Anda di halaman 1dari 4

AGROTEKNO 13 (1): 25 - 28 ISSN 0853-6414

KAJIAN TINGKAT PENCEMARAN UDARA OLEH GAS NH3 DAN H2 S


PADA PROSES PENGOMPOSAN SECARA AEROB

Yohanes Setiyo
Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana

ABSTRACT incineration (Marchettini et al., 2006; Modles et al.,


2006 ).
This research objective was to know the level polutan of NH3 Permasalahan yang dihadapi dalam proses
and H2S from aerobic composting process. Modified Briski pengomposan secara open windrow adalah
method was use to identification NH3 and H2S. Pada metode
Briski et al. (2003) tidak ada pengukuran gas NH3 and H2S.
penurunan kerapatan masa bahan organik yang
Both polutan were colect at solvent BaCL2 and H2SO 4 0.1 N mengakibatkan penurunan laju difusi oksigen ke
along one week, than the level of concentration at air were masa bahan organik. Menurunnya laju difusi oksigen
identificated by chromatography method. diduga berakibat pada titik tertentu reaksi
The level concentration of NH3 at the air was 0.092 ppm to 0.25 pengomposan menjadi anaerob, sehingga akan
ppm, and the level polutan of H2S to the air was 0.3 ppm to 1.1
ppm. Both polutan were below from standard of SNI. muncul bau akibat gas sulfida dan amonia.
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi
Keyword : polutan, indentification, aerobic composting munculnya gas H2 S dan NH3 pada proses
pengomposan secara aerob pada bejana sederhana.

PENDAHULUAN
METODE PENELITIAN
Keterlambatan penanganan sampah
menimbulkan pencemaran udara, pencemaran air Bahan dan Alat
dan pencemaran tanah. Pencemaran udara Bahan yang dipergunakan dalam penelitian
diakibatkan oleh bau terutama gas NH3 , H2 S, CH3 S, ini adalah sampah organik perkotaan yang berumur 1
(CH3)2 S2, asam-asam alifatik serta CO (Rosenfeld hari, larutan BaCl2 0.1 N, larutan H2 S 0.1 N, air,
dan Henry, 2000 dan Martin,1998). Pencemaran air plastik, KOH padat. Sedangkan alat yang digunakan
dan pencemaran tanah diakibatkan oleh air lindi adalah bejana pengomposan dan GC.
(Vesilind et al. 1994). Prosedur Penelitian
Sampah kota-kota besar di Indonesia rata-rata Percobaan pengomposan skala laboratorium
mengandung 79.5% bahan organik, 4.1% kertas, untuk mendapatkan gambaran dinamika produksi
plastik 3.7%, kaca 2.3%, logam 2.7%, kayu 2.79%, gas H2 S dan gas NH3 , dan neraca massa .Proses
kain 1.1%, karet 0.8% lain-lain 2.9% dari survei pengomposan dilakukan pada kolom bahan organik
Dinas Penyehatan Lingkungan Tahun 1994. Menurut padat yang diletakan pada suatu tabung vertikal
Furedy (1994) sampah dari kota-kota di Asia terbuat dari ember plastik, percobaan ini merupakan
mengandung 60 – 90% bahan organik dan debu. modifikasi dari metode Briski et al. (2003) yang
Sampah organik berpotensi dikomposkan dengan diterapkan untuk pengomposan limbah industri
skala kecil atau dengan skala lebih besar yang rokok. Modifikasi dilakukan pada cara pengukuran
dipusatkan di satu kota. Pengomposan dapat gas NH3 dan gas H2 S. Pada metode Briski et al.
menurunkan jumlah sampah yang harus ditangani. (2003) tidak ada pengukuran gas NH3 dan gas H2 S
Pengomposan secara aerob menggunakan yang merupakan gas berbau utama yang mungkin
metode open windrow sangat sederhana dan tidak ada pada pengomposan bahan organik padat secara
memerlukan investasi yang besar. Hasil kompos aerobik (Rosenfeld dan Henry, 2000 dan
dapat dijadikan pupuk organik, sedangkan bau akibat Martin,1998).
proses pengomposan dapat dikendalikan dengan Percobaan pengomposan skala laboratorium
ketercukupan oksigen untuk pengomposan. dilakukan 3 kali, percobaan dilakukan secara pararel
Kelebihan pengomposan secara aerob adalah pada bejana ember volume 60 liter. Sistem
mikroorganisme patogen akan mati pada fase pemberian oksigen dengan udara yang dialirkan ke
thermofilik. Pengomposan merupakan strategi sampah yang dikomposkan akibat dorongan kipas
managemen limbah organik padat paling ramah lewat pipa pralon diameter 2 inchi. Udara yang
lingkungan dibandingkan sanitary landfill dan mengandung uap air, gas CO2 , gas NH3 dan gas H2 S

