Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Atrofi papil merupakan kelainan nervus optikus yang sering ditemukan pada kelainan

lintasan visual. Atrofi papil merupakan keadaan morfologi terakhir dari berbagai penyakit

yang menyebabkan degenerasi akson pada jalur retinogenikulata. Pada defisini lain

menyebutkan bahwa atrofi papil adalah kematian serabut saraf optik yang tampak sebagai

papil yang berwarna pucat akibat menghilangnya pembuluh darah kapiler serta akson dan

selubung myelin saraf. Di mana, atrofi papil ini merupakan stadium akhir dari suatu proses

pada serabut saraf optikus, baik yang ada di retina, papil itu sendiri maupun yang berada di

belakang papil. Gejala atrofi papil meliputi perubahan papil dan penurunan fungsi visual.

Perubahan fungsi visual antara lain penurunan ketajaman penglihatan, penurunan

penglihatan perifer, dan buta warna, di mana gejala atrofi optik sangat ringan dengan

gangguan visus dan lapang pandang yang sangat ringan (hidden visual loss) sampai
1,2,3,4
hilangnya visus dan lapang pandangan secara total. Menurut Tielsch dkk, prevalensi

kebutaan disebabkan atrofi nervus optikus di AmerikaSerikat adalah 0,8% . Menurut Munoz

dkk, prevalensi gangguan penglihatan dan kebutaan yang timbul akibat atrofi nervus optikus

masing-masing adalah 0,04% dan 0,12%.

Atrofi nervus optikus bukanlah suatu penyakit melainkan tanda dari berbagai proses

penyakit. Dengan demikian, morbiditas dan mortalitas pada atrofi optik tergantung pada

etiologi. Berdasarkan ras, atrofi nervus optikus lebih menonjol pada orang kulit hitam (0,3%)

dibandingkan dengan kulit putih (0,05%). Tidak ada kecenderungan jenis kelamin tertentu

terhadap angka kejadian atrofi nervus optikus. Sedangkan dari segi umur, atrofi papil saraf

terlihat dalam setiap kelompok usia. Pada kasus atrofi papil saraf jika sudah terjadi kerusakan
pada nervus optikus berupa kehilangan penglihatan, maka hal tersebut tidak dapat diperbaiki,

namun penyakit yang mendasari dapat dilakukan tindakan untuk mencegah kerusakan (jika

belum terjadi kerusakan) dan sangat penting untuk melindungi mata satunya, sehingga

sangatlah penting bagi penderita dengan atrofi papil saraf untuk rutin kontrol ke dokter

spesialis mata untuk memeriksakan mata mereka kalau-kalau terjadi perubahan dalam

penglihatan.

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, patofisiologi, klasifikasi,

manifestasi klinik, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari atrofi papil

nervus optikus.

1.3 Tujuan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang definisi, epidemiologi,

patofisiologi, klasifikasi, manifestasi klinik, giagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan

prognosis dari atrofi papil nervus optikus.

1.4 Metode penulisan

Makalah ini ditulis dengan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada

berbagai literatur yang berhubungan dengan atrofi papil nervus optikus.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Nervus Optikus

2.I.1. Anatomi

Retina merupakan reseptor permukaan untuk informasi visual. Sebagaimana halnya

nervus optikus, retina merupakan bagian dari otak meskipun secara fisik terletak di perifer

dari sistem saraf pusat (SSP). Komponen yang paling utama dari retina adalah sel-sel reseptor

sensoris atau fotoreseptor dan beberapa jenis neuron dari jaras penglihatan. Lapisan terdalam

(neuron pertama) retina mengandung fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) dan dua

lapisan yang lebih superfisial mengandung neuron bipolar (lapisan neuron kedua) serta sel-sel

ganglion (lapisan neuron ketiga). Sekitar satu juta akson dari sel-sel ganglion ini berjalan

pada lapisan serat retina ke papila atau kaput nervus optikus. Pada bagian tengah kaput

nervus optikus tersebut keluar cabang-cabang dari arteri centralis retina yang merupakan

cabang dari a. oftalmika.5

Gambar 1. Lapisan Neuron pada Retina


Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum. Di depan

tuber sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan bergabung menjadi satu

berkas membentuk kiasma optikum. Di depan tuber sinerium nervus optikus kanan dan kiri

bergabung menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum, dimana serabut bagian nasal

dari masing-masing mata akan bersilangan dan kemudian menyatu dengan serabut temporal

mata yang lain membentuk traktus optikus dan melanjutkan perjalanan untuk ke korpus

genikulatum lateral dan kolikulus superior. Kiasma optikum terletak di tengah anterior dari

sirkulus Willisi. Serabut saraf yang bersinaps di korpus genikulatum lateral merupakan jaras

visual sedangkan serabut 2 saraf yang berakhir di kolikulus superior menghantarkan impuls

visual yang membangkitkan refleks opsomatik seperti refleks pupil. 6

Gambar 2. Perjalanan Serabut Saraf Nervus Optikus (tampak basal)


