4CN(aq)

Penggunaan bahwa NH4CN (aq) bersifat basa (pH > 7) dapat dilakukan dengan
mudah. Menghitung pH NH4CN (aq) yang tepat jauh lebih sulit karena beberapa
persamaan aljabar harus diselesaikan sekaligus.

Contoh 9-9
Berapakah pH larutan 0,50 M NaCN? (Kb = 2,5 x 10-5)
TUGAS
1. Berapakah pH dari larutan 575 mL larutan yang mengandung 1,06 g Ba(OH)2.8H2O?
2. Tentukanlah mana dari larutan berikut yang bersifat asam, basa dan netral:
a. KCl
b. NH4NO3
c. NaNO2
d. NaI
e. Ca(OCl)2
3. Berapakah pH dari larutan 0,25 M NH4Cl? Ka = 5,75 x 10-
10
N + H2O ⇌ H3 + NH3
4. Larutan jenuh dari o-nitrofenol HC6H4NO3 mempunyai pH = 4,53. Berapakah kelarutan
dari asam ini dalam g/l?
HC6H4NO3 + H2O ⇌ H3 + C6H4N Ka = 5,9 x 10-8
BAB 10
KESETIMBANGAN KELARUTAN

Sifat kesetimbangan di antara padatan ion yang sedikit larut dan ion-ionnya dalam larutan
berair, yang dikenal dengan kesetimbangan kelarutan. Kelarutan zat terlarut diketahui dari
konsentrasi dalam larutan jenuhnya, biasanya dinyatakan dalam banyaknya mol zat terlarut
per liter larutan jenuh. seperti halnya kesetimbangan asam-basa, akan kita ketahui bahwa
kesetimbangan kelarutan (kelarutan zat terlarut) sangat dipengaruhi oleh kehadiran ion
senama. Kesetimbangan kelarutan dari zat-zat terlarut tertentu juga dipengaruhi secara
serentak oleh reaksi asam-basa. Inilah sebabnya, mengapa beberapa zat terlarut yang tidak
larut dalam air mudah larut dalam larutan asam.

10.1 Tetapan Hasil Kali Kelarutan Ksp


Perak kromat sedikit larut dalam air. Kesetimbangan dalam larutan jenuhnya ialah

Ag2CrO4 (p) ⇌ 2 Ag+ (aq) + CrO2-4 (aq) (10.1)

dan rumus tetapan kesetimbangan termodinamikanya ialah

(aAg+)2 (a )
2-
K= CrO4 (10.2)
(aAg CrO (p))
2 4

Rumus ini dapat disederhanakan dengan menerapkan konvensi. Aktivitas padatan murni =
1 dan dalam encer, konsentrasi molar dapat disubtitusikan untuk aktivitas zat terlarut. Hasil
yang diperoleh adalah
2-
Ag+ [CrO ] + 2-
4
K = Kc = = [Ag ] [CrO ] (10.3)
(1) 4

Karena hanya suku-suku konsentrasi molar yang muncul dalam rumus (10.3), rumus
ini dapat dinamakan tetapan kesetimbangan, dengan lambang Kc. Tetapi, pada umumnya
digunakan istilah dan lambang khusus. Rumus tetapan kesetimbangan yang
menggambarkan kesetimbangan antara senyawa ion yang sedikit larut dengan ion-ionnya
dalam larutan berair dinamakan tetapan hasil kali kelarutan, disingkat Ksp. Untuk
larutan berair jenuh dan Ag2CrO4 pada 25oC,

Ksp = [Ag+]2 [CrO42-] = 2,4 x 10-12 (10.4)

Beberapa tetapan hasil kali kelarutan disajikan dalam Tabel 10.1

10-1
Tabel 10.1 Tetapan Hasil Kelarutan Pada 25oC

Contoh 10-1
Hitung kelarutan molar dari Ag2CrO4 dalam air pada 25 oC.

Keterbatasan Ksp untuk Zat yang Sedikit Larut. Kita telah menggunakan istilah “zat
yang sedikit larut” dalam perubahan hasil kali kelarutan. Dapatkah rumus yang sama
diterapkan untuk larutan jenuh dari senyawa ion yang sangat kuat dalam air seperti NaCl,
KNO3, atau NaOH? Untuk zat-zat tersebut kita memang dapat menuliskan persamaan
kesetimbangan kelarutan serupa dengan (10.1) dan rumus tetapan kesetimbangan
termodinamika seperti (10.2). Yang tak dapat kita lakukan ialah menggantikan konsentrasi
ion dengan aktivitas ion, seperti pada waktu kita menurunkan rumus (10.3) dan (10.4) dari
(10.2). Larutan jenuh dari zat ynag kelarutannya tinggi terlalu pekat, sehingga aktivitasnya
tak dapat dianggap sama dengan konsentrasi molarnya. Tanpa anggapan ini, konsep hasil
kali kelarutan menjadi tidak jelas maknanya. Sekalipun tidak dinyatakan “sedikit larut”
dalam kesetimbangan kelarutan, apabila dinyatakan nilai K sp, maka yang dimaksud adalah
senyawa ion yang sedikit larut.

Pengaruh Ion Senama. Sejauh ini, larutan jenuh yang mengandung ion-ion berasal dari
satu sumber padatan murni. Bagaimanakah pengaruhnya pada kesetimbangan larutan jenuh
jika ion-ion dari sumber lain dimasukan ke dalam larutan pertama? Misalnya, ke dalam
larutan jenuh Ag2CrO4 yang diulas dalam contoh 10.1 ditambahkan sedikit ion CrO 2-, 4
yaitu ion senama, dari sumber lain misalnya K2CrO4(aq).
Menurut prinsip Le Chatelier, sistem pada keadaan serimbang menanggapi
peningkatan salah satu pereaksinya dengan cara menggeser kesetimbangan ke arah di mana
pereaksi tersebut dikonsumsi. Dalam hal ini, campuran kesetimbangan asli
Ag2CrO4 ⇌ 2Ag + (aq) + CrO 2-4 (aq)
ditambahkan CrO4 2- maka reaksi akan mengarah ke kiri


10-2
yaitu mengarah ke kesetimbangan baru, dengan ciri
tambahan [Ag+] berkurang [CrO4 2-] lebih
endapan dibanding dalam besar dibanding
Ag2CrO4 (P) kesetimbangan dalam kesetimbangan
asli asli

Kelarutan senyawa ion yang sedikit larut samkin rendah kelarutannya daengan kehadiran
senyawa lain yang memberikan ion senama. Pengaruh ion senama dalam kesetimbangan
kelarutan tertera dalam gambar 10-1.

Gambar 10-1
Pengaruh ion senama dalam kesetimbangan kelarutan
(a) Larutan yang jernih
(b) Penambahan sedikit larutan yang mengandung ion senama, Ion senama menurunkan
kelarutan zat, dan kelebihan terlarut mengendap

Kita jumpai bahwa pengaruh penambahan ion senama CrO4 2- atau (Ag+) ke dalam
larutan jenuh adalah menurunkan kelarutan Ag 2CrO4. Di sini kita mempelajari tetapan
hasil kali kelarutan (K sp) dan melihat bagaimana perubahan konsentrasi dari bermacam-
macam komponen larutan mempunyai sifat kelarutan zat terlarut.

Contoh 10-2
Berapakah kelarutan molar Ag2CrO4 dalam 0,1 M K2CrO4 (aq)?

Kekuatan molar Ag2CrO4 dengan kehadiran 0,10 M CrO4 2- yang dihitung dalam
contoh 10-2 (2,6 × 10-6 mol Ag2CrO4/L) adalah 35 kali lebih sedikit dibanding kelarutannya
dalam air murni yang dihitung dalam contoh 10-1 (8,4× 10 -5 mol Ag2CrO4/L). Perhitungan
kelarutan Ag2CrO4 dengan adanya 0,10 M Ag+ akan menunjukan pengaruh yang lebih
besar lagi yang dihasilkan Ag+ sebagai ion senama.

Pengaruh Ion Tak Senama, Pengaruh Garam. Setelah membahas pengaruh ion senama,
kita mungkin bertanya: Apakah ion-ion lain (ion tak senama) yang terlibat dalam
kesetimbangan kelarutan berpengaruh terhadap kelarutan senyawa ion yang sedikit larut?
Memang demikian, sekalipun melalui cara yang lain dibanding pengaruh ion senama.
Pengaruhnya nyata, namun tidak sebesar pengaruh ion senama. Kehadiran ion tak senama
cenderung meningkatkan (bukan menurunkan) kelarutan. Jika konsentrasi ion total dalam
larutan meningkat, gaya tarik antar ion akan menjadi lebih nyata. Aktivitas (konsentrasi
efektif) menjadi lebih kecil dibanding konsentrasi stokiometri atau terukurnya. Untuk ion
yang terlibat dalam proses pelarutan, ini berarti bahwa konsentrasi yang lebih tinggi harus
terjadi sebelum kesetimbangan tercapai, dengan kata lain, kelarutan meningkat. Gambar 10-
2 menunjukan perbedaan pengaruh ion senama dan ion tak senama.
Pengaruh ion “tak senama” lebih dikenal dengan istilah pengaruh garam. Dalam
pembahasan lanjutan, masalah ini tak akan disinggung. Ini berarti kita akan membatasi
pembahasan pada larutan yang sangat encer, dengan semua ion berasal dari zat yang
sedikit larut, atau pada larutan yang lebih pekat ditambah ion senama.

Gambar 10-2
Perbandingan Pengaruh Ion Senama Dan Pengaruh Garam

Kehadiran ion senama CrO42- yang berasl dari K2CrO4(aq), menurunkan kelarutan Ag2CrO4
sebanyak 35 kali dari selang konsentrasi yang diperlihatkan (penambahan garam dari 0
sampai 0,10 M). Pada selang waktu yang sama, kelarutan Ag 2CrO4 meningkat karena
kehadiran ion “tak senama” dari KNO3 walaupun hanya sekitar 25%.

Faktor lain yang Mempengaruhi Kelarutan Zat yang Sedikit Larut. Dalam
perhitungan yang dilakukan sampai sejauh ini, kita menganggap bahwa semua zat yang
terlarut berada dalam larutan sebagai kation dan anion yang terpisah. Dalam banyak hal,
anggapan ini tidak berlaku. Misalnya, dalam larutan jenuh magnesium fluorida, pasangan
ion yang terdiri dari satu ion Mg2+ dan satu ion F-, atau ion MgF+, mungkin ditemukan.
Apabila pembentukan pasangan ion terjadi dalam larutan, konsentrasi ion bebas cenderung
menurun. Ini berarti bahwa banyaknya zat yang harus dilarutkan untuk mempertahankan
konsentrasi ion bebas yang diperlukan untuk memenuhi rumus K sp meningkat: Kelarutan
meningkat apabila terjadi pembentukan pasangan ion dalam larutan. Walaupun dalam
beberapa kasus pembentukan pasangan ion sangat nyata (terutama untuk zat yang
kelarutannya sedang dan menghasilkan ion bermuatan tinggi), masalah ini tidak akan
dipertimbangkan dalam kesetimbangan kelarutan. Dengan demikian, dapatlah dipahami
adanya penyimpangan antara kenyataan dan perhitungannya.
Faktor yang lebih nyata dibanding pembentukan pasangan ion ialah jika ion yang
berperan serta dalam kesetimbangan kelarutan secara bersamaan juga terlibat dlam
kesetimbangan asam-basa atau ion kompleks. Kemungkinan ini akan dibahas kemudian.
Tetapan Ksp. Dalam membahas gejala seperti pengaruh garam, nilai K sp yang didasarkan
pada konsentrasi ion molar beragam, tergantung pada lingkungan ionnya. Tetapi dalam
buku ini bentuk rumus tetapan hasil kali dan nilai Ksp dianggap tak berubah.
Sebagaimana halnya tetapan kesetimbangan lainnya, nilai Ksp tergantung pada suhu.

10.2 Reaksi Pengendapan


Kita telah menggunakan istilah kesetimbangan kelarutan untuk menjelaskan gejala-gejala
di atas. Tetapi, sebagaimana telah kita lihat di muka, keadaan kesetimbangan dapat
didekati dari dua arah. Jika kesetimbangan dalam sub bab di atas dimulai dengan ion
dalam larutan yang menghasilkan zat murni tak larut, maka prosesnya dinamakan reaksi
pengendapan. Banyak hal mengenai reaksi pengendapan dapat diungkapkan dari segi
tetapan hasil kali kelarutan.

Kriteria untuk Pengendapan dari Larutan. Pertanyaan mendasar yang dapat diajukan
mengenai reaksi pengendapan ialah apakah reaksi ini dapat terjadi pada suatu keadaan
tertentu. Misalnya, suatu larutan dibuat serentak dari 0,10 M Ag+ dan 0,10 M Cl-. Apakah
AgCl (p) akan mengendap? Untuk menjawabnya, kita mulai dengan persamaan kimia yang
menyatakan kesetimbangan antara zat yang sedikit larut dan ion-ionnya, beserta nilai Ksp
dari kesetimbangan tersebut.

