Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

POTENSI DAN PEMANFAATAN BENTUK LAHAN DI INDONESIA

Dosen Pengampu:
Dr. Arif Rahman Nugroho M.Sc
Muhammad Efendi, M.Pd
Maresilus Untung Dwiatmoko ST.,M.Eng.

Disusun Oleh:
Sayid Lutfi Rama Chaniago Alaydrus
2010416310007

JURUSAN/PROGRAM STUDI GEOGRAFI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK UNIVERSITAS LAMBUNG
MANGKURAT TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu geografi pada dasarnya mempelajari tentang bumi dan seisinya serta hubungan antar
keduanya. Ilmu geografi mempunyai unsur dalam pembahasannya, antara lain membahas tentang
letak, luas,bentuk, batas dan persebaran. Menurut Bintarto (1987, dalam Suprayanti, 2012), geografi
mempelajari hubungan kausal gejala - gejala di permukaan bumi, baik yang bersifat fisik maupun
yang menyangkut kehidupan makhluk hidup beserta permasalahannya melalui pendekatan
keruangan, kelingkungan, dan regional untuk kepentingan program, proses, dan keberhasilan
pembangunan. Pariwisata memiliki hubungan yang sangat erat dengan disiplin ilmu geografi.
Menurut Kodhyat (1983, dalam Fahlevi, 2018), pariwisata adalah perjalanan dari suatu tempat
ketempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan atau kelompok, sebagai usaha mencari
keseimbangan atau keserasian dan kebahagian dengan lingkungan dalam dimensi sosial, budaya,
alam dan ilmu. Berbagai macam aspek geografi yang diperlukan oleh informan pariwisata seperti
kondisi iklim, keindahan alam, rute perjalanan, adat istiadat dan budaya setempat dan lain
sebagainya untuk mendukung kegiatan pariwisata. Geografi Pariwisata merupakan bidang ilmu
terapan yang berusaha mengkaji unsur - unsur geografis suatu daerah untuk kepentingan
kepariwisataan. Unsur - unsur geografis suatu daerah memiliki potensi dan karakteristik yang
berbeda-beda. Bentang alam pegunungan yang beriklim sejuk, pantai landai yang berpasir putih,
hutan dengan beraneka ragam tumbuhan yang langka, danau dengan air yang bersih, merupakan
potensi suatu daerah yang dapat dikembangkan untuk usaha industri pariwisata. Unsur geografis
yang lain seperti lokasi/letak, kondisi morfologi, penduduk, berpengaruh terhadap kemungkinan
pengembangan potensi obyek wisata.
Secara umum pariwisata dibagi menjadi dua jenis, yaitu pariwisata alam dan pariwisata buatan.
Menurut Nyoman S. Pendit (1999) bentuk pariwisata dapat dibagi menjadi lima kategori yaitu
menurut asal wisatawan, menurut akibatnya terhadap neraca pembayaran, menurut jangka waktu,
menurut jumlah wisatawan, dan menurut alat angkut yang digunakan. Bentuk-bentuk pariwisata
tersebut dijelaskan sebagai berikut.
a. Menurut asal wisatawan Wisatawan itu berasal dari dalam atau luar negeri. Asal wiasatawan dari
dalam negeri berarti sang wisatawan hanya pindah tempat sementara di dalam lingkungan wilayah
negerinya sendiri dan selama ia mengadakan perjalanan.
b. Menurut akibatnya terhadap neraca pembayaran Kedatangan wisatawan dari luar negeri adalah
membawa mata uang asing. Pemasukan valuta asing ini berarti memberi dampak positif terhadap
neraca pembayaran luar negeri suatu negara yang dikunjunginya, hal ini disebut pariwisata aktif,
sedangkan kepergian seorang warga negara ke luar negeri memberikan dampak negatif terhadap
neraca pembayaran luar negerinya, disebut pariwisata pasif.
c. Menurut jangka waktu Kedatangan seorang wisatawan di suatu tempat atau negara diperhitungkan
pula menurut waktu lamanya ia tinggal di tempat atau negara yang bersangkutan. Hal ini
menimbulkan istilahistilah pariwisata jangka pendek dan pariwisata jangka panjang, yang mana