Agrotekno Vol 13, Nomor 1, Pebruari 2007 - 25


Kajian Tingkat Pencemaran Udara Oleh Gas NH3 dan H2 S pada Proses Pengomposan Secara Aerob

dilewatkan pipa plastik ukuran • cm dan uap air berdasarkan NH3 yang tertangkap di larutan
dikondensasi pada sistem pendinginan di bejana H2 SO4 0.1N.
pengomposan. 2.Prosedur perhitungan laju produksi gas H2 S
a. Gas H2 S hasil reaksi pengomposan diikat
Prosedur Percobaan dengan larutan BaCl2 0.1N. Penampungan
1. Prosedur perhitungan laju produksi gas NH3 gas selama satu minggu.
a. Gas NH3 hasil reaksi pengomposan diikat b. Konsentrasi gas H2 S hasil pengomposan
dengan larutan H2 SO4 0.1N. Penampungan (CH2S) diukur dengan spektrofotometer
gas selama satu minggu. berdasarkan H2 S yang tertangkap di larutan
b. Konsentrasi gas NH3 hasil pengomposan BaCl2 0.1N.
(CNH3 ) diukur dengan spektrofotometer

(6)

(2) (3)
(7)

(8) (9)
Sampah Organik

(10)

(5)
Air
H2 SO4 BaCl2
terkon-
(4) densasi
(1) (11) (12)

Gambar 2 Metode pengomposan skal laboratorium

Keterangan gambar : (1) Kipas, (2) higrometer, (3) termometer, (4) air lindi keluar, (5) air terkondensasi, (6)
Cosmotector untuk mengukur konsentrasi O2, dan CO2, , (7) udara keluar dari
bioreaktor, (8) sampah, (9) sistem pendingin udara keluar, (10) udara keluar, (11)
penangkap NH3 , dan (12) penangkap gas H2 S

HASIL DAN PEMBAHASAN dari hari pertama sampai hari ketigapuluhsatu,


namun setelah itu reaksi kimia pengomposan pada
Derajat keasaman (pH) pengomposan antara kondisi asam.
6.5 sampai 7.7 atau pada pH netral, hal ini juga Gambar 3 menampilkan pola perubahan pH
dihasilkan pada penelitian McKinley et al. (1985); selama proses pengomposan. Pada minggu
Nakamura et al. (1995), Nakasaki et al. (1987a); pertama pH di atas 7 sifat massa yang
Raniwinati (1998) dan Sudiarjana (2003). Pada dikomposkan cenderung basa, sehingga kelebihan
minggu pertama terjadi kenaikan pH dari pH awal ion OH- akan mengakibatkan kehilang ammonium
sekitar 7.2 menjadi rata-rata sekitar 7.7, namun dalam bentuk NH3- dan hidrosilasi beberapa
kemudian mengalami penurunan kembali sampai unsur biologis seperti Cu dan Mn membentuk
reaksi pada kondisi asam atau pH di bawah 7. Derajat campuran karbonat yang sulit terurai (Martin,
keasaman terendah sekitar 6.5 dicapai pada minggu 1998). Pada pH di bawah 7, sifat massa yang
kedelapan. Reaksi pengomposan pada kondisi basa dikomposkan cenderung asam, sehingga