AgCl (p) ⇌ Ag+ (aq) + Cl- (aq) (10.5)

Ksp = [Ag+] [Cl-] = 1,6 x 10-10 (10.6)

Kita rumuskan besaran yang dinamakan kuosien reaksi, Q, dan membandingkan


nilainya dengan tetapan kesetimbangan, K. Dalam hal ini kuosien reaksi yang dimaksud
adalah hasil kali [Ag+] [Cl-] yang didasarkan pada konsentrasi-konsentrasi awal. Untuk
reaksi pengendapan, Q, kadang-kadang dinamakan hasil kali ion.

Q = (0,10)(0,10) = 1 x 10-2 > Ksp = 1,6 x 10-10

Kita simpulkan bahwa reaksi akan terjadi ke kiri atau ke arah kebalikan dari persamaan
(10.5), yakni : Harus terjadi pengendapan.
Kesimpulan yang lebih umum mengenai pengendapan dari larutan ialah
Pengendapan terjadi jika Q > Ksp.
Pengendapan tak terjadi jika Q < Ksp. (10.6)
Larutan tepat jenuh jika Q = Ksp.

Contoh 10-3
Apakah akan terbentuk endapan jika 10,0 mL 0,0010 M AgNO3(aq) ditambahkan ke
dalam 500,0 mL 0,0020 M K2CrO4(aq)?

Contoh 10-4
Tahap pertama dalam ekstraksi logam magnesium dari air laut melibatkan
pengendapan Mg2+ sebagai Mg(OH)2 (p). Konsentrasi ion magnesium dalam air laut
kira-kira 0,059 M. Jika contoh air laut diberi perlakuan agar [OH -] dipertahankan
2,0 x 10-3 M
(a) Berapakah konsentrasi Mg2+ tersisa dalam larutan setelah pengendapan terjadi?
(b) Dapatkah kita katakan pengendapan terjadi sempurna?
TUGAS
1. Hitunglah kelarutan dalam air, dalam mol/L, untuk senyawa berikut :
a) BaCrO4, Ksp = 1,2 x 10-10
b) PbBr2, Ksp = 4,0 x 10-5
c) CeF3, Ksp = 8 x 10-16
d) Mg3(AsO4)2, Ksp = 2,1 x 10-20
2. Data kelarutan yang dinyatakan dalam mol senyawa/L, dikutip dari sebuah handbook.
Berapa nilai Ksp senyawa tersebut?
a) CsMnO4, 3,8 x 10-3 M
b) Pb(ClO2)2, 2,8 x 10-3 M
c) Li3PO4, 2,9 x 10-3 M
3. Hitunglah kelarutan molar dari Mg(OH)2 (p) dalam :
a) air murni
b) 0,015 M MgCl2
c) 0,217 M KOH
4. Ramalkan apakah akan terbentuk endapan dalam larutan yang konsentrasi ionnya
sebagai berikut.
a) [Mg2+] = 0,015 M, [CO32-] = 0,0072 M
b) [Ag+] = 0,0038 M, [SO42-] = 0,0105 M
c) [Cr3+] = 0,041 M, [H3O+] = 0,0016 M (petunjuk : berapakah [OH-]?)
BAB 11
REAKSI REDOKS & ELEKTROKIMIA
Elektrokimia adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara perubahan (reaksi)
kimia dengan kerja listrik, biasanya melibatkan sel elektrokimia yang menerapkan prinsip
reaksi reduksi oksidasi dalam aplikasinya. Ada 2 jenis sel elektrokimia :
1. Sel yang melakukan kerja dengan melepaskan energi dari reaksi spontan (sel volta);
2. Sel yang melakukan kerja dengan menyerap energi dari sumber listrik untuk
menggerakkan reaksi non spontan (sel elektrolisa).
Sel elektrokimia baik yang melepas atau menyerap energi selalu melibatkan
perpindahan elektron-elektron dari satu senyawa ke senyawa yang lain dalam suatu reaksi
oksidasi reduksi. Penggolongan reaksi berdasarkan oksidasi-reduksi memberikan dasar
yang berguna untuk membahas beberapa aspek kimia deskriptif. Sebelum mendiskusikan
kimia deskriptif, dalam bab ini kita akan membicarakan dasar teori oksidasi-reduksi.
Dalam bab sebelumnya kita telah membicarakan jenis reaksi lain yang penting yaitu
reaksi asam-basa, kita mengetahui reaksi ini prinsipnya melibatkan pemindahan proton.
Kita akan segera melihat bahwa prinsip reaksi oksidasi-reduksi melibatkan pemindahan
elektron. Hal lain yang akan dibicarakan adalah mekanisme elektrolitik korosi dan
beberapa penggunaan praktis elektrokimia.

11.1 Oksidasi-Reduksi: Beberapa Definisi


Karat terjadi bila suatu obyek besi terkena udara. Persamaan sederhananya adalah
4 Fe (p) + 3 O2 (g) → 2 Fe2O3 (p) (11.1)
Dalam reaksi ini besi bergabung dengan oksigen. Semula istilah “oksidasi” diterapkan
pada reaksi suatu senyawa yang bergabung dengan oksigen.
Karat merupakan oksida besi dan demikian juga kebanyakan bijih besi. Secara
sederhana produksi besi dari bijih besi digambarkan sebagai berikut
Fe2O3 (p) + 3 CO (g) → 2 Fe (c) + 3 CO2 (g) (11.2)
Reaksi (11.2) melibatkan oksidasi CO (gas) menjadi CO2 (gas). Atom oksigen yang
diperlukan untuk oksidasi ini berasal dari Fe2O3 (padat) yang tereduksi. Semula istilah
“reduksi” digunakan untuk menggambarkan reaksi dimana oksigen diambil dari suatu
senyawa. Baik oksidasi maupun reduksi terjadi pada saat oksidasi-reduksi. Definisi oksidasi-
reduksi yang berdasar semat-mata pada pemindahan atom oksigen terlalu sempit; karena
terbatas pada reaksi yang melibatkan atom oksigen. Kita membutuhkan definisi yang lebih
luas.
Suatu jenis reaksi yang seharusnya kita masukkan sebagi “oksidasi-reduksi” adalah
penggantian ion perak dari larutan berair oleh logam tembaga (Gambar 11.1).

Gambar 11.1. Pergantian Ag+ dari Larutan Berair oleh Logam Tembaga

11-1
Di samping itu perlu pula dipisahkan reaksi menjadi setengah-reaksi oksidasi (oxidation
half-reaction) dan setengah-reaksi reduksi (reduction half-reaction). Akhirnya definisi
kita harus menjelaskan istilah oksidasi untuk menggambarkan apa yang terjadi pada
tembaga, dan reduksi pada ion tembaga. Dengan demikian kita lihat

Oksidasi : Cu (p) → Cu2+ (aq) + 2e- (11.3)


Reduksi : Ag+ (aq) + e- → Ag (p) (11.4)
Reaksi keseluruhan Cu (p) + 2 Ag+ (aq) → Cu2+ (aq) + 2 Ag (p) (11.5)

Bilangan oksidasi dari tembaga bertambah dari 0 menjadi +2 (sesuai dengan


hilangnya dua elektron dari tiap atom tembaga). Bilangan oksidasi perak menurun dari +1
menjadi 0 (sesuai dengan diperolehnya satu elektron dari tiap ion perak). Ternyata apa
yang dibutuhkan oleh persamaan (11.3), (11.4), dan (11.5) sesuai dengan definisi, yaitu :
 Oksidasi merupakan suatu proses dimana bilangan oksidasi unsur bertambah dan
dimana elektron terlihat di sisi kanan dari setengah-reaksi oksidasi.
 Reduksi merupakan suatu proses dimana bilangan oksidasi unsur menurun dan dimana
elektron terlihat di sisi kiri dari setengah-reaksi reduksi.
 Baik setengah-reaksi oksidasi maupun reduksi harus ada bersama-sama. Selanjutnya,
jumlah keseluruhan elektron yang menyangkut reaksi oksidasi harus sama dengan
jumlah keseluruhan elektron yang menyangkut proses reduksi.

11.2 Menyeimbangkan Persamaan Oksidasi-Reduksi


Sebelum menggabungkan setengah-persamaan (11.3) dan (11.4) untuk mendapatkan
keseluruhan persamaan (11.5), maka (11.4) perlu dikalikan dengan faktor “2”. Ini
dilakukan karena jumlah elektron pada setengah-reaksi oksidasi maupun reduksi harus
sama. Ada satu cara untuk menyeimbangkan persamaan oksidasi-reduksi berdasarkan
syarat ini. Cara ini disebut metode setengah-reaksi atau elektron ion dan dibahas lebih
lanjut di bawah ini. Pendekatan lainnya berdasar pada definisi oksidasi dan reduksi dalam
hubungannya dengan bilangan oksidasi. Cara ini disebut metode perubahan bilangan
oksidasi yang telah kita pelajari.

Metode Elektron Ion atau Setengah-Reaksi. Dengan metode ini maka setengah-
persamaan oksidasi dan reduksi ditulis terpisah dan kemudian digabungkan menjadi
persamaan keseluruhan yang seimbang. Sebagai contoh reaksi sulfit dan permanganat
dalam larutan bersuasana asam*.

SO2- + H+ + MnO- → SO2- + Mn2+ + H2O


3 4 4

Langkah 1. Identifikasi spesies yang terlibat dalam perubahan bilangan oksidasi


dan tulislah ”rangka” setengah-persamaan berdasarkan hal tersebut. Kalau kita
membandingkan dua anion okso dari belerang makan bilangan oksidasi S pada SO2-3 adalah
+4, sedangkan pada SO2-4 adalah +6. Oksidasi setengah-reaksi melibatkan perubahan ion
sulfit menjadi ion sulfat. Pada reaksi keseluruhan maka bilangan oksidasi Mn menurun dari
+7 menjadi +2. Perubahan MnO-4 menjadi Mn2+ terjadi pada setengah-reaksi reduksi.

Oksidasi: SO2- → SO2-


3 4

11-2
Reduksi: MnO4- → Mn2+

Langkah 2. Seimbangkan “jumlah atom” dari tiap setengah-persamaan. Untuk


emndapatkan jumlah atom yang sama dari tiap jenisnya pada kedua sisi setengah-
persamaan maka kerapkali perlu ditambahkan H 2O dan H+ (untuk larutan bersuasana asam)
atau OH- (untuk larutan bersuasana basa). Untuk larutan bersuasana asam tambahkan
satu molekul H2O untuk tiap atom O yang diperlukan pada sisi yang kekurangan atom O.
Pada sisi lainnya dari setengah-persamaan tambahkan dua H+ untuk tiap molekul H2O
yang digunakan.

Oksidasi: SO2- + H2O → SO2- + 2 H+


3 4
Reduksi: MnO4- + 8 H+ → Mn2+ + 4 H2O

Langkah 3. Seimbangkan “muatan listrik” dari tiap setengah-persamaan. Pada


sisi kanan setengah-persamaan oksidasi tambahkan sejumlah elektron agar kedua sisi
setengah-persmaan mempunyai muatan keseluruhan yang sama. Lakukan hal yang sama
pada setengah-persamaan reduksi dengan penambahan elektron pada sisi kiri.

Oksidasi: SO2- + H2O → SO2- + 2 H+ + 2e-


3 4
(muatan keseluruhan tiap sisi, -2)
- + - 2+
Reduksi: MnO4 + 8 H + 5e → Mn + 4 H2O
(muatan keseluruhan tiap sisi, +2)

Langkah 4. Dapatkan persamaan oksidasi-reduksi keseluruhan dengan


menggabungkan kedua setengah-persamaan. Kalikan setengah-persamaan oksidasi
dengan 5 dan setengah-persamaan reduksi dengan 2. Pada persmaan keseluruhan maka kita
akan memperoleh 10e- pada tiap sisinya, dan dapat saling menghapuskan. Elektron tidak
boleh terlihat pada persamaan keseluruhan.

5 SO2- + 5 H2O → 5 SO2- + 10 H+ + 10e-


3 4
2 MnO- + 16 H+ + 10e- → 2 Mn2+ + 8 H2O
4
5 SO2- + 5 H2O + 2 MnO- + 16 H+ → 5 SO2- + 10 H+ + 2 Mn2+ + 8 H2O
3 4 4

Langkah 5. Sederhanakan. Bila persamaan keseluruhan mengandung spesies yang


sama pada kedua sisinya, maka hapuskan spesies tersebut pada sisi yang jumlahnya lebih
sedikit. Kurangi lima H2O dari tiap sisi persamaan keseluruhan pada langkah 4, dengan
demikian akan tinggal tiga H2O pada sisi kanan. Juga kurangi sepuluh H + dari tiap sisi
dengan demikian tinggal enam pada sisi kiri.