tergantung kepada ketentuan-ketentuan yang diberlakukan oleh suatu negara untuk mengukurpendek
atau panjangnya waktu yang dimaksudkan.
d. Menurut jumlah wisatawan Perbedaan ini diperhitungkan atas jumlah wisatawan yang datang,
apakah wisatawan datang sendiri atau rombongan, maka timbulah istilah-istilah pariwisata tunggal
dan pariwisata rombongan.
e. Menurut alat angkut yang dipergunakan dilihat dari segi penggunaan yang dipergunakan oleh
sang wisatawan, maka kategori ini dapat dibagi menjadi pariwisata udara, pariwisata laut, pariwisata
kereta api dan pariwisata mobil, tergantung apakah sang wisatawan tiba dengan pesawat udara,
kapal laut, kereta api atau mobil.
Jenis-jenis pariwisata menurut James J.Spillane (1987, dalam Setyawati, 2013) berdasarkan motif
tujuan perjalanan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis pariwisata khusus berikut.
a. Pariwisata untuk menikmati perjalanan (Pleasure Tourism) Jenis pariwisata ini dilakukan oleh
orang-orang yang meninggalkan tempat tinggalnya untuk berlibur, mencari udara segar, 3 memenuhi
kehendak ingin-tahunya, mengendorkan ketegangan syaraf, melihat sesuatu yang baru, menikmati
keindahan alam, mengetahui hikayat rakyat setempat, mendapatkan ketenangan.
b. Pariwisata untuk rekreasi (Recreation Tourism) Pariwisata ini dilakukan untuk pemanfaatan hari-
hari libur untuk beristirahat, memulihkan kembali kesegaran jasmani dan rohaninya, dan
menyegarkan diri dari keletihan dan kelelahannya. Dapat dilakukan pada tempat yang menjamin
tujuan-tujuan rekreasi yang menawarkan kenikmatan yang diperlukan seperti tepi
pantai,pegunungan, pusat-pusat peristirahatan dan pusat-pusat kesehatan.
c. Pariwisata untuk kebudayaan (Cultural Tourism) Jenis ini ditandai oleh adanya rangkaian
motivasi, seperti keinginan untuk belajar di pusat-pusat pengajaran dan riset, mempelajari adat-
istiadat, kelembagaan, dan cara hidup masyarakat yang berbedabeda, mengunjungi monumen
bersejarah, peninggalan masa lalu, pusatpusat kesenian dan keagamaan, festival seni musik,
teater,tarian rakyat dan lain-lain.
d. Pariwisata untuk olahraga (Sports Tourism) Pariwisata ini dapat dibagi lagi menjadi dua kategori
berikut.
1) Big sports events, yaitu peristiwa-peristiwa olahraga besar seperti Olympiade Games, kejuaraan
ski dunia, kejuaraan tinju dunia, dan lain-lain yang menarik perhatian bagi penonton atau
penggemarnya
2) Sporting tourism of the Practitioners, yaitu pariwisata olahraga bagi mereka yang ingin berlatih
dan mempraktekkan sendiri seperti pendakian gunung, olahraga naik kuda, berburu, memancing dan
lain-lain.
e. Pariwisata untuk urusan usaha dagang (Business Tourism) Menurut para ahli teori, perjalanan
pariwisata ini adalah bentuk profesional travel atau perjalanan karena ada kaitannya dengan 4
pekerjaan atau jabatan yang tidak memberikan kepada seseorang untuk memilih tujuan maupun
waktu perjalanan.
f. Pariwisata untuk berkonvensi (Convention Tourism) Pariwisata ini banyak diminati olehnegara-
negara karena ketika diadakan suatu konvensi atau pertemuan maka akan banyak peserta yang hadir
untuk tinggal dalam jangka waktu tertentu dinegara yang mengadakan konvensi. Negara yang sering
mengadakan konvensi akan mendirikan bangunan-bangunan yang menunjang diadakannya
pariwisata konvensi
Pariwisata di daerah - daerah relatif banyak apabila mampu memanfaatkan potensi - potensi
yang ada, pemerintah dan masyarakat daerah saling membantu dalam pengembangannya
tersebut,sehingga akan mengangkat segi ekonomi, budaya dan pendidikan daerah itu. Pariwisata
mampu dalam mengatasi masalah kesejahteraan bila dikembangkan secara profesional.
BAB II
PEMBAHASAN