Setelah sampai di korpus genikulatum lateral, serabut saraf yang membawa impuls

penglihatan akan berlanjut melalui radiatio optika (optic radiation) atau traktus

genikulokalkarina ke korteks penglihatan primer di girus kalkarina. Korteks penglihatan

primer tersebut mendapat vaskularisasi dari a. kalkarina yang merupakan cabang dari a.

serebri posterior. Serabut yang berasal dari bagian medial korpus genikulatum lateral

membawa impuls lapang pandang bawah sedangkan serabut yang berasal dari lateral

membawa impuls dari lapang pandang atas (gambar 3). 5,7

Gambar 3. Radiatio Optika

Pada refleks pupil, setelah serabut saraf berlanjut ke arah kolikulus superior, saraf

akan berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron interkalasi yang berhubungan dengan

nucleus Eidinger-Westphal (parasimpatik) dari kedua sisi menyebabkan refleks cahaya

menjadi bersifat konsensual. Saraf eferen motorik berasal dari nukleus Eidinger-Westphal dan

menyertai nervus okulomotorius (N.III) ke dalam rongga orbita untuk mengkonstriksikan otot

sfingter pupil (gambar 4). 5,8


Gambar 4. Jaras Refleks Pupil

Saraf Optikus

Saraf optikus terutama tersusun atas akson sel-sel ganglion retina. Akson-akson

tersebut bertemu di papil saraf optikus yang berdiameter sekitar 1,5 mm, menembus sclera

pada lamina kribrosa, dan kemudian membentuk berkas-berkas serabut saraf bermyelin yang

dipisahkan oleh sekat jaringan ikat. Setiap saraf optikus dilapisi oleh selaput yang identik

dengan meningen. 3

Saraf optikus dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu: 7

1. Bagian intraokular yang terbagi menjadi kepala saraf optikus ( papil saraf optikus /

optic disc), bagian pre-laminar yang berada di depan lamina kribrosa, bagian laminar

yang berada di dalam lamina kribrosa, dan bagian post-laminar yang berada di

belakang lamina kribrosa.


2. Bagian intraorbital yang memiliki panjang sekitar 3 cm, berbentuk huruf S, dan

menjulur dari bola mata sampai ke apeks orbita.


3. Bagian kanalis optikus dengan panjang sekitar 5-7 mm.
4. Bagian intrakranial yang menjulur dari kanalis optikus ke bagian anterior kiasma

optikum dan traktus optikus (10 mm)

Sifat optik dari akson normal dari disk optik mirip dengan kabel serat optik. Cahaya

datang yang berasal dari optalmoskop mengalami refleksi internal total melalui serat aksonal

dan dipantulkan kembali oleh kapiler pada permukaan disk, sehingga menimbulkan warna

kuning-merah muda karakteristik disk optik sehat (terlihat pada gambar di bawah). Akson

yang tidak memiliki properti optik baik, menyebabkan penampilan pucat disk atrofi itu.

Menurut teori lain, hilangnya kapiler dalam menyebabkan atrofi optik disk pucat muncul.

Gambar 5. optik disk normal. 7

Papil Saraf Optikus

Permulaan saraf optikus di retina inilah yang disebut sebagai papil saraf optikus

(opticdisc). Karena ketiadaan fotoreseptor di papil saraf optikus, maka bagian retina ini tidak

dapat berespon terhadap stimulus cahaya. Karenanya bagian ini disebut juga sebagai blind

spot, dan memiliki diameter sekitar 1,5 mm. 7 Papil saraf optikus merupakan tanda

oftalmoskopik penting pada pemeriksaan funduskopi. Yang perlu diperhatikan dari papil

saraf optikus adalah warna, batas, cup-disc ratio dan lingkaran neuroretinal. Papil yang
normal akan berwarna merah musa kekuningan, dengan batas yang jelas, non-elevated, dan

memilki cup-disc ratio kurang dari 0,3.7

2.2 Atrofi Papil

2.2.1 Definisi

Atrofi papil saraf optikus didefinisikan sebagai kerusakan saraf optikus yang

menyebabkan degenerasi atau destruksi saraf optikus. Secara klinis keadaan ini dikenal

sebagai pucatnya papil akibat menghilangnya pembuluh darah kapiler serta akson dan

selubung myelin saraf seperti yang terlihat pada pemeriksaan funduskopi. 9,10

Atrofi optik bisa sangat ringan dengan gangguan visus dan lapang pandang yang

sangat ringan (hidden visual loss) sampai hilangnya visus dan lapang pandangan secara total.