5 SO2- + 2 MnO- + 6 H+ → 5 SO2- + 2 Mn2+ + 3 H2O (11.6)


3 4 4

Langkah 6. Teliti lagi. Pastikan bahwa persamaan keseluruhan seimbang, baik


jumlah atom maupun muatannya. Sebagai contoh pada persamaan (11.6) maka muatan
pada tiap sisi persamaan adalah -6.
Tabel 11.1. Cara Memperoleh Keseimbangan H2O dan OH- pada Setengah-
Persamaan Oksidasi dan Reduksi dalam Bersuasana Basa
Menyeimbangkan atom O Pada sisi kekurangan oksigen Pada sisi lainnya tambah
untuk tiap atom O yang 1 H2O
dibutuhkan tambah 2 OH-
Menyeimbangkan atom H Pada sisi kekurangan hidrogen Pada sisi lainnya tambah
untuk 1 atom H yang 1 OH-
dibutuhkan tambah 1 H2O

Contoh 11-1
Seimbangkan persamaan oskidasi-reduksi
(a) As2S3 (p) + NO3- + H+ → H3AsO4 + S (p) + NO (g) + H2O
(b) Cr(OH)3 + OCl- + OH- → CrO2-4 + Cl- + H2O
(c) P4 (p) + OH- + H2O → H2PO- 2 + PH3 (g)

11.3 Pengukuran Kecenderungan Oksidasi dan Reduksi


Bila dalam Gambar 11.1 larutan Zn(NO3)2 menggantikan larutan AgNO3 maka tidak
terjadi reaksi. Mengapa terdapat perbedaan reaksi antara tembaga terhadap Ag +dan Zn2+?
Untuk menjawab hal ini dan pertanyaan dasar lainnya maka ada baiknya kita mempunyai
peralatan yang secara nyata memisahkan reaksi oksidasi-reduksi menjadi dua setengah-
reaksi yang berbeda.

Pengukuran Daya Elektromotif (Electromotive Force = EMF). Gambar 11.2 melukiskan


suatu pelat logam M, disebut elektrode, yang terendam dalam larutan mengandung ion
logam Mn+. keseluruhan susunan ini dinamakan setengah-sel (half-cell). Ada tiga jenis
interaksi yang dapat terjadi antara atom logam elektrode dan ion logam larutan.
 Ion logam Mn+ dapat menabrak elektrode tanpa suatu perubahan.
 Ion logam menabrak elektrode, mendapatkan elektron sebanyak n dan diubah menjadi
atom logam M. ion tersebut direduksi.
 Atom logam M elektrode dapat kehilangan elektron sebanyak n dan memasuki larutan
sebagai ion Mn+. Atom logam tersebut dioksidasi.

Gambar 11.2. Setengah-sel Elektrokimia

Keseimbangan antara logam dan ionnya yang dapat tercapai dengan cepat dituliskan
sebagai berikut
oksidasi
M (p) ⇌ Mn+ (aq) + n e- (11.7)
reduksi
Jumlah keseluruhan elektron pada elektrode sebelum dan sesudah keseimbangan tercapai
akan sedikit berbeda. Akibatnya elektrode mendapatkan sedikit muatan listrik sedangkan
larutannya mempunyai muatan yang berlawanan.
Besarnya muatan pada elektrode, bila berada dalam keseimbangan dengan ionnya
dalam larutan, ternyata berhubungan langsung dengan kecenderungan atom logam untuk
teroksidasi dan ion logam untuk tereduksi. Dengan demikian semakin kuat kecenderungan
oksidasi maka semakin negatif muatan pada elektrode (karena elektron tertinggal di
belakang atom yang teroksidasi). Atau, semakin kuat kecenderungan reduksi maka
semakin positif muatan elektrode (karena elektron diekstraksi dari permukaan logam oleh
ion ketika permukaan tersebut tereduksi). Tetapi ada kesulitan bila kita mencoba untuk
menggunakan besarnya muatan pada elektrode sebagai kriteria kecenderungan oksidasi
dan reduksi. Besarnya muatan akan tergantung pada ukuran elektrode, atau lebih tepatnya
luas permukaannya. Makin besar luas permukaan elektrode yang berhubungan dengan
larutan makin besarlah muatan yang terakumulasi bilamana keseimbangan tercapai.
Masalah ini dapat diatasi dengan penetapan rapatan muatan, yaitu muatan per unit luas
pada permukaan elektrode. Kuantitas ini akan tak tergantung pada luas permukaan total.
Kemudian, rapatan muatan menetapkan potensial listrik pada permukaan elektrode. Dalam
beberapa hal potensial listrik didefinisikan sebagai kuantitas kerja yang berkaitan untuk
membawa satu unit dasar muatan listrik (misalnya elektron) dari suatu jarak tak terbatas ke
suatu titik tertentu. Jadi, kuantitas kerja yang dibutuhkan untuk mendorong elektron (suatu
partikel bermuatan negatif) di atas permukaan elektrode yang bermuatan negatif akan
makin besar, bila rapatan muatan negatif di permukaan elektrode tersebut makin besar.
Proses hipotesis yang baru saja dibicarakan dapat digunakan untuk mengevaluasi
kuantitas yang dikenal sebagai potensial elektrode tunggal. Sayangnya tak seorang pun
mampu untuk merancang percobaan untuk mengukur potensial elektrode tunggal. Dalam
beberapa kasus sebelumnya bila kita mengembangkan metode tak langsung yang
menghasilkan hal yang sama (seperti penggunaan hukum Hess).
Untungnya ada metode percobaan langsung yang memberikan hasil yang sangat
cermat, yaitu berdasarkan penentuan percobaan potensial antara dua elektrode. Bila dibuat
suatu hubungan listrik antara dua daerah yang mempunyai rapatan muatan yang berbeda
maka muatan listrik akan mengalir dari daerah yang mempunyai rapat muatan yang lebih
tinggi atau potensial listrik yang lebih tinggi menuju daerah dengan rapatan muatan atau
potensial listrik yang lebih rendah. Aliran muatan listrik ini disebut aliran listrik, bila
antara dua titik perbedaan potensial listriknya makin besar, maka makin besar pula
alirannya. Perbedaan potensial listrik kecil cukup untuk menghasilkan aliran listrik. Hal ini
analog dengan air yang selalu akan mengalir dari tempat tinggi ke rendah, tak peduli
walaupun perbedaan itu kecil saja asalkan kedua tempat itu saling berhubungan.
Jadi sebagai kesimpulan kita harus menggeser perhatian kita dari setengah-sel,
seperti dilukiskan pada Gambar 11.2, ke gabungan dua setengah-sel, seperti dilukiskan
pada Gambar 11.3. Gabungan dua setengah-sel disebut sel elektrokimia (electrochemical
cell).
Hubungan listrik antara dua setengah-sel harus dilakukan dengan cara tertentu.
Kedua elektrode logam dan larutannya harus berhubungan, dengan demikian lingkar arus
yang sinambung terbentuk dan merupakan jalan agar partikel bermuatan mengalir. Secara
sederhana elektrode saling dihubungkan dengan kawat logam yang memungkinkan aliran
elektron.
Gambar 11.3. Pengukuran Daya Elektromotif Suatu Sel

Aliran listrik antara dua larutan harus berbentuk migrasi ion. Hal ini hanya dapat
dilakukan melalui larutan lain yang “menjembatani” kedua setengah-sel dan tak dapat
dengan kawat biasa; hubungan ini disebut jembatan garam (salt bridge).
Bila hubungan ini telah dibuat seperti terlukis dalam Gambar 11.3 maka terjadilah
perubahan berikut ini. Pada elektrode tembaga maka atom tembaga kehilangannya
elektronnya dan memasuki larutan sebagai ion Cu2+. Elektron dari tembaga mengalir
melalui kawat dan lingkar arus pengukur listrik menuju ke elektrode perak. Di sini ion Ag +
memperoleh elektron dan mengendap sebagai logam perak. Tanpa adanya jembatan garam
maka larutan dalam setengah-sel tembaga akan kelebihan Cu2+ dan bermuatan positif.
Sedangkan dalam setengah-sel perak akan kekurangan Ag+ dan kelebihan anion juga
larutannya menumpuk muatan negatif. Dengan demikian arus listrik berhenti mengalir.
Jembatan garam memungkinkan aliran arus listrik antara kedua larutan. Kalau kita lihat
setengah-sel tembaga maka kelebihan ion Cu2+ dalam setengah-sel ini akan memasuki
jembatan garam dan bermigrasi menuju setengah-sel perak. Juga anion dari jembatan
garam (NO- ) pindah ke setengah-sel tembaga. Dalam setengah sel perak, ion NO-
3 3
bermigrasi ke luar dari setengah sel tersebut, sedangkan ion Na+ dari jembatan garam
bermigrasi ke dalamnya. Reaksi keseluruhan yang terjadi adalah sebagai berikut :

Oksidasi: Cu (p) → Cu2+ (aq) + 2e-


Reduksi: 2Ag+ (aq) + 2e- → 2Ag (p)
Keseluruhan: Cu (p) + 2 Ag+ (aq) → Cu2+ (aq) + 2 Ag (p) (11.8)

Pembacaan pada pengukur lingkar arus listrik (0,463 V) juga berarti penting. Hal ini
menunjukkan perbedaan potensial di antara dua setengah-sel tersebut. Karena perbedaan
potensial ini merupakan “daya dorong” elektron, maka seringkali disebut daya
elektromotif (eelectromotive force = emf) sel atau potensial sel (cell potential). Satuan
yang digunakan untuk mengukur potensial listrik adalah volt. Jadi, potensial sel juga
disebut voltase sel (cell voltage). Satu definisi satuan adalah volt, dapat membantu
menghubungkannya dengan satuan lain: aliran satu coulomb muatan listrik yang
disebabkan perbedaan potensial sebesar satu volt akan menghasilkan kuantitas kerja
sebesar satu joule.
1 joule (J) = 1 volt (V) X 1 coulomb (C) (11.9)

Kembali pada pernyataan pembuka yaitu mengapa tembaga tidak dapat mengganti
ion seng, maka jawabannya diperoleh dengan membangun sel elektrokimia yang
dilukiskan pada Gambar 11.4. kita lihat bahwa seng mempunyai kecenderungan lebih
besar untuk teroksidasi bila dibanding dengan tembaga. Dengan demikian elektron
mengalir dari seng ke elektrode tembaga. Reaksi yang terjadi secara spontan dalam sel
elektrokimia tersebut adalah sebagai berikut

Oksidasi: Zn (p) → Zn2+ (aq) + 2e-


Reduksi: Cu2+ (aq) + 2e- → Cu (p)
Keseluruhan: Zn (p) + Cu2+ (aq) → Zn2+ (aq) + Cu (p) (11.10)

Penggantian Zn2+ (aq) oleh Cu (p) yang merupakan kebalikan reaksi (11.10) tidak
berjalan secara spontan.

Gambar 11.4
Zn (p) + Cu2+ (aq) → Zn2+ (aq) + Cu (p) terjadi dalam sel elektrokimia

Pengukuran Ketepatan Potensial Sel. Harga emf suatu sel elektrokimia dapat diukur
dengan ketepatan tinggi apabila penentuannya dilakukan dengan cara tertentu. Perbedaan
potensial yang diukur antara anode dan katode tergantung pada kuantitas muatan listrik
yang mengalir diantara keduanya, dengan demikian tergantung arus listrik yang berasal
dari sel. Sejumlah emf sel digunakan untuk mengatasi tahanan intern sel, dan karena arus
berasal dari sel maka terjadilah perubahan konsentrasi spesies dalam bagian setengah-sel.
Perubahan konsentrasi ini menyebabkan potensial elektrode berubah, yang berkaitan
dengan menurunnya perbedaan potensial. Hal ini analog dengan perbedaan tinggi air yang
makin kecil bila air mengalir di antara dua ketinggian air yang berbeda, atau perbedaan
suhu dua benda makin kecil bila panas mengalir antara dua benda tersebut.
Peralatan paling sederhana untuk pengukuran perbedaan potensial listrik adalah
voltmeter biasa, tetapi harus ada arus listrik yang cukup agar voltmeter dapat mencatat
suatu harga. Voltmeter tak akan memberikan harga emf sel dengan ketepatan tinggi. Pada
alat yang dikenal sebagai potensiometer maka aliran arus listrik dari sel elektrokimia yang
diamati akan melawan arus yang sama besar yang mengalir dengan arah yang berlawanan
dan berasal dari sel elektrokimia lainnya dengan emf yang diketahui. Bila kondisi tanpa
arus tercapai maka kedua sel mempunyai emf yang sama besar tetapi berlawanan
harganya.