Dari sejarahnya leisure, semula diartikan atau dikonotasikan sebagai kegiatan non produktif,
leisure seringkali diterjemankan sebagai waktu luang, yaituwaktu di luar pekerjaan atau kewajiban
lain, yang panjangnya bervariasi dariukuran menit, jam sampai hari atau lebih panjang lagi.
Sementara itu dalamperkembangannya beberapa pustaka mendefinisikan leisure secara lebih
bermakna, tidak sekedar dilihat dari waktu luangnya, natonn fingsi yangterkandung di dalamnya:
leisure (Berasal dari bahasa Latin : licere, leisureberarti menjadi bebas) sebagai pengalaman. Kelly
mendefinisikannya sebagai kegiatan yang dipilih dalam suatu kebebasan relatif untuk sesuatu yang
berkualitas dan memberikan kepuasan, sementara Murphy melihatnya dalam berbagai pengertian
mulai dari bentuknya sebagai waktu yang tersisa dari suatu siklus kerja tertentu, sebagai instrumen
sosial untuk mencapai tujuan tertentu, untuk menunjukkan kelas sosial, sebagai suatu state of
freedom, sebagai suatu ekspresi diri, pemenuhan kepuasan yang tak kalahpenting dari kerja (bukan
nomer dua, setelah kerja sebagai nomer satu); secaraholistik leisure yang sebenanya adalah suatu
kebebasan untuk pengembangandiri yang terekspresikan dalam suatu kegiatan (Murphy 1974, Kelly,
1982).
Ada beberapa konsep tentang leisure, yaitu konsep waktu, konsep kebebasan,konsep
recovery, konsep pembagian tanggung jawab antar institusi, konsepepistomologi berdasarkan nilai-
nilai budaya maupun konsep sosiologis yang memberikan arti bagi kelompok-kelompok sosial.
(Max Kaplan, 1973, dalam Wilson, 1988). Dalam tulisan ini akan dilihat bagairnana kehidupan
netropolitan telah member:tuk pola pemanfaatan waktu, pola kerja pola hubungan sosial dan kelas-
kelas sosial yang beragam budaya yang berproses (daluri proses perubahan yang dinamik dan terus
menerus), yang mempunyai pengaruh terhadap bentuk-bentuk leisure masyarakatnya. Secara umum
leisure dapat berbentuk sebagai kegiatan (meinbaca, menonton tv, berjalan-jalan, dsb), melakukan
kegiatan rekreasi lokal (olahraga secara rutin setiap hari/jam tertentu, makan luar pada akhir
minggu, dsb), atau rekreasi di luar tempat tinggal seseorang (sebagai wisatawan atau disela-sela
kegiatan bisnis ditempat kunjungan). Di kawasan/kota metropolitan leisure telah menunjukkan
bentuk-bentuk yang tidak hanya beragam jenisnya tetapi juga berkelas-kelas dan berkembang
menjadi industri yang marak dan memberikan ciri terhadap kawasan-kawasan tertentu yang
mempunyai fungsi leisure.
Rekreasi merupakan sesuatu yang ekivalen dengan leisure, atau sebagai suatu institusi sosial
dengan dua elemen utama yaitu elemen restorasi dan organisasi sosial. Elemen pertama restorasi
adalah bagian dari rekreasi; rekreasi menjadi bagian dari kehidupan dan mempunyai arti tersendin.
Definisi yang semula hanya melihat rekreasi sebagai kegiatan yang memberi kesempatan bagi orang
untuk bebas dari kerja, dianggap terlalu sempit dan Kelly mengembangkannya dengan tidak hanya
mengkaitkan dengan kerja; restorasi dan recreate juga sangat diperlukan dalam mencapai berbagai
tujuan non kerja, menjadi warganegara yang baik, menjadi kepala anggota keluarga yang baik,
mencapai keseimbangan emosional, untuk dapat belajar lebih efektif atau sekedar merasa lebih enak
Jadi tujuannya restore dan recreate bukan hanya untuk kerja, tetapi untuk segala sesuatu tujuan yang
diinginkan,untuk kehidupan secara menyeluruh. Elemen kedua: organisasi sosial, rekrcasi tidak
dilakukan dengan tujuan rekreasi, tetapi menyunyai suatu tujuan sosial. Dalam hal ini rekreasi