2.2.2 Epidemiologi

Menurut Tielsch dkk, prevalensi kebutaan disebabkan atrofi nervus optikus di

Amerika Serikat adalah 0,8%. Menurut Munoz dkk, prevalensi gangguan penglihatan dan

kebutaan yang timbul akibat atrofi nervus optikus masing-masing adalah 0,04% dan 0,12%.

Atrofi nervus optikus bukanlah suatu penyakit melainkan tanda dari berbagai proses

penyakit. Dengan demikian, morbiditas dan mortalitas pada atrofi optik tergantung pada

etiologi. Berdasarkan ras, atrofi nervus optikus lebih menonjol pada orang kulit hitam (0,3%)

dibandingkan dengan kulit putih (0,05%). Tidak ada kecenderungan jenis kelamin tertentu

terhadap angka kejadian atrofi nervus optikus. Sedangkan dari segi umur, atrofi optik terlihat

dalam setiap kelompok usia.11


2.2.3 Klasifikasi
1. Klasifikasi Oftalmoskopik
 Atrofi primer, warna papil menjadi pucat, batasnya tegas dan pembuluh darah

berkurang. Gambaran ini dijumpai pada tahap lanjut dari neuritis retrobulbaris.

Lamina cribrosa terlihat pada atrofi primer. Atrofi primer dijumpai pada kasus lesi

nervus optikus atau khiasma optikum (misalnya pada tumor hipofisis). Secara

mikroskopik ditemukan degenerasi akson-akson saraf dan selubung myelin. Selalu

ditemukan sedikit proliferasi sel-sel glia astrosit dan bertambahnya jaringan kolagen.

Gambar 6. Atrofi primer

Atrofi optik primer terjadi tanpa diawali pembengkakan kepala saraf optik. Itu

mungkin disebabkan oleh lesi yang mempengaruhi lintasan visual dari

retrolaminar bagian dari saraf optik sampai badan genikulata lateral. Lesi anterior

sampai kiasma optik mengakibatkan atropi optic unilateral, tetapi kalau

melibatkan kiasma dan jaur otik akan menyebabkan perubahan bilateral.


Tanda-tanda nya :
1. Putih, diskus nya pipih dengan batas tegas dan berwarna pucat.
2. Pengurangan jumlah pembuluh darah kecil pada permukaan diskus (tanda

Kestenbaum)
3. Melemahkan pembuluh darah peripapiler dan menipiskan lapisan serabut saraf

retina.
4. Atropi nya bisa difuse atau terlokalisasi tergantung dari tingkatan lesi nya
5. Pucat pada bagian temporal mengindikasikan atrofi serabut dari sekumpulan

papilomakular yang masuk ke tangkai saraf optikus dari sisi temporal.


Penyebab

1. Neuritis optik
2. Penekanan oleh tumor dan aneurisma
3. Neuropati optik herediter
4. Toksik dan neuropati optik nutrisi
5. Trauma
 Atrofi sekunder, warna papil juga pucat tetapi batasnya tidak tegas. Terjadi akibat

peradangan akut atau lesi vaskuler saraf optic yang terletak dekat dengan bola mata

serta menimbulkan reaksi aktif sel glia dan mesenkim dekat papil. Degenerasi yang

terjadi terisi oleh proliferasi astrosit, jaringan ikat atrofi dan ditemukan pembuluh

darah yang menghilang. Atrofi sekunder merupakan akibat lanjut dari papilitis dan

papiledema. Atrofi sekunder juga terjadi akibat lanjut dari papiledema misalnya pada

pasien yang menderita tekanan tinggi intracranial yang lama.

Gambar 7. Atrofi Sekunder

Atrofi optik sekunder didahului dengan pembengkakan yang lama dari kepala

nervus optik.

Tanda nya tergantung dari penyebab. Gambaran atrofi optik sekunder:

 Warna papil(diskus) putih, abu-abu, dengan batas yang tidak tegas.


 Pengurangan jumlah pembuluh darah kecil pada permukaan diskus.
 Disekitarnya “water mask”
Penyebabnya termasuk papil edema kronik, neuropati optik iskemik anterior

dan papilitis.
2.
Kalsifikasi berdasarkan etiologi 9,13,14
 Vaskular, contohnya Oklusi Arteri Retina, Oklusi Vena Retina, Neuropati Optikus

Iskemik,
 Degeneratif, contohnya Neurodegeneratif
 Sekunder karena penyakit degeneratif pada retina, contohnya Papiledema, Neuritis

optikus
 Herediter, contohnya Leber’ Hereditary Optic Neuropathy, Dominant Optic Atrophy
 Kompresi
 Toksik atau drug-induced, contohnya tembakau, alcohol, toksisitas obat
 Metabolik
 Traumatik
 Glaukomatosa