Diagram Sel dan Istilah. Membuat sketsa sel elektrokimia seperti Gambar 11.3 dan 11.4
melelelahkan dan menyulitkan. Penulisan dengan lambang kerapkali digunakan untuk
menggambarkan sebuah sel. Penulisan ini disebut diagram sel. Untuk sel elektrokimia dari
Gambar 11.4 akan dituliskan sebagai berikut
Jembatan
anode katode
garam

Zn (p)|Zn2+ (aq)||Cu2+ (aq)|Cu (p) (11.11)

setengah-sel setengah-sel

Berdasarkan konvensi, maka sebelah kiri merupakan elektrode dimana terjadi oksidasi
dan disebut anode. Sedangkan sebelah kanan merupakan elektrode dimana terjadi
reduksi dan disebut katode. Garis tegak lurus tunggal merupakan batas antara suatu
elektrode dan fase lain (misalnya larutan berair). Garis tegak lurus ganda menekankan
bahwa larutan tersebut dihubungkan oleh jembatan garam. Penulisan tanda kurung pada
persamaan (11.11) telah kita kenal (p = padat) dan (aq = aqeous, berair), tetapi kita dapat
menulis lebih spesifik tentang kondisi elektrode dan larutan. Misalnya lambang Zn2+ (0,10
M) menunjukkan larutan tersebut 0,10 molar Zn2+. Gabungan yang dituliskan sebagai
Zn/Zn2+ dan Cu/Cu2+ kerapkali disebut pasangan (couples). Zn/Zn2+ merupakan pasangan
oksidasi, sedangkan Cu/Cu2+ merupakan pasangan reduksi.
Sel elektrokimia yang kita bicarakan sampai saat ini semuanya termasuk jenis yang
menghasilkan listrik sebagai hasil ubahan kimia spontan. Sel ini disebut sel galvani
(galvanic) atau volta (voltaic).

Potensial Elektrode Baku. Kita telah membicarakan tentang pengukuran perbedaan


potensial. Tetapi, andaikan kita mempunyai cara untuk memberikan harga kombinasi atau
pasangan ion logam-logam maka ada kemungkinan kita dapat menghitung potensial sel.
Cara untuk melakukan hal ini adalah memilih suatu pasangan tertentu dan memberikan
harganya = nol. Pasangan lainnya kemudian dapat dibandingkan terhadap elektrode acuan
ini.
Elektrode acuan untuk pengukuran potensial ini dipilih elektrode hidrogen baku
(Standard Hydrogen Electrode = S.H.E.), seperti dilukiskan pada Gambar 11.5. elektrode
hidrogen baku untuk sederhananya kita ambil 1 M H+. Molekul H2 dalam keadaan gas
mempunyai tekanan 1 atm. Bentuk hidrogen teroksidasi (H +) dan tereduksi (H2) membuat
kontak dengan permukaan logam platina mulia (inert) dan memberikan suatu potensial
yang karakteristik pada permukaan tersebut. Suhu yang digunakan tepat 25oC. Kondisi
yang dicatumkan di sini dapat dituliskan dalam bentuk persamaan. Juga dapat dituliskan
sebagai pasangan setengah-sel.
2 H+ (a = 1) + 2e- pada Pt
⇌ H2 (g, 1
atm)
Eo = 0,0000 volt (V) (11.12)

H+ (a = 1)|H2 (g, 1 atm), Pt (11.13)

Gambar 11.5.
Standard Hydrogen Electrode = S.H.E

Berdasar persetujuan internasional maka potensial elektrode baku, Eo, adalah


berdasar kecenderungan terjadinya proses reduksi pada elektrode. Untuk menuliskan
elektrode baku lainnya kita dapat menulis sebagai berikut

Cu2+ (1 M) + 2e- ⇌ Cu (p) Eo = ? (11.14)

Cl2 (g, 1 atm) + 2e- ⇌ 2 Cl- (1 M) Eo = ? (11.15)

Dalam semua kasus, maka spesies ion yang ada dalam larutan mempunyai aktivitas satu
(sekitar 1 M); tekanan gas adalah 1 atm. Bila tidak ada senyawa padat maka potensial
ditetapkan pada elektrode platina mulia.
Untuk menentukan harga Eo untuk elektrode dalam (11.14) dan (11.15), maka kita
perlu mengukur perbedaan potensial antara dua elektrode. Ini dapat dilakukan dengan sel
elektrokimia di mana salah satu elektrodenya adalah S.H.E., sedangkan elektrode baku
yang diteliti merupakan elektrode lainnya. Pada sel volta berikut, perbedaan potensial yang
diukur adalah 0,337 V, di mana elektron mengalir dari H 2 menuju elektrode Cu. Karena hal
ini merupakan emf sel yang tersusun dari dua elektrode baku maka disebut sebagai
potensial sel baku (standard cell potential), Eo .
sel

Pt, H2 (g, 1 atm)|H+ (1 M)||Cu2+ (1 M)|Cu (p) Eosel = 0,337 V (11.16)

Reaksi yang terjadi dalam sel volta (11.16) adalah

Oksidasi : H2 (g, 1 atm) → 2 H+ (1 M) + 2e-


Reduksi : Cu2+ (1 M) + 2e- → Cu (p)
Keseluruhan : H2 (g, 1 atm) + Cu2+ (1 M) → 2 H+ (1 M) + Cu (p) Eosel = 0,337 V
(11.17)
Sesuai dengan reaksi (11.17) maka Cu2+ (1 M) harus lebih mudah tereduksi
dibanding H+ (1 M). potensial elektrode baku reduksi Cu2+ (aq) menjadi Cu (p) adalah
+0,337 V.

Cu2+ (1 M) + 2e- → Cu (p) Eo = +0,337 V (11.18)

Bila elektrode hidrogen baku digabung dengan eektrode seng baku teryata arah
elektron berlawanan dengan arah pada sel (11.16), yaitu dari elektrode seng ke elektrode
hidrogen. S.H.E. bertindak sebagai katode sedangkan elektrode seng baku sebagai anode.
Harga Eosel terukur adalah 0,760 V.

Zn (p)|Zn2+ (1 M)||H+ (1 M)|H2 (g, 1 atm), Pt Eosel = 0,760 V (11.19)


Reaksi yang terjadi pada sel volta (11.19) dan Gambar 11.6 adalah

Oksidasi : Zn (p) → Zn2+ (1 M) + 2e-


Reduksi : 2 H+ (1 M) + 2e- → H2 (g, 1 atm)
Keseluruhan : Zn (p) + 2 H+ (1 M) → Zn2+ (1 M) + H2 (g, 1 atm) Eosel = 0,760 V
(11.20)

Gambar 11.6. Penentuan Eo Logam Zn dengan S.H.E

Di sini reduksi Zn2+ (1 M) lebih sulit terjadi dibanding dari H+ (1 M), karena oksidasi (dan
bukannya reduksi) yang terjadi pada leketrode seng. Eosel persamaan (11.20) menjelaskan
kecenderungan seng untuk teroksidasi. Bila kita mempertimbangkan kecenderungan
reduksi merupakan lawan dari kecenderungan oksidasi, maka dapat ditulis

Zn2+ (1 M) + 2e- ⇌ Zn (p) Eo = -0,760 V (11.21)

Ringkasnya :
 Potensial elektrode hidrogen baku ditetapkan = nol.
 Setiap elektrode yang setengah-reaksi reduksinya cenderung lebih besar terjadi
dibandingkan 2 H+ (1 M) + 2e- → H2 (g, 1 atm) maka elektroda tersebut mempunyai
potensial elektrode positif.
 Sebaliknya setiap elektode yang setengah-reaksi reduksinya cenderung kurang terjadi
dibandingkan 2 H+ (1 M) + 2e- → H2 (g, 1 atm) maka elektrode tersebut mempunyai
potensial elektrode negatif.
 Bila kecenderungan proses reduksi ditandai sebagai Eo, maka kecenderungan oksidasi
merupakan harga negatifnya yatu - Eo.
 Berdasar gagasan ini kita dapat membuat tabulasi potensial elektrode seperti terlihat
pada Tabel 11.2.

Beberapa setengah-reaksi reduksi yang telah kita bicarakan terletak pada skala tegak
lurus dimana nol adalah elektrode hidrogen baku (Tabel 11.2). Reduksi setengah-reaksi
pada daerah atas terjadi lebih mudah dibandingkan reduksi H+ menjadi H2 (g) (Eo > 0)
sedangkan reduksi setengah-reaksi pada daerah bawah terjadi lebih sulit (Eo < 0).
Pada sel volta 11.9, H+ direduksi pada S.H.E dan potensial sel terukur adalah 0,760
V. Karena Cu2+ jauh lebih mudah tereduksi dibandingkan H+, kita dapat harapkan
perbedaan potensial selnya akan lebih besar jika S.H.E pada 11.9 diganti oleh pasangan
Cu2+/Cu. kita dapat ramalkan emf sel adalah 0,337 – (-0,760) = 1,097 V, ternyata
hasilnya
sama dengan hasil pengukuran dalam Gambar 11.4. Ramalan Eosel ini berkaitan dengan
proses tiga tahap berikut.
1. Tuliskan setengah-persamaan reduksi yang diusulkan dan potensial reduksi baku yang
biasa dituliskan sebagai Eored. Ini adalah harga Eo dari Tabel 11.2.
2. Tuliskan setengah-persamaan oksidasi yang diusulkan dan potensial oksidasi baku
yang biasa dituliskan sebagai Eo . Ini adalah harga Eo dari Tabel 11.2.
red
3. Gabungkan kedua setengah persamaan menjadi keseluruhan persamaan oksidasi-
reduksi. Jumlahkan potensial oksidasi dan reduksi untuk memperoleh Eo .
ata sel

u o
E sel = Eo katoda – Eo anoda (11.22)
Eo katoda dan Eo anoda dalam kondisi Eo tereduksi dari Tabel 11.2

Tabel 11.2. Beberapa Potensial Elektrode Baku Larutan Bersuasana Asam


Setengah-reaksi Reduksi Eo, V
F2 (g) + 2e- → 2 F- (aq) +2,87
O2 (g) + 2 H+ + 2e- → O2 (g) + H2O +2,07
S2 (aq) + 2e- → 2 S (aq) +2,01
H2O2 (g) + 2 H+ (aq) + 2e- → 2 H2O +1,77
2 Mn2 (aq) + 8 H+ (aq) + 5e- → Mn2+ (aq) + 4 H2O +1,51
PbO2 (p) + 4 H+ (aq) + 2e- → Pb2+ (aq) + 2 H2O +1,455
Cl2 (g) + 2e- → 2 Cl- (aq) +1,360
Cr2 (aq) + 14 H+ (aq) + 6e- → 2 Cr3+ (aq) + 7 H2O +1,33
MnO2 (p) + 4 H+ (aq) + 2e- → Mn2+ (aq) + 2 H2O +1,23
O2 (g) + 4 H+ (aq) + 4e- → O2 (g) + 2 H2O +1,229
I (aq)+ 12 H+ (aq) + 10e- → I2 (p) + 6 H2O (aq) +1,195
Br2 (c) + 2e- → 2 Br- (aq) +1,065
N (aq) + 4 H+ (aq) + 3e- → NO (g) + 2 H2O (aq) +0,96
Ag+ (aq) + e- → Ag (p) +0,800
Fe3+ (aq) + e- → Fe2+ (aq) +0,771
O2 (g) + 2 H+ (aq) + 2e- → H2O2 (aq) +0,682
I2 (p) + 2e- → 2 I- (aq) +0,535
Cu+ (aq) + e- → Cu (p) +0,52
H2SO3 (aq) + 4 H+ (aq) + 4e- → S (p) + 3 H2O (aq) +0,45
Cu2+ (aq) + 2e- → Cu (p) +0,337
S (aq) + 4 H+ (aq) + 2e- → SO2 (g) + 2 H2O +0,17
Sn (aq) + 2e- → Sn2+ (aq)
4+
+0,154
S (p) + 2 H+ (aq) + 2e- → H2S (g) +0,141
2 H+ (aq) + 2e- → H2 (g) 0,0000
Pb2+ (aq) + 2e- → Pb (p) -0,126
Sn2+ (aq) + 2e- → Sn (p) -0,136
Fe2+ (aq) + 2e- → Fe (p) -0,440
Zn2+ (aq) + 2e- → Zn (p) -0,763
Aal3+ (aq) + 2e- → Al (p) -1,66
Mg2+ (aq) + 2e- → Mg (p) -2,375
Na+ (aq) + 2e- → Na (p) -2,714
Ca2+ (aq) + 2e- → Ca (p) -2,76
K+ (aq) + 2e- → K (p) -2,925
Li+ (aq) + 2e- → Li (p) -3,045

Tabel 11.3. Beberapa Potensial Elektrode Baku Larutan BersuasanaBasa


Setengah-reaksi Reduksi Eo , V
O3 (g) + H2O + 2e- → O2 (g) + 2 OH- +1,24
OCl- (aq) + H2O + 2e- → Cl- + 2 OH- +0,89
O2 (g) + 2 H2O (aq) + 4e- → 4 OH- (aq) +0,401
Cr2 (aq) + 4 H2O (aq) + 3e- → Cr(OH)3 (p) + 5 OH- -0,13
S(p) + 2e- → S2- (aq) -0,48
2 H2O (g) + 2e- → H2 (g) + 2 OH- (aq) -0,828
S (aq) + H2O (aq) + 2e- → S (aq) + 2 OH- (aq) -0,93

Contoh 11-2
Hitunglah Eo
sel dalam sel volta dengan diagram sel :
Fe(s), Fe3+ (aq) ║Ag+(aq)│Ag(p)
Tulis reaksi elektrode dan reaksi selnya.