adalah leisure yang dirasiðuálisasikan, bukan apa saja, di mana saja dan kapan saja, namun
mengandung suatu keteraturan, rutinisasi dan suatu kesenangan (enjoyment). Kalau leisure
merupakan fenomena human, rekreasi merupakan fenomena sosial. Rekreasi adalah sesuatu yang
disediakan provided for). dikelola/organisasikan dan juga diajarkan. Seseorang perlu belajar
bagaimana melakukan rekreasi yang baik, yang memberikan manfaat bagi kehidupannya sebagai
makhluk sosial, tidak hanya melakukan apa saja di luar kegiatan bekerja. Dalam masyarakat
perkotaan atau metropolitan dengan kompleksitas organisasi yang tinggi, rekreasi dapat merupakan
suatu komponen terpisah baik dalam penyelenggaraan maupun dalam pemanfaatan ruarg. Perbedaan
antara leisure dan rekreasi dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa sebagai fenomena sosial ada masalah
akseptabilitas, masalah organisasi maupun tujuan-tujuan sosial yang ingin dicapai. Kegiatan rekreasi
harus merupakan sesuatu yang dapat diterima masyarakat. Perjudian, misalnya, tak dapat dilakukan
secara terbuka sebagai rekreasi resmi.
Meskipun sebagian orang tertentu melakukannya, tetapi masyarakat umumnya tak dapat menerima
sebagai kegiatan yang bermanfaat bagi pelaku maupun bagi masyarakat, berbeda dengan olah raga
tradisional maupun olah raga *impor' -seperti tai-chi- yang sudah banyak dilakukan secara
terorganisasi di tempat-tempat umum karena dianggap sebagai kegiatan yang memberikan manfaat
bagi pelaku maupun bagi masyarakat yang anggotanya menjadi lebih sehat dan lebih akrab satu
dengan lainnya. Di berbagai negara, bahkan rekreasi masal diselenggarakan untuk tujuan politis,
mengalihkan perhatian dari masalah pengangguran atau ketidakadilan sosial. Ada suatu tujuan yang
menguntungkan masyarakat. Secara singkat, sekarang ini rekreasi bukan lagi merupakan konsumsi
kemewahan, tetapi sudah menjadi kebutuhan, masyarakat tidak hanya menginginkan tetapi
membutuhkan rekreasi sebagai bagian dalam proses kehidupannya.
Faktor-faktor yang akan berpengaruh terhadap kebutuhan akan rekreasi adalah
kependudukan jumlah, pendidikan, umur, pendepatan, qiluence), tempat tinggal, pola kerja
pemanfaatan waktı, mobilitas,komunikasi, ketersediaan dan pola hidup (Douglas, 1978: 12,15).
Apabila rekreasi dilakukan di luar tempat tinggal sehari-hari seseorang, baik secara khusus ataupun
dikombinasikan dengan kegiatan iain, maka namanya sudah berubah menjadi pariwisata. Pariwisata
mencakup rekreasi non lokal, kombinasi antara perjalanan bisnis dan kegiatan rekreasi, atau
kegiatan bisnis dan perjalanan personal.
Pariwisata mempunyai definisi yang beragam, namun pada hakekatnya mempunyai unsur-
unsur pokok yang inembedakannya dengan leisure dan rekreasi. Unsur yang membedakannya
terutama adalah tempat dan waktu. Semua definisi tentang pariwisata menggambarkan adanya
perjalanan ke luar dari tempat tinggalnya sehari-hari menuju ke suatu tempat dengan berbagai tujuan
mulai dari belanja, ziarah ataupun mengikuti konferensi. Hal yang sama bila dilakukan di
lingkungan tempat tinggal seseorang, tidak tergolong pariwisata. Dari segi waktu definisi pariwisata
menyatakan lama perjalanan pelaku/wisatawan lebih dari 24 jam (namun kurang dari 6 bulan,
tidakmenjadikannya penduduk sementara), selain itu bersifat sementara dansukarela. Pariwisata
melibatkan banyak pihak dan merupakan fenomena yangkompleks mempunyai dimensi fisik
geogratis, ekonomi, budaya, politik dan lainnya.