26 – Agrotekno Vol 13, Nomor 1, Pebruari 2007


Yohanes Setiyo

kelebihan ion H+ dapat menyebabkan penguraian saat tanpa pengadukan dan saat diaduk antara 0.28-
dan pelepasan ion Ca2+ dan Mg2+ dari 0.3 ppm, hal ini menunjukan bahwa saat tanpa
mikroorganisme, ion-ion metal dari mineral dan pengadukan emisi gas H2 S diuraikan oleh bakteri
bahan organik (Martin, 1998) Beggiatoa menjadi sulfur dan air. Namun karena O2
terbatas, gas H2 S tidak dapat diurai secara sempurna
dan masih ada emisi gas tersebut.
7.8 Pada minggu ketiga pH menurun diakibatkan
7.6 karena aktivitas mikroba berkurang karena
7.4 berkurangnya bahan makanan dan mikroba yang
7.2 bertahan hanya mikroba yang benar-benar terseleksi
pH

7 karena suhu pengomposan pada fase thermophilik


6.8 dan pada pH bersifat asam lemah. Penyebab lain
6.6 adalah kation-kation yang dilepas berkurang,
6.4 sedangkan asam yang terbentuk meningkat dan
0 20 40 60 terjadi pelepasan gas NH3 yang bersifat basa. Gas
Waktu pengomposan (t), hari NH3 yang dilepas terutama saat pengadukan pada
proses pengomposan bervariasi dari 1.4 ppm s/d 2.3
Gambar 3 pH pengomposan ppm, dinamika pelepasan gas NH3 saat tanpa
pengadukan seperti Gambar 5.

Kenaikan pH di minggu pertama, karena ada


demineralisasi bahan organik terutama unsur mikro 0.16
Mg2+, K +, Ca2+. Kation-kation ini akan berikatan
e m is i g a s N H 3 ,

dengan asam-asam yang terbentuk selama proses 0.11


pengomposan dan menyebabkan reaksi pengomposan
ppm

2
pH naik. Selain itu ada pelepasan gas bau yang 0.06 NH3 = -0.0001t + 0.0079t - 0.0148
didominasi oleh H2 S ke lingkungan yang bersifat 2
R = 0.8734
asam. 0.01
Pelepasan ion gas S- pada proses pengomposan 0 10 20 30 40 50 60
terutama saat pengadukan antara 0.3 ppm s/d 1.1
ppm, dan dinamika pelepasan ion gas S- pada proses Waktu pengomposan (t), hari
pengomposan terutama saat tanpa pengadukan.
persamaan matematik y = -0.0002t2 – 0.0037 t + 1.05
Gambar 5 Emisi gas NH3 - selama pengompoan
adalah hubungan antara konsentrasi emisi gas NH3 -
sampah
dengan waktu pengomposan secara, dengan r2 = 0.86.
Hasil identifikasi pelepasan gas NH3 saat tidak
diaduk rata-rata 0.018 ppm s/d 0.135 ppm atau di
1 2 bawah baku tingkat kebauan, sehingga secara
H2S = -0.0002t - 0.0037t + 1.0492
emisi gas H2S,

0.8 2
indrawi pengomposan tidak menimbulkan bau.
R = 0.8586 Hubungan antara konsentrasi emisi gas NH3 - dengan
0.6
ppm