11.4 Mekanisme Elektrokimia dari Korosi


Suatu kelompok penting proses oksidasi-reduksi adalah yang meliputi korosi. Kenyataan
bahwa biaya untuk melindungi korosi dan kerugian yang disebabkan korosi bermilyar
rupiah per tahunnya, hal ini merupakan subyek yang penting baik secara praktis maupun
secara teori.
Proses terjadinya korosi besi dapat dilihat dalam Gambar 11.7. obyek yang
mengalami korosi adalah paku besi. Paku itu dimasukkan ke dalam gel agar dalam air. Ke
dalam gel itu dicampurkan indikator asam-basa fenolftalen dan bahan K 3[Fe(CN)6] (kalium
ferisianida).

Gambar 11.7. Korosi dari Paku Besi

Berikut adalah pengamatan yang dapat dibuat dalam beberapa jam dari sejak
dimulainya percobaan. Pada kepala paku itu dan pada ujung terbentuk endapan biru tua.
Sepanjang batang paku itu gel agar berwarna jingga. Endapan biru yang dikenal sebagi
biru Turnbull, menyatakan adanya besi (II). Warna jingga tentu saja merupakan sifat yang
khas untuk fenolftalen dalam larutan basa. Dari penyelidikan ini kita dapat menulis dua
setengah-persamaan

Oksidasi: 2 Fe (p) → 2 Fe2+ (aq) + 4e-


Reduksi: O2 + 2 H2O + 4e- → 4 OH- (aq)

Jadi dalam korosi paku, oksidasi terjadi pada dua ujung. Elektron yang diberikan
dalam oksidasi akan lewat sepanjang badan paku itu yang digunakan untuk mereduksi O 2
yang terlarut. Hasil reduksi, OH-, ditangkap oleh fenolftalen. Korosi keseluruhannya
adalah proses elektrokimia. Dengan paku yang dibengkokkan, oksidasi terjadi pada tiga
titik: kepala, ujung, dan bengkokkan. Korosi atau berkaratnya paku itu lebih mudah terjadi
pada titik-titik ini sebab logam yang mengalami regangan akan lebih aktif (lebih bersifat
anode) dibandingkan logam yang tak megalami regangan.
Dengan beberapa logam, seperti aluminium, hasil korosi (Al 2O3) membentuk lapisan
yang melindungi lapisan logam dari korosi selanjutnya. Tetapi besi oksida (karat) dapat
mengelupas sehingga secara tetap permukaan yang baru terbuka itu mengalami korosi.
Terdapat perbedaan sifat terhadap hasil korosi, hal ini dapat menerangkan mengapa panci
yang terbuat dari besi cepat mengalami kerusakan jika dibiarkan, sedangkan panci dari
aluminium jauh lebih awet. Beberapa cara, telah dirancang untuk melindungi suatu logam
dari korosi. Yang paling mudah adalah melapisi permukaan dengan cat atau bahan pelapis
lainnya. Permukaan besi dapat dilindungi dengan jalan ini, sepanjang lapisan itu tidak
mengelupas.
Cara lain untuk melindungi permukaan besi adalah melapisinya dengan lapisan tipis
logam lain. Besi dapat dilapisi dengan tembaga melalui pelapis listrik atau dengan timah
hitam dengan mencelupkannya ke dalam logam cair. Melalui kedua cara ini perlindungan
pada pelapisan besi dicapai hanya sepanjang lapisan itu tetap utuh. Bila lapisan itu pecah,
seperti bila kaleng dari timah hitam itu dilekukkan misalnya, maka lapisan pada besi
terbuka dan korosi akan terjadi. Besi yang lebih aktif dibanding tembaga dan timah hitam;
lebih mudah teroksidasi, sedangkan reduksi setengah-reaksi terjadi pada lapisan. Bila besi
dilapisi dengan seng (besi tergalvanisasi) keadaannya menjadi berbeda. Seng lebih aktif
dibanding besi. Bila guratan terjadi dalam lapisan seng, besi itu masih tetap terlindung.
Seng dioksidasi bukannya besi, dan hasil korosi melindungi seng dari korosi selanjutnya.
Perbedaan dalam kedua jenis aksi perlindungan ini terlihat pada Gambar 11.8. Masih ada
cara yang lain dapat digunakan untuk melindungi besi dan baja yaitu pada kapal, tangki
penyimpan, pipa-pipa panjang, dan sistem penyolderan. Ini meliputi penyambungan objek,
secara langsung atau melalui suatu kawat, dengan gumpalan magnesium atau logam aktif
lainnya. Oksidasi terjadi pada logam aktif dan lambat laun akan larut. Permukaan besi
mendapat elektron dari oksidasi logam aktif: besi itu bertindak sebagai katode dan
menyokong reduksi setengah-reaksi. Selama logam aktif masih ada, besi itu terlindung.
Jenis perlindungan korosi ini disebut perlindungan katode dan magnesium itu atau logam
aktif lainnya disebut “anode yang dikorbankan”. Cara ini dilukiskan dalam Gambar 11.9.

Fe2+ + 2 OH- → Fe(OH)2 (p)


4 Fe(OH)2 (p) + O2 + 2 H2O → 4 Fe(OH)3 (p)
4 Fe(OH)3 (p) → Fe2O3 . H2O + 2 H2O
karat
Gambar 11.8. Perlindungan Besi Terhadap Korosi Elektrolitik

Gambar 11.9. Perlindungan Bejana Besi dari Korosi dengan Magnesium sebagai Anode
yang Dikorbankan

11.5 Elektrolisis dan Perubahan Kimia yang Nonspontan


Marilah kita kembali pada gambar 11.4, yang telah memperlengkap kita dengan beberapa
gejala elektrokimia. Bila sel itu dibiarkan berfungsi secara spontan, maka elektron akan
mengalir dari seng ke tembaga, dan keseluruhan perubahan kimianya adalah seperti
persamaan (11.9).

Sel volta : Zn (p) + Cu2+ (aq) → Cu (p) + Zn2+ (aq) Eo se = + 1,097 V


l

Dengan menghubungkan elektrode dengan sumber energi dari luar (berupa suatu generator
atau sel elektrokimia dengan emf yang sesuai seperti baterai timbal), elektron dapat dibuat
mengalir dalam arah yang berlawanan. Reaksi kimia dalam hal ini adalah reaksi sebaliknya
dari (10.9). Dalam reaksi elektrolisis, energi listrik digunakan untuk menghasilkan suatu
perubahan kimia yang tidak akan terjadi secara spontan : Eseo adalah negatif.
l
2+ 2+
Elektrolisis : Cu (p) + Zn (aq) → Zn (p) + Cu (aq) Eo se = - 1,097 V (11.23)
l

Meramalkan Reaksi Elektrode. Bila perbedaan potensial melebihi 1,097 V digunakan


pada sel dari gambar 11.4, dengan seng sebagai katode dan tembaga sebagai anode, reaksi
elektrolisis (11.23) akan terjadi. perhitungan yang sama dapat dibuat terhadap reaksi
elektrolisis lain. Tetapi apa sebenarnya yang terjadi tidak selalu berhubungan dengan
perhitungan ini.
Dalam beberapa hal tegangan yang diperlukan untuk menjalankan reaksi elektrode
tertentu dapat melampaui hitungan secara teori. Interaksi yang disebut dengan polarisasi
mungkin terjadi antara permukaan elektrode dan bagian yang terdapat dalam reaksi
elektrode. Akibatnya, diperlukan suatu potensial yang berlebih agar supay reaksi elektrode
itu terjadi. suatu potensial berlebih adalah perbedaan potensial yang berlebih yang dihitung
secara teoritis untuk menghasilkan elektrolisis. Potensial berlebih ini umumnya terjadi bila
reaksinya melibatkan gas. Misalnya, potensial berlebih pada penggunaan sel dengan H 2 (g)
pada katode raksa (merkuri) kira-kira 1,5 V, sedangkan pada katode platina adalah nol.
Faktor kedua yang sulit adalah bila zat yang dielektrolisis mengandung beberapa
spesies yang mampu menjalani oksidasi dan reduksi, maka mungkin terjadi satu oksidasi
dan satu reduksi.

Oksidasi: 2 Cl- → Cl2 (g) + 2e-


Reduksi: 2 Na+ + 2e- → 2 Na (c)

Dalam elektrolisis larutan natrium klorida terjadi dua setengah-reaksi oksidasi dan dua
setengah-reaksi reduksi.

Oksidasi: 2 Cl- → Cl2 (g) + 2e- Eooks = -1,36 V (11.24)


2 H2O → O2 (g) + 4 H+ + 4e- Eooks = -1,23 V (11.25)

Reduksi: 2 Na+ + 2e- → 2 Na (p) Eored = -2,71 V (11.26)


2 H2O + 2e- → H2 (g) + 2 H- Eored = -0,83 V (11.27)

Potensial elektrode untuk setenga-reaksi (11.24) dan (11.25) sama besarnya. Harga yang
tepat tergantung pada [Cl-] dalam satu persamaan dan [H+] dalam persamaan yang lain.
Bila larutan NaCl dipekatkan, cenderung terjadi setengah-reaksi (11.24); bila sangat
diencerkan (11.25).
Sejauh masih berhubungan dengan setengah-reaksi reduksi, reduksi air terjadi lebih
mungkin daripada Na+. umumnya, hanya setengah-reaksi (11.27) yang terjadi. Kekecualian
yang mendasar adalah bila merkuri cair dipakai dengan katode. Dalam hal ini, karena
potensial berlebih dari hidrogen pada merkuri yang tinggi dan kelarutan logam natrium
dalam merkuri cair, pada kenyataannya setengah-reaksi (11.26) yang terjadi.

Contoh 11-3
Mengacu pada Gambar di samping, susunlah reaksi
elektrode dan reaksi elektrolisis keseluruhan yang
akan terjadi jika anode terbuat dari (a) tembaga dan
(b) platina.

Dalam beberapa reaksi elektrolisis, setengah-reaksi reduksi adalah perubahan H 2O menjadi


H2. Perlu diperhatikan bahwa dalam hal apapun, dimana setengah-reaksi oksidasi dan
reduksi lain tidak mungkin terjadi, elektrolisis larutan dalam air akan menghasilkan
dekomposisi H2O menjadi H2 (g) dan O2 (g). Ini merupakan gabungan setengah-reaksi
(11.25) dan (11.27).

Reaksi yang terjadi pada :


1. Katoda yang bermuatan negatif :
• Kation logam kurang aktif akan tereduksi termasuk Au, Ag, Cu, Cr, Pt dan Cd :
x+ -
L + xe  L(s)
• Kation logam yang lebih aktif tidak tereduksi termasuk gol 1A, 2A dan Alumunium,
yang mengalami reduksi air :
2H2O + 2e-  H2 + 2OH-
2. Anoda yang bermuatan positif :
• Semua anion akan teroksidasi termasuk halida kecuali anion F- (Eo = -2,87 V)
• Anion yang tidak teroksidasi mencakup F- dan oksoanoin SO42-, CO32-, NO 3-, PO 43-
karena bilangan oksidasinya sudah tertinggi, air akan teroksidasi membentuk gas O2
2H2O  4H+ + O2 + 4e-

11.6 Hukum-Hukum Faraday Mengenai Elektrolisis


Hubungan antara jumlah energi listrik yang dikonsumsi dan perubahan kimia yang
dihasilkan dalam elektrolisis merupakan salah satu persoalan penting yang dicarikan
jawabannya oleh Michael Faraday (1791 - 1867). Hukum Faraday pertama tentang
elektrolisis menyatakan bahwa
Jumlah perubahan kimia yang dihasilkan sebanding dnegan besarnya muatan listrik yang
melewati suatu sel elektrolisis.

Hukum kedua tentang elektrolisis menyatakan bahwa


Sejumlah tertentu arus listrik menghasilkan jumlah ekivalen yang sama dari benda apa
saja dalam suatu elektrolisis.