A. Konsep jarak
Jarak sangat erat kaitannya dengan lokasi, karena nilai suatu obyek dapat
ditentukan oleh jaraknya terhaadap suatu obyek lain. Jarak merupakan suatu
pembatas yang bersifat alami. Seperti halnya lokasi, jarak juga dibagi menjadi
dua, yaitu jarak absolut dan jarak relatif. Jarak absolut adalah jarak dua
tempat yang diukur berdasarkan garis lurus diudara dengan memperhatikan skala
peta. Sedangkan jarak relatif disebut juga dengan jarak tempuh, baik yang
berkaitan dengan waktu perjalanan yang dibutuhkan maupun satuan biaya angkut
yang diperlukan. Disebut relatif karena tidak tetap. Kemajuan teknologi dapat
mempengaruhi jarak tempuh maupun biaya angkutan antara dua tempat. Faktor ini
berkaitan dengan jarak menuju lokasi wisata yang mana dapat mempengaruhi lokasi
Rawa Jombor sebagai daya tarik wisata.
B. Konsep Aksesbilitas
Konsep ini menunjukan derajat keterkaitan persebaran suatu fenomena dengan
fenomena yang lain di suatu tempat atau ruang, baik yang menyangkut fenomena
alam, tumbuhan, maupun kehidupan sosial.
C. Konsep lokasi
konsep lokasi atau letak merupakan konsep utama yang sejak awal pertumbuhan
geografi telah menjadi ciri khusus ilmu atau pengetahuan geografi.secara pokok
lokasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu lokasi absolut dan lokasi
relatif.Lokasi absolut menunjukkan letak yang tetap terhadap sistem
koordinat.Penentuan lokasi absolut dimuka bumi memakai system koordinat garis
lintang dan garis bujur. Sedangkan lokasi adalah lokasi suatu objek yang
nilainya ditentukan berdasarkan obyek atau obyek lain diluarnya.
D. Konsep nilai kegunaan
Konsep nilai kegunaan atau fenomena-fenomena atau sumbersumber di muka bumi
bersifat relatif tidak sama bagi semua orang atau golongan penduduk tertentu.
Keberadaan Rawa Jombor ini mempunyai nilai kegunaan yang cukup besar bagi
penduduk setempat dan penduduk lain.
E. Konsep interaksi (interdependensi) Interaksi atau interdependensi merupakan
peristiwa saling mempengaruhi antara tempat yang satu dengan tempat yang lain.
Hal ini terjadi karena setiap tempat mampu mengembangkan potensi sumber-sumber
serta kebutuhan yang tidak selalu sama dengan apa yang ada di tempat lain. Oleh
karena itu terjadi interkasi atau interdependensi antara tempat satu dengan
tempat yang lain. Konsep interakasi atau interdependensi dimaksudkan untuk
mengetahui interaksi wilayah Rawa Jombor dengan daerah disekitarnya.