0.4
waktu pengomposan secara matematik NH3 = -
0.0001 t2 + 0.0079 t - 0.0148, dengan nilai r2 = 0.87.
0.2
Emisi gas NH3 yang ke luar sistem
0 pengomposan menunjukkan bahwa O2 menjadi
0 20 40 60 substrat pembatas, sehingga NH3 tidak semuanya
waktu pengomposan (t), hari digunakan bersamaan dengan glukosa dan piruvat
untuk menyusun sel mikroorganisme. Selisih emisi
gas NH3 saat pengomposan dilakukan pengadukan
Gambar 4 Emisi gas H2 S selama pegomposan sampah dan tanpa pengadukan antara 1.39-2.17 ppm
menunjukkan bahwa, emisi gas NH3 saat
Gas H2 S yang terlepas saat tanpa pengadukan
pengomposan tidak diaduk digunakan oleh
antara 0.028-0.8 ppm. Selisih gas H2 S yang terlepas
mikroorganisme untuk menyusun selnya.

Agrotekno Vol 13, Nomor 1, Pebruari 2007 - 27


Kajian Tingkat Pencemaran Udara Oleh Gas NH3 dan H2 S pada Proses Pengomposan Secara Aerob

Nakasaki K, Nakano Y, Akiyama T, Shoda M, and


KESIMPULAN DAN SARAN Kubota H. 1987a. Oxygen diffusion and
mikrobial activity in the composting of
Kesimpulan dehidrated sewage sludge cake. J
Dari hasil identifikasi bau pada proses Fermentation Technology 65(1): 43-48.
pengomposan secara aerob lebih didominasi
Rawiniwati W. 1998. Peran beberapa fungi selulotik
pelepasan S- dibandingkan dengan gas NH3 . Tingkat
pada laju pengomposan limbah tanaman dan
polusi udara oleh kedua gas tersebut masih dibawah
aplikasinya pada jagung. Thesis. Bogor:
standar kebauan yang ditetapkan SNI.
Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian
Bogor
Saran
Masih diperlukan upaya penelitian pada Rosenfeld, P.E., and Henry, C.L. 2000. Wood and
ketinggian tumpukan berapa proses pengomposan ash control of odor from biosolids
secara aerob benr-benr terjadi secara sempurna, application. J. Environ. Qual. 29 :1662 –
sehingga pencemaran udara oleh gas polutan tidak 1668.
terjadi. Sudiarjana IM. 2003. Isolasi dan karakteristik
mikroorganisme asal sampah pasar dan isi
DAFTAR PUSTAKA rumen serta aplikasinya sebagai starter dalam
pengomposan sampah. Skripsi. Bogor:
Bach PD, Nakasaki K, Shoda M, and Kubota H. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
1987. Thermal balance in composting Vesilind AP, Peirce JJ, dan Weiner RF. 1994.
operation. J Fermentation Technology. 65(2): Enviromental engineering. Butterwort-
199 – 209. Heinemann Inc. Boston.
Briski F, Corgas N, Vukonic M, and Gomzi Z. 2003.
Aerobic composting of tobacco industry solid
waste-simulation of the process. J. Clean
Techn. Environ. Policy 5: 295 - 301.
Furedy C. 1994. Decentralized composting : An
emergencing technique of solid waste
management. ASEP Newsleter 10(1): 1-12.
Marchettini n., Ridolfi R., and Rustici M. 2007. An
environmental analysis for comparing waste
management options and strategies. J. Waste
Management 27: 562-571.
McKinley, V.L., Vestal, J.R., and Eralp, A.E. 1985.
Microbial activity in composting. Biocycle.
26, 47 – 50.
Moldes A., Cend‚n Y., and Barral, MT. 2006.
Evaluation of municipal solid waste compost
as a plant growing media component, by
applying mixture design. Bioresource
Technology, Article in Press.
Nakamura K, Ishikawa S, and Kawaharasaki
M.1995. Phospate uptake and release activity
in immobilized polyphosphate accumulating
bacterium Microlunatus phosphovorus. J
Fermentation and Bioengineering 80(4): 377
– 382.

28 – Agrotekno Vol 13, Nomor 1, Pebruari 2007

Anda mungkin juga menyukai