Satu ekivalen dari zat berhubungan dengan 1 mol elektron dalam suatu setengah-
reaksi. Marilah kita tuliskan reaksi elektrolisis dalam hal setengah-persamaan berdasarkan
pemindahan 1 mol elektron antara anode dan katode.

Oksidasi: H2O → O2 (g) + H+ (aq) + e-


Reduksi: Cu2+ (aq) + e- → Cu (p)

Dari setengah-persamaan ini kita dapat mendefinisikan satu ekivalen


(elektrokimia) sebagai sama dengan 1 2 mol H2O, 1 4 mol O2, 1 mol H+, 1 2 mol Cu2+, dan
1 mol Cu (p). Jadi lewatnya 1 mol elektron melalui sel elektrolisis dalam Gambar 13.10
2
ditandai dengan mengendapnya 1 2 mol Cu (31,78 g) pada katode. Satu ampere (A) dari
arus listrik menunjukkan lewatnya muatan 1 coulomb per detik (C/detik). Jadi, hasil arus
x waktu (det) menghasilkan jumlah muatan yang dipindah, dalam coulomb (C). Tetapan
Faraday,
96500 C/ mol e, memungkinkan suatu konversi antara coulomb muatan dan jumlah mol
elektron. Dua macam perhitungan dimungkinkan dengan informasi macam ini. Seseorang
dapat membuat pengukuran listrik dan meghitung adanya perubahan kimia. Cara lain yaitu
dengan menentukan adanya perubahan kimia, seseorang dapat menetapkan jumlah listrik
yang bekerja dalam suatu elektrolisis. Cara-cara untuk menentukan perubahan kimia
meliputi penimbangan endapan pada suatu elektrode atau mentitrasi suatu hasil dari
elektrolisis. Suatu sel elektrolitik yang dirancang untuk keperluan penentuan jumlah
muatan listrik dinamakan suatu coulometer.

Contoh 11-4
Berapa massa dari tembaga, dalam gram, akan diendapkan oleh arus 1,50 A dalam
satu jam elektrolisis suatu larutan CuSO4?

Contoh 11-5
Seorang teknisi perlu melapisi perangkat rumah dengan 0,86 g kromium dari sumber
larutan Cr2(SO4)3. Jika proses pelapisan secara elektrolisis dilakukan selama 12,5
menit, berapa arus listrik yang dibutuhkan?

TUGAS
1. Gunakan metode setengah-reaksi untuk menyetarakan persamaan berikut untuk reaksi
tidak sebanding
a. Cu (p) + H+ + NO3- → Cu2+ + NO (g) + H2O
b. CN- + MnO4- + OH- → MnO2 (p) + CNO- + H2O
c. Br2 (l) + OH- → Br- + BrO- 3 + H2O
d. Cl2 (g) + H2O → H+ + Cl- + HOCl
2. Tulislah reaksi sel dari sel eletrokimia yang disajikan di bawah ini, dan gunakanlah data
o
dari Tabel 11.2 untuk menghitung Esel untuk masing-masing reaksi.
2+ 2+
(a) Zn (p)|Zn (aq)||Sn (aq)|Sn (p)
(b) Pt (p)|Fe2+ (aq), Fe3+ (aq)||Sn4+ (aq), Sn2+ (aq)|Pt (p)
(c) Cu (p)|Cu2+ (aq)||Cl- (aq)|Cl2 (g), Pt (p)
3. Gunakanlah data dari Tabel 11.2 untuk meramalkan produk yang mungkin terjadi jika
elektrode Pt digunakan dalam elektolisis dari
(a) CuCl2 (aq)
(b) HCl (aq)
(c) Na2SO4 (aq)
(d) BaCl2 (l)
4. Berapakah berat logam yang dapat diendapkan oleh lewatnya arus sebesar 1,56 A
selama 2,25 jam dalam elektrolisis dari suatu larutan yang mengandung
(a) Zn2+
(b) Al3+
5. Hitunglah kuantitas yang ditunjukkan masing-masing dari elektrolisis berikut :
(a) Massa Zn yang diendapkan pada katoda dalam 756 detik jika arus listrik sebesar
1,05 A dialirkan melalui sebuah larutan Zn2+ (aq).
(b) Waktu yang diperlukan untuk menghasilkan 2,18 g I2 pada katoda jika arus
sebesar 4,28 A dialirkan melalui KI(aq).
BAB 12
TERMOKIMIA
Pada bab Stoikiometri kita telah mempelajari bahwa reaksi-reaksi kimia dapat digunakan
untuk mengubah bentuk suatu zat (pereaksi) menjadi bentuk lainnya (hasil reaksi). Kita
titik beratkan perhitungan banyaknya pereaksi yang dipakai dan hasil reaksi yang terbentuk
dalam reaksi kimia, yaitu reaksi-reaksi stoikiometri. Perhitungan stoikiometri telah
diperluas ruang lingkupnya pada bab Gas dengan memasukkan perhitungan gas dalam reaksi-
reaksi kimia. Kali ini kita alihkan perhatian untuk mengetahu banyaknya energi yang
dipertukarkan antara campuran reaksi dengan keadaan sekelilingnya. Khususnya, akan
kita lihat banyaknya energi kalor yang dapat digambarkan dalam persamaan reaksi dan
digabungkan dalam perhitungan stoikiometri.

12.1 Kalor
Kalor dapat dipikirkan sebagai energi yang dipindahkan karena perbedaan suhu. Energi
sebagai kalor mengalir dari benda yang lebih panas (suhu lebih tinggi) ke benda yang lebih
dingin (suhu lebih rendah). Pada tingkat molekul, ini berarti bahwa molekul-molekul dari
bagian yang lebih panas kehilangan enegri kinetiknya dan berpindah ke bagian yang lebih
dingin ketika kedua bagian tersebut bersentuhan. Akibatnya, energi kinetik translasi rata-
rata dari molekul-molekul benda yang lebih panas menurun atau dikatakan suhunya turun.
Pada benda yang lebih dingin suhunya meningkat. Energi telah berpindah, atau kalor
mengalir, di antara kedua benda tersebut sampai tercapai suhu yang sama*. Perlu
ditekankan lagi bahwa benda tersebut berisi energi, tetapi tidak berisi kalor. Kalor
menjelaskan energi yang berpindah melintasi batas sistem dan lingkungannya.
Jumlah energi kalor, q, yang dibutuhkan untuk mengubah suhu suatu zat tergantung
pada beberaoa besarnya suhu yang harus diubah, jumlah zat, dan identitas (jenis molekul-
molekulnya). Kapasitas kalor adalah banyaknya energi kalor yang dibutuhkan untuk
mengikatkan suhu zat 1oC. Kapasitas kalor, tentu saja, tergantung pada jumlah zat.
Kapasitas kalor spesifik atau disederhankan, kalor jenis, adalah banyaknya energi kalor
yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu 1 gram zat sebesar 1oC. Kalor jenis molar
adalah banyaknya energi kalor yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu 1 mol zat
sebesar 1oC.
Menurut sejarah, energi kalor didefinisikan dalam satuan kalori. Satu kalori (kal)
adalah banyaknya energi kalor yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu 1 g air dari
14,5 menjadi 15,5oC. Jadi, dapat dikatakan bahwa pada 15oC, kalor jenis untuk air adalah
1,000 kal g-1 oC-1 (atau 1,000 kal per g per oC). Kalor jenis molar air ada suhu yang sama
adalah 18,02 kal mol-1 oC-1, karena terdapat 18,02 g H2O dalam 1 mol kalor jenis itu
sendiri adalah fungsi dari suhu, dan inilah yang menyebabkan mengapa kisaran suhu
tertentu dipilih dalam mendefinisikan kalori. Untuk H 2O, pengaruh suhu terhadap kalor
jenis adalah kecil, dan di dalam seluruh kisaran suhu dari 0 sampai 100oC sebesar 1,00
kal g-1
o -1
C .
Kalori merupakan jumlah kalor yang kecil untuk satuan yang lebih besar, digunakan
kilo kalori (kkal). 1 kkal = 1000 kal. Juga perlu dicatat bahwa kalori bukan satuan SI.
Satuan SI yang tepat akan diperkenalkan segera, dan kita akan mendefinisikan kembali
kalori dalam istilah satuan SI.

Contoh 12.1
Berapakah kalor, yang diperlukan untuk meningkatkan suhu 735 g air dari 21,0
menjadi 98,0oC? (Anggaplah bahwa kalor jenis air tetap yaitu 1,00 kal g-1 oC-1
XII-1
dalam seluruh kisaran suhu ini.)

XII-2
Perhitungan yang melibatkan kalor jenis biasanya dapat diselesaikan seperti, yang
diberikan pada contoh, tetapi mungkin akan lebih sederhana jika dilakukan menurut cara
berikut ini.

Banyaknya kalor = q
= massa zat x kalor jenis x perubahan suhu (12.1)

kapasitas kalor
Perubahan suhu pada persamaan (12.1) dapat dinyatakan sebagai

∆T = Tf - Ti (12.2)

Dimana Tf adalah suhu akhir, Ti adalah suhu awal, dan ∆T adalah perubahan suhu. Huruf
Yunani ∆ (“delta”) umumnya digunakan untuk menunjukkan perubahan dalam suatu sifat.
Jika suhu suatu zat meningkat, suhu akhir lebih besar dari suhu awal (ditulis dengan
simbol Tf > Ti) dan ∆T positif (atau, ∆T > 0). Banyaknya energi, kalor yang bertanda
positif, menyatakan bahwa kalor diserap atau diperoleh ketika suhu zat meningkat. Jika
suhu zat diturunkan, suhu akhir lebih kecil dari suhu awal (ditulis dengan lambang Tf <
Ti). Pada keadaan ini ∆T negatif (atau, ∆T < 0). Banyaknya kalor yang bertanda negatif ,
menyatakan bahwa kalor dilepaskan atau hilang ketika zat tersebut didinginkan.
Gagasan lain dalam perhitungan energi kalor adalah hukum kekekalan energi.
Dalam interaksi antara benda-benda atau zat-zat, energi total tetap konstan. Oleh sebab itu,
dalam interaksi di antar dua benda, energi yang dilepaskan oleh sebuah benda harus
diperoleh terima oleh yang lain. Metode laboratorium sederhana yang digunakan untuk
menentukan kalor jenis logam yang digambarkan pada Gambar 12.1 didasarkan pada
hukum kekekalan energi. Dalam pertukaran energi kalor di antara timbal (qtimbal) dan air
(qair), jumlah total energi kalor harus nol.

qtimbal + qair = 0 (12.3)

atau

qtimbal = - qair (12.4)

Jadi, kedua suhu harus sama besar dan tandanya berlawanan. Kalor yang dilepaskan oleh
satu benda harus diterima oleh benda lain.

Gambar 12.1. Penentuan kalor jenis timbal


Kesetaraan Kalor Mekanis. Gambar 12.2 menjelaskan percobaan istimewa yang
dilakukan oleh James Joule tahun 1847. Kerja yang terjadi karena turunnya beban,
mengakibatkan kenaikan energi-dalam dari air atau larutan yang digunakan, dan sebagai
hasilnya terdapat peningkatan suhu cairan.

Gambar 12.2. Penetapan Kesetaraan Kalor Mekanis

Pada percobaan lain yang terpisah kenaikkan suhu yang sama dihasilkan oleh perpindahan
energi kalor jumlah joule kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan peningkatan suhu
yang diberikan ternyata kurang lebih 4,15 kali lebih besar dari jumlah kalor yang
dibutuhkan untuk menghasilkan peningkatan suhu kalor yang dibutuhkan untuk
meghasilkan peningkatan suhu yang sama. Hasil penelitian joule menetapkan suatu
kesetaraan antara kerja dan kalor. Karena joule adalah satuan dasar energi dari sistem SI,
kerja maupun kalor dapat dinyatakan pula dalam joule. Berdasarkan pengukuran modern,
definisi dari kalori dan kilo kalori adalah

1 kal = 4,184 J dan 1 kkal = 4,184 Kj (12.5)

Inilah perbedaan yang jelas antara kalor dan kerja: karena menyatakan secara tidak
langsung gerakan-gerakan molekul yang teratur, dan kalor menyatakan secara tidak
langsung gerakan yang tidak teratur atau acak. Kerja yang dibentuk oleh mengembangnya
gas terjadi karena semua atom-atom piston dan anak timbangan bergerak pada arah yang
sama dan dalam jarak yang sama. Kerja yang dibentuk oleh dayung-dayung pada Gambar
14.2, juga melibatkan gerakan yang teratur (turunnya beban, berputarnya dayung). Ketika
energi dipindahkan sebagai kalor, energi kinetik translasi rata-rata dari molekul berubah,
tetapi molekul-molekul terus melakukan gerakannya yang tidak teratur.