Elemen dasar kepariwisataan sebagai berikut:


a. Daerah Asal Wisatawan (DAW) dinamis
Daerah tempat asal wisatawan berada, tempat dimana mereka melakukan aktivitias
kesehariannya seperti bekerja, belajar, tidur dan kebutuhan dasar lainnya, dan
rutinitas tersebut adalah pendorong untuk memotivasi seseorang berwisata. Dari
DAW, seseorang dapat mencari informasi tentang obyek dan daya tarik wisata yang
diminati, membuat pemesanan dan berangkat menuju daerah tujuan.
b. Daerah Transit (DT) statis
Tidak seluruh wisatawan harus berhenti di daerah tersebut, namun seluruh
wisatawan pasti akan melalui daerah tersebut, sehingga peranan DT pun penting.
Seringkali terjadi, perjalanan wisata berakhir di daerah transit, bukan di
daerah tujuan. Hal inilah yang membuat banyak negara-negara seperti Singapura
dan Hongkong, berupaya menjadikan daerahnya multifungsi, yakni sebagai Daerah
Transit dan Daerah Tujuan Wisata.
c. Daerah Tujuan Wisata (DTW) akibat
Daerah ini sering dikatakan sebagai sharp end (ujung tombak) pariwisata. Di DTW
ini, dampak pariwisata sangat dirasakan sehingga dibutuhkan perencanaan dan
strategi manajemen yang tepat. Untuk menarik wisatawan, DTW merupakan pemacu
keseluruhan sistem pariwisata dan menciptakan permintaan untuk perjalanan dari
DAW. DTW juga merupakan raison d’etre atau alasan utama perkembangan pariwisata
yang menawarkan hal-hal yang berbeda dengan rutinitas wisatawan.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kota merupakan pusat pemukiman dan kegiatan masyarakat, memiliki batasan wilayah
administrasi yang sifatnya non agraris, orang-orang didalamnya bersifat individualis. Kota
erat kaitannya dengan desa dimana kota merupakan hasil dari perkembangan desa. Seperti
yang kita tahu bahwa pada awalnya kota-kota merupakan desa dan tempat bermukim para
petani, peternak, nelayan dan lain-lainnya. Mereka saling berhubungan, berkomunikasi dan
berinteraksi.
Ada kecendeıungan bebeıapa kota besaı akan selalu teıus tumbuh dan beıkembang,
kemudian mem- bentuk kota yang disebut kota-kota metıopolitan.Peıkembangan kota di
Indonesia juga beılangsung dengan sangat pesat. Pada tahun 1950 hanya ada satu kota
dengan penduduk di atas 1 juta jiwa yaitu Jakaıta. pada tahun 1980 jumlah teısebut
meningkat menjadi 4 kota yaitu Jakaıta, Bandung, "uıabaya, dan Medan.
Pola pengembangan kota di atas jika tidak ditangani secaıa seıius akan mengakibatkan
teıbentuknya kota pıimat (primate citn), yang bila tingkatnya beılebihan akan beı-
dampak buıuk, baik pada perkebangan kota itu sendiıi maupun perkembangan
pembangunan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Sittadewi, E. H. (2011). Kondisi lahan pasang surut kawasan rawa pening dan potensi
pemanfaatannya. Jurnal Teknologi Lingkungan, 9(3).

Daryono, H. (2009). Potensi, permasalahan dan kebijakan yang diperlukan dalam


pengelolaan hutan dan lahan rawa gambut secara lestari. Jurnal Analisis Kebijakan
Kehutanan, 6(2).

Nurkholis, A., Jayanto, G. D., & Jurnawan, N. Y. (2018). ANALISIS BENTUKLAHAN


SEBAGAI LANDASAN TERWUJUDNYA SUSTAINABLE COASTAL AREA DI
INDONESIA.

Anda mungkin juga menyukai