2.2.4 Gejala dan Tanda

Hilangnya ketajaman penglihatan lapangan pandang dan buta warna adalah gejala

disfungsi penglihatan pada atrofi papil. Kepucatan papil saraf optikus dan hilangnya reaksi

pupil biasanya setara dengan penurunan penglihatan kecuali pada lesi kompresi. Lesi

kompresi dapat menyebabkan perubahan ketajaman penglihatan sentral dan perubahan

lapang pandang perifer yang luas jauh sebelum terjadi perubahan fundus yang cukup parah

(akson dapat mengalami disfungsi jauh sebelum mengalami atrofi). 9,13,16

Perubahan fungsi penglihatan berlangsung sangat lambat dalam beberapa minggu

atau bulan. Sulit untuk menilai prognosis hanya berdasarkan temuan-temuan funduskopik.

Bahkan dengan pematangan kiasma eksperimental, perluasan degenerasi akson memerlukan

waktu dua bulan untuk meluas dari kiasma ke sel ganglion retina.Pengobatan dan hasil akhir

bervariasi bergantung pada penyebab.13

Neuropati optikus herediter menimbulkan kepucatan papil saraf optikus segmental

temporal bilateral dengan penurunan akson papilomakular. Penyumbatan arteri sentralis


menimbulkan penyempitan arteriol retina segmental dan penurunan lapisan serat saraf dalam

distribusi yang sama. Melemahnya pembuluh darah retina ditambah kepucatan papil saraf

optikus yang segmental atau difus, dengan atau tanpa cupping “glaukomatosa” saraf optikus,

dapat merupakan tanda akan timbulnya neuropati optikus iskemia. Eksudat peripapilar

adalah tanda utama papilitis dan kadang-kadang papiledema. Gliosis dan atrofi peripapilar,

lipatan korioretina , dan keriputnya limiting membrane interna juga mungkin merupakan

tanda-tanda awal munculnya edema papil saraf optikus. 13

2.2.5 Patofisiologi

Degenerasi saraf optik berhubungan dengan kegagalan regenerasi, dimana terjadi

proliferasi astrosit dan jaringan glial. Akson saraf optik ditutupi oleh oligodendrosit, jika

sekali akson ini rusak maka tidak akan dapat beregenerasi (Skuta,2010 ; Gandhi Rashmin,

2012). Terdapat 3 teori patogenesis:( Skuta,2010; Kanski,2007)

1. Degenerasi serabut saraf yang berhubungan dengan gliosis berlebihan.Perubahan ini

merupakan tanda patologis dari consecutive optic atrophy dan postneuritic optic

atrophy.

2. Degenerasi serabut saraf dan gliosis dalam keadaan normal,di mana astrosit

berproliferasi dengan sendirinya dan tersusun pada kolum longitudinal mengganti

serabut saraf (columnar gliosis).Keadaan ini terjadi pada atropi papil primer.

3. Degenerasi serabut saraf yang berhubungan dengan gliosis yang tidak berfungsi.Hal

ini terjadi akibat berkurangnya aliran darah.Perubahan patologi ini disebut sebagai

cavernous optic atrophy dan merupakan ciri dari glaukoma dan ischaemic optic

atrophy.

GAMBARAN KLINIS(Skuta,2010; Orssaud C,2003; Pavan Deborah,2008


et al)
1. Hilangnya penglihatan,dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-
lahan (tergantung pada penyebab atropi papil) dan bersifat parsial atau
total (tergantung derajat atropi papil).
2. Pupil semi dilatasi dan reflex cahaya langsung sangat sedikit atau
tidak ada sama sekali
3. Hilangnya lapang pandangan akan bervariasi dengan distribusi
serabut-serabut saraf yang rusak.
4. Gambaran funduskopi dari papil bervariasi tergantung dari tipe atropi
papil
5. Gangguan penglihatan warna

2.2.7 Diagnosis

Diagnosis atrofi papil saraf optikus ditegakkan dengan:

1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk menentukan ada tidaknya riwayat kondisi yang sama

dalam keluarga. Selain itu pada anamnesis juga ditanyakan riwayat penggunaan obat-

obatan tertentu dan riwayat keracunan.


2. Pemeriksaan mata
 Melihat perubahan karakteristik papil saraf menggunakan oftalmoskop
 Mengukur ketajaman penglihatan menggunakan Snellen chart
 Mengukur lapang pandang untuk menilai penglihatan perifer
 Menilai penglihatan warna dan sensitivitas terhadap kontras warna

3. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mengkonfirmasi adanya keracunan

melalui analisis darah dan urin. Pemeriksaan darah juga digunakan untuk uji DNA

guna mengidentifikasi mutasi genetik yang bertanggung jawab pada terjadinya

Leber’s Hereditary optic Neuropathy


b. Pemeriksaan radiologi
 Magnetic Resonance Imaging

digunakan untuk mencari tumor,struktur yang mungkin menekan saraf optikus, atau

plak yang khas untuk multipel sklerosis yang seringkali berkaitan dengan

neuritisoptikus, Leber’s Hereditary optic Neuropathy

 Visual Evoked Potentials(VEP)


Digunakan untuk mengukur kecepatan konduksi pada jalur penglihatan sensoris

sehingga dapat mendeteksi kelainan pada mata secara klinis tidak terpengaruh
 Fluorescein angiography
digunakan untuk melihat gambaran detail pembuluh darah di retina
2.2.9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan neuritis optikus dengan kortikosteroid hingga saat ini masih

kontroversial. Sedangkan penatalaksanaan atrofi papil saraf optikus karena penyebab yang

lain tergantung pada penyakit yang mendasari. 9

2.2.10. Pencegahan
Atrofi papil saraf optikus dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan mata teratur,

terutama bagi mereka yang mengalami penurunan penglihatan. Deteksi awal adanya

inflamasi atau masalah lain akan memperkecil kemungkinan terjadinya atrofi karena

intervensi yang dapat segera diambil. Sedangkan pada mereka yang secara genetik beresiko

menderita Leber’s hereditary optic neuropathy, diarankan untuk mrengkonsumsi vitamin C,

vitamin E, coenzyme Q10, atau anti oksidan lainnya, serta menghindari konsumsi tembakau

dan alkohol. Menghindari paparan terhadap zat beracun dan mencegah malnutrisi juga dapat

menjauhkan kemungkinan terjadinya neuritis optikus toksik atau nutrisonal.9

2.2.11. Prognosis
Banyak pasien dengan neuritis optikus pada akhirnya akan mengalami multipel

sklerosis. Sebagian besar pasien akan pulih penglihatannya secara bertahap

setelah satu episode neuritis optikus, bahkan tanpa pengobatan. Sedangkan kemungkinan

perbaikan penglihatan pada Leber’s hereditary aptic neuropathy sangat kecil. Pada neuropati

optikus toksik atau nutrisional, jika penyebabnya dapat diketahui dan ditangani secara dini,

penglihatan dapat kembali normal setelah beberapa tahun.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Atrofi papil merupakan akibat degenerasi serat dari saraf optikus dan jalur

penglihatan sensoris. Keadaan ini dapat merupakan kelainan bawaan atau di dapat.

Jika di dapat, maka penyebabnya adalah gangguan vaskuler, sekunder karena penyakit
degeneratif pada retina, karena penekanan pada saraf optikus atau karena penyakit

metabolik. Gejala yang muncul berupa penurunan fungsi penglihatan , dan ditandai

dengan pucatnya papil saraf optikus dan hilangnya reaksi pupil. Penatalaksanaan yang

dapat diberikan tergantung pada penyakit yang mendasari. Degenerasi dan atrofi papil

saraf optik merupakan keadaan yang irreversibel, dan kemungkinan perbaikan fungsi

penglihatan tergantung penyebab.

3.2 Saran

Atrofi papil saraf optikus dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan mata

teratur, terutama bagi mereka yang mengalami penurunan penglihatan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ulfa, Maria. 2010. Text Book Reading Neuroopthalmology. (Online) 2012. Avaiable

from: http://www.scribd.com/doc/81574379/36139360-Neurooftalmology-FullVersion

2. Novera, Fenty. 2011. Papil Atrofi. (Online). 2012. Avaiable from:

http://www.scribd.com/doc/75954006/Definisi-Anatomi-Dan-FisiologiEpidemiologi
3. Medscape. 2011. Optic Atrophy. (Online) 2012. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/atrofi%20papil/1217760overview.htm#showall

4. Rubens, Ivanlibrian. 2011. Atrofi Papil Optic. (Online) 2012. Avaiable from:

http://www.scribd.com/doc/50281382/Referat-mata-edited

5. Froetscher M & Baehr M. Duus Topical Diagnosis in Neurology. 4 th edition. 2005.

Stuttgart : Thieme. p 130 – 137.

6. Mardjono Mahar & Sidharta Priguna. Neurologi klinis dasar. Edisi V. jakarta : dian

rakyat. 2004. p 116 – 126

7. _________ Optic Nerve. Sumber : http://www.thebrain.mcgill.ca/splash/jpg. [diakses

28 Des 2012]

8. Guyton AC, Hall JE. Neurofisiologi Penglihatan Sentral. Dalam : Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran. Edisi 9. 1997. Jakarta : EGC. p 825.

9.OpticAtrophyhttp://www.healthatoz.com/healthatoz/Atoz/common/standard/transform.jsp?

requestURI=/healthatoz/Atoz/ency/optic_atrophy.jsp

10. Montgomery TM. Anatomy, Physiology, and Pathology of the Human

Eye.Dalam:http://www.tedmontgomery.com/the_eye/optcnrve.html

11. Haddad W. Intraocular Anatomy. Dalam:www.eyeweb.org/anatomy.html


12. Vaughan DG, Taylor Asbury, dan Paul Riordan-Eva. Oftalmologi Umum EdisiKe-14.

Jakarta: Penerbit Widya Medika , 1996

13. OpticAtrophy.Dalam:http:/www.spedex.com/resource/documents/veb/optic_atrophy.h

tml

14.Vascular Disorders.

Dalam:http://www.merck.com/mrkshared/mmg/sec15/ch127/ch127f.jsp

15 Optic Neuritis. Dalam:http://en.wikipedia.org/wiki/Optic_neuritis

16. Berro D. Leber's Hereditary Optic Neuropathy. Dalam:http://www-

personal.umd.umich.edu/~jcthomas/JCTHOMAS/1997%20Case%20Studies/D

%20Berro.html

17. Nakamura M, Ito S, Chang-Hua Piao, dan Terasaki H, dan Miyake Y.Retinal and

Optic Disc Atrophy Associated With a CACNA1F Mutation in aJapanese Family. Arch

Ophthalmol. 2003;121:1028-1033 Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata – RSMarinir

Cilandak

18. Votruba M, Thiselton D, dan Bhattacharya SS .Optic disc morphology of patients with

OPA1 autosomal dominant optic atrophy. British Journal of Ophthalmology 2003;87:48-53

19. Delettre C, Jean-Michel Griffoin, Nadine Gigarel. Et al. Nuclear gene OPA1,encoding a

mitochondrial dynamin-related protein, is mutated in dominantoptic atrophy. Nature Genetics

, 207 - 210 (2000)

20. Cooper T. Compressive Optic Neuropathy.

Dalam:www.emedicine.com/oph/topic167.html
21. Zafar A. Toxic/Nutritional Optic Neuropathy.

Dalam:www.emedicine.com/oph/topic750.htm

2.3 Atropi Nervus Optikus

Ada dua macam atropi nervus optikus yaitu atrofi optik akuisita dan atropi optik

heredodegeneratif (kongenital).1

2.3.1 Atropi Optik Akuisita

A. Definisi

Atropi optik adalah hilangnya akson nervus optikus dan digantikan oleh jaringan glia.1

B. Etiologi1

Oklusi vaskular

Proses degenerasi

Setelah menderita papil edema

Setelah menderita neuritis optik

Pada adanya tekanan nervus optikus oleh apapun

Karena glaukoma

Gangguan metabolisme misalnya diabetes melitus

Karena toksin

Karena kelainan kongenital

Karena trauma

Karena degenerasi retina

C. Klasifikasi1
Pada atropi optik ada istilah atropi primer yang ditandai pupil pucat dan batas tegas, atropi

sekunder yang ditandai papil pucat dengan batas kabur karena adanya bekas pembengkakan

papil dan atropi konsekutif yaitu atropi papil yang terjadi karena kelainan retina, misalnya

pada retinitis pigmentosa.

Gambar 4 : Atropi Papil Nervus Optikus Primer

(Sumber : G. Lang. Ophthalmology A pocket textbook atlas. 2 nd edition. Thieme

Stuttgart. New York. 2006: 393-395)

Gambar 5 : Atropi Papil Nervus Optikus Sekunder

(Sumber : G. Lang. Ophthalmology A pocket textbook atlas. 2 nd edition. Thieme

Stuttgart. New York. 2006: 393-395)

D. Gejala dan Tanda1,3

Gejala dan tanda atropi papil tentunya juga tergantung dari penyakit yang mendasari. Gejala

dan tanda umum adalah sebagai berikut:

Penurunan visus

Gangguan persepsi warna

Gangguan lapangan pandang yang beraneka ragam tergantung penyebabnya.

Bentuk kelainan pada lapangan pandang dapat berupa membesarnya bintik buta fisiologik ,

bisa terjadi ;
Skotoma Busur (arkuata) : dapat terlihat pada glaucoma, iskemia papil saraf optic, dan oklusi

arteri retina sentral

Skotoma Sentral : pada retinitis sentral

Hemianopsia bitemporal : hilangnya setengah lapang pandang temporal kedua mata, khas

pada kelainan kiasma optic, meningitis basal, kelainan sphenoid dan trauma kiasma.

Hemianopsia binasal : defek lapang pandang setengah nasal akibat tekanan bagian temporal

kiasma optic kedua mata atau atrofi papil saraf optic sekunder akibat TIK meninggi.

Hemianopsia heteronym : bersilang, dapat binasal atau bitemporal

Hemianopsia homonym : hilang lapang pandang pada sisi yang sama pada kedua mata, pada

lesi temporal

Hemianopsia altitudinal : hilang lapang pandang sebagian atas atau bawah, dapat terjadi pada

iskemik optic neuropati, kerusakan saraf optic, kiasma dan kelainan korteks .

Penemuan oftalmoskopis juga tergantung dari penyebabnya (papil pucat bisa dengan batas

tegas atau batas kabur, demikian juga bisa bersifat datar, cekung, atau menonjol)

Atropi optik bisa bersifat difus dan sektoral, bisa total atau parsial, bisa ringan atau berat.

Atropi optik difus yang khas adalah disebabkan oleh retinitis pigmentosa yang berupa atropi

optik primer berbatas tegas dan berwarna putih mengkilat seperti lilin.

Atropi sektoral polus superior atau inferior terjadi setelah neuropati optik iskemik anterior.

Atropi bentuk bow tie (dasi kupu) bilateral khas pada lesi khiasma optikum.

Atropi bentuk bow tie diskus kanan dan atropi diskus kiri khas lesi traktus optikus dan korpus

genikulatum lateral kiri, dan sebaliknya.

Atropi temporal bentuk baji adalah khas pada post neuritis retrobulbar, neuropati optik toksis

dan neuropati optik kompresif.

Perubahan vasa yang terjadi pada atropi optik adalah ditemukan vasa yang menjadi lebih

jelas, mengalami pengecilan dan mengalami sheating. Pada atropi optik yang masih
menyisakan fungsi penglihatan sehingga dapat dianalisis dengan pemeriksaan lapang

pandang akan memberikan perkiraan letak lesi yang lebih tepat.

2.3.2 Atropi Optic Heredodegeneratif

A. Definisi 1

Atropi optik ini merupakan sebagian penyebab dari gangguan visus sentral bilateral simetris

yang berlangsung pelan-pelan.

B. Klasifikasi 1,2

1. Atropi Optik Dominan

Atropi optik dominan mula-mula dilaporkan oleh Kjer, Pewarisannya dominan autosom

Gejala :

Penurunan penglihatan tidak kentara pada masa kanak-kanak, pada skrining hanya ditemukan

penurunan ketajaman mata yang ringan.

Mula timbulnya lambat antara umur 4 sampai 8 tahun

Khasnya terdapat skotoma sentrosekalis dengan gangguan penglihatan warna.

Pasien mungin mengalami nistagmus atau tidak

Pemeriksaan fisik :

Pemeriksaan visus : gangguan visusnya sedang antara 20/30 sampai 20/70. Jarang sampai

20/200. (penyakit dominan memang biasanya lebih ringan daripada penyakit resesif).

Pemeriksaan lapangan pandang : skotoma sekosentral, lapang pandang perifernya biasanya

normal.

Pemeriksaan slit lamp akan didapatkan Kepucatan temporal diskus optikus, ekskavasio

sektoral temporal dan penipisan berkas serabut saraf, sesekali terlihat cupping diskus yang

ringan
Pemeriksaan isikhara : diskromatopsia (buta warna)

Diagnosis :

Mengidentifikasi adanya anggota keluarga yang lain yang terkena.

Defek genetik pada lengan panjang kromosom 3

Kelainan ini dapat berhubungan dengan tuli progresif atau kongenital atau dengan ataksia,

tetapi jarang terjadi.

2. Atropi Optik Resesif 1,2

Atropi optik resesif kadang-kadang terjadi pada neonatus sehingga disebut atropi optik

kongenital. Mula timbulnya kebanyakan umur 3-4 tahun. Gangguan visusnya biasanya berat,

kadang-kadang dengan nistagmus. Diskus optikusnya pucat dan terjadi pengecilan pembuluh

darah. Atropi optik juga bisa merupakan bagian dari sindroma yang lebih luas. Dapat disertai

penurunan pendengaran progresif, kuadriplegia spastik dan demensia. Sindrom Wolfram

(insipidus juvenilis, diabetes melitus, atrofi optik, dan tuli) bisa juga menyertai. Diabetes

juvenilis disertai atropi optic yang kepucatan diskus optikusnya sebanding dengan beratnya

atropi optik.

3. Penyakit Leber 1,2

Penyakit ini mula-mula ditemukan oleh Leber tahun 1871.Neuropati optik herediter Leber

adalah suatu penyakit yang jarang dan ditandai oleh serentetan neuropati optik subakut

Epidemiologi :

Biasanya terjadi pada pria berusia 11-30 tahun.

Etiologi :
Penyakit ini disebabkan kelainan genetik, mutasi yang mengenai suatu titik (point mutation)

pada DNA mitokondria (mtDNA) dengan lebih 90% keluarga yang terkena mengalami

mutasi titik pada posisi 1178, 14484, atau 3460 . mtDNA secara ekslusif diturunkan dari ibu

dan akibatnya sesuai dari pola umum pewarisan mitokondria (maternal) mutasinya diteruskan

melalui garis wanita, hal ini disebabkan karena spermatozoa tidak mengandung mitokondria

dan kalaupun ada mitokondria maka mitokondria ini akan mati saat pembuahan, penyakit ini

jarang bermanifestasi pada wanita karier, diprediksikan akan bermanifestasi pada keponakan

laki-laki sesuai garis ibu.

Gejala :

Penglihatan kabur

Skotoma sentral tampak pada satu mata, kemudian pada mata sebelahnya

Timbul sakit kepala dan tanda meningeal karena terjadi peradangan arakhnoid

Patofisiologi :

Pada fase akut akan terjadi edema diskus optikus dan retina peripapilar disertai pelebaran

pembuluh-pembuluh darah kecil yang teleangiektasis di permukaannya; tetapi khasnya tidak

ada kebocoran diskus optikus pada pemeriksaan angiografi fluoresein.

Kedua nervus optikus akhirnya menjadi atrofi dan penglihatan biasanya antara 20/200 dan

hitung jari.

Hilangnya penglihatan biasanya tidak total dan tidaka da kekambuhan.

Penyakit ini mungkin disertai dengan penyakit mirip skeloris multipel, defek konduksi

jantung, dan distonia

Diagnosis :

Ditegakkan dengan pemeriksaan titik mutasi mtDNA, berdasarkan penemuan satu dari tiga

titik mutasi DNA

Diagnosis Banding :
Myoclonic epilepsy and ragged red fibers (MERRF)

Miopati mitokondrial, Asisdosis laktat, Serangan serupa stroke (mitochondrial myopathy,

lactic acidosis, and stroke like episodes – MELAS)

Neuropati optik sekunder seperti degenerasi retina (sindrom Kearns-Sayre), Sindrom

Wolfram

4. Penyakit Neurodegeneratif Herediter

Beberapa penyakit neurodegeneratif dengan awitan antara masa kanak-kanan sampai dewasa

muda bermanifestasi sebagai gangguan neurologik progresif dan atrofi optik dengan

keparahan bervariasi, diantaranya ;

Ataksia spinoserebelar herediter ( ataksia Friedreich)

Neuropati sensorik dan motorik herediter ( penyakit Charchot Marrie-Tooth)

Lysosomal storage disease

Sfiongolipiodosis , mengalami atrofi pada akhir perjalanan penyakitnya

Leukodistropi pada tahap yang lebih dini

Degenerasi spongiform Canavan

Distrofi glioneural (penyakit Alper)

Penyakit Resfum, atrofi optik terjadi sekunder akibat retinopati pigmentasi

Hidrosefalus dari mukopolisakarida di meningens atau di sel glia nervus optikus


BAB III

PENUTUP

Atropi papil nervus optikus adalah degenerasi saraf optic yang tampak sebagai papil

berwarna pucat akibat hilangnya akson nervus optikus dan digantikan oleh jaringan glia.

Atrofi papil bukan merupakan penyakit akan tetapi merupakan tanda akan kondisi yang

berpotensi serius, keadaan ini merupakan proses akhir dari suatu proses yang terjadi di retina,

kerusakan yang sangat luas dari nervus optikus akan menimbulkan atrofi papil dan dapat

menimbulkan mata menjadi buta, untuk itu diperlukan penegakan diagnosis yang cermat dan

tepat sehingga dapat segera tertangani. Gejala awal berupa keluhan mata kabur disertai

pandangan gelap yang disertai dengan sakit kepala, lemas dan mual. Penegakan diagnosis

atrofi papil memerlukan pemeriksaan mata yang lengkap seperti ; pemeriksaan visus, tes

lapang pandang, penglihatan warna, reflex pupil, pemeriksaan retina dan diskus optikus

dengan menggunakan oftalmoskop. Pemeriksaan penunjang lainnya berdasarkan penyakit

yang menyebabkannya.
DAFTAR PUSTAKA

Hartono, Dr. Sari Neurooftamologi. Cetakan I. Pustaka Cendikia Press. Yogyakarta, 2006

Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum. Edisi ketiga. Widya Medika: Jakarta. 2000

Ilyas, Prof. Dr. H. Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

2006.

G. Lang. Ophthalmology A pocket textbook atlas. 2 nd edition. Thieme Stuttgart. New York.

2006

Anda mungkin juga menyukai