12.2 Kalor Reaksi


Ketika proses metabolisme sukrosa (gula tebu biasa) berlangsung dalam tubuh, terjadilah
deret reaksi-reaksi kimia yang rumit dan konservasi energi. Hasil bersih dari reaksi-reaksi
ini, sama seperti yang diperoleh pada pembakaran sempurna sukrosa, yaitu menghasilkan
CO2 (g) dan H2 (c)

C12H22O11 (p) + O2 (g) → 12 CO2 (g) + 11 H2O (c) (12.6)

Nilai kalor sukrosa dalam metabolisme sama seperti selisih energi dalam antara hasil reaksi
[12 mol CO2 (g) dan 11 mol H2O (c)] dan pereaksi [1 mol C12H22O11 (p) dan 12 CO2 (g)]
dalam reaksi (12.6). reaksi pembakaran ini berlangsung sedemikian rupa sehingga selisih
energi-dalam dipindahkan dari campuran reaksi (sistem) ke lingkungannya. Banyaknya
energi kalor ini dapat disebut kalor reaksi dan diberi lambang qrxn.

Kalorimeter. Di dalam laboratorium, penentuan kalor reaksi dilakukan dengan kata yang
disebut kalorimeter jenis yang diperlihatkan pada Gambar 12.3, cocok untuk reaksi
(12.6), disebut kalorimeter bom. Sistem termodinamiknya adalah isi bom, yaitu pereaksi
dan hasil reaksinya. Bom itu sendiri, air untuk mencelupkan bom termometer, pengaduk
dan lain-lain, merupakan lingkungannya.

Gambar 12.3. Percobaan Pengukuran Kalor Reaksi

Kalor yang dilepaskan dari reaksi sebagian besar digunakan untuk meningkatkan
suhu air di sekeliling bom sejumlah kecil kalor diperlukan untuk meningkatkan suhu
bom itu sendiri, pengaduknya, dan bagian-bagian lalu dari kalorimeter. Jadi, kita
memerlukan 3 macam kalor –qrxn, qair, dan qkalorimeter. Kalor reaksi adalah qrxn. Pengaruh
kalor terhadap lingkungan dipisahkan menjadu yang berpengaruh pad air (qair) dan yang
berpengaruh terhadap bagian lain dari kalorimeter yang dipasang tersebut (qkalorimeter). Jika
kita mengikuti pemikiran yang digunakan, dalam mengembangkan persamaan (12.3) dan
(12.4), dapat disimpulkan bahwa

qrxn + qair + qkalorimeter = 0 (12.7)

dan

qrxn = - (qair + qkalorimeter) (12.8)

untuk menilai qair dan qkalorimeter digunakan persamaan (12.1). Jika persamaan (12.1) dan
(12.8) digabungkan, didapatkan pernyataan akhir

qrxn = [(massa air x kalor garis air x perubahan suhu) + (kapasitas kalorimeter
x perubahan suhu)] (12.9)
12.3 Entalpi dan Perubahan Entalpi
Dalam pembahasan tentang calorimeter bom kita sepakat bahwa energi yang dikeluarkan
sebagai kalor dalam pembakaran sukrosa (reaksi 11.6) berhubungan dengan selisih energi-
dalam antara hasil reaksi dan pereaksinya. Selisih energi-dalam pada suatu reaksi, disebut
∆E. Untuk reaksi pembakaran yang lain dalam kalorimeter bom (yaitu, untuk reaksi pada
volume konstan) kalor reaksinya juga disebut ∆E. Tetapi, kebanyakan reaksi-reaksi
kimiawi tidak berlangsung dalam kalorimeter bom. Metabolisme sukrosa terjadi pada
tubuh manusia. Pembakaran metana (gas alam) pada alat pemanas air terjadi dalam nyala
terbuka. Pertanyaan berikut muncul. Bagaimanakah cara mengukur kalor reaksi dalam
kalorimeter dibandingkan dengan kalor reaksi jika reaksi tersebut dilangsungkan dengan
cara lain? “Cara” lain yang biasa dilakukan adalah reaksi-reaksi kimiawi yang berlangsung
pada gelas kimia, gelas piala, dan wadah-wadah lain yang terbuka di atmosfir dan pada
keadaan tekanan atmosfir konstan.
Pada pembakaran sukrosa kalor reaksi besarnya sama, baik pada reaksi yang
berlangsung di dalam kalorimeter bom ataupun di atmosfir terbuka. Hal ini karena dalam
kedua kasus, satu-satunya bentuk perpindahan energi antara campuran reaksi dan
kelilingnya adalah sebagai kalor. Pada beberapa reaksi yang berlangsung di atmosfir
terbuka sejumlah kecil kerja tekanan reaksi yan terukur berbeda sedikit dari ∆E reaksi.
Karena kenyataan-kenyataan ini, perlu didefinisikan sifat termodinamika baru yang
berhubungan erat dengan energi-dalam, tetapi mempunyai kelebihan penting:
Perubahannya berhubungan dengan kalor reaksi yang diukur untuk reaksi yang
berlangsung di atmosfir terbuka (lebih tepatnya, reaksi yang berlangsung pada keadaan
tekanan konstan dan dengan kerja terbatas, yaitu jenis kerja tekanan-volume). Fungsi yang
dapat memenuhi tujuan ini disebut entalpi dia diberi lambang H*.
Pada bab selanjutnya akan dibahas entalpi dalam istilah matematik dan bagaiman
kalor reaksi yang ditentukan dalam keadaan tertentu dapat digunakan untuk menghitung
kalor reaksi pada keadaan lain. Tetapi hal tersebut tidak menjadi perhatian kita. Uraian saat
ini akan dibatasi pada perubahan entalpi (∆H), yang dapat agak berbeda dengan perubahan
energi-dalam (∆E). dalam Sub Bab ini akan diuraikan beberapa ciri lain yang penting
untuk menggunakan istilah entalpi secara tepat.

Fungsi Keadaan. Energi-dalam yang telah dijelaskan sebagai seluruh energi yang
berkaitan dengan partikel-partikel materi di dalam sistem, adalah sesuatu yang tidak dapat
diukur. Tetapi, energi-dalam hanya tergantung pada keadaan yang merupakan ciri suatu
system dan tidak pada bagaimana keadaan-keadaan tersebut dicapai. Kondisi suatu system
mengacu pada keadaannya, dan setiap sifat yang hanya tergantung pada keadaan dari
suatu system tersebut disebut fungsi keadaan. Hal ini berarti sepanjag keadaan tersebut,
sistem mempunyai nilai E yang khas pula, meskipun kita tidak dapat mengukur nilai
mutlak dari energi dalamnya. Entalpi, yang berhubungan erart dengan energi dalam, juga
tidak data diukur, tetapi dapat didefinsikan dengan cara lain sehingga menjadi fungsi
keadaan. Untuk keadaan sistem tertentu terdapat nilai H yang khas. Ciri lain dari fungsi
keadaan adalah bahwa selisih nilai fungsi pada dua keadaan yang berbeda besarnya khas.
Gambar 12.4. Suatu Analogi Terhadap Fungsi Keadaan Termodinamika

Suatu analogi mengenai fungsi keadaan disajikan pada Gambar 12.4, yaitu
berhubungan dengan pendakian sebuah gunung. Jalur (a) pendek tetapi terjal, jalur (b)
lebih panjang tetapi lebih landau. Waktu yang diperlukan untuk emndaki gunung
tergantung pada jalur yang dipilih, tetapi ketinggian total adalah tetap. Ketinggian yang
dijalani adalah ∆H. Lebih lanjut, kehilangan ketinggian selama menuruni gunung sama
dengan -∆H. Jadi, jika diikuti perjalanan bolak-balik ke puncak gunung (∆H) dan turun
kembali (-∆H), total ketinggian yag diperoleh sama dengan nol. Pernyataan kesimpulan ini
dalam istilah termodinamika jika diikuti perubahan dari keadaan (1) ke keadaan (2) dan
kembali lagi ke keadaan awal (keadaan (1)), semua fungsi keadaan, termasuk entalpi, harus
kembali pada nilai awalnya.

∆H −∆H

Keadaan 1 → keadaan 2 → keadaan 1 (12.10)

Kita dapat memikirkan pembakaran sukrosa dnegan cara ini

C12H22O11 (p) + 12 O2 (g) → 12 CO2 (g) + 11 H2O (c)

Keadaan 1, mempunyai entalpi, H1 H1,Keadaan


tidak dapat
2, mempunyai
diukur tetapi
entalpi,
mempunyai
H2 H2, nilai
tidakyang
dapat
khas.
diukur tetapi mempunyai nilai yang khas.

Untuk reaksi: ∆H = H2 – H1
∆H mempunyai nilai yang khas, yaitu kalor reaksi yang terukur ketikareaksinya berlangsungpada tekanan tetap.

Persamaan ∆H Pada Reaksi Kimiawi. Dapat ditambahkan pentingnya informasi


termokimia terhadap persamaan reaksi (12.6).

Pembakaran sempurna 1 mol sukrosa padat, menghasilkan hanya gas CO2 dan disertai
oleh penurunan entalpi sama dengan 5,64 x 103 kJ.
C12H22O11 (p) + 12O2 (g) → 12CO2 (g) + 11H2O (c) ∆ = -5,64 x 103 kJ/mol (12.11)

Karena nilai mutlak H tidak dapat diukur, kita tidak dapat mencantumkan nilai numerik pada sumbu entalpi.
Apa yang dapat kita katakan adalah bahwa entalpi meningkat pada arah yang ditunjukkan oleh panas
(keatas). Untuk reaksi eksotermik, seperti pembakaran sukrosa (reaksi 12.11), pereaksi mempunyai entalpi
yang lebih tinggi daripada hasil yang reaksinya disertai oleh penurunan entalpi. Perubahan entalpi, ∆H,
adalah negatif, yaitu mempunyai nilai lebih kecil dari nol. Untuk reaksi endotermik, seperti sintesa NO(g) dari
unsur-unsurnya (reaksi 12.12) berlaku keadaan yang terbalik yaitu ∆H, positif atau lebih besar dari nol.

Gambar 12.5. Reaksi-Reaksi Eksoterm & Endoterm, Ditunjukkan Melalui Diagram Entalpi

Garis di atas lambang H (disebut overbar) menunjukkan jumlah pereaksi dan hasil reaksi
yang terlibat dalam satuan molar.*) Persamaan termokimia kadang-kadang ditulis dengan
koefisien pecahan, seperti pada pembentukkan 1 mol NO (g) dari unsur-unsurnya.

N2 (g) + O2 (g) → NO (g) ∆ = +90,37 kJ/mol (12.12)

Reaksi-reaksi Eksoterm dan Endoterm. Tanda ∆H negatif pada persamaan (12.11)


berarti bahwa entalpi hasil reaksi lebih rendah dari pereaksinya. Penurunan entalpi ini
menunjukka energi yang dilepaskan ke sekelilingnya dalam bentuk kalor. Reaksi yang
mengeluarkan kalor adalah reaksi eksoterm. Situasi pada reaksi (12.12) adalah
kebalikannya. Hasil reaksi mempunyai entalpi yang lebih besar dari pereaksi, ∆H positif.
Untuk menghasilkan kenaikan dalam entalpi, kalor diserap dari sekelilingnya. Reaksi yang
menyerap kalor adalah reaksi endoterm. Gambar 12.5 menyajikan metode yang berguna
untuk menunjukkan reaksi eksoterm dan endoterm secara diagramatis.
Gambar 12.6. Kalorimeter yang Dibuat Dari Gelas Gabus (Styrofoam Cup)

Percobaan Penetapan ∆H. Kalorimeter sederhana yang digambarkan pada gambar 11.4
lebih sering digunakan di laboratorium kimia umum dibandingkan kalorimeter bom.
Reaksi kimia dilangsungkan, dalam bentuk larutan pada gelas gabus (umunya dengan
pelarut air), dan oerubahan suhunya diukur. Gabus adalah isolator kalor yang baik
sehingga hanya sedikit saja kalor yang dilepaskan tetap berada dalam larutan untuk
meningkatkan suhu. Jika reaksinya endoterm, energi kalor harus diserap dari larutan dan
suhu pun turun. Karena campuran reaksi diusahakan pada keadaan tekanan atmosfir,
banyaknya energi kalor yang diukur pada tekanan konstan. qp = ∆H.
Untuk menanggulangi apa yang dikemukakan di atas, reaksi pada kalorimeter bom
sering tidak pada tekanan konstan. pada kasus demikian kalor reaksi berbeda sedikit dari
∆H. seilisihnya biasanya kecil, dan dapat diabaikan. Sampai kita bicarakan masalah ini lagi
pada bab selanjutnya, kita menganggap, seluruh pengaruh kalor merupakan perubahan
entalpi, ∆H.

12.4 Hubungan-Hubungan yang Melibatkan ∆H


Salah satu kegunaan konsep entalpi adalah memungkinkan menghitung sejumlah besar
kalor reaksi dari pengukuran yang relatif sedikit. Pernyataan-pernyataan mengenai
perubahan entalpi berikut ini penting sehubungan dengan hal tersebut.
1. ∆H adalah sifat Ekstensif. Perubahan entalpi berbanding langsung dengan jumlah zat-
zat yang terlibat dalam suatu proses, atau jika kita gandakan persamaan tersbeut dua kali
maka entalpinya juga dua kali.

N2 (g) + O2 (g) → 2 NO (g) ∆ = 2 x (+90,37) = +18074 kJ/mol

2. ∆H berubah tanda jika proses reaksi berlangsung sebaliknya. Entalpi (H) adalah
fungsi keadaan seperti dijelaskan pada analogy pendakian gunung, jika arah dari suatu
proses terbaik, perubahan sifat (∆H) juga pertukaran tanda (-∆H). Jadi, jika untuk
pembentukkan nitrogen oksida dari unsur-unsurnya.
1 1
N (g) + O
(g) → NO (g) ∆ = +90,37 kJ/mol
2 2
2 2
Jadi untuk penguraian nitrogen oksida ke dalam unsur-unsurnya:
1 1
NO (g) → N (g) + O
(g) ∆ = - 90,37 kJ/mol
2 2
2 2
3. Hukum Hess tentang pejumlahan kalor konstan.
Jika suatu proses dapat dianggap berlangsung dalam beberapa tahapan atau tingkatan
(baik secara nyata maupun hipotesis) perubahan entalpi untuk seluruh proses dapat
diperoleh dengan menjumlahkan perubahan-perubahan entalpi dari setiap tahap.

Pernyataan ini sekali lagi merupakan konsekuensi dari kenyataan bahwa entalpi
adalah fungsi keadaan. Hal ini dapat juga diperlihatkan dengan analogi pendakian gunung.
Bayangkanlah jika perjalanan dari kaki gunung ke puncak gunung dilakukan secara
bertahap. Ketinggian yang dicapai (atau hilang) dapat ditunjukkan pada masing-masing
tahapan, dan ketinggian total yang didapat merupakan jumlah dari perubahan setiap tahap
(sebagai contoh, + 1000m, - 200 m, + 400 m, dan sebagainya).
Andaikata dalam penggabungan N2 (g) dan O2 (g), reaksi tidak berhenti pada NO
(g), melainkan dibiarkan berlangsung untuk menghasilkan NO2 (g).
1 1
N (g) + O (g) → NO (g) ∆ =? (12.13)
2 2
2 2

Reaksi ini dapat berlangsung dalam dua tahap seperti ditunjukkan di bawah ini. Jika kedua
persamaan dijumlahkan, persamaan bersihnya adalah (12.13). Hukum Hess menyatakan
bahwa kedua perubahan entalpi dapat juga dijumlahkan menghasilkan ∆ untuk reaksi
(12.13).
1 1
N (g) + O
(g) → NO (g) ∆ = + 90,37 kJ/mol
2 12 2
2
NO (g) + O (g) → NO (g) ∆ = - 56,52 kJ/mol
2 2 2
1
N (g) + O (g) → NO (g) ∆ = + 90,37 kJ/mol - 56,52 kJ/mol
2 2 2
2
= + 33,85 kJ/mol

Perhatikan dalam penjumlahan ini spesies yang muncul pada kedua sisi persamaan bersih
(NO) dihilangkan. Gambar 12.7 adalah ringkasan hal-hal yang dikerjakan, dalam bentuk
diagram entalpi.
Sebagai contoh lain, anggaplah bahwa kita ingin menentukan perubahan entalpi (∆ )
untuk reaksi

3 C (grafit) + 4 H2 (g) → C3H8 (g) ∆ =? (12.14)

Bagaimana sebaiknya kita lakukan? Jika grafit dan H 2 (g) dimasukkan ke dalam bejana
agar bereaksi, reaksi akan terjadi, tetapi tidak akan berlangsung sempurna. Hasil reaksi
tidak bisa dibatasi hanya berupa C3H8 (g), karena hidrokarbon lain juga akan terbentuk.
Gambar 12.7. Hukum Hess Disajikan Dalam Diagram Entalpi

Contoh 12.2
Persamaan termokimia untuk pembakaran asetilena, suatu gas yang dipakai untuk
membuat obor, diberikan dalam persamaan (1).
(1) 2 C2H2 (g) + 5 O2 (g) → 4 CO2 (g) + 2 H2O (l) ∆H1 = -2.602 kJ
Etana suatu senyawa hidrokarbon, bereaksi sebagai berikut :
(2) 2 C2H6 (g) + 7 O2 (g) → 4 CO2 (g) + 6 H2O (l) ∆H2 = -3.123 kJ
Akhirnya, hidrogen dan oksigen bergabung seperti persamaan berikut:
(3) H2 (g) + O2 (g) → H2O (l) ∆H3 = -286 kJ
o
Semua data ini berlaku pada suhu 25 C dan tekanan 1 atm. Gunakan data-data di
atas untuk menghitung ∆H untuk reaksi:
(4) C2H2 (g) + 2 H2 (g) → C2H6 (g) ∆H4 = ?

12.5 Entalpi Pembentukan Baku


Telah berulang kali dicatat bahwa tidak ada nilai mutlak E dan H. Meskipun demikian,
kimiawan telah berhasil menghitung perubahan-perubahan dalam sifat-sifatnya itu sendiri,
yaitu ∆H.
Kita akan kembali kepada analogi pendakian gunung sebagai pembanding dalam
situasi lain. Perbedaan ketinggian antara puncak dan beberapa titik tetap di kaki gunung
dapat ditentukan dengan sangat tepat, tetapi berapakah ketinggian mutlak sebuah gunung.
Apakah kita menetapkannya sebagai jarak vertical antara puncak gunung dan titik panas
bumi? Atau jarak vertikal antara puncak gunung dengan paling terdalam di lautan? Tidak,
berdasarkan perjanjian bersama kita mengartikannya sebagai jarak vertikal antara puncak
gunung dan permukaan laut. Jika kita secara arbiter (sembarang) menentukan rata-rata
permukaan laut sebagai ketinggian 0, semua titik di bumi dapat ditentukan ketinggian
relatifnya terhadap nilai nol ini. Ketinggian gunung Everest adalah +8848 m. Badwater di
Death Valley (California) adalah –86 m.
Pemikiran yang sama digunakan untuk entalpi. Berdasarkan perjanjian, ditetapkan
nilai entalpi nol untuk unsur-unsur dalam bentuk yang paling mantap pada tekanan 1
atom* pada suhu yang ditentukan, keadaan tersebut disebut sebagai keadaan baku.
Entalpi senyawa dapat dicari dengan menghubungkannya terhadap nilai nol tadi.
Perbedaan entalpi antara satu mol suatu senyawa dalam keadaan bakunya dan unsur-
unsurnya dalam keadaan bakunya disebut entalpi pembentukan molar baku (atau
disederhanakan: kalor pembentukan molar) dan dilambangkan dengan ∆ ° . Tikalas
(subscript)o menyatakan bahwa zat-zat dalam keadaan baku.
Tabel entalpi pembentukan baku yang lebih luas dapat menyelesaikan berbagai
perhitungan termodinamika. Beberapa data yang khas disajikan pada Tabel 12.1.

Tabel 12.1. Beberapa Nilai Entalpi Dicari Pembentukan Molar Baku pada 298 K
Zat ∆ ° , 298, kJ/mola
CH4 (g) -74,85
C2H2 (g) 226,73
C2H4 (g) 52,30
C2H6 (g) -84,68
C3H8 (g) -103,85
CO (g) -110,54
CO2 (g) -393,51
HCl (g) -92,30
H2O (g) -285,85
NH3 (g) -46,19
NO (g) 90,37
SO2 (g) -296,90

Marilah kita terapkan Hukum Hess dan gagasan-gagasan lain dalam sub bab lain
untuk menghitung perubahan entalpi ∆ (yaitu, kalor reaksi molar baku) dalam
pembakaran satu mol etana, C2H6 (g), yang seluruh pereaksi dan hasil reaksinya berada
dalam keadaan baku.

C2H6 (g) + O2 (g) → 2 CO2 (g) + 3 H2O (c) ∆ =? (12.15)

Tiga persamaan yang dapat ditambahkan untuk menghasilkan persamaan (11.12)

(a) C2H6 (g) → 2 C (grafit) + 3 H2 (g) ∆ = - ∆ ° |C2H6(g)|


(b) 2 C (grafit) + 2 O2 (g) → 2 CO2 (g) ∆ = 2 x ∆ ° |CO2(g)|
(c) 3 H2 (g) + O2 (g) → 3 H2O (c) ∆ = 3 x ∆ ° |H2O(c)|
C2H6 (g) + O2 (g) → 2 CO2 (g) + 3 H2O (c) ∆ =? (12.15)

Baru saja diperkenalkan pada kita konsep entalpi (kalor) pembentukan. Perlu
diketahui bahwa persamaan (a) adalah kebalikan dari persamaan yang menunjukkan
pembentukan satu mol C2H6 (g) dari unsur-unsurnya. ∆H untuk persamaan (a) adalah
negatif dari nilai entalpi pembentukan C2H6 (g). Untuk persamaan (b) dan (c) nilai-nilai
∆H masing-masing dua kali dan tiga klai entalpi pembentukan CO2 (g) dan H2O (c).
reaksi (11.12), menjadi

∆ = {2 x ∆ ° [CO2(g)] + 3 3 x ∆ ° [H2O(c)]} – {∆ ° [C2H6(g)]} (12.16)

Persamaan (11.13) disederhanakan dalam penggunaan yang lebih umum, yaitu :

∆ = [Σ vp∆ ° (produk)] - [Σ vr ∆ ° (pereaksi)] (12.17)

Karena data entalpi pembentukan yang digunakan pada contoh soal adalah untuk 298
K, hasil dari masing-masing perhitungan juga digunakan hanya pada 298 K. Umumnya
nilai-nilai ∆H tidak sepenuhnya bebas dari pengaruh suhu. Ini berarti, bahwa hasil yang
diperoleh untuk 298 K jarang dapat digunakan dalam kesaran suhu yang luas.

Contoh 12.3
Reaksi peruraian natrium bikarbonat adalah
2 NaHCO3 (s)  Na2CO3 (s) + H2O (g) + CO2 (g)
Hitung ∆Ho reaksi dalam kilojoule apabila diketahui ∆Hof dari reaktan dan
produknya.
∆ ° NaHCO3 (s) = -947,7 kJ
∆ ° Na2CO3 (s) = -1.131 kJ
∆ ° H2O (g) = -242 kJ
∆ ° CO2 (s) = -394 kJ

TUGAS
1. Hitung jumlah kalor (dalam kJ) jika 12,6 L etilena diklorida C 2H4Cl12(c) menjalani
perubahan suhu dari 48,3 menjadi 24,7 oC dengan berat jenisnya 1,253 g/cm3 dan
kalor jenis = 0,0310 kal/g.oC.
2. Suatu contoh yang dibakar pada calorimeter bom mengeluarkan kalor 20,9 kJ. Suhu
1155 g air naik sebesar 3,68 °C. Hitunglah kapasitas kalor kalorimeter.
3. Pada pembakaran sempurna dalam kalorimeter bom, sejumlah kalor dikeluarkan oleh
zat tertentu. Nyatakan masing Gunakan Hukum Hess untuk menentukan ∆ reaksi
C3H4(g) + 2H2(g)  C3H8(g) diketahui bahwa
(a) H2(g) + 1/2O2(g)  H2O(c) ∆ = -285,85 kJ/mol
(b) C3H4(g) + 4O2(g)  3CO2(g) + 2H2O(c) ∆ = -1941 kJ/mol
(c) C3H8(g) + 5O2(g)  3CO2(c) + 4H2O(g) ∆ = -2220 kJ/mol
4. Dengan menggunakan Tabel 12.1, tunjukkan entalpi pembentukkan CCl4(g) pada 25
°C dan 1 atm pada reaksi berikut.
CH4(g) + Cl2(g)  CCl4(g) + 4HCl(g) ∆ ° = -402 kJ/mol
Daftar Pustaka

Brady, J.E, 1999, Kimia Universitas Jilid 1, Bina Aksara, Jakarta.

Petrucci, R.H., 1985., Kimia Dasar, Prinsip dan Terapan Modern Jilid 1,Erlangga, Jakarta.

Petrucci, R.H., 1985., Kimia Dasar, Prinsip dan Terapan Modern Jilid 2, Erlangga,
Jakarta.

Petrucci, R.H., 1985., Kimia Dasar, Prinsip dan Terapan Modern Jilid 3, Erlangga,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai